Isi_buku

  • Uploaded by: Garuda Sukmantara
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Isi_buku as PDF for free.

More details

  • Words: 10,783
  • Pages: 54
Malaekat (Mikhail Lermontov) Soviet Literature

Satu malaekat terbang di malam biru cemerlang Dan perlahan dia berdendang sambil melayang Bulan, bintang dan mega berpesta ria Penuh bahagia oleh senandung dari surga Didendangkannya kurnia Bagi yang hidup tanpa gangguan Dalam taman Illahi, suatu tamsya berkilauan Dipujanya keagungan tanpa kepalsuan dan rasa takut Dalam pangkuannya dia bawa satu jiwa kelahirannya Atas dunia yang gelap dan penuh dosa Dan senandungnya menyelinap ke dlaam jiwa itu Tanpa kata-kata tapi bersih dan padu Ketika tiba masanya jiwa itu akan dijelmakan ke dunia Ia merasakan suatu keterasingan, dan suatu damba karena senandung Firdausi yang diimpikan bakal sia-sia hanyut dalam rintihan duka lara alam maya

98

METAMORFOSA (Mutiara Kasih Ibu) Oleh: G. Garuda Sukmantara

ISBN :

Saat harapan demikian melambung, saat tekanan demikian berat, saat pemenuhan begitu dinanti, saat kita tak kuat lagi... ada sebuah kolam dengan air yang begitu jernih. Dimana kita bisa bercermin, dan menatap bayangan wajah kita sebelum... air mata jatuh dan merusak bayangan kita sendiri dengan gelombang kepedihan yang kita rintihkan.

Penerbit CV. TRIKAYON Banteng pernai No. 9 Perum. Banteng Baru Jl. Kaliurang Km. 8 Yogyakarta Telp. (0274) 886785 HP : 0815 781 259 81

Terimakasih Kepada: Semua pihak yang tak dapat kami sebutkan satu per satu, yang telah mencintai, menemani, dan mengambil peran dalam kehidupan kami.

ii

Kadang kita berpikir, Dia memanggil melalui saat yang istimewa, dari tempat yang istimewa, dengan keagungan yang istimewa, dan sentuhan yang istimewa. Sementara ketika Dia berseru, melalui anak-anak kita, dari rumah yang sederhana, dengan lambaian ala kadarnya, dan sentuhan yang biasa, tak pernah membuat kita memalingkan muka.

97

Kupu dan ratusan kunang yang lain terdiam. Mereka hanyut dalam lantunan syair si kunang muda. Suara yang jernih, ungkapan yang bening membuat mereka menjadi hening. “Oh, Penguasa waktu, Oh, Pemilik jaman, Tlah Kau sisipkan berkat di dalam lipatan saat. Dan ketika kami membukanya, ada serangkum kesegaran, yang membuat kami terpana dan tepekur dalam diam. Oh, Pecinta sukma, pembimbing jiwa. tak takut kini kami menjadi renta, karena hati kami tak akan mati.” Kunang muda menengadah, kupu muda tersenyum menyambut pagi terang tanah. -000-

96

Kata Pengantar

K

etika seorang ibu harus berbicara, maka dia akan berbicara tentang anakanaknya, sebab dia menjadi ibu karena kehadiran anak-anaknya. Predikat ibu dan anak menjadi lekat, tak ada ibu tanpa anak, tak ada anak tanpa ibu. Yang kemudian hadir karena ada yang lebih dahulu hadir, dan yang telah hadir menumbuhkan kehadiran baru. Sejak dia merasakan perubahan dalam dirinya, dia sadar bahwa dirinya bukan sendiri, bukan seorang diri. Ada sel dalam dirinya yang membelah dan terus membelah, ada sesuatu yang tumbuh dan terus tumbuh. Pikiran, perasaan, keinginan terus terbagi bukan lagi untuk dirinya sendiri. Tawa-tangis, suka-duka, tenang-resah, kecewa-bahagia menjadi milik berdua. Hingga tiba saatnya kesatuan fisik, kesatuan harmoni itu terpenggal. Yang hadir harus hadir sebagaimana dirinya telah hadir. Dimulai dari tangisan, dan harap akan kebahagiaan, yang kemudian keduanya terus menerus menyertai hidup baru sang anak yang dia lahirkan.

iii

Perjalanan waktu tak mungkin dibalik lagi, sebagai ibu, sebagai anak, berdua harus menyusuri saat demi saat, hari demi hari, tahun demi tahun, semua berlanjut hingga saatnya untuk berhenti. “Tumbuh,..tumbuhlah anakku. Bahagia,... bahagialah anakku” rangkaian harap yang tak mungkin hilang dari kehidupan seorang ibu menyertai dan terus melanglang dari waktu ke waktu. Tak ada yang dapat menghentikan harap dari seorang ibu akan hidup anaknya. Sebab anak adalah jiwa dari jiwanya, darah dari darahnya, nafas dari nafasnya. Hingga kematian tiba, hingga nyala lilin itu habis, namun kehangatan cinta terus akan menerangi hidup anak..cucu..cicit...buyut...dan seluruh keturunannya, sebagaimana nyala cinta telah dia dapatkan dari para leluhurnya. Sebagaimana menjadi ibu tak akan terhenti oleh waktu, oleh ruang, demikian pun menjadi anak. Cinta menjadi abadi dalam denyut nadi kehidupan yang terus berdetak memecah keheningan. Detak antara Sang Pecinta dan Yang Dicinta, terus bertaut dan saling memagut entah sampai kapan..... Metamorfosa bukan sekedar perubahan bentuk, melainkan perubahan wujud dalam proses menuju makhluk dewasa. Seekor ulat yang keluar dari telur yang berasal dari seekor kupukupu memiliki wujud yang sama sekali berbeda

iv

yang pergi, tapi telah meninggalkan jejak yang berarti. Sebab dengan kepergiannya dia pasti akan datang lagi. Datang sebagai ingatan jaman. “ Kupu-kupu terpejam menuju diam. Dia sedang melihat jauh ke dalam sanubarinya. Adakah saatsaat yang dia lalui meninggalkan jejak yang berarti? Kata-kata yang pernah ia dengar dalam pertemuan terakhir dengan ibunya kembali terngiang di benaknya. Menjadi berarti bukanlah hal yang sulit dan berbelit-belit. Menjadi berarti yang sesungguhnya manakala kebaikan dan kepedulian menjadi sifat yang melekat. Sifat seperti halnya bunga yang menebar keharuman. Seekor kunang muda maju ke depan, dengan raut berbinar melantunkan syair pujian.

95

dengan kupu-kupu. Untuk berubah dari ulat menjadi kupu-kupu, ulat harus bersedia dirombak secara total dan masuk dalam ruang perubahan. Di sana dia hancur, luluh, untuk kemudian membentuk sebuah wujud yang sama sekali baru. Tak ada lagi bulu-bulu yang berbisa, tak ada lagi geliat menggelikan dari tubuh serupa cacing gendut nan pendek. Ada sayap baru yang indah, ada misai, ada jangkauan gerak yang jauh lebih luas daripada berkutat di selembar daun atau seranting pohon. Seandainya ulat tahu bahwa dia akan berubah menjadi kupu-kupu manakala terlepas dari kepompong, maka tak ada lagi keraguan dalam dirinya untuk menjadi kepompong, bahkan mungkin dia akan tidak sabar dan memotong waktu supaya segera bisa menjadi kepompong. Seandainya kupu-kupu tahu bahwa anak-anak yang lahir dari telur yang dikeluarkannya tidak akan seperti dirinya, tidak seindah dirinya, tidak segesit dirinya, tapi terlahir sebagai seekor ulat yang hanya bisa merayap dan menggeliat, yang tahunya makan dan terus makan, maka dia tidak akan merasa sedih dan mengalami kekecewaan yang berkepanjangan. Namun mereka tak mampu merangkai pikir seperti manusia, ulat adalah ulat, dan kupukupu adalah kupu-kupu. Ulat hidup sebagai ulat lengkap dengan nalurinya, demikian pula

halnya kupu-kupu. Mereka berdua terhubung oleh sebuah misteri besar, yang tak mungkin dan tak hendak mereka selami, misteri dalam sebuah kepompong. METAMORFOSA terjadi dalam hidup rohani manusia. Bahwa saat dilahirkan, jiwa manusia kecil harus tumbuh dan berkembang, hingga saatnya tiba kita memasuki sebuah fase diam dalam kegelapan. Kita tak tahu apa yang terjadi saat mengalami misteri kegelapan dan setelahnya. Kita tak tahu bagaimana kita akan dibentuk kembali dan memasuki dunia baru. Ada keengganan, ada ketakutan, ada kekhawatiran bahwa hidup kita berakhir sudah manakala kita memasuki misteri kegelapan. Namun manusia bukanlah ulat yang tak bisa merangkai pikir dan rasa. Muncul sebuah keyakinan dan kepercayaan yang terangkai dari perjalanan pemahaman mengenai kehidupan, bahwa hidup tidak berakhir di sini. Bahwa hidup tidak berhenti manakala kita memasuki fase diam dalam kegelapan. Ada hidup baru di sana, dengan jangkauan yang jauh lebih luas dari pada seribu langkah sebagai manusia. Hanya dengan keyakinan dan harapan akan kasih dari Sang Sumber Hidup, kita akan memasuki dunia baru, sebagai kupukupu kasih..... Penulis

dengan kebahagiaan hati. Dia memang pergi dan tidak bersamaku kini, namun ingatan akan dia terbawa kemanapun aku pergi. Kebersamaan kami kemarin, terbawa sebagai ingatan pada saat ini. Sungguh tak ada yang perlu membuat kita tenggelam dalam gundah dan duka, selagi hidup kita bisa menjadi ingatan. Membuat setiap saat menjadi berarti, membuat torehan dalam di setiap detak sang waktu, maka sang waktu akan menyimpannya dalam ingatan keabadian. Inilah hidup kawan, memberi arti pada setiap detak jantung kita.” “Wahai kupu, jika ada saudara kita yang mati, adakah kita harus bersedih?” “mengapa tidak kawanku, jika ada yang pergi meninggalkan yang lain, sedihlah kalian. Sebab ada kebersamaan baru yang tak kita lalui lagi. Tapi tidak demikian bagi

94

DAFTAR ISI JUDUL ........................... i KATA PENGANTAR ...... iii DAFTAR ISI ................... v UNTAIAN MUTIARA .....

