BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah memberlakukan Peraturan Gubernur Nomor 75 tahun 2005 yang mana mengatur tentang kawasankawasan tertentu yang dilarang merokok. Maksud diberlakukannya peraturan gubernur ini adalah untuk melindungi masyarakat Jakarta dari bahaya asap rokok dan melindungi hak setiap orang untuk mendapat udara yang sehat dan bersih. Sedangkan
tujuan
diberlakukan
kawasan
dilarang
merokok
adalah
(a)
menurunkan angka kesakitan dan/atau kematian dengan cara merubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat; (b) meningkatkan produktivitas kerja yang optimal; (c) mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih bebas dari asap rokok; (d) menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula; (e) mewujudkan generasi muda yang sehat. Kawasan dilarang merokok menurut Peraturan Gubernur ini adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk merokok. Sedangkan sasaran kawasan dilarang merokok adalah tempat umum, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat pelayanan kesehatan, arena kegiatan anak-anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Jadi, tidak semua tempat di Jakarta menjadi kawasan dilarang merokok. Sedangkan yang menjadi kelompok sasaran (target group) peraturan gubernur ini adalah pimpinan dan/atau penanggung jawab kawasan dilarang merokok. Yang dimaksud dengan pimpinan dan/atau penanggung jawab tersebut adalah orang dan/atau badan hukum yang karena jabatannya memimpin dan/atau bertanggung jawab atas kegiatan dan/atau usaha di tempat atau kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan dilarang merokok baik milik pemerintah maupun swasta. Ketentuan yang berlaku di kawasan dilarang merokok adalah (1) Pimpinan dan/atau penanggung jawab, wajib melarang kepada setiap orang untuk tidak merokok; (2) Pimpinan dan/atau penanggung jawab wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan kepada setiap orang apabila terbukti merokok; (3) setiap orang dapat memberikan teguran atau melaporkan
kepada pimpinan dan/atau penanggung jawab apabila ada yang merokok (4) Pimpinan dan/atau penanggung jawab wajib mengambil tindakan atas laporan yang disampaikan oleh setiap orang. Sedangkan khusus untuk tempat umum dan tempat kerja, pimpinan dan/atau penanggung jawab dapat menyediakan tempat khusus untuk merokok sebagai Kawasan merokok. Kriteria kawasan dilarang merokok adalah: 1. Tempat atau ruangan adalah bagian dari suatu bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan dan/atau usaha. 2. Tempat umum adalah sarana yang diselenggarakan oleh Pemerintah, swasta atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan bagi masyarakat termasuk tempat umum milik Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, gedung perkantoran umum, tempat pelayanan umum antara lain terminal termasuk terminal busway, bandara, stasiun, mall, pusat perbelanjaan, pasar serba ada, hotel, restoran, dan sejenisnya. 3. Tempat kerja adalah ruang tertutup yang bergerak atau tetap dimana tenaga kerja bekerja atau tempat yang seeing dimasuki tenaga kerja dan tempat sumber-sumber bahaya termasuk kawasan pabrik, perkantoran, ruang rapat, ruang sidang/seminar, dan sejenisnya. 4. Angkutan umum adalah alat angkutan bagi masyarakat yang dapat berupa kendaraan darat, air, dan udara termasuk di dalamnya taksi, bus umum, busway, mikrolet, angkutan kota, Kopaja, Kancil, dan sejenisnya. 5. Tempat ibadah adalah tempat yang digunakan untuk kegiatan keagamaan, seperti mesjid termasuk mushola, gereja termasuk kapel, pura, wihara, dan kelenteng; 6. Arena kegiatan anak-anak adalah tempat atau arena yang diperuntukkan untuk kegiatan anak-anak, seperti Tempat Penitipan Anak (TPA), tempat pengasuhan anak, arena bermain anak-anak, atau sejenisnya. 7. Tempat proses belajar mengajar adalah tempat proses belajar-mengajar atau pendidikan dan pelatihan termasuk perpustakaan, ruang praktik atau laboratorium, musium, dan sejenisnya. 8. Tempat pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan yang dilakukan Pemerintah dan masyarakat, seperti rumah sakit, Puskesmas, praktik dokter, praktik bidan, 2
