Corticosteroid Induced Cushing Syndrome

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Corticosteroid Induced Cushing Syndrome as PDF for free.

More details

  • Words: 5,256
  • Pages: 26
Pemicu 3 Tn S (35) datang dengan keluhan badan lemas. Sejak 3 tahun minum 2 jenis obat penambah berat badan yang dibeli dari took di pasar pramuka. Obat terdiri dari tablet hijau yang diminum 4-6 tablet sehari dan tablet oranye kecil 3x sehari. Berat badan naik 20 kg dalam waktu 3 tahun menjadi 57 kg (TB: 160cm). Pada PF tampak muka bulat, TD 160/90 mmHg, suhu 36,8 celcius, jantung dan paru dalam batas normal. Abdomen: membesar, tampak striae, lemas dan hepar serta lien tidak teraba, bising usus normal. Kedua lengan tampak kurus dibandingkan tubuhnya. Ditemukan edema pada kedua tungkai bawah. Rumusan masalah Apakah yang menyebabkan timbulnya keluhan yang dialami Tn S (35)?

Analisis

TnS (

Kenaikan bad

Badanl Hipotesis

pemeri BAB II Pembahasan Pf umum: 2.1. Fisiologi hormone adrenal

-Muka bulat -TD 160/90mmHg -Suhu 36,8 c

Pf abdo -mem -str -lem -hepar dan

Hormon Adrenokortikal Kelenjar adrenal terletak di kutub superior kedua ginjal. Setiap kelenjar terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu korteks dan medula, dengan korteks sebagai bagian terbesar. Medula adrenal mensekresikan hormon epinefrin dan norepinefrin yang berkaitan dengan sistem saraf simpatis, sedangkan korteks adrenal mensekresikan hormon kortikosteroid. Korteks adrenal mempunyai 3 zona: 1. Zona glomerulosa : sekresi mineralokortikoid-aldosteron. Sekresi aldostern diatur oleh

konsentrasi angiotensin II dan kalium ekstrasel. 2. Zona fasikulata : lapisan tengah dan terlebar, sekresi glukokortikoid-kortisol, kortikosteron,

dan sejumlah kecil androgen dan esterogen adrenal. Sekresi diatur oleh sumbu hipotalamushipofisis oleh hormon adrenokortikotropik (ACTH). 3. Zona

retikularis:

sekresi

androgen

adrenal

dehidroepiandrosteron

(DHEA)

dan

androstenedion, dan sejumlah kecil esterogen dan glukokortikoid. Sekresi diatur oleh ACTH, dan faktor lain seperti hormon perangsang-androgen korteks yang disekresi oleh hipofisis. Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya dua jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan kortisol sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi elektrolit (“mineral”) cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan glukokortikoid meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat (Guyton and Hall, 2007). B. Hormon Glukokortikoid Sedikitnya 95% aktivitas glukokortikoid dari sekresi adrenokortikal merupakan hasil dari sekresi kortisol, yang dikenal juga sebagai hidrokortisol. Namun, sejumlah kecil aktivitas glukokortikoid yang cukup penting diatur oleh kortikosteron. Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat adalah sebagai berikut: 1) perangsangan glukoneogenesis dengan cara meningkatkan enzim terkait dan pengangkutan asam amino dari jaringan ekstrahepatik, terutama dari otot; 2) penurunan pemakaian glukosa oleh sel dengan menekan proses oksidasi NADH untuk membentuk NAD+; dan 3) peningkatan kadar glukosa darah dan “Diabetes Adrenal” dengan menurunkan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Efek kortisol terhadap metabolisme protein adalah sebagai berikut: 1) pengurangan protein sel; 2) kortisol meningkatkan protein hati dan protein plasma; dan 3) peningkatan kadar

asam amino darah, berkurangnya pengangkutan asam amino ke sel-sel ekstrahepatik, dan peningkatan pengangkutan asam amino ke sel-sel hati. Jadi, mungkin sebagian besar efek kortisol terhadap metabolisme tubuh terutama berasal dari kemampuan kortisol untuk memobilisasi asam amino dari jaringan perifer, sementara pada waktu yang sama meningkatkan enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek hepatik. Efek kortisol terhadap metabolisme lemak adalah sebagai berikut: 1) mobilisasi asam lemak akibat berkurangnya pengangkutan glukosa ke dalam sel-sel lemak sehingga menyebabkan asam-asam lemak dilepaskan; dan 2) obesitas akibat kortisol berlebihan karena penumpukan lemak yang berlebihan di daerah dada dan kepala, sehingga badan bulat dan wajah “moon face”, disebabkan oleh perangsangan asupan bahan makanan secara berlebihan disertai pembentukan lemak di beberapa jaringan tubuh yang berlangsung lebih cepat daripada mobilisasi dan oksidasinya. Selain efek dan fungsi yang terkait metabolisme, kortisol penting dalam mengatasi stres dan peradangan karena dapat menekan proses inflamasi bila diberikan dalam kadar tinggi, dengan mekanisme menstabilkan membran lisosom, menurunkan permeabilitas kapiler, menurunkan migrasi leukosit ke daerah inflamasi dan fagositosis sel yang rusak, menekan sistem imun sehingga menekan produksi limfosit, serta menurunkan demam terutama karena kortisol mengurangi pelepasan interleukin-1 dari sel darah putih. Kortisol juga dapat mengurangi dan mempercepat proses inflamasi, menghambat respons inflamasi pada reaksi alergi, mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit darah, serta meningkatkan produksi eritrosit, walaupun mekanismenya yang belum jelas. Hormon glukokortikoid mempunyai mekanisme kerja seluler sebagai berikut: 1) hormon masuk ke dalam sel melalui membran sel; 2) hormon berikatan dengan reseptor protein di dalam sitoplasma; 3) kompleks hormon-reseptor kemudian berinteraksi dengna urutan DNA pengatur spesifik, yang disebut elemen respons glukokortikoid, untuk membangkitkan atau menekan transkripsi gen; dan 4) glukokortikoid akan meningkatkan atau menurunkan transkripsi banyak gen untuk mempengaruhi sintesis mRNA utnuk protein yang memperantarai berbagai pengaruh fisiologis. Regulasi kortisol dipengaruhi oleh hormon ACTH yang disekresi oleh hipofisis. ACTH ini merangsang sekresi kortisol. Sedangkan sekresi ACTH sendiri diatur oleh CRF/CRH (Corticotropin Releasing Factor/Hormone) dari hipotalamus. ACTH ini mengaktifkan sel adrenokortikal untuk memproduksi steroid melalui peningkatan siklik adenosin monofosfat

