Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua
Laporan Komisi Independen Disponsori oleh Council on Foreign Relations Center for Preventive Action
Dennis C. Blair, Ketua David L. Phillips, Direktur Proyek
The Council on Foreign Relations (CFR) adalah badan yang didedikasikan untuk meningkatkan pemahaman terhadap isu-isu dunia dan memberikan kontribusi kepada kebijakan luar negeri A.S. Badan ini telah membuat prestasi dengan mempromosikan debat dan diskusi yang konstruktif, mengklarifikasikan isu yang melanda dunia, dan mempublikasikan Foreign Affairs, jurnal terdepan mengenai isu-isu global. Badan ini berusaha merangkum berbagai macam pandangan seluas mungkin, tetapi bukan meyakini salah satunya, walaupun peneliti dan kelompok kerja independen yang dibentuk menggunakan posisi kebijakan tertentu. BADAN INI TIDAK MENGAMBIL POSISI KEBIJAKAN INSTITUSI DALAM HAL KEBIJAKAN DAN TIDAK ADA AFILIASI DENGAN PEMERINTAH A.S. SEMUA PEMBERIAN FAKTA DAN EKSPRESI DARI OPINI YANG TERKANDUNG DALAM SELURUH PUBLIKASINYA MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB DARI PARA PENULIS ATAU PENGGAGAS. Badan ini akan mensponsori Komisi Independen apabila (1) terdapat isu masa kini dan mempunyai kepentingan yang besar terhadap kebijakan luar negeri A.S., dan (2) sepertinya kelompok dengan latar belakang dan perspektif yang beraneka ragam, seringkali, dapat mencapai konsensus yang sangat berguna melalui pertimbangan pribadi dan non-partisan. Biasanya, Badan ini mengadakan pertemuan rutin sebanyak dua atau lima kali untuk waktu yang tidak lama dalam memastikan relevansi hasil kerjanya. Sebelum membuat kesimpulan, komisi akan menerbitkan laporan, dan CFR akan menerbitkan teksnya serta dtempatkan pada website millik CFR. Laporan dari CFR dapat terdiri dari tiga bentuk: (1) konsensus kebijakan yang tegas dan sangat berarti manfaat, dengan para anggota dari CFR yang mendorong kebijakan yang tepat dan penilaian-penilaian yang terjangkau oleh kelompok, walaupun tidak harus mengungkapkan seluruh temuan fakta dan rekomendasi; (2) Laporan menyajikan berbagai macam posisi kebijakan, yang sangat berbeda dan ditampilkan seadil mungkin; atau (3) “Laporan Ketua”, dimana anggota komisi yang mempunyai pendapat sama dengan sang ketua dapat diasosiasikan dengan posisi tersebut, bagi mereka yang tidak setuju dapat memuat pernyataan ketidaksetujuannya dalam laporan. Sebelum membuat kesimpulan, komisi dapat meminta individu-individu yang bukan merupakan anggota komisi untuk mengasosiasikan diri pada laporan komisi demi memperluas dampak laporan. Seluruh laporan komisi mengukur/ membandingkan temuan mereka dengan pemerintahan yang berkuasa saat ini agar dapat terlihat dengan jelas bidang dimana terdapat kesamaan atau perbedaan pemahaman. Komisi bertanggungjawab penuh terhadap isi laporan. CFR tidak mengambil posisi institusional. Untuk informasi lebih lanjut mengenai CFR atau komisi ini, dapat mengirim surat kepada Council on Foreign Relations, 58 East 68th Street, New York, NY 10021, atau dapat menghubungi melalui telephone kepada Direktur Komunikasi di (212) 434-9400. Untuk melihat website kami di www.cfr.org Hak Cipta @ 2003 oleh The Council on Foreign Relations , Inc Segala Hak dilindungi oleh Undang-Undang. Di cetak di Amerika Serikat Laporan ini tidak dapat di produksi ulang secara keseluruhan atau sebagian, dalam berbagai bentuk (diluar penggandaan yang diperbolehkan oleh pasal 107 dan 108 dari Undang-Undang Hak Cipta A.S. dan cuplikan untuk resensi pada publikasi pers), tanpa ijin tertulis dari penerbit. Untuk informasi selanjutnya, dapat menulis surat kepada Kantor Bagian Publikasi, Council on Foreign Relations, 58 East 68th Street, New York, NY 10021.
DAFTAR ISI Kata Pengantar Ringkasan Eksekutif
01
Peta Indonesia
15
Laporan Pengantar
17
Pihak-pihak Internasional Yang Terkait
24
Penadbiran
34
Bidang Ekonomi
39
Kemanan
48
Perkembangan Sosial
58
Keadilan dan Rekonsiliasi
66
Dorongan dan Tindakan dari Pihak-pihak Berkepentingan
70
Lampiran
75
Pernyataan Misi CPA
94
Komite Penasehat CPA
96
KATA PENGANTAR Setelah peristiwa 11 September dan pemboman klub malam di Bali, otoritas Indonesia telah memiliki tenaga baru dalam menangani berbagai masalah negerinya di bidang keamanan, ekonomi, dan politik. Presiden Indonesia, Megawati Sukarnoputri, tengah berupaya memecahkan berbagai kesulitan yang diwarisi dari masa lalu. Ekonomi telah bangkit kembali dari titik terendah selama krisis keuangan Asia dari tahun 1997 hingga 1998. Pemerintah telah mengadopsi langkah-langkah yang diperlukan untuk membuat para pejabatnya lebih bertanggung jawab dan mendesentralisasikan kekuasaannya. Selain itu, Indonesia telah menangkap aktor gerakan Islam garis keras yang terlibat dalam teror tersebut. Terlepas adanya beberapa kemajuan, negara ini masih menghadapi berbagai macam persoalan besar dalam hal konflik berbau etnis dan agama. Kekerasan separatis timbul dari Aceh, propinsi yang terletak di paling ujung pulau Sumatra, sampai yang paling timur di Papua (sebelumnya dikenal dengan Irian Jaya), dimana kelompok separatis telah melakukan perlawanan senjata dalam waktu yang lama menentang Pemerintah Pusat. Pusat Tindak Pencegahan Konflik (Center for Preventive Action, CPA) yang berada di bawah naungan Council on Foreign Relations bekerja dengan mengembangkan dan mempromosikan rekomendasi-rekomendasi praktis yang nyata, untuk menghindari kekerasan yang mematikan. Komisi independen untuk Indonesia yang merupakan bagian dari CPA mempercayai bahwa hanya satu untuk menghindari konflik berkelanjutan di Papua yaitu dengan memberikan hak yang lebih besar untuk memerintah dan kepemilikan terhadap pembangunan kekayaan sumber daya alam yang berlimpah di propinsi tersebut. Komisi meyakini bahwa pencapaian perdamaian yang berkelanjutan di Papua akan membangun momentum untuk menyelesaikan konflik lainnya di wilayah Indonesia, dan Papua dapat dijadikan sebuah model bagi pencegahan konflik yang lebih luas. Komisi berkesimpulan bahwa kunci bagi perdamaian dan kemajuan di Papua adalah penerapan secepatnya Undang-Undang Otonomi Khusus, yang ditetapkan oleh otoritas Indonesia tahun 2001, tetapi tidak pernah dilaksanakan.Laporan Komisi menawarkan langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh pihak-pihak internasional terkait untuk mendorong pelaksanaan secara penuh dan efektif dari Otonomi Khusus. Komisi meyakini bahwa pembagian kekuasaaan menggambarkan kemenangan bagi semua pihak dengan memperbolehkan rakyat Papua untuk melaksanakan hak-hak demokratik secara penuh dalam kerangka negara kesatuan Indonesia. Kegagalan untuk menghentikan konflik di Papua akan menimbulkan lingkaran kekerasan mematikan yang membuat Indonesia menjadi tidak stabil. Tidak seorangpun menginginkan eskalasi konflik di Papua melahirkan sebuah tindakan keras militer dan tuntutan-tuntutan untuk intervensi kemanusiaan internasional. Untuk meningkatkan insentif bagi Pemerintah Pusat dan Papua, Komisi menekankan sejarah dari kerjasama yang erat antara organisasi internasional dengan otoritas Indonesia. Komisi mengusulkan agar Program Pembangunan PBB (United Nation
Development Programme, UNDP) meluncurkan “Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive Development Program). Hibah baru bagi aktifitas yang menghubungkan pembangunan tradisional dengan pencegahan konflik dapat diangkat melalui forum Bank Dunia (World Bank) yakni Consultative Group on Indonesia (CGI). Pemerintah pusat dapat mengangkat seorang “Koordinator Papua” (Papua Coordinator) untuk bekerja bersama para tenaga para ahli nasional dan spesialis internasional berpartisipasi dalam sebuah “Tim Penasehat untuk Otonomi Khusus” (Advisory Group for Special Autonomy) dan “Kelompok Profesional Papua” (Papua Professional Corps) guna membangun kapasitas lokal bagi pemerintahan mandiri yang efektif, transparan dan bertanggung jawab. Pada akhirnya, tanggungjawab untuk pencegahan konflik terletak pada pemimpin Indonesia dan otritas Papua. Kami berharap bahwa keterlibatan Komisi menghasilkan ide baru dalam memajukan tujuan dan minat bersama. Terdapat banyak pihak yang patut menerima ucapan terima kasih. Komisi telah dipimpin secara baik oleh ketuanya, Laksamana Dennis C. Blair. Kepemimpinannya yang bijaksana dan pengetahuannya yang mendalam mengenai Asia Tenggara telah membantu Komisi merajut benang dalam menentukan rekomendasi-rekomendasi konstruktif bagi kepentingan kita bersama. Kami sangat menghargai Jenderal John W. Vessey, yang keterlibatan panjangnya selama beberapa dekade dalam CPA, telah berarti penting bagi kesuksesan ini. Sebuah kredit yang amat besar dari Komisi perlu diberikan kepada David Phillips, yang kerja kerasnya tidak dapat tergantikan. Sebagai Wakil Direktur CPA, David membawa antusiasme dan energi bagi semua usaha-usaha CPA. Kami juga sangat bersyukur kepada Yayasan Hewlett (Hewlett Foundation) atas dukungannya yang berlimpah. Leslie H. Gelb Presiden Council on Foreign Relations
RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan ini, Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua, memusatkan perhatiannya pada Papua—sebuah daerah terpencil, kaya akan sumber daya alam, namun merupakan daerah Indonesia yang miskin. Sampai penduduk Papua terpenuhi kemandirian dalam memerintah dan lebih memperoleh keuntungan hasil pengelolaan sumber daya alam, konflik yang terus berlanjut dapat menimbulkan sebuah lingkaran kekerasan di Papua. Selain itu juga dapat menimbulkan pengaruh ketidakstabilan daerah lainnya di Indonesia dengan mendorong kekerasan etnis, agama dan separatis di sepanjang kepulauan. Penerapan penuh dari Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua akan merefleksikan kemenangan bagi semua pihak. Supaya terwujudnya hal ini, penduduk Papua akan melihat Otonomi Khusus sebagai sebuah demokratisasi, daripada sebuah mekanisme untuk menghalangi konsep mereka mengenai merdeka.1 Sedangkan Pemerintah Indonesia akan melihat Otonomi Khusus dalam rangka mewujudkan kebutuhan dan kepentingan dari penduduk asli Papua, daripada sebuah langkah menuju kemerdekaan politik. Pihak Internasional dapat memberikan bantuan melalui pendekatan yang lebih fokus dan aktif, membangun kemampuan penduduk lokal untuk menerapkan Undang-Undang Otonomi Khusus. Mewujudkan keuntungan yang nyata bagi penduduk Papua juga akan meminggirkan mereka yang menggunakan kekerasan dalam mencapai tujuan politiknya. Pemerintah Indonesia telah menetapkan Papua sebagai salah satu prioritas utama untuk tahun 2003. Perbaikan situasi di Papua membutuhkan kerjasama yang baik antara pemerintah Indonesia, Otoritas Papua dan penduduk dari Papua. Walaupun pencegahan konflik merupakan tanggung jawab dari dari pihak yang terlibat konflik, Komisi ini juga menekankan peranan pihak internasional dalam pemeliharaan kerjasama tersebut. LATAR BELAKANG Perkembangan Indonesia akhir-akhir ini menuju masyarakat yang lebih terbuka menyediakan sebuah kesempatan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan di masa lalu. Kontroversi yang pernah ada di mulai sejak pemerintah Belanda melepaskan daerah jajahannya kepada Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 sembari mempertahankan Papua. Dua puluh tahun kemudian, pada tanggal 15 Agustus 1969, delegasi Papua memberikan suara secara aklamasi untuk bergabung dengan Republik Indonesia. Namun demikian, beberapa pengamat independen dan sebagian besar penduduk asli Papua menganggap bahwa proses tersebut banyak kelemahannya dan legitimasinya kurang.
1
Merdeka adalah istilah Indonesia yang biasanya di asosiasikan dengan gerakan politik separatisme. Tetapi istilah ini mempunyai makna yang penting dan unik di Papua. Bagi kebanyakan penduduk asli Papua, merdeka ada hubungannya dengan visi utopia untuk “emansipasi” yang tidak hanya bermakna secara politik. Merupakan Teologi Pembebasan/Liberation Teologi yang artinya termasuk berakhirnya penindasan.
1
Pada bulan Juni 2000, 25,000 penduduk asli Papua dari 253 suku memilih anggota dan membentuk Presidium Dewan Papua (PDP) untuk mewakili aspirasi non-kekerasan mereka untuk kemerdekaan. Setelah jatuhnya Presiden Suharto, Pemerintah Pusat menjalankan reformasi politik yang mencakup desentralisasi di seluruh pelosok Indonesia. Sebagai upaya lebih jauh untuk memfasilitasi keinginan rakyat Papua, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mensyahkan Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua (22 Oktober 2001). Apabila diimplementasikan, Undang-Undang Otonomi Khusus akan mengembalikan 80 persen dari royalti atas hasil pertambangan, kehutanan, dan perikanan, serta 70 persen atas hasil minyak dan gas kepada propinsi tersebut. Pada saat ini, meskipun Papua kaya akan sumber daya mineral, energi dan kehutanan, penduduknya tetap sebagai salah satu yang termiskin di seluruh Indonesia. Ketidakpuasan penduduk lokal, ditimbulkan oleh penundaan implementasi UndangUndang Otonomi Khusus, tindakan keras oleh aparat keamanan, dan rasa frustasi dari penduduk asli Papua. Dalam rangka kemudahan administrasi dan pelayanan sosial yang lebih terjangkau di wilayah pedesaan, pada tanggal 27 Januari 2003, Presiden Megawati Sukarnoputri menerbitkan Instruksi Presiden (INPRES) yang membagi daerah Papua menjadi tiga propinsi. Pemimpin-pemimpin Papua telah menunjukkan reaksinya secara kritis. Mereka berpendapat INPRES tersebut sebagai usaha untuk memecah belah rakyat Papua dan melupakan reformasi yang dijanjikan oleh pemerintah melalui penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus. Usulan pemisahan Papua menjadi tiga propinsi menimbulkan ketegangan dan meningkatkan prospek akan terjadinya konflik. Indonesia telah mengalami kemajuan yang cukup signifikan sejak tahun 1998. Namun demikian Negara ini tetap menghadapi tantangan yang berat. Untuk menghadapi berbagai tantangan ini, Komisi merekomendasikan untuk mengintensifkan demokratisasi, desentralisasi dan, dalam kasus Papua, penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus. Komisi menghendaki adanya praktek penegakan keamanan yang lebih berhati-hati dan berttanggungjawab, peningkatan porsi dan pemerataan hasil kekayaan alam propinsi Papua kepada penduduk asli, serta proses penegakkan keadilan dan rekonsiliasi. Komisi mengusulkan mekanisme untuk mengawasi perkembangan serta strategi untuk donor dan koordinasi kebijakannya. Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan memusatkan perhatiannya pada peranan Amerika Serikat dan pihak internasional lainnya dalam mendorong dan membantu penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara penuh. Walaupun banyak pihak dari dunia internasional terkait, Komisi dapat memahami adanya sejarah yang unik dari hubungan khusus antara Amerika Serikat dengan Indonesia. Amerika Serikat ingin mendukung usaha Indonesia dalam rangka mengkonsolidasikan reformasi politik dan peningkatan stabilitas keamanan nasional. Selain itu juga ingin melindungi kepentingan komersil dari perusahaan Amerika yang telah melakukan investasi dengan total nilai dua puluh lima miliar dollar AS (US$25 billion) dan, pada tahun 2001, mengekspor barang dan jasa ke Indonesia senilai tiga miliar dollar AS (US$3 billion). Keamanan mendapat perhatian yang khusus dari kedua Negara semenjak peristiwa 11 September, serta peledakan klub malam di Bali yang mengakibatkan perluasan kerjasama internasional dalam rangka perang terhadap teroris. 2
Hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat berada pada tahap yang sulit di awal bulan 2003 ini. Sampai diterbitkannya laporan ini, permintaan komisi untuk mengunjungi Indonesia, termasuk Papua, belum mendapat persetujuan. PENDEKATAN YANG DIGUNAKAN KOMISI Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua adalah inisiatif dari Pusat study Tindakan Pencegahan Konflik (Center for Preventive Action, CPA) dibawah naungan Dewan Hubungan Luar Negeri (Council on Foreign Relations). Komisi ini adalah sebuah organisasi yang berorientasi pada hasil akhir memberikan temuan dan rekomendasi untuk mencegah konflik yang menimbulkan korban jiwa. Meskipun tanggung jawab utama dari pencegahan konflik ada pada pemerintah Indonesia dan pimpinan di Papua, Komisi mengusulkan untuk mendukung dan memperkuat tindakan dari pihak internasional—pemerintah, organisasi internasional, perusahaan dan Organisasi Non Pemerintah (Ornop). Pencegahan konflik yang efektif dan tepat waktu membutuhkan kerjasama dan kepemimpinan dari Pemerintah Pusat. Indonesia adalah sebuah bangsa yang dibanggakan. Secara tegas menolak keterlibatan pihak luar dalam urusan internal . Walaupun pada tanggal 9 Desember 2002, perjanjian antara pihak Indonesia dan pihak separatis dari Aceh dipandang oleh masyarakat internasional sebagai langkah positif penyelesaian konflik yang berkepanjangan ini, bagi sebagian pihak Indonesia perjanjian menunjukkan bagaimana pihak separatis dapat meningkatkan posisinya ketika pihak luar dilibatkan. Hal yang sama dipersoalkan dalam kasus Papua. Pada tanggal 5 Februari 2003, Menteri Koodinator untuk masalah Politik, Sosial dan keamanan, Bambang Yudhoyono menekankan keinginan pemerintah untuk mencegah dukungan dari pihak luar kepada gerakan separatis di Papua. Titik tolak dari pendekatan yang digunakan oleh CPA adalah penggunaan “imbalan dan hukuman” oleh pihak internasional terkait untuk mendorong pelaksanaan reformasi oleh pemerintah dalam rangka implementasi dari Undang-Undang Otonomi Khusus. Komisi memahami kekhawatiran pemerintah. Oleh karena itu akan menekankan pada pemberian bantuan luar negeri yang bermanfaat sebagai insentif yang disediakan oleh pihak internasional. Dalam rangka penggunaan sumber daya pembangunan yang langka, Komisi memiliki keyakinan bahwa bantuan pembangunan dapat lebih tepat sasaran dengan menghubungkan tujuan pencegahan konflik dengan program sosial ekonomi (“Pembangunan Yang Mencegah Konflik”). Hal ini akan memungkinkan bagi pihak internasional terkait untuk berkoordinasi secara lebih baik dan bekerja lebih efektif dengan pemerintah Indonesia dan Pimpinan Papua. Laporan ini menggambarkan organisasi-organisasi yang ada dan mekanisme-mekanisme untuk bantuan resmi pembangunan (Official Development Assistance, ODA). HASIL TEMUAN DAN REKOMENDASI Dengan tujuan utama meningkatkan keuntungan dari penerapan Otonomi Khusus, Komisi memusatkan perhatian pada (a) Penadbiran, (b) ekonomi, (c) keamanan, (d) pembangunan sosial, dan (e) keadilan dan rekonsiliasi. Rekomendasi pada tiap-tiap 3
kategori ditujukan untuk memaksimalkan manfaat bagi Indonesia dan rakyat Papua dari hasil demokratisasi, desentralisasi dan pembangunan ekonomi. Rekomendasi juga berusaha memberikan sebuah konteks bagipenerapan secara penuh dan efektif dari Undang-Undang Otonomi Khusus. Penadbiran Penyelenggaran Pemerintah pada masa Presiden Suharto diwarnai dengan praktis berkuasanya satu partai politik, keberadaan aparat keamanan yang kuat dan menjangkau seluruh daerah, serta pemusatan kekuasaan dan kekayaan. Pelayanan dasar sosial, terutama di wilayah pedesaan Papua, telah meningkat kualitasnya akan tetapi tertinggal dibandingkan dengan perbaikan di daerah lain di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan dasarnya kebanyakan penduduk Papua mengandalkan pada sistim organisasi lokal yang ada hubungannya dengan gereja serta berdasarkan pada adat (bentuk tradisional dari suku dan marga politik). Pada tahun 1999, Presiden B.J. Habibie melakukan inisiatif dalam melaksanakan rencana desentralisasi untuk membagi otoritas dan pendapatan negara yang lebih besar kepada pemerintah daerah. Sebagai langkah lanjutan dalam rangka kepemilikan lokal atas sumber daya alam Papua, Otonomi Khusus untuk Papua diterapkan pada masa pemerintahan pengganti Habibie, pemerintahan Abdurrahman Wahid. Melalui UndangUndang ini Papua dapat memperoleh sampai 80 persen dari pendapatan yang dihasilkan oleh industri di dalam propinsi tersebut. Pelaksanaan Otonomi Khusus dihalangi oleh berbagai kepentingan di Pemerintah Pusat, yang bersumber dari rasa saling tidak percaya, serta akibat kurang pengalaman dan keterampilan, kapasitas yang tidak cukup di Papua untuk menangani tanggung jawab yang meningkat. Instruksi presiden yang membagi Papua menjadi tiga propinsi dikeluarkan tanpa sepengetahuan Majelis Rakyat Papua (MRP). Badan ini, yang disediakan dalam kaitannya dengan Undang-Undang Otonomi Khusus, belum dibentuk. Komisi berkeyakinan bahwa penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara efektif sangat penting peranannnya untuk mengurangi ketegangan di Papua. Untuk menjawab kekhawatiran Pemerintah Pusat akan stabilitas dan memungkinkan penadbiran mandiri bagi Papua melalui penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus, Komisi merekomendasikan -
Pemerintah Indonesia menunda segala rencana untuk memisahkan Papua menjadi tiga propinsi dan sebaliknya mempercepat penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara penuh. Segala tindakan untuk mereorganisasi propinsi diharapkan melalui konsultasi dengan MRP, yang selanjutnya akan dibentuk dan dipilih anggotanya.
-
Pemerintah Indonesia mengangkat tokoh Indonesia yang berpengalaman dan dihormati secara luas sebagai “Koordinator Papua” (Papua Coordinator) Dibantu oleh tenaga ahli baik nasional maupun internasional sebagai bagian dari “Tim Penasehat Otonomi Khusus” (Advisory Group for Special Autonomy), Koordinator Papua (Papua Coordinator) akan bekerja sama dengan otoritas
4
Propinsi untuk membuat draft Undang-Undang dan peraturan yang dibutuhkan untuk penerapan Otonomi Khusus. -
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP), berkoordinasi dengan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI), dibawah naungan Bank Dunia (World Bank), mendirikan “Kelompok Profesional Papua” (Papua Professional Corps) yang terdiri dari tenaga ahli nasional dan internasional yang disponsori oleh Negara donor, perusahaan international dan organisasi non pemerintah untuk membantu proyek pembangunan ekonomi dan sosial dan juga berpartisipasi pada Tim Penasehat Khusus Otonomi (Special Autonomy Advisory Group).
-
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI) bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan pejabat Papua tingkat propinsi, untuk menilai dan meningkatkan kemampuan lokal untuk memperbaiki penadbiran termasuk manajemen, anggaran dan administrasi.
-
U.S. Agency for International Development (USAID) dan donor dari lembaga donor lain mendukung program pendidikan publik yang memusatkan perhatiannya fokus pada “demokratisasi” yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan untuk Otonomi Khusus.