toko obat atau apotek, pedagang farmasi, pabrik obat dan bahan obat, laboratorium, dan tempat kesehatan lainnya, antara lain pusat dan/atau balai pengobatan, rumah bersalin, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA). Setelah lebih dari setahun Peraturan Gubernur ini diundangkan dan berlaku umum, secara kasat mata implementasi kebijakan ini belum melihatkan kinerja yang efektif. Kawasan-kawasan yang menurut peraturan gubernur ini adalah kawasan dilarang merokok, masih terlihat banyak orang yang melanggarnya. Seperti di dalam angkutan umum, orang kelihatannya begitu bebas mengepulkan asap rokok. Bahkan sopir yang menjadi penanggung jawab tidak bisa memberikan keteladanan sebagaimana diisyaratkan dalam peraturan gubernur ini. Begitu juga di tempat-tempat umum seperti pusat-pusat perbelanjaan, para pedagang kelihatan bebas merokok dalam kawasan tersebut. Melihat permasalahan ini, timbul pertanyaan, apa yang salah dengan kebijakan ini, apakah kebijakan ini terlalu sulit diimplementasikan ataukan memang tingkat kepatuhan atau kesadaran masyarakat mematuhi hukum yang sangat rendah. Maka untuk itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja Peraturan Gubernur tersebut.. A. Tujuan Evaluasi Kebijakan Tujuan dilakukan evaluasi Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 adalah untuk menyediakan informasi tentang kinerja dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005.
3
BAB II ANALISIS
Untuk melakukan penilaian kinerja dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005, penulis akan melakukan evaluasi komparatif yaitu dengan membandingkan kinerja implementasi dari dua kawasan dilarang merokok yang ekstrem yaitu daerah yang paling berhasil dan daerah yang paling gagal sesuai indikator yang ada. Kemudian melakukan analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya. Kawasan dilarang merokok yang dipilih dalam evaluasi kinerja peraturan gubernur ini yaitu: kawasan dilarang merokok yang dianggap paling berhasil adalah busway, sedangkan kawasan dilarang merokok yang dianggap paling gagal adalah bus kota non AC. A. Dependen Variabel : Evaluasi Kinerja Untuk pengukuran kinerja peraturan Gubernur ini, penulis akan mengukur secara bersamaan antara dua tempat yang dipilih dengan melihat indikator yang sama, kemudian membandingkannya. Untuk variabel kinerja dapat diukur dari indikator: 1. Akses informasi oleh target group A. Busway Para penanggung jawab atau target group yaitu seluruh karyawan yang bertugas dalam busway terdiri dari sopir dan petugas sekuriti memiliki akses informasi yang baik dan banyak, baik melalui atasan langsung maupun dari brosur-brosur yang ada. B. Bus Kota Non AC Para penanggung jawab atau target group yaitu sopir dan kernet dan/atau kondektur tidak memiliki akses informasi yang baik dan banyak, karena
4
para sopir, kernet dan/atau kondektur kondektur belum terorganisasi dengan baik. 2. Cakupan A. Busway Peraturan gubernur ini telah tersosialisasi dengan baik kepada seluruh penanggung jawab atau target group yaitu seluruh karyawan yang bertugas dalam busway terdiri dari sopir dan petugas sekuriti. B. Bus Kota Non AC Peraturan gubernur ini belum tersosialisasi dengan baik kepada seluruh penanggung jawab atau target group yaitu sopir dan kernet dan/atau kondektur bus kota. 3. Frekuensi A. Busway Para penanggung jawab atau target group yaitu seluruh karyawan yang bertugas dalam busway terdiri dari sopir dan petugas sekuriti setiap akan melaksanakan tugas mendapatkan pengarahan dari atasan mereka. B. Bus Kota Non AC Para penanggung jawab atau target group yaitu sopir dan kernet dan/atau kondektur jarang atau bahkan tidak pernah mendapat sosialisasi mengenai peraturan gubernur tersebut.. 4. Akuntabilitas A. Busway Para penanggung jawab atau target group yaitu seluruh karyawan yang bertugas dalam busway terdiri dari sopir dan petugas sekuriti belum pernah menunjukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan merokok dalam busway, juga belum ada kasus pengguna busway yang melakukan kegiatan merokok dalam busway. B. Bus Kota Non AC 5