1

SETANGGI MUTIARA .. 23 Misteri Kupu-Kupu...... 25 Misteri Kepompong .... 34 Misteri Ulat ................. 45 Misteri Terakhir ........... 55 PIJAR MUTIARA ........... 59

SENANDUNG MUTIARA.79 Kesedihan Seekor Capung ........................ 81 Senandung Malam ...... 90

v

Lihatlah, kucoba tunjukkan pada kalian.” Kupu-kupu terbang berputar, namun pada putaran berikutnya dia sedikit naik. Terus berputar dan terus naik, hingga membentuk jalur serupa spiral. Ku n a n g - k u n a n g s e r e n t a k memandang, mereka terpesona dengan hadirnya sebuah pemahaman. Kupu hinggap diantara kunangkunang. Dengan mata berbinar dan wajah penuh kebahagiaan kupu-kupu berujar. “Apa yang kita alami saat ini di tempat ini membawa ingatan akan apa yang kemarin terjadi. Dan apa yang kini terjadi akan muncul sebagai ingatan dalam diri kita esok hari. Kita melintasi kembali jalur yang sama pada sisi yang berbeda. Saudaraku kunang-kunang aku tahu kini, mengapa ketika ibuku pergi dia tak menangis tetapi penuh

vi

93

“Sebentar teman, sejenak kawan. Kita bersama terbang ke arah ujung dari malam, tapi mengapa ada pagi di depan sana? Adakah malam ini berujung pagi?” Kunang-kunang hanya diam, benak mereka sibuk menjalin l e m b a r- l e m b a r ke b e n a r a n . Sementara pagi semakin nampak, langit di ufuk kian memerah, bumi tempat mereka bersama diam mulai terang tanah.

UNTAIAN MUTIARA

“Sahabatku para kunang, kini aku tahu tentang waktu. Waktu hanyalah serupa lingkaran, yang jika kita telusuri kita hanya akan kembali ke tempat darimana kita pergi.” “Tapi kupu, bukankah yang kemarin terjadi tidak kembali kita alami?” seekor kunang-kunang mencoba bertanya. “Sungguh kita hanya berputar kawanku, tetapi berputar naik.

92

1

lelah tak kunjung menghampir. Kupu-kupu muda seperti berurat baja tiada henti mengepak sayapsayap menembus gelap bersama sinar para sahabat.

Bukan matahari, atau pun bulan yang membuat hidupku penuh bersinar, namun engkau anakku, saat senyum mengembang dari bibir dan hatimu, hidupku berbinar melebihi kilau mutiara dan tak terangkai dalam kata-kata Bukan bunga atau pun angin segar yang membuat hidupku terangkai indah namun kalian anakku, yang menjadi untaian mutiara dalam hidupku kini, nanti, dan selamanya

2

Saat terus bergulir, waktu terus mengalir, hingga malam semakin dingin, hingga gelap semakin basah. Gerak sayap masih juga gagah, liukan badan masih juga lincah, kegelapan tak mampu menghambat, dingin menusuk tulang tak mampu menjerat. Kabut demi kabut yang turun menyapa daratan serentak bertiarap memberi celah bagi para pengembara kehidupan. Saat terus bergulir, dingin semakin meminggir. Dalam diam saat terbang, terdengar jauh suara kokok ayam berulang-ulang. Kupu dan kunang-kunang terkejut, berhenti lalu diam. Kokok ayam masih mengumandang tanda pagi mulai menjelang.

91

SENANDUNG

JIWA

MALAM Kupu-kupu muda melayang menyusup di antara kabut yang menyelimuti malam. Ada ratusan kunang-kunang bergerak di depannya memberi terang kemana pun dia terbang. Ada ratusan kunang-kunang mengikutinya di belakang, menjadi penanda kemana pun kupu-kupu muda itu melayang. Kupu-kupu muda telah merajut misteri demi misteri, menemukan kekayaan pemahaman yang tak mungkin lagi dihargai dengan gemerlap dunia. Terbang menuju sebuah titik misteri malam.

Kalian jiwa dari jiwaku yang menukik masuk, menyentuh dinding rahimku... mengawali denyutan baru dari setiap denyutku... dari setiap hidupku yang kini masih tersisa hingga nanti kala jiwa renta tinggal menjadi naungan bagi kalian anak-anakku jiwa-jiwa baru, jiwa dari jiwaku. Jadilah kalian jiwa pengelana tak gentar mengarungi hidup untuk tumbuh dan menjadi naungan bagi jiwa-jiwa yang nanti kalian kembali hadirkan....Jiwa dari jiwa kalian, dan jiwa dari jiwaku.

Kupu-kupu terus melaju menuju ujung dari malam, sinar ratusan kunang-kunang menjadi pembimbing dan penyulut semangat yang tak kunjung hilang. Peluh mengalir, namun

90

3

NAFAS

yang mengayun di atas telaga.

Kuhirup nafas panjang, sehirup untukmu..., sehirup untukku..., sehirup harap bagimu sehirup cinta meresap di hatiku

Kupu-kupu muda mendongak, dia merasa hidupnya kini penuh arti. Dengan seluruh gelora syukur kupu-kupu melantunkan senandung pujian, pujian bagi Sang Pemberi Hidup.

Kulepas napas panjang, selepas darimu..., selepas dariku...., selepas niat untukmu, selepas cemas akan dirimu,

----

Satu nafas kita...satu, mengalir mengisi relung-relung antara aku dan dirimu, menjadi jalinan mesra hidupku dan hidupmu, dan nanti saat terputus nafasku, namun aku tetap akan bernafas lewat hidupmu... karena satu nafas kita satu, kuhirup nafas panjang kulepas nafas panjang untukmu, bagimu, anak-anakku

4

89

Capung terhenyak, kata-kata kupu itu seperti tabir resah dan selimut gundah yang selama ini melingkupi dirinya. Perlahan senyum simpul mengembang di mulutnya. Capung itu mendongak sejenak dan mendadak dia melesat terbang ke atas, meliuk dan berputar dengan lincah. “Ha..ha..ha, saudaraku kupu muda. Terima kasih, terima kasih, engkau telah menyadarkan diriku. Aku sungguh menjadi makhluk terbodoh di muka bumi selama ini. Kata-katamu telah membuka jeruji ketololan yang selama ini mengungkung diriku. Terima kasih saudaraku, kau tak akan kulupakan seumur hidupku. Engkau akan menjadi cerita turun temurun pada anak cucuku.” S i C a p u n g m e l e s a t p e rg i meninggalkan kupu muda yang hinggap kembali di pucuk ranting

88

Suara hati terdengar jelas dalam diam, lirih dalam sedih, sumbang dalam bimbang, lenyap dalam ketakutan. Diamlah...diam

SUARA Karenamu anakku, aku belajar mendengar. Mendengar yang tak terdengar detak tanpa suara terus berdegup, berirama seirama jantungku, karena engkau jantung hatiku. Engkau nadi tanpa nada berderap di sekujur tubuhku membentuk lagu irama baru yang aku lantunkan saat keheningan tiba manakala sepi memagut aku menunggu dan mereka-reka warna suaramu, renyah tawamu adakah sewarna gemercik air? adakah sewarna desahan angin? sedang denyutmu pun lemah kadang tertelan rasa gundah.

5

MIMPI Hari ini aku bermimpi, bukan mimpi tentang aku, tapi mimpi akan dirimu, engkau tumbuh, engkau berlari, menerjang angin, hujan, dan badai melawan terik, pengap, dan kering sementara aku berlari, berlari mengikutimu, kubawa payung, kubawa tudung engkau hanya berpaling dan berkata bahwa itu tak perlu engkau kuat, engkau berani engkau bisa, engkau mampu engkau kuasa menaklukkan duniamu, tantanganmu. dan semakin kencanglah larimu engkau meninggalkan aku, yang hampir putus nafas mengikutimu. Saat aku melihatmu jatuh, jatuhlah air mataku, kupeluk, kurengkuh engkau dalam cintaku anakku, aku tetap milikmu.... bangunkan aku dari mimpiku.

6

mengamati bayangannya. Dia asyik memperhatikan dirinya sendiri yang melayang di dalam air. Tiba-tiba si kupu muda melesat dan menyentuhkan kakinya tepat di tempat bayangan capung itu berada. Air berkecipak, muncul gelombang melingkar-lingkar yang merusak bayangan si capung. Capung melonjak dan merasa heran dengan tingkah rekan barunya. “Mengapa kau ganggu bayanganku, kupu. Lihatlah, karena ulahmu rusak sudah bayangan diriku.” “ha..ha..ha, marahkah engkau capung? marahkah engkau karena rusak bayanganmu? Sedihkan kamu karena rusak gambaranmu? Jika memang demikian adanya, engkaulah makhluk terbodoh yang pernah aku temui.”

87

Mereka berdua terbang di atas danau, melayang rendah hingga hampir menyentuh air jernih. Bayangan keduanya tampak jelas di permukaan air bening itu. Sesekali permukaan itu bergelombang oleh riak air yang tertiup angin. Ketika angin berhenti, ketika air menjadi tenang dan tenang sekali. Kupu-kupu muda mengajak si capung berhenti, melayang diam di atas air. “Capung saudaraku, lihatlah ke bawah. Lihatlah ke permukaan air danau ini. Lihat dirimu, lihatlah dengan seksama.” Capung itu menurut. Dilihatnya bayangan tubuhnya, bayangan ekor dan sayapnya yang tampak jelas. Seolah bayangan itu adalah kembaran dirinya yang berada di bawah air danau yang bening seperti kaca.

Sekiranya aku buta, aku masih mamiliki hati untuk dapat melihat cinta MATA Biarkan aku sejenak terpejam agar dapat melihat, dengan hatiku, saat engkau meringkuk diam dalam tidur lelapmu. Biarkan aku sejenak terpejam, agar aku dapat melihat raut wajahmu, mimpi-mimpimu, takut, cemas, dan khawatirmu. Percayalah anakku, hati ini tak akan terpejam bagimu. Biarkan aku sejenak terpejam, agar kita saling menatap dan bercerita tentang saat kita berdua terpejam

Capung itu bergerak sangat pelan, sangat pelan dambil terus

86

7

Tersenyum hanya membutuhkan tarikan ujung bibir. Tertawa hanya membutuhkan satu gerakan bibir. Bahagia, membutuhkan lebih dari sekedar tersenyum dan tertawa. SENYUM Saat ini mungkin berakhir, hari ini mungkin berakhir, namun senyum dari bibirku, dari dalam lubuk hatiku dalam penantian tanpa akhir, untuk dapat melihat bahagiamu, sepanjang hidupmu Ada waktu untuk berhenti dan menimang saat, menimang hari, kebahagiaan apa yang telah kuberikan padamu, tadi, kini, dan esok hari tersenyumlah anakku, karena disanalah berlabuh senyumku.....

8

sendiri. mata mereka tertutup selumbar bayangan diri mereka sendiri. Mengapa engkau gundah karena ungkapan kekerdilan mereka?” “Lihatlah kupu yang baik, sayapku memang cacat adanya. Corakku sama sekali jauh dari g a m b a r k e i n d a h a n . Ta p i terimakasih, karena engkau menghibur diriku dengan pujian yang kau paksakan itu. Aku mesti menyadari siapa diriku adanya, makhluk cacat yang tanpa kebisaan seperti capung lainnya.” “Marilah saudaraku, marilah terbang bersama aku, dan akan kutunjukkan siapa dirimu adanya.” Capung tak kuasa menolak ajakan bersahabat dari si kupu muda. Digerakkannya sayap dan terbang mengikuti arah si kupu muda melayang.

85

capung dari jarak yang dekat. Lagaknya pongah dan hendak melontarkan kata-kata bernada hinaan dan meremehkan,

Jika kamu berpikir cukup satu hari untuk membuka hidup, maka sembilan bulan dalam kandungan kamu hidup dalam kebodohan.