Bidang Ekonomi Terlepas adanya perkembangan sejak krisis keuangan pada tahun 1997-98, perekonomian Indonesia masih terpengaruh oleh tingginya tingkat hutang luar negeri dan Pinjaman domestik yang tak tertagih. Pemboman di Bali, yang memakan biaya lebih dari satu miliar dollar AS (US$1 billion) pada pendapatan yang hilang, telah lebih jauh melemahkan Investasi Langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment, FDI). Beban peraturan pada tingkat nasional dan propinsi juga mengganggu FDI. Untuk memecahkan masalah defisit anggaran dan membayar hutang, Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI) menyetujui untuk memberikan pinjaman tambahan senilai dua koma tujuh miliar dollar AS US$2,7 billion (20 Januari 2003). Dana Keuangan Internasional (International Monetary Fund, IMF) sedang mendorong langkah-langkah hukum yang memberantas korupsi, serta perlindungan terhadap dunia usaha dari pengaruh politik untuk menggairahkan investasi, termasuk FDI. Penambangan Sumber daya Alam Papua secara berkala menciptakan keuntungan dan pendapatan pajak. Di Papua, Freeport-McMoRan Cooper and Gold Inc. (sering disebut Freeport) mengoperasikan pertambangan emas dan tembaga terbesar di dunia. Selain itu merupakan pembayar pajak terbesar di Indonesia dan juga perusahaan terbesar di Papua. Masyarakat asli Papua saat ini merupakan 26 persen dari pegawai Freeport di Papua. Penebangan kayu di Papua menghasilkan sekitar US$100 juta per tahun untuk Pemerintah Pusat. Sejak tahun 1997, BP (sebelumnya dikenal dengan nama British Petroleum) dan Badan Pelaksana Migas (BPMIGAS), pengatur sumber daya minyak pemerintah, telah membangun pertambangan gas-alam Tangguh. Ketika pertambangan
5
ini sudah berjalan di tahun 2007, Gas Alam Cair (LNG) Tanggguh akan di ekspor ke propinsi Fujian di Cina. Papua mempunyai sumber daya alam yang berlimpah. Namun demikian, wilayahnya tidak bertumbuh dan aktivitas ekonomi yang dihasilkan belum memberikan kontribusi besar pada pembangunan ekonomi yang menguntungkan penduduk asli Papua. Terlepas dari semua perbaikan pelayanan sosial sejak tahun 1960, sebagian besar penduduk asli Papua masih terlibat dalam aktivitas-aktifitas pencarian nafkah primitif termasuk berburu, memancing dan bertani. Perekonomian di wilayah perkotaan Papua hampir seluruhnya dimiliki oleh pendatang yang bukan penduduk asli Papua. Dalam Indeks Kesejahteraan Manusia (Human Development Index) tahun 2001, Papua tercantum sebagai propinsi kedua termiskin, setelah Nusa Tenggara Barat. Komisi meyakini bahwa pembangunan ekonomi akan meningkatkan lapangan pekerjaan dengan gaji yang lebih memadai di Papua yang dengan sendirinya meningkatkan kesejahteraan dan melunakkan ketidakpuasan penduduk. Komisi merekomendasikan bahwa -
Otoritas tingkat nasional dan propinsi, termasuk gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), agar mempersiapkan suatu rencana induk (master plan) untuk pembangunan sumber daya yang berkelanjutan (sustainable resource development). Tenaga ahli dapat diperoleh melalui pihak pemerintah, perusahaan internasional dan Ornop.
-
Pemerintah Indonesia membuat Undang-Undang Investasi Luar negeri yang lebih bersaing pada tingkat nasional dan propinsi, terutama pada industri pertambangan, kehutanan dan perminyakan.
-
Otoritas tingkat pusat dan tingkat propinsi membentuk dana yang diperoleh dari sistem bagi-hasil sepeti yang dipersyaratkan oleh penerapan otonomi daerah untuk mendukung pelatihan bisnis, kredit usaha kecil, koperasi tingkat desa dan proyek lainnya yang menghasilkan manfaat secara cepat serta menghasilkan lapangan pekerjaan bagi penduduk asli Papua.
-
Otoritas tingkat pusat dan tingkat propinsi membuat suatu kampanye anti korupsi secara terus menerus, termasuk membentuk Komisi Anti Korupsi di Papua, serta donor juga membantu Kamar Dagang Papua untuk menyelenggarakan pelatihan mengenai etika bisnis dan anti korupsi.
-
Otoritas tingkat pusat dan tingkat propinsi, melalui konsultasi dengan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI), mendirikan sebuah “Kelompok Profesional Papua”(Papua Professional Corps) untuk membantu proyek pembangunan ekonomi dan sosial serta bekerja di departemen pemerintah propinsi.
-
Perusahaan Internasional, berkerjasama dengan pemerintah Indonesia dan Tim Penasehat Khusus Otonomi, berinisiatif membentuk suatu prosedur yang memungkinkan adanya transparansi yang lebih baik dari pengalihan pendapatan 6
antara perusahaan dengan pemerintahan tingkat pusat, propinsi serta kabupaten seperti inisiatif organisasi non pemerintah, “Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay), yaitu meminta perusahaan secara penuh melaporkan kepada publik pembayaran pajak dan royalti yang mereka lakukan. -
Perusahaan nasional dan internasional mempertahankan dan memperbaiki pelatihan serta penerimaan terhadap penduduk asli Papua.
Keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI), terutama Angkatan Darat dan Polisi Republik Indonesia (POLRI) mempunyai pengaruh yang besar di Papua dan Propinsi lain dimana terdapat kekerasan atau gerakan separatis. TNI hanya memperoleh dana sebesar 25-30 persen dari anggaran nasional. Sedangkan sisanya diperoleh melalui aktivitas legal dan ilegal. Walaupun tidak terdapat ancaman langsung dari luar terhadap Papua, UndangUndang Indonesia menuntut TNI untuk mengamankan “aset-aset nasional.” Oleh karena itu TNI memberikan keamanan untuk operasional pertambangan dan energi di Papua. Pembayaran untuk keamanan oleh perusahaan internasional berkontribusi terhadap korupsi yang dilakukan oleh personel TNI yang digaji kecil dan kurang disiplin. Reformasi pada tingkat nasional untuk memperbaiki pelatihan dan mengawasi TNI secara penuh belum sepenuhnya berpengaruh pada tingkat lokal. Di daerah tertentu seperti Papua, Pemerintah Pusat belum dapat memonitor secara penuh aktivitas keamanan tingkat lokal. Pelatihan terhadap pegawai dan prajurit/tentara kurang merata aplikasinya dan prajurit/tentara tidak dituntut pertanggung jawabannya atas pembunuhan atau mencederai penduduk Papua, atau untuk merusak harta benda/property penduduk. Terdapat beberapa kemajuan yang menggembirakan. Pada tanggal 21 April 2003, tujuh prajurit Kopassus TNI (Komando Pasukan Khusus) dinyatakan bersalah atas pembunuhan Ketua Presidium Dewan Papua (PDP), Theys Eluay dan dihukum penjara selama 42 bulan. TNI dan POLRI sedang bekerja sama dengan U.S. (Federal Bureau of Investigation, FBI) menyelidiki pembunuhan dua warga negara Amerika Serikat dan satu warga negara Indonesia yang bekerja untuk Freeport (31 Agustus 2002). TNI juga telah mengumumkan rencana-rencananya untuk menindak penebangan hutan yang ilegal di Papua. Komisi yakin bahwa pasukan keamanan yang memperoleh pelatihan memadai, di gaji dengan layak dan lebih bertanggung jawab sangat penting untuk penegakkan hukum, ketertiban dan kemanan sekaligus menurunkan rasa sakit hati, dalam hal ini sentimen untuk separatisme. Komisi merekomendasikan -
Pemerintah Indonesia dan TNI mengawasi secara ketat aktivitas dari pasukan khusus TNI (KOPASSUS) dan secara bertahap menarik pasukan KOPASSUS dari Papua.
-
POLRI terus melaksanakan tanggung jawabnya untuk menegakkan hukum dan ketertiban. Dalam konteks ini, POLRI mereformulasi mandat dan misi dari BRIMOB di Papua untuk hanya terlibat dalam tugas kepolisian sehari-hari. 7
-
Program-program bantuan donor untuk kepolisian dan militer mengembangkan suatu perencanaan, melalui kerjasama dengan TNI dan kepolisian tingkat propinsi (POLDA), untuk berkonsentrasi pada kegiatan konsultasi dan pelatihan pada unitunit di Papua, dan memusatkan perhatian pada prosedur-prosedur keamanan yang efektif yang menghormati hak warga negara dan menitikberatkan pada kebijakan yang berorientasi rakyat.
-
TNI dan POLDA menindaklanjuti kesuksesannya menumpas penebangan hutan liar dengan lebih jauh mengurangi keterlibatan personil mereka dalam aktivitas yang tidak legal.
-
Pemerintah Indonesia memperbaiki undang-undang tentang perlindungan aset nasional untuk mengakhiri persyaratan bahwa perusahaan harus menggunakan TNI untuk kontrak pengamanan, sehingga organisasi keamanan lokal dapat dikembangkan.
-
Perusahaan internasional yang beroperasi di Papua secara bertahap menghentikan kontrak jasa pengamanan dengan TNI, dengan adanya perubahan dalam undangundang, dan melaporkan bahwa mereka telah memenuhi standard “Prinsip-Prinsip Sukarela Keamanan dan HAM” (Voluntary Principles on Security and Human Rights).
Perkembangan Sosial Perubahan demografi dan pola pembangunan ekonomi telah menyisihkan nilai-nilai dan lembaga-lembaga di propinsi tersebut. Populasi Papua yang berjumlah 2.1 juta jiwa termasuk sekitar 800,000 imigran dari bagian lain Indonesia yang mendominasi pegawai negeri dan menguasai bisnis lokal. Pelayanan sosial bagi kebanyakan penduduk asli Papua disediakan oleh lembaga-lembaga adat tradisional dan organisasi informal yang ada hubungannya dengan gereja Katolik dan Protestan. Kebanyakan penduduk asli Papua tidak bersekolah dan sektor kesehatan Papua kurang terawat karena tidak di perhatikan dan dukungan dana yang tidak layak. Komisi berkeyakinan bahwa perbaikan yang signifikan dalam pelayanan sosial akan menolong rakyat Papua memperoleh kebutuhan dasarnya dan pemberian jasa yang lebih baik akan meningkatkan kepercayaan terhadap sektor publik. Komisi merekomendasikan -
Pemerintah Pusat dan pemerintah daerah Papua meggunakan dana berasal dari donor untuk meningkatkan pendidikan dan program kesehatan di Papua, termasuk pelatihan, agar dapat memperoleh standard kehidupan yang sama dengan daerah lainnya di Indonesia.
-
Pihak-pihak yang terkait dalam organisasi yang memberikan bantuan/sumbangan sosial untuk pemerintah di Indonesia diharapkan memperluas dan mengkoordinasikan program mereka di Papua, dengan menekankan pada pelayanan terhadap penduduk yang berada di wilayah terpencil.
8
Keadilan dan Rekonsiliasi Presiden Megawati telah meminta maaf untuk kesalahan-kesalahan kebijakan masa lalu serta tindak kekerasan militer yang dilakukan sepanjang perayaan Hari Kemerdekaan di tahun 2001. Namun demikian, masih banyak yang harus dikerjakan, dalam menguatkan penegakkan hukum, membawa yang melanggar HAM ke pengadilan, melindungi aktivis HAM dan tidak mengulangi sejarah ketidakadilan. Beberapa pengamat independen dan kebanyakan masyarakat Papua melihat keputusan untuk bebas memilih tahun 1969, dimana Papua masuk dalam otoritas pemerintah Indonesia, penuh dengan kelemahan dan tidak memperoleh legitimasi. Aktivis-aktifis separatispun menuntut “pelurusan sejarah” dan merdeka. Komisi meyakini bahwa diperlukan suatu pertanggung jawaban dan sebuah proses untuk mengungkap sejarah kekerasan di Papua dan mempromosikan hubungan harmonis antar kelompok. Komisi merekomendasikan -
Pemerintah Pusat dan otoritas di Papua memastikan bahwa pelaku pelanggaran HAM dituntut di pengadilan yang tidak memihak, yang diisi oleh hakim dan jaksa penuntut yang independen.
-
Pemerintah Indonesia, melalui konsultasi dengan pimpinan Papua seperti Gubernur, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan masyarakat madani serta pimpinan agama, merancang “Kelompok Rekonsiliasi” (Reconciliation Group) dipimpin oleh tokoh yang terkemuka, untuk berkonsultasi dengan rakyat Papua, pengamat nasional dan tenaga ahli internasional untuk membuat kembali “Dialog Nasional” (National Dialogue) dan membentuk proses kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi yang patut untuk Papua seperti yang diamanatkan pada Undang-Undang Otonomi Khusus.
-
Para donor, organisasi internasional dan perusahaan yang beroperasi di Papua menyediakan bantuan tambahan kepada organisasi-organisasi lokal yang terlibat dalam bidang pendidikan dan pemantauan Hak Asasi Manusia.
-
Organisasi yang berbasis agama, etnik dan suku terus menerus melaksanakan dialog untuk memecahkan masalah pertikaian secara damai, dan sumber daya donor digunakan untuk melembagakan dialog tersebut melalui penguatan sebuah badan pemerintah tetap (seperti, Komisi Perdamaian Papua).
Koordinasi Kebijakan Papua menjadi perhatian dunia internasional ketika terjadi insiden kekerasan, seperti pembunuhan terhadap warga negara asing atau seorang tokoh Papua, atau pada saat pertemuan internasional dimana pertanyaan mengenai pemisahan Papua dari Indonesia diangkat. Dalam situasi seperti itu, Pemerintah Indonesia senantiasa bersikap defensif. Komisi mendorong agar pemerintah Indonesia mengambil langkah untuk melibatkan pihak-pihak yang terkait secara positif, seperti contoh, mencoba menggalang dukungan untuk penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus. Selain itu Komisi menganjurkan 9
-
Pemerintah Indonesia menugaskan “Koordinator Papua” (Papua Coordinator) untuk bertanggung jawab mengangkat isu Papua di Pemerintah Pusat, memperkuat komunikasi antar departemen, menciptakan dialog secara terus menerus antar pejabat Indonesia dengan pimpinan Papua, dan secara konstruktif melibatkan pihak-pihak internasional.
-
Para donor mendukung “Badan Pemantauan Papua” (Papua Monitoring Group) yang terdiri dari tenaga ahli di Jakarta dan Papua untuk memonitor keadaan, memberi masukan akan kebijakan dan meningkatkan kesadaran internasional akan masalah yang mendesak di Papua.
-
Pemerintah dalam dan luar negeri yang terkait, meningkatkan perhatiannya kepada Papua melalui kunjungan secara berkala oleh para Duta Besar dan pejabat lainnya, dan juga dengan memasukkan Papua pada agenda dialog tingkat bilateral dan multilateral.
Koordinasi Antar Pihak-Pihak Yang Tekait Untuk meningkatkan koordinasi antar para donor dan penggunaan sumber daya pembangunan yang amat langka secara lebih bijaksana, Komisi merekomendasikan -
Komisi Eropa (The European Commission, EC), mengajukan dan memastikan dukungan untuk mengadopsi “Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive Development Program) pada pertemuan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia mendatang.
-
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) dan Negara donor dapat melaksanakan “Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah Konflik”(Preventive Development Assesment) untuk mengawasi aktivitas pencegahan konflik yang sedang berlangsung, mengidentifikasi kelemahan program dan membangun strategi untuk Papua.
-
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia mendorong anggotanya untuk mendirikan “Komite Papua” (Papua Committee) dengan kelompok-kelompok kerabat donor (Donor Affinity Groups, DAG) untuk membantu mengkoordinir para donor dan mengumpulkan dana baru untuk kegiatan yang diselenggarakan sebagai bagian dari Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik.
-
Negara donor, seperti Jepang, menyelanggarakan konferensi untuk meluncurkan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik.
Uni Eropa (EU) merupakan organisasi yang tepat untuk mengusulkan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik sebagai tindak lanjut dari “Misi Pengawasan Pencegahan Konflik di Indonesia tahun 2001” (2001 Conflict Prevention Assessment Mission to Indonesia), yang disambut baik oleh Pemerintah Indonesia.
10
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia dibawah naungan Bank Dunia mengkoordinir pembiayaan yang diberikan oleh tiga puluh anggotanya (agen multilateral dan negara donor). Untuk menolong Indonesia bangkit dari krisis keuangan Asia (1997-98), Bank Dunia menyediakan empat setengah miliar dolar AS (US$ 4.5 billion) sebagai bagian dari sebuah program bantuan yang dipimpin oleh Dana Keuangan Internasional (International Monetary Fund, IMF) sejak tahun 1997. Pada konferensi yang baru saja diselenggarakan oleh Bank Dunia (20 Januari 2003), para donor menyetujui untuk memberikan paket bantuan senilai dua koma tujuh miliar dolar AS (US$2.7 billion). Program Pembangunan PBB bekerja sama dengan badan-badan khusus PBB menghubungkan program pembangunanekonomi dan sosial dengan pencegahan konflik. Ditambah lagi, lembaga yang didukung Program Pembangunan PBB, Mitra untuk Reformasi Penadbiran (Partnership for Governance Reform) mendukung desentralisasi dan Otonomi Khusus. PBB telah mengalami kemajuan dalam menjalin hubungan baik dan konstruktif dengan pemerintah Indonesia, setelah sebelumnya terganggu dengan peran PBB dalam pemisahan Timor Timur dari Indonesia. Negara Jepang diajukan sebagai penyelenggara konferensi para donor untuk meluncurkan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik. Di kawasan Asia Pasifik, Jepang telah membuktikan ketertarikannya pada “Pembangunan untuk Perdamaian.” (development for peace) Sebagai negara donor terbesar untuk Indonesia, Jepang memberikan kontribusi senilai rata-rata satu koma sembilan miliar dolar AS (US$1.9 billion) pada tahun 90-an. Kelompok kelompok donor kerabat akan mengumpulkan para negara dan organisasiorganisasi donor untuk secara lebih jauh mengkoordinasikan asistensi dan memfokuskan bantuan untuk pencegahan konflik. U.S. Agency for International Development (USAID) telah mengintegrasikan pencegahan konflik pada seluruh strategi untuk memberi bantuan kepada negara melalui kantor dari Pencegahan Konflik dan Reaksinya (Office of Conflict Prevention and Response, OCPR) yang berkedudukan di Indonesia. Negara Belanda mempunyai perhatian khusus pada Papua karena hubungan sejarah dengan propinsi tersebut. Kementerian Belanda untuk Pembangunan dan Kerjasama Internasional (The Dutch Ministry for International Cooperations and Development) serta Badan Pembangunan Internasional Kanada (Canadian International Development Agency, CIDA) mendukung penadbiran dengan penekanan pada desentralisasi. Sejak peristiwa peledakan bom di Bali, Australia telah melakukan langkah untuk memperkuat kerjasama dengan Indonesia. Badan Australia untuk Pembangunan Internasional (The Australian Agency for International Development, AusAID) memfokuskan diri pada bantuan untuk Indonesia bagian timur, termasuk Papua. Donor lain, seperti Departemen Kerajaan Inggris untuk Pembangunan Internasional (United Kingdom’s Department for International Development, DFID) dan Bank untuk Rekonstruksi dan Pembangunan milik negara Jerman (KfW) mendukung Biro untuk Pencegahan Konflik dan Pemulihan (Bureau for Crisis Prevention and Recovery, BCPR) yang merupakan bagian dari Program Pembangunan PBB. Negara-negara tetangga dan asosiasi tingkat regional dapat memiliki peranan penting untuk meredam radikalisasi di dalam diri rakyat Papua. Negara Papua New Guinea (PNG) memahami bahaya dari gerakan militan bersenjata, karena telah mengalami 11
perang dengan Angkatan Bersenjata revolusi Bougainville. Negara Timor Timur yang baru berdiri mendukung desentralisasi untuk menjamin hak politik dan budaya rakyat Papua. Negara Vanuatu, Nauru dan Kepulauan Solomon telah membina hubungan dengan pimpinan di Papua dan dapat berperan sebagai peredam radikalisasi. Forum Kepulauan Pasifik (Sebelumnya Forum Pasifik Selatan), yang mengadopsi resolusi pada bulan Agustus 2002 menyatakan bahwa Papua adalah bagian integral dari Indonesia, sehingga forum ini juga dapat berperan. Perusahaan Internasional dapat lebih jauh mendukung pelunakkan dengan memperkenalkan proyek yang menguntungkan rakyat Papua. Aktivitas tersebut sedang berjalan dan harus lebih ditingkatkan. Freeport membentuk suatu Dana Abadi Kepemilikan Lahan Secara Sukarela (Voluntary Land Rights Trust Fund) pada tahun 2001. Dana tersebut menghasilkan bunga sebesar delapan belas juta dolar AS (US$18 million) per tahun untuk membiayai pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan infrastruktur di Papua. BP bekerja sama dengan USAID dan wakil dari perwakilan pemerintah lokal melaksanakan sebuah diversifikasi strategi pertumbuhan dengan menyalurkan investasi kepada desa-desa; BP juga mengembangkan inovasi dalam perencanaan keamanan berbasis rakyat. Organisasi internasional juga dapat berperan. Transparansi Internasional, misalnya, yang menyediakan bantuan teknis dalam usaha memberantas korupsi, sangat aktif melaksanakan kegiatannya di Indonesia. Inisiatif “Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay) oleh organisasi Open Society Institute mendorong perusahaan multinasional untuk mengumumkan secara terbuka laporan keuangan mereka. Organisasi InterNews mendukung beberapa stasiun radio dan surat kabar di Papua, dan membuat program yang dinamakan “Laporan Untuk Perdamaian” (Reporting for Peace). Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua mengusulkan untuk mengadakan pertemuan dengan pejabat Indonesia dan pimpinan Papua dengan tujuan mendiskusikan temuan dan rekomendasi yang diberikan. Laporan ini dapat dijadikan sebagai titik awal untuk membentuk kepercayaan dan meningkatkan pencegahan konflik. Komisi, dalam hal ini, tidak akan bertindak sebagai mediator.
12
Inisiatif dan Struktur Yang Diusulkan Struktur
Badan Pelaksana
Fungsi
Koordinator Papua (Papua Coordinator)
Pemerintah Indonesia
Tim Pemantau Papua (Papua Monitoring Group)
Center for Strategic and International Studies, Jakarta
Mengangkat isu Papua di Pemerintah Pusat. Meningkatkan komunikasi antar badan-badanyang terlibat. Mewujudkan dialog antara Pejabat Indonesia dan Pimpinan Papua, serta melibatkan pihak-pihak internasional yang terkait. Bekerja sama dengan Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory Group for Special Autonomy) untuk membuat draf undangundang dan peraturan yang diperlukan untuk penerapan Otonomi Khusus. Memonitor dan melaporkan perkembangan dan masalah akan kondisi yang menyebabkan konflik.
Koordinasi Kebijakan
Koordinasi Pihak-pihak Yang Terkait Komite Papua (Papua Committee)/ Kelompok Donor Yang Terkait
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI)
Membantu dalam hal koordinasi antar para donor dan mengumpulkan dana-dana baru.
Pemerintah Indonesia/ Otoritas di Papua
Membantu membuat draft undang-undang dan peraturan yang dibutuhkan untuk penerapan Otonomi Khusus.
Penadbiran Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory Group for Special Autonomy)
13
Kelompok Profesional Papua (Papua Professional Corps)
Program Pembangunan PBB (UNDP)/ Kelompok Konsultasi untuk Indonesia
Biro Pengawasan
DPRD
Membantu proyek pembangunan ekonomi dan sosial yang disponsori oleh donor. Bekerja di dalam departemen pemerintah tingkat propinsi Berpartisispasi dalam Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory Group for Special Autonomy). Memastikan terdapatnya partisipasi yang adil dan setara bagi penduduk asli Papua dalam perangkat pemerintahan.
Ekonomi Komisi Anti Korupsi
Pemerintah Indonesia/ DPRD
Membangkitkan kesadaran dan melawan korupsi. Mengadakan pelatihan anti korupsi.
