GENERASI ASAP Rokok telah menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. Bahkan ahli kesehatan masyarakat menyebutkan masalah ini sebagai epidemi yang melanda banyak negara termasuk Indonesia. Sudah banyak kajian, seminar, iklan, tulisan dan ajakan untuk berhenti merokok. Bahkan undang-undang yang mengatur tempat merokok sudah dibuat, walau pelaksanaannya masih setengah-setengah. Para perokok sudah hafal dengan berbagai informasi dan upaya tenaga kesehatan “menakut-nakuti”. Bahkan mereka hafal tulisan kecil mungil yang tercantum ditiap bungkus rokok yaitu, “rokok dapat menyebabkan gangguan kesehatan dan janin….dan seterusnya….” Mengapa kampanye ini tetap perlu digaungkan? Mengapa begitu banyak pihak yang ingin kebebasan merokok pun dibatasi dengan undang-undang? Bukan bermaksud membatasi hak seseorang untuk merusak dirinya sendiri dengan rokok, sama sekali bukan. Sebatang rokok tidak hanya dinikmati oleh penghisapnya, efek buruknya “dicicipi” masyarakat luas hingga beberapa puluh tahun kedepan. Fakta Ada 3 sisi yang perlu diamati supaya kita bisa melihat dengan perpektif yang berbeda. Pertama, mengenai jumlah perokok remaja yang semakin meningkat. Data Global Youth Tobacco Survey Indonesia mencatat prevalensi perokok aktif kalangan remaja usia13-15 tahun adalan 12,6 persen sementara perokok pasifnya 64,2 persen. Yang kedua adalah prevalensi gizi kurang 10 tahun yang lalu saat krisis multidimensi melanda Indonesia adalah 26,4 persen. Kurang lebih ada 5 juta balita tidak mendapat asupan makanan bergizi yang cukup ditahun 1998/1999. Kekurangan gizi ini termasuk zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak) juga zat gizi mikro (vitamin, iodium, seng, zat besi, dll). Sisi ketiga adalah angka putus sekolah dasar di tahun 2004 mencapai 2,6 persen atau 767.000 orang. Siswa yang harus mengulang SD sebanyak 990.000 orang (3,8%) dari seluruh anak kelas 6 di Indonesia. Bukan hanya sekedar rokok Epidemi rokok menjadi penting karena 84% perokok adalah penduduk miskin dengan pendapatan kurang dari 1 USD perhari. Perokok ini memiliki keluarga dan keturunan. Kebiasaan merokoknya akan menghabiskan sepertiga penghasilannya perhari untuk membeli Dari astari’s ideas.blogspot.com ditulis tahun 2008
Page 1
rokok. Sehingga jumlah yang dibelanjakan untuk membeli makanan bergizi bagi anak-anaknya sangat berkurang. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan akses kesehatan, tidak akan cukup. Pada saat terjadi krisis moneter tahun 1998/1999, sudahlah penghasilannya berkurang bahkan hilang akibat PHK, masih dipakai juga untuk membeli rokok. Bukti ini terlihat dari tingginya angka balita kekurangan gizi pada tahun itu. Kekurangan gizi saat balita bukannya tanpa konsekuensi. Masa balita adalah periode emas perkembangan otaknya. Bila terjadi kekurangan zat-zat nutrisi penting, risiko terganggunya kecerdasan dan ketangkasan anak meningkat. Ditambah lagi paparan asap rokok dari orangtuanya, yang jelas mengganggu kesehatan paruparu anak. Balita yang mengalami kondisi memprihatinkan diatas tidak hanya puluhan, tetapi jumlahnya jutaan. Sehingga tidak aneh angka drop out dan mengulang SD kita masih tinggi. Selain karena kesulitan biaya, ada pula faktor kurangnya kemampuan kecerdasan mengikuti pelajaran. Akibat mencontoh orangtuanya yang perokok, ditambah pengaruh pergaulan maka jumlah perokok remaja kita meningkat. Ingat, bahwa kelompok ini adalah generasi yang pernah mengalami kekurangan gizi dimasa balitanya. Efek rokok pada remaja tidak hanya mengganggu kesehatan paru-paru, namun juga kecerdasan. Selain itu asap rokok yang mengandung 40 ribu jenis racun menggerogoti tubuh-tubuh lemah itu. Diantara racun tersebut ada yang bersifat karsinogenik, dapat merangsang terbentuknya kanker. Zat yang dapat mengganggu kesuburan, mengganggu kualitas sperma pada laki-laki. Ada yang sifatnya sebagai oksidan yang memicu aneka proses mutasi dan kematian sel dalam tubuh. Ada puluhan hingga ratusan kemungkinan penyakit yang dapat dihasilkan oleh oksidan ini. Seperti pengerasan pembuluh darah, penyempitan pembuluh darah jantung, kelainan pada janin, berat bayi lahir rendah, dan lain-lain. Belum lagi sifat adiksinya yang membuat pencandunya sulit sekali untuk berhenti merokok. Prediksi 10 tahun kedepan: Generasi Asap Generasi penerus macam apa yang dapat kita harapkan sepuluh tahun kedepan? Yang kurang cerdas, tidak tangkas, penyakitan tetapi penuh asap rokok. Kita sebut saja Generasi Asap. 10 tahun lagi saat mereka masuk ke dunia kerja dapat diprediksi generasi seperti apakah generasi asap itu. Generasi yang lemah daya pikirnya akibat pernah kekurangan protein saat balita ditambah paparan asap rokok saat anak-remaja, akan mudah dikebas oleh bangsa lain yang lebih Dari astari’s ideas.blogspot.com ditulis tahun 2008
Page 2
berkualitas. Generasi dengan riwayat tidak mendapat asupan zat gizi mikro cukup saat balita menjadi kurang lincah dalam melihat peluang, kesempatan dan tidak tangkas menangani hambatan. Generasi yang produktivitasnya rendah daya tahan tubuh melemah akibat rokok sehingga menjadi penyakitan: paru-parunya meradang, pembuluh darah tersumbat, dll. Generasi pemboros yang menghabiskan sumber dana untuk obsesi adiksinya terhadap rokok dan berkembang ke zat adiktif lainnya. Bukannya tidak mungkin nanti sektor-sektor penting (ekonomi, politik, kesehatan,dll) didominasi oleh bangsa asing, karena bangsa sendiri tidak mampu. Tubuh lemah penuh asap pun tidak akan mampu menghalau pengganggu stabilitas pertahan keamanan bangsa kita yang luas ini. Akibatnya kita akan mudah terpecah, menguar kesegala arah. Daya pikir dangkal berkabut asap juga tidak akan mampu mengatur bangsa atapun memajukannya. Inikah potret Indonesia yang kita harapkan ditahun-tahun mendatang? Bukan hanya sekedar rokok. Pandangan diawal ini untuk memprediksi generasi penerus yang terancam diujung bara setiap batang rokok yang dihisap.
Dari astari’s ideas.blogspot.com ditulis tahun 2008
Page 3