Hak Pribadi dan Kewajiban Negara dalam The Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (UNCAT)
Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia Dosen: Dyan Franciska Dumaris Sitanggang, S.H., M.H.
Dibuat oleh: Moch Iqbal Ramadani 2016200079 Diara Rizqika Putri 2016200089 Ahmad Mukhlish Fariduddin 2016200092 Josyellin Herawan 2016200104 Ayunda Fauzia 2016200084
Kelas: D
2019 Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan
Berikut adalah hak pribadi dan kewajiban negara yang diatur dalam UNCAT: Article 2 (1) “Each State Party shall take effective legislative, administrative, judicial or other measures to prevent acts of torture in any territory under its jurisdiction.” Kewajiban : Setiap Negara Pihak wajib mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, yudisial, atau melalui langkah lain, yang secara efektif mencegah terjadinya penyiksaan di wilayah tiap Negara Pihak tersebut. Penyiksaan yang dimaksud menurut Article 1 CAT adalah “any act by which severe pain or suffering, whether physical or mental, is intentionally inflicted on a person for such purposes as obtaining from him or a third person information or a confession, punishing him for an act he or a third person has committed or is suspected of having committed, or intimidating or coercing him or a third person, or for any reason based on discrimination of any kind, when such pain or suffering is inflicted by or at the instigation of or with the consent or acquiescence of a public official or other person acting in an official capacity”. Artinya, penyiksaan yang dimaksud hanya dibatasi pada perbuatan yang menimbulkan penderitaan fisik atau mental kepada seseorang, yang perbuatannya itu ditimbulkan, disetujui, atau didorong oleh pejabat publik atau orang lain yang bertindak dalam kapasitas resmi, yang tujuannya untuk : 1.
Memperoleh informasi atau pengakuan darinya atau pihak ketiga;
2.
Menghukum karena tindakan yang dilakukannya.
Langkah legislatif yang dimaksud dalam Article 2 (1) adalah langkah badan legislasi untuk membuat produk hukum untuk mencegah penyiksaan, misalnya dengan membuat undang-undang. Langkah administratif adalah tindakan eksekutif dalam menerapkan hukum yang ada untuk mencegah dan menindak penyiksaan, sedangkan langkah yudisial adalah langkah badan kehakiman menindak para pelaku penyiksaan.
Langkah-langkah di atas hanya perlu dilakukan dalam wilayah kedaulatan para Negara Pihak saja. Hak Dari kewajiban tersebut timbul hak bagi setiap orang untuk dilindungi secara hukum melalui langkah-langkah di atas, dari penyiksaan. Article 2 (2) “No exceptional circumstances whatsoever, whether a state of war or a threat of war, internal political instability or any other public emergency, may be invoked as a justification of torture.” Kewajiban : Negara Pihak dalam keadaan apapun, dilarang melakukan penyiksaan. Artinya, walaupun Negara Pihak sedang dalam genting, bahkan dalam keadaan perang sekalipun, tindakan penyiksaan tetap dilarang, dan tidak ada pembenaran baginya. Hak : Semua orang berhak untuk tidak dilakukan penyiksaan padanya, dalam keadaan apapun. Article 3 (1) “No State Party shall expel, return ("refouler") or extradite a person to another State where there are substantial grounds for believing that he would be in danger of being subjected to torture.” Kewajiban Para Negara Pihak dilarang mengeluarkan, mengembalikan, atau mengekstradisi seseorang ke negara lain, apabila timbul indikasi seseorang tersebut akan menjadi korban penyiksaan jika orang tersebut dikeluarkan, dikembalikan, atau diekstradisikan ke negara lain itu. Untuk menentukan apakah terdapat indikasi semacam itu, pihak yang berwenang dari Negara Pihak harus mempertimbangkan semua hal yang berkaitan. Misalnya, apabila terdapat pola tetap
