Ibnu Taimiyyah Dan Maulid Nabi - Menyingkap Kedustaan Salafytobat

  • Uploaded by: sofyan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ibnu Taimiyyah Dan Maulid Nabi - Menyingkap Kedustaan Salafytobat as PDF for free.

More details

  • Words: 2,765
  • Pages: 14
Ibnu Taimiyyah dan Maulid Nabi - Menyingkap Kedustaan Salafytobat Abu Al-Jauzaa' :, 28 Mei 2009 Ada sebuah tulisan yang cukup menggelitik dari pemilik Blog salafytobat [lihat : http://salafytobat.wordpress.com/2009/05/11/pemalsuan-pendapat-salaf-olehwahhaby-dengan-kedok-takhrij-dan-mukhtarat-meringkas/] yang mengulas tentang Ibnu Taimiyyah dan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dalam tulisan tersebut – dengan yakinnya – ia mengatakan bahwa Salafy-Wahabi telah melakukan kecurangan dalam peringkasan kitab Ibnu Taimiyyah. Dan ia menyiratkan satu kesimpulan bahwa Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah membolehkan dan ‘merestui’ pelaksanaan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Dengan sedikit disertai satu atau dua lembar scan buku yang berhasil ia dapatkan, pemilik blog Salafytobat hendak mengelabuhi pembaca – seperti biasa ia lakukan – untuk meyakinkan bahwa apa yang ia tulis adalah benar. Saya ajak ikhwan semua untuk meneliti apakah yang dikatakan oleh yang bersangkutan memang benar atau hanya sebuah pengkelabuhan. Kitab yang ia gunakan sebagai sandaran dalam hal ini adalah kitab Iqtidlaa’ Shiraathil-Mustaqiim karya Ibnu Taimiyyah yang dikatakan terbitan Daarul-Hadiits Mesir. Adapun kitab yang berjudul sama yang saya gunakan sebagai perbandingan adalah terbitan Maktabah Ar-Rusyd – Riyadl (terdiri dari dua jilid), tahqiq : Prof. Dr. Naashir bin ‘Abdil-Karim Al-‘Aql hafidhahullah, yang covernya bisa dilihat di bawah. Selain itu, saya juga memperbandingkannya dengan Free Program Maktabah Ibnu Taimiyyah yang diterbitkan oleh Maktabah Ruuhul-Islam (yang mengacu pada hard copy terbitan Daar ‘Aalamil-Kutub, Beirut - Cet. 7/1419).

Pemilik blog Salafytobat berkata : Wahhaby ini memanipulasi fatwa ibnu taymiyah, sehingga seoalh-olah ibnu Taymiyah membid’ahkan amalan maulid Nabi. Seharusnya dalam kitab yang asli tertulis : Syeikh Ibn Taimiyah : “Di dalam kitab beliau, Iqtidha’ as-Shiratil Mustaqim, cetakan Darul Hadis, halaman 266, beliau nyatakan: Begitu juga apa yang dilakukan oleh sebahagian manusia samada menyaingi orang Nasrani pada kelahiran Isa ‫ﻋﻠ ﻪ اﻟﺴﻼم‬, ataupun kecintaan kepada Nabi ‫ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ‬dan mengagungkan baginda, dan Allah mengurniakan pahala kepada mereka atas kecintaan dan ijtihad ini…” Seterusnya beliau nyatakan lagi : “Ia tidak dilakukan oleh salaf, tetapi ada sebab baginya, dan tiada larangan daripadanya Kita pula tidak mengadakan maulid melainkan seperti apa yang dikatakan oleh Ibn Taimiyah sebagai: “Kecintaan kepada Nabi dan mengagungkan baginda.” [perhatikan yang tercetak tebal di atas !!] Mari kita cek kitab dimaksud, apa sebenarnya yang dikatakan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah perihal Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau berkata :