Pemerintah Indonesia/ pimpinan-pimpinan di Papua TNI POLRI/POLDA
Berkonsultasi dengan tenaga ahli nasional maupun internasional untuk proses penegakkan kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi di Papua. Meningkatkan kesadaran dan melawan korupsi. Meningkatkan kesadaran dan memberantas korupsi.
Keadilan dan Rekonsiliasi Kelompok Rekonsiliasi (Reconciliation Group) Inspektur Jenderal TNI cabang Papua Tanggungjawab profesional POLRI cabang Papua
14
PETA INDONESIA2
Indonesia Map.PDF
2
Dicetak kembali dengan izin dari The Wall Street Journal Europe, © 2003 Dow Jones & Company, Inc. Hak cipta di seluruh dunia dilindungi oleh Undang-undang
15
LAPORAN
16
PENGANTAR Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangannya di Papua adalah inisiatif dari Pusat Tindakan Pencegahan Konflik (Center for Preventive Action, CPA) dibawah naungan Council on Foreign Relations’. Komisi sebagai organisasi yang berorientasi pada hasil akhir memberikan temuan dan rekomendasi untuk mencegah konflik yang menimbulkan korban jiwa di Papua. Badan ini merekomendasikan bagaimana pimpinan nasional dan lokal, dengan dukungan pihak internasional, dapat mencapai tujuan dalam mencegah konflik. MENGAPA INDONESIA? Dikarenakan ukuran, lokasi dan jumlah penduduknya, Indonesia dipandang sebagai negara yang secara strategis memiliki posisi amat penting di kawasan Asia Tenggara. Sejak krisis keuangan Asia pada akhir tahun 1990-an dan mundurnya Presiden Suharto di tahun 1998, Indonesia telah membuat langkah positif, walaupun kurang menyeluruh, menuju pemulihan ekonomi dan penadbiran yang lebih demokratis. Keberhasilan Indonesia sangat memegang peranan penting di kawasan regional dan dunia. Indonesia memiliki peranan krusial dalam kampanye dunia melawan teroris. Merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, kurang lebih sebesar 200 juta penduduk muslim, termasuk kelompok kecil yang mendukung tujuantujuan Islam fundamentalis. Dengan jumlah yang besar dan wilayah yang terlalu luas untuk di amankan oleh prajurit keamanan, membuat Indonesia sangat berpotensi menjadi tempat beroperasinya para teroris. Setelah terjadi pemboman terhadap klub malam di Bali bulan Agustus 2002, pemerintah secara agresif dan sukses, mengusut kelompok Jemaah Islamiyah, kelompok Islam radikal, yang bertanggungjawab untuk pemboman tersebut Terdapat alasan-alasan ekonomi yang penting bagi pencegahan konflik di Indonesia. Perusahaan Multinasional milik Amerika Serikat telah melakukan investasi sebesar dua puluh lima miliar dolar AS (US$25 billion) di Indonesia. Pada tahun 2001, Perusahaan AS telah melakukan ekspor barang dan jasa ke Indonesia sebesar tiga koma tiga miliar dolar AS (US$3.3 billion). Bank Ekspor-Impor A.S. (The U.S. Export-Import Bank), Perusahaan Investasi Swasta Luar Negeri (The Overseas Private Investment Corporation) dan Badan Perdagangan Pembangunan (The Trade Development Agency) menyediakan dana sebesar US$400 juta dalam bentuk kredit untuk pembiayaan eksport AS ke Indonesia di tahun 2002.3 Selat Malaka, di sudut pantai Sumatra Utara, merupakan pelabuhan laut tersibuk kedua di dunia. MENGAPA PAPUA?
3
Pada tahun 2001, Invetasi Langsung Amerika Serikat di Indonesia senilai US$8,807 juta (berdasarkan harga masa lalu). U.S. Department of Commerce, Bureau of Economic Analysis. Dapat dilihat pada: www.bea.doc.gov/bea/di/dia-ctry.htm.
17
Sebagai propinsi terbesar di wilayah Indonesia Timur, Papua sejak dulu dianggap sebagai daerah yang amat penting karena sumber daya alam, kebudayaan tradisional dan keaneka ragaman satwa dan tumbuh-tumbuhannya. Papua juga menjadi tempat beroperasinya investasi luar negeri, baik yang sedang berjalan maupun di masa mendatang, terutama tempat pertambangan dari Freeport dan rencana panggalian gas alam di Tangguh yang akan dioperasikan oleh BP. Papua terkenal pula sebagai salah satu daerah yang penuh dengan masalah. Indonesia sekarang berada di sebuah persimpangan jalan dalam hal Papua. Lingkaran kekerasan mempunyai pola sebagai berikut. Tindakan-tindakan represif mengakibatkan perlawanan, meningkatkan oposisi kepada pemerintah dan mendorong suatu keinginan untuk memperkuat tuntutan-tuntutan memisahkan diri secara politik. Meningkatnya eskalasi kekerasan akan mempertinggi perhatian dunia internasional dan permintaan untuk melakukan intervensi kemanusiaan, sementara mengganggu investor asing. Dalam skenario terburuk, masalah di Papua dapat mempengaruhi stabilitas nasional Indonesia. Cara lain adalah dengan saling mengakomodasi dan rekonsiliasi melalui dialog. Ini tentunya membutuhkan kesediaan rakyat Papua untuk menerima keuntungan dari penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara penuh, dan usaha pemerintah untuk memberikan kesempatan kepada rakyat Papua untuk mengurus diri sendiri dan mendapat bagian dari keuntungan finansial yang dihasilkan dari pembangunan kekayaan alam di dalam propinsi. Saling mengakomodasi merupakan kepentingan utama dari rakyat Papua, Pemerintah Pusat dan komunitas internasional, termasuk Amerika Serikat. Komisi ini juga prihatin terhadap konflik yang mengakibatkan korban kemanusiaan dan merugikan rakyat sipil. Konflik yang hebat dapat mengakibatkan migrasi penduduk melewati perbatasan negara Papua New Guinea (PNG) dan mengarungi laut ke Australia. Selain itu dapat menyebarkan konflik di daerah-daerah lain Indonesia, sehingga mengakibatkan kekerasan yang meluas dan membahayakan persatuan nasional. Di lain pihak, perkembangan baik di Papua akan membangun momentum menuju pencegahan konflik berskala nasional yang meningkat. Tokoh-tokoh Indonesia telah mendesak agar Komisi memusatkan perhatiannya pada masalah Papua ini. Selain itu, politisi Papua, gereja dan pimpinan masyarakat madani (CSO’s) telah mengindikasikan bahwa CPA dapat memegang peranan penting untuk memberikan ide dan membantu pemerintah Indonesia dan pimpinan di Papua. Komisi meyakini bahwa saat inilah masa yang tepat untuk mengambil tindakan yang telah direncanakan bersama untuk Papua serta keterlibatannya dapat memberi nilai tambah dan memberikan perubahan. Sementara Komisi melakukan penelitian ini, Indonesia mengidentifikasikan Papua sebagai prioritas utam di tahun 2003. KONDISI-KONDISI DI PAPUA
18
Terletak di lokasi yang paling Timur di antara kepulauan Indonesia yang luas, Papua diperkirakan memiliki jumlah penduduk sebesar 2,1 juta,4 termasuk kurang lebih 800.000 imigran.5 Dengan wilayah yang sangat luas, yakni sebesar 421.918 kilometer kubik mempunyai tingkat kepadatan penduduk terendah di Indonesia. Jenis suku yang tinggal adalah Melanesia (bukan Malay yang merupakan mayoritas dari penduduk Indonesia), Papua terdiri dari berbagai macam suku dan 250 jenis bahasa. Sebagian besar rakyat Papua tinggal di daerah terpencil dimana mereka mempraktikan kristianitas dan animisme. Hingga beberapa dekade yang lalu banyak sekali suku yang tinggal di pedalaman propinsi yang hanya memiliki sedikit atau bahkan tidak menjalin kontak sama sekali dengan dunia luar. Suku Dani, dengan populasi yang mendekati 400.000 jiwa, diketahui hanya pada saat pesawat terlebih dahulu terbang melalui lembah Baliem di tahun 1938. Pada dekade belakangan ini, dengan adanya migrasi internal komposisi penduduk asli Papua telah berubah. Dimulai pada tahun 1980an, Program Transmigrasi Indonesia memindahkan penduduk yang berasal dari daerah padat penduduk menuju ke daerah Papua. Untuk mengakomodir pendatang baru ini, otoritas terkait seringkali merelokasi penduduk asli dari tempat asal mulanya. Migrasi secara spontan juga dilakukan pada tahun 1990an. Pada saat ini migran dari bagian barat Indonesia mendominasi perangkat pemerintahan daerah dan ekonomi lokal di Papua.6 Perubahan demografi ini telah secara dramatis meningkatkan disparitas dan ketegangan sosial di daerah tersebut. Sejak tahun 1969, Papua telah memperoleh manfaat secara keseluruhan dari perbaikan kemanan dan peningkatan kesejahteraan Indonesia. Secara umum kondisi kehidupan di dalam propinsi secara absolut tidak terbantahkan lagi telah lebih baik dibandingkan 40 tahun yang lalu. Indonesia sendiri bukan merupakan negara maju. Apabila diukur kinerjanya dalam hal tingkat harapan untuk hidup (life expectancy), pendapatan real setelah penyesuaian, dan tingkat pendidikan, pada Indeks Kesejahteraan Manusia (Human Development Index) Indonesia menduduki ranking ke 110 dari 173 negara. Dalam ukuran relatif, Papua tidak dapat mengikuti pertumbuhan ekonomi di daerah lain Indonesia. Dialam wilayah Indonesia, Papua adalah propinsi termiskin kedua, setelah Nusa Tenggara Barat.7 Kekayaan alam Papua bersumber dari hutannya, cadangan mineral dan galian hidrokarbon. Para ahli memperkirakan bahwa sebagian besar kekayaan alam Papua belum tersentuh. Hutan hujan tropis Indonesia, yang secara biologis sangat kaya,
4
Badan BPS Statistics Indonesia. Indonesia’s 2000 Population Census. (Bangkok: 29 November 2000). Jumlah penduduk di Papua diperkirakan sebanyak 2,112,756. Oleh karena “situasi yang tidak stabil” di Papua, penghitungan dilakukan “hanya di daerah yang kondusif dalam mengambil sensus.” 5 Keterangan diberikan oleh UNDP di Jakarta. 6 Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya. 7 United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report 2002: Deepening Democracy in a Fragmented World (24 July 2002). Tersedia pada hdr.undp.org. Dapat juga di lihat UNDP, Making New Technologies Work for Human Development: Human Development Report 2001 (New York: Oxford University Press, 2001).
19
mempunyai luas sebesar 34,6 juta hektar atau 24 persen dari total luas hutan di Indonesia, dan 54 persen dari biodiversitas Indonesia.8 Saat ini perusahaan penggalian terbesar di Papua adalah pertambangan emas dan tembaga Freeport’s, yang juga terbesar di dunia. Seperti kebanyakan operasi pertambangan di seluruh dunia, operasi ini memberikan keuntungan sekaligus menimbulkan kontroversi di Papua. Tambang Gas alam dioperasikan oleh beberapa perusahaan, dengan operasional terbesar sedang dibangun di Tangguh oleh BP. Hutan kayu dipelihara oleh kebanyakan perusahaan Indonesia dan asing, dengan penebangan ilegal yang meningkat, walaupun terdapat usaha-usaha yang telah dilakukan pemerintah Indonesia saat ini dalam menegakkan peraturan. SEJARAH POLITIK Pada tanggal 27 Desember 1949, setelah melalui perjuangan yang keras, Kerajaan Belanda menyerahkan daerah bekas jajahannya, kecuali New Guinea Barat (kemudian dinamakan Irian Jaya dan sekarang disebut Papua). Dalam perjanjian tercantum bahwa “mengenai status New Guinea akan ditentukan melalui negosiasi” antara Indonesia dan Belanda dalam jangka waktu satu tahun masa transisi kepemilikan wilayah. Status hukum Papua semakin tidak pasti setelah Amerika Serikat mendesak Belanda dan memfasilitasi perjanjian mengalihkan otoritas secara adminstratif akan New Guinea Barat dari Belanda kepada PBB. Di dalam artikel 18 dari perjanjian New York tahun 1962 tercantum “Indonesia akan mengatur segala hal dengan bantuan dan partisipasi PBB memberikan kesempatan kepada Papua untuk memilih apakah menginginkan menjadi bagian daripada Indonesia atau tidak.”9 Para delegasi yang terpilih memberikan suaranya secara aklamasi untuk bergabung dengan Republik (15 Agustus 1969). Tindakan Untuk Bebas Memilih (The Act of Free Choice) di terima oleh Sidang Umum PBB, dan Papua diubah namanya menjadi Irian Barat serta menjadi propinsi ke 27 dari Indonesia (19 November 1969). Selanjutnya para aktivis pro-gerakan separatis mempertanyakan proses tersebut. Peristiwa-peristiwa ini terjadi dalam konteks kekacauan di wilayah lainnya di Indonesia. Politik kekerasan yang menyebabkan korban jiwa setidaknya sebanyak 500.000 jiwa.10 Kemenangan Jenderal Suharto digambarkan dengan penerapan “Orde Baru” melalui pengawasan yang amat ketat untuk memastikan stabilitas dan pembangunan. Pada saat yang bersamaan, rejim yang menggunakan pendekatan sentralistik ini, dengan istilah “demokrasi pancasila,”11 menimbulkan perlawanan di Papua. 8
Australia West Papua Association. West Papua Information Kit (Department of Computer Sciences, University of Texas at Austin). Lihat jugah: the Biodiversity Conservation Project in Indonesia, the World Resources Institute’s Sustainable Development Information Services, dan http://www.geocities.com/RainForest/4466/biodiver.htm 9 The New York Agreement, Article 18 (New York: United Nations, 15 August 1962). 10 Robert Cribb, ed. The Indonesian Killings 1965–1966: Studies from Java and Bali (Monash University, Southeast Asia Publications, January 1991). 11 Filosofi negara berdasarkan oleh lima prinsip yang saling berhubungan: Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan Yang Di pimpin
20
Agar disesuaikan dengan mandat dwi fungsi, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) memperluas pengaruhnya untuk mengamankan integritas teritorial dari negara dan melindungi investasi industri pertambangan Mineral yang sedang berkembang di Papua. Selain itu tentara juga di tugaskan untuk menyediakan keamanan terhadap migran dari Indonesia bagian barat yang bermukim di Papua melalui program transmigrasi nasional. Program relokasi, kepemilikan akan tanah dan penguasaan ekonomi oleh transmigran yang baru saja tiba meningkatkan rasa terisisihnya penduduk asli Papua serta berkurangnya pengaruh mereka pada proses politik. Saat ini peduduk non-Papua mewakili sekitar 40 persen dari jumlah total penduduk Papua selain mendominasi ekonomi lokal dalam personel pemerintah.12 Organisasi Papua Merdeka (OPM), dimana merupakan kelompok separatis yang militan dibentuk pada sekitar tahun 60-an, keberadaannya tetap berlanjut sebagai gerakan lokal yang terus menerus melakukan pemberontakan. PERKEMBANGAN SAAT INI Krisis Keuangan Asia (1997-1998) diikuti dengan berbagai peristiwa, termasuk demonstrasi, yang mengakibatkan turunnya Rejim Presiden Suharto pada bulan Mei 1998. Setelah melalui periode transisi dibawah pimpinan Presiden B.J. Habibie, Indonesia mengadakan Pemilihan Umum (PEMILU) yang bersih, bebas dan adil pertama kali sejak empat dekade. Walaupun partai politik pimpinan Megawati Sukarnoputri, putri dari Presiden Sukarno, Tokoh Proklamator, memperoleh suara yang paling banyak, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memilih pemimpin moderat Islam, Abdurrahman Wahid, sebagai presiden pada bulan Juli 1999; Megawati sebagai Wakil Presiden. Pada periode transisi sebelum Wahid menduduki kursi presiden, dengan diawasi oleh PBB, referendum di Timor Timur yang menyuarakan mayoritas penduduk memilih untuk memisahkan diri, diikuti oleh periode kekerasan dan pengiriman pasukan penjaga perdamaian PBB ke Timor Timur. Wakil Presiden Megawati menggantikan Presiden Wahid pada saat ia diturunkan oleh MPR setelah 20 bulan berkuasa. Presiden Megawati merupakan presiden kedua di Indonesia yang mencapai kekuasaan tertinggi melalui proses pengalihan kekuasaan yang damai. Presiden Megawati telah memilhara kerjasama dan konsensus dalam memimpin kabinet yang berasal dari berbagai partai. Pada bulan Agustus 2002, amandemen terhadap Undang-Undang Dasar menyediakan Rakyat Indonesia untuk dapat memilih presiden secara langsung di dalam PEMILU di tahun 2004 nanti. Presiden dan Wakil Presiden sampai sekarang masih dipilih oleh MPR, yang terdiri dari 500 perwakilan rakyat yang dipilih langsung dan 200 perwakilan rakyat yang tidak dipilih langsung. Dewan Pimpinan Daerah (DPD) telah dibentuk dan memberikan perwakilan propinsi suara yang kuat pada tingkat nasional.
oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 12 International Crisis Group (ICG). Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya. Asia Report No. 23 (Jakarta/Brussels: ICG, 20 September 2001).
21
Parlemen juga mempunyai peranan penting dalam mempertahankan jenis pemerintahan Indonesia yang sekuler. MPR menghentikan usaha yang dilakukan oleh kelompok Islam dan Wakil Presiden Hamzah Haz untuk mengadopsi Syariah atau Hukum Islam. Walaupun dua Organisasi Masa Islam di dalam Indonesia, Nahdlatul Ulama dan Muhamadiyah, adalah moderat dan mendukung bentuk negara sekuler, terdapat dukungan yang meluas dan menguat terhadap kelompok Islam yang radikal. Kelompok Laskar Jihad secara formal sudah dibubarkan, akan tetapi masih aktif kegiatannya. Tindakan-tindakan politis dan administratif telah dijalankan pada masa yang penuh ketidakpastian ini di Papua. Sebagai hasil perlawanan dan ketidakpercayaan Papua terhadap proses politik di Indonesia, lebih dari setengah penduduk asli Papua memboikot PEMILU tahun 1999.13 Dalam usaha untuk menjawab berbagai masalah politik dan sosial yang parah di Papua, dan memberikan kesempatan untuk memerintah sendiri dan diberikannya kepemilikan sumber daya alam terhadap penduduk lokal, pemerintah Indonesia mengajukan Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua. Disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan Oktober 2001, Undang-Undang Otonomi Khusus mewajibkan pendistribusian 80 persen pendapatan yang berasal dari hasil hutan, perikanan dan pertambangan lokal serta 70 persen pemasukan berasal dari hasil minyak dan gas kepada otoritas tingkat propinsi dan distrik. Otonomi Khusus juga memperbolehkan digunakannya “hukum adat” dan menciptakan institusi untuk menyuarakan aspirasi Papua dan mempromosikan persamaan hak. Selain itu juga memberikan kebebasan untuk membentuk partai politik, membentuk dewan perwakilan tingkat desa dan memberikan resolusi untuk meyelesaikan konflik melalui mekanisme perundingan berdasarkan adat. Peraturan memperbolehkan Irian Jaya untuk diganti namanya menjadi Papua serta melonggarkan ketentuan untuk mengibarkan bendera “Bintang Kejora” Papua. Dalam suatu unjuk rasa menunjukkan kesatuan, sekitar 25,000 penduduk asli Papua mewakili 253 suku memilih anggota Presidium Dewan Papua (PDP) untuk mewakili aspirasi demokrasi tanpa kekerasan. Meskipun terjadi pembunuhan terhadap Ketua Umumnya, Theys Eluay, pada tanggal 11 November 2001, PDP tetap merupakan organisasi yang terdepan dalam mewakili suara penduduk asli Papua. Sampai sekarang, implementasi dari desentralisasi dan Undang-Undang Otonomi Khusus sangat lambat, dan ini mengakibatkan rasa frustasi di kalangan penduduk asli Papua kebanyakan. Pimpinan politik Papua sekarang mengintensifkan permintaan mereka untuk “Meluruskan Sejarah” sebagai usaha mencari kebenaran atas proses penggabungan Papua ke Indonesia, dan mengedepankan identitas Papua. Daya tarik Papua untuk memisahkan diri menjadi sangat kuat. MAKNA MERDEKA DAN OTONOMI
13
Perkiraan ini diungkapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), badan ad hoc nasional yang anggotanya terdiri dari para akademik dan anggota ORNOP dibentuk untuk PEMILU tahun 1999. KPU mengadakan penelitian yang signifikan di Papua selama PEMILU 1999.
22
Kata-kata amat penting, dan sangat signifikan untuk memahami dua istilah yang mewarnai diskursus politik di Papua. Perkataan merdeka seringkali diartikan sebagai “memisahkan diri secara politik,” dan arti ini mempunyai masalah yang fundamental bagi Indonesia yang sangat mementingkan integritas teritorial mereka. Bagi penduduk asli Papua, istilah tersebut diartikan sebagai “bebas”—terutama, bebas dari penindasan, diskriminasi dan ketidakadilan. Saat ini, sentimen merdeka telah mengendap pada berbagai kelas baik pada tingkat regional maupun berbagai suku di dalam penduduk asli Papua. Otonomi, adalah istilah untuk konsep yang tercantum pada Undang-Undang Otonomi Khusus. Bagi otoritas Indonesia aspek terpenting dari otonomi adalah mempertahankan integritas teritorial dari negara mereka, sambil memberikan, kemandirian penadbiran terbatas dan sumber daya alam kepada propinsi. Saat ini diskursus politik mengalami kemacetan diantara dua konsepsi yang terlihat tidak dapat di damaikan: merdeka dan otonomi. Bagi kebanyakan penduduk asli Papua masa depan dilihat sebagai memilih salah satu dari dua pilihan. Untuk mencari jalan keluar dari kemacetan ini, merdeka harus dipahami sebagai konsep suprapolitik—lebih kurangnya bukan sebagai memisahkan diri secara politik—dan konsep otonomi harus dipahami sebagai usaha untuk meningkatkan taraf hidup, otoritas untuk mengelola diri sendiri, dan kebebasan individu yang sesuai dengan arti merdeka secara luas. Berarti keadilan, persamaan kedudukan dan demokrasi, merdeka adalah sebuah rasa pengakuan akan keberadaan, bukan berarti hilangnya sebuah negara.14 Dalam konteks ini, sangat dimungkinkan untuk memperoleh merdeka tanpa terwujudnya sebuah negara baru. Ini dapat terwujud apabila terdapat perkembangan yang nyata di Papua. Sebagai bentuk tradisional dari pencegahan konflik, merdeka dapat merupakan kunci utama untuk menyelesaikan perbedaan antara rakyat Papua dan pemerintah Indonesia.
14
Brigham M. Golden. “Letter to the Editor.” The Van Zorge Report on Indonesia, Vol. II, No. 20 (Jakarta, 30 November 2000).