dari negara tersebut sebagai pelanggar HAM yang berat, mencolok, atau massal, maka patut diduga adanya indikasi kuat akan terjadi penyiksaan. Hak Siapapun berhak untuk tidak dikeluarkan, dikembalikan, atau diekstradisikan ke negara lain apabila terdapat alasan cukup kuat apabila ia dikeluarkan, dikembalikan, atau diekstradisikan ke negara lain tersebut, maka ia akan dijadikan korban penyiksaan. Ia berhak untuk tidak membuktikan bahwa negara lain tersebut adalah negara yang mungkin akan menyiksanya. Negara Pihak yang bersangkutanlah yang harus mencari tahu kemungkinan tersebut. Article 4 (1) “Each State Party shall ensure that all acts of torture are offences under its criminal law. The same shall apply to an attempt to commit torture and to an act by any person which constitutes complicity or participation in torture.” Kewajiban : Setiap Negara Pihak harus menjamin bahwa tindakan penyiksaan adalah pelanggaran menurut ketentuan Hukum Pidana-nya. Hal yang sama berlaku bagi percobaan untuk melakukan penyiksaan. Kata “....attempt to commit torture...” menunjukan bahwa penyiksaan adalah delik materiil, karena cukup berupa percobaan penyiksaan dan tidak perlu dulu menimbulkan akibat, harusnya sudah bisa dipidana oleh hukum yang berlaku di Negara Pihak. Hak : Setiap orang berhak atas kepastian hukum, bahwa ia dilindungi di setiap wilayah kedaulatan Negara Pihak oleh Hukum Pidana-nya dari perbuatan penyiksaan. Article 5 (1)
“Each State Party shall take such measures as may be necessary to establish its jurisdiction over the offences referred to in article 4 in the following cases: (a) When the offences are committed in any territory under its jurisdiction or on board a ship or aircraft registered in that State; (b) When the alleged offender is a national of that State; (c) When the victim is a national of that State if that State considers it appropriate” Kewajiban : Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah seperlunya untuk menetapkan kewenangan hukumnya atas pelanggaran yang disebut pada Article 4 dalam hal: 1. Apabila pelanggaran dilakukan di dalam suatu wilayah hukumnya atau di atas kapal laut atau pesawat terbang yang terdaftar di negara itu; 2. Apabila yang dituduh melanggar adalah warga dari negara tersebut; 3. Apabila korban dianggap sebagai warga dari negara tersebut, dan negara itu memandangnya tepat. Article 5 (2) “Each State Party shall likewise take such measures as may be necessary to establish its jurisdiction over such offences in cases where the alleged offender is present in any territory under its jurisdiction and it does not extradite him pursuant to article 8 to any of the States mentioned in paragraph I of this article.” Kewajiban : Setiap Negara Pihak harus mengambil tindakan seperlunya untuk menetapkan hukumnya atas penyiksaan. Article 6 (1) “Upon being satisfied, after an examination of information available to it, that the circumstances so warrant, any State Party in whose territory a person alleged to have committed any offence
referred to in article 4 is present shall take him into custody or take other legal measures to ensure his presence. The custody and other legal measures shall be as provided in the law of that State but may be continued only for such time as is necessary to enable any criminal or extradition proceedings to be instituted.” Kewajiban: Setelah yakin, melalui pemeriksaan atas informasi yang tersedia bahwa keadaan menghendakinya, setiap negara anggota dimana di wilayahnya terdapat seseorang yang diduga telah melakukan pelanggaran seperti yang dimaksud pada Pasal 4 harus dilakukan penahanan atau langkah hukum lainnya untuk memastikan kehadirannya. Penahanan dan langkah hukum lainnya harus sebagaimana diatur dalam hukum Negara tersebut tetapi hanya boleh dilanjutkan hanya untuk waktu yang diperlukan untuk menetapkan proses pidana atau proses ekstradisi dilaksanakan. Jadi kewajiban negara yang dimaksud adalah adalah apabila terdapat seseorang yang telah melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Pasal 4, maka Negara Pihak harus menahan orang tersebut untuk menjamin kehadirannya. Article 6 (2) “Such State shall immediately make a preliminary inquiry into the facts.” Kewajiban: Negara yang bersangkutan harus segera melakukan pemeriksaan awal terhadap fakta-fakta yang ada. Dalam hal ini, apabila diduga telah terjadi pelanggaran seperti yang disebutkan dalam Pasal 4, maka Negara harus segera melakukan penyelidikan terkait dugaan pelanggaran tersebut. Article 6 (3) “Any person in custody pursuant to paragraph I of this article shall be assisted in communicating immediately with the nearest appropriate representative of the State of which he is a national, or, if he is a stateless person, with the representative of the State where he usually resides.”
