Daftar Isi Daftar isi………………………………………………………………………………….. i Kata Pengantar…................................................................................................................. ii Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang………………………………………………………….................. 3 Bab II Standar Akuntansi Bank Syariah Bab III KDPPLK dan PSAK No.59 Bank Syariah KDPPLK Bank Syariah……………………………………………....................... 5 Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.59…………… ……………. 6 Bab IV Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bab V Review Atas PSAK No.59 Dan PAPSI Hubungan PSAK No.59 dan PAPSI…………………………………….............. 11 Tinjauan Terhadap Pendekatan dan Pengembangan Standar Akuntansi…..…….
13
Bank Syariah……………………………………………………….……………
19
Review Terhadap Laporan keuangan dan Tujuan Pencapaian Syariah Compliance..34 Tinjauan Terhadap Penyusunan Standar Akuntansi Syariah……………………… 37 Bab VI Penutup Kesimpulan……………………………………………………………………….. 39
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunianya kita masih di berikan sehat dan nikmat akal. Shalawat serta salam juga tercurahkan kepada nabi Muhammad saw,keluarga,sahabat, dan para pengikut-nya hingga akhir zaman. Atas karunia-nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Dasar-Dasar Akuntansi Pada Bank Syariah Di Indonesia” dengan tepat waktu Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing kami yang sudah membimbing kami sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, orang tua kami yang selalu memberikan dukungan, teman-teman dan semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami berharap makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi pembaca dalam usaha memperoleh pengetahuan dan sepenuhnya kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Adanya perubahan lingkungan global yang semakin menyatukan hampir seluruh negara di dunia dalam komunitas tunggal yang dijembatani perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang semakin murah, menuntut adanya transparansi di segala bidang. Akuntansi adalah media komunikasi, oleh karena itu sering disebut sebagai “Bahasanya Dunia Usaha” (Business Language). Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam adalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharaba. Dengan adanya standar akuntansi syariah, laporan
keuangan diharapkan dapat
menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan seperti investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk memahami dan menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peranan penting bagi pihak penyusun dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.
BAB II STANDAR AKUNTANSI BANK SYARIAH
Akuntansi syariah merupakan bagian dari Akuntansi yang relatif sangat baru sehingga tidak banyak negara yang melakukan pembahasan akuntansi syariah. Perkembangan Akuntansi Bank Syariah secara konkrit baru dikembangkan pada tahun 1999, Bank Indonesia sebagai pemprakarsa, membentuk tim penyusunan PSAK Bank Syariah, yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Bank Indonesia Nomor 1/16/KEP/DGB/1999, yang meliputi unsur-unsur komponen dari Bank Indonesia, Ikatan Akuntan Indonesia, Bank Muamalat Indonesia dan Departemen Keuangan, hal ini seiring dengan pesatnya perkembangan Perbankan syariah yang merupakan implementasi dari Undang-Undang nomor 10 tahun 1998. Dalam pembahasan terdapat cakupan yang jelas tanggung jawab antara Ikatan Akuntan Indonesia (Dewan Standar Akuntansi) dan Dewan Syariah Nasional, tetapi kedua unit tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain dalam melakukan pembahasan Akuntansi Perbankan Syariah. Ikatan Akuntan Indonesia bertanggung jawab terhadap pengukuran, pengakuan dan penyajian atau hal-hal lain yang berkaitan dengan akuntansi, dengan memperhatikan fakwa dari Dewan Syariah Nasional, karena unit ini yang berkompeten terhadap hal ini sedangkan Dewan Syariah Nasional bertanggung jawab terhadap syariah yang ada pada pembahasan akuntansi tersebut, karena unit ini yang berkompeten tentang syariah, dan berkaitan dengan akuntansi diserahkan kepada Dewan Standard Akuntansi.
BAB III KDPPLK DAN PSAK No.59 BANK SYARIAH
A. KDPPLK Bank Syariah Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLK Syariah) merupakan pengaturan akuntansi yang memberikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan atas transaksi syariah. Berbeda dengan Kerangka Konseptual Pelaporan Keuangan (KKPK) pada SAK umum yang mengacu kepada transaksi konvensional, KDPPLK Syariah memberikan konsep dasar paradigma, asas transaksi syariah, dan karakteristik transaksi syariah. Berdasarkan KDPPLK Syariah, transaksi syariah berasaskan pada prinsip: a) Persaudaraan (ukhuwah); b) Keadilan (‘adalah); c) Kemaslahatan (maslahah); d) Keseimbangan (tawazun); e) Unversalisme (syumuliyah); Beberapa karakteristik transaksi syariah yang disebutkan dalam KDPPLK Syariah diantaranya: a) Tidak mengandung unsur riba; b) Tidak mengandung unsur kezaliman; c) Tidak mengandung unsur maysir; d) Tidak mengandung unsur gharar; e) Tidak mengandung unsur haram
Sejarah KDPPLK Syariah KDPPLK ini pertama kali disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007 dan masih berlaku hingga saat ini.
Berdasarkan
surat
Dewan
Pengurus
Nasional
(DPN)
IAI
No.
