FIGHTING SPIRIT ARSIP TULISAN AKTIFIS - Ahad, 23 Juni 2002
Hari ini saya membaca majalah Al-Izzah [meski sering bernuansa 'romantis'] pinjaman, maklumlah saat ini khan banyak bermunculan majalah Islam yg kualitasnya bagus sehingga terkadang saya bingung mau beli [langganan.red] yang mana sedangkan anggaran terbatas. Akhirnya digunakanlah jurus hemat, yakni saya beli majalah Assunnah dan Ummi, temen yang lain kebagian Al-Izzah, yang lainnya lagi Sabili dan yang lain lainnya lagi Tarbawi. Jadi lumayan komplit, kita bisa membaca bermacam-macam majalah dengan anggaran sedikit. Begitulah azas 'simbiosis mutualisme'. Kebetulan Al-Izzah kali ini mengambil bahasan utama tentang Militansi. Namun baru membaca 4 alenia saja rasanya saya sudah tidak sanggup meneruskannya. Karena ke 4 alenia tersebut berhasil 'menelanjangi' saya dengan sukses. Kalau boleh saya petikkan kalimat yang benar-benar menghantam hati saya dengan telak, adalah:'Kaliankah yang wajahnya coreng-moreng dengan kepura-puraan lalu mengaku juru selamat. Kaliankah yang isi otaknya tak lebih dari egoisme pribadi dan impian duniawi lalu menyangka telah menjadi pahlawan kebenaran. Kaliankah yang bibirnya selalu memuji diri sendiri dan mengungkapkan cinta busuk kemudian menjelma menjadi penentu nasib ummat. Kaliankah yang isi hati dipenuhi ambisi manipulasi dan kecintaan semu lalu mengaku orang yang prihatin nasib ummat.' Ikhwah fillah, 4 kalimat diataslah yang telah menguncang relung hati saya. Sebab setelah saya ukur keadaan diri ini ternyata saya masih memenuhi kriteria tersebut, sehingga jawaban dari ke 4 kalimat tersebut bagi saya adalah IYA. Astaghfirullah...,kini saya merasa tidak pantas menyandang gelar aktivis dakwah ataupun menjadi penghusung risalah agung ini. Kemudian saya menguatkan diri untuk meneruskan membaca artikel ini, dan semakin lama saya baca saya semakin terlempar jauh dari kriteria aktivis dakwah apalagi aktivis dakwah yang militan. Sesaat saya teringat dengan pesan 'Aa Gym yang kalo' boleh saya terjemahkan secara bebas adalah:'seseorang yang semenjak kecil selalu terpenuhi segala fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan tanpa ada perjuangan, maka jangan harap dia mempunyai daya juang yang tinggi.' Dan memang secara umum sifat manja itu muncul bilamana semua kebutuhan kita terpenuhi tanpa harus kita bersusah payah dalam mendapatkannya. Daya juang orang yang sudah terbiasa berjuang dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sangat lebih dahsyat dibandingkan orang yang tidak terlalu 'ngoyo' untuk pemenuhan kebutuhan hidup. Meski saya yakin tidak semua orang sesuai dengan hukum ini, namun orang tersebut jumlah sangatlah kecil dibandingkan yang sesuai. Lamunan saya teruskan dengan mencoba membandingkan fasilitas yang saya punyai dengan teman-teman sesama ikhwah yang lain. Di kamar kos saya tersedia meja lengkap dengan kursi, setumpuk pakaian di sebuah lemari berukuran relatif besar, kasur [meski tanpa ranjang], sebuah unit PC, sebuah kipas angin [bagi penduduk Surabaya sudah menjadi kebutuhan pokok] yang sudah kehilangan beberapa fungsinya, sebuah tape recorder, selain itu ada sebuah motor yang selalu siap mengantar saya kemana-mana. Saya bandingkan dengan ikhwan lainnya, ada seorang ikhwan yang kamar kost-kostannya begitu bersih dan kelihatan terang, karena didalamnya cuman ada buku-buku yang tertata rapi dilantai tanpa rak, sebuah kipas angin kecil, dan sebuah tikar yang digunakan sebagai alas tidurnya. Namun ikhwan teman saya ini tidak pernah saya dengar dia mengeluh tentang kondisinya, semangat dakwahnya sangat tinggi dengan tingkat mobilitasnya yang mungkin lebih dari pada saya. Meski saya tahu bahwa dia tidak punya sepeda 'onthel' yang mungkin bisa dia pakai kemana-mana apalagi sepeda motor. Subhanallaah..., sangat berbeda jauh dengan kondisi saya. Maka sangatlah pantas apabila daya juang saya begitu rendah kalo' tidak boleh saya katakan tidak ada. Namun bukan berarti saya kemudian menganjurkan kepada antum semua untuk 'menjual' fasilitas yang ada, agar mempunyai daya juang yang tinggi. Sekarang
yang harus dilakukan oleh kita yang dianugerahi kenikmatan sedikit lebih oleh Allah Subhana wa Ta'ala, adalah memanfaatkan kenikmatan itu untuk ummat, untuk dakwah di jalan-NYA. Di musim krisis yang masih saja suka tinggal di Indonesia saat ini, ummat sangat membutuhkan figur-figur yang kaya secara materi maupun kaya secara ruhiyah. Bagi seorang fakir adalah menyakitkan ketika ada orang kaya yang pelit namun akan sangat lebih menyakitkan bila ada orang kaya pelit dan juga suka memamerkan kekayaannya dihadapan orang yang tidak punya. Saat ini orang kaya yang ada di negeri ini sedikit banyak sudah terkena penyakit ini. Mereka sangat mudah mengeluarkan hartanya untuk membeli barang mewah yang mungkin tidak pernah ada dalam impian orang miskin, tapi mereka sangat pelit dalam memberikan bantuan kepada sesama yang membutuhkan. Sehingga saat ini sangatlah dibutuhkan sosok AbdurRahman bin Auf ataupun Ustman bi Affan radhianllahu anhum yang dengan mudahnya menginfaqkan kelebihan hartanya di jalan Allah. Mereka adalah konglemerat dijamannya namun mereka tidak pernah lupa untuk selalu bersedekah. Kita mungkin masih ingat di krisis melanda negeri Medinah karena terjadi kemarau yang panjang, Ustman bin Affan radhianllahu anhu dengan mudahnya menyerahkan 1000 onta dengan muatan penuh bahan makanan kepada orang miskin. Yang sebenarnya saat itu dagangan Ustman ini sudah ditawar dengan harga yang sangat tinggi oleh para pedagang yang lain. Kembali ke daya juang, meski mungkin selama ini kita sudah terpenuhi segala kebutuhan kita dengan baik, tanpa terlalu bersusah payah, tapi bukan berarti kemudian kita terkena 'vonis mati' bahwa daya juang kita rendah. Kita masih mempunyai waktu untuk memperbaiki daya juang kita. Sebab generasi Islam yang berdaya juang tinggi adalah generasi Rabbani yang selalu ikhlas dalam setiap langkahnya ketika dia berdakwah dan ketika dia berjihad. Mari kita benahi lagi tata letak hati kita hingga menjadi hati yang bersih dan dipenuhi cahaya-NYA sehingga kita bisa bertindak optimal dengan fasilitas yang ada. Semoga Allah Azza wa Jalla memudahkan kita dalam mewujudkan diri kita menjadi sosok da'i militan diatas, amiin. Wallahu 'alam bish showab.