File Alvin

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View File Alvin as PDF for free.

More details

  • Words: 3,267
  • Pages: 19
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Pasca dinaikannya harga BBM oleh Pemerintah, banyak masyarakat yang protes terhadap kenaikan tersebut. Tidak hanya itu, kalangan intelektual dan akademisi yang masih berpihak pada masyarakat juga keberatan dengan dinaikannya harga BBM. Pada dasarnya protes dari masyarakat tersebut lebih dikarenakan dampak yang akan timbul dikemudian hari dengan dinaikannya harga BBM. Harga-harga kebutuhan pokok akan naik, sementara pendapatan sehari-hari tetap pada nominal yang sama. Hal ini tentu akan mempersulit masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Apalagi bagi masyarakat miskin yang sehari-harinya berkemampuan sangat minim dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka, dapat dipastikan mereka akan sangat kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokok mereka pasca kenaikan harga BBM. Dengan asumsi untuk sedikit memperingan beban di masyarakat khususnya bagi mayarakat kurang mampu, pemerintah kemudian mengeluarkan sebuah kebijakan berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) dana kompensasi BBM senilai Rp 300.000;- yang digulirkan tiap tiga bulan sekali kepada setiap keluarga miskin di Indonesia. Pemerintah melalui Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sri Mulyani Indrawati telah mencairkan dana sebesar Rp 1,7 triliun untuk penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) tahap pertama, sebagai kompensasi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Dana tersebut telah dicairkan dari Departemen Keuangan (Depkeu) atas permintaan Departemen Sosial (Depsos) untuk disalurkan ke

kantor cabang BRI dan PT Pos Indonesia. Total subsidi langsung (BLT) yang disetujui DPR melalui pembahasan, sebesar Rp 4,6 triliun. Dana itu akan diberikan kepada sekitar 15,5 juta keluarga miskin (gakin). Namun pada kenyataan di lapangan, BLT ini justru menimbulkan suatu masalah baru. Ketidaksiapan aparat Pemerintah dalam menyalurkan BLT membuat BLT tersebut belum dapat disalurkan secara merata dan menyeluruh ke seluruh masyarakat miskin di Indonesia sehingga justru pemerintah harus menuai banyak kritik dari berbagai pihak dikarenakan banyaknya masyarakat miskin yang belum menerima BLT. Belum lagi batuan tersebut seringkali salah sasaran, karena masih adanya kesimpang-siuran mengenai standart kriteria keluarga miskin sehingga orang yang tergolong mampu juga ada yang menerima BLT. Yang lebih ironis, BLT ini juga menimbulkan pemasalahan kekerasan di masyarakat. Di media-media massa seringkali diberitakan mengenai keributan yang terjadi pada saat pembagian BLT berlangsung, bahkan tidak jarang keributan tersebut berakhir dengan pengerusakan kantor Balai Desa, seperti yang terjadi di Eretan Wetan, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Ataupun berupa ancaman terhadap kepala desa, seperti yang terjadi di Kecamatan Kopo, Kabupaten Serang, Banten. Kebijakan pemberian BTL bisa dikatakan tidak mendewasakan masyarakat. Masyarakat tidak akan menjadi mandiri karena pemerintah langsung memberikan ikan, bukannya kail agar masyarakat dirangsang jiwa usaha dan kreatifnya. Yang parah lagi, mental masyarakat menjadi peminta-minta, selalu berharap bantuan orang lain, tanpa pernah bisa jadi mandiri. Pemerintah sendiri juga tak punya sikap yang jelas menghadapi kesemrawutan

ini.