0823-
B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI. B. Pedoman Standar Akuntansi Keungan (PSAK) No.59 Intisari Kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah merupakan nilai lebih tersendiri bagi perbankan syariah.Nasabah bank syariah dari waktu ke waktu semakin meningkat terbukti semakin maraknya pangsa pasar bank syariah.Adanya kepercayaan masyarakat yang begitu besar mendorong pemerintah menerbitkan pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 59.Pedoman ini merupakan standard keuangan yang diperuntukkan bagi perbankan syariah di Indonesia. Melalui standard ini perbankan syariah wajib menyelenggarakan kegiatan akuntansi berdasarkan nilai-nilai syariah yaitu pengungkapan Islamic Value. Penelitian ini ingin mengungkap apakah perbankan syariah telah mengimplementasikan PSAK No.59 secara konsisten yakni yang berkaitan dengan pengakuan, penilaian, penyajian dan pengungkapan. Penelitian ini menggunakan metode studi literatur atas berbagai penelitian yang pernah dilakukan dan dianalisis dengan metode diskriptif kualitatif.Berdasarkan analisis studi literatur seputar konsistensi praktik akuntansi syariah pada Bank Syariah dapat disimpulkan bahwa praktik akuntansi syaraih pada Bank Syariah untuk transaski penghimpunan dan penyaluran dana pihak ketiga telah dilaksanakan secara konsisten. Sementara akuntansi untuk bagi hasil belum sepenuhnya konsisten dipraktikkan.
Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah maupun entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan berbasis syariah. PSAK No.59 sebagai produk pertama Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) – Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) untuk entitas syariah dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi syariah di Indonesia. PSAK No.59 Akuntansi Perbankan Syariah dan kerangka dasar penyusunan laporan keuangan Bank Syariah ini disahkan tanggal 1 Mei 2002 dan yang resmi berlaku mulai 1 Januari 2003. Adapun Kronologis Penyusunan PSAK Perbankan Syariah (2003) di jelaskan sebagai berikut: 1. Januari – Juli 1999, masyarakat mulai memberi usulan mengenai standar akuntansi untuk bank syariah.
2. Juli 1999, usulan masuk agenda dewan konsultan SAK.
3. Agustus 1999, dibentuk tim penyusunan pernyataan SAK bank syariah.
4. Desember 2000, Tim penyusunan menyelesaikan konsep exposure draf.
5. 1 Juli 2001, exposure draft disahkan mengenai kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
6. 1 Mei 2002, pengesahan kerangka dasar penyusunan dan penyusunan dan pengajian laporan keuangan Bank Syariah dan PSAK Akuntansi Perbankan Syariah.
7. 1 Januari 2003, mulai berlaku krangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan bank syariah dan PSAK Akuntansi Syariah.
PSAK No.59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka seiring tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain maka Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS) yang disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008. Adapun Ke-enam PSAK itu adalah:
1.
PSAK No 101
: Penyajian laporan keuangan syariah.
2.
PSAK No 102
: Aakuntansi Murabahah (Jual beli),
3.
PSAK No 103
: Akuntansi Salam.
4.
PSAK No 104
: Akuntansi Isthisn.
5.
PSAK No 105
: Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil).
6.
PSAK No 106
:Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).
Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah dari berbagai LKS. Dalam penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK mendasarkan pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia. Selain itu, penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
BAB IV PEDOMAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH INDONESIA (PAPSI) Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) merupakan pedoman yang mengatur secara teknis dan rinci penjabaran Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor No.59 tanggal 1 Mei 2002 tentang Perbankan Syariah. Tim penyusunan PAPSI dibentuk berdasarkan Keputusan Deputi Gubernur Bank Indonesia No.2/8/KEP.DpG/2000 tanggal 12 September tahun 2000. Dalam proses penyusunan PAPSI, tim penyusun berpedoman kepada standar-standar yang terdapat di dalam PSAK No.59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang telah direview oleh Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) melalui suratnya No. U-118/DSN-MUI/IV/2002 tanggal 17 April 2002. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia berdasarkan SE BI No.5/26/BPS tanggal 27 Oktober 2003, mencakup 13 bagian yang secara ringkas isinya sebagai berikut: 1. Bagian I Pendahuluan 2. Bagian II Laporan Keuangan Bank Syariah 3. Bagian III Aktiva 4. Akuntansi Kewajiban 5. Akuntansi Investasi 6. Ekuitas 7. Laporan Laba/Rugi 8. Laporan Arus Kas 9. Laporan Perubahan Ekuitas 10.Laporan Perubahan Investasi Terikat 11.Laporan Sumber dan Penggunaan Dana ZIS
12.Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Qardh 13.Catatan Atas Laporan Keuanga
Pesatnya perkembangan industri perbankan syariah, kompleksitas transaksi yang terjadi di dalamnya, dan besarnya tuntutan masyarakat akan transparansi bank syariah, memicu perbankan syariah untuk meningkatkan kemampuannya dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat. Demikian juga pada sisi pengaturan diperlukan adanya peraturan yang relevan dan dapat diimplementasikan dengan kondisi yang ada. Pelatihan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan yang memadai dalam pembahasan dan penerapan PAPSI revisi tahun 2013. Sehingga perbankan syariah dapat menyajikan laporan keuangan yang memiliki kualitas tinggi dengan informasi yang akurat dan komprehensif bagi semua stakeholder dan mencerminkan kinerja bank syariah secara utuh.
