1
BANDUNG LAUTAN MACET
P
ENGANGKUT kota jurusan Margahayu-Ledeng itu seharusnya menyusuri Jalan RE Martadinata, Bandung. Tiba-tiba, angkot yang sarat penumpang itu berbelok ke Jalan Lombok dan melewati jalan lain. Kontan seluruh penumpang protes. Malah seorang gadis berseragam sekolah memutuskan turun, membayar ongkos, dan berjalan kaki menuju sekolahnya sambil bersungut-sungut. "Habis, kalau terus macet banget, Neng. Daripada menunggu berjam-jam, lebih baik saya lewat jalan lain," kata Ucok, sopir angkot itu. UCOK tidak sendirian. Setiap jam pulang sekolah dan jam makan siang, angkot biru itu nyaris tidak pernah melewati rute yang seharusnya. "Saya malas kalau harus ngelewatin jalan ini siang-siang. Macetnya itu lho, kita sampai enggak bisa bergerak," kata sopir lainnya. Jalan RE Martadinata atau lebih dikenal dengan Jalan Riau, setiap siang dan akhir pekan memang sangat macet. Betapa tidak, pada jalan sepanjang sekitar tiga sampai empat kilometer tersebut terdapat sekolah, kantor, pusat perbelanjaan, serta berbagai toko pakaian dan sepatu. Tidak heran jika hampir setiap siang kemacetan di sepanjang Jalan Riau menggila. Bahkan, di perempatan Jalan Riau dan Jalan Banda kendaraan tidak bisa jalan sama sekali. Semua kendaraan dari berbagai arah serentak bergerak maju. Akhirnya, tidak ada yang bisa bergerak sama sekali dan kendaraan malah berhenti total. Lampu lalu lintas di perempatan jalan tersebut hanya menunjukkan warna kuning yang berkedip-kedip. Oleh karena itu, tidak heran jika semua kendaraan yang melewati jalan tersebut merasa berhak untuk terus bergerak maju. Tidak hanya lampu lalu lintas yang selalu berkedip kuning, Jalan Riau juga tergolong kecil menampung luberan kendaraan. Jalan yang merupakan akses ke pusat Kota Bandung ini lebarnya mungkin hanya sekitar sepuluh meter. Cukup dua mobil tanpa ada mobil lain yang parkir di pinggir jalan. Masalahnya, dengan banyaknya sekolah, kantor, pusat perbelanjaan, serta toko pakaian dan sepatu tadi, jalan ini menjadi sangat padat. Akhirnya, kapasitas tempat parkir yang tersedia tidak cukup menampung kendaraan. Terpaksa, badan jalan digunakan sebagai tempat parkir. JALAN "kecil" yang padat kendaraan itu tidak hanya tampak di Jalan Riau saja. Hampir setiap ruas jalan di Bandung mengalami masalah serupa. Jalan yang terlalu sempit dan rusak, jumlah kendaraan yang terlalu banyak, pengguna jalan yang tidak disiplin, dan manajemen lalu lintas. Pakar transportasi dari jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung Prof Dr Ir Kusbiantoro mengatakan, dibandingkan dengan kota-kota besar lain di Indonesia, Bandung tergolong kota paling macet. Di Bandung nyaris tidak ada jalan yang berfungsi dengan benar sebagai jalan utama atau arteri, jalan kolektor, dan jalan lokal. Hampir
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
2
BANDUNG LAUTAN MACET seluruh ruas jalan memiliki lebar dan fungsi yang sama. Selain itu, yang sangat membedakan Bandung dengan kota-kota lain adalah kerusakan jalannya yang sangat parah. Kerusakan ini tidak hanya terjadi di jalan-jalan kecil, seperti jalan masuk kompleks perumahan atau perkampungan penduduk, tetapi juga di jalan utama kota. "Wah, kalau jalan-jalan di Bandung mulus, kita malahan kaget," kata Rina, seorang mahasiswi. Hampir setiap ruas jalan di Kota Bandung kondisinya kurang baik. Kerusakannya pun bervariasi. Kalau tidak berlubang, ya bergelombang, atau rusak parah sehingga tampak tidak beraspal. Kusbiantoro sempat mengamati perbedaan kerusakan jalan di Bandung