Di

satu

pihak,

Menteri

Sosial

Bachtiar

Chamsyah

mengatakan,pemerintah tidak akan mengubah mekanisme penyaluran dana kompensasi BBM, meski dalam pelaksanaannya tidak sesuai harapan. Di Pihak lain, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Alwi Shihab mengatakan bila berdasarkan hasil evaluasi penyaluran dana kompensasi pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM) melalui Subsidi Langsung Tunai (SLT) dinilai tidak efektif, maka cara itu akan diubah. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, perumusan masalahnya adalah: 1. Bagaimana persepsi masyarakat miskin di desa Pamijahan, Kecamatan Cibatok, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengenai kebijakan Bantuan Tunai Langsung (BLT)? 2. Sudah tepatkah penyaluran Bantuan Tunai Langsung (BLT) di Desa Pamijahan, Kecamatan Cibatok, Kabupaten Bogor, Jawa Barat? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perspektif masyarakat di Desa Pamijahan, Kecamatan Cibatok, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mengenai kebijakan Bantuan Tunai Langsung (BLT). D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi informasi bagi perkembangan Ilmu Politik.

2. Secara Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi acuan bagi Pemerintah untuk megevaluasi kebijakan Bantuan Tunai Langsung (BLT).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perilaku Politik Menurut Ramlan Surbakti, perilaku politik adalah kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Interaksi antara Pemerintah dan masyarakat, antar lembaga Pemerintah dan antar kelompok dan individu dalam masyarakat dalam rangka proses pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan keputusan politik. (Ramlan Surbakti, 1999: 131). Sebagai manifestasi sikap politik, perilaku politik tidak dapat dipisahkan dari budaya politik, yang diartikan sebagai suatu sikap orientasi yang khas warga negara terhadap peranan warga negara terhadap sistem politik dan aneka ragam bagiannya, serta sikap terhadap peranan warga negara di dalam sistem itu. Dengan demikian, memahami perilaku politik berarti menilai serta mempertanyakan tempat dan peranan warga negara dalam sistem politik (Almond dan Verba dalam sudijono, 1995: 12). Dengan persepsi ini terbentuklah pemahaman konsep yang memadukan dua tingkat orientasi politik, yaitu sistem dan individu. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menurut Ramlan Surbakti ada empat, yaitu: Pertama, lingkungan sosial politik tidak langsung, seperti sistem politik,sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa. Kedua, lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dalam bentuk kepribadian seperti keluarga, agama, sekolah, kelompok pergaulan. Ketiga, struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Keempat, faktor sosial politik langsung yang berupa situasi, yaitu keadaan yang

mempengaruhi aktor secara langsung ketika akan melakukan semua kegiatan seperti cuaca, keadaan keluarga, dan ancaman dengan segala bentuknya (Ramlan Surbakti, 1999: 132). B. Konsep Persepsi Persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam

memahami

informasi

tentang

lingkungannya

baik

lewat

pengelihatan,

pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kata kunci dalam memahami persepsi adalah terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu pencatatan yang besar terhadap situasi. Dalam ensiklopedia Indonesia (Shadily, 1984: 2684) disebutkan bahwa persepsi adalah proses mental yang menghasilkan bayangan pada diri sendiri sehingga dapat mengenal suatu objek dengan jalan asosiasi pada sesuatu ingatan tertentu baik secara pengelihatan, indera perabaan dan sebagainya sehingga akhir bayangan itu dapat disadari. Ada beberapa subproses dalam persepsi yang dapat digunakan sebagai bukti bahwa sifat persepsi itu merupakan hal yang kompleks dan interaktif. Pertama stimulus atau situasi yang hadir. Pertama diawali ketika seseorang dihadapkan dengan situasi dan stimulus. Situasi yang dihadapi itu mungkin bisa berupa stimulus pendengaran dekat dan langsung atau berupa bentuk lingkaran sosiokultur dan fisik yang menyeluruh. Kedua, registrasi dan interpretasi. Dalam masa registrasi suatu gejala yang nampak ialah mekanisme fisik yang berupa pendengaran dan syaraf seseorang terpengaruh, kemampuan fisik untuk mendengar dan melihat akan mempengaruhi persepsi. Mulailah ia mendaftar semua informasi yang terdengar atau terlihat padanya. Subproses selanjutnya yaitu interpretasi yang merupakan suatu aspek kognitif dari persepsi yang

