BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan The Diagostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi ke-empat (DSM-IV) yang membagi gangguan kecemasan menjadi: gangguan panik, fobia spesifik, fobia sosial, Obsessive-Compulsive Disorder (OCD), gangguan stress pasca trauma atau (PTSD), dan gangguan stress akut.1 Obsessive Compulsive Disorder (OCD) merupakan gejala obsesi atau kompulsi berulang yang cukup berat hingga menimbulkan gangguan yang jelas pada penderitanya. Pasien dengan OCD dapat memiliki obsesi atau kompulsi atau keduanya.1,2 Gangguan obsesif kompulsif atau yang lebih sering dikenal dengan singkatan OCD adalah kelainan psikologis yang menyebabkan seseorang memiliki pikiran obsesif dan perilaku yang bersifat kompulsif. Kelainan ini ditandai dengan pikiran dan ketakutan tidak masuk akal (obsesi) yang dapat menyebabkan perilaku repetitif (kompulsi). 1 Pada dasarnya setiap orang pernah memiliki pemikiran yang negatif atau mengganggu. Dari suatu studi ditemukan bahwa 84% orang normal melaporkan pernah memiliki pemikiran-pemikiran yang terus berulang dan mengganggu. Seseorang akan mudah memunculkan pemikiran-pemikiran yang negatif dan juga perilaku-perilaku yang kaku dan berulang ketika mereka mengalami distress. Yang membedakan dengan orang yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif adalah bahwa orang-orang yang normal akan mampu menghentikan pemikiran-pemikiran negatif tersebut sehingga tidak sampai mengganggu dirinya, sedangkan penderita gangguan obsesif-kompulsif tidaklah demikian. 1
Gangguan obsesif-kompulsif mencakup pola obsesi atau kompulsi yang berulang-ulang, atau kombinasi keduanya. Obsesi adalah pikiran-pikiran yang persisten dan mengganggu, yang menimbulkan kecemasan dan di luar kemampuan
individu
untuk
mengendalikannya.
Kompulsi
adalah
dorongan-dorongan yang tidak bisa ditolak untuk melakukan tingkah laku tertentu secara berulang seperti mandi berulang-ulang, mencuci tangan atau baju berulang-ulang. Jumlah penderita gangguan obsesif-kompulasif di suatu populasi atau masyarakat tidaklah besar. Dibanding gangguan kecemasan lain misalnya fobia sosial, fobia spesifik, dan gangguan kecemasan menyeluruh, prevalensinya relatif lebih kecil, yaitu 2% sampai 3%. Meskipun jumlahnya relatif kecil dalam suatu masyarakat, namun bukan berarti kondisi tersebut dapat diabaikan. Peneliti memperkirakan bahwa gangguan ini ditemukan pada sebanyak 10 persen pasien rawat jalan di klinik psikiatri. Gambaran ini membuat OCD menjadi diagnosis psikiatri keempat terbanyak setelah fobia, gangguan terkait zat, dan gangguan depresi berat.2 Di antara orang dewasa, laki-laki dan perempuan sama-sama cenderung terkena, tetapi di antara remaja, laki-laki lebih lazim terkena daripada perempuan. Usia rata-rata awitan sekitar 20 tahun, walaupun laki-laki memiliki usia awitan sedikit lebih awal daripada perempuan. Orang dengan OCD lazim terkena gangguan jiwa lain. Prevalensi seumur hidup gangguan depresif mayor pada orang dengan OCD sekitar 67 persen dan untuk fobia sosial sekitar 25 persen. Diagnosis psikiatri komorbid yang lazim lainnya pada pasien dengan OCD adalah gangguan penggunaan alkohol, gangguan makan, dan gangguan kepribadian. Insiden gangguan Tourette pada pasien dengan OCD adalah 5 hingga 7 persen, dan 20 hingga 30 persen pasien OCD memiliki riwayat tik.2 Dalam manifestasinya, setiap individu dapat berbeda-beda, sebagai contoh perasaan cemas akan kebersihan dirinya, akan terwujud dengan
2