23
PIHAK – PIHAK INTERNASIONAL YANG TERKAIT Strategi pencegahan konflik dari Pusat Kegiatan Pencegahan Konflik (Center for Preventive Action, CPA) mencoba untuk tidak hanya melibatkan tokoh-tokoh nasional maupun lokal dalam menemukan solusi damai dalam konflik, tetapi juga untuk memobilisasi pihak-pihak internasional terkait. Pihak-pihak yang terkait ini berpotensi untuk mempengaruhi proses menuju damai dan kemajuan-kemajuannya. Rekomendasi dalam laporan ini mentargetkan mereka yang mempunyai tanggung jawab langsung di Papua. Mereka juga harus menunjukkan tindakan-tindakan dari pihak-pihak terkait yang mendukung. Pada bagian ini ditampilkan ringkasan dari negara-negara, organisasi internasional, dan perusahaan yang sudah beroperasi di Indonesia dan Papua. NEGARA – NEGARA KUNCI Amerika Serikat berkomitmen untuk menolong Indonesia dalam konsolidasi akan reformasi politik dan ekonominya, serta bekerja sama dengan Indonesia untuk mencegah terorisme. Amerika Serikat dapat mempengaruhi reformasi politik dan ekonomi, bersamaan juga dengan reformasi sektor keamanan. Kontak antar Militer akan memberikan kesempatan bagi Amerika Serikat untuk memperbaiki hubungan dalam rangka reformasi bidang keamanan, memungkinkan kerjasama yang efektif dalam memerangi terorisme dan dalam rangka menegakkan HAM. Di tahun 2001, The U.S. Agency for International Development (USAID) mempunyai anggaran sebesar US$156 juta untuk proyek di Indonesia,15 dengan fokus utama pada delapan propinsi, termasuk Papua. USAID telah mengintegrasikan pencegahan konflik dalam strategi keseluruhan terhadap suatu negara melalui kantor dari Pencegahan Konflik dan Reaksinya (Office of Conflict Prevention and Response, OCPR). Usaha pencegahan konflik lainnya telah dilaksanakan oleh kantor untuk Demokrasi dan Penadbiran (Office of Democracy and Governance) yang juga di bawah USAID. Kantor untuk Bantuan Bencana Alam di Luar Negeri (Office of Foreign Disaster Assistance, OFDA) dan Program bantuan pangan untuk perdamaian telah mengidentifikasi kebutuhan akan intervensi untuk memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan kemampuan lokal dalam mewujudkan perdamaian. Program milik USAID yakni Program Manajemen Berorientasi Pada Hasil Kerja (Performance-Oriented Management Program, PERFORM) dikenal atas kesuksesannya dalam membangun kemampuan lokal khususnya bagi administrator di tingkat distrik. Program Pemberdayaan Masyarakat Madani (Civil Society Strengthening Program, CSSP) juga telah memberikan hasil positif dengan memperbaiki kapasitas institusi dan kemampuan teknis dari organisasi-organisasi non pemerintah di seluruh Indonesia, terutama di Papua. Beberapa negara mempunyai program untuk mendukung penadbiran yang benar (good governance). Pada tahun 2002, Kementerian Belanda untuk Kerjasama Internasional dan Pembangunan (Dutch Ministry for International Cooperations dan
15
Pada tahun 2002, anggaran USAID di Indonesia adalah sebesar US$129,3 juta. Pada tahun 2003 mereka mengajukan permohonan untuk mendapatkan dana sebesar US$141,7 juta. Lihat www.usaid.gov.
24
Development) memberikan kontribusi bilateral kepada Indonesia senilai US$75 juta16 dan sekitar US$60 juta kepada badan-badan di PBB. Mengingat sejarahnya pada jaman penjajahan masa lalu, kerajaan Belanda sangat berhati-hati dalam melakukan kegiatan yang dapat dipandang sebagai dukungan terhadap kelompok separatis. Badan Pembangunan Internasional Kanada (Canadian International Development Agency, CIDA) mengeluarkan dana sebesar US$43 juta per tahun dengan prioritas pada keadilan dan penadbiran.17 Bantuan senilai US$30,5 juta pada tahun 2001, bantuan luar negeri negara Jerman memberikan bantuan pada reformasi ekonomi dan politik, termasuk desentralisasi. Bank untuk Rekonstruksi dan Pembangunan milik negara Jerman (KfW) dan Badan Untuk Bantuan Teknis dari negara Jerman (German Agency for Technical Cooperation, GTZ) sangat aktif pada bidang penadbiran, dengan perhatian khusus pada peningkatan kemampuan untuk desentralisasi. Badan Australia untuk Pembangunan Internasional (Australian Agency for International Development, AusAID) mengeluarkan dana sebesar US$77,7 juta pada tahun 2000 terutama untuk proyek di Indonesia bagian Timur.18 Setelah pemboman di Bali, Australia telah merevitalisasi usahanya untuk bekerja sama dengan Indonesia dalam rangka implementasi sebuah perjanjian bilateral antiterorisme, dan menghapuskan kondisi-kondisi yang kondusif bagi terorisme. Canberra juga memfokuskan pada bantuan luar negeri untuk mengurangi konflik, yang dapat mengakibatkan perpindahan populasi. Australia secara geografis sangat dekat dengan Papua dan yang akan paling terpengaruh apabila terjadi migrasi pengungsi, serta akan menimbulkan masalah domestik atas imigrasi dan kebijakan permintaan suaka. Pengaruh Australia telah berkurang akibat perannya yang sangat besar dalam aktivitas PBB di Timor Timur. Negara-negara lain mempunyai minat khusus dalam pemberantasan kemiskinan. Departemen untuk Pembangunan Internasional Kerajaaan Inggris (United Kingdom’s Department for International Development, DFID) bekerja sama dengan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank, ADB). KfW milik Jerman dan Badan Pembangunan Internasional Swedia (Swedish International Development Agency, SIDA) juga mendukung aktivitas pembangunan sosial. Norwegia menyediakan bantuan kemanusiaan melalui organisasi Palang Merah Norwegia. Selandia Baru mempunyai hubungan historis dengan gerakan ras Melanesia dan, sebagai pimpinan dari Gerakan Solidaritas Penduduk Asli di Kepulauan Pasifik, dilihat dari sejarahnya selalu mendukung isu HAM di kawasan kepulauan pasifik. Walaupun Pemerintahan KoalisiBuruh Wellington termasuk yang mendukung untuk memisahkan diri secara politik akan Papua, kebijakan resminya adalah menekankan penerapan Otonomi Khusus secara utuh dan tepat waktu.
16
Kementrian luar negeri Kerajaan Belanda telah mengeluarkan dana sebesar US$75 juta per tahun untuk bantuan bilateral kepada Indonesia. Pada tahun 2002, Belanda meningkatkan dua kali dari anggaran sebelumnya untuk Program Lingkangan PBB/UN Environment Program, dan mengadakan program pertukaran pelajar antara Indonesia dengan Belanda. Di Indonesia, sebagian besar dari bantuan bilateral di tujukan untuk bidang pendidikan dasar. Dapat dilihat pada web-site Kementerian Luar Negeri Belanda, www.minbuza.nl; dan Kedutaan Belanda untuk Indonesia, www.netherlandembassy.or.id 17 Pemerintah Kanada telah mengeluarkan sebesar US$18 juta per tahun untuk bantuan bilateral kepada Indonesia. Kedutaan Kanada untuk Indonesia, www.dfait-maeci.gc.cca/jakarta/ 18 Embassy of Australia to Indonesia, www.austembjak.or.id/
25
Beberapa negara menekankan pentingnya kegiatan-kegiatan yang dirancang untuk mediasi dan pencegahan konflik tanpa kekerasan. KfW milik Jerman mendukung Biro untuk Pencegahan Konflik dan Pemulihan (Bureau for Conflict Prevention and Recovery, BCPR) yang merupakan bagian dari Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP). Melalui organisasi seperti Institut Penelitian untuk Perdamaian di Oslo (Peace Research Institute of Oslo, PRIO), Norwegia membantu proses perundingan dan dialog dengan tujuan untuk pencegahan konflik di seluruh dunia. Negara-negara lain yang organisasinya terlibat dalam proses-proses penegakkan kebenaran dan Rekonsiliasi termasuk Selandia Baru dan Kanada (Misalnya, NZAID dan CIDA). Jepang mempunyai kepentingan yang sangat besar pada reformasi ekonomi Indonesia. Bank untuk Kerjasama Internasional Jepang (Japan Bank for International Cooperation, JBIC) adalah donor untuk tingkat bilateral terbesar di Indonesia. Kontribusi dari Bank Ekspor Impor Jepang (Japan Export-Import Bank, JEXIM) dan Dana Kerjasama Luar Negeri Jepang (Japan Overseas Economic Cooperation Fund, OECF) rata-rata sebesar satu koma sembilan miliar dolar AS (US$1.9 billion) per tahun pada pertengahan tahun 1990-an. Jepang juga memiliki kepentingan-kepentingan komersil yang luas. Perusahaan Eksplorasi Jepang (JAPEX, Japan Petroleum Exploration Co., Ltd.) dan INPEX (INPEX Corporation, sebelumnya adalah Indonesia Petroleum Ltd.) terlibat pada sektor energi di Papua dan Bank milik Jepang memiliki hutang luar negeri Indonesia senilai lebih dari tiga puluh miliar dolar AS (US$30 billion). Walaupun Jepang bersedia menjadi pemain penting dalam reformasi makroekonomi, namun hanya Badan Kerjasama Internasional Jepang (Japan International Cooperation Agency, JICA) yang mendukung proyek demokratisasi.19 Selain Jepang, negara-negara lain yang memiliki kepentingan ekonomi besar di Indonesia tampaknya belum memusatkan perhatiannya pada usaha pencegahan konflik. Sebagai contoh, negara Cina menginginkan Indonesia untuk membangun pertambangan di Papua. Mereka memilih Tangguh untuk mengirimkan gas alam cair (LNG) ke propinsi Fujian, yang diproyeksikan akan berlangsung pada tahun 2007. Cina telah menyatakan kekhawatirannya terhadap kekerasan separatis di Papua. Walaupun pemerintah Korea Selatan tidak terlibat aktif pada kebijakan Indonesia, transisi di Korea Selatan dari diktator militer kepada bentuk demokrasi dapat dikatakan menjadi acuan Indonesia yang juga sedang melaksanakan konsolidasi demokrasinya. Perusahaan Pembangunan Petrolium Korea Selatan (South Korea Petroleum Development Corporation) mempunyai saham yang kecil di sektor energi Papua.
19
Jepang adalah negara donor terbesar untuk Indonesia. Japan International Cooperation Agency dan Trade and Economic Cooperation Bureau (METI) memfokuskan pada penjadwalan pemberian pinjaman; proyek infrastruktur; pemberantasan kemiskinan melalui pertumbuhan ekonomi dan pendidikan (termasuk belajar jarak jauh dan akses terhadap informasi); donor (dan ORNOP) serta koordinasi kebijakan, termasuk mempromosikan kerjasama Selatan-Selatan; dan keamanan Indonesia, termasuk konsolidasi dari perdamaian, pembangunan kedamaian dan rekonstruksi setelah konflik. Pada tahun 1999, Overseas Economic Cooperation Fund (OECF) milik Jepang bergabung dengan Bank Ekspor-Impor Jepang untuk membangun Bank for International Cooperation. Informasi berasal dari Kementerian Luar Negeri Jepang dapat dilihat pada www.mofa.go.jp
26
Perhatian Korea ditujukan pada penebangan hutan di wilayah perbatasan dengan Papua New Guinea (PNG). Singapura telah memberikan pinjaman dan akan memperluas kesempatan ekonomi untuk Indonesia, termasuk produk manufaktur Indonesia dalam perjanjian perdagangan bebas dengan Amerika Serikat. Sebagian besar investor Singapura mempunyai saham yang cukup besar di perusahaan Indonesia. Sebagai contoh, pada bulan Desember 2002, Singapore Technologies Telemedia membeli saham sebanyak 42 persen untuk untuk Satelit operator untuk telepon luar negeri milik Indonesia sebesar enam ratus tiga puluh satu juta dolar AS (US$631 million). Melalui berbagai skema finansial, Singapura dapat membantu meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia. Papua New Guinea dan Papua berada dalam satu wilayah dengan sebuah kemiripan dalam hal lingkungan alam dan penduduknya yang berasal dari ras Melanesia. Diperkirakan terdapat pengungsi Papua di PNG sebanyak 7.500 jiwa. Apabila terdapat eskalasi konflik di Papua, akan banyak pengungsi yang mencari perlindungan di sana. PNG adalah negara miskin dan dapat dipastikan akan menghadapi kesulitan apabila terdapat pengungsi baru. Mereka mengalami kesulitan seperti yang dialami Papua, seperti pengangguran di perkotaan, pencemaran lingkungan dan aktivitas kriminal. Beberapa jenis usaha kriminal, seperti penebangan ilegal, diketahui beroperasi di kedua bagian wilayah. PNG mempunyai pengalaman yang mirip mengenai kekerasan separatis. Pasukan bersenjata Bouganville melakukan perang selama 10 tahun untuk memisahkan diri dari PNG yang menyebabkan 20.000 korban jiwa. Perjanjian perdamaian Bouganville tahun 2001 memberikan Bouganville otonomi yang lebih besar dan berjanji untuk mengadakan referendum dalam kurun waktu 10 sampai 15 tahun. ORGANISASI INTERNASIONAL Organisasi internasional menekankan pada konsensus pengambilan keputusan dan biasanya waspada dalam inisiatif pencegahan konflik. Asosiasi Negara Asia Tenggara (Association of Southeast Asia Nations, ASEAN), termasuk Indonesia, jarang sekali melakukan kritik terhadap sebuah negara anggotanya atau mengambil posisi pada masalah internal dari salah satu anggotanya. Sejak ASEAN kurang memiliki mekanisme pencegahan konflik antar pemerintah, maka aspirasi mengenai peningkatan konflik di serahkan kepada Forum Parlemen ASEAN. Sementara Indonesia kemungkinan menolak peranan politik dari PBB di Papua, badan di bawah PBB, UN Development Assistance Framework (UNDAF) membuat strategi Pembangunan Yang Mencegah Konflik (preventive development) pada beberapa organ khusus (seperti, United Nations Development Program [UNDP], UN Children’s Fund [UNICEF], World Health Organization [WHO], UN Population Fund [UNFPA], UN Development Fund for Women [UNIFEM], dan UN Educational, Scientific and Cultural Oragnization [UNESCO]). “Program Kemitraan untuk Reformasi Penadbiran (Partnership for Governance Reform),” sebuah program nasional yang didukung oleh Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP), Bank Dunia (World Bank), ADB dan beberapa negara donor secara bilateral, memberikan bantuan kepada Indonesia dalam bidang penadbiran yang benar (good governance). Isuisu yang ada hubungannya dengan otonomi daerah dimasukkan dalam program tersebut. 27
Uni Eropa (European Union) menyelesaikan “Penilaian Pencegahan Konflik” (Conflict Prevention Assessment) atas nama Program Kerjasam Pembangunan Uni Eropa, yang memfokuskan pada penadbiran yang benar (good governance) dan manajemen yang berkelanjutan akan sumber daya alam. Pada laporan tahun 2002 di dalamnya termasuk rekomendasi untuk memperkuat Mekanisme Reaksi Cepat Uni Eropa (EU Rapid Reaction Mechanism). Walaupun Uni Eropa mengkritisi pelaksanaan Tindakan Untuk Bebas Memilih (Act of Free Choice) tahun 1969,20 EU lebih memilih untuk menghindari keterlibatan dalam isu politik yang dihubungkan dengan Gerakan Papua Merdeka dan lebih memfokuskan pada penadbiran yang benar (good governance) dan pembangunan yang berkelanjutan. Pertemuan puncak Forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation, APEC) merupakan sebuah platform penting dalam memobilisasi perhatian dunia internasional pada saat krisis Timor Timur, terutama dikarenakan kekerasan di Timor Timur terjadi bersamaan dengan pertemuan tahunan APEC (September 1999). Namun demikian, tidak ada suatu tindakan pada saat APEC melibatkan dirinya dalam sebuah konflik domestik dari negara partisipannya. APEC sebagian besar hanya memusatkan perhatian pada isu-isu ekonomi dan menjauh dari masalah politik. Ditambah lagi dengan tidak adanya mekanisme koordinasi untuk aktifitas-aktifitas diantara tiap sesinya. Sementara Forum Kepulauan Pasifik (Pacific Islands Forum) menyatakan simpati kepada gerakan Papua Merdeka di masa lalu, mereka telah mengeluarkan resolusi pada tahun 2002 untuk menegaskan dukungannya bahwa Papua adalah bagian integral dari Indonesia. Inisiatif ini bertolak belakang dengan usaha sebelumnya dari Vanuatu, Nauru dan Kepulauan Solomon dalam mendukung pemisahan diri Papua dari Indonesia serta memfasilitasi hubungan Presidium Dewan Papua (PDP) di PBB. Dengan mengisolasikan Organisasi Papua Merdeka (OPM) secara diplomatik, Forum Kepulauan Pasifik telah mengirim pesan yang membenarkan untuk mengakomodasi kedua belah pihak melalui Otonomi Khusus. INSTITUSI KEUANGAN INTERNASIONAL Institusi Keuangan Intenasional (International Financial Institutions, IFI) menyediakan pertolongan untuk menolong Indonesia agar dapat bangkit dari krisis keuangan Asia. Didirikan pada tahun 1992, Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI) dipimpin oleh Bank Dunia untuk mengkoordinir pembiayaan diantara ketigapuluh (30) anggota (badan keuangan multilateral dan negara donor). Bank Dunia telah aktif beroperasi di Indonesia sejak 1967. Telah menyediakan dana sebesar dua puluh lima miliar dolar AS (US$25 billion) untuk sektor ekonomi, pertanian, pendidikan, kesehatan, pembangunan sosial, transportasi, energi, pembangunan kota dan infrastruktur. Bank Dunia juga menyediakan bantuan teknis untuk penentuan kebijakan ekonomi, pembangunan institusi dan pemberantasan kemiskinan. Sejak 1997, Bank 20
Mawdsley et al. Report of the EC Conflict Prevention Assessment Mission to Indonesia. (Brussels: EU, March 2002).
28
Dunia telah berjanji memberikan dana sebesar empat koma lima miliar dolar AS (US$4.5 billion) sebagai bagian dari program bantuan kepada Indonesia yang dipimpin oleh Dana Keuangan Internasional (International Monetary Fund, IMF). Dalam perjanjian hibah tersebut, dana sebesar lima ratus juta dolar AS (US$500 million) pada sumber daya di Asosiasi Pembangunan Internasional (International Development Association) akan disediakan per tahun. Di tambah lagi, Bank Dunia telah mengarahkan dana sebesar satu miliar dollar AS (US$1 billion) pada program yang penting pada masa krisis (seperti beasiswa sekolah, pembangunan sosial dan manusia). Pada konferensi Bank Dunia tanggal 20 Januari 2003, para donor menyutujui untuk memberikan pinjaman senilai dua koma tujuh miliar dolar AS (US$2.7 billion) untuk menolong Indonesia menutup defisit dan pelunasan hutang. Bank Dunia menghubungkan antara reformasi kebijakan dengan pemberian pinjaman. Dana Keuangan Internasional memimpin usaha untuk mempromosikan stabilitas makroekonomi di Indonesia. Pada bulan Februari 2000, diluncurkan program 3 tahun senilai lima miliar dolar AS (US$5 Billion) untuk mendukung reformasi ekonomi dan struktural. Program tiga tahun dari Dana Keuangan Internasional tersebut menekankan pada penggunaan kebijakan makroekonomi yang mendukung kebangkitan ekonomi dan mencapai stabilitas harga. Sasaran dari program tersebut memperkuat sektor perbankan, penadbiran usaha yang benar (corporate governance), dan kebijakan restrukturisasi lainnya yang sangat krusial untuk pemulihan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan. Sasaran lainnya termasuk membangun kembali intitusi publik yang penting, memperkuat kapasitas melaksanakan kebijakan ekonomi dan sosial serta meningkatkan transparansi. Berdasarkan hasil penilaian terhadap program dan pemenuhan target yang telah ditetapkan, pencairan sampai saat ini diperkirakan telah mencapai nilai dua koma enam miliar dolar AS (US$2,6 billion). Bank Pembangunan Asia (ADB) menyetujui paket pinjaman senilai satu koma empat miliar dolar AS (US$1,4 billion) setelah terjadinya krisis keuangan Asia di pertengahan tahun 1997-an. Tahun 2002, pada putaran ketiga dan terakhir pinjaman tersebut dicairkan melalui Sektor Program Pembangunan di bidang Reformasi Penadbiran Keuangan (Financial Governance Reform Sector Development Program). Pencairan dana ini ditunda beberapa kali karena Pemerintah Indonesia selalu menunda waktu dalam pelaksanaan pengendalian fiskal. Meskipun menghadapi hambatan dalam mencapai standard anti korupsi, Indonesia selalu menjadi anggota yang mempunyai reputasi baik di ADB semenjak 1966. Indonesia merupakan pemegang saham kelima terbesar di ADB diantara anggota dalam satu kawasan, dan nomor enam terbesar secara keseluruhan. Untuk membantu Indonesia yang sedang mengalami proses desentralisasi, pada bulan Desember 2002 ADB menyetujui pinjaman senilai empat puluh dua koma dua puluh dua juta dolar AS (US$42,22 million) untuk meningkatkan kemampuan pemerintah pada tingkat regional. Di tambah lagi, ADB akan menyediakan tenaga bantuan teknis dibiayai oleh hibah sebesar satu koma dua juta dolar AS (US$1,2 million) dari pemerintah Belanda, untuk sistem pengawasan terpisah dalam rangka implementasi peningkatan kemampuan. Proyek Peningkatan Kemampuan yang berkelanjutan Untuk Projek Desentralisasi akan memberikan manfaat bagi 30-40 pemerintah kabupaten. Melalui “Konsensus Jakarta” (Jakarta Consensus), para negara donor untuk IFI, seperti Amerika Serikat dan Kerjaaan Inggris, dapat mendiskusikan untuk 29
menghubungkan pembiayaan di masa mendatang dan kritera pencegahan konflik. Namun demikian, tampaknya, Jepang dan beberapa donor utama tidak akan mendukung usul tersebut. Dan hal ini akan diikuti pula oleh Bank swasta dan bank investasi yang mempunyai cabang di Indonesia (seperti, HSBC, ABN AMRO dan Citigroup). Sebagai bagian dari pendekatan masalah pembiayaan secara keseluruhan, IFI bersikeras menuntut diadakannya reformasi struktural pada makroekonomi. Program Pinjaman Penyesuaian Dana Keuangan Internasional (International Monetery Fund, IMF) senilai lima miliar dolar AS (US$5 billion) di dalamnya termasuk Target kinerja dan Penilaian Program. Program Pembangunan di bidang Reformasi Penadbiran pada sektor keuangan (Financial Governance Reform Sector Development Program) milik ADB mensyaratkan pemerintah untuk melaksanakan pengendalian fiskal, termasuk memberantas korupsi dan pemutihan uang. Namun demikian, tidak ada kriteria pencegahan konflik sebagai syarat untuk pembiayaan oleh IFI. PERUSAHAAN MULTINASIONAL Prinsip-prinsip Sukarela Keamanan dan HAM oleh Ameriksa Serikat dan Inggris (US and UK Voluntary Principles on Security and Human Rights) yang ditujukan secara spesifik bagi perlindungan HAM pada rencana-rencana keamanan perusahaan. Prinsip sukarela ini merupakan percobaan pertama untuk pembuatan kode etik perusahaan dalam kondisi konflik. Untuk mengoperasikan prinsip-prinsip ini, berbagai pertemuan yang melibatkan perusahaan, pejabat dari berbagai macam kedutaan, perwakilan dari pemerintah dan Angkatan Darat Indonesia di adakan di Jakarta (2001 – 2002). Lembaga Pertahanan Nasional (LEMHANAS), salah satu institusi pendidikan terkemuka, juga melaksanakan pertemuan antara perusahaan dan perwakilan dari sektor keamanan untuk mendiskusikan Hukum Internasional HAM dan Asas-asas Pokok. Freeport dan BP, ikut serta dalam Prinsip-prinsip ini. Selain itu, BP telah menerapkan Prinsip-prinsip tersebut pada Penilaian Pengaruh Ekonomi dan Sosial dari proyek Tangguh di Papua; kontraktor BP diwajibkan untuk mematuhi kode etik dari kontraktor penyedia keamanan. Tujuan utama dari Inisiatif Transparansi Industri Penggalian (Extractive Industries Transparency Initiative, EITI) adalah untuk mencapai keterbukaan dalam hal pembayaran pajak dan non-pajak (termasuk royalti dan bonus) kepada pemerintah di negara beroperasinya perusahaan, otoritas pendapatan negara, dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di bidang gas, minyak dan pertambangan. EITI bertujuan untuk bekerja sama dengan Negara tempat perusahaan beroperasi dan seluruh IFI.21 Pada tahun 1999, Freeport membuat kebijakan yang komprehensif mengenai masalah Sosial, Tenaga kerja dan HAM. Dua tahun kemudian, mereka membentuk Dana Abadi Kepemilikan Lahan Secara Sukarela (Voluntary Land Rights Trust Fund), dimana dikumpulkan untuk generasi penerus dari suku Amungme dan Kamoro yang berada dekat dengan lokasi proyek di Timika. Freeport memberikan dana awal sebesar US$2,5 juta pada Dana Abadi tersebut dan bertekad untuk melakukan pmebayaran sebesar US$500.000. Di tambah lagi, Dana satu persen Freeport memberikan kontribusi senilai US$11-18 juta per tahun (berasal dari 1 persen atas pendapatan bruto perusahaan di 21
Extractive Industries Transparency Initiative, www.dfid.gov.uk/News/News/files/eiti_guide.htm.