‫)) ﻓﺼﻞ ‪ .‬وﻣﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮات ﻓﻲ ‪ª‬ﺬا اﻟﺒﺎب ‪ :‬ﺳﺎﺋﺮ اﻷﻋ ﺎد واﻟﻤﻮاﺳﻢ اﻟﻤﺒﺘﺪﻋﺔ ‪ ،‬ﻓﺈﻧ ﺎ ﻣﻦ اﻟﻤﻨﻜﺮات اﻟﻤﻜﺮو‪ª‬ﺎت‬ ‫ﺳﻮاء ﺑﻠﻐﺖ اﻟﻜﺮا‪ª‬ﺔ اﻟﺘﺤﺮﻳﻢ‪ ،‬أو ﻟﻢ ﺗﺒﻠﻐﻪ؛ وذﻟﻚ أن أﻋ ﺎد أ‪ª‬ﻞ اﻟﻜﺘﺎب واﻷﻋﺎﺟﻢ ﻧ ﻲ ﻋﻨ ﺎ؛ ﻟﺴﺒﺒ ﻦ‪:‬‬ ‫أﺣﺪ‪ª‬ﻤﺎ ‪ :‬أن ﻓ ﺎ ﻣﺸﺎﺑ ﺔ اﻟﻜﻔﺎر ‪.‬‬ ‫واﻟﺜﺎﻧﻲ ‪ :‬أﻧ ﺎ ﻣﻦ اﻟﺒﺪع ‪ .‬ﻓﻤﺎ أﺣﺪث ﻣﻦ اﻟﻤﻮاﺳﻢ و اﻷﻋ ﺎد ‪ª‬ﻮ ﻣﻨﻜﺮ ‪ ،‬وإن ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓ ﺎ ﻣﺸﺎﺑ ﺔ ﻷ‪ª‬ﻞ اﻟﻜﺘﺎب‬ ‫؛ ﻟﻮﺟ ﻦ ‪:‬‬ ‫أﺣﺪ‪ª‬ﻤﺎ ‪ :‬أن ذﻟﻚ داﺧﻞ ﻓﻲ ﻣﺴﻤﻰ اﻟﺒﺪع واﻟﻤﺤﺪﺛﺎت ‪ ،‬ﻓ ﺪﺧﻞ ﻓ ﻤﺎ رواه ﻣﺴﻠﻢ ﻓﻲ ﺻﺤ ﺤﻪ ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ –‬ ‫رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨ ﻤﺎ – ﻗﺎل ‪ :‬ﻛﺎن رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ إذ ﺧﻄﺐ اﺣﻤﺮت ﻋ ﻨﺎه ‪ ،‬وﻋﻼ ﺻﻮﺗﻪ ‪ ،‬واﺷﺘﺪ‬ ‫ﻏﻀﺒﻪ ‪ ،‬ﺣﺘﻰ ﻛﺄﻧﻪ ﻣﻨﺬر ﺟ ﺶ ﻳﻘﻮل ﺻﺒﺤﻜﻢ وﻣﺴﺎﻛﻢ ‪ ،‬وﻳﻘﻮل ‪ )) :‬ﺑُﻌﺜﺖ أﻧﺎ واﻟﺴﺎﻋﺔ ﻛ ﺎﺗ ﻦ – وﻳﻘﺮن ﺑ ﻦ‬ ‫أﺻﺒﻌ ﻪ ‪ :‬اﻟﺴﺒﺎﺑﺔ واﻟﻮﺳﻄﻰ – وﻳﻘﻮل ‪ )) :‬أﻣﺎ ﺑﻌﺪ ‪،‬ﻓﺈن ﺧ ﺮ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻛﺘﺎب اﷲ ‪ ،‬وﺧ ﺮ اﻟ ﺪي ‪ª‬ﺪي‬ ‫ﻣﺤﻤﺪ ‪ ،‬وﺷﺮ اﻷﻣﻮر ﻣﺤﺪﺛﺎﺗ ﺎ ‪ ،‬وﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ (( وﻓﻲ رواﻳﺔ ﻟﻠﻨﺴﺎﺋﻲ ‪)) :‬وﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ ﻓﻲ‬ ‫اﻟﻨﺎر((‬ ‫وﻓ ﻤﺎ رواه ﻣﺴﻠﻢ – أﻳﻀﺎً – ﻓﻲ اﻟﺼﺤ ﺢ ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ – رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨ ﺎ – ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ أﻧﻪ‬ ‫ﻼ ﻟ ﺲ ﻋﻠ ﻪ أﻣﺮﻧﺎ ﻓ ﻮ رد ((‪ .‬وﻓﻲ ﻟﻔﻆ ﻓﻲ اﻟﺼﺤ ﺤ ﻦ ‪ )):‬ﻣﻦ أﺣﺪث ﻓﻲ أﻣﺮﻧﺎ‬ ‫ﻗﺎل ‪ )) :‬ﻣﻦ ﻋﻤﻞ ﻋﻤ ً‬ ‫‪ª‬ﺬا ﻣﺎ ﻟ ﺲ ﻣﻨﻪ ﻓ ﻮ رد ((‪.‬‬ ‫وﻓﻲ اﻟﺤﺪﻳﺚ اﻟﺼﺤ ﺢ اﻟﺬي رواه أ‪ª‬ﻞ اﻟﺴﻨﻦ ﻋﻦ اﻟﻌﺮﺑﺎض ﺑﻦ ﺳﺎرﻳﺔ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ أﻧﻪ‬ ‫ﻗﺎل‪ )) :‬إﻧﻪ ﻣﻦ ﻳﻌﺶ ﻣﻨﻜﻢ ﻓﺴ ﺮ اﺧﺘﻼﻓﺎً ﻛﺜ ﺮاً ﻓﻌﻠ ﻜﻢ ﺑﺴﻨﺘﻲ وﺳﻨﺔ اﻟﺨﻠﻔﺎء اﻟﺮاﺷﺪﻳﻦ اﻟﻤ ﺪﻳ ﻦ‬ ‫‪،‬ﺗﻤﺴﻜﻮا ﺑ ﺎ‪ ،‬وﻋﻀُّﻮ ﻋﻠ ﺎ ﺑﺎﻟﻨﻮاﺟﺬ ‪ ،‬وإﻳﺎﻛﻢ وﻣﺤﺪﺛﺎت اﻷﻣﻮر ‪ ،‬ﻓﺈن ﻛﻞ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﺑﺪﻋﺔ ‪ ،‬وﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ‬ ‫ﺿﻼﻟﺔ ((‪.‬‬ ‫و‪ª‬ﺬه ﻗﺎﻋﺪة ﻗﺪ دﻟﺖ ﻋﻠ ﺎ اﻟﺴﻨﺔ واﻹﺟﻤﺎع ‪ ،‬ﻣﻊ ﻣﺎ ﻓﻲ ﻛﺘﺎب اﷲ ﻣﻦ اﻟﺪﻻﻟﺔ ﻋﻠ ﺎ أﻳﻀﺎً ‪ .‬ﻗﺎل اﷲ ﺗﻌﺎﻟﻰ‪:‬‬ ‫ﻪ اﻟﻠَّﻪُ‪ .{...‬ﻓﻤﻦ ﻧﺪب إﻟﻰ ﺷﻲء ﻳﺘﻘﺮب ﺑﻪ إﻟﻰ اﷲ‬ ‫ﻢ ﻳَ ْﺄذَنْ ﺑِ ِ‬ ‫ﻦ ﻣَﺎ ﻟَ ْ‬ ‫ﻦ اﻟ ﺪِّﻳ ِ‬ ‫ﻢ ﻣِ َ‬ ‫ﻢ ﺷُﺮَﻛَﺎءُ ﺷَﺮَﻋُﻮا ﻟَ ُ ْ‬ ‫}أَمْ ﻟَ ُ ْ‬ ‫أو أوﺟﺒﻪ ﺑﻘﻮﻟﻪ أو ﺑﻔﻌﻠﻪ ‪ ،‬ﻣﻦ ﻏ ﺮ أن ﻳﺸﺮﻋﻪ اﷲ ‪ ،‬ﻓﻘﺪ ﺷﺮع ﻣﻦ اﻟﺪﻳﻦ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺄذن ﺑﻪ اﷲ ‪ ،‬وﻣﻦ اﺗﺒﻌﻪ ﻓﻲ‬ ‫ذﻟﻚ ﻓﻘﺪ اﺗﺨﺬ ﺷﺮﻳﻜﺎً ﷲ ‪ ،‬ﺷﺮع ﻣﻦ اﻟﺪﻳﻦ ﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﺄذن ﺑﻪ اﷲ‪.........‬‬ ‫‪”Pasal : Di antara kemunkaran yang terjadi pada bab ini adalah adanya perayaan‬‬ ‫‪dan upacara-upacara bid’ah. Semua itu merupakan kemunkaran yang dibenci, baik‬‬ ‫‪kebencian itu mencapai derajat haram atau tidak. Semua perayaan itu dilarang‬‬ ‫‪karena dua hal :‬‬ ‫‪Pertama, Menyerupai apa yang dilakukan oleh orang-orang kafir.‬‬ ‫‪Kedua, termasuk bid’ah. Oleh karena itu, walaupun tidak ada keserupaan dengan‬‬ ‫‪Ahli Kitab, segala perayaan dan upacra itu adalah munkar karena dua hal :‬‬

