Fiqih

  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Fiqih as PDF for free.

More details

  • Words: 2,512
  • Pages: 12
BAB I PEMBAHASAN 1.1. Shalat jum’at, shalat dua hari raya dan shalat jenazah

Dalam shalat jum’at terkadang beliau membaca surah jum’ah (Qs. 62,11 ayat) pada rakaat pertama, mmbaca surah Al-Mu’munaafiquun (Qs. 63, 11 ayat) pada raka’at kedua dan terkadang mengganti dengan surah AlGhaasyiyah (Qs. 88, 26 ayat). Nanbi terkadang membaca surah Al-A’laa (Qs. 87, 19 ayat) pada rakaat pertama dan surah Al-Ghaasyiyah pada rakaat kedua.. Dalam shalat dua hari raya Nabi SAW terkadang membaca surah Al’laa pada raka’at pertama dan surah Al-Ghaasyiyah pada rakaat kedua. Beliau terkadang membaca surah Qaaf (Qs. 50, 45 ayat) pada rakaat pertama dan surah Iqtarbatis sa’ah (Qs. 54, 55 ayat) pada raka’at kedua. Menurut sunnah, dalam shalat jenazah dibaca surah Al-Fatihah dan satu surah yang dibaca tanpa bersuara setelah takbir pertama.

1.2. Membaca dengan tartil dan suara bagus Tartil menurut beberapa tafsir adalah: •

Perlahan-lahan(Tidak tergesa-gesa)



Sesuai dengan kaidah-kaidah tajwid



Jelas(tidak samar)



Teliti dan hati-hati



Lurus atau selamat Kewajiban membaca al-Qur’an dengan tartil,sebenarnya bukan hanya

dalam shalat saja.Membaca dengan tartil adalah hokum membaca al-Qur’an yang sebenarnya.Seperti dalam firman Allah dalam Surat aL-Muzammil ayat 4 yang artinya:”Dan Bacalah Al-Qur’an itu dengan Tartil” Membaca Al-Qur’an dengan tartil sangat diwajibkan,karena apabila kita membaca Al-Qur’an dengan salah,bukannya kita mendapat paha dari yang

kit abaca,kita malah akan mendapat laknat dari-Nya.Seperti dalam hadits yang artinya:”Banyak Orang Yang Membaca Al-Qur’an dan Al-Qur’an Tersebut Melaknatnya. Ayat-ayat Al-Qur’an Sering kali dibacakan dalam ibadah shalat kita,baik yang ayatnya panjang atau pendek,membaca Al-Qur’an dengan tartil bukan hanya sekedar kewajiban saja,tapi banyak sekali manfaat yang kita dapat khususnya dalam mendukung ibadah shalat kita.Contohnya saja,shalat kita akan menjadi lebih tenang karena kita menghayati firman-firman Allah yang kita baca,ibadah shalat kita akan lebih khusu,selain itu kita akan merasa lebih dekat dengan Allah. Khususnya untuk imam,membaca dengan tartil adalah suatu hal yang tidak boleh ditinggalkan selain itu,sebaiknya imam itu dapat melagukan ayat-ayat Al-Qur’an yang dibacanya.Dengan melagukannnya,para makmum akan lebih enak mendengarnya dan suasana akan terbawa tenang sehingga kekhusuan beribadah akan mudah didapatkan.Bahkan Rasullullah sendiri sangat menganjurkan untuk melagukan bacaan Al-Qur’an,Seperti dalam sabda-Nya yang artinya”Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak sula melagukan bacaan Al-Qur’an.” Dalam buku Sifat Shalat Nabi ini telah dibahas dengan jelas tentang anjuran membaca Al-Qu’an dengan tartil dan suara yang bagus.Selain itu juga banyak juga Hadits –hadits yang mendukung hal ini.Oleh karena itu,sebaiknya setelah kita mengetahui hal ini alangkah baiknya jika kita mulai memperbaiki bacaan kita.namun kita tidak boleh ragu untuk melakukan ibadah shalat jika kita merasa bacaan kita masih belum bagus,karena shalat adalah ibadah yang pardu dan tidak boleh ditinggalkan. Nabi membaca Al-Quran dengan tartil, tidak lambat tetpi jug tidak cepat. Sebagaimana diperintahkan oleh Allah, dan beliau membaca satu per satu kalimat, sehingga satu surah dibaca lebih lama daripada kalau dibaca biasa (tanpa dilagukan). Beliau pernah bersabda bahwa orang yang membaca Al-Qur’an tidak akan diseru: “Bacalah, telitilah, dan tartilkanlah sebagaimana kamu dahulu di

