Doc-20190327-wa0010.docx

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Doc-20190327-wa0010.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,140
  • Pages: 25
LAPORAN KASUS JANTUNG

STEMI ANTERIOR

Oleh: dr. Mhicya Utami Ramadhani

Pembimbing: dr. Susiyanti, Sp.JP

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA PADANG PANJANG PERIODE FEBUARI 2019

BAB I LAPORAN KASUS

1. Identitas Pasien Nama

: Tn. A

Umur/ tanggal lahir

: 59 Thn/ 1 Juli 1959

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Pekerjaan

: Wiraswasta

Nomor RM

: 366500

Tanggal Pemeriksaan

: 19 Febuari 2019

Alamat

:Jln. ST Mansyur No 145, Kampung Manggis

2. Anamnesis Seorang pasien laki-laki usia 59 tahun diantar oleh keluarga ke IGD RSUD Padang Panjang tanggal 18 Febuari 2019 pukul 20.29 WIB dengan:

Keluhan Utama Nyeri dada kiri sejak 3 jam sebelum masuk RS.

Riwayat Penyakit Sekarang -

Nyeri dada kiri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Nyeri dirasakan tiba-tiba ketika sedang beristirahat dengan durasi lebih dari 20 menit. Nyeri menjalar ke bahu, rahang, punggung dan lengan kiri. Nyeri tidak hilang dengan istirahat.

2

-

Nyeri dada sebelumnya sudah dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan ini namun hilang sendiri dengan istirahat.

-

Mual (+), muntah (-), keringat dingin (+)

-

Sesak nafas tidak ada

-

Berdebar-debar tidak ada

-

Demam tidak ada

-

Riwayat terbangun tengah malam karena sesak tidak ada. Riwayat tidur dengan lebih dari 2 bantal tidak ada. Riwayat sesak nafas karena dipengaruhi aktivitas tidak ada.

-

BAK dan BAB warna dan konsistensi biasa.

Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat penyakit jantung sebelumnya disangkal Riwayat penyakit Hipertensi, Diabetes mellitus, stroke, ginjal disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat ibu kandung pasien menderita penyakit jantung.

Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, Kejiwaan dan Kebiasaan Pasien bekerja sebagai wiraswasta. Riwayat merokok (+), sudah 3 bulan berhenti.

3

3. Pemeriksaan Umum Keadaan umum : Sedang Kesadaran

: Composmentis cooperatif

Tekanan darah

: 140/73

Nadi

: 64x/i

Suhu

: 36.8 C

Pernafasan

: 24x/i

Tinggi Badan

: 170 cm

Berat badan

: 68 kg

Saturasi O2

: 97%

4. Pemeriksaan Fisik Kepala

: Normocephal

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

THT

: tidak ditemukan kelainan

Leher

: Pembesaran KGB (-), JVP 5+2 cmH2O

Thorak

: Cor

: S1 dan S2 reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo : SN vesikuler, Ronkhi -/- Wheezing -/Abdomen : Distensi (-), Bising usus (+) normal, NT epigastrium (-) Genitalia : tidak diperiksa Extremitas

: akral hangat, CRT< 2 detik, edema tungkai -/-

4

5. Pemeriksaan Penunjang EKG

Irama sinus, QRS rate 60x/menit, Axis LAD. P wave normal, PR interval 0.12 s, QRS wave: normal, ST/T change: ST elevasi di lead V1-V4, T tall di V2 V3, LVH (-), RVH (-)

5

Rontgen Thoraks

Trakea ditengah, hilus tidak melebar, CTR 57% apex tertanam, bronkovaskular tidak meningkat, Sinus costofrenikus lancip. Kesan: Kardiomegali

Laboratorium Hb

: 14.6 gr/dL

Leukosit

: 5480/uL

Hematokrit

: 41%

Trombosit

: 222.000

Gula darah sewaktu: 110 mg/dL Ureum

: 18 mg/dL (rujukan: 13-43)

Creatinin

: 1.0 mg/dL (rujukan: 0.8-1.3)