“Oohh, capung yang berekor panjang. Lihatlah dirimu yang tak layak...tak layak hidup...di tengah makhluk yang tak tahu rasa syukur. Engkaulah adalah naga dari para serangga, bentangan sayapmu dan juluran ekormu menjadi kombinasi dari ciptaan nan sempurna...”

PAGI

Capung itu melengak, matanya mengikuti kemana si kupu bergerak, “Apa...apa maksudmu kupu?” “Dengarlah aku, hai capung pelantun syair gundah, adakah dari mereka yang menghinamu mampu merubah satu ruas dari panjang ekormu? Dapatkah mereka membentuk satu lekuk dari bentang sayapmu? Mereka yang menghinamu adalah kaum yang hanya mampu melihat diri mereka

84

Pagi ini mendung dan tidak cerah, pagi ini hujan, dan badai menerjang... tapi pagi ini mungkin, mentari bersinar, bunga-bunga mekar, burung bernyanyi riang, jika aku memilih pagi untukmu kupilihkan pagi dimana ada mendung, ada hujan dan badai, yang membuatmu kuat dalam perjuangan. Kupilihkan pagi pagi penuh keceriaan, pagi penuh rahmat, yang membuatmu tenggelam dalam kebahagiaan.

9

Jika sepi tak lagi kita miliki, kapan kita tahu hidup ini berarti? SEPI Lihatlah anakku, demikian gagah, demikian berani dirimu engkau sendiri dalam ruang sunyi tanpa mainan tanpa buaian tanpa gurauan sendiri engkau mengarungi sunyi kini malam kini gelap kini sunyi kita sendiri kuraba punggungmu dari luar dinding-dinding kehangatan kubisikkan buaian, engkau sungguh berarti. Marilah malam, marilah sunyi, marilah kesendirian, tumbuhkan jabang bayiku, agar perkasa menantang hidup. dan katakan padanya bahwa hidup, sungguh berarti.

10

banyak ikut merasakan.” Capung mendongak melihat kupu muda yang menyapanya, “Engkau kupu, adakah maksudmu mendekati diriku juga untuk menghinaku? Aku akui memang, bahwa aku tidak secantik dirimu. Aku tidak sehebat dan seanggun teman-temanku. Aku adalah seekor capung buruk rupa. Aku tak mampu terbang sempurna karena sayap-sayapku cacat. Aku menjadi pelengkap hasrat bagi yang ingin mengungkap kehebatan mereka. Jika engkau ingin juga menghina dan mengejekku kupu, lakukanlah. Aku telah kenyang menerimanya, toh suatu saat aku akan mati dan tak akan kudengar ejekan-ejekan itu lagi.” Kupu-kupu muda meloncat lincah, mengepakkan sayap dengan gaya yang indah. Dia terbang melayang mengitari

83

kesegaran yang berkali-kali dihirupnya. Tiba-tiba ujung matanya melihat seekor capung hinggap di ujung ranting yang mengayun di atsa danau. Capung itu diam, menunduk, seperti menyimpan kesedihan yang dalam. Berulang kali nampak badannya menghempaskan desah gundah. Ku p u - k u p u m u d a t e r b a n g mendekat, memutari capung satu kali sebelum hinggap tepat di depannya. “Capung saudaraku, mengapa engkau diam dalam gundah. Sedari tadi aku memperhatikan sepertinya engkau tenggelam dan resah. Adakah aku dapat meringankan sedikit beban laramu? Katakan padaku, apa yang mengusik dan membebani hatimu. Mungkin aku tak mampu memberimu penyelesaian, tapi setidaknya dengan menjadi pendengar aku sedikit

82

Canda membuat kamu sejenak terlupa namun lupa segalanya bukanlah bagian dari canda

CANDA Aku tertawa ketika semua bercanda tentang dirimu lalu semua pergi dan aku membuka... telinga hati, mata hati, kelambu hati, mari bercanda anakku, hari masih belum berganti, sejenak kita lupakan sepi, atau ajaklah serta dia kesepian, dan kesendirianmu mumpung kita masih berdua hati mari anakku, kita tertawa, kita bercanda tentang sepi dan tentang sendiri ini hari masih belum berganti.

11

Ingatan akan aku, Ingatan akan kamu, hanyalah sebutir debu dari ingatan jaman. Namun jaman hanyalah satu bentang pemahaman. INGATAN Selumbar ingatan tentang diriku, ketika masih kanak-kanak yang bermain anak-anakan seperti kemarin kekanakan berlalu kini aku membuai anak. Selumbar ingatan tentang diriku di masa kanak-kanakku yang bermain anak, kini memiliki anak. bukankah saat ini pepat? Selumbar ingatan tentang ibuku, ya nenekmu. Selumbar ingatan tentang nenekku ya buyutmu. akan menjadi lembar-lembar ingatanmu, dan ingatan cucu-cucu

12

KESEDIHAN SEEKOR CAPUNG Kupu muda terbang riang, sayapsayapnya nan elok menjadikannya kesempurnaan dari sebuah ciptaan. Dengan anggun dan p e n u h ke y a k i n a n t e r b a n g melintasi hutan menuju tepi danau jernih, di mana banyak tumbuh pohon bunga. Matanya yang jernih berbinarbinar menampakkan gejolak hatinya yang dipenuhi oleh kekaguman. Kupu-kupu muda tak kuasa lagi untuk menahan aliran puji dan syukur atas segala yang dilihatnya. Air danau yang berkilau memantulkan sinar mentari, semerbak wangi bunga yang menyentuh setiap indera pada misainya. Paduan warnawarni daun, bunga, ranting dan bebatuan menjadikan tempat itu layaknya nirwana. Aroma khas tanah basah semakin menambah

81

Gerak itu diam yang tak tampak Diam itu pun gerak yang tak tampak.

GERAK

Nada-nada tak menemukan gairah ketika dia ada hanya sendiri kebersamaan dengan nada yang lain, harmoni dalam dinamika bersama letup-letup ungkapan menjadi rangkaian keindahan Demikian pula nada-nada dalam kehidupan ini

80

Lihatlah anakku, yang kakinya menendang, yang tubuhnya bergerak, mencari posisi selagi sempat. ruangmu semakin rapat, jantungmu semakin cepat, hasratmu semakin kuat, mencari celah selagi sempat. Ada gerak, ada diam. Ada gerak yang tak diam...

13

Jika daun kering jatuh, tampak tak berarti sudah. namun ada semangat di sana yang berbunyi saat terinjak. SEMANGAT Jangan kamu patah anakku, jadikan semangatmu berkobar, meski hidup semakin hambar.

SENANDUNG MUTIARA

Jangan kamu lemah anakku, jadikan semangatmu menyala, meski hidup kian membara. Jangan lesu anakku, jadikan semangat kian menderu, meski hidup terus memburu. Dengan nafasku, dan detak jantungku... kuasupkan gelora semangat baru untuk kau angkat sebagai panji saat tiba di medan juang jadilah anakku, jadilah pemenang katakan pada kehidupan, kau datang menjelang...

14

79

Tak kan sedih selamanya tak kan bahagia selamanya sedih bahagia serupa siang dan malam

BAHAGIA Ada saat untuk tiba, saat-saat bahagia. dan dunia tahu, engkau anakku aku ibumu.

Kebahagiaan bukan karena menjadi besar atau mampu menguasai tapi kebahagiaan muncul karena menjadi berarti sekalipun kecil

78

Masih teringat saat mengembang senyumku mendengar tangisan pertamamu masih teringat saat mengembang tawaku mendengar canda tentang dirimu masih teringat saat bahagia menyelimutiku menerima ucapan selamat atasmu Ada saat untuk tiba, saat-saat bahagia. dan dunia tahu, aku ibumu engkau anakku.

15

Takut hanya bisa dilawan dengan kepastian. Tapi kepastian hanya kalah oleh keberanian menerima kenyataan. TAKUT

menyentuh ujung-ujung penglihatan. Anggunnya semakin luruh menyatu dengan kenyataan alam. Tampak benar, geraknya adalah ungkapan puji syukur, dan siapapun yang melihatnya akan mengagumiSang Pemberi Hidup.

Jangan takut anakku ini aku ibumu yang rebah disampingmu tubuh mungil, terbungkus jalinan lampin

----

Jangan takut anakku ini aku ibumu, yang masih punya dekapan hangat usapan nikmat. melindungimu dari dinginnya kehidupan. Jangan takut anakku ini aku ibumu, yang masih punya air susu tuk menanggung lapar dahagamu Jangan takut anakku, ini aku...aku ibumu.

16

77

Kupu-kupu tua lenyap sudah di balik garis cakrawala. Tinggalah kupu-kupu muda yang dengingnya semakin pelan dan semakin pelan hingga akhirnya dengingan itu hanya melantun di dalam lubuk hatinya. Air mata si kupu-kupu muda masih menetes, namun senyum manis tersungging dari ujung-ujung misainya. Angin anggun bertiup, membangunkan lamunan si kupu muda. Digerakkannya sayap, dikepakkannya semangat. Kupu muda beranjak terbang, gerakgeriknya menyiratkan kebahagiaan. Liukannya mencerminkan semangat yang tak akan padam. Ku p u - k u p u m u d a m e m u l a i pengembaraan. Mengarungi hidup dari satu kenyataan menuju ke kenyataan lain. Kupu-kupu muda mulai mengisi pundi-pundi pemahaman dengan misteri akan kehidupan. Terbangnya kian menjauh, hingga

76

Jika sedih serupa rangkaian kereta api, setidaknya ada ujung dan ada pangkalnya. Namun karena kamu ada di dalamnya, maka kamu tak melihat. SEDIH Jangan kau sedih anakku, tangismu yang pertama hanya awal untuk tangisan yang kedua. ada kata yang tak terungkapkan ada marah, ada kecewa ada gundah, ada resah ada takut, asa yang kau tuntut ada sakit, ada yang terjepit ada yang ingin kau ucap tapi bukan dengan kata-kata selamat datang mungilku, inilah dunia ibumu, dunia yang engkau masuki dunia yang membawamu pergi Jangan kau sedih anakku, sedih hanyalah satu sisi, seperti bumi di malam hari, ada sisi lain dimana kita kan bertemu matahari.

17

Sebenarnya hati tak pernah terluka, tapi pikiranlah yang menyatakannya.

HATI Hati-hati anakku, bila kau berjalan, bila kau berlari ada batu, ada kerikil ada jalan licin, ada dorongan yang merusak keseimbanganmu, yang mengganggu perhatianmu, Jatuh, anakku.. hanya bagian dari perjalanan. hanya bagian dari perjuangan. Jatuh anakku, hanya bagian dari pelajaran, hanya bagian dari kenyataan, jatuh anakku, bukan seluruh kehidupan. hati-hati anakku, engkau masih memiliki hati jadikan biduk yang membawamu pergi mengarungi samudra yang hiruk oleh badai pikiran dan hembusan kemauan.

18

sebagai penghibur di kala sepi. menangislah dan aku akan terbang mengitari dirimu. Lihatlah aku menari anakku, menari sebagai ungkapan syukur atas karunia terindah dalam hidupku. Engkaulah karunia itu, engkaulah kepenuhan hidupku. ---Kupu-kupu tua menggerakkan sayapnya pelan. Tampak lemah namun indah. Keanggunan dari warna dan bentuk sayapnya m e n y e r u a k . Ku p u - k u p u t u a terbang, menari. Meliuk dengan iringan denging suara kupu-kupu muda yang menangis bahagia. Kupu-kupu tua terus menari, mengitari kupu-kupu muda. Putaran itu semakin membesar dan membesar dan kupu-kupu tua semakin menjauh dan terus terbang menuju ke suatu titik entah ada di mana. Titik itu titik akhir dari kehidupannya. Titik yang menjadi tujuan dari hidupnya.