dunia mentartilkannya, Karen kedudukanmu berada di akhir ayat yang engkau baca. ” Beliau memanjangkan bacaannya (bila bertemu dengan tanda baca panjang), misalnya membaca bismillahi dengan lam panjang dan arrahmaan dengan mim panjang, arrahiim dengan ha panjang. Sebaliknya memendekkan bcaannya bila tidak ada tanda baca panjang, dll. Terkadang beliau berhenti pada akhir ayat yang diterangkan di atas. Terkadang beliau membaca dengan suara tarji (berdekatannya jatuhnya harkat dalam membaca) seperti yang beliau lakukan ketika hari penaklukan Makkah yaitu beliau membaca surah Al-Fath diatas untanya dengan suara lirih Beliau menyuruh membaca Al-Qur’an dengan suara bagus sesuai sabdanya “Perindahlah Al-Qur’an dengan suara kamu (karena suara yang bagus menambah keindahan Al-Qur’an)” Nabi bersabda kepada Abu Musa Al-Asy’ari “Sekiranya engkau melihatku ketika aku mendengarkan engkau membca AlQur’an semalam; sebenarnya engkau telah dikaruniai seruling (suara bagus) dari salah satu seruling keluarga dawud.” (Abu Musa menjawab: “kalau aku tau Tuhan ada di tempatku semalam, niscaya suara saya akan saya perbagus”)

1.3. Membetulkan bacaan imam Nabi memerintahkan membetulkan bacaan imam bila imam keliru dalam membaca. “Nabi SAW pernah melakukn shalat, lalu beliau mengalami kekeliruan dlam membaca ayat Al-Qua’an. Tatkala selesai beliau bersabda kepada Ubay: “Apakah tadi kau shalat bersamaku?” Jawabnya: “Ya.” Sabdanya: (“Mengapa engkau tidak mau membetulkan kekeliruanku?”) ”

Seorang imam yang melakukan kesalahan, salah bacaannya atau salah gerakannya wajibditegur oleh makmum. Inilah nilai kepengikutan. Kalau yang menegur itu laki-laki ucapan teguran itu adalah kalimah subhanalLah, untuk gerakan

yang

salah,

dan

membacakan

bacaan

yang

benar

untuk

membenarkan bacaan imam. Dan kalau yang menegur itu perempuan cukup dengan isyarat menepuk punggung tangan. Dan imam harus tunduk pada teguran, memperbaiki bacaannya atau memperbaiki gerakannya. Adapun nilai yang dapat disimak tentang kepemimpinan dan kepengikutan adalah seorang pengikut wajib menegur pemimpinnya. Namun cara menegur adalah harus sopan, tidak boleh brutal. Teguran dengan kalimah subhanalLah bermakna bahwa Allah Maha Suci, hanya Allah yang luput dari kesalahan. Adapun manusia itu tidak akan sunyi dari kesalahan. Pemimpin harus dengan ikhlas dan berlapang dada menerima teguran, karena teguran itu adalah untuk memperbaiki, bukan untuk menjatuhkan.