30
Papua) untuk pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan pembangunan infrastruktur. Freeport juga merupakan anggota dari Inisiatif Pertambangan Global (Global Mining Initiatives), yang berusaha menekan pengaruh negatif terhadap sosial dan lingkungan akibat penggalian mineral. Bekerja sama dengan BPMIGAS (Badan Pelaksana Migas), BP mengadakan pembangunan Projek Gas Alam Cair Tangguh, yang akan melibatkan penggalian di lokasi pertambangan Tangguh, memproses gas hingga menjadi LNG, dan mengirimkannya terutama ke pasar Asia Timur, termasuk Cina. British Gas bekerja sama dengan BP, mengirim gas ke proyek gas alam Tangguh menggunakan cadangan yang berasal dari kontrak pembagian produksi untuk lokasi tambang di Wiriagar, Berau dan Muturi. BP mempunyai komitmen untuk bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan dalam pengelolaan sumber daya. Mereka bekerja sama dengan pemerintah lokal dan partner lainnya untuk melaksanakan strategi dalam mendiversifikasikan pertumbuhan (seperti, investasi pada desa setempat). BP juga mengembangkan inovasi dalam kerjasama keamanan yang berbasiskan masyarakat. INPEX adalah perusahaan milik Jepang yang melakukan eksport gas alam dan mengirimkan kepada pasar domestik Indonesia. Pada bulan November 1998, INPEX memperoleh 20 persen saham Papua Timur dan Blok Bagian Barat Arguni, dimana 80 persen sisanya milik BP. JAPEX, yang dimiliki oleh pemerintah Jepang, bekerja sama dengan BPMIGAS, regulator pemerintah untuk bidang sumber daya Petrolium, dan menguasai 60 persen dari blok Semirak di Papua. Marubeni Sagindo adalah perusahaan Jepang yang beroperasi di dalam sektor kehutanan. Perusahaan multinasional lainnya yang aktif di Papua adalah Conoco Phillips dan Total Fina Elf, sama halnya dengan perusahaan Jepang, Korea, Australia dan perusahaan lainnya. Conoco telah beroperasi di Indonesia selama 33 tahun. Mereka mengoperasikan Blok B, Tobong, dan kontrak pembagian produksi Blok II bagian Utara Selatan Laut Natuna dan mempunyai minat pada bagian Selatan Sokang. Pada tahun 1998, Perusahaan pembangunan serta konstruksi milik Pertamina dan Sembawang mencapai kesepakatan untuk membuat perjanjian dengan dukungan Conoco menjual 325 juta kubik per hari untuk mengrimkan gas alam melalui pipa ke Singapura. Melalui kerjasama dengan BPMIGAS, Conoco membangun pertambangan minyak di pinggir pantai Belida dan pertambangan gas alam Bloc B di wilayah pedalaman. Perusahaan Total Indonesia (anak perusahaan dari Total Fina Elf), yang aktif beroperasi di Kalimantan, juga mempunyai minat di sektor energi Papua. Perusahaan Lamso Runtu Ltd yang menguasai blok Runtu yang meliputi bagian pantai Kuta, dimana telah digali lima tambang sejak 1990. Perusahaan Global Santa Fe mengoperasikan tambang minyak Klamono di Papua. Perusahaan Ramu Internasional mengoperasikan tambang minyak Rombebai. Perusahaan Nasional Minyak Korea (Korea National Oil Company, KNOC) adalah produser dari minyak dan gas. Mamberamo adalah perusahaan Australia yang beroperasi di sektor kehutanan Papua. ORGANISASI NON PEMERINTAH
31
Perkembangan organisasi-organisasi di Papua telah menunjukkan kesediaannya untuk mendiskusikan kerjasama kolaborasi dan menghindari persaingan perolehan hibah yang jumlahnya terbatas. Organisasi-organisasi tersebut diantaranya adalah Pelayanan Masyarakat Katolik (Catholic Relief Services), Oxfam Australia dan SIL International (sebelumnya di kenal dengan nama Summer Institute of Linguistics) berperan sebagai mitra pelaksana donor resmi di Papua. Keberadaan mereka di lapangan membuat mereka mampu mengawasi dana yang mengalir dari skema bagi-hasil perusahaan, termasuk Dana Satu Persen. Organisasi kemanusiaan yang aktif di Papua termasuk diantaranya Komisi Migrasi Katolik International (International Catholic Migration Comission), Pelayanan Masyarakat Katolik (Catholic Relief Fund) dan Visi Dunia milik Australia (World Vision Australia). Selain memberikan bantuan di masa krisis, mereka juga menekankan pada kesiapan bantuan kemanusiaan apabila terjadi eskalasi konflik. Melalui kantornya di Jakarta, Komite Internasional Palang Merah (International Committee of the Red Cross, ICRC) mengelola pelatihan untuk TNI mengenai HAM dan Hukum HAM Internasional. Pusat Sumber Daya Papua (Papua Resource Center, PRC) adalah organisasi non pemerintah baru yang beroperasi di AS dengan dewan penasehat yang terdiri dari pimpinan akademis, agama dan budaya Papua. PRC berusaha mempromosikan kesejahteraan sosial dan kebudayaan asli Papua dengan memfasilitasi hubungan antara organisasi yang beroperasi di Papua dengan komunitas internasional yang mempunyai minat terhadap kawasan tersebut. Transparansi Internasional (Transparency International) adalah orgranisasi terdepan dalam mengangkat isu korupsi dalam pemerintahan. Mereka menerbitkan Laporan Korupsi Global (Global Corruption Report), yang mengukur kinerja negara-negara dalam mengurangi korupsi. Selain pengawasan, mereka juga menyediakan bantuan teknis untuk upaya Anti korupsi dalam pemerintah dan pengembangan kemampuan bagi ornop lokal. Walaupun tidak mempunyai fokus pada Papua, Transparansi Internasional mempunyai kantor resmi di Jakarta. Institut Masyarakat Terbuka (Open Society Institute, OSI), yayasan yang mempunyai jaringan di seluruh dunia, didirikan oleh praktisi keuangan dari New York George Soros. Mereka mempunyai inisiatif “Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay) yang menghimbau agar negara, dimana perusahaan tersebut beroperasi, mewajibkan perusahaan multinasional besar itu untuk memperlihatkan Laporan Keuangan dari Unit perusahaan yang beroperasi di luar negeri. Pada tahun 2001, OSI membuka kantor cabangnya di Jakarta. InterNews yang mempunyai keahlian untuk mengembangan kelembagaan media dan keterampilan laporan berita di televisi dan radio untuk pendidikan demokrasi dan pengembangan masyarakat sipil. Di Papua, mereka membantu stasiun radio dan surat kabar di beberapa kota, bersamaan dengan itu pula memproduksi program radio “Laporan Untuk Perdamaian”(Reporting for Peace), yang berusaha memajukan sebuah budaya resolusi damai untuk konflik-konflik lokal.
32
Organisasi konservasi yang aktif di Papua termasuk Pusat Penelitian Hutan Internasional (Center for International Forestry Research), Yayasan Konservasi Australia (Australian Conservation Foundation) dan Dana Suaka Alam Dunia (World Wildlife Fund, WWF). Organisasi in bekerja sama dengan mitra lokal untuk mengawasi penebangan ilegal dan pengiriman eksport ilegal dari spesies yang punah. Didirikan oleh BP, Panel Penasehat Independen Tangguh adalah badan independen yang terlibat dalam berbagai aktivitas untuk mempromosikan perbaikan bagi suku Papua. Organisasi pecegahan konflik yang bekerja di Papua adalah Organisasi Mencari Kesamaan Tujuan (Search Common Ground), Catholic Relief Service dan World Vision Australia. Pusat Internasional untuk Keadilan Transisi (International Center for Transitional Justice), ornop terdepan dengan keahlian pada bidang akuntabilitas, kebenaran dan rekonsiliasi, melaksanakan sebuah survey pemetaan pada tahun 2002 mengenai usaha-usaha rekonsiliasi di Indonesia.
33
PENADBIRAN KONDISI (PAPUA) Penadbiran di bawah Presiden Suharto ditandai dengan karakter seperti berkuasanya hampir satu partai, keberadaan aparat keamanan di seluruh pelosok nusantara, dan pemusatan kekuasaan serta kekayaan. Jasa pelayanan sosial dasar untuk Papua memberikan manfaat, akan tetapi masih jauh tertinggal dibanding dengan seluruh Indonesia, terutama di wilayah pedalaman Papua. Kebanyakan penduduk asli Papua mengandalkan pemenuhan kebutuhan dasar mereka melalui sistem lokal yang berhubungan dengan gereja dan berdasarkan adat (bentuk tradisional dari suku dan kelompok politik) Setelah berakhirnya masa kekuasaan Suharto, Presiden Habibie berusaha memenuhi keinginan pemerintah lokal untuk mendapatkan kekuasaan yang lebih besar dengan menerima rencana melaksanakan desentralisasi, yang disebut dengan Otonomi Daerah. Pada tahun 1999, Presiden Habibie melaksanakan program ini melalui penerbitan dua Undang-Undang (UU no 22 dan UU no 25), yang memungkinkan pemerintah lokal untuk meningkatkan bagian dari kekayaan lokal, bersamaan dengan pelimpahan kekuasaan legislatif dan administratif kepada propinsi dan badan sub-propinsi. Sebagai langkah lebih lanjut untuk menguasai sumber daya alam, Dewan Perwakilan Rakyar (DPR) menyutujui Undang-Undang yang memerikan Otonomi Khusus kepada Papua. Undang-Undang Otonomi Khusus Papua memberikan kekuasaan yang cukup signifikan kepada pemerintah lokal dan menjamin hak budaya dan agama bagi rakyat Papua. Selain itu juga menjamin bahwa 80 persen dari pendapatan hutan, perikanan dan pertambangan serta 70 persen dari pendapatan minyak dan gas kepada otoritas lokal.22 Undang-Undang Otonomi Khusus juga menjamin “hukum adat” dan membentuk institusi untuk menampung aspirasi Papua dan menjamin hak suku yang tertindas. Otonomi Khusus juga memberikan kebebasan untuk membentuk partai politik, menciptakan badan perwakilan desa dan memfasilitasi penyelesaian konflik mengnei tanah melalui perundingan adat. Undang-Undang Otonomi Khusus juga menghimbau untuk membentuk Majelis Rakyat Papua (MRP). Menggambarkan perwakilan dari struktur politik adat, MRP diharapkan menjadi badan penasehat bagi suku yang dipertuakan, gereja dan pimpinan wanita. Menurut Gubernur Papua, Japp Solossa, Pejabat pada tingkat kabupaten akan mendapatkan pendapatan yang cukup besar. Pada tahun pertama penerapan otonomi pendapatan tingkat propinsi akan meningkat tiga kali menjadi Rp 2,5 trilliun dari Rp. 800 miliar tahun sebelumnya. Jumlah ini terdiri dari Rp 1,38 trilliun yang berasal dari 22
Mawdsley et al. Report of the EC Conflict Prevention Assessment Mission to Indonesia. (Brussels: EU, March 2002).
34
“alokasi khusus otonomi,” ditambah dengan Rp 400 miliar dari Pemerintah Pusat berdasarkan peraturan ini dan pendapatan lokal sebesar Rp 700 miliar.23 Pelaksanaan Otonomi Khusus dihalangi oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah ketidakpercayaan masing-masing pihak, adanya prioritas-prioritas yang bersaing di Pemerintah Pusat, dan lemahnya kemampuan rakyat Papua dalam mengurusi tanggung jawab yang lebih besar. Sampai sekarang, MRP tidak dapat dibentuk karena ketidaksepakatan akan cakupan otoritas. Peningkatan pendapat lokal yang diharapkan, ternyata masih belum dicairkan, begitupula dengan pelimpahan tanggung jawab administrasi dan otoritas yang belum juga dilakukan. Gubernur Papua, Jaap Solossa, dengan dukungan dari Kepala Dewan Perwakilan Daerah (DPRD), John Ibo, telah mendorong Pemerintah Pusat untuk melaksanakan Otonomi Daerah. Pada tahun 2001, mereka memimpin kelompok Papua dalam memberikan proposal kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk memperbaiki peraturan-peraturan mengenai legislasi. Sementara itu, penduduk asli Papua telah membentuk organisasi sendiri. Dengan memandang bahwa proses politik di Indonesia tidak memenuhi harapan mereka, lebih dari setengah penduduk asli Papua mem-boikot PEMILU tahun 1999.24 Satu tahun kemudian, lebih dari 25,000 penduduk asli Papua, termasuk lebih dari 500 perwakilan berasal dari 253 suku, serta berbagai organisasi utama dalam bidang sosial, agama dan politik, berkumpul di ibu kota propinsi Jayapura untuk mengadakan pertemuan Kongres Papua kedua. Kongres tersebut memilih 32 anggota Presidium Dewan Papua (PDP) untuk berfungsi sebagai badan eksekutif. Semenjak itu, PDP telah berdiri menjadi satu-satunya badan yang inklusif, diterima oleh sebagian besar pihak mewakili aspirasi penduduk asli Papua. Dewan Adat Papua (DAT) adalah himpunan sebagian besar suku Papua, yang juga dikenal sebagai badan terdepan dalam menyuarakan aspirasi Papua. Walaupun PDP berusaha mewakili satu suara aspirasi penduduk asli Papua, kelompok yang lebih radikal juga timbul, seperti Dewan Masyarakat Koteka (DEMMAK) dan gerakan bawah tanah yang dikenal dengan nama Organisasi Papua Merdeka atau Tentara Papua Nasional (TPN) yang saat ini tidak melanjutkan perjuangan bersenjata dan bergabung dengan PDP. Sebagian besar Pimpinan Politik Papua menginginkan “Meluruskan Sejarah” sebagai usaha untuk mencari kebenaran dalam proses bergabungnya Papua ke Indonesia, dan untuk meraih identitas Papua. KECENDERUNGAN Desentralisasi adalah salah satu reformasi yang penting di Indonesia. Rakyat Papua sangat skeptis, mengingat pengalaman buruk terdahulu mereka dalam hal pembagian kekuasaan. Otonomi sebenarnya akan diterapkan pada tahun 1969 akan tetapi tidak pernah dilaksanakan. Beberapa pihak yang terkait di Pemerintah Pusat melihat reformasi, 23
ICG. Al-Qaeda in Southeast Asia: The Case of the “Ngruki Network” in Indonesia. (Brussels/Jakarta: ICG, 8 August 2002). 24 Perkiraan ini di buat oleh KPU.
35
demokratisasi dan desentralisasi sebagai ancaman terhadap kesatuan nasional, dan pembagian pendapatan merupakan ancaman terhadap kepentingan komersil mereka. Instruksi Presiden yang terakhir diterbitkan dalam rangka penerapan Undang-Undang no 45/1999, yang membagi Papua menjadi tiga propinsi (Barat, Tengah dan Timur Irian Jaya) (27 Januari 2003). Walaupun sebelumnya Pemerintah Pusat telah menerbitkan Undang-Undang yang membagi Papua menjadi tiga bagian di tahun 1999, akan tetapi pelaksanaannya belum terwujud. Undang-Undang no 21 tahun 2001 meyatakan bahwa berbagai perubahan dalam komposisi Propinsi harus mendapat pertimbangan dari Majelis Rakyat Papua (MRP), badan yang belum terbentuk. Sebagian besar penduduk asli Papua dari berbagai spektrum politik dan sosial tidak menyutujui pemekaran wilayah Papua dan melihatnya sebagai usaha untuk menghindari penerapan Otonomi Khusus. Terdapat berbagai macam hambatan dalam melaksanakan Otonomi Khusus. Pada tingkat yang paling mendasar, Institusi Pemerintah di Papua tidak mempunyai perangkat cukup untuk melaksanakan tanggung jawab yang baru, terutama dalam tingkat kabupaten dan kecamatan. Kelemahan institusi kemungkinan disebabkan oleh hasil manajemen yang buruk, yang juga menyediakan kesempatan untuk manipulasi dan melakukan pelanggaran. Petunjuk Pelaksanaan telah disetujui di Pemerintah Pusat dalam rangka menggantikan yang sebelumnya, akan tetapi seringkali menimbulkan kebingungan. Undang-Undang Otonomi Khusus untuk Papua dan Aceh, yang diadopsi setelah dikeluarkan undang-undang mengenai desentralisasi untuk seluruh daerah Indonesia, mengalihkan kekuasaan kepada tingkat propinsi, bukan kepada tingkat kabupaten. Kebanyakan departemen pusat melakukan penolakan kewajiban untuk melepaskan sebagian kekuasaannya. Bertentangan dengan Undang-Undang no 21 tahun 2001, Departemen Kehutanan belum lama ini menyatakan bahwa pemerintahan tingkat propinsi tidak diperbolehkan untuk mengelola sumber daya hutan. Hambatan lainnya untuk menerapkan Otonomi Khusus pada tingkat lokal adalah kurangnya dukungan kuat dari penduduk asli Papua. Kebanyakan mereka yakin untuk harus memilih antara merdeka atau otonomi. Berdasarkan pilihan yang tersedia, kebanyakan penduduk asli Papua akan memilih merdeka, yang dilihat mereka sebagai bentuk emansipasi. Sentimen-sentimen ini tentunya akan melemahkan penduduk asli Papua dari dukungan resminya untuk membentuk institusi-institusi penadbiran. Mereka utamanya mengandalkan lembaga-lembaga adat dan agama sebagai wadah untuk organisasi politik dan sosial. Perselisihan antar etnis adalah masalah penting lainnya untuk Papua. Terlepas diumumkannya pembubaran Laskar Jihad, masih terdapat kekhawatiran terhadap konflik antar penduduk asli Papua dan kelompok pendatang, begitu pula antara penduduk asli Papua yang beragama Kristen dengan komunitas Muslim. Sebagian anggota Laskar Jihad telah direlokasikan dari Maluku dan mendirikan tempat beroperasinya di dekat wilayah lepas pantai tempat pertambangan Papua dan kota Manokwari, Fak Fak dan Sorong. Rencananya akan diadakan dialog bersifat inklusif yang melibatkan seluruh pihak di Papua, serta Dialog Nasional untuk Rekonsiliasi.
36
SOLUSI YANG OPTIMAL Penerapan Otonomi Khusus secara penuh akan menggambarkan kemenangan semua pihak. Agar hal ini dapat terwujud, Rakyat Papua melihat Otonomi Khusus sebagai demokratisasi, daripada sebuah mekanisme yang menghalangi konsep mereka mengenai merdeka. Sedangkan, otoritas Indonesia melihat bahwa Otonomi Khusus adalah mengenai pemenuhan keinginan yang memperoleh legitimasi dari penduduk asli Papua, ketimbang sebuah langkah awal memisahkan diri secara politik bagian negara yang kaya akan sumber daya alam tersebut. Seperti yang ditetapkan oleh Undang-Undang tersebut, keuntungan maksimum dapat direalisasikan dengan melaksanakan Otonomi Khusus dalam dua tahun, dengan penilaian implementasi yang dilakukan dalam waktu tiga tahun dan setelah itu setiap tahun. Otonomi Khusus yang dilaksanakan secara penuh akan membuat rakyat Papua merasa bahwa kesejahteraan sosial dan keamanannya telah membaik. Selain itu dapat meningkatkan kesempatan pendidikan bagi seluruh suku Papua dan memberikan kesempatan dan persamaan hak dalam berbagai segi kehidupan terutama di sektor publik. Rakyat Papua juga diperbolehkan memiliki bendera, lagu kebangsaan dan konstitusi sendiri. Otoritas tingkat propinsi akan memegang peranan dalam menegosiasikan transaksi untuk pembangunan sumber daya alam di masa mendatang di Papua. Penerapan penuh dari Otonomi Khusus secara dramatis akan memperbaiki kehidupan penduduk asli Papua dengan meningkatkan taraf hidup mereka dan merasakan adanya kesempatan dan keadilan dalam konteks pembangunan nasional Indonesia. Kemajuan positif akan memenuhi sebagian besar keinginan kelompok gerakan untuk merdeka. Memenangkan hati penduduk asli Papua akan memperbaiki stabilitas secara dramatis. REKOMENDASI Untuk mengembangkan sebuah kerangka hukum dan peraturan untuk mendukung penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus, Komisi merekomendasikan -
Pemerintah Indonesia menunda berbagai rencana untuk membagi Papua menjadi tiga propinsi dan sebaliknya mempercepat penerapan Undang-Undang Otonomi Khusus secara penuh. Berbagai tindakan terhadap reorganisasi Propinsi diharapkan melalui konsultasi dengan Majelis Rakyat Papua.
-
Pemerintah Indonesia mendirikan MRP dan memperluas peranannya dari dewan penasehat menjadi peran yang tercantum dalam Undang-Undang Otonomi Khusus: Badan legislatif yang mewakili komunitas adat, perempuan dan agama.
-
Pemerintah Indonesia dapat menunjuk orang Indonesia yang di hormati dan berpengalaman sebagai “Koordinator Papua” (Papua Coordinator). Dengan dibantu oleh tenaga ahli nasional dan internasional dalam “Tim Penasehat Otonomi Khusus” (Advisory Group for Special Autonomy), Koordinator Papua (Papua Coordinator) akan bekerja sama dengan otoritas tingkat propinsi untuk membuat draft undang-undang dan peraturan yang dibutuhkan untuk melaksanakan Otonomi Khusus. 37
-
Pihak pemerintah, perusahaan internasional dan Organisasi non pemerintah (Ornop) menempatkan ahli-ahlinya untuk membantu Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory Group for Special Autonomy), dan menyediakan program pelatihan untuk pejabat di Papua.
Untuk memperkuat kemampuan lokal guna penerapan Otonomi Khusus untuk Papua, Komisi merekomendasikan -
Forum Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI) bekerja sama dengan pejabat tingkat nasional dan propinsi untuk menilai dan meningkatkan kemampuan lokal dalam memperbaiki penadbiran, termasuk manajemen, anggaran dan administrasi.
-
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP), berkoordinasi dengan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia, mendirikan “Kelompok Profesional Papua” (Papua Professional Corps) yang beranggotakan tenaga ahli nasional dan internasional dengan disponsori oleh negara donor, perusahaan internasional dan ornop membantu proyek pembangunan ekonomi dan sosial dan berpartisipasi dalam Tim Penasehat Otonomi Khusus (Advisory Group for Special Autonomy).
-
USAID menyediakan sumber daya tambahan dengan mentargetkan pada pejabat tingkat distrik melalui Program Manajemen Berorientasi Pada Hasil Kerja (Performance-Oriented Management Program, PERFORM), dan memperluas program reformasi hukum dengan lebih lanjut memberikan bantuan kepada Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia cabang Papua.
Untuk membangun dukungan luas terhadap Otonomi Khusus, Komisi merekomendasikan -
USAID dan donor lainnya mendukung program pendidikan publik yang menitikberatkan pada “demokratisasi” dan ditujukan dalam rangka menciptakan pemahaman dan dukungan kepada Otonomi Khusus.
-
Otoritas tingkat nasional dan tingkat propinsi dapat memasukkan, seperti yang di tetapkan oleh badan legislatif, penilaian dan penyelesaian konflik berdasarkan adat di dalam Pasal 51 dari Undang-Undang Otonomi Khusus.
-
Otoritas Nasional dan Propinsi dapat mengadopsi reformasi hukum, terutama prosedur untuk kepemilikan tanah yang sesuai dengan Undang-Undang Agraria.
-
Otoritas tingkat propinsi dapat membentuk biro pengawas untuk memastikan adanya representasi penduduk asli Papua yang adil dan sederajat dalam pegawai negeri.