BAB V REVIUM ATAS PSAK No.59 DAN PAPSI
A. HUBUNGAN PSAK No.59 DAN PAPSI Komite Akuntansi Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan menerbitkan enam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah yang akan berlaku 1 Januari 2008. PSAK bukan hanya sebagai acuan transaksi perbankan, tetapi juga mengatur seluruh transaksi lembaga keuangan syariah.”PSAK ini berlaku efektif mulai 1 Januari 2008. Dalam penyusunan PSAK tersebut, Komite Akuntansi Syariah mengacu pada Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia, selain juga pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN MUI).Sejak 1992 hingga 2002, atau selama 10 tahun perbankan syariah tidak memiliki PSAK khusus. Eksistensi akuntansi syariah di Indonesia diawali oleh PSAK 59 yang disahkan pada 1 Mei 2002 dan berlaku mulai 1 Januari 2003.PSAK yang merupakan produk Dewan Syariah Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntasi Indonesia berlaku hanya dalam tempo lima tahun. Sementara PSAK 101-106 yang akan diberlakukan pada 1 Januari 2008, telah disahkan pada 27 Juni 2007.Perbedaan mendasar antara PSAK 59 dengan PSAK terbaru, adalah pemberlakuan bukan hanya ditujukan untuk entitas bank syariah saja, tetapi juga untuk entitas syariah dan konvensional.”Isi dari PSAK ini, bukan merupakan perubahan dari PSAK 59, tetapi berupa penjelasan dan penambahan secara lebih detil, keluarnya PSAK ini bisa mendorong pertumbuhan industri ekonomi syariah di Indonesia.Sementara itu, beberapa pelaku ekonomi syariah menilai beberapa isian dari PSAK masih memiliki kelemahan. Menurut Anggota DSN MUI Gunawan Yasni, isian dalam SAK Murabahah No. 102 berpotensi menyebabkan pajak ganda bagi transaksi pembiayaan murabahah perbankan syariah.Didalamnya mewajibkan pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar dalam pembukuan bank syariah, sehingga menyebabkan bank syariah dapat dianggap sebagai perusahaan perdagangan dan bukan bank sehingga pajak ganda berlaku. Berdasarkan PAPSI yang disusun BI di 2003, dalam transaksi murabahah, bank syariah dimungkinkan langsung mencatatnya sebagai piutang murabahah,hal tersebut dapat menjadi kendala bagi pengembangan industri perbankan syariah. Karenanya,yang diperlukan saat ini adalah deregulasi UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sehingga transaksi keuangan murabahah dengan pola pencatatan berdasarkan SAK 102 tidak mewajibkan pajak ganda.Direktur Bank Syariah Mandiri Hanawijaya mengaku tidak mempemasalahkan penerbitan PSAK Murabahah yang didalamnya mewajibkan pencatatan aliran persediaan masuk dan keluar karena
penyusunannya sudah didasarkan pada prinsip fiqih murabahah.”Saya kira tidak ada masalah dengan penerbitan PSAK Murabahah yang mengatur tentang inventory [persediaan] masuk dan keluar
karena
memang
penyusunan
PSAK
tersebut
berdasarkan
rukun
Murabahah,” jelasnya.Namun, dia juga mengakui pihak industri meminta agar isi dari pasal 23 butir 2B PSAK bisa lebih fleksibel dalam penjabarannya di PAPSI sehingga, memberi kesempatan pada industri untuk mengakui pendapatan berdasarkan pendekatan anuitas. Karena hal itu, ujarnya, tidak menyalahi hukum syariah sebab sudah mendapat pengesahan dari DSN.Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) PSAK itu tidak mengatur mengenai transaksi ijarah (Ijarah). Padahal, pengaturan akuntansi mengenai akad tersebut sangat dibutuhkan industri keuangan syariah. Karena itu, ia mendorong agar KAS DSAK segera menyusun PSAK Ijarah.”Terlebih, standar akuntansi keuangan syariah untuk transaksi ijarah sangat dibutuhkan untuk penerbitan sukuk (obligasi syariah). B. Tinjauan Terhadap Pendekatan Pengembangan Standar Akuntansi Standar akuntansi adalah suatu metode dan format buku dalam penyajian informasi laporan keuangan suatu kegiatan usaha. Standar akuntansi dibuat,disusun dan di sahkan oleh lembaga resmi (Standard Setting Body).Sementara itu tinjauan terhadap pendekatan pengembangan standar akuntansi dapat di bedakan menjadi 6 bagian yakni :
1) Hakikat Standar Akuntansi Standar akuntansi mendominasi tugas-tugas akuntan. Standar-standar tersebut terus menerus mengalami perubahan, dihapus, dan atau ditambahkan baik itu di Amerika Serikat maupun di negara-negara lainnya. Standar menyajikan petunjuk yang praktis dan mudah yang terkait
dengan tugas-tugas akuntan. Standar secara umum diterima sebagai aturan perusahaan, yang diikuti dengan sanski terhadap ketidakpatuhan.
Standar akuntansi biasanya terdiri atas tiga bagian :
1. Deskripsi masalah yang harus dipecahkan 2. Diskusi dengan pertimbangan yang sehat (kemungkinan dengan melihat teori-teori fundamental) 3. Sejalan dengan keputusan atau teori yang ada, solusi yang disarankan. yakni membagi persyaratan standar menjadi empat tipe utama:
Tipe 1 menyatakan bahwa para akuntan harus memberitahukan kepada masyarakat apa yang mereka lakukan dengan mengungkapkan berbagai metode dan asumsi (kebijakan akuntansi) yang mereka guna Tipe 2 ditujukan pada tercapainya suatu keseragaman dalam penyajian laporan-laporan akuntansi. Tipe 3 meminta adanya pengungkapan atas masalah-masalah spesifik di mana pengguna mungkin diminta untuk menerapkan pertimbangan sendiri. Tipe 4 mensyaratkan dibuatnya keputusan implisit atau eksplisit mengenai valuasi (penilaian) aktiva dan penetuan laba yang telah disetujui. 2) Tujuan Pembuatan Standar Beberapa alasan tepat tentang mengapa standar harus dibuat adalah : 1. Standar memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja, dan penyelenggaraan sebuah perusahaan kepada para pengguna informasi akuntansi.