6

corakan

6. Diagnosis STEMI Anterior

7. Tindakan Pengobatan Non Medikamentosa Diet jantung IV RG II O2 4L/menit nasal canule IVFD RL 1 kolf/12 jam Medikamentosa Loading Clopidogrel 300 mg  dilanjutkan 1 x 75 mg Loading Aspilet 160 mg  dilanjutkan 1 x 80 mg Injeksi Ranitidin 2x1 ampul Injeksi Lovenox 2 x 0.6 cc Simvastatin 1 x 40 mg ISDN 1 x 5mg

7

8. Follow Up Rawatan hari ke-1 tanggal 19 Febuari 2019 Subjective (S) Nyeri dada (+) hilang timbul, berat nyeri sudah berkurang. Sesak nafas (-) Batuk (-) Demam (-) Berdebar-debar (-) BAK berdarah tidak ada

Objective (O) Assesment (A) KU: sedang STEMI Kesadaran: Anterior CMC TD: 118/64 mmHg HR: 55x/menit Irregular RR: 21x/menit Thoraks Cor: irregular, murmur gallop (-) Pulmo: vesikuler, Ronkhi wheezing -/-

BJ (-), SN -/-,

Ekstremitas: edema pretibial /-

8

Planning (P) Advice dr. Sp.JP - ISDN stop - Nitrokaf 1 x 2.5 mg - Ibuprofen 1x400mg - Clopidogrel 1 x 75 mg - Aspilet 1 x 80 mg - Injeksi Ranitidin 2x1 ampul - Injeksi Lovenox 2 x 0.6 cc - Simvastatin 1 x 40 mg - Bila HR< 50x/menit  bolus Sulfas Atropin 2 ampul/ 5 menit, ulangi 5 menit sampai HR > 60x/i, maksimal 12 ampul/hari - Awasi TD dan HR/ 30 menit

EKG:

Rawatan hari ke-2 tanggal 20 Febuari 2019 Subjective (S)

Objective (O)

Nyeri dada sudah berkurang. Sesak nafas (-) Batuk (-) Demam (-) Berdebar-debar (-) BAK berdarah tidak ada

KU: sedang Kesadaran: CMC TD: 120/70 mmHg HR: 67x/menit Irregular RR: 21x/menit Thoraks Cor: BJ regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SN vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/Ekstremitas: edema pretibial /-

9

Assesment (A) STEMI Anterior

Planning (P) Advice dr. Sp.JP - IVFD RL 1 kolf/24 jam - Candesartan 1 x 16 mg - Nitrokaf 1 x 2.5 mg - Ibuprofen 1x400mg - Clopidogrel 1 x 75 mg - Aspilet 1 x 80 mg - Injeksi Ranitidin 2x1 ampul - Injeksi Lovenox 2 x 0.6 cc - Simvastatin 1 x 40 mg

Rawatan hari ke 3 tanggal 21 Febuari 2019 Subjective (S) Nyeri dada sudah berkurang. Sesak nafas (-) Batuk (-) Demam (-) Berdebar-debar (+) BAK berdarah tidak ada

Objective (O) Assesment (A) KU: sedang STEMI Kesadaran: Anterior CMC TD:142/88 mmHg HR: 70x/menit regular RR: 20x/menit Thoraks Cor: BJ regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo: SN vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/Ekstremitas: edema pretibial /-

10

Planning (P) Advice dr. Sp.JP - IVFD RL 3 kolf/24 jam - Amlodipin 1 x 10mg - Bisoprolol 1 x 2.5mg - Nitrokaf 1 x 2.5 mg - Ibuprofen 1x400mg - Clopidogrel 1 x 75 mg - Aspilet 1 x 80 mg - Injeksi Ranitidin 2x1 ampul - Injeksi Lovenox 2 x 0.6 cc - Simvastatin 1 x 40 mg

Rawatan hari ke 4 tanggal 22 Febuari 2019 Subjective (S) Sesak nafas dan nyeri dada sudah jauh berkurang. BAK berdarah tidak ada