perilaku mencuci tangan yang berulang-ulang, perasaan cemas akan keamanan rumah tempat tinggalnya, terwujud dengan pengecekan pintu-pintu rumah secara berulang. Orang yang mengalami gangguan obsesif-kompulsif tidak akan merasakan kenyamanan dan ketenangan dalam keseharian hidupnya. Kompulsi yang seringkali dilakukan sebagai jawaban dari pikiran obsesi biasanya akan muncul cukup sering sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menimbulkan distress yang signifikan. Contoh kasus, seorang penderita gangguan ini bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk mengecek dan mengecek kembali pintu-pintu dan jendela sebelum meninggalkan rumah, dan itu pun masih menyisakan keraguan. Hal ini tentu saja dapat menyebabkan keterlambatan, membuang-buang waktu dan mungkin akan merugikan orang lain.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan mengganggu. Berlawanan dengan obsesi yang merupakan peristiwa mental, kompulsi adalah suatu prilaku. Kompulsi adalah prilaku yang disadari, standar dan berulang, seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar. Pasien dengan OCD menyadari ketidakrasionalan obsesi dan merasakan obsesi serta kompulsi sebagai ego-distonik.2 Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan ia melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.3 Pengertian obsesi menurut Kaplan adalah pikiran, ide atau sensasi yang muncul secara berulang-ulang.2 Menurut Davison dan Neale hal-hal tersebut muncul tanpa dapat dicegah, dan individu merasakannya sebagai hal yang tidak rasional dan tidak dapat dikontrol. Sedangkan kompulsi menurut Davison dan Neale adalah perilaku atau tindakan mental yang berulang, dimana individu merasa didorong untuk menampilkannya agar mengurangi stres.3 Gejala obsesif kompulsif ini juga termanifestasi sekunder pada penderita skizofrenia, sindroma Tourette, fobia, depresi dan gangguan mental organik. Rentang usia dewasa muda, atau sekitar 20-35 tahun adalah rentang usia tersering di mana gangguan ini ditemukan, di atas usia 35 tahun persentasenya kurang dari 15 % dan di bawah usia 20 tahun sangat jarang ditemukan.2
4
Tabel 1 : Prevalensi Gangguan Kecemasan
2.2 Etiologi dan Patofisiologi Banyak studi yang masih membahas mengenai penyebab timbulnya OCD. Disebutkan bahwa OCD dapat disebabkan oleh banyak faktor, beberapa hal tersebut diantaranya:
2.2.1 Faktor Biologis Terjadinya gangguan obsesif kompulsif diasosiasikan dengan encefatilis, cedera kepala dan tumor otak. Dua area otak yang dapat terpengaruh oleh trauma semacam itu adalah lobus frontalis dan ganglia basalis, serangkaian nuklei sub-kortikal termasuk caudate, putamen, globus pallidus dan amigdala. Studi menunjukkan peningkatan aktivasi pada lobus frontalis pasien OCD mencerminkan kekhawatiran yang berlebihan terhadap pikiran mereka sendiri. 2,4
Ganglia basalis, suatu sistem yang berhubungan dengan pengendalian perilaku motorik disebabkan oleh relevansinya dengan kompulsi dan hubungan antara OCD dan sindrom Tourette. Aliran darah di otak meningkat pada daerah 5
frontalis dan ke beberapa ganglia basalis. Penderita OCD juga ditemukan memiliki putamen yang lebih kecil. OCD juga dikaitkan dengan tingkat serotonin yang rendah atau berkurangnya jumlah reseptor. Selain itu genetik juga berkontribusi pada OCD. Tingkat kejadian gangguan anxietas yang tinggi muncul pada kerabat tingkat pertama pasien penderita OCD. Prevalensi OCD juga lebih tinggi pada kerabat tingkat pertama pasien dengan OCD dibandingkan pada kerabat kelompok kontrol.2,4 1. Neurotransmitter
