Huawei Tindak Pelanggar Hak Cipta

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Huawei Tindak Pelanggar Hak Cipta as PDF for free.

More details

  • Words: 1,698
  • Pages: 7
HUAWEI TINDAK PELANGGAR HAK CIPTA JAKARTA: PT Huawei Tech Investment, pemegang hak cipta handset Huawei Esia di Indonesia, akan mengambil tindakan hukum terhadap pihakpihak yang melanggar hak cipta miliknya "Kami tidak akan segan untuk menindaklanjuti dengan langkah hukum yang lebih tegas sama halnya seperti upaya pidana yang telah dilakukan sebelumnya," ujar Ignatius Supriady, kuasa hukum Huawei, kemarin Pernyataan Ignatius itu dilontarkan terkait dengan munculnya praktik unlocking yang dilakukan pihak lain terhadap handset Huawei yang sejatinya khusus diciptakan agar hanya dapat digunakan untuk layanan jasa telekomunikasi Esia bundling Dia menyebutkan sebetulnya beberapa waktu lalu pihaknya telah mengambil tindakan hukum tegas terhadap pihak lain yang melakukan praktik unlocking terhadap handset Huawei Esia Dari tindakan hukum tersebut, katanya, pengadilan telah menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan terhadap pihak ketiga yang mengunlock handset yang hak ciptanya dimiliki oleh perusahaan tersebut Hukuman itu, menurutnya, dirasa cukup setimpal bagi pihak yang telah melanggar hak cipta milik Huawei Akan tetapi, sambungnya, yang paling penting bagi pihaknya adalah bahwa putusan itu telah menunjukkan bahwa perbuatan unlocking merupakan suatu perbuatan yang melawan hukum Pasalnya, katanya, perbuatan tersebut melanggar hak cipta dan jelasjelas menimbulkan kerugian yang relatif sangat besar bagi pihaknya, baik kerugian secara materiel maupun immateriel Kerugian itu, tuturnya, memang belum dapat disampaikan secara pasti jumlahnya Akan tetapi, sambungnya, nilai terbesarnya adalah buruknya persepsi risiko berinvestasi dan kepastian hukum pemasaran produk pada umumnya dan industri telekomunikasi Indonesia pada khususnya Jika pelanggaran hak cipta seperti yang terjadi pada kasus unlocking ini terusmenerus terjadi di Indonesia, menurutnya, maka ini dinilai akan memengaruhi iklim usaha dan investasi, serta merugikan pelaku usaha pada umumnya Selain itu, sambungnya, sebagai produsen yang bertanggung jawab perusahaan itu juga memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi hak cipta atas produkproduk yang diciptakan oleh pihaknya Lebih lanjut, dia menyebutkan pihaknya juga telah memberikan peringatan

melalui media massa agar pihak lain tidak melakukan praktik unlocking terhadap produk perusahaan tersebut, setelah adanya perkara pidana beberapa waktu lalu Setelah peringatan tersebut, klaimnya, ada kecenderungan penurunan praktik unlocking terhadap produk Huawei EMI INDONESIA DIGUGAT MASALAH HAK CIPTA JAKARTA: PT EMI Indonesiaperusahaan rekamanmenghadapi tuntutan hukum yang dilayangkan oleh seorang musisi dan pencipta lagu, atas dugaan pelanggaran hak cipta Kohar Kahler, musisi dan pencipta lagu, menuding perusahaan itu telah memperbanyak lagu ciptaannya, tanpa izin dirinya sebagai pemegang hak cipta Gugatan itu dilayangkan melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Dalam gugatannya, Kohar menuntut EMI Indonesia untuk menghentikan kegiatan peredaran lagulagu karyanya antara lain lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan penyanyi Mayang Sari Selain itu, Kohar juga menuntut EMI Indonesia untuk membayar ganti rugi Rp599,062 juta, yang merupakan ganti rugi materiil dan immateriil yang diklaim Kohar telah dideritanya karena kehilangan kesempatan memperoleh keuntungan sebagai pencipta lagu Kemarin, sidang di antara kedua belah pihak kembali digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Akan tetapi, majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut menunda sidang hingga 5 November 2008 Sementara itu, Managing Director EMI Indonesia Arnel Affandi, menepis tudingan Kohar bahwa perusahaan rekaman tersebut telah memproduksi lagu ciptaan Kohar tanpa izin darinya EMI Indonesia, katanya, tidak pernah berhubungan secara langsung dengan Kohar Dia menyebutkan EMI Indonesia membeli master yang sudah jadi dari satu perusahaan, yang telah menyelesaikan kewajibannya dengan Kohar Dia menyebutkan penggugat sepertinya telah salah melayangkan gugatan terhadap pihaknya Akan tetapi, sambungnya, karena telah memasuki proses persidangan, pihaknya akan mengikuti persidangan itu dan meminta waktu kepada majelis untuk menyerahkan buktibukti dokumen mengenai pembelian master dari perusahaan lain itu Persengketaan antar kedua pihak berawal dari Kohar merasa haknya sebagai pemegang hak cipta telah dilanggar oleh perusahaan rekaman tersebut Dia menuding EMI Indonesia telah memperbanyak lagu ciptaannya tanpa izin darinya