(cAMP). Kortisol ini apabila berlebih mempunyai umpan balik negatif terhadap sekresi ACTH dan CRF yang masing-masing mengarah pada hipofisis dan hipotalamus agar sekresi CRF, ACTH, dan kortisol kembali menjadi normal (Guyton and Hall, 2007). Berlawanan dengan aldosteron, kortisol pada keadaan tertentu dapat menyebabkan retensi Na+ dan meningkatkan ekskresi K+, tetapi efek ini jauh lebih kecil daripada aldosteron. Hal ini disebabkan karena kortisol dapat menambah kecepatan filtrasi glomeruli; selain itu kortisol juga dapat meningkatkan sekresi tubuli ginjal (Gunawan et.al, 2007). 2.2 Kelainan penyebab hiperkortisolisme C. Adenoma Hipofisis Tumor hipofisis merupakan 10-15% dari seluruh neoplasma intrakranial. Dari pemeriksaan histopatologi diketahui bahwa 85-90% tumor hipofisis merupakan tumor functioning yang terdiri dari prolaktinoma (60%), tumor yang memproduksi GH dan ACTH masing-masing 20% dan 10%, sementara tumor dengan hipersekresi TSH dan gonadotropik sangat jarang. Sedangkan tumor hipofisis yang non-functioning hanya 10%. Tumor dapat diklasifikasikan menjadi mikroadenoma dan makroadenoma berdasarkan ukurannya. Morbiditas akibat mikroadenoma disebabkan oleh sekresi hormon yang berlebih, sedangkan morbiditas makroadenoma disebabkan oleh efek massa tumor, ketidakseimbangan hormonal (karena defisiensi hormon karena kompresi sel normal, atau produksi hormon yang berlebih oleh tumor), dan komorbiditas pasien. Gangguan pada hipofisis dapat memiliki gambaran klinis yang bervariasi, berupa: 1) defisiensi satu atau lebih hormon hipofisis; 2) kelebihan hormon; 3) efek massa tumor; dan 4) ditemukan secara tidak sengaja pada pemeriksaan CT scan atau MRI (Soedoyo et.al, 2006).

2.3 Manifestasi klinis penyakit hiperkortisolisme D. Cushing Syndrome Sindrom Cushing adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh efek metabolik gabungan dari peninggian kadar glukokortikoid dalam darah yang menetap. (Price, 2005). Etiologi dari sindrom ini adalah :

a. Iatrogenik Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik. Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi. b. Spontan Sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Adenoma pituitary (70%kasus), tumor adrenokortikal (20% kasus) dan tumor ekstrapituitari (10% kasus) seperti karsinoma sel kecil-kecil paru. Manifestasi Klinik dari sindrom ini : a. Wajah yang khas (moon face) b.Penipisan rambut kepala disertai jerawat dan hirsutisme (pertumbuhan rambut berlebihan pada wajah dan tubuh seperti layaknya pria) c.Obesitas batang tubuh dengan fosa supraklavikula yang terisi penuh, punuk kerbau (buffalo hump) d. Striae pada kulit e. Kelemahan dan atropi otot f. Osteoporosis g. Kulit yang rapuh dan penyembuhan luka yang lama h. Ulkus peptikum i. Hipertensi j. Kelabilan emosi Gejala khusus penyakit Cushing adalah adanya mobilisasi lemak dari bagian bawah tubuh, wajah membengkak, dan potensi androgenik dapat menimbulkan timbulnya jerawat dan hirsutisme (penumbuhan bulu wajah yang berlebihan). Gambaran wajah tersebut sering digambarkan seperti “moon face”. Kira-kira 80% pasien juga mengalami hipertensi ringan akibat efek mineralokortikoid ringan dari kortisol. Selain itu juga terjadi kenaikan kadar gula darah, lemahnya otot, dan timbulnya striae. Mungkin pasien juga mengalami osteoporosis akibat berkurangnya endapan protein pada tulang (Guyton and Hall, 2007). E. Penatalaksanaan Cushing Syndrome Pengobatan Cushing syndrome terdiri atas pengangkatan tumor adrenal atau mengurangi sekresi ACTH bila dimungkinkan. Tumor hipofisis kadang dapat diangkat dengan tindakan