2. Standar memberikan pedoman dan aturan tindakan bagi para akuntan publikyang memungkinkan mereka untuk menerapkan kehati-hatian dan kebebasan dalam “menjual” keahlian dan integritas mereka dalam mengaudit laporan-laporan perusahaan dan membuktikan validitas dari laporan-laporan tersebut. 3. Standar memberika database kepada pemerintah mengenai berbagai variabel yang dianggap sangat penting dalam pelaksanaan perpajakan, regulasi perusahaan, perencanaan dan regulasi ekonomi, serta peningkatan efisiensi ekonomi dan sasaran-sasaran sosial lainny 4. Standar menumbuhkan minat dalam prinsip-prinsip dan teori-teori bagi mereka yang memiliki perhatian dalam disiplin ilmu akuntansi.
3) Tujuan Penetapan Standar Pembuatan suatu standar mungkin dapat bermanfaat bagi suatu pihak, namun dapat juga merugikan pihak lain. Hal ini merupakan suatu bentuk pilihan sosial. Pilihan ini mendorong penyusun suatu standar mengadopsi proses politisi dalam rangka memperoleh akomodasi.
Apabila kesejahteraan sosial yang dijadikan kriteria dalampenerimaan suatu standar, sebuah pertanyaan serius muncul yang berhubungan dengan legitimasi keanggotaan dewan penyusun standar yang tidak melalui pemilihan. Pertanyaan ini menjadi penentu pendekatan keadilan dalam kebijakan akuntansi.
Saat ini terdapat dua pendekatan yang dapat dilakukan:
1. Pendekatan ketepatan penyajian, 2. Pendekatan konsekuensi ekonomi, 3. Pendekatan kritikal-interpretatif.
Perbedaan ketiga pendekatan ini : pendekatan ketepatan penyajian, pendekatan konsekuensi ekonomi, dan pendekatan kritikal-interpretatif, timbul dari komitmen normatif terhadap sasaran pelaporan keuangan yang saling bertentangan.
4) Entitas-Entitas Yang Berkepentingan Terhadap Standar Akuntansi 1. Individual dan kantor akuntan public Individual dan kantor akuntan publik bertanggung jawab melalui auditor-auditor mereka untuk secara independen mensertifikasi laporan keuangan perusahaan telah menyajikan hasilhasil dari aktivitas bisnis dengan wajar dan akurat. Berikut beberap entitas profesional yang berkepentingan terhadap standar akuntansi:
American Institute of Certified Public Accounting (AICPA) AICPA adalah organisasi pengkoordinir profesional bagi para praktisi CPA di AS.
American Accounting Association (AAA) AAA adalah organisasi para akademisi akuntansi dan setiap individu yang tertarik dalam peningkatan praktik dan teori akuntansi.
Financial Accounting Standards Boards (FASB) : FASB menggantikan APB di tahun 1973 sebagai badan yang bertanggung jawab untuk membuat standar akuntansi.
Securities and Exchange Commission (SEC) SEC dibentuk oleh UU Kongres pada tahun 1934.
2. Organisasi Profesional Lainnya Organisasi ini secara aktif terlibat dalam pembuatatan standar akuntansi di negaranya masing-masing. a) Para Pengguna Laporan Keuangan a. Pengguna langsung: 1. pemilik perusahaan dan pemegang saham 2. kreditor 3. manajemen perusahaan 4. otoritas perpajakan 5. pekerja 6. para pelanggan
b. Pengguna tidak langsung meliputi: 1. analis dan penasihat keuangan 2. bursa saham 3. pengacara 4. pihak yang berwenang 5. asosiasi perdagangan 6. serikat pekerja
5) Pihak-Pihak Yang Berwenang Menyusun Standar Akuntansi Regulasi umumnya diasumsikan akan diterima oleh industri terkait dan didesain serta dioperasikan dengan tujuan utama memperoleh keuntungan. Terdapat dua kategori utama tentang regulasi industri, yaitu:
1. Teori-teori kepentingan publik Teori ini berpendapat bahwa regulasi diberikan sebagai suatu jawaban atas permintaan publik akan perbaikan dari harga-harga pasar yang tidak efisien (tidak layak). Teori ini tujuan utamanya yaitu untuk memberikan perlindungan dan menjamin kepentingan umum.
2. Teori kelompok yang berkepentingan atau teori perebutan Teori ini berpendapat bahwa regulasi diberikan sebagai jawaban atas permintaan dari kelompok dengan kepentingan khusus, dengan maksud untuk memaksimalkan laba dari para anggotanya. Versi utama dari teori ini adalah:
Teori regulasi kaum elit yang menguasai politik,dan Teori regulasi ekonomi 6) Legitimasi Proses Penyusunan Standar 1. Prognosis Pesimistik Legitimasi proses penetapan standar kadang dihubungkan dengan kemampuannya untuk membuat sistem akuntansi yang optimal, yaitu suatu sistem yang ekspektasi pengembaliannya kepada seorang pengguna yang menerapkan sebuah strategi keputusan yang optimal adalah lebih besar dari atau sama dengan pengembalian yang serupa dari sistem alteranatif yang lain. Mengenai kemungkinan tercapainya sistem akuntansi yang optimal dicetuskan oleh penggunaan teorema ketidakmungkinan oleh Demski yang mengemukakan pandangan bahwa: 1. Proses penetapan standar akuntansi harus mampu memuaskan kondisi Arrow agar dapat dikatakan sah
2. Tidak ada kumpulan standar yang akan selalu mencari alternatif-alternatif baru yang berkaitan dengan keinginan dan kepercayaan. Prognosis pesimistik menyimpulkan bahwa usaha-usaha untuk menggunakan standar tampaknya tidak akan memberikan hasil, dan prinsip-prinsip akuntansi yang ptimal tidak akan diperoleh.