75

d i r i m u . Te m u k a n k o d r a t kehidupanmu. Pandanglah itu sebagai karunia dari Sang Pemberi Hidup yang harus engkau syukuri. Itulah pesanku, anakku. Pergi dan terbanglah, matahari menantimu di ujung sana. Ibu, berat nian sayap ini rasanya. Membuat aku enggan untuk mengepak. Jika ibu tidak keberatan, biarkan aku menangis di hadapanmu. Tangisan ini akan kujadikan lagu kenangan, bahwa aku pernah menerima kasih seorang ibu. Tangisan inilah yang senantiasa akan kunyanyikan, bahwa aku memiliki seorang ibu. Anakku, kata-katamu menjadi pelengkap kebahagiaanku. menangislah anakku, sebab aku tahu tangismu bukanlah ungkapan duka nestapa. Tangismu adalah getaran cinta yang tak mungkin kau ungkapkan dengan kata-kata. Menangislah sepuasmu, anakku. Dan biarkan ibu menikmati tangisan itu, sebab akan kujadikan

74

Dengan syukur kita menerima syukur lain yang mungkin terlupa SYUKUR Jika syukur kupanjatkan karena aku memilikimu, anakku maka bertumpuk sudah syukur-syukur lain yang pernah mampir dihidupku, menunggu giliran untuk juga aku persembahkan... Syukur sebagai ibu, syukur sebagai istri. syukur memiliki hati nurani syukur aku bukan bermimpi marilah anakku, sehirup nafas, sekilas pandangan, serangkum aroma, sekejap suara, selumbar ingatan, sepenggal kehidupan, kita haturkan bersama dalam ungkap puji kemesraan. mari bersyukur anakku.

19

Bangunlah karena matahari telah datang, tidurlah karena esok dia akan kembali datang. RESAH Adakah mentari resah, bahwa esok ia tak kan hadir? adakah mentari gundah, bahwa esok awan tebal akan menutupi dan menghalangi? tidak, anakku... mentari terlalu yakin bahwa bumi masih terus berputar... membawa pergi satu sisi menghadirkan kembali satu sisi... bangun dan berbuatlah, lari dan berguraulah, ambil buku, dan pensilmu, belajarlah dari perputaran ini. namun jika engkau merasa penat, tidurlah, tidurlah nyenyak... karena esok pun masih ada hari. jangan karena resah, engkau mengurung diri. kasihan mereka yang telah memberimu sebuah hari...

20

dirimu. Simpanlah selembar ingatan perbincangan ini, karena mungkin suatu saat nanti kau akan menghadapi benturan kenyataan. Pada saat itulah kau membutuhkan ingatan ini. Mungkin telah tiba saat bagi ibu, telah tiba kini waktu bagi ibu, untuk menyatu dengan Sang Waktu. Ibu telah melihat banyak hal yang bisa untuk ibu jadikan bahan bercerita dengannya. Misteri demi misteri telah ibu kenali, dan kini tiba saat dimana ibu melihat dengan jelas jawaban atas misteri-misteri itu. Kebahagiaan ibu yang dapat melihatmu anakku, akan kujadikan semangat yang mendorong untuk bisa sampai di tempat ibu yang baru nanti. Bentuk sayapmu, warna sayapmu, nada suaramu, dan lengkung misaimu akan menjadi ingatan tak terlupakan bagi ibu. Dalam dirimulah ibu menjadi seorang ibu. Dalam dirimulah ibu memahami arti keberadaan ibu. Sekarang anakku, lihatlah dalam

73

karunia lagi? Oh, anakku sayang. Mohonlah karunia untuk selalu bisa bersyukur. Dengan karunia itu, engkau akan melihat betapa indah hidupmu. Dengan karunia itu engkau akan mampu menerima kenyataan akan dirimu dengan apa adanya, dan dengan karunia itu engkau akan melihat misteri demi misteri, hingga akhirnya engkau akan sampai pada misteri besar di titik akhir nanti. Ibu, masih banyak hal yang ingin aku tanyakan. Namun benak ini serasa penuh, untuk mencerna semua yang ibu ungkapkan. Akan kusimpan tanya itu untuk esok hari, dan esok harinya lagi. Tapi Ibu, akankah Ibu selalu bersama aku di sepanjang hidupku? Anakku, ibu sudah lelah mengepak sayap ini. Ibu tinggal memiliki sisasisa tenaga untuk mengarungi hidup menuju ke titik akhir dimana misteri besar kehidupan ibu telah menanti. Terbanglah kau anakku, terbanglah dan arungi dunia ini. Rasaku, cinta dan kasihku, akan selalu menemani

72

Jika bulan berhasrat menjadi matahari, ia perlu usaha lebih dari sekedar memantulkan HASRAT Sesirat hasrat, akan selalu terkilas di sekejap tatap saat kamu melihat. tak perlu kau sembunyikan tak perlu kau sisihkan, hasrat haya sekedar mengungkap harapan, keinginan, yang membuat hidup jadi berwarna mengapa malu engkau berhasrat? bukankah Tuhan menciptakan kehidupan dengan hasrat? engkaupun hadir karena hasrat bunga pun mekar karena hasrat kupu pun terbang karena hasrat jangan kau tikam hasratmu, jangan kau bungkus hasratmu, sebab itu akan memeram hidup menjadikannya busuk dan berlalu tumbuhkan hasratmu, siramilah dengan air mata hati, persembahkan untuk sebuah puji.

21

sayap untuk terbang mengarungi ke h i d u p a n i n i , d a n b e l a j a r daripadanya. setelah kita mati nanti, anakku. Kita menjadi apa, kita menjadi siapa, adalah misteri besar yang tak akan kau temukan jawabnya. Sejauh kita mampu merasakan, paling kita hanya tahu bahwa kita adalah makhluk yang dikasihi. Kita dikasihi oleh Sang Pemberi Hidup dengan karunia-karunia yang ada pada diri kita. Kita dikarunia kesempatan untuk melihat, mengagumi, dan menikmati kehidupan ini. Hanya itu anakku, itupun sudah menjadi kelimpahan yang pantas untuk kita syukuri.

ada jalan panjang yang naik, dengan anak tangga yang satu per satu harus kau injak dan kau langkahi... ada sesuatu di balik setiap kelokan, sesuatu yang mewarnai hidupmu...

22

Matahari masih akan bersinar esok hari, hujan masih akan datang suatu hari, pohon masih sempat tumbuh dan berbunga. Marilah, marilah itu semua kita jadikan alasan untuk tetap bersyukur dan bersyukur. Ibu apakah yang mesti kumohonkan jika aku boleh memohon sebuah

71

masih panjang hari-harimu. Terbanglah dan lihatlah dengan mata kepalamu sendiri apa yang sedang mereka lakukan. Ibu hanya bisa berdoa, semoga mereka mau belajar dari kita. Kita yang lemah dan sederhana, namun kita mampu bersyukur dan mensyukuri segala yang ada pada diri kita. Kita mampu menerima kenyataan hidup kita apa adanya, dan kita mampu menebar kebaikan, memancarkan keindahan dari hidup kita yang apa adanya.

Setanggi MUTIARA

Ibu akankah kita menjadi manusia, atau akankah kita menjadi seperti manusia? Anakku, tidakkah engkau menerima kenyataan akan dirimu? Seberapa besar ukuran kepalamu anakku. Adakah di kepalamu yang kecil otak sebesar otak manusia? Jika itu adalah kenyataan yang ada padamu, tak usah engkau berpikir akan menjadi seperti manusia. Kita hanya punya rasa, rasa yang mesti kita kembangkan untuk mensyukuri hidup ini. Kita hanya punya sayap,

70

23

Tumbuhlah dengan waktu, namun jangan mati engkau karenanya. Merdekalah bersama waktu, namun jangan engkau diperbudaknya. Pergilah mengendarai waktu, namun jangan engkau dikendalikannya sedetik seperti kilat semenit berlalu cepat satu jam bergulir singkat sehari, seminggu, sebulan, setahun terus berlalu tapi petunjuk waktu, tetap diam di situ diam, yang memiliki waktu tumbuhlah jangan hanya diam diamlah, jangan hanya tumbuh biarkan waktu menjadi diam karena saat kau diam, dia akan berlalu

kemanusiaan mereka, sering mereka gunakan untuk bertindak sebagaimana binatang. Rasa untuk mensyukuri karunia sering tenggelam pada rasa untuk menikmati dunia. Mereka yang diberi kuasa untuk menguasai alam, justru mereka gunakan untuk merusak alam. Manusia anakku, semakin hari semakin menjadi mimpi buruk bagi semua makhluk. Sedang sesama mereka sendiri yang lemah, mereka tindas mereka lindas, terlebih kita yang berderajat di bawah mereka. Kita hanyalah pelengkap dunia mereka. Kita menjadi ciptaan untuk melengkapi penderitaan alam ini. Suatu ketika anakku, pohon-pohon akan habis. Air akan hilang dari muka bumi ini, udara segar semakin sirna dari sentuhan kita. Manusia sedang menciptakan ladang kehancuran bagi dunia. Ibu tak mampu lagi menceritakan kehidupan manusia di muka bumi, anakku. Engkau yang hidup dan

24

69

mempunyai semua yang dibutuhkan oleh makhluk di muka bumi. Mereka mampu memanfaatkan segala yang mereka lihat. Mereka mampu menguasai binatang, tumbuhan bahkan sungai pun mampu mereka kendalikan. Panas dan api mampu mereka ciptakan, mereka mampu membuat alat yang bergerak terbang melebihi kecepatan kita. Mereka adalah makhluk yang paling sempurna di muka bumi ini. Mereka makhluk yang mendapat karunia seolah tanpa batas. Mestinya mereka makhluk yang paling berbahagia, ya...mestinya demikian adanya.

Bila kata dan kalimat hanya untuk merangkai uangkapan duka nestapa, biarlah matahari tak datang dan bulan tak menjelang. Tidur dan biarkan sang waktu berlalu, karena hal itu lebih berarti bagimu.

MISTERI KUPU-KUPU

S

eekor kupu bertelur, meletakkan telur-telurnya di atas daun dan bukan di atas batu atau tanah. Dia tak tahu akan seperti apa makhluk yang menetas dari telurnya, karena setahu dia, dahulu dia bukan keluar dari sebutir telur melainkan sebuah kepompong.

Ibu, mengapa kau katakan mestinya? adakah hal yang tidak benar pada mereka? Dapatkah ibu menceritakan tentang kehidupan mereka?

Sang kupu tak habis pikir. Jika dahulu dia keluar dari kepompong, mengapa kini dia menghasilkan telur? Akankah dari telur itu nanti keluar kupu-kupu sebagaimana dirinya? Maka ditungguilah telur-telur itu setiap hari hingga saatnya menetas nanti.