dengan kota lain, semisal Solo. Di Solo, jalan raya yang sedikit renjul diperbaiki total dengan cara dijebol, digali sampai dasar, dan dibuat jaringan baja. Dengan cara ini, jalan yang telah diperbaiki akan lebih kuat dari sebelumnya. "Di sini (Bandung) saya lihat tumpukan bukan batu, tetapi campuran tanah yang diaspal. Saya enggak tahu, mungkin teknologi baru ya, tetapi menurut pendapat saya, dengan cara ini mungkin hanya tahan beberapa bulan," katanya. Kepala Dinas Bina Marga Kota Bandung Rusjaf Adimenggala mengaku bahwa banyak ruas jalan di Bandung yang rusak. Data dari Dinas Bina Marga menunjukkan, dari 1.130 kilometer jalan di Kota Bandung, 300 kilometer rusak. "Ya, 300 kilometer yang usia konstruksinya sudah habis, sehingga harus segera diperbaiki," kata Rusjaf. Dia tidak menampik bahwa di luar luas jalan rusak yang terdata di Dinas Bina Marga kota Bandung, kemungkinan masih ada kerusakan di ruas jalan yang lain. Rusjaf beralasan dengan banyaknya ruas jalan yang usia konstruksinya sudah habis, banyak jalan yang "tiba-tiba" rusak. "Seharusnya jalan-jalan ini dilapis ulang, jadi kuat. Banyak jalan di sini yang seharusnya sudah dilapis lagi pada usia 8-15 tahun, sampai usia di atas 20 tahun masih dibiarkan. Dengan usia yang semakin tua, tidak heran kalau jalan tersebut banyak yang rusak," katanya. Selain itu, penyebab lain dari kerusakan jalan di Kota Bandung adalah banyaknya pasar yang tumpah hingga ke jalan raya, kurang baiknya sistem pengairan dan pembuangannya serta terlalu banyak kendaraan yang masuk ke kota. Air dari sayuran dan limbah pasar yang setiap hari tertumpah ke jalan, kata Rusjaf, mengandung zat asam yang dapat merusak aspal jalan. Oleh karena setiap hari ditetesi dengan air asam tersebut, jalan di sekitar pasar tradisional umumnya rusak berat. "Mau diganti dengan beton juga sama saja. Kalau diganti beton, mungkin umur jalan bisa lebih lama. Tapi, kalau setiap hari ditetesi air yang mengandung asam, ya rusak juga. Ini cuma soal waktu," katanya. Selain banyaknya pasar tumpah, soal sistem drainase yang kurang baik juga dirasakan Rusjaf sebagai penyebab kerusakan jalan. Air hujan yang turun tidak tertampung di dalam saluran air di dalam kota. Akibatnya, air meluap sampai ke jalan raya. Tidak hanya
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
3
BANDUNG LAUTAN MACET membuat jalanan rusak, air yang tergenang di jalan juga membuat hampir semua ruas jalan di Kota Bandung macet saat banjir. Sedikitnya 30 titik kemacetan di Bandung. Di antaranya adalah Pasar Simpang di Jalan Ir H Djuanda (Dago), sepanjang Jalan Siliwangi hingga di depan Pasar Gandok, Pasar Baru, Jalan Suniaraja, Pasar Andir, Jalan Kebon Kawung, dan Jalan Rajawali-Jalan Sudirman. Selain itu, Jalan Garuda-Abdurachman Saleh, Jalan PasirkalikiJunjunan, Pasar Sederhana-Sukajadi, Pasar Cicadas, dan Pasar Kosambi. Apabila terjadi konvoi para pendukung Persib Bandung atau saat banjir, hampir seluruh kota mengalami kemacetan. KEMACETAN di Bandung juga semakin menggila saat Sabtu, Minggu, atau hari libur nasional. Berbagai kendaraan-yang kebanyakan milik pribadi-yang sebagian besar berasal dari luar kota memacetkan kota. Padahal, untuk menampung jumlah kendaraan milik warga Bandung sendiri pun, jalan-jalan di kota ini pun nyaris tidak mampu. Data dari Dinas Perhubungan Kota Bandung menunjukkan, hingga tahun 2000, jumlah kendaraan di Kota Bandung sebanyak 457.627 buah kendaraan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 131.325 buah kendaraan merupakan mobil penumpang, 