2. Prognosis Optimistik Cushing memberikan prognosis optimistik mengenai banyaknya jumlah tanggung jawab dari prinsip akuntansi yang optimal, dengan syarat bahwa asumsi dari para pengguna heterogen dan asumsi-asumsi yang mendasarinya paradoks Arrow tidak digunakan (ditinggalkan). Bromwich menawarkan kemungkinan adanya standar akuntansi parsial; standar untuk satu atau lebih masalah akuntansi, yang dibuat dengan terisolasi dari standar atau masalah-masalah akuntansi lainnya. Chamber memilih untuk meniadakan ilmu ekonomi yang dipaparkan oleh Demski yang sifartnya tidakmungkin. Chamber mengajukan suatu ikmu yang mengasumsikan adanya norma atau standar yang berlaku pada situasi-situasi tertentu. Norma adalah informasi yang mewakili arus uang maupun nilai moneter dari asset serta jumlah arus utang pada pihak lain setiap waktu. Apabila norma tidak tersedia, Chamber menyarankan agar menggunakan alternatif lain yang dapat menyajikan pengukuran dengan nilai yang mendekati. C. Bank Syariah a. Pengertian Perbankan Syariah Bank pada dasarnya adalah entitas yang melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk pembiayaan atau dengan kata lain melaksanakan fungsi intermediasi keuangan. Dalam sistem perbankan di Indonesia terdapat dua macam sistem operasional perbankan, yaitu
bank konvensional dan bank syariah. Sesuai UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan dan keseimbangan ('adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram. Selain itu, UU Perbankan Syariah juga mengamanahkan bank syariah untuk menjalankan fungsi sosial dengan menjalankan fungsi seperti lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai kehendak pemberi wakaf (wakif). Pelaksanaan fungsi pengaturan dan pengawasan perbankan syariah dari aspek pelaksanaan prinsip kehati-hatian dan tata kelola yang baik dilaksanakan oleh OJK sebagaimana halnya pada perbankan konvensional, namun dengan pengaturan dan sistem pengawasan yang disesuiakan dengan kekhasan sistem operasional perbankan syariah. Masalah pemenuhan prinsip syariah memang hal yang unik bank syariah, karena hakikinya bank syariah adalah bank yang menawarkan produk yang sesuai dengan prinsip syariah. Kepatuhan pada prinsip syariah menjadi sangat fundamental karena hal inilah yang menjadi alasan dasar eksistensi bank syariah. Selain itu, kepatuhan pada prinsip syariah dipandang sebagai sisi kekuatan bank syariah. Dengan konsisten pada norma dasar dan prinsip syariah maka kemaslhahatan berupa kestabilan sistem, keadilan dalam berkontrak dan terwujudnya tata kelola yang baik dapat berwujud. Sistem dan mekanisme untuk menjamin pemenuhan kepatuhan syariah yang menjadi isu penting dalam pengaturan bank syariah. Dalam kaitan ini lembaga yang memiliki peran penting adalah Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI. Undang-undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah memberikan kewenangan kepada MUI yang fungsinya dijalankan oleh organ
khususnya yaitu DSN-MUI untuk menerbitkan fatwa kesesuaian syariah suatu produk bank. Kemudian Peraturan Bank Indonesia (sekarang POJK) menegaskan bahwa seluruh produk perbankan syariah hanya boleh ditawarkan kepada masyarakat setelah bank mendapat fatwa dari DSN-MUI dan memperoleh ijin dari OJK. Pada tataran operasional pada setiap bank syariah juga diwajibkan memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang fungsinya ada dua, pertama fungsi pengawasan syariah dan kedua fungsi advisory (penasehat) ketika bank dihadapkan pada pertanyaan mengenai apakah suatu aktivitasnya sesuai syariah apa tidak, serta dalam proses melakukan pengembangan produk yang akan disampaikan kepada DSN untuk memperoleh fatwa. Selain fungsi-fungsi itu, dalam perbankan syariah juga diarahkan memiliki fungsi internal audit yang fokus pada pemantauan kepatuhan syariah untuk membantu DPS, serta dalam pelaksanaan audit eksternal yang digunakan bank syariah adalah auditor yang memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang syariah. Secara umum terdapat bentuk usaha bank syariah terdiri atas Bank Umum dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), dengan perbedaan pokok BPRS dilarang menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas sistem pembayaran. Secara kelembagaan bank umum syariah ada yang berbentuk bank syariah penuh (full-pledged) dan terdapat pula dalam bentuk Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum konvensional. Pembagian tersebut serupa dengan bank konvensional, dan sebagaimana halnya diatur dalam UU perbankan, UU Perbankan Syariah juga mewajibkan setiap pihak yang melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip syariah harus terlebih dahulu mendapat izin OJK. b. Tujuan dan Fungsi Perbankan Syariah
Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan pada Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian. Perbankan Syariah bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan, dan pemerataan kesejahteraan rakyat. Sedangkan fungsi dari perbankan syariah adalah :
1. Bank Syariah dan UUS wajib menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. 2. Bank Syariah dan UUS dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. 3. Bank Syariah dan UUS dapat menghimpun dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir) sesuai dengan kehendak pemberi wakaf (wakif). 4. Pelaksanaan fungsi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Struktur Perbankan Syariah Berdasarkan Kegiatannya Bank Syariah dibedakan menjadi Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. 1.) Bank Umum Syariah Bank Umum Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha Bank Umum Syariah meliputi:
1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 3. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 4. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 5. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 6. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 8. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; 9. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; 10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; 12. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang berdasarkan Prinsip Syariah; 13. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; 14. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; 15. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah; 16. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah;dan 17. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.) Unit Usaha Syariah yang selanjutnya disebut UUS, adalah unit kerja dari kantor pusat Bank Umum Konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor atau unit yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, atau unit kerja di kantor cabang dari suatu Bank yang berkedudukan di luar negeri yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu syariah dan/atau unit syariah. Kegiatan usaha UUS meliputi:
1. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 2. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 3. menyalurkan Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 4. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad istishna', atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 5. menyalurkan Pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 6. menyalurkan Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 7. melakukan pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; 8. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; 9. membeli dan menjual surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah; 10. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;
11. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah; 12. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah; 13. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah; 14. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan 15. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.) Bank Pembiayaan Syariah adalah Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah meliputi: a) menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi'ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan
Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;
b) menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;
Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna';
Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;
Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;
c) menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi'ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d) memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan e) menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia (sekarang OJK). d. Dewan Pengawas Syariah (DPS) Dewan Pengawas Syariah wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS maupun BPRS. Dewan Pengawas Syariah(DPS) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas rekomendasi Majelis Ulama Indonesia. Dewan Pengawas Syariah bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah. Tugas dan tanggung jawab DPS secara rinci meliputi :
1. menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank; 2. mengawasi proses pengembangan produk baru Bank; 3. meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya; 4. melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank; dan 5. meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka
pelaksanaan
tugasnya.
Untuk menjadi DPS pemohon wajib memenuhi syarat–syarat menjadi Anggota DPS yakni:
1. Integritas, yang paling kurang mencakup:
o
memiliki akhlak dan moral yang baik;
o
memiliki komitmen untuk mematuhi peraturan perbankan syariah dan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku;
o
memiliki komitmen terhadap pengembangan Bank yang sehat dan tangguh (sustainable); dan
o
tidak termasuk dalam Daftar Tidak Lulus sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (sekarang OJK).
2. Kompetensi, yang paling kurang memiliki pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah mu'amalah dan pengetahuan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara umum; dan reputasi keuangan, yang paling kurang mencakup:
o
tidak termasuk dalam daftar kredit macet; dan
o
tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi pemegang saham, anggota Dewan Komisaris, atau anggota Direksi yang dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit, dalam waktu 5 (lima) tahun terakhir sebelum dicalonkan.
e. Perbedaan Perbankan Syariah dan Konvensional `
Secara garis besar hal-hal yang membedakan antara bank konvensional dengan bank
syariah adalah sebagai berikut:
No.
Bank Konvensional
Bank Syariah
1.
Bebas nilai
Berinvestasi pada usaha yang halal
2.
Sistem bunga
Atas dasar bagi hasil, margin keuntungan dan fee
3.
Besaran bunga tetap
Besaran bagi hasil berubah-ubah tergantung kinerja usaha
4.
5.
Profit
oriented (kebahagiaan Profit dan falah oriented (kebahagiaan dunia dan
dunia saja)
akhirat)
Hubungan debitur-kreditur
Pola hubungan:
1. Kemitraan (musyarakah dan mudharabah) 2. Penjual
–
pembeli
salam danistishna)
(murabahah,
3. Sewa menyewa (ijarah) 4. Debitur – kreditur; dalam pengertian equity holder (qard)
6.
Tidak
ada
dengan
lembaga
Dewan
sejenis Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Pengawas
Syariah Perbedaan antara system bunga bank dengan prinsip bagi hasil bank syariah adalah sebagai berikut:
No.
Sistem Bunga
Sistem Bagi Hasil
1.
Asumsi selalu untung
Ada kemungkinan untung/rugi
2.
Didasarkan pada jumlah uang (pokok) Didasarkan pada rasio bagi hasil dari pinjaman
pendapatan/keuntungan
yang diperoleh
nasabah pembiayaan 3.
Nasabah
kredit
pemberlakuan bunga
harus
perubahan
tunduk
pada Margin keuntungan untuk bank (yang
tingkat
suku disepakati bersama) yang ditambahkan
tertentusecarasepihakoleh
bank, pada pokok pembiayaan berlaku sebagai
sesuai dengan fluktuasi tingkat suku bunga harga jual yang tetap sama hingga di pasar uang. Pembayaranbunga yang berakhirnya masa akad. Porsi pembagian sewaktu-waktu
dapat
meningkat
atau bagi hasil berdasarkan nisbah (yang
menurun tersebut tidak dapat dihindari oleh disepakati bersama) berlaku tetap sama,
nasabah
di
dalam
masa
pembayaran sesuai akad, hingga berakhirnya masa
angsuran kreditnya.
perjanjian pembiayaan (untuk pembiayaan konsumtif)
4.