Objective (O) Assesment (A) KU: sedang STEMI Anterior Kesadaran: CMC TD:100/70 mmHg HR: 65x/menit regular RR: 18x/menit Thoraks Cor: BJ regular, murmur (-), gallop () Pulmo: SN vesikuler, Ronkhi -/-, wheezing -/Ekstremitas: edema pretibial -/-

11

Planning (P) Advice dr. Sp.JP - Boleh pulang

BAB II DISKUSI

Seorang pasien laki-laki, usia 59 tahun, datang ke IGD RSUD Padang Panjang dengan keluhan utama nyeri dada kiri sejak 3 jam sebelum masuk RS. Nyeri dada dirasakan tiba-tiba ketika sedang beristirahat dengan durasi lebih dari 20 menit. Nyeri menjalar ke bahu, rahang, punggung dan lengan kiri. Nyeri tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada disertai mual dan keringat dingin. Nyeri dada sebelumnya sudah dirasakan hilang timbul sejak 1 bulan ini namun hilang sendiri dengan istirahat. Dari pemeriksaan fisik umum didapatkan tekanan darah 140/73 mmHg, HR 64x/menit, RR: 22x/menit dan suhu 37°C. Berdasarkan hasil anamnesis, keluhan pasien menggambarkan keluhan nyeri dada khas infark. Pemeriksaan penunjang EKG menunjukkan aksis jantung LAD dan ST elevasi di sadapan V1-V4. Pemeriksaan rontgen foto thorak menunjukkan adanya cardiomegaly (CTR 57%). Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang ditegakkan diagnosis STEMI anterior. Adanya nyeri dada khas infark pada pasien ini disertai elevasi segmen ST di sadapan V1-V4 pada pemeriksaan EKG menjadi dasar diagnosis STEMI pada pasien ini. Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (IMA-EST) merupakan indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer. Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut disertai

12

elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan. Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil peningkatan marka jantung. (PERKI, 2018) Diagnosis infark miokard harus ditegakkan terlebih dahulu, didasarkan pada riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih,yang tidak merespons terhadap pemberian nitrogliserin. Petunjuk penting adalah riwayat CAD sebelumnya dan penjalaran nyeri ke leher, rahang bawah atau lengan kiri. Beberapa pasien datang dengan gejala yang kurang khas (atipikal), seperti mual/ muntah, sesak napas, kelelahan, jantung berdebar atau sinkop. Pasien-pasien ini cenderung muncul pada keadaan lanjut, lebih cenderung terjadi pada wanita, penderita diabetes atau pasien lanjut usia, dan lebih jarang menerima terapi reperfusi dan terapi berbasis bukti lainnya daripada pasien dengan presentasi nyeri dada yang khas. (ESC, 2012) Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang tipikal (angina tipikal) atau atipikal (ekuivalen). Keluhan angina tipikal berupa rasa tertekan/ berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat berlangsung intermitten (beberapa menit) atau persisten (>20 menit). Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis (keringat dingin), mual/muntah, nyeri abdominal, sesak nafas, dan sinkop (PERKI, 2018). Pada pasien ini ditemukan gejala angina tipikal berupa nyeri dada yang dirasakan tiba-tiba ketika sedang beristirahat dengan durasi lebih dari 20 menit. Nyeri menjalar ke bahu, rahang, punggung dan lengan kiri. Nyeri tidak hilang dengan istirahat dengan riwayat

13

nyeri dada berulang sebelumnya sejak 1 bulan terakhir. Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit dialami oleh sebagian besar (80%) pasien. Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan angina ditemukan pada pasien dengan karakteristik: 1. Pria 2. Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non-koroner (penyakit arteri perifer/ karotis) 3. Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark myokard, bedah pintas coroner, atau IKP 4. Mempunyai faktor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga yang diklasifikasikan sebagai risiko tinggi, sedang, atau risiko rendah menurut National Cholesterol Education Program (NCEP). Pada pasien ini ditemukan faktor risiko yaitu riwayat merokok dan riwayat keluarga kandung dengan penyakit jantung. Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, non-diagnostik, left bundle branch block (LBBB) baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (>20 menit) maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi gelombang T. Penilaian elevasi ST dilakukan pada titik J dan ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Nilai ambang elevasi segmen ST untuk diagnosis IMA-EST untuk laki-laki dan perempuan pada sebagian besar