43.392 mobil barang, dan 35.709 adalah bus. Sementara sisanya, sebanyak 247.201 buah, adalah sepeda motor. Sementara itu, khusus untuk angkutan umum, di Bandung terdapat 5.521 buah angkutan kota, 906 buah taksi, 140 buah bus sedang, dan 12 buah bus kota. Pertumbuhan jaringan jalan sendiri hanya 0,2 hingga 0,6 persen per tahun. Ini jelas tidak sebanding dengan pertumbuhan jumlah kendaraan yang mencapai sepuluh persen per tahun. Apalagi jika jalan yang ada "dipaksakan" untuk menampung ratusan ribu kendaraan dari luar kota yang datang setiap akhir pekan. Menurut Ir Harun Al Rasyid Lubis PhD, pengurus Masyarakat Transportasi Indonesia- Jabar dan Direktur Pusat Penelitian dan Pengembangan Wilayah dan Infrastruktur LPPM-ITB, hasil simulasi perutean lalu lintas pada jaringan jalan di Bandung menunjukkan bahwa kecepatan rata-rata kendaraan di jam-jam puncak (pagi dan sore hari) hanya sekitar 20 kilometer per jam. "Jika kecepatan rata-rata yang pantas di jaringan jalan perkotaan adalah 30 sampai dengan 40 kilometer per jam, maka inefisiensi waktu perjalanan akibat kemacetan di Bandung sekitar 33 persen dari total waktu perjalanan yang semestinya," kata Lubis. Dengan asumsi yang moderat bahwa nilai waktu rata-rata penduduk sebesar Rp 5.000,00 per jam dan jumlah pelaku perjalanan pada jam puncak kesibukan sekitar 150.000 perjalanan orang, situasi ini ekuivalen dengan pemborosan waktu sebesar Rp 247,6 juta per jam puncak atau ekuivalen sekitar Rp 1,78 miliar per hari di seluruh jaringan jalan di Tatar Bandung, belum termasuk biaya-biaya lain seperti pemborosan biaya operasi kendaraan.
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
4
BANDUNG LAUTAN MACET KOTA Bandung sendiri, menurut Rusjaf, memang tidak direncanakan untuk berperan sebagai ibu kota provinsi atau kota industri. Bandung dirancang sebagai kota taman dan tempat peristirahatan. Oleh karena itu, jalan pun dirancang berukuran kecil. "Kota ini memang tidak seperti Semarang atau Surabaya yang dirancang sebagai ibu kota atau kota industri. Lihat saja perbedaannya," kata Rusjaf. "Di sana (Semarang atau Surabaya-Red), jalannya besar dan lurus. Tapi kalau di Bandung, sudah berbelokbelok." Kusbiantoro mengakui bahwa Bandung memang dulunya didesain sebagai kota taman atau kota peristirahatan. Oleh karena itu, kota dengan luas 16.730 hektar ini hanya dirancang bagi sekitar 250.000 penduduk. Padahal, berdasarkan sensus tahun 2001, Kota Bandung kini disesaki oleh 2.141.847 orang. "Bandung harus melalui peremajaan kota. Jangan sampai kebijakannya sepotong-sepotong," katanya. "Harus didiskusikan, apakah pembangunan, entah itu jalan tol atau apa, berguna tidak. Kota ini sudah tidak bisa ditambal-tambal lagi." Idealnya, menurut dia, kota sekelas Bandung memiliki jaringan transportasi yang sifatnya massal, misalnya kereta api. Kenyataannya, di Bandung nyaris tidak ada angkutan umum bersifat massal selain bus kota. Bus yang tersedia pun jumlahnya tidak banyak. Angkutan umum di Kota Bandung justru mobil sekelas Kijang atau minibus yang paling banyak mengangkut 14 penumpang. Dari segi ukuran, angkutan kota tersebut tidak ada bedanya dengan mobil pribadi. Hanya saja, angkutan kota umumnya berlalu lintas secara tidak teratur. Salah satunya, ngetem di sembarang tempat yang menyebabkan kemacetan. SEOLAH masih belum cukup, keruwetan berlalu lintas di Kota Bandung masih ditambah dengan penggunaan jalan yang tidak sesuai. Seperti sudah disinggung, Kusbiantoro mengatakan jalan di Kota Bandung tidak dapat dibedakan