Para penanggung jawab atau target group yaitu sopir dan kernet dan/atau kondektur sering melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan merokok dalam bus kota, begitu juga pengguna bus kota sering melakukan kegiatan merokok di dalam bus. A. Independen Variabel : Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi 1. Jenis Kebijakan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 merupakan jenis/tipe kebijakan Protective Regulatory, yaitu kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi masyarakat umum dengan cara menetapkan persyaratan/kondisi untuk kegiatan swasta tertentu. Jenis kebijakan ini akan sulit diimplementasikan apabila tingkat kepatuhan dan kesadaran atas hukum dari target group sangat rendah, di samping itu membutuhkan sosialisasi terus menerus dan dituntut pengawasan yang intensif baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. 2. Organisasi Untuk melaksanakan kebijakan ini, membutuhkan dukungan aparat pemerintah DKI Jakarta yang berkualitas dan berkomitmen tinggi, baik dari segi memberikan keteladanan maupun dalam melakukan pengawasan. Dalam pelaksanaan kebijakan ini, belum melihatkan komitmennya yang tinggi dalam keberhasilan implementasi peraturan gubernur ini. Aparat pemda yang seharusnya menegakan aturan, malahan sering melakukan pelanggaran. Sosialisasi kebijakan ini terutama kepada para sopir dan kernet dan/atau kondektur bus kota jarang dilakukan, sehingga banyak para target group ini tidak mengetahui apa hak dan kewajibannya dalam implementasi peraturan gubernur ini. Di samping itu pengawasan ataupun penegakan aturan oleh aparat terhadap target group tidak mencerminkan adanya konsistensi dalam menegakan aturan. Kemudian untuk berhasilnya implementasi kebijakan ini, juga dibutuhkan dukungan dari organisasi-organisasi masyarakat seperti LSM, walaupun cukup banyak LSM yang menyatakan mendukung kebijakan ini, tetapi
6
secara kasat mata belum ada para LSM tersebut melakukan aksi-aksi nyata dalam mendukung Peraturan Gubernur ini. 3. Ekologi Budaya untuk menghargai hak orang lain untuk bebas dari asap rokok terutama di bus kota masih sangat buruk. Apalagi tingkat keamanan masyarakat dalam buskota juga masih rendah, sehingga orang lain merasa terancam keamanannya apabila melakukan tindakan terhadap pelanggaran oleh target group. 4. Target Group Tingkat kepatuhan (compliance) dari target group merupakan indikator yang paling berpengaruh dalam keberhasilan implementasi kebijakan ini. Kepatuhan dari target group di bus kota saat ini masih sangat rendah. Hal ini karena pengawasan yang belum efektif dan penerapan sanksi yang belum konsisten terhadap pelanggar kebijakan ini.
7
BAB III REKOMENDASI
Agar implementasi dari kebijakan ini berhasil dan mendapatkan manfaat dan efektivitas yang lebih baik, maka perlu dilakukan perbaikan kelemahankelemahan pada proses implementasinya. Perbaikan yang direkomendasikan adalah: 1. Melakukan sosialisasi dan pengawasan yang lebih intensif kepada masyarakat, terutama kepada target group kebijakan ini. 2. Memberdayakan LSM-LSM untuk melakukan sosialisasi dan pengawasan target group. 3. Memberikan sanksi yang tegas kepada target group yang melakukan pelanggaran. 4. Membentuk lembaga khusus baik dari pemerintah ataupun dari swasta untuk pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggar kebijakan ini.
8
DAFTAR BACAAN
1. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 75 Tahun 2005 tentang Kawasan Dilarang Merokok 2. Hartoto, Bahan Pelajaran Mata Kuliah Evaluasi Kinerja dan Akuntabilitas Kebijakan Publik, 2006 3. Riant Nugroho D. Kebijakan Publik Untuk Negara-negara Berkembang, Jakarta: Alex Media Komputindo, 2006 4. Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta: Yayasan Pancur Siwah, 2004 5. William N. Dunn, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Jogyakarta: Gajah Mada University Press, 2000
9