LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN INTRACEREBRAL HAEMORHAGE (ICH)
A. PENGERTIAN Perdarahan intra cerebral adalah ektravasasi darah ke dalam parenkim otak yang dapat meluas ke ventrikel otak atau dalam kasus yang jarang terjadi dapat mencapai ruangan subarachinoid. Perdarahan yang terjadi merupakan
akibat
robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak yang secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang
kadang-kadang disertai lateralisasi
(Paula, 2009). Intra cerebral hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil yang dapat terjadi akibat luka tembak dan cedera tumpul (Suharyanto, 2009). Intra cerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak. Hal ini dapat timbul
pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka.
Intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemoragik akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009). B. ETIOLOGI Etiologi dari Intra Cerebral Hematom adalah : 1.
Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2.
Fraktur depresi tulang tengkorak
3. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba 4.
Cedera penetrasi peluru
5.
Jatuh
6.
Kecelakaan kendaraan bermotor
7.
Hipertensi
8.
Malformasi Arteri Venosa
9.
Aneurisma
10. Distrasia darah 11. Obat 12. Merokok (Riccon & Mayyer, 2007).
C. MANIFESTASI KLINIS Menurut Corwin 2009 manifestasi klinik dari dari Intra cerebral Hematom yaitu : a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan membesarnya hematom. b.
Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intra cranium Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat e. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan tekanan intra kranium.
D. PATOFISIOLOGI ICH primer biasa terjadi pada kapsul internal dan hematoma meluas ke medial ke substansi kelabu dalam dan ke lateral melalui substansi putih yang relatif aseluler korona radiata. Pembuluh yang ruptur adalah satu dari arteria perforating kecil yang meninggalkan arteria serebral media dekat pangkalnya dikarotid internal dan sering dijelaskan sebagai arteria lentikulostriata. Pemeriksaan postmortem menunjukkan pada arteria perforating pasien hipertensif terdapat banyak dilatasi aneurismal yang sangat kecil yang diduga rupturnya menjadi sumber perdarahan. Lebih jarang perdarahan terjadi pada fossa posterior yang dimulai pada pons atau hemisferserebeler. ICH akut sering terjadi saat atau setelah latihan fisik. Sekitar duapertiga akan mengalami perburukan neurologis progresif dan sepertiganya dalam defisit maksimal saat datang kerumah sakit. Penurunan kesadaran terjadi pada 60% dan duapertiganya jatuh kedalam koma. Nyeri kepala dan mual dengan muntah terjadi pada 20-40% kasus. Gejala ini karena peninggian TIK akibat perdarahan. Kejang kurang umum terjadi, sekitar 7-14%. Gejala dan tanda lainnya tergantung ukuran dan lokasi spesifik dari bekuan darah. Tanda khas perdarahan ganglia basal, biasanya putaminal, adalah defisit motor kontralateral dan gaze ipsi lateral dengan perubahan sensori, visual dan tabiat. Perubahan pupil terjadi akibat ancaman herniasi unkal lobus temporal akibat peninggian TIK dan pergeseran garis tengah. Gejala afasik bila hemisfer dominan terkena. Perdarahan menyebabkan kerusakan neurologis melalui dua cara yaitu: 1.
Kerusakan otak yang nyata terjadi pada saat perdarahan. Ini terutama pada kasus dimana hematoma meluas kemedial dan talamus serta ganglia basal rusak.
2.