Gambar 1 : Neurobiologik pada Gangguan Obsesif-Kompulsif A. Sistem Serotonergik Salah
satu
penjelasan
yang
mungkin
tentang
gangguan
obsesif-kompulsif adalah keterlibatan neurotransmitter di otak, khususnya kurangnya jumlah serotonin. Banyak percobaan obat klinis yang telah dilakukan menyokong hipotesis bahwa disregulasi serotonin terlibat di dalam pembentukan gejala obsesi dan kompulsi pada gangguan ini. Data menunjukkan bahwa obat serotonergic lebih efektif daripada obat yang
6
mempengaruhi sistem neurotransmitter lain tetapi tidak jelas apakah serotonin terlibat sebagai penyebab OCD. 2,4 Fungsi serotonin di otak ditentukan oleh lokasi system proyeksinya. Proyeksi pada frontal diperlukan untuk pengaturan mood, proyeksi pada ganglia basalis berperan pada gangguan obsesi kompulsi.5 B. Sistem Noradrenergik Baru-baru ini lebih sedikit bukti yang ada untuk disfungsi sistem noradrenergic pada OCD. Laporan yang tidak resmi menunjukkan sejumlah perbaikan gejala OCD dengan klonidin oral. C. Neuroimunologi Terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokus dengan OCD. Infeksi Streptokokus grup A b-hemolitik dapat menyebabkan demam reumatik dan sekitar 10 hingga 30 persen pasien mengalami chorea Sydenham dan menunjukkan gejala OCD. Awitan infeksi biasanya terjadi pada usia sekitar 8 tahun untuk menimbulkan gejala sisa itu. Keadaan ini disebut Pediatric Autoimmune Neuropsychiatric Disorder Associated With Streptococcal Infection (PANDAS)2 D. Studi Pencitraan Otak Berbagai studi pencitraan otak fungsional, contohnya Positron Emission
Tomography
(PET)
menunjukkan
peningkatan
aktivitas
(metabolisme dan aliran darah) di lobus frontalis, ganglia basalis (terutama lobus kaudatus) dan cingulum pada pasien OCD. Terapi farmakologis dan prilaku dilaporkan dapat memperbaiki abnormalitas tersebut. Studi Computed Tomography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) menemukan berkurangnya ukuran kaudatus bilateral pada pasien dengan OCD. Prosedur neurologis yang melibatkan cingulum kadang-kadang efektif di dalam terapi pasien dengan OCD.
7
E. Genetik Dari studi didapatkan pada pasien OCD menunjukkan 35 persen kerabat keluarga tingkat pertama yang mengalami OCD juga mempunyai gejala seperti hal tersebut. Namun data-data yang ada belum dapat menjelaskan pengaruh budaya dan tingkah laku terhadap transmisi gangguan OCD.
2.2.2 Faktor Prilaku Menurut ahli teori pembelajaran obsesi timbul sebagai respon dari adanya rasa takut dan kecemasan, kemudian menjadi suatu stimulus yang dibiasakan dan mencetuskan ansietas dan ketidaknyamanan. Kompulsi terbentuk dari cara yang berbeda, ketika seseorang menemukan bahwa suatu tindakan tertentu dapat mengurangi ansietas yang melekat dengan pikiran obsesi nya, ia akan mengembangkan strategi tersebut sebagai bentuk penghindaran aktif berupa kompulsif atau prilaku ritualistic untuk mengendalikan ansietasnya tersebut. Secara bertahap, karena ansietasnya berkurang maka strategi penghindaran yang dilakukan itu menjadi suatu pola yang terfiksasi seperti pola prilaku kompulsif. Teori pembelajaran memberikan konsep yang berguna untuk menjelaskan aspek tertentu fenomena obsesif kompulsif ini, Teori ini menganggap bahwa kompulsi adalah perilaku yang dipelajari dan dikuatkan oleh reduksi rasa takut (Meyer & Chesser 1970). Contohnya mencuci tangan secara kompulsif dipandang sebagai respon pelarian yang mengurangi kekhawatiran obsesional dan ketakutan terhadap kontaminasi dari kotoran dan kuman. Tindakan kompulsi sering muncul karena stimuli yang menimbulkan kecemasan sulit disadari. Penderita sangat sulit mengatahui kapan kuman akan muncul atau dapat dihilangkan oleh pembersihan. Pemikiran lain menyebutkan bahwa pengecekan secara kompulsif disebabkan oleh defisit memori. Ketidakmampuan untuk mengingat suatu tindakan secara akurat (seperti mematikan kompor) atau membedakan antara 8