1.4. Membaca ta’awwudz dan meludah ketika shalat untuk menghilangkan keraguan Utsman bin Abu ‘Ash berkata kepada Nabi SAW: “Wahai Rasulullah, setan telah menggangguku ketika membaca bacaan dalam shalat, sehingga bacaanku menjadi kacau.” Rasulullah SAW bersabda: “Itulah setan yang bernama Khinzib. Jika kamu mersakan gangguannya, bacalah ta’awwudz dan meludahlah ke sebelah kirimu tiga kali.”Dia berkata: ”Saya lakukan hal itu, kemudin Allah menghilangkan keraguan dari diriku.”

1.5. Ruku’

1.4.1. Tata cara ruku’

Rasulullah SAW meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua lututnya . Beliau SAW memerintahkan sahabatnya melakukan yang demikian. Juga memerintahkan orang yang tidak benar sholatnya. Kedua telapak tangan Beliau SAW tampak menekan kedua lututnya (seakan-akan mencengkram keduanya). Beliau SAW merenggangkan jarijarinya. Lalu memerintahkannya kepada orang yang tidak benar sholatnya dalam sabdanya ”Jika engkau ruku letakkanlah kedua tangnmu di atas lututumu. Kemudian renggangkanlah jari-jarimu sampai tulang belakangmu menjadi mapan ditempatnya.” (HR Ibnu Khuzaimah & Ibnu Hibban). Beliau SAW merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya. Ketika ruku Beliau SAW membentangkan dan meluruskan punggungnya sampaisampai jika dituangkan air dari diatasnya tidak akan tumpah, Lalu, Beliau SAW bersabda kepada orang yang tidak benar sholatnya ”Jika engkau ruku, letakkanlah tangamu pada kedua lututmu. Lalu, bentanglah punggungmu dan tekanlah tanganmu dalam rukumu.” (HR Ahmad & Abu Daud). Rasulullah SAW tidak membungkuk terlalu kebawah dan tidak pula mendongakkan terlalu keatas. 1.4.2. Wajib tenang dalam ruku’ Beliau SAW dengan thumaninah (tenang) dan memerintahkan demikian kepada orang yang tidak benar sholatnya sebagaimana yang dijelaskan diatas. Sabda Beliau SAW ”Sempurnakanlah ruku dan sujudmu. Demi jiwaku yang berada dalam genggamanNya, sesungguhnya aku benar-benar melihat kamu dari balik punggungku saat kamu ruku dan sujud.” (HR Bukhari & Muslim). Dalam riwayat Ath-Thayalisi dan Ahmad, Abu Hurairah berkata ”Kekasihku Rasulullah SAW melarangku bersujud dengan cepat seperti halnya ayam yang mematuk makanan, menoleh-nolah seperti musang dan duduk sepeti kera.” Rasulullah SAW juga bersabda ”Pencuri yang paling jahat adalah pencurian yang mencuri dalam sholatnya.” Para sahabat bertanya ”Wahai

Rasulullah bagaimana yang dimaksud dengan mencuri dalam sholat itu?” Rasulullah menjawab ”Yaitu orang yang tidak sempurna ruku dan sujudnya dalam sholat.” (HR Thabrani dan Hakim). Ketika sedang sholat, Beliau SAW melirik orang yang sujud dan ruku dengan punggung tidak lurus. Usai sholat Beliau SAW bersabda ”Wahai kaum muslimin, sesungguhnya tidak sah sholat seseorang yang tidak meluruskan punggungnya dalam ruku dan sujud.” (HR Ibnu Majah & Ahmad).

