Cinta Sejati

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cinta Sejati as PDF for free.

More details

  • Words: 741
  • Pages: 3
Cinta Sejati Sebelumnya Suci oke-oke aja dengan bodynya yang lebih berisi dibanding cewek seangkatannya. Tapi itu dulu! Waktu Suci masih wajib peke seragam putih biru. Sering sih, dia diledek oleh teman sekelasnya. Tapi sejak beberapa bulan lalu, pas Suci udah jadi siswa SMA, mulai deh uring-uringan. Tadinya dikit tapi tambah lama tambah berat. Terus, mendadak jadi hal yang prinsipil. Emang sih kalo mau dibandingin Suci sama Annisa itu jauh banget, Annisa itu cewek kalem, pintar, imut, dan yang pasti nggak segendut Suci. Ini jamu apa comberan ya? Kok… baunya ngalahin got depan rumah? Suci gak abis pikir, begitu beratkah perjuangan yang harus dilaluinya demi pinggul yang seksi, perut yang rata dan ops, tentu aja, pipi yang nggak tembem kaya bakpao. Glek! Glek! Suci merem sempet megap-megap sebentar. Hihi… kayak ikan mas koki keabisan air. Perutnya seperti dikitik-kitik, kayak mau muntahin sesuatu. Jamu tadi, tapi Suci udah bertekad baja. Apapun yang terjadi, jamu itu harus ngendon di perutnya. Nggak boleh keluar lagi. Hhhh… Suci menderita sekali. Seandainya mas Yusuf tau betapa besar pengorbanannya demi bisa diboncengin ketua rohis itu, biar gak ngejengkal, kan kasihan juga mas Yusufnya. Ini sudah merk jamu yang ketujuh, yang dicobanya. Dan tak sedikitpun perubahan terjadi pada bodynya. Lemak pipinya tak berkurang meski hanya satu milimeter. Padahal ia sudah memasuki babak kesepuluh hari sejak ia menyatakan perang terhadap kegendutan. Jamu udah! Pil pelangsing udah! Teh hijau biar singset udah! Pake magnet di perut sampe sesak nafas udah! No coklat, no es krim, udah! Padahal itu makanan favoritnya lho. Berenang seminggu sekali (meski lebih banyak air kolam yang ketelen ketimbang berenang). Juga udah! Anti makan nasi udah! Puasa makan pas lewat dari jam enam sore, udah! Yang terakhir, seminggu belakangan ini, dia cuma makan apel doang. Beneran Cuma apel tok! Pagi, sarapan apel, siang, makan apel, malem, apel lagi. Muka Suci aja udah mirip apel, bulat kemerahan.

Sampe-sampe kemarin, pas upacara, dia hampir pingsan. Nyaris! Matanya kunangkunang. Yang keliatan cuma bintik-bintik putih yang rada mengkilat, terang, kedip-kedip. Buru-buru dia pegangan di bahunya Dinda, kalo nggak, pasti deh dia udah gedubrak di lantai.Yang ada di kepala Suci, Cuma bayangan apel, apel dan yap apel again! Suci diam, iya juga sih! Kenapa mas Yusuf harus menjadi begitu penting baginya? Mengalahkan rasa perih yang musti dideritanya saat menahan lapar. Mengalahkan lelahnya setiap kali ia jogging, berenang, sit up. Mengalahkan nasib lambungnya yang jadi bahan percobaan segala merek obat pelangsing. Mengalahkan kepalanya yang nyutnyutan karena seminggu ini ia bela-belain hanya memakan apel. Mengalahkan rasa gerahnya pake jilbab karena buat nyaingin penampilan Annisa cewek kelas satu itu. Beginikah susahnya? Padahal ia hanya ingin merasa disayangi, dicintai? Hanya itu. Tidak lebih. Tidak berhakkah ia untuk merasakan semua itu? Kok semuanya serba putih? Dimana dia? Apa ini mimpi? Suci menatap nanar sekelilingnya. Ia mengangkat tangan kanannya hendak mencubit pipi, biar ia segera tahu ini mimpi atau bukan. Tapi, waa… kok ada selang infus di tangannya? Buat apa? Memangnya dia sakit? Kapan? Kok dia nggak ngeh? Diliriknya Dinda yang menelungkup di pinggir tempat tidur. Kayaknya sih tidur, kalo gitu, beneran dong ini rumah sakit! Pengen ngebangunin Dinda, mau nanya kenapa ia bisa ada di sini tapi kok ya… nggak tega. Liat aja muka Dinda, meski cuma separo pipinya yang keliatan, tapi jelas ada lingkaran hitam di sekeliling matanya. Pasti kurang tidur, ngapain dia begadang? Ye, tulalit amat! Begadang nungguin dia lah, siapa lagi? Suci berusaha mengingat hal terakhir yang dilakukannya. Mmm... apaan ya? Kayaknya di sekolahan deh! Trus… apa ya? Suci berusaha keras mengingatnya. Kepalanya jadi cenut-cenut. Tapi Suci nggak berenti mikir. Ah, ya! Dia ingat sekarang! Waktu itu, perutnya perih banget, jalannya udah lemes, diseret-seret karena tenaganya udah drop. Dia telentang di Mushola SMA nungguin Dinda yang lagi sholat. Dia sendiri? Hihi… masih bolong-bolong sholatnya. Tergantung mood, meskipun dia udah berjilbab. Huss! Bukannya nyadar kok malah ngikik. Abis itu apa ya? Kayaknya sampe disitu deh! Seterusnya gelap, ya… gelap.

Kepala Dinda bergerak, tangannya menggeliat, air mukanya terkejut, campur bahagia melihat Suci yang udah bangun. Entah darimana datangnya, tiba-tiba saja, otak Suci memutar ulang memorinya tentang ucapan Dinda waktu itu. Tentang ada yang bisa menyayanginya bagaimanapun buruknya rupa dia. Ada yang bisa menyayanginya tanpa ia harus berkorban menjadi langsing. Ada! Suci yakin sekali, dia memang selalu menyertai kita, memperhatikan kita, mengawasi kita, menyayangi kita lebih dari siapapun, dialah Allah swt. Hanya Allah-lah yang mengerti tentang diri kita. Dan hanya kepada Allah-lah kita patut mencurahkan cinta sejati.

Nama

: Yahya Rizki Darmawan

Kelas

: X-9

No

: 30

Related Documents

Cinta Sejati
November 2019 43
Cinta Sejati
November 2019 32
Cinta Sejati
June 2020 19
Mencari Erti Cinta Sejati
November 2019 25
Cerpen : Cinta Sejati
May 2020 27
Cinta Sejati Langit Dan Laut
November 2019 24