Kewajiban: Negara wajib memberikan bantuan kepada setiap orang yang sedang ditahan. Memberikan bantuan yang dimaksud adalah dengan menghubungi perwakilan yang tepat dari Negara asal warga negara tersebut atau jika orang tersebut tidak memiliki kewarganegaraan, maka perwakilan yang dihubungi adalah perwakilan dari Negara tempat biasa dia tinggal. Hak: Hak dari setiap orang yang sedang dalam penahanan adalah dibantu dalam hal komunikasi dengan perwakilan yang tepat dari negaranya ataupun dari negara tempat dia biasa tinggal. Article 6 (4) “When a State, pursuant to this article, has taken a person into custody, it shall immediately notify the States referred to in article 5, paragraph 1, of the fact that such person is in custody and of the circumstances which warrant his detention. The State which makes the preliminary inquiry contemplated in paragraph 2 of this article shall promptly report its findings to the said States and shall indicate whether it intends to exercise jurisdiction.” Kewajiban: Negara yang melakukan penahanan, wajib segera memberitahu negara yang dimaksud pada pasal 6 ayat 1, bahwa orang tersebut sedang ditahan dan tentang keadaan yang mengakibatkan penahanannya. Negara yang melakukan penyelidikan awal juga harus melaporkan penemuannya ke negara yang disebutkan dan menentukan apakah akan melakukan kewenangan hukum. Article 7 (1) “The State Party in the territory under whose jurisdiction a person alleged to have committed any offence referred to in article 4 is found shall in the cases contemplated in article 5, if it does not extradite him, submit the case to its competent authorities for the purpose of prosecution.”
Kewajiban: Apabila terjadi pelanggaran dalam jurisdiksi Negara Pihak seperti yang dimaksud pada pasal 4 dan kasus pada pasal 5, jika pelanggar tidak diekstradisi, maka Negara wajib menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berkompeten untuk tujuan penuntutan. Article 7 (3) “Any person regarding whom proceedings are brought in connection with any of the offences referred to in article 4 shall be guaranteed fair treatment at all stages of the proceedings.” Hak: Pihak yang sedang dalam proses persidangan terkait dengan pelanggaran pada pasal 4 harus mendapatkan perlakuan yang adil pada semua tahap persidangan. Article 8 (1) “The offences referred to in article 4 shall be deemed to be included as extraditable offences in any extradition treaty existing between States Parties. States Parties undertake to include such offences as extraditable offences in every extradition treaty to be concluded between them.” Kewajiban: Pelanggaran yang dimaksud pada pasal 4 dapat dianggap termasuk sebagai pelanggaran yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi antara negara anggota. Negara anggota berjanji untuk memasukkan pelanggaran tersebut sebagai pelanggaran yang dapat diekstradisi dalam setiap perjanjian ekstradisi yang harus diselesaikan antara mereka. Jadi, Negara wajib menghormati perjanjian ekstradisi antar anggota dan harus diselesaikan antara pihak yang memiliki perjanjian ekstradisi. Article 9 (1) “States Parties shall afford one another the greatest measure of assistance in connection with criminal proceedings brought in respect of any of the offences referred to in article 4, including the supply of all evidence at their disposal necessary for the proceedings.”