Itulah anakku, ada hal yang tidak ibu pahami dari diri manusia. Mereka yang mendapat karunia seolah tak terbatas, merasa dapat bebuat tanpa batas. Akal dan pikiran yang mestinya untuk mengembangkan

Ada harapan yang menggelayut di dalam hatinya. Anak-anaknya yang menetas dari telurnya, adalah kupu-kupu kecil yang indah, dengan corak dan warna menarik, dengan kepakan cepat nan lincah, dengan keanggunan bidadari atau kegagahan para dewa.

68

25

Kupu-kupu tak ingin anakanaknya hanya seperti dirinya. yang kahal oleh hujan bahkan derimis sekalipun. Yang menjadi buram warna sayapnya karena sengatan matahari dan kalah oleh sang waktu. Kupukupu menginginkan anaknya secantik bunga-bunga dan seperkasa para naga dalam menghadapi kehidupan.

Te t a p i h a t i - h a t i l a h a n a k k u . Janganlah engkau berpaling pada pujian itu. Sebab sekali engkau berpaling maka engkau akan berharap selalu mendapatkan pujian itu. Terbang-mu pun akan kau buatbuat. Engkau akan bertingkah yang aneh sekedar untuk mendapat pujian. Terbang sebagai ungkapan syukur akan tersingkirkan. tetaplah dengan rasa syukurmu, setiap gerakan, setiap liukan, jadikan indah karena engkau hanyut dalam puji syukur atas karunia yang engkau terima.

waktu demi waktu, hari bergulir silih berganti, hingga tiba saat, dimana telurnya bergerak lemah. Bergerak bukan karena tiupan angin atau gerakan daun, tetapi karena anaknya berkutat untuk memasuki dunia. Harapnya membubung, bangganya melambung, kupu-kupu kecil yang keluar dari telur-telur kecil menghampirinya dan mengusapkan kepala kecil mereka di sayap-sayapnya, sebagai ungkapan terima kasih dan pernyataan bahwa mereka anak-anaknya.

Oh Ibu, sungguh aku kini mengerti. Sungguh aku kini memahami. Ceritakan padaku ibu, ceritakan tentang yang lainnya lagi. Ceritakan tentang manusia, ibu. Aku sangat tertarik akan mereka.

Makhluk lemah menggeliat lalu rebah pasrah. Tak ada sayap, tak ada misai, tak ada corak dan warna yang diharap. Hanya lekukan-lekukan kecil dari tubuh panjang serupa ruas-ruas berkaki pendek. Makhluk itu bergelir pelan lalu menggerakkan kaki dan

Manusia anakku, mereka menyebut diri mereka makhluk yang paling sempurna. Mereka memiliki akal dan pikiran yang berkembang dengan luar biasa. Mereka memiliki rasa yang indah luar biasa. Mereka

26

67

Bagaimana caranya agar kebaikan itu menjadi sifat dalam diri kita? Lihatlah ke dalam dirimu. Banyak hal dalam diri kita yang kita terima bukan karena kita telah berjasa. Banyak hal dalam diri kita yang menjadi kodrat dari keberadaan kita. Semua itu adalah karunia, anakku. Terimalah karunia itu, dan syukurilah. Ungkapkan rasa syukur itu dengan mengembangkannya. Maka anakku, ketika engkau mengungkapkan syukur itu kebaikanmu menebar. Memiliki sayap adalah kodrat kita, kemampuan terbang adalah kodrat kita. Semua itu jadikan karunia yang telah kau terima. Belajarlah untuk tidak menyia-nyiakan karunia itu. Berlatihlah terbang hingga engkau dapat terbang dengan sempurna. Ungkapkan rasa syukurmu atas karunia itu dengan terbang mengarungi dunia ini. Maka semua akan melihat keindahan terpancar dari dirimu. Semua akan memuji dirimu.

66

tubuhnya untuk merangkak berjalan. Berjalanlah mereka menuju tepian daun, lalu mulutnya yang mungil bergerakgerak menggerogoti tepian daun sedikit demi sedikit. Kupu-kupu terhenyak, tak percaya dengan apa yang dilihat. Adakah mereka anak-anakku? Ataukah aku salah berdiri menunggu? Tak ada sayap seperti sayapku, tak ada misai seperti misaiku, dan mereka makan daun bukannya madu. Apakah ini kutuk bagiku? Hingga terlahir makhluk menjijikkan dan berbulu dari telurku? Perlahan air mata bergulir, karena kecewa, karena pupusnya asa. Kupu-kupu tak habis-habis meratapi dirinya. Lemah sayapnya digerakkan, kupu-kupu terbang beranjak meninggalkan ulat-ulat yang tak menghiraukan dirinya. Anak-anak yang keluar dari telurnya, telur yang bergulir dari perutnya, sama sekali tak mengenal dirinya. Kupu-kupu terbang tak tentu arah, mengikuti kemana angin bertiup, dengan pikiran semakin kalut. Adakah hidup ini masih berarti, sebagai ibu yang tak dikenali anak-anaknya? Adakah hidup ini indah

27

manakalah keindahan melahirkan hal yang tampak buruk dan menjijikkan? Adakah ini semua kutuk, dosa, ataukah karma? Pikirannya membentur misteri dimana mentari tak menjawab, rumput-rumput diam tanpa komentar dan angin terus bertiup seolah tak mendengar. Kupukupu terus saja terbang, terbang dan terbang, hendak lari dari kenyataan yang menjadi misteri tak terpecahkan. ----Hidup ini dipenuhi misteri, anak-anakku. Ketika harapan yang kita bangun dengan kesungguhan dan impian yang kita rangkai dari waktu ke waktu hancur berantakan. Kita selalu bertanya mengapa? ada apa? apa salahku dan dosaku? Kita mencoba mencari jawab atas misteri itu, dengan akal, dengan pikiran. Kenyataan demi kenyataan menjadi bahan pelajaran. Satu per satu kehidupan kita polakan. Ada sebab, ada akibat, ada mengapa ada pula karena, ada tesa ada sintesa, itulah pola yang membentuk pikiran kita. Namun dari semua itu, ada pula tabir batasan. Batas serupa tembok transparan

28

jadikan sebuah kewajiban, karena ketika menjadi kewajiban dan mereka telah m e l a k s a n a k a n n y a , m e re k a b i s a menuntut hak. Manusia wajib berbuat baik, dengan kata lain, manusia wajib menuntut hak mereka setelah berbuat baik. Maka sekiranya tidak ada hak, maka merekapun tak akan berbuat baik. Sekiranya tak ada lagi pahala, mereka tak lagi berbuat baik. Sekiranya tak ada upah, mereka tak lagi berbuat baik. Sebenarnya mereka berbuat baik untuk sesama ataukah untuk diri mereka sendiri? Mereka berbuat baik untuk menyelamatkan sesama, ataukah untuk menyelamatkan diri mereka sendiri di masa nanti? Bunga-bunga anakku, tetap mekar dan tetap menebar wangi sekalipun tak ada serangga yang menghampiri. Mereka menjadi diri mereka apa adanya, mereka tak pernah berpikir soal keuntungan pribadi. Mereka menampakkan keindahan karena mereka memiliki keindahan itu. Mereka menebar bau yang khas karena mereka memiliki bau itu. Berbuatlah baik anakku karena kamu memiliki kebaikan itu, jangan karena ingin mendapatkan sesuatu.

Ibu, banyak hal yang ingin aku tahu.

65

Bukankah kita pun semakin hari harus menjadi semakin baik?

Berusaha menjadi baik anakku, tentu ada alasannya. Bukan usaha yang menjadi baik itu yang salah. Tapi alasan untuk berbuat baik itulah yang akan menjerat. Sebab jika kebaikan itu diusahakan, maka seandainya tidak ada alasan lagi yang memicu perbuatan baik, maka perbuatan baik itu tidak dilakukan. Berusaha menjadi baik adalah keinginan, sebuah keinginan hanya muncul manakala ada harapan. Harapan anakku, akan bergulir dari waktu ke waktu, hingga akhirnya berhenti karena tak mungkin lagi terpenuhi, dan jika itu terjadi kebaikan pun akan berhenti. Kebaikan untuk sebuah harapan adalah kebaikan yang mendasarkan diri pada pamrih. Jika sudah tidak ada yang bisa diharapkan, untuk apa berbuat kebaikan? Manusia bisa kita jadikan sebagai contoh, anakku. Betapa banyak kebaikan yang diumbar untuk sesama, namun ada maksud tersembunyi, yakni keuntungan pribadi. Kebaikan mereka

64

yang membuat pikiran kita terbentur dan jatuh terkapar. Sekalipun terkapar kita belumlah kalah, kita tak menyerah. Kita akan bangun dan kembali merangkai mengurai dalam polapola yang sama, pola yang itu-itu juga. Dengan keyakinan yang lebih kita kembali bergerak maju namun kembali membentur tembok batas tak terlihat. Kembali kita jatuh terkapar, bahkan terkadang menjadi keping-keping berantakan. Keping-keping, serpih-serpih pikiran lalu kita kumpulkan. Seperti anak-anak bermain puzzle kita merangkai satu demi satu serpih pikiran, untuk membentuk gambar baru. Gambar yang mampu menjelaskan misteri yang kita alami. Hingga lelah, hingga lemah, misteri tak kunjung pecah. Hati kita semakin gundah, hingga bergulir ke titik terendah. Kita tak mampu apa-apa, kita tak bisa berbuat apa-apa. Ketika kita melongokkan wajah kita di depan cermin, kita menemukan bahwa diri kita bukanlah siapa-siapa. Dan kita berbaring membiarkan misteri berbicara, bercerita tentang dirinya. Misteri, anakku, kini dia bercerita tentang dirinya

29

Aku ini apa? aku bukanlah apa-apa aku ini siapa? Aku bukan siapa-siapa aku ini yang mana? Aku yang hidup, dihidupkan, dihidupi oleh Sumber Kehidupan. bahwa dia tak terjangkau oleh pikiran kita. Tak tersentuh oleh pola-pola kita. Misteri adalah kenyataankenyataan yang tak terjelaskan. Mengapa kupu-kupu bertelur dan menetaslah ulat? hanya sekeping misteri dari banyak misteri dalam kehidupan kita. Pada setiap misteri kita hanya bisa menyematkan satu kata, yakni ‘kenyataan’. Kenyataan demi kenyataan menjadi rumusan yang tak terjelaskan dan tak perlu kita mencari penjelasan. Hanya ketika terjadi peristiwa yang menyimpang dari kenyataan itulah kita mencoba kembali mencari jawaban. Kita mencari hingga kembali membentur tembok batas lainnya. Tembok itulah misteri yang kembali kita beri nama ‘kenyataan’. Kupu-kupu melahirkan ulat adalah kenyataan, dan ulat tak mengenal kupu-kupu sebagai induknya adalah kenyataan. Hanya ketika si kupu-kupu tak bisa menerima kenyataan, itulah awal dari persoalan. Anak-anakku, kupu-kupu bukanlah kita. Kita ingin anak-anak mengenal kita sebagai ibunya. Bukankah tak

30

Kebaikan dan keindahan itu melekat pada diri mereka. Keindahan itu menjadi sifat dari mereka. Sebuah keindahan yang tidak diupayakan, tidak diada-adakan. keharuman menjadi sifat, keindahan menjadi sifat, semua itu mereka pancarkan tanpa keinginan untuk memamerkan. Karena sudah menjadi sifat yang melekat, tak kan tersirat meski sekejap keinginan untuk menyembunyikan, atau ketakutan akan kehilangan. Mereka membuka kelopak dan memberi keindahan tanpa ada beban. Mereka pancarkan keharuman tanpa ada rasa kehilangan. Bunga anakku, membawa misi yang penting untuk kelanjutan kehidupan dari pohon itu, namun tanpa sedetik pun rasa khawatir, bunga mekar sebagai dirinya. Tanpa ada rasa takut menjadi layu mereka merelakan diri untuk membentuk buah dan biji. Mereka menjalani hidup mereka sesuai dengan panggilan yang mereka terima.