operasi atau dapat dirusak dengan cara radiasi. Obat yang dapat menghambat steroidogenesis seperti metirapon, ketokonazol, dan aminoglutemid, atau yang menghambat sekresi ACTH seperti anatagonis serotonin dan inhibitor transaminase-GABA dapat pula dilakukan bila pembedahan tidak dapat dilakukan (Guyton and Hall, 2007). 2.4 Interpretasi pemeriksaan pada pemicu Presentasi klinis Onsetnya perlahan-lahan.  Perubahan tampilan disertai redistribusi lemak tubuh, wajah seperti ‘bulan’, dan batang tubuh mengalami obesitas ‘seperti kerbau’ (sekitar 90% kasus). Ekstremitas biasanya tetap normal tetapi obesitas bisa menyeluruh. pada anak-anak pertumbuhan menjadi terhambat.  Pemecahan protein menyebabkan kelemahan otot yang bisa menimbulkan keluhan miopati proksimal, striae ungu lebar (50%) pada perut, paha, dan bokong, dan mudah memar (30%). Striae pada obesitas berwarna merah muda.  Osteoporosis disertai nyeri punggung seperti kolaps vertebra (50%).  Gangguan toleransi karbohidrat yang bisa turut menyebabkan diabetes (10%).  Gangguan elektrolit disertai retensi natrium, kehilangan kalium, dan alkalosis hipokalemik, khususnya pada sindrom ACTH ektopik, di mana terdapat kadar ACTH sangat tinggi. Bisa terbentuk batu ginjal (20%).  Hipertensi, mungkin berhubungan dengan retensi natrium (60%).  Maskulinisasi akibat androgen adrenal amenorea, hirtusisme, suara berat, kulit berminyak disertai jerawat pada wanita (80%).  Gangguan mental depresi atau mania dan kadang-kadang perburukan dari kelainan psikiatri yang telah ada. NB: Hampir semua kasus ini disebabkan oleh kortikosteroid tinggi Pemeriksaan Penunjang

Tes skrining untuk mencari kelebihan kortisol. Kadar kortisol Mengukur kadar kortisol plasma secara acak kecil manfaatnya. Sering kali ditemukan hilangnya irama sirkardian normal, Urin 24 jam bebas kortisol menunjukan produksi kortisol total dan merupakan tes skrining yang paling bermanfaat. Tes supresi deksametason Deksametason 2 mg ditengah malam biasanya menekan kadar kortisol plasma sebanyak < 200 nmol/18 jam kemudian. Jika tes ini menunjukkan adanya kelebihan produksi kortisol, hal-hal berikut bisa membantu menegakkan diagnosis pasti dan menentukan etiologinya. •

Kadar ACTH tinggi pada sindrom Cushing yang tergantung pada hipofisis ( penyakit Cushing) atau produksi yang ektopik. Kadar ACTH rendah pada pasien dengan adenoma adrenal.



Deksametason 2 mg tiap 6 jam selama 3 hari menekan kadar kortisol dalam urin pada sindrom Cushing, namun tidak ada lesi adrenal yang biasanya autonom.



Pasien dengan penyakit Cushing menunjukkan peningkatan ACTH dan kortisol yang hebat sebagai respon terhadap CRH, sedangkan pasien dengan sekresi ACTH ektopik atau adenoma jarang memberikan respon.



CT scan atau MRI pada hipofisis bisa menunjukan adanya adenoma, atau CT scan dengan hasil yang abnormal bisa mengungkapkan adanya lesi adrenal.

Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah No 1

Jenis Pemeriksaan KGD puasa (Nuchter)

Nilai Normal

Keterangan

70-110 mg/dL

Orang Dewasa (OD)

2

KGD 2 jam setelah makan (Post Prandial)

3

HbA1C

60-100 mg/dL

Whole Blood OD

60-100 mg/dL

Anak

30-80 mg/dL

Bayi baru lahir

< 140 mg/dL/2 jam

Orang Dewasa (OD)

<120 mg/dL/2 jam

Whole Blood OD

4-6% total SDM < 8% Setiap Penurunan 1%

Orang dewasa Kadar Anjuran untuk penurunan risiko komplikasi Menurun risiko gangguan mikrovaskular 35% Menurunnya risiko komplikasi lain dan kematian 21%

1. Pemeriksaan Glukosa Darah Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam darah vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan (GDP/ Gula darah puasa/ nuchter) atau 2 jam setelah makan (post prandial). Nilai normal: Orang Dewasa (OD) : 70-110 mg/dL Whole Blood OD

: 60-100 mg/dL

Anak

: 60-100 mg/dL

Bayi baru lahir

: 30-80 mg/dL

Nilai normal kadar gula darah 2 jam setelah makan: Orang Dewasa (OD) : < 140 mg/dL/2 jam Whole Blood OD

: <120 mg/dL/2 jam

Hasil pemeriksaan berulang diatas nilai normal kemungkinan menderita Diabetes Mellitus. Pemeriksaan glukosa darah toleransi adalah pemeriksan kadar gula dalam darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral), 1 jam setelah diberi glukosa dan 2 jam setelah diberi glukosa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat toleransi tubuh terutama insulin terhadap pemberian glukosa dari waktu ke waktu. 2. HbA1C (Hemoglobin Glikosilasi) Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah, untuk memperoleh informasi kadar gula darah yang sesungguhnya, karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes, dalam kurun waktu 23 bulan. Glikosilasi adalah masuknya gula ke dalam sel darah merah dan terikat. Naka tes ini berguna untuk mengukur tingkat ikatan gula pada hemoglobin A (A1C) sepanjang umur sel darah merah (120 hari). A1C menunjukkan kadar hemoglobin darah terglikosilasi yang pada orang normal antara 4-6%. Semakin tinggi nilai A1C pada penderita DM semakin potensial berisiko terkena komplikasi. Pada penderita DM tipe II akan menunjukkan penurunan risiko komplikasi apabila A1C dapat dipertahankan 8% (hasil study United Kingdom prospective diabetes). Setiap penurunan 1% saja akan menurunkan risiko gangguan pembuluh darah (mikro-vaskular) sebanyak 35% komplikasi DM lain 21% dan menurunnya risiko kematian 21%. Kenormalan A1C dapat diupayakan dengan mempertahankan kadar gula darah tetap normal sepanjang waktu, tidak hanya pada saat diperiksa kadar gulanya saja yang sudah dipersiapkan sebelumnya (kadar gula rekayasa penderita). Olah raga teratur, diet dan taat obat adalah kuncinya. 3. Glukosa sewaktu Pemeriksaan glukosa darah tanpa persiapan bertujuan untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa puasa dan tanpa pertimbangan waktu setelah makan. Dilakukan untuk penjajagan awal pada penderita yang diduga DM sebelum dilakukan pemeriksaan yang sungguh-sungguh dipersiapkan nucther, setelah makan dan toleransi.