perilaku aktual dan perilaku yang dibayangkan, dapat menyebabkan seseorang berulang kali
melakukan pengecekan. Namun, sebagian besar studi
menemukan bahwa penderita OCD tidak menunjukkan defisit memori. Obsesi pasien penderita OCD biasanya membuat mereka cemas. Sebagian besar orang kadang-kadang memiliki pemikiran yang tidak diinginkan yang memiliki kesamaan isi dengan obsesi. Pemikiran yang tidak menyenangkan ini bertambah ketika seseorang berada dalam kondisi stress. Individu normal dapat menoleransi atau menghapus kognisi tersebut, tetapi bagi penderita OCD , pikiran OCD ini dapat dipicu oleh keyakinan bahwa memikirkan tentang kejadian yang berpotensial tidak menyenangkan membuat kejadian tersebut lebih besar kemungkinannya untuk benar-benar terjadi. Selain itu mereka juga kesulitan untuk mengabaikan stimuli yang berkontribusi pada bebagai kesulitan mereka. Penderita OCD secara aktif menekan pikiran yang mengganggu, namun seringkali dengan konsekuensi yang tidak mengenakkan. Upaya untuk menekan pikiran yang tidak menyenangkan biasanya berhubungan dengan kondisi emosional intens menyebabkan hubungan kuat antara pikiran yag ditekan dan emosi. Setelah melakukan banyak upaya untuk menekan suatu emosi kuat dapat memicu pikiran tersebut untuk kembali, disertai peningkatan mood negatif. Akibatnya kecemasan pun meningkat. OCD didorong kebutuhan yang tidak masuk akal untuk merasa kompeten, bahkan sempurna. Jika tidak demikian, orang yang bersangkutan merasa tidak berharga.
2.2.3 Faktor Psikososial 1. Faktor Kepribadian OCD berbeda dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif. Sebagian besar orang dengan OCD tidak memiliki gejala kompulsif premorbid,
9
dan ciri kepribadian seperti itu. Hanya sekitar 15-35 persen pasien OCD memiliki ciri obsessional premorbid 2. Faktor Psikodinamik Menurut Freud, gangguan obsesif-kompulsif bisa disebabkan karena regresi dari fase anal dalam perkembangannya. Mekanisme pertahanan psikologis mungkin mempunyai peran pada beberapa manifestasi pada gangguan obsesif-kompulsif.2 Menurut teori Psikoanalisa, obsesi dan kompulsi disebabkan oleh dorongan instingtual, seksual, atau agresi yang tidak dapat dikendalikan karena toilet training yang begitu keras. Hal ini karena terfiksasi pada masa anal. Simptom yang muncul mencerminkan hasil perjuangan antara id dan mekanisme pertahanan (defence mechanism) . Kadang- kadang insting agresi id mendominasi, kadang pula defence mechanism yang mendominasi. Contohnya, ketika fikiran obsesif membunuh seseorang muncul, saat itulah dorongan id yang mendominasi. Sedangkan saat seseorang terfiksasi pada tahap anal melalui formasi reaksi, menahan dorongan untuk kotor dan secara kompulsif menjadi rapi, bersih dan teratur. Sedangkan Alfred Adler memandang gangguan obsesif kompulsif sebagai akibat dari rasa tidak kompeten. Ketika anak tidak terdorong untuk mengembangkan perasaan kompeten oleh orang tua (karena orang tua sangat dominan atau memanjakan), maka anak akan mengalami kompleks inferioritas dan secara tidak sadar melakukan ritual kompulsif untuk menciptakan wilayah dimana anak dapat menggunakan kendali dan merasa terampil.