Ibu kebaikan bunga menjadi sifat, tidak diusahakan, tidak diupayakan. Apakah buruknya berusaha menjadi baik?

63

memberi dan menerima. Sungguh bunga telah memberi kita makanan, namun mereka pun menerima sesuatu dari kita. Ketika kita mengambil madu bunga, maka mau tak mau kaki kita akan menginjak benang sari hingga serbuk-serbuk halus itu menempel di kaki-kaki kita. Dan ketika kaki kita berpindah ke putiknya maka serbuk sari itu jatuh dan masuk ke dalam lobang putik. Karenanya anakku, bunga itu akan membentuk buah. Buah akan berisi biji dan ketika buah itu masak lalu jatuh, biji itu tumbuh untuk menjadi tanaman baru yang nanti pun akan berbunga. Begitulah kehidupan mereka. Mereka mengundang kita, memberikan sesautu bagi kita, kita pun tanpa kita sadari berbuat sesuatu bagi kelangsungan hidup mereka.

Sungguh menarik ibu, dapatkah ibu bercerita lebih jauh tentang bunga?

Bunga anakku, dikaruniai keindahan pada mahkotanya. Warnanya yang cerah menarik hati kita para serangga. Baunya yang khas pun menggugah minat kita untuk mendekati mereka.

62

ada bayi lahir yang mampu mencari makan sendiri? mampu berjalan dan mengurus dirinya sendiri? Jika kita bertanya mengapa bayi manusia tak seperti ulat yang langsung dapat mandiri, itulah kenyataan. Menjadi ibu, menjadi ayah dari anak-anak kita, adalah kenyataan. Sedang ayam pun menjadi induk kala anakanaknya masih kecil. Menggiring mereka, mengais tanah dan memanggil mereka ketika menemukan makanan. Ayam tahu persis kenyataan yang mereka hadapi. Mereka melindungi dengan sekuat tenaga ketika ada yang menganggu anak-anak mereka. Seekor ayam mampu menerima kenyataan. Menjadi ibu adalah kenyataan, namun jaman semakin maju pikiran semakin laju. Banyak manusia yang mencoba untuk menghindari kenyataan. Mereka tidak bisa menerima kenyataan, atau berusaha mempermudah dalam menghadapi kenyataan. Manusia mempunyai alat yang bernama uang. Dengan uang kita menghadapi kenyataan. Dengan uang kita menjadi berani untuk melompati kenyataan.

31

Menjadi ibu adalah kenyataan, menyuapi anak, menggendong anak, mengurus anak, mendidik anak, adalah kenyataan yang harus kita lalui. Namun kini, dengan uang kita mencoba menghindar dari kenyataan itu. dengan uang kita menyerahkan anak-anak kita untuk diurus, disuapi, digendong, dan dididik sepenuhnya oleh orang lain. Kita mencari uang, menumpuk uang, untuk semakin dapat menghindar dari kenyataan, kenyataan sebagai seorang ibu. Kenyataan bahwa kita adalah orang tua bagi anakanak kita. Hingga tiba saat dimana kita terhenyak, karena anakanak kita, yang lahir dari rahim kita, sama sekali tidak mengenal kita sebagai ibunya, sebagai orang tua mereka. Kita melihat anak-anak kita tumbuh sebagai makhluk yang sama sekali berbeda. Makhluk yang tak bersayap indah, tak mampu terbang, namun selalu menggeliat dan merengek untuk minta makan dan makan, yang selalu menuntut perhatian. Sebagaimana kupu-kupu kitapun terbang tak tentu arah, meratapi hidup, adakah ini kutukan, dosa ataukah karma?

Kupu-kupu muda keluar dari kepompongnya, Kupu-kupu tua yang penuh gairah menunggu, matanya berbinar, jiwanya berpijar, laksanan bintang pagi menjelang fajar, seleret cahaya berkedip membuat indah cakrawala. Ibu, ibuku yang cantik. Kemana kita akan mencari makan hari ini? Anakku, ada banyak bunga yang mekar. Mereka menunggu kita datang dan menawarkan madu bagi kita para serangga. Madu itulah makanan kita anakku, dengan madu kita menjadi bertenaga dan mampu mengepakkan sayap untuk jelajahi dunia. Dengan madu kita mengisi pundi-pundi kehidupan kita hingga akhirnya kita akan menghasilkan sesuatu yang berarti. Kita akan bertelur untuk melanjutkan generasi-generasi kita.

Sungguh mulia apa yang dilakukan bunga ibu, tapi mengapakah mereka memberi kita madu? Adakah kita pun memberi sesuatu bagi mereka?

Hidup ini anakku, terangkai dari

32

61

Satu kenyataan kita hindari, maka beribu persoalan akan datang menghampiri. Bersiaplah anakku, bersiaplah menerima kenyataan apa adanya, bersiapalah menerimanya dengan penuh kasih. Sebab kenyataan adalah misteri yang hanya cukup untuk kau beri nama ‘kenyataan’.

Bukan bintang, bukan mentari, yang membuat hidup berpijar, tapi benturan demi benturan antara pikiran dan kenyataan yang menimbulkan percik dan menyalakan api pemurnian

-----

Bukan mentari, bukan bintang, yang menjadikan hati gelap menjadi terang namun percik pemahaman akan misteri kenyataan yang ditangkap dengan ungkapan syukur yang menyalakan api kehidupan

60

33

Seperti layang-layang, harapan kita lambungkan. Seperti layang-layang akhirnya kita juga yang menurunkan.

MISTERI KEPOMPONG

PIJAR MUTIARA

K

upu-kupu yang telah lelah dan semakin lemah hinggap di ranting kering, di mana menggantung di ujung ranting itu sebuah kepompong. Kupu-kupu melihat, mengamati kepompong yang diam hanya sesekali bergoyang karena tiupan angin.

Dulu, dahulu sekali dia masih ingat kala pertama kali terbang. Dia keluar dari kepompong, dia lahir dari sebuah kepompong. Dulu, dahulu sekali, dia tak menemukan kupu-kupu yang lebih besar yang barangkali dapat dia panggil sebagai ibu. Akhirnya diapun berpikir bahwa dia lahir dari rahim alam, dan dia adalah anak dari alam. Tak ada yang mengajari dia mengenai apa yang bisa dia makan, bagaimana dia bisa terbang. Dia dididik oleh naluri. Nalurilah yang membawanya pada bunga-bunga indah. Nalurilah yang mengajari dia menghisap nektar, dan terbang

34

59

Kenyataan akan menjadi himpit dengan kenyataan-kenyataan lain, lalu memancarkan sinar yang akan menerangi kehidupan. ----

dari satu bunga ke bunga lainnya. Nalurilah yang berbisik padanya agar berteduh tatkala hujan. Kepompong bergerak, satu titik berderak dan satu lobang kecil terkuak. Mata kupukupu yang ada di dalamnya mengintip keluar, namun sejenak kemudian lenyap kembali bersesmbunyi dalam gelap. Kupu yang hinggap tak jauh dari kepompong merasa akan memiliki teman, dia pun senang tak kepalang. Segeralah kupu beringsut mendekati kepompong yang kadang masih bergerak. Ia hendak mengamati dari dekat proses keluarnya kupu-kupu baru sebagaimana dahulu dirinya terlahir sebagai kupu-kupu. Dia akan menunggu dan akan terus menunggu untuk menjadi yang pertama kali menyapa si kupu-kupu baru. Ada sedikit harap setelah keluar kupu-kupu baru itu akan melihat dirinya sebagai makhluk yang paling dekat, lalu menganggap dia sebagai ibunya.

Naluri keibuannya merayap, membasahi seluruh pori tubuhnya. Jika si kupu baru memanggilnya sebagai ibu, sungguh, dia akan merengkuhnya sebagai anak

58

35

kandungnya sendiri. Kupu baru itu akan dibimbingnya, akan ia ajari bagaimana terbang, bagaimana mencari makan, dan bagaimana bertahan hidup hingga dewasa nanti. Meraka akan terbang berdua kemanapun juga. Bercanda diantara bunga-bunga, terbang mengikuti tiupan angin menjelajah ruang-ruang yang selama ini tak pernah dia singgahi. Akan dia ceritakan seluruh pengalaman pengembaraannya, seluruh kisah-kisah kehidupan yang dia tangkap dan amati. Dia akan mendongeng tentang capung yang perkasa, tentang belalang sembah yang lucu, tentang lebah nakal, dan banyak cerita lainnya. Kembali kepompong bergerak, kembali mata kecil itu mengintip dari lobang yang kecil, namun sejenak kembali lenyap pula. Ada hasrat untuk menyapa kupu yang masih bersembunyi, tapi hasrat itu segera diredamnya. Dia ingin menyapa saat si kecil keluar nanti. Oh...indahnya sebuah awal perjumpaan. Dengan sabar dia masih menunggu, hingga waktu bergulir hingga senja tergelincir. Kini ia kembali merenung sendiri dalam gelap dan dalam sepi.

36

merajut selubung yang akan mengantarkannya menuju kehidupan yang baru. ---Kalian anak-anakku, yang terlahir dari rahimku. Ketika misteri yang tak terjelaskan menjadi sangat pahit dan sangat menyakitkan. Pandanglah hal itu sebagai sebuah tahapan yang harus kalian lalui agar kalian semakin dimurnikan, semakin didewasakan. Tak ada sesaat pun dari hidup kalian yang tanpa arti, semua memiliki arti, arti sebagai tanda bahwa kehidupan mesti terus bergulir dan kalian adalah bagian yang ikut serta di dalamnya. Apa yang telah terjadi adalah tanda untuk apa yang kini sedang terjadi, dan apa yang kini sedang terjadi adalah tanda untuk apa yang akan kalian alami. Bersiaplah kalian untuk dapat menerima kenyataan apa adanya. Terimalah hal itu dengan hati yang penuh kasih. Ada satu titik akhir, titik yang paling akhir, yang menjadi tujuan dari perjalanan hidup kalian. Di titik terakhir itulah kiranya kita akan kembali bertemu. Hanya ketika kalian sampai pada titik akhir itulah segala misteri akan menemukan jawabannya.

57

kupu-kupu yang mengajaknya bicara.

Harapnya pun segera tergelar dalam mimpi.

“Semua saudaraku telah tiada. Satu per satu dari mereka telah menjadi mangsa burung yang mencarikan makan untuk anak-anaknya. Hanya tinggal aku disini, hanya aku sendiri di pohon ini.”