EMI Indonesia, menurut Kohar, telah memperbanyak lagu Tiada Lagi dan Hilang yang dinyanyikan Mayang Sari, tanpa meminta izin darinya Tindakan itu, klaim Kohar, telah dilakukan EMI Indonesia sepanjang 2006 hingga 2007 Lagu itu beredar luas di masyarakat dalam bentuk kepingan VCD Lagu-lagu tersebut, menurut Kohar, al terdapat dalam album Best of The Best Mayang Sari 2006, 20 Lagulagu Terbaik Mayang Sari 2000 2006, dan Album Alda Mayang Fitri 2007.

KASUS MEREK PENYARING SAMPAH SERET DIRUT PAL JAKARTA (bisnis.com): Kasus gugatan pembatalan merek alat Penyaring Sampah Otomatis Mekanikal Elektrik Hidrolik yang diklaim ditemukan Poltak Sitinjak berimbas pada pelanggaran hukum dan menyeret Dirut PT Penataran Angkatan Laut (PAL) Harsusanto. Tudingan pelanggaran hukum itu terkait salah satu isi replik pada persidangan pembatalan Hak Paten Sederhana yang terdaftar di Dirjen HaKI Depkum dan HAM No.ID 0000490 S di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang diajukan Harsusanto. Di dalam replik itu disebutkan bahwa Poltak Sitinjak selaku Dirut PT Asiana Technologies Lestary telah menggunakan alat paten sederhana yang diimpornya dari Korea Selatan. Sebagaimana surat pernyataan (declaration) yang disampaikan Presdir Kum Sung Ind. Co Ltd Bon Chul Koo tertanggal 11 Desember 2006. Pada surat pernyataan itu disebutkan PT Asiana Technologies Lestary telah mengimpor produk Hydraulic Slide Trash Removing System untuk proyek Dinoyo Canal Pumping Station Project di Surabaya. Terkait replik tersebut, Poltak membantah telah mengimpor produk itu dari Korsel. Kepada pengadilan, dia menyampaikan surat kesaksian (letter of testimony) dari Presdir Ariko Enterprise Ltd K.J. Kim yang berdomisili di Korsel. Surat kesaksian tertanggal 12 Maret 2007 itu menyatakan Ariko Enterprise Ltd tidak pernah mengekspor Hydraulic Slide Trash Removing System ke Indonesia melalui PT Asiana Technologies Lestary. Pelanggaran Isi replik yang dinilai merusak nama baik dan fitnah itu kemudian dilaporkan Poltak. Kasus pelanggaran hukum tersebut kini tengah diproses oleh Majelis Hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Pasunuan Harahap. Pada persidangan akhir pekan lalu, majelis hakim meminta keterangan saksi ahli pakar hukum sekaligus dosen Universitas Gajah Mada Markus Priyo Gunarto tentang pelanggaran hukum yang dikaitkan dengan isi replik di persidangan.

Menurut Markus, bukti surat pernyataan yang disampaikan di persidangan harus diuji terlebih dahulu kebenarannya. Apakah dapat dipertanggung jawabkan secara hukum atau tidak. "Yang berhak menguji dan menyatakan benar atau tidak adalah pengadilan, setelah majelis hakim memproses kebenarannya. Tak seorang pun boleh menilai surat itu benar atau palsu," kata pengajar fakultas hukum itu di persidangan. Dia menambahkan perbuatan melawan hukum atau suatu tindakan pidana harus dapat memenuhi unsur formil. Tidak serta merta perbuatan yang dilakukan seseorang dapat memenuhi unsur yang dituduhkan. Sementara itu, Otto Hasibuan selaku kuasa hukum Harsutanto menyatakan baru pertama kali terjadi di negeri ini pembuktian replik di persidangan dianggap perbuatan melanggar hukum. "Ini kasus unik, karena itu saya berkenan membela Harsutanto. Bagaimana mungkin pelanggaran yang tidak pernah dilakukan tapi dianggap merusak nama baik dan fitnah," katanya kepada Bisnis kemarin. Lain halnya dengan jaksa Jaya Sakti, dalam dakwaan disebutkan Harsutanto telah merusak kehormatan, nama baik dan menyebar fitnah terhadap Poltak Sitinjak melalui replik di persidangan pembatalan merek alat Penyaring Sampah Otomatis Mekanikal Elektrik Hidrolik.