2.3 Manifestasi Klinis Obsesif Kompulsif
10
Gambar 2 : Konsep Teori Gangguan Obsesif-Kompulsif Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu yang sama; suatu gagasan atau impuls yang masuk ke dalam kesadaran seseorang secara menetap dan paksa. Perasaan takut akan cemas menyertai manifestasi utama dan sering menyebabkan orang mengambil tindakan balasan terhadap gagasan atau impuls awal. Obsesi yang umum bisa berupa kegelisahan mengenai pencemaran, keraguan, kehilangan dan penyerangan. Penderita merasa terdorong untuk melakukan tindakan berulang, dengan maksud tertentu dan disengaja. Pekerjaan berulang tersebut, seperti mencuci tangan berulang-ulang atau memeriksa pintu berulang-ulang untuk memastikan bahwa pintu sudah dikunci, dan lain-lain. Tidak peduli sedemikian kuat dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang tersebut biasanya mengenali sebagai suatu yang aneh dan tidak rasional. Orang yang menderita karena obsesi dan kompulsi biasanya merasakan keinginan yang kuat untuk menahannya. Meskipun demikian, sekitar separuh dari semua pasien memberikan sedikit tahanan terhadap kompulsi walaupun sekitar 80% pasien yakin bahwa kompulsi itu tidak rasional. Kadang-kadang pasien terlalu menilai lebih obsesi dan kompulsi. Contohnya seorang pasien dapat memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara moral adalah benar walaupun ia dapat kehilangan pekerjaan karena waktu yang dihabiskan untuk membersihkan.
11
Tampilan obsesi dan kompulsi heterogen pada orang dewasa dan anak serta remaja. Gejala seorang pasien dapat tumpang tindih dan berubah seiring waktu tetapi OCD memiliki empat pola gejala utama. a. Kontaminasi Pola yang paling lazim ditemukan adalah obsesi terhadap kontaminasi, diikuti kegiatan mencuci atau disertai penghindaran kompulsif objek yang diduga terkontaminasi. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya yakin bahwa kontaminasi disebarkan dari objek ke objek atau dari orang ke orang bahkan melalui kontak terkecil. b. Keraguan patologis Obsesi ini sering melibatkan suatu bahaya kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci pintu). Pasien memiliki obsesi keraguan akan diri sendiri dan selalu merasa bersalah karena lupa atau melakukan sesuatu. c. Pikiran yang mengganggu Obsesi seperti ini biasanya merupakan pikiran berulang mengenai tindakan seksual atau agresif yang tercela bagi pasien. Pasien yang terobsesi dengan pikiran tindakan agresif atau seksual dapat melaporkan dirinya sendiri ke polisi. d. Simetri Pasien dapat memakan waktu berjam-jam untuk melakukan suatu kegiatan. e. Pola gejala lain Obsesi religius dan kompulsi menumpuk sesuatu yang lazim ditemukan pada pasien dengan OCD. Trikotilomania (kompulsi menarik-narik rambut) dan menggigit–gigit kuku dapat merupakan kompulsi yang terkait dengan OCD. Tabel 2 : Berbagai prilaku obsesif-kompulsif yang sering terjadi1 12
13
Gambar 3 : Jenis Gangguan Obsesi
Gambar 4 : Jenis Prilaku Kompulsif
14
2.4 Penegakan Diagnosis Sebagai
bagian
dari
kriteria
diagnostik
OCD,
DSM-IV-TR
memungkinkan klinisi merinci apakah pasien memiliki OCD tipe tilikan yang buruk jika mereka umumnya tidak menyadari obsesi dan kompulsinya berlebihan. Kriteria diagnostic DSM – IV – TR gangguan obsesif kompulsif, berupa:2 1. Baik obsesi atau kompulsi : Obsesi : a. Pikiran, impuls, atau bayangan yang berulang dan menetap yang dialami pada suatu waktu selama terjadi gangguan, sebagai suatu yang mengganggu dan tidak sesuai serta dapat menimbulkan ansietas atau distress yang nyata b. Pikiran, impuls atau bayangan bukanlah kekhawatiran berlebihan mengenai masalah kehidupan yang nyata c. Orang tersebut berupaya mengabaikan atau menekan pikiran, impuls, atau bayangan tersebut, atau menghilangkannya dengan pikiran atau tindakan lain. d. Orang tersebut menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsessional itu adalah hasil pikiran mereka sendiri (bukan dari luar seperti pada insersi pikiran) Kompulsi : a. Prilaku berulang (contoh : mencuci tangan, melakukan urutan, memeriksa) atau tindakan mental (contoh : berdoa, menghitung, mengulang kata-kata di dalam hati) yang membuat orang tersebut
15