amat penting. Proses ini tergantung pada cara pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang. Pendalaman, motivasi, dan kepribadian seseorang akan berbeda dengan orang lain. Ketiga, umpan balik (Feed Back). Subproses ini dapat mempengaruhi seseorang. Ekspresi yang terlihat dari suatu tindakan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan persepsi seseorang antara lain (1) psikologi, (2) famili, (3) kebudayaan. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dari luar, yaitu dari lingkungannya antara lain intensitas, prinsip intensitas dari suatu perhatian dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas stimulus dari luar, layaknya semakin besar pula hal-hal itu dapat dipahami (to be perceived). Ukuran faktor ini sangat dekat dengan prinsip intensitas. Faktor ini menyatakan semakin besar ukuran objek maka semakin mudah untuk bisa diketahui dan dipahami. Keberlawanan atau kontras, prinsip keberlawanan ini menyatakan stimulasi dari luar yang penampilannya berlawanan dengan latar belakangnya atau sekelilingnya atau yang sama sekali diluar sangkaan orang banyak, akan menarik banyak perhatian. Pengulangan, dalam prinsip ini dikemukakan bahwa stimulus dari luar yang diulang akan memberikan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan yang sekali dilihat. Dan faktor-faktor yang mempengaruhi proses seleksi persepsi yang berasal dari dalam adalah proses belajar, motivasi, dan kepribadiannya. Menurut Miftah Thoha ada tiga karakteristik dari orang-orang yang dilihat dalam proses persepsi, yaitu: Pertama, status orang yang dinilai akan mempunyai pengaruh yang besar bagi persepsi orang yang menilai. Kedua, orang yang dinilai biasanya ditempatkan dalam kategori-kategori tertentu, hal ini untuk memudahkan pandangan-pandangan orang yang menilai, biasanya kategori tersebut terdiri dari kategori status dan peranan. Ketiga,

sifat perangai orang-orang yang dinilai akan memberi pengaruh yang besar terhadap persepsi orang lain pada dirinya. Paulo Freire menyatakan bahwa ada empat tingkatan kesadaran masyarakat, yaitu: 1. Kesadaran Magis Orang menerangkan berbagai peristiwa dan kekuasaan yang membentuk hidup mereka menurut kerangka mitos, magis, atau kekuasaan-kekuasaan yang ada di luar pemahaman dan keluasaan mereka. Mereka cenderung pasrah pada sang nasib, secara pasif menerima segala sesuatu menimpa diri mereka sebagai ”kehendak Tuhan”. 2. Kesadaran Naif Seseorang yang tidak mempunyai pemahaman yang sempurna. Mereka menyesuaikan diri untuk meraih yang terbaik untuk diri mereka, tapi mereka masih menerima nilai-nilai, aturan, dan tata sosial yang diterapkan oleh pihak yang berkuasa. 3. Kesadaran Kritis Mereka lebih cermat memandang, menjelaskan sebab masalah manusiawi melalui pengamatan dan akal sehat. 4. Kesadaran Fanatik Mereka menolak mentah-mentah, mereka yang berkuasa dari segala aturan yang dilakukan, pandangannya destruktif, pendapatnya kasar dan tidak lurus. C. Kebijakan Publik Definisi kebijakan publik sangat banyak dikemukakan oleh para ahli, Thomas. R Dye (Wahab, 1994: 4) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh Pemerintah (choose to do or not to do). Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Harold. D Laswel yang lebih

menekankan pada pencapaian tujuan dan nilai-nilai. Laswel (Islami, 2000: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai ”A project program of gools and practise” (suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah). Dari definisi diatas, kebijakan mempunyai muatan yang sangat penting yaitu tujuan dan nilai. Untuk mencapai semua itu, maka praktek atau implementasinya harus dijalankan secara sistematis dan terarah. Senada dengan pandangan W.I. Jenkin (dalam Wahab, 1997: 4) yang menyatakan kebijakan publik sebagai serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik yang berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam situasi dimana keputusankeputusan itu pada prinsipnya berada dalam batas-batas kewenangan dari para aktor tersebut. Kebijakan menurut James E. Anderson (1978) sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Lalu menurut Marbun (2002:263) merupakan suatu rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan satu pekerjaan, kepemimpinan dalam pemerintahan atau organisasi; pernyataan cita-cita, tujuan prinsip atau maksud sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran. Penetapan suatu tujuan dalam kebijakan publik dilakukan pada saat penyusunan atau formulasi kebijakan. Setelah tujuan ditetapkan kemudian dimunculkan berbagai alternatif tindakan yang akan diambil untuk mencapai tujuan tadi. Tidak jarang proses pemilihan alternatif ini menimbulkan perdebatan diantara aktor-aktor kebijakan. Proses dimana para formulator kebijakan tersebut “memahat” suatu kebijakan dilalui melalui beberapa tahap menurut Charles Lindblom (1965, 1964, 1959) yakni: (1)