1. Karena semua upacara itu termasuk dalam katagori bid’ah dan sesuatu yang baru, seperti yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya. Diriwayatkan Jabir bin Abdillah radliyallaahu ’anhuma ia berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi

wasallam apabila

meninggi, dan

berkhutbah, maka

kemarahannya

meluap

matanya

hingga

memerah,

suaranya

seakan-akan beliau

seperti

penasihat tentara yang berkata : ’Semoga Allah memberkahi kalian di waktu pagi dan sore’. Kemudian beliau melanjutkan : ’Aku diutus dan hari kiamat seperti ini’ – sambil mendekatkan antara dua jarinya, yaitu jari telunjuk dan jari tengah seraya bersabda : ’Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, dan dan sejelek-jelek urusan adalah yang diada-adakan. Dan setiap yang bid’ah adalah sesat’. Dalam riwayat An-Nasa’i : “Setiap bid’ah adalah sesat yang ada di neraka”. Muslim juga meriwayatkan dari Shahih-nya dari ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam bahwa beliau berkata : “Barangsiapa yang mengerjakan satu perbuatan yang tidak ada perintah dari kami, maka ia tertolak”. Dalam kitab Shahihain disebutkan hadits lain yang senada : “Barangsiapa yang mebuat-buat suatu yang baru dalam perkara kami yang tidak termasuk di dalamnya, maka ia ditolak”. Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ashhaabus-Sunan dari ‘Irbadl bin Sariyyah, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam, bahwasannya beliau bersabda : “Sesungguhnya siapa saja di antara kalian yang hidup setelahku, maka kelak ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah para khulafaur-rasyidin yang mendapatkan hidayah. Maka berpegang teguhlah kalian kepadanya dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Jauhilah segala perkara yangbaru, karena setiap perkara yang baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat”. Semua ini adalah kaidah yang ditunjukkan oleh As-Sunnah dan ijma’, yang dikuatkan oleh ayat-ayat Al-Qur’an. Diantara adalah firman Allah : ”Apabila mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk agama mereka yang tidak diijinkan Allah ? Sekiranya tak ada ketetapan yang menentukan (dari Allah) tentulah mereka tekal dibinasakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang dhalim itu akan memperoleh adzab yang pedih” [Asy-Syuuraa : 21].