antara jalan arteri, kolektor, dan lokal. Selain itu, jalan pun digunakan tidak sesuai peruntukannya. Misalnya, jalan "arteri" yang semestinya jalur cepat, malah digunakan oleh becak atau angkot yang sering kali berhenti seenaknya di tengah jalan. Pemandangan ini setidaknya tampak di Jalan Soekarno Hatta, Bandung. Satu-satunya jalan di Kota Bandung yang dapat dianggap sebagai jalan arteri ini tidak ubahnya dengan jalan lain, hanya saja dalam versi lebih besar. Rusjaf mengatakan, pemakaian jalan arteri di Bandung memang sudah salah kaprah. Dia mencontohkan Jalan Sudirman di Jakarta. Di Sudirman, kata Rusjaf, kendaraan umum hanya berada di jalur paling kiri. Selain itu, tidak banyak belokan balik atau jalan masuk ke kompleks perumahan di jalan ini. Di Jalan Soekarno Hatta, Bandung, malah sebaliknya. Ketika sedang berkendara dengan nyaman dan dalam kecepatan tinggi, tiba-tiba saja becak nyelonong di depan mobil dari arah yang berlawanan. Atau, tiba-tiba saja mobil berhenti karena
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
5
BANDUNG LAUTAN MACET harus menunggu mobil lain yang akan belok memasuki kompleks perumahan. "Harusnya, jalan arteri itu benar-benar arteri," kata Rusjaf. "Jangan dibangun perumahan, jangan boleh masuk becak, dan sebagainya. Ini malah enggak. Becak, angkot, bebas saja masuk.". Dia mengaku tengah berusaha memecahkan masalah kemacetan di Bandung. Salah satu yang sedang dikerjakan adalah membuat dua jalan layang. Jalan layang pertama membentang dari Jalan Pasteur hingga Surapati, jalan layang kedua membentang di atas jalan kereta api di Pasar Kiaracondong, Bandung. Bagaimanapun, seperti kata Kusbiantoro, pemecahan masalah kemacetan di Bandung tidak bisa sepotong-sepotong. Katanya, harus ada pemimpin yang siap tidak populer, mengeluarkan kebijakan yang berguna lima sampai sepuluh tahun ke depan. Atau, sudah semestinya Bandung diserahkan kepada sebuah badan perencana atau pemodal yang profesional yang berpikir dalam jangka waktu puluhan bahkan ratusan tahun ke depan. "Pemerintah bisa memberikan tawaran yang menguntungkan kedua belah pihak," kata Kusbiantoro. "Berpikirlah puluhan tahun ke depan." Kalau tidak segera dibenahi, bukan tak mungkin banyak orang yang enggan datang ke Bandung. Lagi pula, siapa yang mau datang ke kota yang jalannya rusak dan macet seperti Bandung? (KHAIRINA NASUTION) Sumber Pikiran Rakyat - Sabtu, 01 November 2003
Hindari Kawasan Gasibu, Karnaval Bikin Macet Bandung (25/04/2008 detikBandung) - Akibat adanya karnaval yang diselenggarakan salah satu stasiun televisi swasta di Lapangan Gasibu, ruas jalan sekitar Lapangan Gasibu di Bandung macet. Kemacetan dimulai dari jalan Layang Pasupati hingga Jalan Surapati atau sekitar 1 kilometer. Tak hanya itu, kemacetan juga terjadi di ruas jalan Cisangkuy, sebab kendaraan dari arah Jalan Supratman yang akan melewati Gedung Saye dialihkan ke Jalan Cisangkuy. Akses jalan di depan Gedung Sate ditutup. Kemacetan makin mengular di Jalan Cimandiri (belakang Gedung Sate) hingga Jalan Taman Sari. Penumpukan kendaraan juga terjadi di bawah jalan Layang pas perempatan Cikapayang Dago. Kendaraan
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
6
BANDUNG LAUTAN MACET yang baru turun dari jalan layang terhambat oleh kendaraan yang memutar dari arah Jalan Surapati. Kemacetan sudah terjadi sejak 1,5 jam lalu. Hingga pukul 16.00 WIB, kemacetan masih terjadi. Bagi anda yang akan menuju Jalan Taman Sari atau Dago, sebaiknya hindari kawasan Gasibu jika tak ingin terjebak macet.