4. Fruktosamin Merupakan gula jenis lain yaitu fruktosa dan galaktosa, sakarosa dan lain-lain. Fruktosemia (peningkatan kadar fruktosa dalam darah) mengambarkan adanya defisiensi enzim yang juga berpengaruh pada berkurangnya kemampuan tubuh mensintesis glukosa dari gula jenis lain sehingga terjadi hipoglikemi. Pemeriksaan fruktosamib menggunakan metoda enzymatic seperti pada pemeriksaan glukosa. Sebab-sebab Kadar Gula dalam Darah Abnormal Rujukan glukosa darah puasa: 60-110 mg% No

Peningkatan / penurunan kadar

Kemungkinan penyebab

gula darah 1

Hiperglikemi menetap

Diabetes Mellitus Sindrom Cushing (hiperaktif cortex adrenal) Hiperfungsi kelenjar tiroid Akromegali Obesitas

2

Hiperglikemi sejenak

Feokromositoma Penyakit hati berat Stres fisik emosi akut Renjatan Kejang

3

Hipoglikemi menetap

Insulinoma Penyakit adrenal)

Addison

(insufisiensi

coetex

Hipofungsi hipofisis Galaktosemia Produksi insulin ektopik oleh tumor 4

Hipoglikemi sejenak/ sementara

Alkoholis Obat-obat salisilat Obat tuberkulostik Penyakit hati berat Intoleransi fruktosa herediter

Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah No

Jenis Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Keterangan

1

Kolesterol

<200 mg/dL

Orang Dewasa (OD)

200-240 mg/dL

OD Risiko sedang

>240 mg/dL

OD Risiko tinggi

90-130 mg/dL

Bayi

130-170 mg/dL

Anak

>185 mg/dL

Bayi/ Anak Risiko tinggi

s/d 150 mg/dL

Dewasa muda

s/d 190 mg/dL

Dewasa > 50 tahun

5,0-40 mg/dL

Bayi

10-135 mg/dL

Anak

2

Trigliserida

3

HDL

4

LDL

> 55 mg/dL

Pria Dewasa

> 65mg/dL

Wanita Dewasa

< 35 mg/dL

Risiko tinggi jantung koroner

35-45 mg/dL

Risiko sedang jantung koroner

> 60 mg/dL

Risiko rendah jantung koroner

< 150 mg/dL

Normal OD

> 160 mg/dL

Risiko tinggi jantung koroner

130-159 mg/dL

Risiko sedang jantung koroner

< 130 mg/dL

Risiko rendah jantung koroner

Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah 1. Pemeriksaan Fraksi Lemak Darah Kolesterol Kolesterol (C27H45OH) adalah alkohol steroid, semacam lemak yang ditemukan dalam lemak hewani, minyak, empedu, susu, kuning telur, yang sebagian besar disintesis oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan dalam pembuluh darah pada kadar tinggi akan cenderung membuat endapan/ kristal/ lempengan yang akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah. Nilai ideal: Orang Dewasa (OD)

: <200 mg/dL

OD Risiko sedang

: 200-240 mg/dL

OD Risiko tinggi

: >240 mg/dL

Bayi

: 90-130 mg/dL

Anak

: 130-170 mg/dL

Bayi/ Anak Risiko tinggi

: >185 mg/dL

Klinis: Peningkatan kolesterol menyebabkan aterosklerosis dan terdapat pada penderita hipotiroidisme, DM, sirosis bilier, pankreatektomi, kehamilan trimester III, stres berat, hiperlipoproteinemi, diet tinggi kolesterol, dan sindrom nefrotik. Dapat juga disebabkan oleh obat pil KB, epinefrin, fenotiazin, vitamin A, sulfonamid, dan fenitoin. 2. Trigliserida Merupakan senyawa yang terdiri dari 3 molekul asam lemak yang teresterasi menjadi gliserol, disintesis dari karbohidrat, dan disimpan dalam bentuk lemak hewani. Dalam serum dibawa oleh lipoprotein, merupakan penyebab utama penyakitarteri dibanding kolesterol. Peningkatan trigliserida biasanya diikuti oleh peningkatan VLDL (very low density lipoprotein). Pada peristiwa hidrolisis lemak-lemak ini akan masuk dalam pembuluh darah dalam bentuk lemak bebas. Nilai normal: Dewasa muda

: s/d 150 mg/dL

Dewasa > 50 tahun

: s/d 190 mg/dL

Bayi

: 5,0-40 mg/dL

Anak

: 10-135 mg/dL

Klinis: Penurunan kadar trigliserid serum dapat terjadi karena kongenital, hipertiroid, dan malnutrisi protein. Dapat juga oleh obat-obatan, asam askorbat, Atromid-S (kofribat), penformin, dan metformin. Peningkatan kadar trigliserida terjadi pada lipoproteinemi, hipertensi, hipotiroidisme, sindrom nefrotik, trombosis cerebral, sirosis alkoholik, DM tak terkontrol, Down sindrom, diet tinggi karbohidrat, dan kehamilan. Obat pil KB terutama esterogen dapat juga meningkatkan trigliserid.