‫‪Oleh karena itu, barangsiapa yang mendekatkan diri kepada Allah, baik‬‬ ‫‪berupakan perkataan atau perbuatan yang tidak disyari’atkan oleh Allah, maka‬‬ ‫‪dia telah membuat syari’at sendiri dalam agama, yang tidak diijinkan Allah.‬‬ ‫‪Barangsiapa yang mengambilnya, berarti telah menjadikan sekutu bagi Allah dan‬‬ ‫‪membuat syari’at agama yang tidak diijinkan oleh-Nya” [Iqtidlaa Ash-Shiraathil‬‬‫‪Mustaqiim 2/581-583].‬‬ ‫‪ ........‬ﻓﺼﻞ ‪ :‬ﻗﺪ ﺗﻘﺪم أن اﻟﻌ ﺪ ﻳﻜﻮن اﺳﻤﺎً ﻟﻨﻔﺲ اﻟﻤﻜﺎن ‪ ،‬وﻟﻨﻔﺲ اﻟﺰﻣﺎن ‪ ،‬وﻟﻨﻔﺲ اﻻﺟﺘﻤﺎع ‪ ،‬و‪ª‬ﺬه اﻟﺜﻼﺛﺔ‬ ‫ﻗﺪ أﺣﺪث ﻣﻨ ﺎ أﺷ ﺎً ‪:‬‬ ‫أﻣﺎ اﻟﺰﻣﺎن ﻓﺜﻼﺛﺔ أﻧﻮاع ‪ ،‬وﻳﺪﺧﻞ ﻓ ﺎ ﺑﻌﺾ أﻋ ﺎد اﻟﻤﻜﺎن واﻷﻓﻌﺎل ‪:‬‬ ‫أﺣﺪ‪ª‬ﺎ ‪ :‬ﻳﻮم ﻟﻢ ﺗﻌﻈﻤﻪ اﻟﺸﺮﻳﻌﺔ اﻹﺳﻼﻣ ﺔ أﺻﻼُ ‪ ،‬وﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ذﻛﺮ ﻓﻲ اﻟﺴﻠﻒ وﻻ ﺟﺮى ﻓ ﻪ ﻣﺎ ﻳﻮﺟﺐ‬ ‫ﺗﻌﻈ ﻤﻪ ‪ ،‬ﻣﺜﻞ ‪ :‬أول ﺧﻤ ﺲ ﻣﻦ رﺟﺐ ‪ ،‬وﻟ ﻠﺔ ﺗﻠﻚ اﻟﺠﻤﻌﺔ اﻟﺘﻲ ﺗﺴﻤﻰ اﻟﺮﻏﺎﺋﺐ‪.......‬‬ ‫اﻟﻨﻮع اﻟﺜﺎﻧﻲ ‪ :‬ﻣﺎ ﺟﺮى ﻓ ﻪ ﺣﺎدﺛﺔ ﻛﻤﺎ ﻛﺎن ﻳﺠﺮي ﻓﻲ ﻏ ﺮه ‪،‬ﻣﻦ ﻏ ﺮ أن ﻳﻮﺟﺐ ذﻟﻚ ﺟﻌﻠﻪ ﻣﻮﺳﻤﺎً‪ ،‬وﻻ ﻛﺎن‬ ‫اﻟﺴﻠﻒ ﻳﻌﻈﻤﻮﻧﻪ‪ :‬ﻛﺜﺎﻣﻦ ﻋﺸﺮ ذي اﻟﺤﺠﺔ اﻟﺬي ﺧﻄﺐ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ ﻓ ﻪ ﺑﻐﺪﻳﺮ ﺧﻢ ﻣﺮاﺟﻌﺔ ﻣﻦ‬ ‫ﺣﺠﺔ اﻟﻮداع ‪.....‬‬ ‫وﻛﺬﻟﻚ ﻣﺎ ﻳﺤﺪﺛﻪ ﺑﻌﺾ اﻟﻨﺎس‪ :‬إﻣﺎ ﻣﻀﺎ‪ª‬ﺎة ﻟﻠﻨﺼﺎرى ﻓﻲ ﻣ ﻼد ﻋ ﺴﻰ‪-‬ﻋﻠ ﻪ اﻟﺴﻼم‪،-‬وإﻣﺎ ﻣﺤﺒﺔ ﻟﻠﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ‬ ‫اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ‪ ،‬واﷲ ﻗﺪ ﻳﺜ ﺒ ﻢ ﻋﻠﻰ ‪ª‬ﺬه اﻟﻤﺤﺒﺔ واﻻﺟﺘ ﺎد ﻻ ﻋﻠﻰ اﻟﺒﺪع – ﻣﻦ اﺗﺨﺎذ ﻣﻮﻟﺪ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ‬ ‫ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ ﻋ ﺪاً ﻣﻊ اﺧﺘﻼف اﻟﻨﺎس ﻓﻲ ﻣﻮﻟﺪه ‪ ،‬ﻓﺈن ‪ª‬ﺬا ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻠﻪ اﻟﺴﻠﻒ ﻣﻊ ﻗ ﺎم اﻟﻤﻘﺘﻀﻲ ﻟﻪ ‪ ،‬وﻋﺪم‬ ‫اﻟﻤﺎﻧﻊ ﻓ ﻪ ﻟﻮ ﻛﺎن ﺧ ﺮاً ‪ ،‬وﻟﻮ ﻛﺎن ﺧ ﺮاً ﻣﺤﻀﺎً أو راﺟﺤﺎً ﻟﻜﺎن اﻟﺴﻠﻒ ‪ -‬رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨ ﻢ‪ -‬أﺣﻖ ﺑﻪ ﻣﻨﺎ ‪،‬ﻓﺈﻧ ﻢ ﻛﺎﻧﻮا‬ ‫أﺷﺪ ﻣﺤﺒﺔ ﻟﺮﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ وﺗﻌﻈ ﻤﺎً ﻟﻪ ﻣﻨﺎ ‪،‬و‪ª‬ﻢ ﻋﻠﻰ اﻟﺨ ﺮ أﺣﺮص‪،‬وإﻧﻤﺎ ﻛﻤﺎل ﻣﺤﺒﺘﻪ‬ ‫وﺗﻌﻈ ﻤﻪ ﻓﻲ ﻣﺘﺎﺑﻌﺘﻪ‪،‬وﻃﺎﻋﺘﻪ واﺗﺒﺎع أﻣﺮه‪ ،‬وإﺣ ﺎء ﺳﻨﺘﻪ ﺑﺎﻃﻨﺎً وﻇﺎ‪ª‬ﺮاً ‪ ،‬وﻧﺸﺮ ﻣﺎ ﺑﻌﺚ ﺑﻪ ‪ ،‬واﻟﺠ ﺎد ﻋﻠﻰ ذﻟﻚ‬ ‫ﺑﺎﻟﻘﻠﺐ واﻟ ﺪ واﻟﻠﺴﺎن ‪ ،‬ﻓﺈن ‪ª‬ﺬه ﻃﺮﻳﻘﺔ اﻟﺴﺎﺑﻘ ﻦ اﻷوﻟ ﻦ ﻣﻦ اﻟﻤ ﺎﺟﺮﻳﻦ واﻷﻧﺼﺎر‪،‬واﻟﺬﻳﻦ اﺗﺒﻌﻮ‪ª‬ﻢ‬ ‫ﺑﺈﺣﺴﺎن‪،‬وأﻛﺜﺮ ‪ª‬ﺆﻻء اﻟﺬﻳﻦ ﺗﺠﺪ‪ª‬ﻢ ﺣﺮَّاﺻًﺎ ﻋﻠﻰ أﻣﺜﺎل ‪ª‬ﺬه اﻟﺒﺪع‪-‬ﻣﻊ ﻣﺎ ﻟ ﻢ ﻓ ﺎ ﻣﻦ ﺣُﺴﻦ اﻟﻘﺼﺪ واﻻﺟﺘ ﺎد‬ ‫اﻟﺬي ﻳﺮﺟﻰ ﻟ ﻢ ﺑ ﻤﺎ اﻟﻤﺜﻮﺑﺔ ‪ -‬ﺗﺠﺪ‪ª‬ﻢ ﻓﺎﺗﺮﻳﻦ ﻓﻲ أﻣﺮ اﻟﺮﺳﻮل ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠ ﻪ وﺳﻠﻢ ﻋﻤﺎ أُﻣﺮوا ﺑﺎﻟﻨﺸﺎط ﻓ ﻪ‬ ‫‪ ،‬وإﻧﻤﺎ ‪ª‬ﻢ ﺑﻤﻨﺰﻟﺔ ﻣﻦ ﻳﺰﺧﺮف اﻟﻤﺴﺠﺪ وﻻ ﻳﺼﻠﻲ ﻓ ﻪ ‪،‬أو ﻳﺼﻠﻲ ﻓ ﻪ ﻗﻠ ﻼً ‪،‬وﺑﻤﻨﺰﻟﺔ ﻣﻦ ﻳﺘﺨﺬ اﻟﻤﺴﺎﺑ ﺢ‬ ‫واﻟﺴﺠﺎدات اﻟﻤﺰﺧﺮﻓﺔ‪ ،‬وأﻣﺜﺎل ‪ª‬ﺬه اﻟﺰﺧﺎرف اﻟﻈﺎ‪ª‬ﺮة اﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﺗُﺸﺮع ‪،‬وﻳﺼﺤﺒ ﺎ ﻣﻦ اﻟﺮﻳﺎء واﻟﻜِﺒْﺮ ‪،‬واﻻﺷﺘﻐﺎل‬ ‫ﻋﻦ اﻟﻤﺸﺮوع ﻣﺎ ﻳﻔﺴﺪ ﺣﺎل ﺻﺎﺣﺒ ﺎ(( ا‪ª.‬ـ ‪.‬‬ ‫‪Pasal : Telah dijelaskan di muka bahwa hari raya adalah sebutan untuk mengingat‬‬ ‫‪nama tempat, waktu, dan persitiwa secara bersama-sama. Ketiga hal ini telah‬‬ ‫‪menyebabkan banyak hal.‬‬