1.4.3. Bacaan-bacaan ruku’ Dalam ruku Rasulullah SAW membaca bacaan yang beragam. Terkadang membaca sebuah bacaan dan di lain kesempatan membaca bacaan lain. Diantara bacaan Beliau SAW adalah a. ”Sub hana rabbiyal’adhim” (3x) (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung”)

(Dibaca 3 kali) (HR. Ahmad, Abu Daud & Ibnu Majah). Terkadang membacanya lebih dari 3 kali (yang menunjukkan lamanya sholat Beliau SAW). Bahkan pada suatu kali dalam sholat lail Beliau SAW membacanya dengan mengulang-ulang sehingga lama ruku’nya sama dengan lama berdirinya. Padahal Beliau membaca 3 surah panjang (al-Baqarah, an-Nisaa dan Ali Imran) diselingi dengan doa-doa dan istighfar. b. ”Sub hana rabbiyal’adhimi wabihamdih” (3x) (”Mahasuci dan Mahaagung

Allah, segala puji bagiNya”) (Dibaca 3 kali) (HR Abu Daud, Daruquthni, Ahmad & Thabrani). c. ”Sub hanaka allahumma wabihamdika allahummagh firli” (”Mahasuci

Engkau wahai Thuhan dan dengan memujiMu ampunilah aku”). Rasulullah SAW memperbanyak dao ini dalam ruku dan sujudnya. 1.4.4. Memperlama ruku’ Nabi melkukan ruku’, berdiri setelah ruku’, sujud, dan duduk antara dua sujud dengan tempo masing-masing hampir sama.

1.4.5. Larangan membca Al-Qur’an dalam ruku’ Beliau SAW melarang membaca al-Qur’an saat ruku dan sujud dalam sabdanya ”Ketahuilah sesungguhnya aku melarang bacaan al-Qur’an saat ruku. Hendalah kalian mengagungkan Tuhan Yang Mahaperkasa. Sedangkan dalam bersujud hendaknya bersungguh-sungguhlah berdoa karena doa itu tentu dikabulkan.” (HR Muslim & Abu Uwanah).

1.6. Berdiri I’tidal dan doanya Kemudian Rasulullah SAW bangkit dari ruku sambil mengucapkan ”Sami allahu liman hamidah” (Allah mendengar ornag yang memujiNya”) (HR Bukhari & Muslim). Beliau SAW memerintahkan demikian kepada orang yang tidak benar sholatnya dalam sabdanya ”Tidak sempurna sholat seseorang sehingga bertakbir. Kemudian ruku lalu mengucapkan Sami’a Allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memujiNya) sampai berdiri dengan tegak” (HR Abu Daud dan Hakim) Ketika berdiri dengan tegak Beliau mengucapkan ”Rabbanaa walakal hamdu” (”Wahai Tuhan kami dan segala puji hanyalah milik-Mu”) (HR Bukhari dan Ahmad) Rasulullah SAW memerintahkan demikian kepada semua orang yang sholat, baik makmum maupun bukan makmum dalam sabdanya ”Sholatlah seperti kalian melihatku sholat” (HR Bukhari & Ahmad). Rasulullah SAW juga bersabda ”Sesungguhnya imam dijadikan tiada lain untuk diikuti. Jika imam mengucapkan ’Sami’a Allhu liman Hamidah’, maka ucapkanlah Allahumma walakal hamdu.’ Pasti Allah mendengar ucapan kalian. Sesungguhnya Allah berfirman melalui ucapan RasulNya, ’Sami’a Allahu liman Hamidah’.” (HR Muslim, Abu Uwanah, Ahmad & Abu Daud). Penyebab masalah ini dipertegas dalam hadits lain ”Sesungguhnya barangsiapa yang ucapannya itu berbarengan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosa-dosa yang telah dilakukannya sebelumnya.” (HR Bukhari & Muslim).

Rasulullah SAW mengangkat tangan saat berdiri i’tidal seperti telah dijelaskan pada takbiratul ihram didepan, dengan mengucapkan bacaan berikut : 1. ”Rabbanaa

walakal

hamdu”

(HR

Bukhari

&

Muslim).

