HERPES SIMPLEX
ICD-9 054; ICD-10 B00
INFEKSI VIRUS HERPES ANOGENITAL ICD-10 A60 (Penyakit virus alphaherpes, herpesvirus hominis, virus herpes pada manusia 1 dan 2) 1. Identifikasi Herpes simpleks merupakan infeksi virus yang ditandai dengan lesi primer terlokalisir, laten dan adanya kecendurangan untuk kambuh kembali. Ada 2 jenis virus – yaitu virus herpes simpleks (HSV) tipe 1 dan 2 pada umumnya menimbulkan gejala klinis yang berbeda, tergantung pada jalan masuknya. Dapat menyerang alat-alat genital atau mukosa mulut. Infeksi primer dengan HSV 1 mungkin ringan tanpa gejala, terjadi pada awal masa kanak-kanak. 272 Kira-kira 10% dari infeksi primer, muncul sebagai suatu penyakit dengan spektrum gejala klinis yang beragam, ditandai dengan panas dan malaise sampai 1 minggu atau lebih, mungkin disertai dengan gingivostomatitis yang berat diikuti dengan lesi vesikuler pada orofaring, keratoconjunctivitis berat, dan disertai munculnya gejala dan komplikasi kulit menyerupai eczema kronis, meningoencephalitis atau beberapa infeksi fatal yang terjadi pada bayi baru lahir (congenital herpes simplex, ICD-9 771.2; ICD-10 P35.2). HSV 1 sebagai penyebab sekitar 2% faringotonsilitis akut, biasanya sebagai infeksi primer. Reaktivasi infeksi laten biasanya menyebabkan herpes labialis (demam blister atau cold sores) ditandai dengan munculnya vesikula superfisial yang jelas dengan dasar erythematous, biasanya pada muka atau bibir, mengelupas dan akan sembuh dalam beberapa hari. Reaktivasi dipercepat oleh berbagai macam trauma, demam, perubahan psikologis atau penyakit kambuhan dan mungkin juga menyerang jaringan tubuh yang lain; hal ini terjadi karena adanya circulating antibodies, dan antibodi ini jarang sekali meningkat oleh karena reaktivasi. Penyebaran infeksi yang luas dan mungkin terjadi pada orang-orang dengan immunosuppressed. Dapat menyerang SSP bisa disebabkan oleh infeksi primer ataupun karena terjadi recrudescence. HSV 1 adalah penyebab utama dari meningoencephalitis. Dapat timbul gejala panas, sakit kepala, leukositosis, iritasi selaput otak, drowsiness, bingung, stupor, koma dan tanda-tanda neurologis fokal, dan sering dikaitkan dengan satu atau wilayah temporal lain. Gejala-gejala ini mungkin dikacaukan dengan berbagai lesi intracranial lain seperti absespada otak dan meningitis TB. Karena terapi antiviral dapat menurunkan
angka kematian yang tinggi, maka pemeriksaan PCR untuk DNA virus herpes pada LCS atau biopsi dari jaringan otak seharusnya segera dilakukan pada tersangka untuk menegakkan diagnosa pasti. Genital herpes, biasanya disebabkan oleh HSV2 terjadi terutama pada orang dewasa dan penderita penyakit menular seksual. Infeksi pertama dan infeksi ulang terjadi dengan atau tanpa gejala. Pada wanita cervix dan vulva. Infeksi ulang umumnya menyerang vulva, kulit daerah perineum, kaki dan pantat. Pada laki-laki, lesi muncul pada glans penis atau daerah preputium, dan pada anus dan rectum pada orang yang melakukan anal seks. Daerah lain yang terkena selain alat kelamin dan daerah perineal, antara lain adalah mulut, terjadi pada kedua jenis kelamin, tergantung dari kebiasaan hubungan seksual yang dilakukan oleh orang tersebut. Infeksi oleh HSV 2 lebih sering menyebabkan meningitis aseptik dan radikulitis daripada meningoencephalitis. Infeksi neonatal dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala klinis yaitu: infeksi yang menyebar dan umumnya menyerang hati, encephalitis dan infeksi yang terbatas pada kulit, mata dan mulut. Bentuk pertama dan kedua sering menyebabkan kematian. Infeksi umumnya disebabkan oleh HSV 2 tetapi infeksi yang disebabkan oleh HSV1 juga sering terjadi. Risiko