Kewajiban: Negara anggota wajib membantu satu sama lain dalam hubungannya dengan proses pidana sehubungan dengan pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4, termasuk menyediakan semua bukti yang dimiliki dan diperlukan dalam proses pidana. Article 9 (2) “States Parties shall carry out their obligations under paragraph I of this article in conformity with any treaties on mutual judicial assistance that may exist between them.” Kewajiban: Negara Anggota wajib menjalani kewajiban berdasarkan Pasal 9 ayat (1) sesuai dengan semua perjanjian yang ada antara Negara Pihak. Jadi, Negara Pihak wajib menghormati perjanjian antara para Negara Pihak. Article 10 “1. Each State Party shall ensure that education and information regarding the prohibition against torture are fully included in the training of law enforcement personnel, civil or military, medical personnel, public officials and other persons who may be involved in the custody, interrogation or treatment of any individual subjected to any form of arrest, detention or imprisonment. 2. Each State Party shall include this prohibition in the rules or instructions issued in regard to the duties and functions of any such person.” Kewajiban: Negara menjamin bahwa pendidikan dan informasi mengenai larangan terhadap penyiksaan sepenuhnya dicantumkan dalam pelatihan bagi para petugas penegak hukum, sipil atau militer, petugas kesehatan, pegawai pemerintah, dan orang-orang lain yang mungkin terlibat dalam penahanan, interogasi atau perlakuan terhadap setiap orang yang ditangkap, ditahan atau dipenjara. Selain itu, Negara juga memiliki kewajiban untuk mencantumkan larangan penyiksaan dalam peraturan atau instruksi yang dikeluarkan sehubungan dengan tugas dan fungsi orang-orang tersebut di atas.
Hak: Para petugas penegak hukum, sipil atau militer, petugas kesehatan, pegawai pemerintah, dan orang-orang lain yang mungkin terlibat dalam penahanan, interogasi atau perlakuan terhadap setiap orang yang ditangkap, ditahan atau dipenjara berhak memperoleh pendidikan dan informasi mengenai larangan terhadap penyiksaan.
Article 11 “Each State Party shall keep under systematic review interrogation rules, instructions, methods and practices as well as arrangements for the custody and treatment of persons subjected to any form of arrest, detention or imprisonment in any territory under its jurisdiction, with a view to preventing any cases of torture.” Kewajiban: Negara harus senantiasa mengawasi secara sistematik peraturan-peraturan tentang interogasi, instruksi, metode, kebiasaan-kebiasaan dan peraturan untuk penahanan serta perlakuan terhadap orang-orang yang ditangkap, ditahan, atau dipenjara dalam setiap wilayah kewenangan hukumnya, dengan maksud untuk mencegah terjadinya kasus penyiksaan. Hak: Dengan adanya pengawasan dari negara, setiap orang yang bermasalah hukum berhak untuk tidak menjadi objek penyiksaan, sesuai dengan aturan yang sudah ada, saat ditangkap, ditahan, atau dipenjara.
Article 12 “Each State Party shall ensure that its competent authorities proceed to a prompt and impartial investigation, wherever there is reasonable ground to believe that an act of torture has been committed in any territory under its jurisdiction.” Kewajiban: memastikan instansi-instansi yang berwenang menyelenggarakan penyelidikan yang cepat dan tidak memihak setiap ada alasan yang cukup kuat untuk mempercayai bahwa suatu tindak penyiksaan telah dilakukan di dalam wilayah kewenangan hukumnya. Hak: tersangka berhak melalui penyelidikan yang cepat dan tidak memihak ketika dirinya diduga melakukan suatu tindak penyiksaan.