3. HDL (High Density Lipoprotein)

Merupakan salah satu dari tiga komponen lipoprotein, kombinasi lemak dan protein, mengandung kadar protein tinggi, sedikit trigliserida dan fosfolipid, mempunyai sifat umum protein dan terdapat pada plasma darah, disebut juga lemak baik yang membnatu mengurangi penimbunan plak pada pembuluh darah. Nilai normal: Pria Dewasa

: 55 mg/dL

Wanita Dewasa

: > 65mg/dL

Risiko tinggi jantung koroner

: < 35 mg/dL

Risiko sedang jantung koroner

: 35-45 mg/dL

Risiko rendah jantung koroner

: > 60 mg/dL

Klinis: Peningkatan lipoprotein dapat dipengaruhi oleh obat aspirin, cortisone, kontrasepsi, fenotiazin dan sulfonamid, juga penyakit: DM, hipotiroid, nefrotik, dan eklamsia. 4. LDL (Low Density Lipoprotein)

Adalah lipoprotein dalam plasma yang mengandung sedikit trigliserid, fosfolipid sedang protein sedang dan kolesterol tinggi. Normal: Normal OD

: < 150 mg/dL

Risiko tinggi jantung koroner

: > 160 mg/dL

Risiko sedang jantung koroner

: 130-159 mg/dL

Risiko rendah jantung koroner

: < 130 mg/dL

Klinis:

Merupakan lipoprotein Beta yang mempunyai andil utama terjadinya aterosklerosis dan penyakit arteriakoronaria. 5. VLDL (Very Low Density Lipoprotein)

Merupakan lipoprotein plasma yang mengandung trigliserid tinggi, fosfolipid dan kolesterol sedang, serta protein rendah. Termasuk lipoprotein beta yang andil besar dalam aterosklerosis beta dan PJK.

Kadar fraksi lemak dalam lipoprotein Jenis

Trigliserid

Kolesterol

Fosfolipid

Protein

%

%

%

%

1. Chilomicron

85-95

3-5

5-10

1-2

2. VLDL

60-70

10-15

10-15

10

3. LDL

5-10

45

20-30

15-25

4. HDL

Sangat sedikit

20

30

50

Lipoprotein

Albumin Adalah protein yang larut dalam air, membentuk lebih dari 50% protein plasma ditemukan hampir pada tiap jaringan Albumin (C720 H 1134 N 218 S5 ) 248), dibuat di hati dan berfungsi utama untuk mempertahankan tekanan koloid osmotic darah sehingga cairan vakular dapat dipertahankan.

Nilai normal : •

Dewasa

: 3.8-5.1 gr/dl (biuret) atau 52-68% protein total



Anak

: 4.0-5.8 gr/dl



Bayi

: 4.4-5.4 gr/dl



Bayi baru lahir

: 2.9-5.4 gr/dl

Interpretasi : Penurunan Albumin mengakibatkan keluarnya cairan vascular menuju ke jaringan sehingga terjadi edema. Penyakit/ kondisi yang sering menyebabkan hipoalbuminemia (penurunan dalam darah) : 1. Berkurangnya sintesi albumin : malnutrisi, sindroma malabsorpsi, radang kronik,

penyakit hati kronik, kelainan genetic. 2. Peningkatan akskresi (kehilangan) : nefrotik sindrom, luka bakar luas, dan penyakit usus. 3. Katabolisme meningkat : Luka bakar luas, sirosis hati, kehamilan, gagal jantung kongesti

Hipoalbuminemia menunjukkan tanda kehilangan protein à radang di jejunum, ileum, colon atau sindroma malabsorbsi. Diagnosis banding untuk menurunya albumin serum pada sistem gastrointestinal: •

Ankilostomiasis



Emboli arteri mesenterika



Enteritis regional



Enteropati kahilangan protein



Gastritis



Gastroenteritis dan kolitis



Kolitis ulseratif



Malabsorbsi: Sebab tidak ditentukan



Obstruksi usus



Penyakit kolon (Celiac disease)



Peritonitis



Sindroma Zollinger-Ellison



Strongiloidiasis



Ulkus peptik: tempat tidak ditentukan

Kortikosteroid dalam Plasma Kortikosteroid (kortisol) adalah hormon glukokorticoid yang dihasilkan oleh korteks adrenal akibat stimulasi ACTH. Kadar kortisol dalam plasma tinggi pada pagi hari dan rendah pada sore hari. Peningkatan kortisol dapat disebabkan oleh hiperfungsi adrenokortikal pada sindrom Cushing’s, kanker kelenjar adrenal, stress, kehamilan, asidosis diabetik, hipertiroidisme, AMI, dan nyeri atau panas yang hebat. Dapat juga karena obat-obat pil KB, esterogen, spironolakton, dan triparanol. Penurunan kadar kortisol dapat disebabkan oleh hipofungsi adrenokortikal pada penyakit Addison’s, hipofungsi adenohipofisa, dan hipotiroidisme. Nilai normal: Dewasa: •

Pagi

: 5-23 ug/dl atau 138-635 nmol/l,



Sore

:3-13 ug/dl atau 83-359 nmol/l



Pagi

: 15-25 ug/dl



Sore

: 5-10 ug/dl

Anak:

Catatan: Pagi

: jam 08.00-10.00

Sore

: jam 16.00-18.00

Pemeriksaan Kadar Hormon Adrenal dan Test Poros Kelenjar Pitutari-Adrenal  Mengukur kadar hormon yang beredar

Glukokortikoid hati merombak glukokortikoid menjadi metabolit yang dieksresikan dalam urin. Metabolit ini diukur sebagai kelompok 17-hidroksikortikoid (17-OHCS). Dapat bereaksi dengan fenilhidrazine membentuk senyawa berwarna kuning (Reaksi Porter-Silber). Aldosteron dan sistem angiotensin  metabolit yang mempunyai ari diagnostik tidak dieksresi dalam urin. Adrogen adrenal  hormon androgen adrenal maupun testis dimetabolisasi menjadi senyawa yang disebut 17-ketosteroid (17-KS). Hormon dalam plasma yang beredar dipengaruhi oleh kecepatan sekresi dan kecepatan sekresi dan kecepatan perombakan hormon; kadar protein pengikat hormon juga mempengaruhi konsentrasi hormon dalam darah. Kelenjar adrenal mensekresi kortisol tidak secar terus menerus tetapi pada waktu tertentu, pengikatan CBG menyebabkan terjadinya keseimbangan, sehingga bagian hormon bebas yang merupakan bentuk yang mempunyai aktivitas biologis dapat dilepaskan secara kontinue. Penentuan tunggal kadar ACTH atau kortisol dapat menyesatkan angka-angka berubah menyolok tergantung waktu ada sekresi atau waktu tidak aktif. Letusan sekresi kortisol terjadi paling sering malam hari sehingga kadar kortisol dalam plasma selalu lebih tinggi pada waktu bangun tidur daripada siang hari. Semua hormon adrenal dan hormon yang mengatur yang mengatur sekresi hormon adrenal dapat diukur dengan cara radioimmunoassay. Pengukuran kadar kortisol dan adrenal secara langsung dapat mempermudah melakukan tes penyaringan atau tes diagnostik, tetapi memeriksa kadar hormon dalam urin tetap berguna, terutama bila ada dugaan kelainan yang disertai produksi zat androgen, seperti tumor adrenal atau gangguan sintesa hormon steroid. zatzat yang disekresi ke dalam urin sering diukur berulang kali untuk mengikuti hasil manipulasi farmakologik. Tes dengan urin umumnya lebih murah dari mengukur kadar hormon dalam serum.  Tes poros kelenjar pituitari adrenal Kadar glukokortikoid dikendalikan oleh sekresi ACTH dan sebaliknya kadar ACTH dipengaruhi kadar hormon adrenal yang beredar. Dikenal dua tes untuk mengukur keadaan mekanisme umpan balik ini. 1. Tes supresi deksametasone

Deksametasone dan 19-alfa-fluorohydracortisone keduanya merupakan glukokortikoid yang dapat mempengaruhi fungsi kelenjar adrenal dan pituitari tanpa menyebabkan perubahan ekskresi steroid secara kuantitatif yang menyolok. Kedua jenis obat ini dapat digunakan untuk tes supresi deksametasone, tetapi

19-alfa-fluorohydracortisone menyebakan retensi natrium

sebagai pengaruh sampingan yang kurang baik. Setelah jumlah awal sekresi 17-hidroksikortikoid 24 jam diukur, 0,5 mg deksametasone diberikan tiap 6 jam selama 2 hari. Pada penderita dengan fungsi poros kelenjar pituitari adrenal yang normal, produksi hormon steroid berkurang sebagai akibat dari rangsangan ACTH yang berkurang. Biasanya penurunan terjadi sampai 2,5 mg berkurang per 24 jam pada hari kedua pemberian obat. Obat anti konvulsi fenitoin dan fenobarbital yang mengakibatkan terbentuknya oksidase dengan fungsi campuran oleh hati dapat menyebabkan degradasi deksametasone yang cepat sekali sehingga pengaruh fisiologik menjadi kurang dan seolah-olah menyebabkan kegagaln supresi hormon. Dosis deksametasone bertambah Penderita dengan sindroma cushing tidak dapat mengurangi ekskresi steroid setelah dosis total 4 mg. Seringkali dimungkinkan untuk membedakan antara hiperplasia bilateral dari tumor adrenal sebagai penyeba dari hiperfungsi kelenjar adrenal setelah mengulang tes deksametsone dengan dosis yang lebih tinggi. Pada hiperplasia bilateral, pemberian 2 mg deksametasone tiap 6 jam sebanyak delapan dosis biasanya menyebabkan penurunan ekskresi 17-OHCS hingga 50% atau kurang dari kadar basal, sedangkan pada adenoma tidak dipengaruhi pada oleh dosis total sebanyak 16 mg. Pada penderita dengan sinroma cushing yang disebabkan tumor kelenjar pituitari mungkin hasil ekskresi berkurang setelah dosis deksametasone yang lebih tinggi tetapi tidak setelah dosis yang lebih tinggi. Tes deksametasone cepat Untuk menghindari akibat buruk dari pemberian obat yang berlangsung lama dan kesulitan pengumpulan urin selama 24 jam, dapat dilakukan tes supresi deksametasone cepat sebagai tes penyaring. Pada tes yang lebih sederhana ini diberikan deksametasone 1 mg per oral tengah malam dan pada pagi harinya kortisol plasma diukur dan urin 5 jam diperiksa terhadap 17-OHCS dan kreatinin. Pada ornag normal didapat kadar kortisol plasma pada jam 8 pagi tidak melebihi 5 μg/dl atau 10 μg/dl dan eksresi 17_OHCS per g kreatinin tidak melibihi 4 mg dalam periode 7 jam pagi hingga siang hari.