terjadinya infeksi pada anak-anak tergantung kepada 2 faktor utama pada ibu; yaitu usia kehamilan pad saat ibu hamil tersebut mengeluarkan HSV dan tergantung juga kepada apakah infeksi yang dialami infeksi sekunder atau infeksi primer. Hanya ekskresi yang mengandung HSV yang dikeluarkan saat persalinan yang berbahaya bagi bayi yang baru lahir dengan pengecualian walaupun jarang infeksi intrauterine dapat terjadi. Infeksi primer pada ibu dapat meningkatkan risiko infeksi pada bayi dari 3% menjadi 30% diperkirakan karena imunitas pada ibu dapat memberikan perlindungan.Diagnosa ditegakkan berdasarkan terjadinya perubahan sitologis yang khas (multinucleated giant cell dengan intranuclear inclusion pada kerokan jaringan atau biopsi), tetapi harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan FA secara langsung atau dengan isolasi virus dari lesi mulut atau lesi alat kelamin atau dari biopsi otak pada kasus-kasus encephalitis atau dengan ditemukannya DNA HSV pada lesi atau cairan LCS dengan PCR. Diagnosis pada infeksi primer dipastikan dengan adanya kenaikan 4 kali pada titer paired sera dengan berbagai macam tes serologis; adanya imunoglobulin spesifik IgM untuk herpes mengarah pada suspek tetapi antibodi konklusif terhadap infeksi primer. Teknik-teknik
yang dapat diandalkan untuk membedakan antibodi tipe 1 dan tipe 2 saat ini tersedia diberbagai laboratorium diagnostik; isolat virus dapat dibedakan dari yang lain dengan analisis DNA. Tes serologis yang spesifik belum tersedia secara luas. 2. Penyebab Infeksi Penyebab infeksi adalah Virus herpes simpleks termasuk dalam famili herpesviridae, subfamili alphaherpesvirinae. HSV tipe 1 dan tipe 2 dapat dibedakan secara imunologis (terutama kalau digunakan antibody spesifik atau antibody monoclonal). Dan HSV tipe 1 dan tipe 2 juga berbeda kalau dilihat dari pola pertumbuhan dari virus tersebut pada kultur sel, embryo telur dan pada binatang percobaan. 3. Distribusi Penyakit Tersebar di seluruh dunia. Hamapir 50%-90% orang dewasa memiliki antibodi terhadap HSV 1. Infeksi awal HSV 1 biasanya terjadi sebelum usia 5 tahun, namun saat ini banyak infeksi primer ditemukan terjadi pada orang dewasa. Infeksi HSV 2 biasanya dimulai karena aktivitas seksual dan jarang terjadi sebelum menginjak dewasa, kecuali kalau terjadi sexual abused pada anak-anak. Antibodi HSV 2 ditemukan sekitar 20%-30% pada orang Amerika dewasa. Prevalensi antibodi HSV 2 meningkat (lebih dari 60%) pada kelompok sosial ekonomi rendah dan pada orang-orang yang berganti-ganti pasangan. 4. Reservoir – Manusia berperan sebagai reservoir. 5. Cara-cara Penularan Kontak dengan virus HSV 1 pada saliva dari carrier mungkin cara yang paling penting dalam penyebaran penyakit ini. Infeksi dapat terjadi melalui perantaraan petugas pelayanan kesehatan (seperti dokter gigi) yaitu dari pasien HSV mengakibatkan lesi herpes bernanah (herpetic whitlow). Penularan HSV2 biasanya melalui hubungan seksual. Kedua tipe baik tipe 1 dan tipe 2 mungkin ditularkan keberbagai lokasi dalam tubuh melalui kontak oral-genital, oral-anal, atau anal-genital. Penularan kepada neonatas biasanya terjadi melalui jalan lahir yang terinfeksi, jarang terjadi didalam uterus atau postpartum. 6. Masa Inkubasi Masa inkubasi berlangsung dari 2 sampai dengan 12 hari. 7. Masa Penularan