38
BIDANG EKONOMI KONDISI (EKONOMI NASIONAL) Indonesia telah mengalami kemajuan dari titik terendah pada saat terjadinya krisis keuangan 1997-1998. Kondisi Makroekonomi telah membaik: tingkat inflasi menurun; Nilai tukar Rupiah stabil; dan Tingkat Suku Bunga dalam kondisi normal. Defisit anggaran lebih kecil dari perkiraan. Selain itu, Produksi Domestik Bruto (PDB) telah mengalami peningkatan sebesar 3 persen per tahun (2002), dan jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan telah turun dari sebesar 24 persen menjadi 13 persen (1999-2002). Meskipun terjadi kemajuan, Perekonomian Indonesia tetap dibebani oleh jumlah hutang yang tinggi, baik luar negeri maupun domestik. Masalah diperparah oleh kurangnya investasi asing dan berkurangnya tingkat kepercayaan investor. Investasi Langsung dari luar negeri (Foreign Direct Investment, FDI) telah berkurang dari tujuh miliar dolar AS sampai sepuluh miliar dolar AS, US$7-10 billion, investasi baru per tahun sampai pada kondisi sekarang, dimana investor menarik keluar dananya senilai dua miliar dolar AS sampai tiga miliar dolar AS per tahun, US$2-3 billion. Menurunnya stok capital menghalangi modernisasi peralatan, yang akan mempengaruhi kinerja ekonomi dan mengurangi kesempatan kerja. Ditambah lagi, 40 persen dari 100 juta tenaga siap kerja menganggur atau kurang dimanfaatkan. Lebih dari setengah penduduk hidup dengan pendapatan dua dolar AS (US$2 per hari). Pemboman di Bali telah merusak prospek pemulihan ekonomi dengan meningkatnya persepsi ketidakstabilan, yang menyebabkan hilangnya pendapatan senilai satu miliar dolar AS US$1 billion dari sektor pariwisata.25 Pada bulan Februari 2000, Dana Keuangan Internasional (International Monetery Fund, IMF) menyutujui pembuatan program baru dalam rangka mengembalikan pertumbuhan PDB ke tingkat 5 sampai 6 persen, menurunkan tingkat inflasi menjadi di bawah 10 persen, menurunkan tingkat hutang publik menjadi 65 persen dari PDB di tahun 2004, dan menghilangkan skema-skema pembiayaan jenis “stand-by” dan jenis lainnya. Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dibentuk untuk menyelesaikan masalah dalam sektor finansial. Sangat disayangkan, sebagian besar target kinerja yang ditetapkan pemerintah Indonesia dengan dukungan Dana Keuangan Internasional (International Monetery Fund, IMF) tidak dapat dipenuhi. Di tambah lagi, usaha pemerintah untuk memberantas korupsi dan menegakkan transparansi perusahaan tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dibuat oleh Transparansi Internasional di tahun
25
“Lured Back to Bali.” The Economist. (6 February 2003). Tersedia pada http://www.economist.com/displayStory.cfm?Story_ID=1567300.
39
2002, Indonesia menduduki ranking ke 96 dari 102 negara.26 Selain itu, reformasi hukum, yang merupakan salah satu faktor kunci, masih tersendat. Usaha untuk menjual Bank dan perusahaan oleh BPPN berjalan sangat lambat. Salah satu yang menjadi perhatian dalam mewujudkan pemulihan ekonomi adalah lemahnya kebijakan dan legislasi nasional yang mengatur penggalian minyak, gas dan mineral. Walaupun Indonesia telah berbuat banyak untuk mewujudkan lingkungan yang stabil dan kondusif bagi investasi asing dalam industri penggalian yang dimulai pada tahun 1970an, tahun-tahun belakangan ini telah menunjukkan kecenderungan yang berbalik arah-terutama akibat dari undang-undang yang membingungkan, membebani dan saling bertentangan pada tingkat nasional dan tingkat regional. Lingkungan Usaha Indonesia pada saat ini, terutama dalam hal pajak dan praktek buruh, mengganggu investasi domestik dan internasional. Fenomena ini terlihat terutama pada sektor mineral. Meskipun Indonesia termasuk dalam sepertiga negara terkaya akan sumber daya mineral di dunia, saat ini hanya menerima kurang dari 0,9 persen nilai eksplorasi di seluruh dunia dalam mata uang dolar AS.27 Tanpa perbaikan yang cukup besar di area ini, Indonesia, dan terutama daerah yang kaya akan sumber daya alamnya, seperti Papua, akan kehilangan sumber daya utama ekonomi. Akan terjadi penurunan secara besar dalam hal pembagian pendapatan. KONDISI (PAPUA) Ekonomi Papua di dominasi oleh penggalian sumber daya alam dan, sebagai hasilnya, kepemilikan tanah dan sumber daya alam merupakan sumber ketidaksepakatan yang seringkali menimbulkan konflik. Di tambah lagi, bentrokan sosial yang diakibatkan oleh kenyataan bahwa ekonomi lokal, termasuk sebagian besar usaha retail, di dominasi oleh pendatang non-etnis Papua. Kebijakan pemerintah mengenai penggalian sumber daya alam didasarkan pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar, yang menyebutkan ”Bumi, air dan kekayaan alam yang berada di dalamnya digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat” (ayat 3). Di seluruh Indonesia, Pemerintah Pusat telah memberikan hak untuk membangun sumber daya alam bagi perusahaan nasional dan asing. Operasional dari hal tersebut telah memberikan kontribusi secara signifikan kepada ekonomi Indonesia apabila dilihat pada tingkat nasional, atau tingkat makro, akan tetapi, dikarenakan tradisi sentralisasi yang dikembangkan oleh Orde Baru, menyebabkan hanya sebagian kecil manfaat ekonomi telah kembali kepada Papua. Meskipun di Papua terdapat sumber daya alam yang menghasilkan keuntungan besar untuk Indonesia, mereka hanya mengungguli Nusa Tenggara Barat dalam hal tingkat kemiskinan di propinsi-propinsi Indonesia.28 Sumber daya ekonomi yang paling signifikan di Papua adalam operasi pertambangan dari PT. Freeport Indonesia, anak perusahaan di Indonesia dari perusahaan FreeportMcMoRan Cooper & Gold Inc. Perusahaan ini, yang mulai beroperasi di Papua sejak 26
Transparency International. The 2002 Corruption Perceptions Index. (Berlin: Transparency International, 28 August 2002). Tersedia pada www.transparency.org. 27 PricewaterhouseCoopers Mining Survey 2001. Lihat juga the Fraser Institute. Annual Survey of Mining Companies 2001/2002. 28 UNDP. Human Development Report 2002.
40
1967, semenjak tahun 1991 telah menggali badan batu mineral Grasberg, deposit emas terbesar di dunia dan deposit tembaga terbesar ketiga di dunia. Pertambangan ini memproduksi sebesar 222.000 Tembaga Ore per hari dengan biaya terendah di dunia. Perusahaan pertambangan yang berlokasi di London, Rio Tinto, memiliki saham Freeport sebesar 13 persen dan pemerintah Indonesia sendiri memiliki 10 persen saham. Sebagai ukuran dari besarnya, dan pentingnya untuk ekonomi nasional, Freeport adalah pembayar pajak terbesar untuk Indonesia (kontribusinya senilai seratus delapan puluh juta AS US$180 million per tahun pada periode 1991 – 2001), pengguna tenaga kerja terbesar di Papua, dan sumber dari 50 persen nilai PDB di Papua.29 Walaupun kontribusinya amat besar kepada ekonomi nasional, efek ekonomi dari operasional Freeport di tingkat lokal hasilnya ada yang positif maupun negatif. Meskipun Freeport mentaati peraturan pemerintah mengenai pajak, kebijakan sentralisasi pemerintah telah membatasi manfaat bagi tingkat propinsi yang seharusnya dirasakan sebagai hasil dari operasional Freeport, Pada tahun 1997, hanya sebesar dua puluh delapan juta AS US$28 million, atau 11.89 persen dari total pajak yang dibayarkan oleh Freeport, di berikan kepada pemerintah tingkat propinsi.30 Untuk menanggapi kritik yang meluas, Freeport telah melakukan usaha yang cukup signifikan untuk memperbaiki efek operasional terhadap lokal. Melalui program penerimaan dan pelatihan yang agresif telah meningkatkan jumlah pegawai etnis Papua menjadi 26 persen dari total tenaga kerja Freeport. Meskipun beberapa pegawai Papua yang memperoleh promosi dan menempati posisi manajemen sangat kecil jumlahnya. Walaupun Freeport telah melakukan investasi senilai empat koma lima miliar AS US$4,5 billion pada pertambangan sampai sekarang, hanya sebagian kecil dari investasi tersebut berpengaruh secara langsung terhadap ekonomi lokal. Infrastruktur untuk beroperasi, seperti kota Kuala Kencana milik perusahaan, hanya memberikan manfaat kepada pegawai tingkat atas. Di tambah lagi, gaji dan berbagai kompensasi yang di bayarkan kepada masyarakat non-Papua tidak mempunyai pengaruh pada ekonomi lokal, karena para pekerja mengirimkan sebagian besar gajinya ke negara asal. Mayoritas dari perusahaan sub-kontraktor beroperasi di Jakarta dan mengimport peralatannya dari luar Papua, termasuk, sebagai contoh, PT. Pangansari Utama Food Industry, penyedia kebutuhan pangan bagi pegawai Freeport yang jumlahnya sangat besar. Tembaga dari Garsberg dikirim dan diproses pada Perusahaan Pengolahan Gresik di Jawa Timur, sebuah perusahaan hasil kerjasama antara Misubishi dan Freeport senilai tujuh ratus juta dolar AS US$700 million. Pemberian kontrak tersebut mungkin merupakan keputusan bisnis yang benar, akan tetapi dari sudut pandang orang Papua, mereka kehilangan sebuah kesempatan. Freeport telah melakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh untuk memberikan pelayanan sosial dan memperbaiki kualitas hidup penduduk yang tinggal di daerah dimana mereka beroperasi. Proses ini menjadi sangat sulit dikarenakan, jumlah penduduk 29
Denise Leith. “Freeport’s Troubled Future.” Inside Indonesia. (July–September 2001). Tersedia pada www.insideindonesia.org/edit67/denise3.htm 30 Agus Sumule. “Protection and Empowerment of the Rights of Indigenous People of Papua (Irian Jaya) over Natural Resources under Special Autonomy: From Legal Opportunities to the Challenge of Implementation.” Resource Management in Asia Pacific Working Paper No. 36 (2002).
41
yang tinggal di wilayah dimana proyek Freeport beroperasi telah meningkat secara drastis karena imigrasi mandiri ataupun yang di dukung pemerintah melalui transmigrasi meningkat sebanyak 10 sampai 110.000 orang pada sepanjang dekade ini. Sebagai reaksi terhadap perkembangan tersebut, Freeport telah mengadakan berbagai skema reinvestasi dan program pengembangan,31 dimana yang paing besar pengaruhnya adalah Dana Satu Persen.32 Didirikan pada tahun 1996 berlaku untuk jangka waktu 10 tahun, Dana tersebut menyediakan sampai sebesar delapan belas juta dolar AS US$18 million per tahun di tujukan pada pendidikan, kesehatan, usaha kecil dan pembangunan infrastruktur untuk tujuh suku Papua yang menempati daerah operasi Freeport, termasuk Amungme dan Kamoro yang sebelumnya menempati daerah tersebut. Sangat disayangkan, manajemen dan distribusi dari dana tersebut telah mengalami hambatan sejak awal. Walaupun, salah satu aspek dari dana tersebut, terutama untuk pendidikan dan kesehatan, relatif berhasil, persaingan terhadap penggunaan dana untuk keperluan lain menimbulkan konflik kekerasan-bahkan menimbulkan korban jiwa pada beberapa peristiwa. Freeport telah berusaha untuk mereformasi dana tersebut dengan membentuk Dana Abadi Hak-Hak Kepemilikan atas Lahan Secara Sukarela (Voluntary Land Rights Trust Fund), yang menyediakan pembagian signifikan dari Dana Satu Persen untuk suku Amungme dan Kamoro. Pada tahun 1999, Freeport mengotorisasikan kebijakan komperehensif atas Tenaga kerja, sosial dan Hak Asasi Manusia (HAM).33 Dengan total lebih dari 180 juta hektar, Indonesia memiliki Hutan Hujan Tropis terluas di dunia.34 Hutan Papua sendiri menempati area seluas kira-kira 41,5 juta hektar, atau 24 persen dari area hutan seluruh Indonesia. Seluas 27,6 juta hektar dari area ini diklasifikasikan sebagai “hutan produksi,”35 dimana hampir setengah dari area tersebut diberikan kepada industri kehutanan melalui konsesi. Kontribusi finansial dari hutan milik di Papua kepada Pemerintah Pusat diperkirakan senilai US$100 juta per tahun pada lima tahun belakangan ini.36 Dengan permintaan terhadap kayu semakin meningkat, terutama dari Cina, dan selama hutan dari bagian lain Indonesia, termasuk Kalimantan dan Sumatra, berkurang, maka perusahaan kayu tampaknya akan bermigrasi ke Papua.37 Dengan mayoritas penduduk asli Papua yang sangat tergantung pada produksi hutan
31
Freeport McMoRan Copper & Gold, Inc. Annual Report 2001, p. 3. Pada bulan April 1996, Freeport Indonesia sepakat untuk membuat komitmen menyisihkan setidaknya 1 persen dari pendapatan bruto dalam sepuluh tahun mendatang untuk mendukung program kesehatan, pendidikan, ekonomi dan perkembangan Sosial di desa-desa tempat beroperasi. Sampai dengan akhir tahun 2000, kontribusi dana tersebut sudah mencapai US$92 juta, termasuk US$80 juta dari Freeport Indonesia dan US$12 juta dari perusahaan joint venture di proyek Garsberg, dengan Rio Tinto. 33 Freeport McMoRan Copper & Gold. Environmental and Social Program; Social, Employment, and Human Rights Policy. Tersedia pada www.fcx.com/esp/socpolicy.html 34 Hutan Hujan Tropis Milik Indonesia menempati kedudukan ketiga setelah Brazil dan Republik Kongo. Global Forest Watch: Indonesia, www.globalforestwatch.org/english/indonesia 35 Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS), www.bps.go.id/profile/irja.shtml 36 Press Release tanggal 2 Maret 2000 dari Asosiasi Pengusaha Hutan (APHI). 37 Forests, People, and Rights. Down to Earth Special Report. (June 2002), pp. 4–7. 32
42
untuk hidup mereka,38 perhutanan menjadi sumber konflik, seperti pada peristiwa konflik di Wasior pada tahun 2001 dan masalah yang terus menerus terjadi di distrik Asiki.39 Kesulitan terus bertambah dalam menangani konflik yang ada hubungannya dengan kehutanan, yang disebabkan peningkatan usaha penebangan hutan ilegal di Papua dan di seluruh Indonesia. Pemerintah nasional memperkirakan bahwa perdagangan dalam penebangan hutan ilegal merugikan negara sebesar tiga miliar dolar AS (US$3 billion per tahun. Penebangan hutan ilegal tidak sesuai dengan peraturan yang mengatur hak tradisional pemilikan tanah dan di Papua seringkali dilakukan dengan perlindungan dari tentara, yang menimbulkan pertikaian antara institusi negara dengan lokal. Selama lebih dari satu dekade, Pertamina telah menjalankan usaha perminyakan di Papua. Walaupun begitu, Papua tetap menyimpan potensi pertumbuhan pada industri petrolium. Di tahun 1997, Pertamina dan Arco (kemudian di beli oleh BP) membuat suatu proyek baru untuk membangun tambang gas alam Tangguh seluas 24 miliar kaki kubik di wilayah kepala burung dari Papua seperti ditrik Manokwari, Sorong dan Fak Fak). Tambang tersebut akan dioperasikan oleh BP melalui kerjasama pembagian produksi dengan Pertamina. Gas Alam Cair (Liquified Natural Gas, LNG) yang berasal dari Tangguh akan di eksport ke propinsi Fujian di Cina.40 Dalam kondisi yang optimal, pendapatan BP akan mulai mengalir pada tahun 2010, setelah masa 4 tahun untuk menutupi biaya yang telah dikeluarkan, dan akan memberikan kontribusi kepada otoritas propinsi dan lokal senilai US$200 juta bila tambang gas alam akan mencapai produksi tertinggi di tahun 2015. Tujuh puluh persen dari pendapatan pajak akan dibagikan kepada pemerintah propinsi, dimana 40 persen dari jumlah tersebut akan disimpan, serta wilayah distrik dimana tambang beroperasi mendapat sisanya, 30 persen.41 Walapun jumlah pekerja untuk konstruksi bisa mencapai 5.000 orang, selanjutnya akan diturunkan menjadi 350 orang selama operasional sehari-hari.42 Pada tanggal 26 November 2002, Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) organisasi di bawah PBB menandatangani perjanjian (Memorandum of Understanding, MoU) dengan gubernur Papua, kepala distrik dan BP, dengan disaksikan oleh Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah,serta Menteri Koordinator Perekonomian. Peran utama dari Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) dalam MoU tersebut adalah mendukung dan memastikan manajemen dari perencanaan pembangunan yang berkelanjutan bagi wilayah kepala burung. Walaupun sektor sumber daya alam mendominasi ekonomi Papua pada tingkat Makro, pada tingkat mikro juga ditemukan masalah-masalah dalam perspektif 38
Agus Sumule. “Toward Sustainable Forest Management with Significant Participation of the Customary Communities in Papua, Indonesia,” makalah yang di presentasikan pada acara The International Workshop on Sustainable Forestry Management. (Bali, Indonesia: June 2001). 39 Indonesia Today: Daily News 2001. Dapat dilihat pada www.indonesia-ottawa.org/Indonesiatoday/2001/feb01/020801 40 Keith Bradsher. “Australia Wins 25-Year Deal to Sell Gas to China.” New York Times. W1 (9 August 2002). 41 John McBeth. “Enlightened Mining Exploration: Irian Jaya.” Far Eastern Economic Review. (27 December 2001). 42 “For BP to Profit in Irian Jaya, Locals Must Profit, Too.” Asian Wall Street Journal. (15 November 2001).
43
pencegahan konflik. Seperti halnya perusahaan besar yang terlibat dalam penggalian sumber daya alam, usaha kecil di Papua didominasi oleh imigran, terutama yang berasal dari pulau Sulawesi, Jawa dan Sumatra. Penduduk asli Papua, yang hanya mengenal jenis modal terdepan dan ekonomi kas dalam waktu kurang dari satu generasi, menderita karena kurangnya pelatihan dan akses terhadap modal. Mayoritas penduduk Papua masih terpinggirkan dari ekonomi lokal, hidup tanpa mengenal uang kas dan mengandalkan pertanian, perkumpulan dan berburu. Dengan adanya peningkatan tindakan pengasingan terhadap penduduk asli Papua untuk mendapatkan kas dan komoditas merupakan sumber dari pertikaian sosial bernuansa etnis di seluruh daerah Papua.43 Hasil pertanian yang dihasilkan tiap kawasan berbeda-beda akan tetapi biasanya terdiri dari ubi, Singkong, sagu dan kacang buai. Penjualan kupu-kupu juga menghasilkan pendapatan bagi petani di beberapa kawasan dan membuat terbentuknya kelompok petani untuk mengurangi kompetisi dan mendistribusikan keuntungan. Beberapa petani lokal belajar dari pengalaman ini dan mengorganisir kepanjangan tangan dari koperasi desa terhadap eksport dengan bantuan dari Yayasan Pembangunan Bersama (Joint Development Foundation). KECENDERUNGAN Ketidakpastian amat buruk bagi dunia usaha, dan banyak ketidakpastian yang terjadi pada kebijakan ekonomi nasional, pelaksanaan desentralisasi dan bagi-hasil dan kebijakan serta praktek penggalian sumber daya alam di Indonesia. Tidak satupun wilayah yang iklim ketidakpastiannya lebih signifikan daripada Papua. Prospek pelaksanaan program desentralisasi saat ini untuk Papua, terhadang oleh peraturan-peraturan yang membingungkan dan mendua berkaitan dengan program desentralisasi nasional, Otonomi Khusus, dan yang paling dramatis adalah, Instruksi Presiden yang baru dikeluarkan mengenai pemekaran Papua. Ini jelas menimbulkan ketidakpastian dan kebingungan yang serius. Erat hubungannya dengan Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 mengenai Pemerintah Daerah, Undang-Undang nomor 25 tahun 1999 mengenai perimbangan keuangan antara pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat memberikan kekuasaan yang lebih besar untuk membuat keputusan dan kekuatan finansial bagi seluruh kawasan Indonesia. Berdasarkan program desentralisasi, setelah mengeluarkan bagian untuk Papua dan Aceh, 25 persen dari pendapatan domestik dialokasikan melalui Dana Alokasi Umum. Dari bagian tersebut, 90 persen diberikan kepada distrik dan kecamatan, dengan sisanya diberikan pada pemerintah tingkat propinsi. Kurangnya transparansi mempengaruhi aliran sumber daya dari seluruh pelosok daerah, yang diperkirakan mempunyai nilai sebesar enam miliar dolar AS US$6 billion pada tahun 2001.44 43
A. Rumonsara and S. Kakisina. “The Indonesian Political Economy and Its Impact toward the Papuan People’s Economy: Some Critical Issues to Be Considered in the Decentralization Era,” makalah yang di diajukan pada diskusi yang mendiskusikan pembangunan sosial dan politik di Papua. (Berlin, Germany, 29–30 June 2000). 44 SMERU Research Institute. Regional Autonomy in Indonesia: Field Experiences and Emerging Challenges (Bali, Indonesia: SMERU Research Institute, June 2002).
44
Selain Dana Alokasi Umum, Undang-Undang Otonomi Khusus akan menyalurkan 70 persen dari royalti minyak dan gas serta 80 persen dari royalti pertambangan, hasil hutan dan hasil ikan kepada propinsi. Perubahan pada Undang-Undang baru menyebabkan berkurangnya pendapatan nasional dari pendapatan pajak perusahaan atas Freeport. Sebagai kompensasinya sampai dua puluh tahun kemudian Papua akan menerima tambahan Dana Alokasi Umum yang didistribusikan oleh Pemerintah Pusat kepada propinsi, yang ditujukan untuk pendidikan, kesehatan dan infrastruktur.45 Papua juga menerima dana penyisihan khusus untuk pembangunan infrastruktur. Nilai persentase yang di hitung dari penggalian sumber daya alam akan dinilai kembali setelah 25 tahun.46 Walaupun rumus penghitungan sangat kompleks dan tidak jelas pada saat ini, tampaknya dengan penetapan Undang-Undang Otonomi Khusus Papua akan menerima dua kali dari jumlah sebelumnya sebagai hasil dari program desentralisasi nasional, atau senilai Rp. 700 trilliun (US$700 million). Tidak adanya perencanaan yang detil dan kurangnya peraturan pendukung telah menganggu efektifitas implementasi dari Otonomi Khusus. Pasal 75 dari Undang-Undang Otonomi Khusus mewajibkan bahwa peraturan pelaksanaan harus ditetapkan dalam waktu dua tahun setelah mengadopsi Undang-Undang tersebut (21 November 2001). Walaupun distribusi berdasarkan Otonomi Khusus seharusnnya diberikan pada bulan Januari 2002, akan tetapi sampai sekarang belum ada kejelasan sampai kapan Papua akan menerima manfaat material dari perencanaan bagi-hasil. Pada tanggal 21 November 2002, Pemerintah Pusat mengeluarkan beberapa peraturan untuk mempercepat desentralisasi, tetapi efeknya masih harus ditunggu. Pada akhirnya, Instruksi Presiden yang baru dikeluarkan (27 Januari 2003) membagi wilayah Papua menjadi tiga propinsi yang akan menimbulkan konsekuensi ekonomi serius, dan akan mengganggu investasi luar negeri dan domestik. Halangan dari investasi ada hubungannya dengan kurang mampunyai kemampuan administrasi pemerintah tingkat propinsi dan ketidakjelasan mengenai juridiksi dan kebijakan cukup signifikan pada saat transisi saat ini menuju Otonomi Khusus. Pemekaran wilayah pada saat ini, sebelum Otonomi Khusus diimplementasikan secara efektif, akan membuat halangan ini menjadi tiga kali lebih besar. SOLUSI OPTIMUM Stabilitas Makroekonomi membutuhkan program reformasi ekonomi yang komprehensif dalam rangka memperluas basis Pajak dan menyediakan atmosfir yang bersahabat bagi investasi asing. Untuk mengurangi rasio Hutang terhadap PDB, BPPN sebaiknya menutup Bank yang tidak dapat berfungsi, menyelamatkan aset, dan menagih pertanggung jawaban pemilik Bank. Penjualan Bank yang sebelumnya milik swasta, di dukung dengan reformasi pajak, akan meningkatkan pendapatan pemerintah dan memenuhi kebutuhan anggaran pemerintah. Di daerah Papua terdapat hubungan langsung antara pembangunan ekonomi dan pencegahan konflik. Usaha dapat dilakukan untuk memperluas kepemilikan dari 45 46
Ibid. Mawdsley et al. Report of the EC Conflict Prevention Assessment Mission to Indonesia.