Pagi datang menguak, kupu-kupu terbangun sedikit sayapnya bergerak, sekedar mengusir rasa penat. Kepompong kembali bergerak, mata kecil kembali mengintip dan kembali lenyap dalam gelap. Penasaran kini tiada terkekang, mengapa si kecil tak kunjung keluar? Adakah sesuatu yang dia takutkan?

Kabar itu tidak membuat kupu-kupu menangis tersedu. Kabar itu tak membuat kupu-kupu menjerit pilu. Bukannya dia tak mencintai anak-anaknya, namun kenyataan alam telah berbicara, dan dia sebagai kupu-kupu harus siap untuk menerima. “Oh, ulat anakku. Anak yang keluar dari telurku, telur yang bergulir dari perutku. Engkau selamat, dan engkau telah mencapai saat. Saat untuk berubah menjadi kupu sebagaimana diriku. Berubahlah anakku, berubahlah menjadi baru, dan aku akan menunggu sampai tiba saatnya kita terbang bersama mengarungi hidup ini. Sampai tiba saatnya aku berhenti dan mati, maka engkaulah yang terus mengisi alam ini. engkau bersama telur-telur baru yang akan kau gulirkan nanti.” Ulat itu mengangguk dan meneruskan pekerjaannya,

56

“Oh..anakku, kupu-kupu yang baru. Engkau yang bersembunyi di balik kelambu, adakah sesuatu yang membuat risau hatimu? hingga kini kau tak juga beranjak keluar, sebentar mengintip dan hilang dibalik gelap. Adakah sesuatu yang menakutkan dirimu? Mari...marilah anakku, keluarlah dan sambutlah pagi nan cerah ini!” serunya penuh kelembutan. Suara lirih pun menyambut seruan itu, “Adakah engkau ibuku? Hai...kupu-kupu yang sedari kemarin hinggap di sebelahku, adakah engkau yang membuat kepompong ini untukku?” “Bukan, anakku. Bukan aku yang merajut kepompong itu. Tapi akulah yang menunggumu, dan

37

akulah yang akan mengenalkan dunia ini padamu.” “Sudah lama aku merindukan untuk keluar dari tempat nan gelap dan semakin membuatku sesak ini. Tapi sabarlah, aku masih harus menunggu hingga sempurnalah diriku.” “Apalagi yang masih engkau tunggu? Bukankah telah genap sayapmu? Bukankah telah cukup panjang misaimu? Marilah anakku, aku ingin segera dapat melihatmu!” “Tidak! Belum tiba waktuku. Aku pernah melihat seekor burung yang terbang dengan indah, meliuk cepat dan terbang dengan gagah. Ada yang pernah bilang bahwa dia seekor burung walet. Oh...betapa anggun dan sigapnya burung itu. Aku ingin seperti dia. Aku menunggu berubah menjadi seekor burung walet dan bukan hanya menjadi kupu-kupu lemah.” “Ah, mana mungkin seekor kupu berubah menjadi burung walet? Semua kepompong hanya akan melahirkan kupu dan bukan seekor burung. Seekor burung lahir dari telur burung, dan mereka tak muncul dari kepompong sebagaimana kupu-kupu.”

38

Sampailah kupu-kupu di tempat dia pernah meletakkan telur-telurnya. Sampailah dia di tempat dimana dia pergi meninggalkan ulat-ulatnya. Kini dia datang dengan serangkum pemahaman baru. Pemahaman tentang kenyataan akan dirinya, pemahaman akan kenyataan hidup. Seekor ulat di bawah daun sibuk menjulurkan serat dari mulutnya, untuk dirajut dijadikan selubung perubahan yang bernama kepompong. Sendiri si ulat di pohon itu, sendiri dia bersiap merubah wujudnya menjadi perwujudan yang sama sekali baru. Kupu-kupu mencari ulat-ulat yang lain. Namun berkali-kali dia memutari pohon, hanya seekor ulat yang dia temukan. “Ulat anakku, kemana gerangan saudara-saudaramu? Adakah mereka mencari hidup di pohon lain? Adakah mereka telah berubah menjadi kupu-kupu seperti diriku?” Ulat itu sejenak mendongak dan melihat ke arah

55

ketakutan, dan ulat itu bukanlah kalian. Kalian anak-anakku, jadilah tangan-tangan perubahan yang memberi warna pada kehidupan hingga menuju titik akhir yang tak perlu lagi kita risaukan. Di titik akhir itulah tempat dimana misteri besar berada. Untuk mencapai titik akhir itu, bersiaplah untuk senantiasa dimurnikan melalui tangga-tangga kenyataan. Untuk menggapai titik akhir itu, bersiaplah untuk dibongkar pikiranmu dan disusun menjadi bangunan kedewasaan. Hidup ini perubahan anakku, maka berubahlah dalam konstruksi yang penuh arti bagi kehidupan itu sendiri. ----

MISTERI TERAKHIR

54

“Entah mengapa aku merasa diriku berubah, entah macam apa aku dahulu, aku tak mampu lagi mengingatnya. Tapi aku yakin bahwa aku dahulu bukanlah seekor kupu-kupu. Dan kepompong ini telah merubah diriku, bukankah hal yang mungkin jika aku tetap di dalamnya maka aku pun akan terus berubah? Bukankah hal yang mungkin bahwa suatu saat nanti aku akan berubah menjadi lebih baik lagi?” “Akupun tak tahu siapa diriku dahulu. Tapi sampai kapankah engkau akan menunggu? Bukankah rasa lapar dan haus kini menderamu? Mari keluarlah, kita akan terbang mencari makan untukmu.” “Sungguh engkau lebih tua dariku, namun aku melihat engkau hendak menjerumuskan diriku. Engkau adalah godaan akan kesabaranku. Engkau telah melakukan kesalahan dengan terlalu cepat keluar dan menerima dirimu sebagai kupu-kupu, dan kini kesalahan itu hendak pula kau tularkan padaku. Tidak, pergilah engkau! Harapanku tak akan pupus oleh rayuanmu. Suatu saat keteguhanku akan membuahkan hasil seperti impianku. Aku akan menjadi seekor burung walet dan bukan hanya kupu-

39

kupu sebagaimana dirimu.” Jawaban itu membuat kupu-kupu yang berada di luar mulai jengkel. “Terserahlah, engkau si bodoh yang hanya menyia-nyiakan waktu. Memimpikan sesuatu yang tak mungkin kau gapai. Sungguh siasialah aku telah menunggumu dan berharap dapat menemanimu.” “Pergilah! Aku tak lagi butuh nasehatmu. Aku akan tetap menunggu, hingga tiba waktuku. Aku akan mencarimu dan kutunjukkan kebenaran akan keyakinanku saat ini.”

bahwa kalian tak akan mengalami senang selamanya. Hidup ini berubah, bukan sekdar bergerak kesana-kemari sebab perubahan bukan hanya perkara tempat, namun juga soal sifat. Mungkin kalian akan bertanya, lalu apakah kita tidak akan menjadi mapan? Kemapanan bukanlah jerat yang membuat kita berhenti di atmosfir kekinian. Kemapanan ada pada tujuan, tujuan yang bukan sekedar impian. Mapanlah dalam tujuan hidupmu, namun janganlah mapan pada sikap dan pikiran.

----

Ada kalanya sikap harus menerima kenyataan, ada kalanya pikiran harus menelan kenyataan. Ketika jelaslah tujuan hidupmu, maka segala perubahan pun akan mengikuti jalur untuk mengarah pada satu titik akhir. Titik akhir itulah yang memanggil-manggil dirimu. Perubahan sikap menjadi langkah pemurnian, perubahan pikiran menjadi langkah pendewasaan.

Anakku, bukanlah hal yang mudah memaparkan sebuah kenyataan. Kenyataan yang berangkat dari misteri tak terjelaskan, sering mendapat perlawanan dari akal dan pikiran, bahkan dari harapan dan impian.

Jika ulat enggan menjadi kepompong karena ingin menikmati selembar daun yang tersisa, ulat itu bukanlah kalian. Jika ulat takut berubah dengan alasan mempersiapkan diri untuk menjadi yang terindah dan terbesar, maka dia sedang bergerak menuju ladang

Dengan masgul, kupu-kupu itu terbang pergi. Sayapnya bergerak, namun pikirannya terpaku pada kebodohan dan kebebalan dari kupu kecil yang masih bersembunyi di dalam gelap kepompongnya.

40

53

reguk dan nikmati. Kita selalu merasa berhak untuk menikmati apa yang telah kita perjuangkan. Kita menjadi garang, menjadi buas, menjadi tak mau tahu, sekedar untuk menjaga apa yang telah kita nikmati agar selalu bisa kita nikmati. Atau kita menjadi diam tanpa suara, sekedar menyembunyikan rasa nyaman agar tak terusik dan hilang. Tibalah kemudian saat dimana kita didera ketakutan dan kekhawatiran. Sekiranya impian kita hanyalah impian sederhana, anakku. Adakah impian kita lalu berhenti? Saat impian dan harapan itu melaju kembali, maka kita harus bergerak. Kita bergerak namun tidak berubah, ya...kita hanya bergerak belaka. Bergerak dari satu ketakutan menuju ke ketakutan lainnya. Bergerak dalam kungkungan yang justru selama ini kita pahami sebagai sebuah kewajaran. Akal dan pikiran akan memaklumkan karena orang lain pun demikian. Hidup ini perubahan, anakku. Tidak ada sedih selamanya pun tak ada senang selamanya. Sedih dan senang silih berganti. Saat sedih yakinilah bahwa kalian tak akan sedih selamanya. Seat senang pun yakinilah

52

Akal dan pikiran hanyalah kuda tunggangan bagi harapan dan impian. Sementara harapan dan impian menjadi perhentian bagi tahapan kebutuhan. Jika satu kebutuhan terpenuhi maka kebutuhan lain yang lebih maju hendak diburu. Ketika kebutuhan yang lebih terpenuhi maka masih akan muncul lagi kebutuhan baru yang diyakini membawanya semakin maju, hingga sampailah pada pemenuhan harapan dan impian. Namun anakku, harapan dan impian itupun hanya perhentian sesaat untuk melihat harapan dan impian lain yang lebih tinggi dan berada jauh di depan. Itulah hidup, anakku. Hidup yang terus memburu dan terus diburu. Memburu impian dan diburu kebutuhan, supaya kita merasa layak dalam kehidupan. Akalpikiran dan daya-upaya kita jungkirbalikkan. Kita peras mereka habis-habisan, kita paksa mereka sebisabisa. Itulah hidup, anakku. Hidup untuk mengejar impian. Impian yang layak untuk sebuah kehidupan yang layak diimpikan. Kalian bukanlah kupu-kupu dalam kepompong yang enggan keluar karena mempunyai impian untuk menjadi burung walet. Kalian telah menerima