Tentang hari raya yang berkaitan dengan waktu sendiri terdiri dari tiga hal, yang masuk di dalamnya sebagian hari raya tempat dan peristiwa : Pertama : Hari yang sama sekali tidak diagungkan syari’at Islam, tidak istimewa menurut para salaf, dan tidak terjadi peristiwa yang seharusnya diagungkan, seperti awal Kamis bulan Rajab, malam Jum’at pertama bulan Rajab yang disebut dengan malam Raghaaib…… [idem, hal. 617]. Kedua : Hari yang di dalamnya terjadi satu peristiwa yang juga terjadi pada hari-hari lainnya sehingga tidak bisa dijadikan sebagai musim tertentu, dan tidak diagungkan oleh para salaf. Misalnya, tanggal 18 Dzulhijjah dimana pada hari itu Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di Ghadir Khum, ketika beliau pulang dari haji Wada’…… [idem, hal. 618]. Begitu pula yang diadakan oleh sebagian manusia, baik yang tujuannya untuk menghormati orang-orang Nashrani atas kelahiran ‘Isa ataupun karena mencintai Nabi. Kecintaan dan ijtihad mereka dalam hal ini tentu akan mendapatkan pahala di sisi Allah, tetapi bukan dalam hal bid’ah – seperti menjadikan kelahiran Nabi sebagai hari raya tertentu – padahal manusia telah berbeda pendapat tentang tanggal kelahiran beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Perayaan seperti ini belum pernah dilakukan oleh para salaf, meski ada peluang untuk melakukannya dan tidak ada penghalang tertentu bagi mereka untuk melakukannya. Seandainya perayaan itu baik atau membawa faedah, tentu para salaf lebih dulu melakukannya daripada kita karena mereka adalah orang-orang yang jauh lebih cinta kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dan lebih mengagungkannya. Mereka lebih tamak kepada kebaikan. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kesempurnaan cinta dan pengagungan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah dengan cara mengikutinya, mentaatinya, menjalankan perintahnya, menghidupkan sunnahnya – baik secara lahir maupun batin – menyebarkan apa yang diwahyukan kepadanya, dan berjihad di dalamnya dengan hati, kekuatan, tangan, dan lisan. Itulah cara yang digunakan oleh para salaf, baik dari golongan Muhajirin, Anshar, maupun orangorang yang mengikuti mereka dengan baik, dalam mencintai dn mengagungkan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Adapun orang-orang yang gigih dalam melakukan kegiatan bid’ah peringatan Maulid Nabi itu – yang mungkin mereka mempunyai tujuan dan ijtihad yang baik untuk mendapatkan pahala – bukanlah orang-orang yang mematuhi perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam

dengan

semangat.