Hematoma yang membelah korona radiata menyebabkan kerusakan yang kurang selluler namun mungkin berukuran besar dan menyebabkan penekanan serta gangguan fungsi neurologis yang mungkin reversibel. 80% pasien adalah hipertensif dan biasanya dalam eksaserbasi akut dari hipertensinya pada saat datang. Kebanyakan kasus hematoma memecah kesistema ventrikuler atau rongga subarakhnoid menimbulkan gambaran klinis PSA. ICH
terjadi
pada
teritori
vaskuler
arteria
perforating
kecil
seperti
lentikulostriata pada ganglia basal, talamoperforator diensefalon, cabang paramedian basiler pada pons. Karenanya kebanyakan terjadi pada struktur dalam dari hemisfer serebral. Berikut ini struktur beserta frekuensi kejadiannya: putamen 30-50%, substansi putih subkortikal 30%, serebelum 16%, talamus 10-15%, serta pons 512%. Arteria yang paling sering menimbulkan perdarahan adalah cabang lentikulostriata lateral dari arteria serebral media yang mencatu putamen. ICH merupakan sekitar 10% dari semua strok. Seperti dijelaskan diatas, ia disebabkan oleh perdarahan arterial langsung ke parenkhima otak. Ruptur vaskuler dikira terjadi pada aneurisma milier kecil, pada arteria lipohialinotik yang sering tampak pada otopsi pasien dengan hipertensi. Minoritas kasus PIS kemungkinan disebabkan aneurisma, AVM, malformasi kavernosa, amiloid serebral, atau tumor. Glioblastoma adalah tumor otak primer yang paling sering mengalami perdarahan, sedangkan melanoma, khoriokarsinoma dan ipernefroma adalah tumor metastatik yang tersering menimbulkan perdarahan (Corwin,2009).
E. PATHWAY
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hemorrhage adalah sebagai berikut: 1.
Angiografi : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2. CT scanning : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak. 3.
Lumbal pungsi : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
4. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik. 5. Thorax photo : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke. 6. Pemeriksaan darah rutin : a. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali. b.
Pemeriksaan darah lengkap : untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri. (Dongoes,2009).
G. PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan Medis Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang. Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic. Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obatobatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti : 1.
Vitamin K, biasanya diberikan secara infuse
2. Transfusi atau platelet 3.
Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan)
4.
Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktor penggumpalan)
5.
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak.
Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral Hematom adalah sebagai berikut : 1. Observasi dan tirah baring terlalu lama 2. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah 3.
Mungkin diperlukan ventilasi mekanis
4.
Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok
5.
Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian diuretik dan obat anti inflamasi
6.
Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan laboratorium lainnya yang menunjang.
H. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis keperawatan. a.
Pengumpulan data Pengumpulan
data
adalah
mengumpulkan
informasi
tentang
status
kesehatan klien yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien 1.
Identitas klien Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis. 2.
Keluhan utama Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo,
dan tidak dapat berkomunikasi. 3.
Riwayat penyakit sekarang
4.
Riwayat penyakit dahulu
5.
Riwayat penyakit keluarga
6.
Riwayat psikososial
7.
Pola-pola fungsi kesehatan
8.
a.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
b.
Pola nutrisi dan metabolisme
c.
Pola eliminasi
d.
Pola aktivitas dan latihan
e.
Pola tidur dan istirahat
f.
Pola hubungan dan peran
g.
Pola persepsi dan konsep diri
h.
Pola sensori dan kognitif
i.
Pola reproduksi seksual
j.
Pola penanggulangan stress
k.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Pemeriksaan fisik a.
Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA Bleeding harus bed rest 2-3 minggu
c.
d.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis Rambut : umumnya tidak ada kelainan
Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : bentuk normocephalik
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi
Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 2007)
Pemeriksaan dada Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e.
Pemeriksaan abdomen Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan kadang terdapat kembung.
f.
Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g.
Pemeriksaan ekstremitas Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h.
9.
Pemeriksaan neurologi
Pemeriksaan nervus cranialis
Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan sensorik
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan penunjang a.
Pemeriksaan radiologi
CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.
b.
Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai
pada
perdarahan
yang
masif,
sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalajm serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
I.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d tekanan pembuluh darah infark 2. Nyeri b.d peningkatan tekanan intrakranial (TIK) 3. Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neurotransmiter 4.
Gangguan defisit perawatan diri b.d kelemahan otot.