Masalah

mengangkat tangan ini sanadnya benar-benar dari Rasulullah SAW. Pendapat ini juga diperkuat oleh jumhur ulama dan sebagian penganut mazhab Hanafi. 2. . ”Rabbana lakal hamdu” (HR. Bukhari & Muslim). 3. ”Allahumma rabbana walakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim) 4. ”Allahumma rabbana lakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim). 5. Rasulullah SAW memerintahkan berbuat demikian dalam sabdanya

”Apabila imam mengucapkan ’Sami’a Allahu liman hamidah’ maka ucapkanlah ’Allahumma Rabbana lakal hamdu’. Barangsiapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat niscaya akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari & Muslim). 6. Terkadang Beliau SAW menambah dengan lafal ”Milussamawaati wamil

ul ardli wamil umaasyikta min syai in ba’du.” (Mencakup seluruh langit dan bumi dan semua yang Engkau kehendaki selain dari itu.” (HR Muslim & Abu Uwanah).

Memperpanjang berdiri I’tidal dan kewajiban I’tidal Lama berdiri i’tidal Rasulullah SAW sama seperti rukunya, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Bahkan kadang Rasulullah SAW berdiri lama sampai dianggap lupa oleh sahabatnya karena lamanya Beliau berdiri. Demikian yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ahmad. Rasulullah SAW bersabda ”Kemudian tegakkanlah kepalamu sampai engkau berdiri tegak (sampai semua tulang kembali menempati tempatnya masing-masing). (Dalam sebuah riwayat dikatakan : Apabila kamu berdiri i’tidal, maka tegakkanlah kepalamu sampai tulang-tulang kembali kepada posisinya semula).” (HR Bukhari, Muslim, Hakim & Ahmad).

Beliau juga bersabda ”Allah tidak akan melihat sholat seorang hamba yang tidak meluruskan tulang punggungnya antara ruku dan sujudnya.” (HR Ahmad & Thabrani)

BAB II PENUTUP

3.1 Kesimpulan Dari beberapa pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu:  Surat apapun yang dibaca oleh Nabi ketika shalat jum’at, shalat dua hari raya dan shalat jenazah, itu tidak diwajibkan bagi kita. Yang penting mana surat yang kita hafal betul, itulah yang wajib dibaca. Tetapi mungkin dianjurkan, karena telah dicontohkan oleh Nabi SAW.  Allah memerintahkan kita membaca Al-Qur’an, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, yakni membaca dengn tartil, dengan suara bagus, memperhatikan makhrojul huruf, erta hafalan Al-Qur’an yang kita hafal bukan karena hanya tuntutan saja.  Kita harus senantisa membetulkan kesalahan yang dilakukan imam dalam suatu shalat berjamaah, misalkan salah bacaan atau lupa gerakan.  Semua tata cara ruku sama dengan yang pernah dicontohkan oleh nabi,

tapi tidak menutup kemungkinan diluar sana ada yang memakai bacaan berbeda dengan kita, tetapi masih sesuai dengan contoh nabi. Ketenangan dalam ibadah dan niat lillahi ta’ala adalah poin yang paling penting dalam beribadah, demi mendapat ridho-Nya.  Setelah melakukan ruku sebagai salah satu rukun sah shalat, maka kita hendaknya bangkit dari ruku dan melakukan I’tidal sambil mengucapkan “Sami’allaahu liman hamidah”. Dan pada saat melakukan I’tidal sebaiknya berdiri lurus sampai setiap ruas tulang belakangnya kembali pada tempatnya, kemudian sambil berdiri mengucapkan “Rabbanaa wa lakal hamd”. Dan sesunguhnya bacaan setelah “Sami’allaahu liman hamidah” ada 10 macam. Telah di riwayatkan dalam HR. Muslim, Abu ‘Awanah, Ahmad, dan Abu Dawud. “ Imam tidak lain dijadikan untuk diikuti…. Bila dia mengucapkan Sami’allaahu liman hamidah, hendaknya kalian mengucapkan [allahumma] rabbanaa wa lakal hamd. Allah mendengar kamu sekalian, karena Allah, Tuhan Ynag Maha mulia dan Maha tinggi telah berfirman melalui lisan