Mereka

adalah

seperti

kedudukan

orang-orang

yang

memperindah masjid, tetapi tidak shalat di dalamnya, atau hanya melaksanakan shalat malam di dalamnya dengan minim, atau menjadikan tasbih dan sajadah hanya sebagai hiasan yang tidak disyari’atkan. Tujuannya adalah untuk riya’ dan kesombongan serta sibuk dengan syari’at-syari’at yang dapat merusak keadaan pelakunya” [idem, hal 619-620]. Silakan ikhwah perhatikan perkataan Ibnu Taimiyyah secara lebih luas di atas. Apakah yang dikatakan beliau ini untuk melegalkan dan meridlai amalan Maulid Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam ? Bahkan beliau rahimahullah mencelanya !! Adapun yang dikatakan bahwa para pelaku perayaan Maulid Nabi mendapatkan pahala karena kecintaannya adalah bagi ulama-ulama yang berijtihad dan kemudian mereka salah dalam ijtihadnya. Bukankah Ibnu Taimiyyah mengatakan : Kecintaan dan ijtihad mereka dalam hal ini tentu akan mendapatkan pahala di sisi Allah. Bukankah ijtihad itu hanya berlaku bagi para ulama yang memang layak berijtihad ? Lantas bagaimana keadaannya dengan para fanatikus, muqallid, dan pengekor hawa nafsu yang semangat keagamaan mereka enggan untuk mengikuti as-salafush-shaalih ? Enggan mengikuti al-haq hanya dikarenakan fanatikus madzhab ? Sungguh aneh ada orang yang memlintir ucapan Ibnu Taimiyyah agar sesuai dengan madzhabnya ! Mungkin dia melewatkan (atau menyembunyikan ?) perkataan Ibnu Taimiyyah di bagian akhir kutipan di atas : Adapun orang-orang yang gigih dalam melakukan kegiatan bid’ah peringatan Maulid Nabi itu – yang mungkin mereka mempunyai tujuan dan ijtihad yang baik untuk mendapatkan pahala – bukanlah orang-orang yang mematuhi perintah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam dengan semangat. Apalagi jika dikaitkan secara komprehensif pembahasan di awal perkataan beliau sebagai nukilan di atas. Dan

ternyata,

pemilik

blog

@salafytobat

memalsukan

terjemahan

dengan

mengatakan : “Ia tidak dilakukan oleh salaf, tetapi ada sebab baginya, dan tiada larangan daripadanya” Di kalimat mana Ibnu Taimiyyah mengatakan ini ? Padahal yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah adalah :

ً‫ وﻟﻮ ﻛﺎن ﺧ ﺮاً ﻣﺤﻀﺎً أو راﺟﺤﺎ‬، ً‫ وﻋﺪم اﻟﻤﺎﻧﻊ ﻓ ﻪ ﻟﻮ ﻛﺎن ﺧ ﺮا‬، ‫ﺬا ﻟﻢ ﻳﻔﻌﻠﻪ اﻟﺴﻠﻒ ﻣﻊ ﻗ ﺎم اﻟﻤﻘﺘﻀﻲ ﻟﻪ‬ª ‫ﻓﺈن‬ ‫ أﺣﻖ ﺑﻪ ﻣﻨﺎ‬-‫ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨ ﻢ‬- ‫ﻟﻜﺎن اﻟﺴﻠﻒ‬ “Perayaan seperti ini belum pernah dilakukan oleh para salaf, meski ada peluang untuk melakukannya dan