45
penduduk lokal pada pembangunan sumber daya alam propinsi agar penggalian sumber daya tersebut memberikan kontribusi terhadap perbaikan kondisi hidup semua penduduk Papua. Undang-Undang Otonomi Khusus telah menetapkan tujuan mulia untuk persamaan dan bagi-hasil. Sebaiknya dilaksanakan secara penuh dan segala usaha untuk meningkatkan kemampuan rakyat Papua sebaiknya dijalankan. Di tambah lagi, perusahaan nasional dan multinasional yang beroperasi di Papua tetap mempertahankan dan meningkatkan pelatihan serta penerimaan pegawai penduduk asli Papua untuk membagi manfaat ekonomi melalui tindakan preferensi penerimaaan. Mereka juga diharuskan memperbanyak kompensasi khusus dan lebih efektif dalam memberikan jasa sosial. Skema pembiayaan yang inovatif diperlukan untuk usaha kecil dan menengah milik penduduk asli Papua, begitu pula program pendidikan dan pelatihan untuk memperoleh keterampilan profesional dan memperbaiki pemahaman terhadap proses dan kesempatan ekonomi. Laporan publik dan akuntansi yang transparan diperlukan untuk memastikan bahwa pendapatan akan dikembalikan kepada propinsi seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang Otonomi Khusus. REKOMENDASI Untuk mendorong pembangunan ekonomi agar dapat menghasilkan pekerjaan yang lebih banyak dan bergaji cukup, Komisi merekomendasikan -
-
Perusahaan Internasional dan Nasional mempertahankan dan meningkatkan pelatihan serta penerimaan pegawai yang berasal dari penduduk asli Papua. Otoritas Nasional dan Propinsi membentuk dana, yang bersumber dari bagi-hasil seperti yang diatur oleh desentralisasi, digunakan untuk mendukung pelatihan bisnis, kredit usaha kecil, koperasi desa, proyek yang dampaknya terasa cepat di Papua, dan proyek penyediaan lapangan kerja untuk Papua. Pemerintah Indonesia mengelola pinjaman dan hibah dari para donor terutama yang ditujukan untuk Papua.
Untuk mendukung masa depan ekonomi jangka panjang Papua, Komisi merekomendasikan -
Pemerintah Indonesia membuat peraturan investasi yang lebih bersaing pada tingkat nasional dan propinsi, terutama untuk industri sumber daya tambang, hutan dan petrolium. Otoritas tingkat nasional dan propinsi mempersiapkan rencana pembangunan sumber daya yang berkelanjutan, Tenaga ahli dapat diperoleh dari pihak-pihak pemerintah, perusahaan internasional dan organisasi non pemerintah. Pemerintah Indonesia termasuk perwakilan dari Papua dalam negosiasi dengan perusahaan non-Papua mencari cara untuk membangun sumber daya alam Papua. Pemerintah Indonesia membangun bank khusus regional atau meningkatkan kemampuan dari bank milik propinsi untuk meningkatkan ketersediaan kredit di Papua.
Untuk mendukung transparansi dan mencegah korupsi, Komisi merekomendasikan 46
-
-
Otoritas tingkat nasional dan propinsi meningkatkan kampanye melawan korupsi termasuk mendirikan Komisi Anti korupsi di Papua. Pemerintah Indonesia, bekerja sama dengan Kelompok Penasehat Otonomi Khusus (Special Autonomy Advisory Group), membangun prosedur dalam rangka terwujudnya transparansi yang lebih luas terhadap peralihan pendapatan antara perusahaan dengan Pemerintah Pusat, propinsi dan distrik seperti inisiatif “Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay),47 mewajibkan perusahaan untuk mengumumkan secara terbuka pembayaran pajak dan royalti. POLDA menghentikan jenis usaha ilegal yang tidak membayar pajak. Para donor mendukung Kamar Dagang Industri Papua (Papuan Chamber of Commerce) untuk mengadakan seminar dengan topik etika bisnis dan korupsi. Otoritas nasional dan propinsi, melalui konsultasi dengan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia, mengatur agar Kelompok Profesional Papua (Papua Professional Corps) departemen pemerintah tingkat propinsi.
47
Pada tanggal 13 Juni 2001, koalisi dari 30 ORNOP meluncurkan kampanye dunia (“Publikasikan Yang Anda Bayar”) untuk mewajibkan perusahaan minyak, gas dan pertambangan untuk mempublikasikan pembayaran pajak bersih, upeti, royalty dan berbagai macam pembayaran lainnya untuk di umumkan pada Bursa Saham Internasional. Dapat dilihat pada www.publishwhatyoupay.org.
47
KEAMANAN KONDISI (ANGKATAN BERSENJATA) Setelah runtuhnya sistem parlementer di Indonesia dan di umumkannya Undang-Undang darurat pada tahun 1957, Tentara Nasional Indonesia memperoleh peranan yang amat penting dalam kehidupan politik dan ekonomi negara. Peranan ini diperluas pada tahun 1950 dengan doktrin “jalan tengah” yang dikenal dengan “dwi-fungsi” Tentara Nasional Indonesia (TNI). Menurut dwi-fungsi, selain mempertahankan Indonesia dari ancaman luar, TNI berperan sebagai “kekuatan sosial dan politik.” Presiden Suharto membangun TNI sebagai pelindung negara, dan bersamaan dengan itu mengkonsolidasikan kekuasaannya dan memperlemah saingan politiknya yang berpotensi melalui penempatan Jenderal pada sebuah jabatan. Seperti yang terjadi pada Indonesia, TNI di dorong oleh krisis dan perubahan antara tahun 1997-98 untuk mengikuti langkah reformasi. Meskipun angkatan darat merupakan elemen penting dalam hal dukungan terhadap partai yang berkuasa GOLKAR, menghindari dan membiarkan mundurnya Presiden Suharto serta pelaksanaan Pemilihan Umum yang bebas dan adil di tahun 1999. Selanjutnya, angkatan darat menyetujui untuk mengurangi peranannya di politik dengan menghilangkan kursinya di berbagai tingkat badan legislatif yang dimulai tahun 2004. Pada perdebatan reformasi konstitusi, TNI memegang peranan penting dengan mengoposisi penetapan Syariah (Hukum Islam), yang akan membawa Indonesia mempunyai bentuk negara Islam. TNI juga melepaskan Polisi Republik Indonesia (POLRI), yang sekarang bertanggung jawab langsung terhadap Presiden. Untuk pertama kalinya sejak tahun 1950, Indonesia memiliki seorang Menteri Pertahanan sipil, walaupun dengan kekuasaan terbatas. Semenjak tahun 2000, TNI telah kehilangan kepercayaan masyarakat, meskipun saat ini citranya mulai membaik. Angkatan Darat TNI dengan keras menolak proposal untuk menghapuskan struktur komando daerah militernya (KODAM), dimana melalui lembaga tersebut ikut terlibat dalam fungsi pemerintahan sipil. Doktrin formal angkatan darat adalah “memastikan keamanan dan kesuksesan setiap program pembangunan yang diadakan pemerintah” dan “menstabilkan kondisi sosial untuk menciptakan fondasi dari pembangunan nasional dan keamanan.” Melihat tradisi kepercayaan bahwa ancaman bahaya terhadap negara bukan bersumberkan agresi dari luar akan tetapi pembangkangan internal, KODAM dibentuk sebagai struktur pengawas yang kedudukannya paralel dengan pemerintah sipil, serta mempunyai daya jangkau sampai ke desa. Walaupun telah dikurangi secara signifikan dari sebelum tahun 1998, struktur KODAM tetap memungkinkan angkatan darat untuk mempertahankan pengaruh di bidang politik dan ekonomi. Telah terbukti bahwa amat sulit bagi TNI untuk memisahkan diri dari aktivitas komersilnya. Pada tahun 2001, anggaran negara mengalokasikan sebesar satu miliar dolar AS US$1 billion kepada TNI, yang hanya 20 – 30 persen dari total biaya.48 Dana yang dialokasikan untuk militer Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan yang didapatkan 48
“Back to Barracks.” The Economist. (17 August 2002), p. 34; dan Stanley A. Weiss. “Send the Military to Business School.” International Herald Tribune. (19 September 2002), p. 6.
48
oleh militer Singapura empat koma empat miliar AS (US$4,4 billion), Thailand dua miliar dolar AS (US$2 billion), Filipina satu koma tiga miliar dolar AS (US$1,3 billion) dan Malaysia satu koma enam miliar dolar AS (US$1,6 billion). Prajurit TNI di gaji amat kecil, dengan prajurit ranking menengah berpenghasilan sebesar enam puluh dolar AS sampai sembilan puluh lima dolar AS (US$60 sampai US$95) per bulan dan pejabat teras militer berpenghasilan sebesar seratus sepuluh dolar AS sampai tiga ratus lima puluh dolar AS per bulan (US$110 sampai US$350).49 Pendapatan mereka sangat berbeda dengan pendapatan para profesional di Indonesia. Para anggota militer terpaksa untuk terlibat dalam aktivitas untuk mencari penghasilan agar dapat memenuhi kebutuhan dasar bagi keluarganya. Untuk menutup kekurangan dalam anggaran, TNI melakukan kegiatan lain yang menghasilkan pendapatan, seperti mengoperasikan berbagai perusahaan komersil. (seperti, penyedia jasa penerbangan, hotel, bank dan asuransi). Yayasan milik TNI yang dibebaskan membayar pajak, dimana keuntungan dari aktivitas bisnisnya di masukkan kembali kepada yayasan dan kemudian disalurkan untuk aktivitas subsidi kesejahteraan hidup (seperti, perumahan, sekolah, fasilitas kesehatan). Di tambah lagi, TNI menjalankan koperasi lokal, yang menyediakan kebutuhan dasar bagi pasukan dengan harga subsidi. Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Pertamina dan Bulog, membayar TNI dalam rangka biaya keamanan proyek. TNI juga memperoleh pendapatan melalui pajak tidak resmi yang dipungut dari perusahaan lokal, kerjasama komersil yang informal, dan tindakan penyelundupan. TNI berusaha memenuhi panggilan agar lebih transparansi dengan mematuhi Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (31/1999), dimana menyatakan bahwa dana yayasan dapat dikategorikan sebagai milik negara dan subyek untuk di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Proses melakukan audit terhadap yayasan dimulai pada bulan Mei 2000. Walaupun pertanyaan timbul mengenai praktek akuntansi dari yayasan terbesar milik angkatan darat, Yayasan Kartika Eka Paksi, kenyataan bahwa badan sipil melakukan audit terhadap yayasan militer menunjukkan kemajuan ke arah akuntabilitas TNI. Kinerja pelaksanaan tugas pengamanan internal hasilnya bervariasi dari progresif, profesional dan efektif, sampai pada tidak teratur, brutal dan kontra produktif. Kebanyakan dari panglima TNI percaya bahwa peranan mereka sebagai penjaga persatuan nasional membutuhkan dan membenarkan tindakan kejam terhadap individu dan kelompok yang membawa misi untuk separatis. Untuk alasan yang sama, pimpinan TNI menolak dan menghindari tanggung jawab atas tindakan dan perbuatan prajurit mereka di luar pengadilan militer, yang prosesnya kurang netral. Minimnya dana untuk TNI seringkali mengakibatkan dikirimnya prajurit yang kurang terlatih untuk membangun keamanan di wilayah dimana terdapat konflik antar kelompok dan gerakan separatis. Hasilnya dapat diperkirakan. Kekurangan dana juga mengakibatkan unit yang berada di medan perang dapat memanipulasi dan melakukan korupsi dari luar jalur komando. 49
“Indonesian Soldiers among Worst Paid in Asia, Laments Army Chief.” Agence France Presse, International News. (26 June 2002).
49
Kombinasi dari kurangnya sumber daya, pelatihan, rawan terhadap korupsi dan tindakan kejam guna mempertahankan kesatuan nasional telah menghasilkan pola tindakan TNI seperti merusak gedung, bersikap brutal terhadap warga sipil dan menyebabkan pembunuhan yang tidak jelas pertanggungjawabannya di berbagai macam daerah di Indonesia, termasuk Papua. Usaha reformasi telah menimbulkan beberapa dampak positif, akan tetapi kinerja pasukan TNI yang dikirimkan demi tugas pengamanan tidak memenuhi harapan internasional untuk pasukan pengaman dari negara demokrasi. Di dalam Papua diperkirakan 8.000 pasukan TNI, termasuk pasukan khusus (KOPASSUS) dan 3 batalion dari Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (KOSTRAD). Keberadaan TNI sangat signifikan di wilayah dekat tambang Freeport di Timika. Pada tahun 1996, Freeport telah membayar iuran awal senilai US$35 juta untuk bantuan keamanan. Selain itu juga telah disepakati untuk memberikan kontribusi tahunan sebesar US$11 juta kepada TNI.50 Seluruh perjanjian pembagian produksi di Indonesia, termasuk milik BP, mewajibkan mitra perusahaan untuk memberikan biaya subsidi yang di tetapkan oleh BPMIGAS, Regulator Sumber Daya Petrolium milik pemerintah. Perusahaan produsen membayar di muka seluruh biaya keamanan dan kemudian memotong bagian dari BPMIGAS atas pendapatan proyek. Sebagai alternatif, BP menekankan pada keamanan berasal dari masyarakat setempat. Mirip dengan perbuatan yang mereka lakukan pada kawasan kehutanan, unit individu TNI dan prajuritnya juga memperoleh keuntungan dari penebangan ilegal di Papua.51 Aktivitas ini terdiri dari “pencurian” dalam skala kecil dan melalui kerjasama institusi dengan perusahaan Indonesia seperti Jayanti Group dan perusahaan asing seperti PT. Korindo milik Korea Selatan. Perkembangan positif terjadi dimana Panglima Tertinggi TNI Jenderal Endiartono Sutarto mengecam aktivitas tersebut dan mengumumkan rencana untuk menghilangkan penebangan ilegal oleh prajurit. Keterlibatan TNI dalam perdagangan jenis satwa punah di Papua juga menjadi perhatian besar. KONDISI (POLISI) Polisi Republik Indonesia (POLRI) pada mulanya digabungkan kedalam angkatan bersenjata oleh Presiden Suharto. Pada tahun 1999, Presiden B.J. Habibie berencana untuk memindahkan POLRI dari Departemen Pertahanan menjadi di bawah naungan Departemen Dalam Negeri. Sebelum dilaksanakan hal tersebut, Presiden Abdurrahman Wahid mengangkat posisi POLRI sehingga mempunyai komando yang terpisah dan berdiri sendiri dengan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Pemisahan dari TNI dan POLRI didukung oleh pemerintah Amerika Serikat sebagai syarat untuk meluncurkan Program Bantuan dan Pelatihan Investigasi Kriminal Internasional (International Criminal Investigative Training and Assistance Program, ICITAP) yang diberikan untuk POLRI. Kompetisi yang berlanjut antara angkatan darat dan polisi dalam 50
Frida Berrigan. Indonesia at the Crossroads: U.S. Weapons Sales and Military Training (New York: World Policy Institute, October 2001). 51 US May Support a Terrorist-Connected Military in Name of War on Terror (Washington, D.C.: Peace Action, 2002).
50
hal patronase dan pendapatan membuat tugas untuk mendefinisikan peran dan tanggung jawab menjadi rumit. Konflik terbuka seringkali terjadi. Pertikaian terjadi belum lama ini di Sumatra Barat pada tanggal 29 September 2002, pada saat batalion TNI menyerang pos polisi setelah polisi lokal menolak melepaskan teman masyarakat sipil dari TNI yang ditahan karena menyimpan obat-obat terlarang. Undang-Undang Otonomi Khusus, yang menggeser otoritas untuk penegakkan hukum kepada pemerintah tingkat propinsi, telah terus menimbulkan menambah kesulitan antara TNI dan POLRI. Kebutuhan sumber daya POLRI merupakan prioritas terendah pada saat masih dibawah TNI. Pendanaan tidak mengalami perbaikan semenjak TNI dan POLRI dipisahkan. Petugas-petugas Polisi tidak mendapat peralatan dan pelatihan yang cukup; para personel bergaji rendah dan kurang mendapat perumahan yang layak. Mereka merasa tidak puas, mengalami demoralisasi dan kurang motivasi. Kondisi tersebut menjadi bibit-bibit korupsi dan mengakibatkan ketidakpercayaan, ketidakpuasan dan ketakutan dari masyarakat, yang harusnya dilayaninya, terhadap POLRI. Belum lama ini terdapat hasil jajak pendapat terhadap institusi publik dan memberikan nilai kepada Polisi dengan skor terendah dibandingkan dengan institusi-institusi pemerintah lainnya. Pada saat yang bersamaan, POLRI telah lebih terdesentralisasi dibandingkan denganTNI. Melalui Kepolisian Daerah (POLDA), berdasarkan sejarahnya jumlah persentase pasukan polisi cukup besar di dalam masyarakat. Untuk alasan tersebut, Polisi lebih diterima dan relatif membaur kepada komunitas lokal dibandingkan unit militer. Selain mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban untuk keamanan domestik, POLRI juga memiliki kelemahan dalam mengumpulkan dan menganalisa data intelejen. Kelemahan tersebut dapat dilihat dalam menangani kasus-kasus besar, termasuk pelarian Tommy Suharto dan pemboman gereja, mesjid dan perkantoran di Jakarta. Prosedur pemeriksaan tempat kejadian perkara yang kurang terampil telah menimbulkan kecemasan mengenai kemampuan POLRI untuk mengadakan investigasi yang kredibel atau, yang paling penting, untuk menghadapi ancaman dari meningkatnya terorisme. Meskipun awalnya terdapat kesulitan pada tempat kejadian perkara bom Bali, Polisi, dengan bantuan ahli internasional, dengan sukses telah menangkap anggota dari kelompok teroris yang bertanggung jawab dalam menyediakan senjata dan bahan peledak serta memberi bantuan berupa peralatan. Membutuhkan waktu yang cukup lama untuk mentransformasikan POLRI menjadi pasukan yang kompeten dan profesional. Setelah peristiwa di Bali, para donor internasional menunjukkan antusiasnya untuk memberi dukungan terhadap Polisi. Pada saat yang bersamaan, dengan tidak diperhatikannya militer menyebabkan timbulnya pertentangan dan menyulut kompetisi untuk memperebutkan sumber daya. Dapat di perkirakan selanjtnya, terjadi peningkatan kekerasan antara POLRI dan TNI. Di daerah Papua jumlah POLDA mencapai 8.700 personel dimana 1.300-nya adalah penduduk asli Papua—persentase keterlibatan lokal yang lebih besar dibandingkan dengan TNI di Papua. POLRI mempunyai pasukan polisi khusus (GEGANA) dan Brigade Mobil (BRIMOB). Mereka dibawah kendali POLRI di Pemerintah Pusat, unit ini adalah yang peralatannya paling lengkap dan yang paling mampu menghadapi pertempuran. Seperti halnya KOPASSUS-nya TNI, BRIMOB di tuduh melakukan pelanggaran HAM dan terlibat dalam aktivitas kriminal. 51
KONDISI (MILISI-MILISI) Berbagai jenis milisi yang kejam serta bersenjata melakukan aktivitasnya di Papua. Beberapa dari milisi, seperti Kelompok Pemuda Pancasila dan kelompok Islam radikal seperti Laskar Jihad, beroperasi pula di berbagai propinsi. Meskipun Laskar Jihad telah resmi dibubarkan, laporan dari Papua menunjukkan sebaliknya. Jaringan milisi yang paling signifikan di Papua adalah Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang didalamnya terdiri dari 10 sampai 20 organisasi lepas dan biasanya terdiri dari kelompok yang bersaing serta tersebar diseluruh propinsi, terutama di wilayah pedalaman yang berada di jauh dari pusat penduduk. Organisasi OPM tampaknya telah melakukan serangan terhadap pasukan keamanan Indonesia. Namun demikian, banyak terdapat laporan yang menyatakan bahwa kelompok OPM melakukan kerjasama yang saling menguntungkan dengan unit TNI. Milisi yang pro-Indonesia dinamakan dengan “Barisan Merah Putih” mereka tampak pada wilayah perbatasan dengan PNG dan berada lebih dekat dengan pusat penduduk Papua di Barat. KECENDERUNGAN Sejarah menunjukkan bahwa aktivitas pasukan keamanan di Papua termasuk penghentian dengan menggunakan senjata berat terhadap yang dituduh sebagai simpatisan gerakan separatis dan dengan tidak adanya pertanggung jawaban terhadap kekerasan. Reformasi dan perbaikan TNI yang dilakukan saat ini tidak dapat dengan sendirinya merubah secara fundamental pola tersebut. Di bawah kepemimpinan I Made Mangku Pastika, mantan Kepala Kepolisian Daerah (KAPOLDA) yang dihormati, dan penggantinya Budi Utomo, investigasi kasus pembunuhan Ketua PDP Theys Eluay dilakukan dengan penuh semangat, tidak seperti biasanya. Adanya pembebas tugasan terhadap diri mereka dari investigasi membuat khawatir bahwa prosesnya akan terbengkelai. Usaha investigasi lain yang dilakukan oleh TNI tidak efektif dan meyakinkan. Meskipun tujuh anggota KOPASSUS telah dinyatakan bersalah dalam pembunuhan Theys Eluay, namun tidak ada usaha mengusut pertanggung jawaban dari tingkat komando yang lebih atas—ada tidaknya perintah khusus—yang menyebabkan prajurit tingkat bawah melakukan penyiksaan dan pembunuhan kepada pemimpin terkemuka Papua tersebut. Ditambah lagi terdapat laporan dari POLDA yang mengindikasikan TNI di belakang peristiwa pembunuhan dua warga Amerika Serikat dan satu guru dari Indonesia di Tembagapura.Laporan ini dan penghentian investigasi yang dilakukan oleh polisi menyebabkan pertikaian yang lebih lanjut antara Polisi dan Militer. Sementara itu, patroli keamanan TNI pada wilayah terpinggir secara rutin masih melakukan pelecehan dan kekerasan untuk mengintimidasi penduduk Papua. Tidak ada anggota militer senior yang dapat diminta tanggung jawabnya. Pada tahun 2003 penggunaan belanja pertahanan untuk pemerintah Amerika Serikat termasuk US$17,9 juta untuk pelatihan regional, US$4 juta diantaranya pelatihan militer di Indonesia. Penggunaan dari dana suplemen untuk pertahanan dalam negeri 52
menyediakan US$16 juta untuk penegakkan hukum dan pelatihan kontra teroris bagi Polisi Indonesia. Penggunaan untuk operasi di luar negeri di ajukan dana sebesar US$400.000 untuk Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (International Military Education and Training Program, IMET). Ditambah lagi, prajurit Indonesia diundang untuk mengikuti workshop kontra teroris yang diadakan di Sekolah Angkatan Laut A.S. di Kalifornia. Sebagai contoh dari donor internasional untuk reformasi di sektor keamanan termasuk Badan Australia untuk Pembangunan Internasional (Australian Agency for International Development, AusAID) dan Program Bantuan dan Pelatihan Investigasi Kriminal Internasional (International Criminal Investigative Training and Assitance Program, ICITAP), suatu usaha berjangka waktu lima tahun untuk mentransformasi POLRI menjadi agen polisi sipil yang mempunyai komitmen pada praktek demokrasi dan HAM. Melalui ICITAP, POLRI berpartisipasi pada kursus untuk kebijakan demokrasi, kebijakan masyarakat dan etika polisi. Program pilot pelatihan dalam manajemen gangguan terhadap masyarakat sipil juga telah dikembangkan. Untuk mendukung pelatihan dalam rangka prosedur yang baik bagi polisi, diadakan oleh ICITAP, Komite Internasional Palang merah (International Committee of the Red Cross, ICRC) menawarkan kursus untuk etika, Hukum HAM Internasional, dan HAM. Walaupun usaha-usaha yang telah dilakukan di atas, reformasi membutuhkan beberapa tahun lagi mengingat perilaku lama yang sudah tertanam pada diri militer dan “kekelahan dalam melakukan reformasi.” Walaupun berbagai macam kelompok milisi terus beroperasi di Papua, pengaruh mereka berkurang oleh karena kuatnya perlawanan dari penduduk sipil dan usaha dari POLRI untuk mengadopsi cara yang lebih tegas dalam rangka mewujudkan keamanan domestik. Pemuda Pancasila milik kelompok Suharto, yang di tuduh terhadap pembunuhan masal di Timor Timur, di duga terlibat dalam jaringan obat terlarang, prostitusi dan pemerasan di Papua. Kelompok milisi lainnya seperti Brigade Merah Putih dan Laskar Jihad, kelompok paramiliter yang mempunyai pandangan anti-barat yang sangat kuat. Menanggapi kedatangan dari kelompok Laskar Jihad di Papua, pemimpin lokal agama dari berbagai macam kepercayaan telah membuat kesepakatan untuk menolak “provokasi dari luar.” Tindakan A.S. yang Melibatkan TNI dan POLRI Dukungan dan interaksi A.S. dengan TNI merupakan komponen pokok dalam gambaran keseluruhan kebijakan luar negeri A.S. terhadap Indonesia. Kongres A.S. memutuskan kerja sama militer yang ditandai dengan berakhirnya program. Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (IMET), setelah TNI dianggap terlibat dalam kasus pembantaian Santa Cruz di Timor Timur (12 November 1991). Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (IMET) membiayai para anggota militer non-A.S. untuk mengikuti berbagai pelatihan dengan topik yang beragam, mulai dari operasi intelijen sampai proses peradilan militer. Expanded IMET (E-IMET) atau Perpanjangan dari Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional merupakan pengganti Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (IMET) selama masa tersebut. E-IMET menyelenggarakan pendidikan seputar hal-hal yang bukan bersifat perang dengan tujuan meningkatkan pengetahuan tentang hak-hak manusia yang digariskan secara 53
internasional. Presiden Bill Clinton membekukan semua bantuan dan kerja sama militer setelah TNI dikaitkan dengan kerusuhan Timor Timur setelah memisahkan diri (September 1999). Sejak itu kerja sama yang dilakukan bersifat terbatas, diantaranya latihan gabungan untuk bantuan kemanusiaan, jual-beli peralatan bukan senjata, dan dilanjutkannya Perpanjangan dari Program Pendidikan dan Pelatihan Militer Internasional (E-IMET). Menteri Luar Negeri A.S. Colin Powell menyebutkan keterbatasan kerja sama militer saat ini memperkecil kemampuan Amerika untuk mempengaruhi para pemimpin TNI generasi baru. Untuk melanjutkan kerja sama militer, Powell mengharapkan militer Indonesia dapat menunjukkan “bukti keseriusan bahwa militer Indonesia berada dalam proses reformasi.”52 Namun menurut Amerika sejauh ini Indonesia belum memperlihatkan kemajuan berarti, sehingga upaya pemulihan kerja sama militer belum dapat dijalankan. Setelah 11 September A.S. memberikan pelatihan dan bantuan lainnya kepada POLRI, dengan tujuan meningkatkan kemahiran anti-terorisme dan kemampuankemampuan lain secara umum. Federal Bureau of Investigation (FBI) bekerja sama dengan TNI dan POLRI dalam menyelidiki kasus pembunuhan di Tembagapura, dimana delapan warga Amerika lainnya mengalami luka-luka. KONDISI YANG OPTIMAL Lembaga-lembaga pelayanan keamanan yang telah melalui proses reformasi, kompeten, dan mempunyai rasa tanggung jawab tinggi, merupakan komponen yang sangat penting bagi perkembangan demokratisasi Indonesia. Di tingkat nasional, hal tersebut memerlukan usaha yang sungguh-sungguh, dengan melibatkan tidak hanya TNI dan POLRI namun juga presiden dan legislatif. Pokok-pokok utama dalam reformasi adalah: -
Menetapkan pertahanan eksternal dan melindungi kedaulatan nasional sebagai misi utama TNI, serta mengurangi fungsi keamanan internal TNI sehingga sifatnya hanya membantu POLRI. Termasuk restrukturasi KODAM untuk memperjelas fungsinya di bidang militer saja.