14

sadapan adalah 0,1 mV. Nilai ambang untuk diagnostic pada berbagai sadapan beragam, bergantung pada usia dan jenis kelamin (PERKI, 2018). Tabel 2.1 Nilai Ambang diagnostik elevasi segmen ST

Pemeriksaan elektrokardiografi pada saat pasien sampai di IGD menunjukkan adanya elevasi segmen ST di sadapan V1-V4 yang menunjukan infark yang berlokasi di anterior. Pemeriksaan EKG juga menunjukkan adanya deviasi aksis LAD dan T tall di V2 dan V3.

Tabel 2.2 Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG

15

Skema 2.1 Algoritma evaluasi dan tatalaksana SKA (PERKI, 2018)

Pada pasien ini dilakukan tatalaksana awal (MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan. 1. Tirah baring (Kelas I-C) 2. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri <90% (Kelas I-C) 3. Aspirin 160-320 mg diberikan diberikan segera pada semua pasien yang tidak diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas I-A). Aspirin tidak bersalut lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (dibawah lidah) yang lebih cepat (Kelas I-C) 4. Penghambat reseptor ADP (adenosine diphosphate)

16

-

Dosis awal ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien STEMI yang direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, atau

-

Dosis awal clopidogrel adalah 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 75 mg/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi menggunakan agen fibrinolitik, penghambat reseptor ADP yang dianjurkan adalah clopidogrel)

5. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual bagi pasien dengan nyeri dada yang masih berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat. Jika nyeri dada tidak hilang dengan satu kali pemberian, dapat diulang setiap lima menit sampai maksimal tiga kali. Nitrogliserin intravena diberikan pada pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual. dalam keadaan tidak tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakai sebagai pengganti 6. Morfin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien yang tidak responsif dengan terapi tiga dosis NTG sublingual

Tatalaksana awal pada pasien ini meliputi tirah baring, pemberian O2 4L/menit via kanul nasal, IVFD RL 1 kolf/12 jam. Suplemen oksigen harus diberikan segera bagi mereka dengan saturasi O2 arteri <95% atau yang mengalami distres respirasi . Suplemen oksigen dapat diberikan pada semua pasien SKA dalam 6 jam pertama, tanpa mempertimbangkan saturasi O2 arteri.

17

Terapi medikamentosa awal pada pasien ini berupa loading Clopidogrel 300 mg dilanjutkan 1 x 75 mg, loading Aspilet 160 mg dilanjutkan 1 x 80 mg, Injeksi Lovenox 2 x 0.6 cc, Simvastatin 1 x 40 mg, ISDN 1 x 5mg, Injeksi Ranitidin 2x1 ampul.

Terapi reperfusi Terapi reperfusi segera, baik dengan IKP atau farmakologis, diindikasikan untuk semua pasien dengan gejala yang timbul dalam 12 jam dengan elevasi segmen ST yang menetap atau Left Bundle Branch Block (LBBB) yang (terduga) baru. Terapi reperfusi (sebisa mungkin berupa IKP primer) diindikasikan apabila terdapat bukti klinis maupun EKG adanya iskemia yang sedang berlangsung, bahkan bila gejala telah ada lebih dari 12 jam yang lalu atau jika nyeri dan perubahan EKG tampak tersendat. Dalam menentukan terapi reperfusi, tahap pertama adalah menentukan ada tidaknya rumah sakit sekitar yang memiliki fasilitas IKP. Bila tidak ada, langsung pilih terapi fibrinolitik. BIla ada, pastikan waktu tempuh dari tempat kejadian (baik rumah sakit atau klinik) ke rumah sakit tersebut apakah kurang atau lebih dari (2 jam). Jika membutuhkan waktu lebih dari 2 jam, reperfusi pilihan adalah fibrinolitik. Setelah fibrinolitik selesai diberikan, jika memungkinkan pasien dapat dikirim ke pusat dengan fasilitas IKP.