J. INTERVENSI KEPERAWATAN
NO
Diagnosa kep
Tujuan
Intervensi
1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d tekanan pembuluh darah;infark
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam perfusi jaringan cerebral efektif dengan kriteria hasil : NOC -Vital sign normal -tidak ada tanda tanda peningkatan TIK (takikardi, tekanan
darah
turun
pelan
Rasional
1. Monitor Vital Sign 2. Monitor tingkat kesadaran 3. Monitor GCS 4. Pertahankan posisi tirah baring atau head up to 300 5. Kolaborasi dengan tim kesehatan /medis pemberian obat
1. Identifikasi hipertensi 2. Mengetahui perkembangam 3. Mengetahui perkembangam 4. Meningkatkan tekanan arteri dan sirkulasi atau perfusi cerebral. 5. Mempercepat proses penyembuhan
1. Mengetahui respon autonom tubuh 2. Menentukan penanganan nyeri secara tepat 3. Mengetahui tingkah laku ekspresi dalam merespon nyeri 4. Meningkatkan kualitas tidur dan istirahat 5. Terapi penanganan nyeri secara farmakologi
pelan) 2.
Nyeri kepala akut b.d peningkatan intrakranial (TIK)
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 diharapkan nyeri terkontrol atau berkurang dengan kriteria hasil NOC - Ekspresi wajah rileks - Skala nyeri berkurang - TTV dalam batas normal
1. Observasi keadaan umum pada TTV 2. Lakukan pengkajian nyeri 3. Observasi reaksi abnormal dan ketidaknyama nan 4. Pertahankan tirah baring 5. Kolaborasi pemberian analgesik sesui program
3.
Kerusakan mobilitas fisik b.d kelemahan neurotransmiter
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 mobilitas fisik meningkat
NIC 1. Kaji tingkat mobilisasi fisik 2. Ubah posisi secara periodik
1. Menentukan intervensi 2. Meningkatkan Kenyamanan 3. Melancarkan
dengan kriteria hasil NOC - Klien mampu melakuka n aktivitas - Kekuatan otot meningkat - Tidak terjadi 4.
Defisit perawatan
3. Lakukan ROM aktif/pasif 4. Dukung ektremitas pada posisi fungsional 5. Kolaborasi dengan ahli fisiologi
Setelah dilakukan11. Observasi kondisi diri tindakan
awal pasien terutama
sirkulasi 4. Mencegah kontraktur 5. Menentukan program yang tepat.
1. Obsevasi kondisi awal dari pasien
b.d kelemahan keperawatan
fisik dan kebersihan
otot
dalam waktu
2. Siapkan alat untuk
dari suatu bagian
3X24 jam
melakukan PH
tindakan
diharapkan
33. Memberitahu
2. Menyiapkan alat
keperawatan
pasien terpenuhi
maksud dan tujuan
dalam perawatan
tindakan yang
penolakan
dirinya secara
dilakukan
tindakan
optimal
44. Menutup gorden
Kriteria Hasil :
3. Menghindari
keperawatan 4. Menjaga
-.Wajah
5.Melakukan PH
pasien
tidak lesu
sambil mengajari
5. Melakukan
- Kulit
keluarga
tidak saling me 66. Observasi tindakan lengket - Badan menjadi harum
yang dilakukan 77. Beri HE pentingnya perawatan diri
dri
privasi
tindakan keperawatan 6. Monitoring tindakan
yang
sudah dilakukan 7. Membantu memberikan informasi secara jelas.
K. DAFTAR PUSTAKA Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media Satyanegara (2006). Media Pembelajaran. Jakarta : Widia Sarana Indonesia
Suharyanto, Toto Abdul Majid (2009). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta : Salemba Medika. Christine,Paula J.2009. Proses Keperawatan : Aplikasi Model Konseptual Edisi 4 . Jakarta. EGC
Doenges,
M.E.,Moorhouse
M.F.,Geissler
Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta.
A.C.,
2000,
Rencana
Asuhan