terdorong untuk melakukannya harus sebagai respons terhadap obsesi, atau menurut aturan yang harus diterapkan dengan kaku b. Prilaku atau tindakan mental tersebut ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan atau mencegah peristiwa atau situasi yang menakutkan : meskipun demikian, prilaku atau tindakan mental ini benar-benar berlebihan atau tidak berkaitan secara realistic dengan apa yang awalnya henddak dihilangkan atau dicegah. 2. Pada suatu titik selama perjalanan gangguan, penderita menyadari bahwa obsesi atau kompulsi mereka berlebihan atau tidak beralasan 3. Obsesi atau kompulsi menyebabkan distress yang nyata, memakan waktu (lebih dari 1 jam perhari) atau mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan atau akademik, atau aktivitas maupun hubungan social secara signifikan 4. Jika terdapat gangguan aksis 1 lain, isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas pada hal tersebut (misalnya: preokupasi terhadap makanan dengan adanya gangguan makan; menarik-narik rambut dengan adanya trikotilomania ; peduli dengan penampilan dengan adanya gangguan dismorfik tubuh ; preokupasi memiliki penyakit berat dengan adanya hipokondriasis ; preokupasi terhadap dorongan atau fantasi seksual dengan adanya paraphilia ; atau berpikir mendalam akan rasa bersalah dengan adanya gangguan depresif berat) 5. Gangguan ini tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh : penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis umum. Tentukan jika : Dengan tilikan buruk : jika untuk sebagian besar waktu selama episode saat ini, orang tersebut tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsinya berlebihan atau tidak beralasan. Berdasarkan PPDGJ III:6
16
Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan kompulsif atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut : a. Harus disadari, sebagai pikiran atau impuls diri sendiri b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak dianggap sebagai kesenangan) d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan (unpleasantly repetitive) Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga menunjukkan gejala depresif dan sebaliknya penderita gangguan depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut, meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara parallel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari
gejala-gejala
yang
timbul
lebih
dahulu.
Diagnosis
gangguan
obsesif-kompulsif ditegakkan hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif kompulsif tersbut timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada gangguan menahun, maka prioritas diberikan pada gejala yang paling bertahan saat gejala yang lain menghilang.6
17
Gejala obsesif sekunder, yang terjadi pada gangguan skizofrenia, sindrom Tourette, atau gangguan mental organic, harus dianggap sebagai bagian dari kondisi tersebut.
18
2.5 Diagnosis Banding 1. Keadaan Medis Gangguan neurologis utama untuk dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tic lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan kadang-kadang trauma serta komplikasi pasca ensefalitis. 2. Gangguan Tourette Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette dan OCD memiliki awitan dan gejala yang serupa. Sekitar 90 persen orang dengan gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak dua per tiga memenuhi kriteria diagnostik OCD. 3. Keadaan psikiatri lain Pertimbangkan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompulsif, fobia, dan gangguan depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia yaitu tidak adanya gejala skizofrenik lain, sifat gejala yang kurang bizar, dan tilikan pasien terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian obsesif kompulsif tidak memiliki derajat hendaya fungsional yang terkait OCD. Fobia dibedakan yaitu tidak adanya hubungan antara pikiran obsesif dan kompulsi. Gangguan depresif berat kadang-kadang dapat disertai gagasan obsesif tetapi pasien yang hanya dengan OCD gagal memenuhi kriteria diagnostik gangguan depresif berat. Keadaan psikiatri lain yang dapat terkait erat dengan OCD adalah hipokondriasis, gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan pengendalian impuls lain, seperti kleptomania. Pada semua gangguan ini, pasien memiliki pikiran berulang (contohnya kepedulian akan tubuh) atau perilaku berulang (contohnya mencuri).