Mengindentifikasikan; (2) merumuskan, dan kemudian; (3) mengambil keputusan. Tambahnya lagi ialah para pembuat keputusan itu sebetulnya tidak berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas. Pengambilan keputusan mengandung arti pemilihan alternatif terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Secara tipikal kita sering menjumpai pengambilan keputusan merupakan tindakan yang berpola, yang dilakukan sepanjang waktu seiring dengan pembuatannya, diantaranya keputusan tersebut ada yang rutin dan yang tidak rutin. Dalam praktek pembuatan kebijaksanaan sehari-hari amat jarang kita jumpai suatu kebijaksanaan yang hanya terdiri keputusan yang tunggal, melainkan keputusan tersebut diambil dan dilaksanakan harus melibatkan aktor-aktor lain yang berkenaan secara khusus dengan suatu masalah atau persoalan tertentu. Ranney menyatakan bahwa formulasi kebijakan adalah tindakan-tindakan dan interaksi yang menghasilkan pilihan terakhir yang sah mengenai suatu kebijakan tertentu setelah diperbandingkan dengan pilihan-pilihan lainnya. Setelah menemukan alternatif tindakan yang akan diambil, kemudian kebijakan tersebut dimaneifestasikan dalam berbagai bentuk (dalam Wahab, 1990: 33), Edward III dan Sharkansky mengatakan bahwa kebijakan negara dapat ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan atau dalam bentuk pidato pejabat teras Pemerintah atau berupa program-program dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Islami, 1991: 18 – 19). Proses kebijakan terdiri dari lima tahapan, pemaparan yang lebih detail mengenai proses kebijakan diberikan oleh Ripley. Dikatakan lebih detail karena Ripley secara rinci mengambarkan tahap-tahap yang biasanya dilalui dalam sebuah proses kebijakan sejak tahap Agenda Setting, Formulasi, dan Legitimasi, serta tahap Implementasi dengan

beberapa aktivitas fungsional dan hasil-hasil yang diperoleh dari setiap tahap proses kebijakan. Sementara itu Heinz dan Permit (Johnes, 1996: 47) menyatakan kebijakan sebagai keputusan tetap yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan mereka yang mematuhi keputusan tersebut. Kebijakan publik menuntut konsistensi dari stakeholders (para pembuat kebijakan) serta kepatuhan dari pelaksanaan kebijakan tersebut, sehingga efektifitas kebijakan akan sangat ditentukan oleh perilaku dari stakeholder dan pelaksananya. Dari beberapa definisi diatas, Wahab (1997: 6 – 7) menggolongkan konsep kebijakan menjadi empat, yaitu: 1. Kebijakan negara merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada perilaku aktor yang serba acak dan kebetulan. 2. Kebijakan negara pada hakekatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkaitan dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan yang berdiri sendiri. 3. Kebujakan negara bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu. 4. Kebijakan negara mungkin berbentuk positif, mungkin pula berbentuk negatif. D. Kerangka Pemikiran Ffffffff