Bandung-Jakarta Macet Total Bandung (06/07/2008 detikBandung) - Ribuan mobil masuk ke Bandung selama masa liburan sekolah dan akhir pekan ini. Saat arus balik meninggalkan Bandung terjadi hari Minggu (6/7/2008), kemacetan pun tak terhindarkan. Kepadatan arus mobil meninggalkan Bandung di pintu tol Pasteur memang rutin terjadi tiap Minggu sore. Namun yang terjadi kali ini tidak seperti biasanya. Sejak sore hingga pukul 21.00 WIB antrean mobil yang akan memasuki tol Pasteur semakin panjang, mulai dari pintu tol Padalarang Barat. "Awalnya kami perkirakan jam sembilan malam sudah sepi, ternyata sekarang malah semakin parah," jelas Dadang, petugas informasi tol Purwakarta-Bandung. "Ini murni karena banyaknya volume kendaraan. Kita sudah buka full, semua dari delapan pintu," tambah Dadang. Tidak hanya tol Pasteur, tol Pondok Gede Timur juga dilaporkan padat. "Jika volume kendaraan tidak berambah, kemungkinan pukul 11.00 WIB sudah tidak macet," ujar Dadang.(lom/lom)
Hari Pertama Sekolah, Bandung Disergap Macet Bandung (14/07/2008 - detikBandung) - Hari pertama masuk sekolah setelah dua pekan liburan panjang, Senin (14/7/2008), Bandung disergap kemacetan. Meskipun pemandangan ini pun sudah tak asing lagi pada saat liburan karena banyaknya wisatawan yang datang ke Bandung. Kemacetan terjadi di beberapa ruas jalan di Bandung, seperti di Jalan Soekarno Hatta, Jalan Buah Batu, Jalan Ibrahim Adjie, Jalan Buah Batu, Jalan Gatot Subroto, dan Jalan Jakarta. Pantauan detikbandung, kemacetan di Jalan Soekarno Hatta mulai terjadi di depan Metro Trade Centre hingga perempatan Samsat atau sekitar 1 kilometer lebih. Begitu pula di Buahbatu, mulai dari
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
7
BANDUNG LAUTAN MACET perempatan Buahbatu-Soekarno Hatta hingga depan Griya, kendaraan berjalan lambat merayap. Sementara itu adanya pasar Binong yang sebagian tumpah ke jalan, membuat kendaraan tersendat meski tak membuat kemacetan yang terlalu panjang. Sedangkan kemacetan di Jalan Ibrahim Adjie dimulai dari saat turunan Jalan layang hingga perempatan Antapani. Kemacetan pun disambung dengan tersendatnya kendaraan di Jalan Jakarta akibat adanya perbaikan jalan. Sedangkan pada saat liburan panjang kemarin, kemacetan terjadi di beberapa ruas jalan di Bandung yang merupakan pusat-pusat perbelanjaan, seperti di Jalan Riau, Jalan Setiabudhi dan Jalan Sukajadi.(ern/ern)
Maceeet..Maceeet..Si Komo di Bandung Dulu kalo denger kata macet pasti langsung inget Jakarta. Setidaknya kalo dulu jarang kesana, itulah yang kita denger tentang Jakarta dari orang-orang yang hidup sehari-hari disana. Kasian ya??? Tapi itu dulu bung…. Sekarang..Jakarta tetep macet..tapi Bandung ikut-ikutan juga. Mungkin gara-gara Jawa Barat punya misi untuk jadi provinsi termaju setelah DKI juga kali ya jadi kalo Jakarta macet, Bandung jadi ikutan macet. Mari kita (saya maksudnya) list satu persatu apa kira-kira yang membuat Bandung jadi macet kaya sekarang 1. Perubahan fungsi-fungsi dalam kota yang ngebuat sistem ga seimbang Contohnya aja Dago. Dago pada asalnya diperuntukkan untuk kawasan permukiman dan memang beberapa tahun lalu terlihat seperti itu, sampai pada akhirnya Dago berubah fungsi menjadi pusat kegiatan kongkownya anak muda dan pusat perdagangan. Dari yang awalnya cuma kafe-kafe tenda