Intervensi koroner perkutan primer IKP primer adalah terapi reperfusi yang lebih disarankan dibandingkan dengan fibrinolisis apabila dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit dari

18

waktu kontak medis pertama. IKP primer diindikasikan untuk pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok kardiogenik, kecuali bila diperkirakan bahwa pemberian IKP akan tertunda lama dan bila pasien datang dengan awitan gejala yang telah lama. Stenting lebih disarankan dibandingkan angioplasti balon untuk IKP primer. Tidak disarankan untuk melakukan IKP secara rutin pada arteri yang telah tersumbat total lebih dari 24 jam setelah awitan gejala pada pasien stabil tanpa gejala iskemia, baik yang telah maupun belum diberikan fibrinolisis.

Terapi fibrinolitik Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama pada tempat tempat yang tidak dapat melakukan IKP pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi fibrinolitik direkomendasikan diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bisa dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak kontak medis pertama . Pada pasien-pasien yang datang segera (<2 jam sejak awitan gejala) dengan infark yang besar dan risiko perdarahan rendah, fibrinolisis perlu dipertimbangkan bila waktu antara kontak medis pertama dengan inflasi balon lebih dari 90 menit. Fibrinolisis harus dimulai pada ruang gawat darurat. Agen yang spesifik terhadap fibrin (tenekteplase, alteplase, reteplase) lebih disarankan dibandingkan agen-agen yang tidak spesifik terhadap fibrin (streptokinase). Aspirin oral atau intravena harus diberikan. Clopidogrel diindikasikan diberikan sebagai tambahan untuk aspirin . Antikoagulan direkomendasikan pada pasienpasien STEMI yang diobati dengan fibrinolitik hingga revaskularisasi (bila

19

dilakukan) atau selama dirawat di rumah sakit hingga 5 hari . Antikoagulan yang digunakan dapat berupa: -

Enoksaparin secara subkutan (lebih disarankan dibandingkan heparin tidak terfraksi)

-

Heparin tidak terfraksi diberikan secara bolus intravena sesuai berat badan dan infus selama 3 hari Pada pasien-pasien yang diberikan streptokinase, Fondaparinuks intravena secara bolus dilanjutkan dengan dosis subkutan 24 jam kemudian

Tabel 2.3 Kontraindikasi Fibrinolitik

20

Skema 2.2 Langkah reperfusi

Pada pasien ini, onset gejala <12 jam dengan jarak terhadap RS dengan fasilitas IKP <2jam sehingga terapi yang dipilih sebaiknya adalah reperfusi dengan strategi invasif. Namun, terdapat keterbatasan tempat di fasilitas rujukan. Pada pasien ini juga tidak dilakukan fibrinolitik karena terbatasnya fasilitas, sehingga hanya diberikan terapi antiplatelet dan antikoagulan. Pasien mendapat terapi antiplatelet yaitu Aspirin 1 x 80 mg dan Clopidogrel 1 x 75mg. penghambat reseptor ADP perlu diberikan bersama Aspirin sesegera mungkin dan dipertahankan selama 12 bulan kecuali ada kontraindikasi seperti risiko perdarahan berlebih (Kelas I-A). injeksi Ranitidin diberikan bersama dengan pemberian antiplatelet.