19
Gambar 5 : Gangguan OCD dan Gangguan Terkait Lainnya 2.6 Penanganan Penatalaksanaan OCD dilakukan baik secara non farmakologi dan secara farmakologi. 1. Psikoterapi Treatment psikoterapi untuk gangguan obsesif-kompulsif umumnya diberikan hampir sama dengan gangguan kecemasan lainnya. Ada beberapa faktor OCD sangat sulit untuk disembuhkan, penderita OCD kesulitan mengidentifikasi kesalahan (penyimpangan perilaku) dalam mempersepsi tindakannya sebagai bentuk penyimpangan perilaku yang tidak normal. Individu beranggapan bahwa ia normal-normal saja walaupun perilakunya itu diketahui pasti sangat menganggunya. Baginya, perilaku kompulsif tidak salah dengan perilakunya tapi bertujuan untuk memastikan segala sesuatunya berjalan dengan baik-baik saja. Faktor lain adalah kesalahan dalam 20
penyampaian informasi mengenai kondisi yang dialami oleh individu oleh praktisi secara tidak tepat dapat membuat individu merasa enggan untuk mengikuti terapi. 2. Cognitive-Behavioural Therapy (CBT) Salah satu perkembangan yang paling efektif untuk pengobatan OCD adalah CBT. Tujuan utama dari CBT adalah belajar untuk menerima pengalaman psikologis yang tidak nyaman. Dari perspektif kesadaran, banyak tekanan psikologis kita adalah hasil dari mencoba untuk mengontrol dan menghilangkan ketidaknyamanan pikiran yang tidak diinginkan, perasaan, sensasi, dan mendesak. Untuk individu dengan OCD atau kondisi terkait berbasis kecemasan, tujuan akhir dari kesadaran adalah untuk mengembangkan kemampuan untuk lebih rela mengalami pikiran tidak nyaman, perasaan, sensasi, dan mendesak, tanpa menanggapi dengan kompulsi, perilaku menghindar, mencari jaminan atau ritual mental. Dalam CBT penderita OCD pada perilaku mencuci tangan diatur waktu kapan ia mesti mencuci tangannya secara bertahap. Bila terjadi peningkatan kecemasan barulah terapis memberikan izin untuk individu OCD mencuci tangannya. Terapi ini efektif menurunkan rasa cemas dan menghilangkan secara perlahan kebiasaan-kebiasaannya itu. Dalam CBT terapis juga melatih pernafasan, latihan relaksasi dan manajemen stres pada individu ketika menghadapi situasi konflik yang memberikan kecemasan, rasa takut atau stres muncul dalam diri individu. Pemberian terapi selama 3 bulan atau lebih. Setelah protokol CBT terstruktur, klien secara bertahap berhadapan dengan tantangan semua gejalanya, dan belajar hal yang baru, metode lebih produktif untuk mengatasi rasa cemas. Seiring waktu, individu menjadi peka terhadap situasi yang sebelumnya memprovokasi kecemasan dan pikiran, obsesi dan
21
kompulsi dieliminasi, atau secara signifikan mengurangi frekuensi dan besarnya.
22
3. Farmakologi Farmakologis merupakan pengobatan lini pertama, terdiri dari 5-HT reuptake
inhibitor, seperti
paroxetine,
citalopram,
SSRI (fluoxetine,
escitalopram),
dan
fluvoxamine, sertraline,
clomipramine
(Anafranil),
antidepresan trisiklik (TCA) dengan 5-HT dan TL reuptake inhibitor. Alternatif mungkin termasuk venlafaxine, sebuah norepinefrin serotonin reuptake inhibitor (SNRI). Pemberian obat-obatan haruslah melalui kontrol yang ketat karena beberapa dari obat tersebut mempunyai efek samping yang merugikan. Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti:1,2,4 a. Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) Obat-obatan yang meningkatkan level serotonin, seperti SSRI dan beberapa tricyclic, merupakan penanganan biologis yang paling sering diberikan kepada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Jenis obat SSRIs ini adalah Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro), paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa) b. Trisiklik (Tricyclics) Obat jenis trisiklik berupa clomipramine (Anafranil). Trisiklik merupakan obat-obatan lama dibandingkan SSRIs dan bekerja sama baiknya dengan SSRIs. Pemberian obat ini dimulai dengan dosis rendah. Beberapa efek pemberian jenis obat ini adalah peningkatan berat badan, mulut kering, pusing dan perasaan mengantuk. c. Monoamine oxidase inhibitors (MAOIs) Jenis obat ini adalah phenelzine (Nardil), tranylcypromine (Parnate) dan isocarboxazid (Marplan). Pemberian MAOIs harus diikuti pantangan makanan yang berkeju atau anggur merah, penggunaan pil KB, obat penghilang rasa sakit (seperti Advil, Motrin, Tylenol) , obat alergi dan jenis 23
suplemen. Kontradiksi dengan MOAIs dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi.