yang ga permanent, terus muncullah FO2 sampai2 Dago jadi pusat FO di Bandung. Ya jelas aja jadi macet. Kapasitas jalan Dago memang ga dibuat untuk jadi pusat kegiatan/pusat perdagangan. Jalannya sempit gitu, kendaraan luar biasa banyak, sedangkan FO2 tersebut ga nyediain kapasitas parkir yang cukup. Kabarnya sih sekarang Pemkot Bandung udah menutup peluang untuk munculnya FO2 baru di Dago. Kafe tenda pun sudah banyak berkurang jumlahnya supaya trotoar bisa berfungsi sebagaimana seharusnya. Heu…FO dibatasinya baru sekarang….kemana aja doooonggg???Kaburu pinuh ku FO Dagona oge. Makanya pa,bu..patuhi dong dokumen rencana tata ruang kota yang ada, jangan malah dijadiin alat politik doang 2. Pertumbuhan jumlah manusia dan kendaraan ga sinkron dengan pertumbuhan luas jalan.
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
8
BANDUNG LAUTAN MACET Jalannya banyak yang rusak pula. Logis kan ya?jumlah manusia terus bertambah. Konsekuensi logisnya….jumlah rumah bertambah, kepadatan bertambah, jumlah kendaraan bertambah, pusat-pusat kegiatan bertambah, sedangkan luas Bandung ga bertambah lagi, luas jalan ga nambah banyak (paling fly over doang) 3. Jumlah mobil dan motor pribadi yang terlalu banyak Ini korelasinya dengan kapasitas jalan yang terbatas. Seharusnya ada regulasi yang jelas mengenai ini. Kalo di Jakarta ada 3 in 1 pada jam-jam tertentu. Mungkin bisa dicoba pembatasan mobil yang ada di jalan dengan pembatasan tahun pembuatan mobil..ato mobil yang angka plat nomernya bilangan ganjil bisa beredar di hari senin, rabu, sabtu doang, begitu pula yang genap..atau naikin aja tarif parkirnya edan2an…atau naikin aja harga bbm buat mobil pribadi..banyak lah alternatif yang sebenarnya bisa dicoba walaupun pastinya bisa menimbulkan kontroversi2. Itu baru mobil. Motor mah apalagi. Dgn Rp. 0 aja kita bisa dapet motor sekarang mah, tinggal mikirin bayar cicilannya. 4. Jumlah angkot yang terlalu banyak Liat deh daerah Kiara Condong contohnya. Itung ada berapa trayek yang lewat disana. Kalo ga salah ada 7 trayek. Mending kalo pada penuh. Ini mah pada kosong. Keliatan banget ga efisiennya kan? Plus kebiasaan angkot berhenti dimana aja, ngetem dimana aja, nyetir ugal-ugalan, plus mungkin sebagian besar personil angkot merupakan pendatang dari luar Bandung. Siapa sih yang nyaman naek angkot sekarang di Bandung? Mun teu butuh2 teuing mah moal naek angkot…rek naek Subaru Impreza we..hanjakal teu boga 5. Angkot, bis, atau kendaraan umum massal yang engga nyaman Banyak yang komentar gini : gimana mau ninggalin mobil dan motor pribadi terus beralih ke angkutan massal kalo emang ga nyaman?Iya emang bener jawabannnya. Lihat aja kondisi bis kota yang sumpek, angkot dengan segala ketidaknyamanannya yang ga akan saya sebutin lagi. Kebayang kan kalo orang yang ga biasa naek angkot terus nyoba naek angkot? Hasilnya : telat masuk kantor/kuliah, telat janjian ama pacarnya terus jadi berantem, keringetan pas keluar dari angkot, sport jantung wae gara-gara supirnya ugal-ugalan, bayarnya mahal, kadangkadang diturunin sebelum sampe di tempat tujuan, banyak yang minta-minta dgn motif yang ga jelas. Ceuk urang ge…mending Mitsubishi Lancer…
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
9