Article 13 “Each State Party shall ensure that any individual who alleges he has been subjected to torture in any territory under its jurisdiction has the right to complain to, and to have his case promptly and impartially examined by, its competent authorities. Steps shall be taken to ensure that the complainant and witnesses are protected against all ill-treatment or intimidation as a consequence of his complaint or any evidence given.”
Kewajiban: Dalam Pasal 13 ini disebutkan bahwa setiap Negara Pihak harus menjamin untuk setiap orang yang menyatakan kalau dirinya telah disiksa dalam wilayah kewenangan hukum negara tersebut, memiliki hak untuk mengadu, dan agar kasusnya diperiksa dengan segera dan tidak memihak oleh pihak-pihak yang berwenang. Langkah-langkah harus diambil oleh negara untuk menjamin bahwa orang yang mengadu dan saksi-saksi dilindungi dari segala perlakuan buruk atau intimidasi sebagai akibat dari pengaduan atau kesaksian mereka. Ini berarti di dalam Pasal 13 dinyatakan secara jelas bahwa Kewajiban negara adalah: a. Menjamin hak individu yang mengalami penyiksaan di dalam wilayah kewenangan negara, untuk dapat mengajukan aduan pada negara. Lalu negara dituntut segera memeriksa kasus tersebut tanpa ada keberpihakan dengan pihak berwenang lainnya. b. Negara harus menjamin baik individu yang mengadu maupun saksi-saksi, dilindungi dari ancaman-ancaman akibat pengaduan dan kesaksian terkait.
Hak: Pasal ini menyebutkan secara eksplisit bahwa terdapat hak individu yang patutnya dilindungi oleh Negara yakni, hak untuk mengajukan aduan atau mengadu, hak agar kasus diperiksa dengan segera tanpa keberpihakan, hak keamanan dan perlindungan bagi orang yang mengajukan aduan, dan hak keamanan dan perlindungan bagi saksi-saksi.
Article 14 “(1) Each State Party shall ensure in its legal system that the victim of an act of torture obtains
redress and has an enforceable right to fair and adequate compensation, including the means for as full rehabilitation as possible. In the event of the death of the victim as a result of an act of torture, his dependants shall be entitled to compensation. (2) Nothing in this article shall affect any right of the victim or other persons to compensation which may exist under national law.”
Kewajiban: Dalam Pasal ini, dikemukakan bahwa setiap Negara Pihak harus menjamin agar dalam sistem hukumnya, korban dari suatu tindak penyiksaan dapat memperoleh ganti-rugi dan mempunyai hak untuk mendapatkan kompensasi yang adil dan layak. Termasuk juga sarana untuk rehabilitasi sepenuh mungkin. Apabila korban meninggal dunia sebagai akibat tindak penyiksaan, ahli warisnya berhak mendapatkan ganti-rugi yang layak. Ini menimbulkan kewajiban negara yang dituntut untuk memberikan kepastian hukum dalam Hukum Nasionalnya tentang ganti rugi yang layak bagi korban penyiksaan maupun keluarga atau ahli warisnya. Ganti rugi yang dimaksud disebutkan harus adil dan layak. Selanjutnya dalam ayat (2) dipertegas bahwa dalam Pasal ini tidak ada hal apapun yang mengurangi hak korban atau orang lain atas ganti kerugian yang mungkin telah diatur dalam hukum nasional. Ayat (2) ini dapat dipahami bahwa dalam Pasal 14 ini, tidak ada klausula apapun yang bertujuan untuk mengintervensi atau mempengaruhi hak korban atas jumlah ganti kerugian yang telah ditetapkan Hukum Nasional masing-masing negara. Ini artinya, UNCAT memberikan kewenangan pada Negara Pihak untuk menetapkan ganti rugi pada korban penyiksaan harus memiliki hak yang dapat ditegakkan untuk mendapatkan kompensasi secara adil dan layak, juga dijamin dalam Hukum Nasional masing-masing negara.