BAB III METODE PENELITIAN DAN ANALISIS

1. Sasaran Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi sasaran adalah masyarakat miskin di desa pamijahan, Kecamatan Cibatok, Kabupaten Bogor. 2. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di Desa Pamijahan, Kecamatan Cibatok, Kabupaten Bogor. 3. Fokus Penelitian Fokus penelitian bertujuan sebagai berikut: a. Fokus penelitian dapat membatasi studi atau dengan kata lain fokus akan akan membatasi bidang inkuiri. b. Fokus penelitian berfungsi untuk memenuhi kriteria inklusi-eksklusi atau memasukkan – mengeluarkan suatu informasi yang diperoleh di lapangan melalui bimbingan dan arahan yang telah ditetapkan, seorang peneliti akan tahu persis data mana yang perlu dimasukkan dalam data yang sedang dikumpulkan Secara umum penelitian ini difokuskan pada persepsi masyarakat miskin di Desa Pamijahan, Kecamatan Cibatok, Kabupaten Bogor mengenai kebijakan Bantuan Tunai Langsung (BLT), dimana sub fokusnya adalah: 1. Subjektif, dalam penelitian ini melihat faktor-faktor yang melandasi persepsi masyarakat mengenai Bantuan Langsung Tunai (BLT).

2. Ketepatan penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat miskin di desa Pamijahan, Kecamatan Cibatok, Kabupaten Bogor.

4. Metode Penelitian Penelitaian

ini

menggunakan

metode

kualitatif.

Kualitatif

didefinisikan

metodologi penelitian sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan individu secara holistik (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan. Data deskriptif berupa kegiatan, ucapan, dan tingkah laku dari objek menggambarkan situasi yang sebenarnya guna mendukung penyajian data (Boogdan dan Taylor dalam Moleong, 2002: 3). 5. Metode Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sample purposive sampling, disini peneliti memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam (Goezt dan Le Comte dalam Heribertus Sutopo, 1988: 21-22). Dengan demikian, pemilihan informan tidak ditekankan secara kuantitas, melainkan ditekankan pada kualitas pemahamannya terhadap masalah yang akan diteliti. Dalam pelaksanaan pengumpulan data, pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan kemantapan peneliti dalam memperoleh data. Mengingat jumlah informan akan berkembang hingga

informasi yang dibutuhkan diperoleh, maka dalam hal ini peneliti juga melakukan penelitian dengan menggunakan teknik snowball sampling.

6. Metode Pengumpulan Data 1. Wawancara Mendalam (indepth interview) Menurut Miles dan Huberman (dalam Suetopo, 1988:24) adalah wawancara (interview) informal yang dilakukan pada saat konteks yang dianggap tepat guna mendapatkan data yang mempunyai kedalaman dan dapat dilakukan berkali-kali secara frekuentatif sesuai dengan keperluan peneliti tentang kejelasan masalah penelitian yang difokuskannya. Teknik ini dimaksudkan agar peneliti mampu mengeksplorasi data dari informan yang bersifat nilai, makna, dan pemehamannya yang tidak mungkin dilakukan melalui teknik survey.

2. Observasi Observasi atau pengamatan langsung adalah metode pengumpulan data dimana peneliti melakukan pengamatan secara langsung terhadap fenomena social yang terjadi di lokasi penelitian untuk mendapatkan data yang bersifat tindakan atau tingkah laku sehari-hari. Observasi atau pengamatan ini dimaksudkan sebagai pengumpulan data yang selektif. Selanjutnya, peneliti memahami dan menganalisis berbagai gejala yang berkaitan dengan objek penelitian melalui berbagai situasi dan kondisi nyata yang terjadi baik secara formal maupun non formal.

3. Dokumentasi Teknik pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yang bersumber dari catatan public tentang hal-hal penting yang berhubungan dengan penelitian ini yang dapat berupa buku-buku literatur, arsip, foto atau dokumen lain yang berhubungan dengan fenomena yang terjadi.. 7. Sumber Data . Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan: 1. Sumber data primer yaitu sumber data yang mempunyai kaitan langsung dengan masalah-masalah yang dibahas, data ini diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi. 2. Sumber data sekunder yaitu data yang berdasarkan arsip, dokumen, dan tulisan lainnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. 8. Metode Analisis Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisa data interaktif (interactive model of analysis) dari Miles dan Huberman yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Gambar 1. Analisa Data Interaktif Pengum pulan Reduks i Data

Sajian Data

Penarikan Kesimpula Sumber: Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 1988:34-37).