Tidak tergantung pada kinerja usaha. Jumlah pembagian bagi hasil berubahJumlah pembayaran bunga tidak meningkat ubah tergantung kinerja usaha (untuk meskipun jumlah keuntungan berlipatganda pembiayaan berdasarkan bagi hasil) saat keadaan ekonomi sedang baik
5.
Eksistensi bunga diragukan kehalalannya Tidak oleh semua agama termasuk agama Islam
6.
ada
agama
yang
meragukan
keabsahan bagi hasil
Pembayaran bunga tetap seperti yang Bagi hasil tergantung pada keuntungan dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang proyek yang dijalankan. Jika proyek itu dijalankan oleh pihak nasabah untung atau tidak rugi
mendapatkan
keuntungan
maka
kerugian akan ditanggung bersama kedua pihak
D. Review Terhadap Laporan Keuangan Dan Tujuan Pencapaian Syariah Compliance (Kepatuhan Syariah) Menjadi negara dengan mayoritas beragama muslim, membuat Indonesia memiliki beberapa keunikan dalam melakukan siklus kehidupan salah satunya adalah perekonomian dan aturan bisnis yang berlaku di lingkungan masyarakat. Terlepas apakah hal tersebut menguntungkan, atau tidak namun adanya agama dan juga aturan yang berbeda dengan hukum
membuat beberapa orang merasa lebih baik mengikuti sebuah aturan yang telah ditetapkan agama, salah satunya adalah ekonomi syariah. Dalam praktiknya, sekarang ini akuntansi sendiri telah dibagi menjadi dua yakni konvensional dan juga syariah. Semua yang berhubungan dengan syariah mengacu pada hukum ekonomi dan transaksi yang berlaku di agama islam. Dengan acuan Al Quran, Al Hadist, dan buku sumber lainnya yang digunakan sebagai patokan dan juga panduan dalam penjelasan ekonominya. Dalam akuntansi syariah, cukup banyak hal yang melibatkan berbagai bentuk syariah salah satunya adalah laporan keuangan syariah. Laporan ini memiliki perbedaan dan unsur yang juga berbeda dengan laporan keuangan konvensional. Meskipun dasarnya sama yakni sebuah laporan yang menjabarkan berbagai transaksi dan juga berbagai pemasukan serta pengeluaran, perubahan data, neraca dan lainnya sehingga uang yang masuk dan keluar digunakan dan didapatkan dengan status yang jelas. 1. Tujuan Laporan Keuangan Syariah Dalam tujuan utamanya laporan keuangan syariah terbagi menjadi tiga, diantaranya adalah : Untuk menyediakan informasi keuangan tujuan pertama dari laporan keuangan syariah adalah menyediakan informasi keuangan entitas syariah yang dibuat dalam satu periode akuntansi. Umumnya juga periode tersebut ditentukan oleh perusahaan terkait yang menggunakan sistem syariah untuk mengatur kebijakan laporan keuangannya. Tentu akan semakin pendek jangka laporannya maka akan semakin mudah, karena terlalu lama membuat laporan tidak efektif dan kesalahan kecil tidak terlihat.
Berdasarkan informasi keuangan, para pengguna dapat menjadikan laporan keuangan sebagai rujukan atau bahan dalam pengambilan keputusan ekonomi, seperti keputusan investasi oleh investor, keputusan ekspansi oleh manajemen dan hal lainnya. Informasi keuangan ini disajikan dalam berbagai jenis laporan keuangan seperti yang sudah disebutkan di poin sebelumnya mengenai berbagai jenis laporan. Menyediakan informasi kepatuhan terhadap prinsip syariah (sharia compliance) Laporan keuangan syariah juga memiliki fungsi pengawasan, dimana laporan keuangan bisa meneliti apakah perusahaan tersebut menggunakan entitas syariah pada setiap transaksi dan juga berbagai prinsip ekonominya. Terkadang ada beberapa perusahaan yang mengklaim bahwa mereka merupakan perusahaan syariah,namun masih banyak program yang dilakukan dengan standar program keuangan konvensional. Hal ini akan merugikan perusahaan yang memang menggunakan prinsip syariah. Contohnya, perlakuan pendapatan bunga yang akan diperoleh oleh entitas syariah berasal dari dana sosial bukan dari masing-masing nasabah atau partner transaksi. Dan hal ini harus diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Menyediakan informasi mengenai pemenuhan tanggungjawab sosial Entitas syariah juga menyediakan informasi sosial dalam laporan keuangannya. Informasi ini disajikan pada laporan sumber dan penyaluran dana zakat serta dan laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan tersebut. Laporan keuangan merupakan pemenuhan tanggung jawab sosial sehingga pelaksanaannya berjalan dengan lancar. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, maka sebuah laporan keuangan disajikan dalam beberapa bentuk meliputi:
Aset
Kewajiban
Dana syirkah temporer
Ekuitas
Pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
Arus kas
Dana zakat dan
Dana kebajikan
Sedangkan tujuan pencapaian shariah compliance yaitu untuk mengukur tingkat efektivitas pengawasan dalam implementasi shariah compliance oleh Dewan Pengawas Syariah pada
bank
syariah
dan
meneliti
perkembangan
hukum
serta
permasalahan
dalam
pengawasan shariah compliance oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Metode pendekatan yang digunakan
peneliti
dalam
penulisan
hukum
ini
ialah
metode
pendekatan
yuridis
empiris. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan analisis teori pendekatan efektivitas yang dikemukakan oleh Martin dan Lubis, didapati data di lapangan antara lain:
a. DPS cukup efektif dalam memenuhi kriteria sumber daya yang dibutuhkan dalam implementasi shariah compliance (resource approach).