Hak: Dengan menelaah kembali pasal ini, hak individu yang disinggung adalah korban memiliki hak yang harus ditegakkan untuk mendapatkan kompensasi secara adil dan layak, juga dijamin dalam Hukum Nasional masing-masing negara. Ini berarti setiap individu yang merupakan korban dari penyiksaan atau ahli warisnya berhak atas ganti rugi yang adil, dijamin
dalam hukum nasional dan layak dari negara.
Article 15 “Each State Party shall ensure that any statement which is established to have been made as a result of torture shall not be invoked as evidence in any proceedings, except against a person accused of torture as evidence that the statement was made.”
Kewajiban: Substansi dari pasal ini adalah bahwa Negara Pihak harus melarang penggunaan bukti yang dihasilkan oleh penyiksaan di pengadilan. Setiap Negara Pihak harus menjamin bahwa setiap pernyataan yang telah ditetapkan sebagai tindak lanjut dari tindak penyiksaan tidak diperbolehkan digunakan sebagai bukti, kecuali terhadap orang yang dituduh melakukan tindak penyiksaan, sebagai bukti bahwa pernyataan itu telah dibuat. Maksudnya adalah pernyataan yang didapat karena penyiksaan tidak dapat dijadikan bukti dalam persidangan. Sedangkan dalam hal menunjuk orang yang tertuduh melakukan penyiksaan, maka pernyataan tersebut dapat dijadikan bukti. Kalimat terakhir dalam pasal ini menurut pemahaman penulis berupa kalimat penjelas yang bertujuan untuk memberikan korban penyiksaan jaminan untuk dapat mengadukan penyiksaan tersebut.
Hak: Hak individu dalam pasal ini bersifat implisit dan secara tidak langsung ada tercantum di dalamnya. Hak yang dimaksud merupakan hak yang sama seperti pada Pasal 13. Yakni hak untuk dapat mengadukan penyiksaan tersebut dan dilindungi oleh negara. Namun apabila ditelaah lebih dalam lagi, terlihat bahwa ada hak lain yang tercantum, salah satunya adalah hak kebebasan untuk berbicara, dan hak untuk sama dihadapan hukum. Hak kebebasan berbicara berjalan lurus dengan hak pada Pasal 13, sedangkan kesamaan dihadapan hukum terlihat dari klausula bahwa pernyataan yang didapatkan karena penyiksaan (yang diasumsikan dilakukan oleh pihak berwenang) tidak dapat dijadikan bukti, namun pernyataan tersebut dapat dijadikan
bukti untuk mengadukan tuduhan penyiksaan tersebut.
Article 16 “(1) Each State Party shall undertake to prevent in any territory under its jurisdiction other acts of cruel, inhuman or degrading treatment or punishment which do not amount to torture as defined in article I, when such acts are committed by or at the instigation of or with the consent or acquiescence of a public official or other person acting in an official capacity. In particular, the obligations contained in articles 10, 11, 12 and 13 shall apply with the substitution for references to torture of references to other forms of cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. (2) The provisions of this Convention are without prejudice to the provisions of any other international instrument or national law which prohibits cruel, inhuman or degrading treatment or punishment or which relates to extradition or expulsion.”
Kewajiban: Dalam pasal tersebut, terdapat kewajiban Negara sebagai suatu entitas yang berdaulat untuk menjaga wilayah hukumnya dari tindakan-tindakan penyiksaan, namun tindakan penyiksaan yang dimaksud adalah bukan tindakan penyiksaan sebagaimana hukum yang berlaku dalam negara nya, akan tetapi yang dimaksud adalah tindakan penyiksaan yang secara ilegal diam-diam dilakukan oleh pejabat/pemerintah terhadap seseorang/pihak ketiga.
Hak: Pasal tersebut melindungi hak seseorang untuk tidak mendapatkan eksekusi hukuman yang mengandung penyiksaan secara sewenang-wenang dari pihak-pihak tertentu, yang mana tindakan tersebut bukan secara sah merupakan hukum di negara tersebut.