Dengan tudingan memfitnah, Direktur Utama PAL diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Buntut pembatalan paten mesin penghalau sampah. Siapa yang tidak sakit hati bila penemuannya yang telah dipatenkan itu, dianggap hasil menjiplak. Itulah yang dialami Poltak Sitinjak. Direktur Utama PT Asiana Technologies Lestary ini, penemu alat penyaring sampah otomatis, dituding menjiplak alat serupa buatan Korea Selatan oleh Harsusanto yang kini menjadi Dirut PT Penataran Angkatan Laut (PT PAL). Karena tudingan itulah, kini Harsusanto menjadi terdakwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan tudingan telah memfitnah dan mencemarkan nama baik Poltak. Dalam persidangan yang sejak Kamis dua pekan lalu telah memasuki proses pemeriksaan saksi, jaksa Jaya Sakti mendakwa Harsusanto telah merusak kehormatan, nama baik, dan menyebar fitnah terhadap Poltak Sitinjak. Kasus ini sebenarnya adalah buntut dari persidangan kasus permohonan pembatalan paten yang diajukan Harsusanto ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat. Alkisah, pada 30 Januari 2007, Harsusanto yang masih menjabat sebagai Dirut PT Barata Indonesia menuding paten milik Poltak itu tidak ada unsur kebaruannya. Paten yang dimaksud Harsusanto, tak lain paten atas mesin penyaringan sampah otomatis yang didaftarkan Poltak ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaaan Intelektual (HKI), Departemen Hukum dan HAM, pada 17 Februari 2003. Permohonan itu dikabulkan pada 15 Juni 2004, dengan sertifikat paten yang

teregister dengan kode ID No. 0000490S. Paten ini berlaku hingga 17 Februari 2013. DAlam gugatannya, Harsusanto menganggap penyaring sampah buatan Poltak itu sudah lama dikenal dan dipatenkan di Korea Selatan, dan mesin-mesinnya telah lama digunakan di Indonesia. meski mengaku tidak memproduksi atau memiliki kesamaan paten atas mesin yang disengketakan Harsusanto merasa hal itu bukan halangan buat PT Barata untuk menuntut pembatalan paten. Harsusanto menyatakan, jika paten tidak dicabut, pihaknya khawatir, Poltak akan memonopoli pembuatan dan penjualan mesin penyaring sampah di Indonesia. untuk memperkuat dalilnya, dalam repliknya, PT Barata menyertakan bukti surat pernyataan (declaration) dari perusahaan Korea Selatan, Kum Sung Ind Co. Ltd. Surat tertanggal 11 Desember 2006 itu diteken Presiden Direktur Kum Sung, Bon Chul Koo. Isinya menyebutkan, dalam kurun waktu 2002 hingga 2004, Kum Sung pernah menjual produk mesin penyaring sampah otomatis, Hydraulic Slide Type Trash Removing System, ke Indonesia. Salah satu pembelinya, adalah PT Asiana perusahaan milik Poltak. Surat itu juga menyebutkan, bahwa PT Asiana mendapat mesin itu dari importir asal Korea Selatan, Ariko Enterprises Ltd. Nah, Berman Simbolon, kuasa hukum Poltak, menilai, peristiwa pidana terjadi ketika surat Kum Sung digunakan sebagai barang bukti di persidangan. Peristiwa yang dimaksud adalah fitnah dan pencemaran nama baik. Tak heran, kendati persidangan kasus paten masih berlangsung, pada 9 Maret 2007, Poltak melaporkan Harsusanto dan Bon Chul Koo ke Mabes Polri. "Harsusanto dan Bon Chul Koo merekayasa seolah-olah mesin temuan klien saya menjiplak dari perusahaan Korea Selatan," kata Berman. Tiga hari setelah Poltak melaporkan Harsusanto dan Bon Chul ke Polisi, pihak Ariko, yang disebut-sebut mengimpor mesin untuk PT Asiana, mengeluarkan surat testimoni. Isi surat tertanggal 12 Maret 2007 itu menyebutkan bahwa Ariko tidak pernah mengimpor mesin penyaring sampah produksi Kum Sung untuk PT asiana, seperti disebutkan dalam surat Kum Sung. Pada saat kasus pidananya masih bergulir di kepolisian, perkara gugatan patennya mulai diputus pengadilan. Pada 8 Mei 2007, pengadilan menolak gugatan PT Barata. Majelis hakim menganggap, PT Barata gagal membuktikan adanya kesamaan antara paten sederhana milik Poltak dan paten serupa yang diklaim milik produsen asal Korea Selatan. Mengenai bukti surat Kum Sung yang menyebut adanya impor mesin produk Kum Sung untuk PT Asiana, majelis hakim menilai surat itu tidak spesifik mengurai adanya kesamaan paten. Tak begitu dengan putusan kasasi Mahkamah Agung, dikeluarkan pada 19 February 2008. Putusannya menyatakan, paten sederhana milik Poltak tidak memiliki kebaruan sehingga tidak dapat diberikan paten. "Terhadap putusan MA itu, klien saya sudah mengajukan PK (Peninjauan Kembali)," kata Berman.

TUGAS HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL

ALDE MAULANA 04140209

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS 2009

Related Documents