HSV dapat diisolasi dalam 2 minggu dan kadang-kadang lebih dari 7 minggu setelah muncul stomatitis primer atau muncul lesi genital primer. Keduanya, yaitu baik infeksi primer maupun infeksi ulang mungkin terjadi tanpa gejala. Setelah itu, HSV mungkin 274 ditemukan secara intermittent pada mukosal selama bertahun-tahun dan bahkan mungkin seumur hidup, dengan atau tanpa gejala klinis. Pada lesi yang berulang, infektivitis lebih pendek dibandingkan infeksi primer dan biasanya virus tidak bisa ditemukan lagi setelah 5 hari. 8. Kerentanan dan Kekebalan Manusia pada umumnya rentan. 9. Cara-cara Pemberantasan A. Upaya Pencegahan 1). Berikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat dan tentang kebersihan perorangan yang bertujuan untuk mengurangi perpindahan bahan-bahan infeksius. 2). Mencegah kontaminasi kulit dengan penderita eksim melalui bahan-bahan infeksius. 3). Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan pada saat berhubungan langsung dengan lesi yang berpotensi untuk menular. 4). Disarankan untuk melakukan operasi Cesar sebelum ketuban pecah pada ibu dengan infeksi herpes genital primer yang terjadi pada kehamilan trimester akhir, karena risiko yang tinggi terjadinya infeksi neonatal (30-50%). Penggunaan elektrida pada kepala merupakan kontra indikasi. Risiko dari infeksi neonatal yang fatal setelah infeksi berulang lebih rendah (3-5%) dan operasi Cesar disarankan hanya jika terjadi lesi aktif pada saat persalinan. 5). Menggunakan kondom lateks saat melakukan hubungan seksual mengurangi risiko infeksi; belum ada anti virus yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi primer meskipun acyclovir mungkin dapat digunakan untuk pencegahan untuk menurunkan insidensi kekambuhan, dan untuk mencegah infeksi herpes pada pasien dengan defisiensi imunitas. B. Pengawasan penderita, Kontak dan Lingkungan sekitar 1) Laporan kepada Instansi kesehatan setempat; laporan resmi penderita dewasa biasanya tidak diwajibkan, tetapi beberapa negara bagian mengharuskan laporan untuk herpes genital, kelas 5; infeksi neonatal di beberapa negara bagian wajib dilaporkan, kelas 3 B
(lihat pelaporan tentang penyakit menular). 2) Isolasi: Lakukan isolasi kontak terhadap infeksi neonatal dan terhadao lesi yang menyebar atau lesi primer yang berat; untuk lesi yang berulang, perlu dilakukan kewaspadaan terhadap discharge dn sekret. Pasien dengan lesi herpetic dilarang berhubungan dengan bayi baru lahir, anak-anak dengan eksim atau anak dengan luka bakar atau pasien dengan immunosuppresed. 3) Disinfeksi serentak: tidak dilakukan. 4) Karantina: Tidak dilakukan. 5) Imunisasi kontak: Tidak ada. 6) Penyelidikan kontak dan sumber infeksi: Jarang dilakukan karena tidak praktis. 7) Pengobatan spesifik: Gejala akut dari herpetic keratitis dan stadium awal dendritic ulcers diobati dengan trifluridin atau adenine arabisonide (vidarabine, via-A® atau AraA®) dalam bentuk ophthalmic ointment atau solution. Corticosteroid jangan digunakan untuk herpes mata kecuali dilakukan oleh seorang ahli mata yang 275 sangat berpengalaman. Acyclovir IV sangat bermanfaat untuk mengobati herpes simpleks encephalitis tetapi mungkin tidak dapat mencegah terjadinya gejala sisa neurologis. Acyclovir (zovirax®) digunakan secara oral, intravena atau topical untuk mengurangi menyebarnya virus, mengurangi rasa sakit dan mempercepat waktu penyembuhan pada infeksi genital primer dan infeksi herpes berulang, rectal herpes dan herpeticwhitrow (lesi pada sudut mulut bernanah). Preparat oral paling nyaman digunakan dan mungkin sangat bermanfaat bagi pasien dengan infeksi ekstensif berulang. Namun, telah dilaporkan adanya mutasi strain virus herpes yang resosten terhadap acyclovir. Valacyclovir dan famciclovir baru-baru ini diberi lisensi untuk beredar sebagai pasangan acyclovir dengan efikasi yang sama. Pemberian profilaksis harian obat tersebut dapat menurunkan frekuensi infeksi HSV berulang pada orang dewasa. Infeksi neonatal seharusnya diobati dengan acyclovir intravena.