b. DPS kurang efektif menjalankan tugas, wewenang dan tanggung jawabnya dalam mengawasai implementasi shariah compliance (process approach); c. Pencapaian output yang dihasilkan DPS cukup efektif pada bank syariah sudah sesuai dengan shariah compliance (goals
approach).
implementasi shariah
Pada
compliance oleh
perkembangan DPS
hukum
diketahui
tiap
pengawasan periode
dalam
mengalami
perkembangan dan perubahan termasuk perkembangan fungsi, wewenang, dan tanggung jawab oleh DPS. Begitu juga pada permasalahan dalam mengimplementasikannya, selama ini pemerintah sudah mengupayakan solusi dengan mengeluarkan regulasi, membangun sarana dan prasarana yang mendukung terimplementasikannya shariah compliance pada bank syariah.
E. Tinjauan Terhadap Penyusunan Standar Akuntansi Syariah Sama seperti standar akuntansi keuangan konvesional,standar akuntansi keuangan syariah disusun oleh suatu lembaga resmi (Standard Setting Body) Dalam SAK syariah ini dibuat oleh the accounting and auditing organization for Islamic financial institution (AAOIFI)yang berbasis di dubai. Standard akuntansi ini di pakai dan di adopsi oleh banyak Negara-negara yang menerapkan prinsip ekonomi islam. Di Indonesia sendiri,permasalahan standarisasi laporan keuangan syariah ditangani oleh dewan standar akuntansi syariah (DSAK) yang berada dibawah naungan ikatan akuntan Indonesia (IAI).DSAK dibentuk di Jakarta pada kongres ke 8 IAI pada tahun 1998.saat ini, standar akuntansi keuangan syariah di Indonesia menggunakan PSAK 101 (2014).SAK syariah tersebut menggantikan SAK syariah yang disahkan tahun 2002 dan menyempurnakan SAK tahun 2007 dan 2011. Dasar pembuatan SAK syariah ini bersumber pada Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 282-283.Ayat tersebut menjabarkan prinsip pencatatan laporan keuangan yang menggunakan konsep kejujuran, keadilan dan kebenaran. Pembuatan SAK syariha ini mengikuti perkembangan ekonomi islam di dunia. Perkembangan tersebut menciptakan lingkungan ekonomi dan pasar baru yang berbasis syariah. Ada beberapa jenis standar pelaporan keuangan berbasis syariah berdasarkan jenis transaksinya yang sudah dibuat oleh DSAK syariah Indonesia.Beberapa di antaranya adalah :
1. PSAK 102 akuntansi murabahah 2. PSAK 103 akuntansi salam 3. PSAK 104 akuntansi istisna 4. PSAK 105 akuntansi mudharabah 5. PSAK 106 akuntansi musyarakah 6. PSAK 107 akuntansi ijarah 7. PSAK 108 akuntansi transaksi asuransi syariah 8. PSAK 109 akuntansi zakat dan infak/sedekah. Pada saat ini,banyak pebisnis-pebisnis yang mulai merambah dan beralih menggunakan prinsip syariah dalam usahanya. Oleh karena itu,pembuatan dan penyusunan standar akuntansi keuangan syariah perlu dibuat untuk menyambut tantangan dan perkembangan tersebut. Namun tidak banyak orang yang mengetahui tentang cabang akuntansi yang tergolong baru ini.Sehingga diperlukan pengenalan dan pelatihan untuk mensosialisasikan syariah ini.
standar akuntansi keuangan
BAB VI PEENUTUP
A. Kesimpulan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) adalah suatu kerangka dalam prosedur pembuatan laporan keuangan agar terjadi keseragaman dalam penyajian laporan keuangan. Standar Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan hasil perumusan Komite Prinsipil Akuntansi Indonesia pada tahun 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) tahun 1984. Standar Akuntansi di Indonesia merupakan terapan dari beberapa standard akuntansi yang ada seperti:IAS (International Accounting Standards), IFRS ( International Financial Reporting Standards), GAAP (Generally Accepted Accounting Principles), ETAP (Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik) dan PSAK syariah dan juga SAP ( Standar Akuntansi Pemerintahan). Sejarah Standar Akuntansi Syariah yang Berlaku di Indonesia Terhitung Sejak 1992-2002 atau 10 tahun lembaga keuangan baik bank syariah maupun entitas syariah yang lain tidak memiliki PSAK khusus yang mengatur transaksi dan kegiatan berbasis syariah. PSAK 59 sebagai produk pertama DSAK – IAI untuk entitas syariah perlu diajungkan jempol dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi keberadaan akuntansi syariah di Indonesia. PSAK ini disahkan tanggal 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003 . hanya berlaku hanya dalam tempo 5 tahun. Jenis SAK yang dijalankan di Indonesia saat ini, antara lain: PSAK- IFRS, SAK ETAP, PSAK Syariah dan SAP. Dalam perkembangannya PSAK sudah menjadi panduan wajib bagi masyarakat maupun instansi-instansi yang mempelajari, mengelola, dan menggunakan sistem keuangan. PSAK
mendefinisikan dan mendeskripsikan secara teliti tentang rincian sistem keuangan dan produkproduk komersial yang digunakan dalam perbangkan syariah.