BANDUNG LAUTAN MACET 6. Jumlah motor yang luar biasa akibat dari gampangnya dapet kredit motor 7. Perilaku supir angkot, pengendara motor, mobil, dll Ga usah dibicarain lagi ya?pengulangan doang. Intinya mah emang pada egois..takutnya cuma sama polisi 8. Perilaku pejalan kaki Salah satu contohnya…liat deh sekitar BIP. Ada jembatan penyeberangan kan?Tetep banyak yang nyeberang sembarangan kan?nya heueuh we jadi macet. Mending mun nu nyeberangna teh geulis (jadi bisa ditingali heula maksudna)..ieu mah ..geulis sih..ngan jeung monyetna oge,hehe. Tapi pernah ada yang bilang ama saya…kalo cewe (yang pake rok panjang/pendek) mungkin risih naek ke jembatan penyeberangan karena sangat mudah ‘diintip’ dari bawah. Kalo alasannya emang ini, saya sepakat mendukung mereka untuk ga menggunakan jembatan penyeberangan. Harus dirubah desain jembatannya berarti 9. Kondisi Bandung pas libur/weekend Bandung emang penuh pesona. Bandung emang kota belanja dan kota jajanan. Cuacanya emang lebih nyaman dari Jakarta. Daya dukung kita aja yang ga bisa mengakomodir pengunjung-pengunjung 10. Planologi ITB….kemana aja kita? Naaaahhh…..ini diaaa sekolahnya para calon perencana kota dan wilayah. The best di Indonesia lah. Terus kemana para mahasiswa nya?Ga bisa jadi oposan pemkot gitu?emang kalo anak ITB demo, ga pernah ngedemoin tentang Bandung kah? Terus mana peran dosennya?pasti pinter-pinter semua dong..pasti pemkot sering minta tolong dong ama para dosen. Terus kemana lulusannya??heuheuheu..kemana ya?Emang lagi krisis identitas jurusan kita yang satu ini. Kasian lah. Terus saya juga ngapain dong sebagai lulusan Planologi ITB? Hehehehe….kita bahas lain kali ya..semua ada alasannya..dan saya tidak berencana untuk melarikan diri dari tugas saya sebagai seorang planner ko. Kasian rakyat yang udah mensubsidi uang kuliah kita. Ah..mending jadi artis gening nya? Ah pusing lah ngomongin Bandung tercinta ini. Bukan cuma macet doang masalahnya. Ada kontroversi pembangunan Kawasan Bandung Utara, revisi RTRW bermuatan politis, masalah sampah, masalah jumlah reklame yang terlalu banyak, masalah kurangnya RTH (Ruang Terbuka Hijau), dipakenya dana APBD sekitar 16 miliar buat Persib yang susah amat mau jadi klub profesional, anak jalanan, sampe masalah burung koak di jalan Ganesha. Tapi teteeep rek kitu rek kieu ge..I Love Bandung. Bandung teh tempatnya makanan enak, fashion, cuaca yang asik, mojang gareulis, tempat band2 luar biasa di indonesia, tempat orang-orang kreatif, tempat banyaknya
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
10
BANDUNG LAUTAN MACET keanekaragaman budaya, Persib, ITB, Planologi, LSS, Geka, Kita Food, tempat si neng, dll. Home sweet home lah .heuheu. Tipikal urang Sunda pisan nya?betah di Bandung dan enggan bermigrasi. Bukannya apa-apa juga….banyak hal yang bisa dilakuin disini dibandingkan dengan apa yang saya bisa lakuin di kota-kota lain kaya Jakarta, London, Roma, dll..setidaknya untuk saat ini
Foto-Foto Kemacetan di Bandung Jumlah Motor Yang Semakin Bertambah
Pak Polisi Terjebak Macet Juga
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
11
BANDUNG LAUTAN MACET
Kondisi Macet Pada Saat Akhir Pekan / Weekend
Angkot Yang Berhenti di Sembarang Tempat
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T
12
BANDUNG LAUTAN MACET
Macet Bisa Bikin Telat ke Tempat Tujuan
Kelompok 1-TI-01 TUGAS HUMAN RELATIONS, ANDRE S., S.T