Nabi-Nya ‘Allah mendengar orang yang memuji-Nya. Dan dalam hadist ini tidaklah

menunjukan

bahwa

makmun

tidak

boleh

membaca

do’a

Sami’allaahu liman hamidah. Dan dalam hadist Bukhari dan Muslim, di sahkan oleh Tirmidzi “Barang siapa ucapannya (rabbanaa wa lakl hamd) bersamaan dengan ucapan malaikat, dosa-dosanya yang lalu di ampuni”.  3.2 Komentar Beberapa komentar yang timbul setelah membaca pembahasan ini diantaranya  Jika hadits

“Barang siapa ucapannya (rabbanaa wa lakl hamd)

bersamaan dengan ucapan malaikat, dosa-dosanya yang lalu di ampuni”. Apakah dosa-dosa yang berat pula di ampuni?? Berari bagi saya kalau begitu percuma saja ada kata penghisaban di dunia maupun di akhirat. Dan bisa saja kita beranggapan bertenang-tenang hati beranggapan bahwa bacaan kita sama dengan ucapan malaikan. Ini bisa saja di simpangkan bagi orang-orang tertentu yang berpikirang sempit seperti itu.  Jika imam melakukan kesalahan dalam shalatnya memang sebaiknya ditegur. Tapi menurut kami jika teguran itu berupa menepuk paha, rasanya kurang epektif. Karena dengan demikian bisa mengganggu konsentrasi (kekhusuan).  Dalam membaca Al-Qur,an bukan hanya memperhatikan isinya atau

artinya saja, tetapi perlu juga membacanya dengan baik dan benar. Karena apabila salah membacanya, maka kaan salah pula artinya. Dalam teori membaca Al-Qur’an yang baik dan benar diperlukan sekali mengenal ilmu membaca Al-Qur’an yang disebut ilmu tajwid.  Dari keseluruhan tata cara ruku’ baik yang dianjurkan dan larangannya

sudah sesuai dengan apa yang kita ketahui selama ini. Namun yang harus diperhatikan adalah kebenaran posisi ketika ruku’, pastinya harus sesuai dengan yang dicontohkan. Apabila tidak, kita dianggap mencuri, kita telah

tau bahwa mencuri itu dosa yang besar. Dalam hal bacaan ruku, kita menjadi tau kalau ada bacaan ruku selain bacaan-bacaan yang kit abaca. Doa ruku yang sering kit abaca adalah riwayat dari HR. Moh Dawud, Ahmad, Tabhrani dan Baihaqi. Dan hadis ini shahih. Jadi bacaan kita sudah dikatakan benar. Dari semua bacaan yang ada tidak ada hadis yang membenarkan kalau doa-doa itu boleh dibaca semuanya dalam ruku’. Oleh karena itu kita tidak boleh mengikuti hal itu tanpa ada penguatnya. Kita harus yakin do’a yang baik bukan bacaan do’anya yang banyak tapi do’a yang khusu dan lillahita’ala meskipun bacaannya sedikit.  Untuk menghilangkan keraguan lebih baik dengan cara khusu, dan dari awal kita niat untuk itu. Kita harus focus beribadah dan lillahita’ala. Kita harus yakin bahwa Allah menjga kita dalam dalam shalat, sehingga kita dijauhkan dari berbagai kerguan dan gangguan. Membaca taawudz dan meludah itu hanya sunah, tidak diwajubkan. Apabila diwajibkan, hal itu tidak mungkin kita lakukan. Terutama ketika kita berjamaah karena hal itu akan mengganggu ibadah yang lain. Tetapi untuk sekedar membaca taawudz masih bisa dilakukan.

Related Documents

Fiqih
May 2020 39
Fiqih
July 2020 28
Usul Fiqih
May 2020 39
Fiqih Sholat.docx
May 2020 25
Fiqih Xii.doc
June 2020 42
Fiqih Wudhu.pdf
October 2019 18