tidak ada penghalang tertentu bagi mereka untuk

melakukannya. Seandainya perayaan itu baik atau membawa faedah, tentu para salaf lebih dulu melakukannya daripada kita…”. Jelas beda antara perkataan beliau di atas dengan apa yang dipalsukan oleh Salafytobat. Atau memang Salafytobat tidak bisa berbahasa Arab ? Salafytobat ternyata juga memotong kalimat, dimana ia menuliskan : dan mengagungkan baginda, dan Allah mengurniakan pahala kepada mereka atas kecintaan dan ijtihad ini…”. Padahal kalimat yang lengkap adalah : “Kecintaan dan ijtihad mereka dalam hal ini tentu akan mendapatkan pahala di sisi Allah, tetapi bukan dalam hal bid’ah – seperti menjadikan kelahiran Nabi sebagai hari raya tertentu – padahal manusia telah berbeda pendapat tentang tanggal kelahiran beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam”. Ini satu khianat ! Bahkan Ibnu Taimiyyah tetap memperingatkan bahwa amalan perayaan Maulid Nabi itu adalah amalan yang menyelisihi sunnah dan wajib untuk ditinggalkan. Amalan tersebut adalah amalan bid’ah yang tertolak menurut syari’at. Lebih jelasnya lagi, mari kita perhatikan perkataan beliau rahimahullah dalam kitab yang lain : ‫ أو ﺑﻌﺾ‬، ‫ اﻟﺘﻲ ﻳﻘﺎل إﻧ ﺎ اﻟﻤﻮﻟﺪ‬، ‫وأﻣﺎ اﺗﺨﺎذ ﻣﻮﺳﻢ ﻏ ﺮ اﻟﻤﻮاﺳﻢ اﻟﺸﺮﻋ ﺔ ﻛﺒﻌﺾ ﻟ ﺎﻟﻲ ﺷ ﺮ رﺑ ﻊ اﻷول‬ ‫ أو ﺛﺎﻣﻦ ﺷﻮال اﻟﺬي ﻳﺴﻤ ﻪ اﻟﺠ ﺎل ﻋ ﺪ‬، ‫ أو أول ﺟﻤﻌﺔ ﻣﻦ رﺟﺐ‬، ‫ أو ﺛﺎﻣﻦ ﻋﺸﺮ ذي اﻟﺤﺠﺔ‬، ‫ﻟ ﺎﻟﻲ رﺟﺐ‬ ‫ واﷲ ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ وﺗﻌﺎﻟﻰ أﻋﻠﻢ‬، ‫ﺎ‬ª‫ وﻟﻢ ﻳﻔﻌﻠﻮ‬، ‫ ﻓﺈﻧ ﺎ ﻣﻦ اﻟﺒﺪع اﻟﺘﻲ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﺤﺒ ﺎ اﻟﺴﻠﻒ‬، ‫اﻷﺑﺮار‬ “Adapun mengadakan upacara peribadahan selain yang disyari’atkan, seperti malammalam Rabi’ul-Awwal yang sering disebut Maulid (Nabi), atau malam-malam Rajab, atau tanggal 18 Dzulhijjah , atau awal Jum’at bulan Rajab, atau hari ke-8 bulan Syawwal yang dinamakan oleh orang-orang bodoh dengan ‘Iedul-Abraar; semuanya termasuk bid’ah yang tidak disunnahkan salaf dan tidak mereka kerjakan. Wallaahu subhaanahu wa ta’ala a’lam [Majmu’ Al-Fataawaa, 25/298].

Dr. Muhammad Rawwas Al-Qal’ahjiy telah melakukan penelitian di kitab-kitab Ibnu Taimiyyah untuk merumuskan faedah fiqh yang terkandung di dalamnya telah mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi termasuk perayaan bid’ah yang tidak disyari’atkan dalam Islam [lihat Mausu’ah Fiqhi Ibni Taimiyyah oleh Dr. Muhammad Rawwaas Qal’ahjiy, hal. 1040-1041; Daarun-Nafaais, Cet. 2/1422, Beirut]. Semoga sedikit tulisan ini ada manfaatnya, terutama untuk menjawab syubhat (trik) yang sedang dijalankan oleh orang yang menamakan dirinya Salafytobat. Semoga Allah memberikan petunjuk kepada kita semua. Berikut saya sertakan scan kitab yang menjadi rujukan dalam tulisan ini.

Kitab Al-Iqtidlaa’ hal. 581 :

Kitab Al-Iqtidlaa’ hal. 582 :

Kitab Al-Iqtidlaa’ hal. 583 :

Kitab Al-Iqtidlaa’ hal. 617 :

Kitab Al-Iqtidlaa’ hal. 618 :

Kitab Al-Iqtidlaa’ hal. 619 :

Kitab Al-Iqtidlaa’ hal. 620 :

Kitab Majmu’ Al-Fataawaa, 25/298 :

Kitab Mausu’ah Fiqhi Ibni Taimiyyah Cover :

Kitab Mausu’ah Fiqhi Ibni Taimiyyah hal. 1040 :

Kitab Mausu’ah Fiqhi Ibni Taimiyyah hal. 1041 :

Abu Al-Jauzaa’ – Ciomas Permai, 2 Jumadits-Tsaniy 1430.

Related Documents


More Documents from "NajibulKaffin"