41

kenyataan bahwa manusia tetaplah akan hadir sebagai manusia. Namun kenyataan akan manusia macam apa yang terkadang belum juga bisa kita terima. Seorang pengemis mempunyai impian untuk menjadi kaya. Seorang yang bodoh mempunyai impian untuk menjadi pandai. Seorang budak mempunyai impian untuk menjadi tuan. Sekiranya impian itu terpenuhi, akankah impian itu menjadi titik akhir dari permainan akal dan pikiran? Tidak, anakku! Akal dan pikiran akan mencari jalan, mencari celah kewajaran untuk membangun impian yang lebih tinggi lagi. Si miskin yang menjadi kaya, akan berpikir bagaimana mengamankan kekayaannya. Untuk mengamankan kekayaannya dia akan menyusun kekuatan dan membangun kekuasaan. memiliki kekuasaan yang terbatas tak akan memuaskan akal-pikiran, sebab dia akan memperluas dan memperbesar kekuasaan itu. Itulah hidup, anakku. Hidup yang tidak menjadi tuan tapi dipertuan. Kalian anakku, bukanlah kupu-kupu yang enggan keluar dari kepompong karena berharap menjadi seekor

42

buah dari pohon ketakutan yang kau tumbuhkan dengan pupuk impian dan harapan. Takut menjadi kecil, takut tidak dihormati, takut tidak berati, bukanlah alasan. Karena mereka dibesarkan oleh impian dan harapan dan disiram setiap hari dengan air kesombongan. Ketakutan-ketakutan itu akan memasungmu, untuk tidak berubah. Takut menjadi miskin tak akan merubah kamu menjadi dermawan, takut tidak dihormati tak akan merubah kamu menjadi yang mau menghormati, takut tidak berarti tak akan merubah kamu menjadi pemberi arti. Dan engkau hanya akan diam dalam penjara ketakutan. Hidup ini adalah perubahan, anakku. Memang ada saat dimana kita menjadi enggan untuk berubah. Saat mana kita menikmati kenyamanan, kesenangan, dan kepuasan yang kita impikan. kita menjadi enggan melepaskan dan ingin terus menikmatinya. Kita menjadi takut kehilangan. Segala daya upaya kita kerahkan untuk menjaga agar jangan sampai terganggu kenyamanan dan kepuasan yang telah kita

51

hanya karena tak ingin melihat aku menjadi lebih indah dari dirimu, bukan? Engkau memberi saran yang manis namun disudut hatimu engkau tak rela jika aku lebih besar darimu, bukan? Tak perlu engkau menakut-nakuti diriku. Berhari-hari aku hidup, berhari-hari aku tak tersentuh maut, mengapa aku harus menjadi takut?” Kupu-kupu hanya menggeleng-gelengkan kepala, segeralah dia beranjak mengepak sayap lalu terbang. Ditinggalkannya si ulat yang mencoba menghabiskan sisa daun yang tinggal selembar. Kupu-kupu itu hendak kembali pulang. Pulang ke tempat dimana dia telah meletakkan telurnya, dan meninggalkan ulatulat kecilnya. Ada rasa khawatir bahwa ulat-ulat kecilnya akan bersikap sebagaimana ulat yang tadi ditemuinya. ---Jika harus ada rasa khawatir, anakku. Khawatirlah karena tak mampu berbuat sesuatu untuk mengisi hidupmu. Janganlah kau biarkan rasa khawatir itu menelan waktumu. Kalian lahir bukanlah untuk memanen rasa kahawatir, karena khawatir hanyalah

50

walet. Impian kalian kini mungkin sangatlah sederhana. Bisa mendapat makan yang wajar setiap hari, bisa memiliki rumah sederhana untuk berteduh dan layak dihuni, bisa memiliki kendaraan yang bisa untuk kesana-kemari, bisa menyekolahkan anak hingga selesai nanti, bisa memiliki jaminan untuk kehidupan di saat tua nanti, mampu membiayai asuransi kesehatan, bisa mengikuti perkembangan jaman, bisa sekedar menikmati kesenangan, bisa dihargai secara wajar, dll. Itulah hidup, anakku. Hidup yang nampaknya sangat sederhana, dan segalanya wajar adanya. Tapi anakku, menjadi yang sangat sederhana itulah yang sangat sulit kiranya. Ketika kita mampu berbuat ini, mengapa tidak berbuat itu? Ketika kita mampu mencapai yang di sini, mengapa tidak mencapai yang di sana? Bukankah hidup harus terus bertumbuh dan berkembang? Bukankah hal itu juga keluar dari wajarnya akal dan pikiran? Tahu kapan saat harus berhenti, itulah yang penting. Kepompong itu ukurannya tetap dan tidak menjadi semakin besar. Jika si kupu mungkin menjadi walet,

43

tentunya ukuran kepompongnya pun akan berubah semakin besar. Namun kenyataan, kepompong itu tetap adanya. Impian dan harapan mungkin terus membesar, tetapi ketika harus membentur kanyataan maka itulah saatnya untuk berhenti. Kenyataan yang tak terbantahkan, kenyataan yang tak terjelaskan, kenyataan yang merupakan sebuah misteri, adalah saat dimana kita berhenti. Manakala kita berhenti, kita tidaklah mati. Saat di mana kita berhenti adalah saat di mana kita bisa menerima kenyataan pada diri kita dan kita mensyukuri. Saat syukur kita lambungkan, maka ada sesuatu yang lalu tumbuh berkembang. Kita mampu menikmati hidup yang penuh arti. Kalian anakku, bukanlah kupu-kupu yang diam dalam kepompong dan enggan keluar karena terbelenggu oleh akal-pikiran yang sedang menunggangi kuda impian. Keluarlah anakku, penuhilah kehadiranmu dengan syukur, dan pahamilah bahwa hidup ini penuh arti.

MISTERI ULAT 44

menjadi seekor rajawali? Engkau hanya akan menjadi kupu-kupu seperti diriku.” “Memang benar aku hanya akan menjadi kupu. Aku pun tidak berkeinginan untuk menjadi seekor rajawali atau merpati. Tapi salahkan jika aku ingin menjadi kupu-kupu yang lebih indah dari pada kamu? Salahkah bila aku ingin menjadi sedikit lebih besar dari pada kamu? Tunggulah, jika perut ini dapat menjadi kosong lagi, maka masih akan muat selembar daun ini. Dan nanti aku pasti akan merajut selubungku. Aku hanya ingin waktuku kini menjadi lebih berarti, agar tak kecewa aku nanti.” “Sekiranya engkau lebih indah nanti saat menjadi kupu, sekiranya engkau lebih besar nanti daripada aku, adakah hidupmu sebagai kupu akan lebih berarti? Jika engkau sia-siakan waktumu kini, dan ada burung melintas melihatmu ulat gemuk yang diam hanya meringkuk, bukankah burung itu akan mematukmu lalu selesailah sudah hidupmu.” “Oh kupu-kupu, mengapa tak kau singkirkan rasa iri dari dalam hatimu? Engkau menakut-nakuti aku,

49

“Kiranya hal itu yang membuat diam dirimu, ulat. Adakah mentari tak beranjak pergi dan membiarkan malam tak menyelimuti? Kiranya demikian habislah sudah kehidupan ini. Berubah bukanlah lenyap, kehancuranmu bukanlah akhir dari segalanya. Mengapa hal itu engkau risaukan?” “Selama ini aku hidup untuk makan, dan kini masih ada selembar daun yang belum kuhabiskan. Aku khawatir tenagaku tak akan cukup menyelesaikan perubahan, dan aku hancur tanpa arti, luluh tak kembali. Tetapi kini, untuk makan aku sungguh tak sanggup lagi. Mulutku penuh dengan serat yang semakin sarat. Aku masih menunggu hingga aku mampu kembali makan dan menghabiskan sisa daun selembar ini.” Kupu-kupu terbang dan hinggap di ranting terdekat, mengamati ulat yang mencoba membuka mulut dan memutus serat. “Oh, ulat yang menuju saat. Perubahan apa yang engkau impikan, hingga khawatirmu akan makan demikian berlebihan? Adakah kau ingin berubah

48

Kupu-kupu terbang meninggalkan kepompong, meniti hari demi hari hingga sampai di sebuah pohon yang daun-daunnya hampir habis karena dipenuhi ulat. Kupu-kupu itu hinggap di ranting dekat selembar daun dimana seekor ulat gemuk diam tak bergerak. Dia hanya memandang, ulat yang diam tanpa geliat. Dari mulut ulat itu keluar liur liat serupa benang. Sementara seekor ulat lain tampak menggantung di dekat ranting dimana si kupu hinggap. Ulat itu tampak sibuk mengurai liur dan membelitkannya di sekujur tubuhnya yang gemuk berwarna hijau. Kupu-kupu menatap lekat seolah tak rela kehilangan saat. Liur ulat yang pekat makin membebat hingga menutup seluruh tubuhnya. Tak tampak kini badan si ulat, hanya kepompong basah diam menggantung pada ranting yang kadang bergoyang. Sepercik pemahaman hinggap di benak kupu-kupu

45

yang tekun menjadi pengamat. Ulatlah yang ada di dalam kepompong itu, sementara dia tahu pasti, kupu-kupulah yang keluar dari tiap kepompong. Adakah ulat yang berubah menjadi kupu-kupu di dalam sana? Pasti menguat, yakin menghentak. Kupu-kupu mendapat sebuah pelajaran, sebuah kenyataan. Dia adalah perubahan dari ulat. Ulat tak bersayap, ulat yang tak indah, ulat yang tahunya hanya makan dan makan, hingga tiba saatnya membuat kepompong yang menyelubungi dirinya. Hingga tiba saaatnya pula kepompong terbuka dan keluarlah kupu-kupu nan indah. Dia adalah ulat yang berubah, berubah dari wujud menakutkan, menjijikkan menjadi penuh pesona. Bila tiba saatnya kupu-kupu akan bertelur sebagaimana dirinya beberapa hari lalu. Dari telur-telur itu keluarlah ulat. Ulat yang terus makan dan makan hingga menjadi cukup besar untuk akhirnya masuk dalam selubung perubahan. Kupu-kupu berpaling pada ulat yang sedari tadi diam tak bergerak. Rebah dengan mulut masih menjuntai serat. Matikah ia? Ataukah ia diam karena tak kuasa

46

lagi menggerakkan tubuh karena gemuknya? Kupu terbang semakin dekat. Ulat menggeliat pelan, pelan sekali, seolah bertimbun enggan membawa beban. Ada kasih menyeruak pada diri si kupu. Dia mulai melihat dirinya sendiri sebelum memasuki fase kepompong dan berubah menjadi kupu-kupu. Seperti berhadapan dengan cermin masa lalu, kupu-kupu menyapa ulat: “Oh ulat, sedari tadi aku memperhatikanmu diam tanpa gerak, seolah penat menghambat geliat. Ada apakah gerangan dengan dirimu? Bukankah sudah tiba waktu engkau merajut kelambu, untuk berubah menjadi kupu seperti diriku?” Ulat mengangkat sedikit kepalanya, dan mengarahkan mata bulatnya pada kupu yang berbicara. “Ada takut menggodam rasaku, kupu. Sekiranya aku merajut kelambu dan masuk ke dalam kepompong bisu, tubuhku akan hancur luluh, dan tak lagi makan berminggu minggu. Akan kuatkah aku?”

47

More Documents from "Garuda Sukmantara"

Isi_buku
May 2020 4
Sayang Mebuah Sengsare.txt
December 2019 15
25892773.pdf
April 2020 3
Lembar Asistensi.docx
November 2019 21