Keterangan : 1. Pengumpulan data merupakan kegiatan untuk memperoleh data yang akurat dan relevan terhadap masalah penelitian. Data diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. 2. Reduksi

data

merupakan

proses

seleksi,

pemusatan

perhatian

pada

penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang muncul dilapangan. Proses ini berlangsung terus menerus selama penelitian. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data dengan cara yang sedemikian rupa, hingga kesimpulan finalnya dapat ditarik dan diverifikasi. 3. Sajian data merupakan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan dengan melihat sajian data, peneliti akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan yang memungkinkan untuk menganalisis dan mengambil tindakan lain berdasarkan pemahaman. 4. Penarikan kesimpulan hal ini dilakukan sejak mulai pengumpulan data, dengan penanganan secara longgar, tetap terbuka dan skeptis. Tidak ada kesimpulan akhir sampai proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan diverifikasi adalah yang berupa suatu penggolongan sebagai pikiran kedua yang timbul melintas peneliti pada waktu menulis, verifikasi yang dapat dilakukan dengan jalan yang lebih teliti seperti berdiskusi atau saling memeriksa dengan teman.

9. Validitas Data Untuk menjamin dan mengkaji keabsahan (validitas) data yang akan diperoleh dalam penelitian ini, maka penelitian ini menggunakan triangulasi data. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandingkan terhadap data itu (Moleong, 2001:178). Menurut

Patton

(dalam

Moleong,

2001:178)

triangulasi

data

dengan

memanfaatkan penggunaan sumber berarti membandingkan dan mengecek balik (cross check/check and recheck) derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif. Adapun triangulasi data yang memanfaatkan sumber, dapat dilakukan dengan cara : 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi. 3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu. 4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. 5. Membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen yang ada kaitannya.

DAFTAR PUSTAKA

Almond, Gabriel A dan Sidney Verba, 1990. Budaya Politik, Tingkah Laku Politik, dan Demokrasi. Bina Aksara, Jakarta. Anonim, 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi kedua, cetakan kedelapan. Balai Pustaka, Jakarta. Bogdan, R dan Taylor S.J. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: Suatu Pendekatan Fenomenologis terhadap Ilmu-Ilmu Sosial. Usaha Nasional, Surabaya. Faisal, Sanapiah, 2001. Format-Format Penelitian Sosial. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Islamy, M. Irfan, 2000. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara, Jakarta. Johnes, Charles O, 1996. Pengantar Kebijakan Publik. PT Rajawali Press, Jakarta. Milles, Mattew dan Michael Hubberman, 1992. Analisis Data Kualitatif. UI Press, Jakarta. Moleong, Lexy A, 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Rosdakarya, Bandung. Ripley, B Randall, 1985. Policy Analysis In Political Science. Nellson-Hall Publisher, Chicago. Singarimbun, Masri dan Sofyan Efendi, 1989. Metode Penelitian Survey. LP3ES, Jakarta. Surbakti, Ramlan, 1999. Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta. Sutopo, Heribertus, 1988. Pengantar Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar Teoritis dan Praktis. Pusat Penelitian UNS, Surakarta.

Thoha, Miftah, 1988. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Rajawali, Jakarta. Varma, S. P, 2001. Teori Politik Modern. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Wibawa, Samudera, 1994. Kebijakan Publik, Proses, dan Analisis. Intermedia, Jakarta. William, N. D, 1999. Analisa Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumber Lain Ketika Rakyat Miskin Berlomba Cairkan BLT. Kompas, Edisi 22 Oktober 2005. www. Urbanpoorconsortium.com, 2005. Kekerasan Demi Kekerasan Berlanjut Dalam Penyaluran BLT Kompensasi BBM.

Related Documents

File Alvin
November 2019 13
Alvin
June 2020 17
Alvin
October 2019 21
Alvin Toffler
October 2019 14
Alvin Toffler.docx
December 2019 12
Resume Alvin
May 2020 4