21

Pemberian

antikoagulan

disarankan

untuk

semua

pasien

yang

mendapatkan terapi antiplatelet (Kelas I-A) dan dipilih berdasarkan risiko perdarahan dan iskemia. Fondaparinux secara keseluruhan memiliki profil keamanan berbanding risiko yang paling baik. Dosis yang diberikan adalah 2,5mg setiap hari secara subkutan. Pasien ini mendapat terapi antikoagulan Enoxaparin berupa injeksi Lovenox 2 x 0.6 cc selama 3 hari. Enoxaparin (1mg/kg, 2x/hari) disarankan untuk pasien dengan risiko perdarahan rendah apabila fondaparinux tidak tersedia. Pasien juga mendapatkan terapi nitrat berupa ISDN 3x5mg. keuntungan terapi nitrat terletak pada efek dilatasi vena yang yang mengakibatkan berkurangnya preload dan volume akhir diastolic ventrikel kiri sehingga konsumsi oksigen miokardium berkurang. Efek lain dari nitrat adalah dilatasi pembuluh darah koroner baik yang normal maupun yang mengalami aterosklerosis. Nitral oral atau intravena efektif menghilangkan keluhan dalam fase akut episode angina. Pasien mendapat terapi Candesartan 1x16 mg di hari ke 2 rawatan yang merupakan golongan penghambat reseptor angiotensin sebagai alternative pada pasien yang intoleran terhadap penghambat ACE. Penghambat angiotensin converting enzyme (ACE) berguna dalam mengurangi remodelling dan menurunkan angka kematian penderita pasca infark miokard yang disertai gangguan fungsi sistolik jantung, dengan atau tanpa gejala klinis gagal jantung. Pasien mendapat terapi Amlodipin 1x10 mg dan Bisoprolol 1x2.5 mgpada hari ke 3 rawatan. Amlodipin (golongan calcium channel blocker/CCB) mempunyai efek vasodilator arteri dengan sedikit atau tanpa efek pada nodus SA

22

atau AV. Pemberian penyekat beta pada angina dapat berperan sebagai anti iskemia. Keuntungan utama terapi penyekat beta terletak pada efeknya terhadap reseptor beta-1 yang mengakibatkan turunnya oksigen miokardium. Namun hendaknya tidak diberikan pada pasien dengan gangguan konduksi atrioventrikuler yang signifikan, asma bronkiale, dan disfungsi akut ventrikel kiri. Tanpa melihat nilai awal kolesterol LDL dan tanpa mempertimbangkan modifikasi diet, penghambat hidroksimetilglutari-koenzim A reduktase (statin) harus diberikan kepada semua penderita APTS/IMA-NEST, termasuk pasien yang telah menjalani terapi revaskularisasi, jika tidak terdapat kontraindikasi. Pada pasien ini diberikan terapi Simvastatin 1x40mg. Terapi jangka panjang yang disarankan setelah pasien pulih dari STEMI antara lain: 1. Kendalikan factor risiko seperti hipertensi, diabetes, dan terutama merokok, dengan ketat. 2. Terapi antiplatelet dengan aspirin dosis rendah (75-100 mg) diindikasikan tanpa henti 3. DAPT (aspirin engan penghambat reseptor ADP) diindikasikan hingga 12 bulan tanpa STEMI 4. Pengobatan oral dengan penyekat beta diindikasikan untuk pasienpasien dengan gagal ginjal atau disfungsi ventrikel kiri 5. Profil lipid puasa harus didapatkn pada setiap pasien STEMI sesegera mungkin sejak datang

23

6. Statin dosis tinggi perlu diberikan atau dilanjutkan segera setelah pasien masuk rumah sakit bila tidak ada indikasi kontra atau riwayat intoleransi, tanpa memandang nilai kolesterol inisial 7. ACE-I diindikasikan sejak 24 jam untuk pasien-pasien STEMI dengan gagal ginjal, disfungsi sistolik ventrikel kiri, diabetes, atau infark anterior (Kelas I-A). Sebagai alternative ACE-I, ARB dapat digunakan (Kelas I-B) 8. Antagonis aldosterone diindikasikan bila fraksi ejeksi ≤40% atau terdapat gagal ginjal atau diabetes, bila tidak ada gagal ginjal atau hiperkalemia ( Kelas I-B) Sesuai dengan pedoman tersebut, pasien mendapat obat bulang berupa Amlodipin 1 x 10mg, Bisoprolol 1 x 2.5mg, Nitrokaf 1 x 2.5 mg, Ibuprofen 1x400mg, Clopidogrel 1 x 75 mg, Aspilet 1 x 80 mg dan Simvastatin 1 x 40 mg.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI). 2018. Pedoman Tatalaksana Sindroma Koroner Akut, Edisi Keempat. 2. European Heart Journal. 2012. ESC Guidelines for the management of acute myocardial infarction in patients presenting with ST-segment elevation

25