24
2.7 Prognosis Sekitar 20 hingga 30 persen pasien mengalami perbaikan gejala yang signifikan dan 40 hingga 50 persen mengalami perbaikan sedang. Sisa 20 sampai 40 persen tetap sakit atau mengalami perburukan gejala. Sekitar sepertiga hingga separuh pasien dengan OCD memiliki gangguan depresif berat dan bunuh diri merupakan risiko untuk semua pasien dengan OCD. Perjalanan gangguan kepribadian obsesif kompulsif adalah bervariasi dan tidak dapat diramalkan. Dari waktu ke waktu, obsesi atau kompulsi dapat berkembang dalam perjalanan gangguan kepribadian. Beberapa remaja dengan gangguan kepribadian obsesif kompulsif berkembang menjadi orang dewasa yang hangat, terbuka, dan ramah; pada yang lainnya, gangguan ini dapat menjadi penanda skizofrenia atau beberapa dekade kemudian dan diperburuk oleh proses penuaan – gangguan depresi berat. Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa kanak, kompulsi yang bizzare, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya gangguan kepribadian (terutama kepribadian skizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah: adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejala yang episodik.
25
BAB III KESIMPULAN Obsesif kompulsi terbagi atas dua yaitu obsesif dan kompulsi. Sebuah obsesi adalah pikiran berulang dan mengganggu, perasaan, dan ide. Kompulsi adalah perilaku yang berulang, disengaja atau tindakan mental orang yang merasa dipaksa untuk melakukan, biasanya dengan sebuah keinginan untuk melawan (misalnya mencuci tangan). Etiologi gangguan obsesif-kompulsif yaitu faktor biologi (Neurotransmitter) dan faktor perilaku. Tidak peduli sedemikian kuat dan memaksanya obsesi atau kompulsi, orang tersebut biasanya mengenalinya sebagai sesuatu yang aneh dan tidak rasional. Kadang-kadang pasien terlalu menilai lebih obsesi dan kompulsi. Misalnya, seorang pasien dapat memaksa bahwa kebersihan kompulsif secara moral adalah benar walaupun ia dapat kehilangan pekerjaan karena waktu dihabiskan untuk membersihkan. Diagnosis gangguan obsesif-kompulsif berdasarkan PPGDJ-III. Terapi dapat berupa psikoterapi suportif, farmakologi, dan terapi perilaku.
26
DAFTAR PUSTAKA 1. Larina, Kase, Deborah Roth Ledley. 2007. E-Book : Anxiety Disorder. New Jersey : John Wiley & Sons, Inc. Hoboken. 2. Kaplan, Saddock V A. 2010. Kaplan & Sadock. Buku Ajar Psikiatri Klinis, Edisi 2. Jakarta; EGC. 3. Fausiah, F & Widury, J. 2007. Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI-Press. 4. Kay, Jerald. Tasman, Allan. 2006. E-Book : Essentials od Psychiatry. England : John Wiley & Sons Ltd. 5. Pinzon, R. (2006). Tatalaksana Farmakologis. Gangguan Spektrum Autistik: Telaah Pustaka Kini. Dexa Media. Jurnal Kedokteran dan Farmasi,) 6. Maslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta : PT.Nuh Jaya
27