2. Tes Metyrapone Penetuan sebab hiperfungsi korteks adrenal Keadaan poros kelenjar adrenal pituitari harus diselidiki untuk mengetahui sebab dari hiperfungsi kelenjar adrenal. Tes Deksametason dosis tinggi biasanya mengurangi ekskresi 17OHCS melalui urin hingga 50% atau lebih bila ada hiperaktivitas kelenjar pituitari. Peningkatan 17-OCHS seperti yang diharapkan setelah pemberian metyrapone, terjadi pada sindroma cushing karena kelainan kelenjar pituitari dan sering terjadi peningkatan dalam jumlah berlebihan. Bila ACTH disekresi oleh neoplasma di luar kelenjar pituitari, pemberian deksametasone dosis berapapun tidak akan memberi dampak. Bila kadar 17-OHCS dan 17-KS keduanya meningkat, berarti terjadi stimulasi ACTH berlebihan, pada adenoma kelenjar adrenal kadar androgen sering normal, sehingga kadar 17-KS dalam urin juga normal. Di lain pihak, karsinoma kelenjar adrenal Di lain pihak, karsinoma kelenjar adrenal meningkatkan kadar 17-KS lebih tinggi dari kadar 17-OHCS. Deksametason Supresi Test (DST)/ Pemeriksaan Supresi ACTH Deksametason adalah kelompok glukokortikoid yang kuat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi adanya supresi deksametason dan memeriksa ACTH. Apabila ACTH turun setelah pemberian deksametason berarti umpan balik negatif dan berdampak pada penurunan kortisol dalam plasma dan urine. Dalam kasus psikiatrik tes deksametason sangat bermanfat dalam mendiagnosa penyakit afektif, misalnya depresi, melankolia, dll. Lima puluh persen (50%) pasien gangguan afektif tidak terjadi supresi plasma kortisol. Nilai rujukan: > 50% reduksi kortisol plasma atau 17-OHCS urine Screening cepat: kortisol plasma jam 08.00; < 10 ug/dl, jam 16.00: < 5 ug/dl Urine 17-OHCS: < 4 mg/ 5jam 2.5 Tatalaksana dan komunikasi, informasi dan edukasi bagi pasien dalam pemicu

1. obat antidiabetik oral

karena pasien pada pemicu harus menjalani tempering off terhadap obat yang dikonsumsinya selama ini; dan obat tersebut dicurigai mengandung kortikosteroid; maka obat-obatan antidiabetik oral yang aman dikonsumsi pasien ini adalah : ➢ biguanid sebenarnya dikenal 3 jenis ado dari golongan biguanid: fenformin, buformin, dan metformin, tetapi fenformin telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. i. mekanisme kerja metformin

menurunkan

produksi

glukosa

di

hepar

dan

meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adiposa terhadap insulin. efek ini terjadi karena adanya aktivitas kinase di sel (amp-activated protein kinase). meski masih kontroversial, adanya penurunan fungsi glukosa di hepar, banyak data yang menunjukkan bahwa efeknya terjadi akibat penurunan glukoneogenesis. preparat ini tidak memiliki efek yang berarti pada sekresi glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, dan somatostatin. biguanid tidak merangsang atau menghambat perubahan glukosa menjadi lemak. pada pasien diabetes yang gemuk, biguanid dapat menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas pula; pada orang nondiabetik yang gemuk tidak timbul penurunan berat badan dan kadar glukosa darah. metformin oral akan mengalami absorpsi di intestin, dalam darah tidak terikat protein plasma, ekskresinya melalui urin dalam keadaan utuh. masa paruhnya sekitar 2 jam. dosis awal 2 x 500 mg, umumnya dosis pemeliharaan (mantenance dose) 3 x 500 mg, dosis maksimal 2,5 g. obat diminum pada waktu makan. ii.efek samping

hampir 20% pasien dengan metformin mengalami mual; muntah, diare serta kecap logam (metalic taste); tetapi dengan menurunkan dosis, keluhan-keluhan tersebut segera hilang. pada

psien

dengan

gangguan

fungsi

ginjal

atau

sistem

kardiovaskular, pemberian biguanid dapat meningkatkan kadar asam laktat dalam darah, sehingga hal ini dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam cairan tubuh. iii.indikasi sediaan biguanid tidak dapat menggantikan fungsi insulin endogen, dan digunakan pada terapi diabetes dewasa. iv.kontraindikasi biguanid tidak boleh diberikan pada kehamilan, pasien dengan penyakit hepar berat, penyakit ginjal dengan uremia dan penyakit jantung kongestif dan penyakit paru dengan hipoksia kronik. pada pasien yang akan diberikan zat kontras intravena atau yang akan dioperasi, pemberian obat ini sebaiknya dihentikan dahulu. setelah lebih dari 48 jam, biguanid baru boleh diberikan dengan catatan fungsi ginjal harus tetap normal. hal ini untuk mencegah terbentuknya laktat yang berlebihan dan dapat berakhir fatal akibat asidosis laktat. insidens asidosis akibat metformin kurang dari 0,1 kasus per 1000 patient-years, dan mortalitasnya lebih rendah lagi. ➢ penghambat enzim α-glikosidase obat golongan ini dapat memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dekstrin, dan disakarida di intestin. dengan menghambat kerja enzim αglikosidase di brush border intestin, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien dm. karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menimbulkan efek samping hipoglikemia. akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada dm usia lanjut atau dm yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin.

obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan; dan absorpsi buruk. akarbose, merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol suatu derivat desoksi nojirimisin, secara kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α-amilase pankreas lemah. kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma postprandial pada dm tipe 1 dan 2, dan pada dm tipe 2 dengan hiperglisemia yang hebat dapat menurunkan hba1c secara bermakna. pada pasien dm dengan hiperglisemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglisemia sekitar 30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan hba1c). efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain, malabsorpsi, flatulen, diare, dan abdominal bloating. untuk mengurangi efek samping tersebut, sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk selama 4-8 minggu, kemudian secara bertahap ditingkatkan setiap 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan. dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kecil (snack). akarbose paling efektif diberikan bersama makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan glukosa dan sukrosa. bila akarbose diberikan bersama insulin, atau dengan golongan sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik daripada pemberian sukrosa, polisakarida, dan maltosa. 2. obat antiobesitas ➢ sibutramin suatu obat antiobesitas yang kerjanya menghambat ambilan serotonin dan noradrenalin, dan secara lebih lemah juga dopamin. hal tersebut memberikan efek penurunan berat badan dengan mengurangi asupan energi melalui efek memberikan rasa cepat kenyang dan mempertahankan pengeluaran energi setelah berat badan turun, serta mempertahankan berat badan yang sudah turun. demikian pula dengan efek metabolik, sebagai efek dari penurunan berat badan, pemberian sibutramin setelah 24 minggu yang disertai dengan diet dan aktivitas fisik dapat memperbaiki kadar trigliserida dan kolesterol hdl.

efek sampingnya serupa dengan amfetamin; namun dalam kejadian yang lebih jarang; yaitu kegelisahan, pusing, tremor, refleks hiperaktif, suka bicara, rasa tegang, mudah tersinggung, insomnia, dan kadang-kadang juga euforia. dosis awal yang dianjurkan adalah 10 mg. namun bila setelah 4 minggu penurunan berat badan hanya sejumlah <2 kg, dosis dapat ditingkatkan hingga 15mg/hari. bila penurunan berat badan masih hanya sebesar <2 kg setelah 4 minggu, maka penggunaan obat harus dihentikan. 3. obat untuk mikroalbuminuria ➢ valsartan merupakan suatu penghambat reseptor angiotensin, dapat mengurangi mikroalbuminuria

yang

diketahui

sebagai

faktor

risiko

independen

kardiovaskular. dosis 80-320 mg/hari, dengan frekuensi pemberian satu kali. obat ini tersedia dalam bentuk tablet 40 dan 80 mg. Komunikasi, informasi dan edukasi pasien •

Terangkan secara sederhana mengenai penyakit yang dideritanya



Nasehati pasien untuk tidak makan obat sembarangan/tidak sesuai indikasi



Minta pasien untuk menjaga kesehatannya secara umum, makan dengan baik dan melakukan olahraga yang rutin. Namun karena disebabkan tulang2nya yang rapuh, jangan sampai pasien melakukan olahraga high impact yang menyebabkan dia jatuh, karena bisa memperbesar kemungkinan patah tulang.



Menginformasikan pada pasien bahwa apabila dalam hasil periksa tulang massa tulang berkurang, bisa diberi tambahan vitamin D dan suplementasi kalsium



Jika pasien merokok, edukasi dia untuk berhenti, karena merokok bisa menyebabkan pseudo-cushing syndrome, begitu juga dengan alkohol



Jaga diet karbohidrat agar glukosa darah terkontrol, jangan lupa mengecek gula darah secara berkala selama tappering off



Jaga diet lemak agar kadar kolesterol total bisa menurun

Daftar Pustaka •

Sutedjo, AY. Buku saku mengenal penyakit melalui hasil pemeriksaan laboratorium. Edisi II (revisi). Yogyakarta: Penerbit amara books; 2007.



Speicher, Carl E., Jack W. Smith, Pemilihan uji laboraturium yang efektif. Cetakan 2. Jakarta: EGC; 1996



Rubenstein, David, David wayne, John Bradley. Lecture Notes Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta; Penerbit Erlangga, 2007.



Sacher R. A., McPherson R. A. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. Ed. 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC ; Jakarta ; 2002



Gandasoebrata R. Penuntun laboratorium klinik. Dian Rakyat ; Jakarta ; 2008



Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC.



Gunawan, Sulistia Gan. Setiabudy, Rianto. Nafrialdi. Elysabeth. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: FKUI.



Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.



Soedoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.



gunawan, sulistia g, setiabudy, rianto, nafrialdi, elysabeth. farmakologi dan terapi, edisi 5. jakarta: dept. farmakologi dan terapeutik fkui. 2007.



davis sn, granner dk. insulin, oral hypoglycemic agents, and the pharmacology of the endocrine pancreas. dalam: hardman jg, limbird le, eds. goodman & gilman’s the pharmacological basis of therapeutics, 10th ed. new york: mcgraw-hill. 2001. p. 1679710.



nathan dm, cagliero e. diabetes mellitus. dalam: felig p, frohman la, eds. endocrinology & metabolism, 4th ed. new york: mcgraw-hill. 2001. p. 827-912.



nolte ms, karam jh. pancreatic hormones and antidiabetic drugs. dalam: katzung bg, ed. basic & clinical pharmacology, 9th ed. singapura: mcgraw-hill. 2004. p. 693-712.



kuliah dr. suharti. k. suherman. drugs for obesity. 2009.



National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Cushing syndrome.US Department of Health and Human Services.



The Pituitary Society. Patient information: Cushing syndrome and cushing disease. Eli Lilly company.

Related Documents

Cushing Syndrome
June 2020 4
Corticosteroid
May 2020 5
Cushing Syndrome.docx
June 2020 3
Syndrome
July 2020 25
Syndrome
April 2020 18