-
Memusatkan perhatian militer kepada ancaman-ancaman eksternal melalui pasukan Angkatan Darat yang lebih terlatih serta memiliki peralatan yang lebih baik. Juga meningkatkan kemampuan Marinir dan Angkatan Laut untuk menangkal penyelundupan dan pembajakan, serta kemampuan Angkatan Udara dalam memantau teritori perairan dan udara Indonesia.
-
Memulai kembali tradisi yaitu partisipasi TNI dalam usaha-usaha menjaga keamanan dunia, terutama di negara-negara Muslim.
52
U.S., Indonesia Starting to Normalize Military Ties. Embassy of the United States of America to Indonesia. (5 Agustus 2002).
54
-
Menyediakan anggaran nasional yang cukup untuk mendukung TNI dan POLRI, sehingga mengurangi kebutuhan dan alasan untuk terlibat dalam kegiatankegiatan komersil atau ilegal.
-
Menetapkan tim auditing independen yang memeriksa pemasukan dan pengeluaran TNI di semua tingkat di seluruh Indonesia.
-
Meningkatkan profesionalitas para anggota TNI dan Kepolisian dengan mengadakan pelatihan-pelatihan lebih lanjut, juga meningkatkan kesejahteraan para anggota beserta keluarganya dalam hal gaji, perumahan, pelayanan medis, dan pendidikan.
-
Membentuk pengendalian TNI dan POLRI secara penuh serta menanamkan rasa tanggung jawab.
-
Menghentikan wewenang militer menyangkut “area-area yang sangat penting bagi kepentingan nasional” dan mengalihkan kontrol terhadap area-area tersebut ke tangan polisi dan pemerintah sipil.
Memang tidak ada jalan keluar yang singkat, sekalipun dengan kepemimpinan yang kuat baik dari dalam maupun luar lingkungan TNI. Hutang Indonesia yang begitu besar serta defisit pada anggaran sekarang membuat perluasan bantuan anggaran untuk TNI tidak dapat dilaksanakan segera. Negara-negara donor seperti A.S., Australia dan negaranegara anggota Uni Eropa harus memonitor perkembangan reformasi TNI. Penyediaan dana untuk bantuan militer serta usaha-usaha reformasi militer tersebut akan menyediakan sumber-sumber yang dibutuhkan, serta menghindari politisasi programprogram bilateral. Selain mendata sepak-terjang TNI di bidang HAM, “rapor” informal dapat digunakan oleh Kelompok Konsultasi untuk Indonesia dari Bank Dunia, untuk menilai dampak dari bantuan mereka dalam membantu proses reformasi, serta menjadi acuan pertimbangan untuk bantuan lainnya di masa mendatang. Komisi sangat menyetujui diambilnya tindakan-tindakan oleh A.S. serta negaranegara lainnya yang terkait untuk mendukung dan memberikan bantuan kepada proses reformasi TNI dan POLRI. Termasuk diantaranya -
Pemerintah negara-negara yang terkait menambah program-program pendidikan dan pelatihan yang mengajarkan prinsip-prinsip serta praktek Angkatan Bersenjata di negara-negara demokratis (seperti melalui pelatihan mengenai transisi demokrasi, serta seminar-seminar kepemimpinan).
-
Mempertimbangkan proses pemulihan kembali kerja sama militer dalam bentuk bantuan militer apabila Indonesia mengalami kemajuan dalam agenda reformasi TNI.
Namun Papua tidak bisa menunggu sampai program reformasi sektor keamanan terlaksana secara menyeluruh. Aparat keamanan yang lebih terlatih, tingkat kesejahteraan yang cukup dan bertanggung jawab merupakan komponen yang sangat penting untuk 55
menegakkan hukum, disiplin dan keamanan di sana. Disamping itu mereka juga harus mampu meredam amarah dan sentimen kaum pro-otonomi. Pendekatan represif yang dilakukan aparat keamanan di Papua dinilai justru tidak membuahkan hasil yang diinginkan. Karena, bukannya mengurangi dukungan rakyat Papua terhadap pemisahan diri dari Indonesia, justru yang terjadi sebaliknya, yaitu meningkatnya sentimen dari kaum separatis. Selain itu pendekatan represif juga bisa membuat khalayak internasional memihak dan bersimpati pada pemisahan diri Papua. REKOMENDASI Untuk meningkatkan kemampuan, performa serta rasa tanggung jawab aparat keamanan di Papua, Komisi mengusulkan agar -
Pemerintah Indonesia beserta TNI membatasi kegiatan KOPASSUS di Papua, dan pada akhirnya menarik KOPASSUS dari Papua.
-
Para donatur yang membantu kegiatan-kegiatan militer dan kepolisian membentuk program-program bekerja sama dengan TNI dan POLDA, yang berkonsentrasi pada pemantauan dan kegiatan-kegiatan pelatihan unit-unit di Papua. Di samping itu program-program tadi harus memusatkan perhatian pada prosedur-prosedur keamanan secara efektif yang menghormati hak-hak masyarakat dan menekankan pentingnya pembentukan kebijakan berdasarkan situasi komunitas di sana.
-
Pemerintah Indonesia mengalokasikan sebagian penghasilan yang diperoleh dari sistem desentralisasi untuk pendidikan, perumahan dan pemeliharaan kesehatan para anggota TNI dan POLDA beserta keluarga mereka.
-
TNI dan POLDA harus menindaklanjuti keberhasilan mereka dalam membersihkan kondisi internal dalam organisasi, dengan terus-menerus berusaha mengurangi keterlibatan para anggota dalam kegiatan-kegiatan ilegal.
Untuk memperkokoh peran polisi, Komisi memberi rekomendasi agar -
POLRI melanjutkan kewajibannya dalam menegakkan hukum dan keamanan, termasuk membentuk kembali mandat dan misi BRIMOB agar menaati kegiatan reguler kepolisian.
-
POLRI mengharuskan BRIMOB dan GEGANA melapor langsung kepada Kapolda di Jayapura.
-
POLDA terus memperluas rekrutmen anggota Kepolisian dari suku Papua agar satuan kepolisian daerah mencerminkan masyarakat yang mereka layani.
-
Pemerintah A.S. memberikan suntikan dana melalui ICITAP; menyediakan bantuan tambahan untuk Akademi Kepolisian; dan memperluas bantuan kepada 56
tim pelatihan kepolisian denan menekankan pada latihan prosedur kepolisian (seperti penyelidikan, forensic, dan penanganan bom). Untuk mencari bantuan dari perusahaan-perusahaan multinasional dalam rangka memperbaiki prosedur keamanan, Komisi memberikan rekomendasi agar -
Pemerintah Indonesia merevisi hukum tentang pengamanan asset nasional untuk mengakhiri suatu keharusan bagi bisnis-bisnis menggunakan jasa TNI untuk kontrak-kontrak pengamanan, sehingga organisasi-organisasi pengamanan swasta local dapat berkembang.
-
Perusahaan internasional mengembangkan “pengamanan berbasis masyarakat” sebagai pendekatan baru dalam segi keamanan begitu undang-undang perlindungan aset nasional diubah.
-
Perusahaan internasional berkonsultasi dengan masyarakat setempat mengenai masalah-masalah dan kebutuhan berkaitan dengan keamanan, melalui komitekomite lokal yang melibatkan TNI, POLDA, kepala suku dan adat.
-
Perusahaan internasional yang beroperasi di Papua secara bertahap mengakhiri kontrak-kontraknya dengan TNI untuk jasa pengamanan sejalan dengan perubahan hukum di Indonesia, dan melaporkan sejauh mana mereka telah menaati “Voluntary Principles on Security and Human Rights,”53 atau PrinsipPrinsip Sukarela Keamanan dan HAM.
53
Pemerintah A.S. dan Inggris membantu berjalannya dialog antara perusahaan-perusahaan dari sektor ekstraktif, organisasi-organisasi HAM dan kelompok-kelompok yang memantau kewajiban sosial perusahaan terhadap masyarakat. Dialog ini bertujuan menyusun panduan yang mengatur bagaimana perusahaan yang beroperasi di daerah konflik dapat melindungi para pegawainya tanpa melanggar HAM. Pokok-pokok yang dihasilkan diumumkan 20 Desember 2000 dan berisi kriteria-kriteria penanggulangan resiko seperti pelanggaran-pelanggaran. Selain itu pokok-pokok tadi juga menyajikan panduan hubungan antara perusahaan dengan masyarakat serta satuan keamanan swasta.
57
PERKEMBANGAN SOSIAL KONDISI Suku Papua terjebak diantara isolasi tradisional dan tekanan budaya modern. Saat ini pembangunan ekonomi dan kondisi demografis yang selalu berubah mengantarkan suku Papua ke dunia luar, sehingga mempercepat proses modernisasi rakyat Papua. Pada umumnya suku Papua merasa asing dengan perubahan-perubahan yang semakin mengikis institusi dan nilai-nilai tradisional itu. Isolasi rakyat Papua terpelihara sejak pemerintahan kolonial Belanda. Bahkan pada akhir 1950an, hanya sejumlah misioner Kristen yang mampu membuat kontak dengan masyarakat Papua yang agraris ini. Sejak 1969, migrasi telah mengubah kondisi demografis Papua, mengakibatkan terjadinya konflik-konflik sosial. Dari sekitar 2,1 juta rakyat Papua,54 terdapat kurang lebih 800 ribu pendatang.55 Pendatang memadati kotakota dimana mereka mendominasi kegiatan-kegiatan ekonomi dan jasa pelayanan sipil.56 Papua terbagi antara pendatang yang berasal dari bagian barat Indonesia, dengan suku asli Papua, yang memiliki karakteristik budaya tersendiri. Identitas suku Papua terpelihara melalui sistem-sistem organisasi setempat yang bersifat informal, yang berhubungan dengan gereja-gereja dan berdasarkan adat. Orang Papua pada umumnya menganut agama Kristen yang mempunyai afiliasi kuat pada gereja-gereja Katolik dan Protestan. Dewan Islam Indonesia juga mempunyai cabang yang aktif di Papua, yang anggotanya merupakan pendatang dan juga suku Papua. Selain fungsi pelayanan rohani, institusi-institusi agama juga menyediakan sejumlah pelayanan lainnya, seperti pelayanan medis, pendidikan, gerakan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan. Dengan bantuan dana dari pemerintah asing dan donor-donor swasta, organisasi non pemerintah (Ornop) menjadi kekuatan yang potensial dengan beranggotakan kaum muda yang aktif berperan dalam pelayanan dan bantuan kepada masyarakat. Jatuhnya Presiden Suharto membuka peluang untuk aktivitas politik dan kemasyarakatan, juga membuka kesempatan bagi adanya kebebasan berpendapat. Lusinan majalah, tabloid dan koran terbit di Papua. Karena masih banyak yang buta huruf, radio menjadi media yang sangat populer. InterNews yang dibiayai oleh U.S. Agency for International Development (USAID) menyokong 2 stasiun radio swasta di Papua, sementara Radio Republik Indonesia (RRI) mengoperasikan 10 stasiun.
54
BPS Statistics Indonesia. Indonesia’s 2000 Population Census. (Bangkok: 29 November 2000). Jumlah penduduk di Papua diperkirakan sebanyak 2,112,756. Oleh karena “situasi yang tidak stabil” di Papua, penghitungan dilakukan “hanya di daerah yang kondusif dalam mengambil sensus.” 55 Keterangan diberikan oleh UNDP di Jakarta. 56 Indonesia: Ending Repression in Irian Jaya; dan John Barr. “The Future Could Be Genocide.” Kabar Irian Digest, Vol. 1 No. 471. (14 Juni 2002).
58
Infrastruktur pendidikan di Papua tidak mampu melayani kebutuhan masyarakatnya, dimana terdapat 40 persen rakyat Papua berumur di bawah 14 tahun.57 Sebagian besar suku Papua tidak bersekolah, dan yang sempat mengenyam bangku sekolah dasar hanya sebagian kecil. Hanya 44 persen perempuan Papua yang melek-huruf, dibandingkan 78 persen perempuan melek-huruf di seluruh Indonesia. Sedangkan untuk kaum pria 58 persen diantaranya melek-huruf di Papua, dibandingkan dengan 90 persen pria melekhuruf di seluruh Indonesia.58 Tingkat pendidikan di Papua tetap rendah, walaupun terdapat 2.378 SD, 238 SMP dan 105 SMA.59 Hanya 10 persen rakyat Papua yang mengenyam pendidikan sampai ke tingkat SMA, dan hanya 1 persen diantaranya yang lulus kuliah.60 Pemerintah Indonesia mengoperasikan sekolah-sekolah baik di tingkat nasional maupun pedesaan. Kurikulum disampaikan dalam bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia. Beberapa sekolah terletak di wilayah yang sangat terpencil sehingga pengiriman materi dan peralatan pendidikan memakan waktu sangat lama, dan bahkan kalaupun sampai sering tidak memadai. Umumnya kondisi bangunan sekolah sangat buruk, terbengkalai dan nyaris ambruk. Sebagian besar sekolah tingkat dasar kekurangan fasilitas, mebel, dan materi-materi pendukung. Terbatasnya anggaran mempengaruhi penyediaan materi-materi pendidikan dan gaji pokok pengajar. Guru-guru tidak memiliki cukup pengalaman dalam mengajar, terutama di wilayah yang terpencil. Beberapa guru yang tidak berkualitas tetap dibayar walaupun mereka tidak masuk untuk mengajar, sementara guru-guru lain yang berkualitas justru tidak pernah dibayar. Kesempatan pendidikan menjadi lebih signifikan pada sekolah-sekolah yang menerima dana dari Freeport. Gereja-gereja mensponsori sekitar 30 sekolah dan universitas swasta. Ornopornop internasional, seperti SIL International, memberikan pelatihan kepada guru-guru dan menyediakan buku-buku sekolah. Sektor kesehatan ikut menderita akibat kelalaian seperti di atas, selain juga tidak memiliki sumber yang memadai untuk pendidikan. Papua hanya memiliki 3 rumah sakit, termasuk salah satu yang disponsori Freeport. Setiap kecamatan diharuskan memiliki puskesmas, tetapi puskesmas-puskesmas tersebut kekurangan staf dan peralatan. Sejumlah 20 persen populasi di wilayah pegunungan menderita kurang gizi dan vitamin. Lebih dari 50 persen balita kurang gizi, dan tingkat kematian bayi di sana dua kali lipat dari tingkat kematian bayi secara keseluruhan di Indonesia. Selain itu, tingkat kematian ibu di Papua mencapai 3 kali lipat dari tingkat kematian ibu di seluruh Indonesia. Hanya 40,8 persen anak-anak Papua mendapatkan imunisasi, dibandingkan dengan 60,3 persen di seluruh Indonesia. Pelayanan kesehatan yang tidak memadai inilah yang menyebabkan kematian akibat penyakit-penyakit yang dapat dicegah dan diobati. Dalam kematian
57
Stephanus Kakisina, “Development in the Land of Papua, for Whom?” karya tulis yang disampaikan pada konferensi masalah-masalah HAM di Papua, pada Orville H. Schnell, Jr. Center for International Human Rights. (Yale Law School, New Haven, Connecticut, 25 Maret 2002). 58 Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat, Biro Asia Timur dan Pasifik. Background Note Indonesia. (Oktober 2000); University of Texas. West Papua Information Kit; UNDP. Human Development Report 2002; Badan Pusat Statistik Irian Jaya. Irian Jaya dalam Angka 1998 (1999). 59 “National Education Minister Opens Papuan University.” The Jakarta Post. (6 Januari 2001). 60 Kakisina, Development in the Land of Papua.
59
balita, 26 persen diantaranya disebabkan oleh radang paru-paru (pneumonia), 19 persen karena diare, dan 11 persen karena malaria.61 Rata-rata masa hidup masyarakat di Papua adalah sampai 40-50 tahun (15 tahun lebih pendek dari rata-rata masa hidup nasional).62 Banyak perempuan dipaksa ikut program KB, tapi mereka tidak diajarkan tentang pencegahan penyakit menular melalui hubungan intim. Ketidakpedulian, stigma, dan diskriminasi menyebabkan peningkatan penyebaran Human Immunodeficiency Virus (Acquired Immune Deficiency Syndrome, HIV/AIDS). Validitas data statistik dalam hal ini tidak dapat diandalkan karena banyak kasus yang tidak dilaporkan. Saat ini ada 1.125 kasus HIV/AIDS yang tercatat di Papua,63 sebanyak 80 kasus baru dilaporkan setiap bulannya, dan tingkat penyebaran HIV/AIDS di Papua yang tercatat resmi sekarang ini mencapai hampir 30 kali lebih tinggi dari tingkat penyebaran di seluruh Indonesia. Dari tahun 1990 sampai 1995, kasus-kasus yang dilaporkan meningkat 3 kali lipat, dengan konsentrasi penderita berasal dari wilayah prostitusi di Timika. Dikhawatirkan sebanyak 5 persen dari populasi Papua telah terjangkit penyakit tersebut.64 Untuk meningkatkan pembangunan sosial dan ekonomi, USAID mengkategorikan Papua sebagai salah satu dari 6 propinsi yang mendapatkan perhatian khusus. Bantuan pembangunan secara resmi diberikan dalam bentuk kontribusi dari perusahaanperusahaan internasional. Dalam hal ini Freeport menyalurkan bantuan langsung kepada masyarakat yang terkena dampak keberadaan perusahaan ini. Freeport mengalokasikan 1 persen dari keuntungan brutonya untuk pembangunan masyarakat setempat. Program yang dinamakan Dana Satu Persen (One Percent Fund) tersebut memberikan dana untuk pelayanan masyarakat, pendidikan, pembangunan infrastruktur, dan proyek-proyek mikrofinansial. Kontribusi yang diberikan BP dapat dianggap setara. Saat ini BP mengkontribusikan US$6 juta kepada Global Development Alliance di USAID. Walaupun bantuan-bantuan ini telah diberikan, Papua tetap menduduki peringkat ke-2 propinsi termiskin dalam Human Development Index 2002 oleh Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP).65 KECENDERUNGAN Dampak yang dirasakan paling berpengaruh dari diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Khusus kepada Papua adalah diusulkannya pemberian kembali pemasukan kepada pemerintah setempat. Jika dana ini dikembalikan, pemerintah tingkat propinsi mengalokasikannya sebagai bentuk bantuan untuk pembangunan sosial. Maka dengan demikian Otonomi Khusus akan memberikan dampak positif yang signifikan pada masyarakat Papua. Undang-Undang ini juga memperkuat institusi sosial tradisional, 61
Departemen Dalam Negeri A.S., Biro Asia Timur dan Pasifik. Background Note Indonesia; University of Texas. West Papua Information Kit; UNDP, Human Development Report 2002; New Internationalist 344. West Papua the Facts (April 2002). 62 Ibid. 63 Antara Interactive. HIV/AIDS Cases in Papua Causes Great Concern. (2 Oktober 2002), www.antara.co.id/e_berita.asp?id=48088 64 Chris W. Green. “Spread of AIDS in Papua at Alarming Level.” The Jakarta Post. (3 Oktober 2002). Lihat juga Aksi Stop AIDS, www.fhi.org/en/cntr/asia/indonesia/indonesciahv/indonesiahvofc.html 65 UNDP. Human Development Report 2002.
60
memperkokoh adat-istiadat tradisional yang berlaku, dan membentuk badan-badan yang menyuarakan aspirasi masyarakat Papua serta mendukung hak-hak suku asli. Selain itu undang-undang ini juga mendukung pembentukan badan-badan konsultatif tingkat pedesaan dan menyediakan penyelesaian konflik tanah melalui mekanisme musyawarah tradisional. Meningkatnya persaingan antar suku dan antar agama mencerminkan ancaman terbesar bagi perceraian masyarakat Papua. Menanggapi kekhawatiran tersebut para pemimpin dari berbagai agama melibatkan diri dalam dialog-dialog antar agama. Contohnya Kelompok Kerja Antar Agama yang didirikan keuskupan gereja Katolik Jayapura, yang berusaha mencegah konflik-konflik antar agama. InterNews juga memproduksi acara radio “Laporan Untuk Perdamaian” (Reporting for Peace)yang bertujuan menanamkan budaya penyelesaian konflik melalui jalan damai. Walaupun Freeport telah melakukan usaha-usaha pembangunan masyarakat setempat, sejumlah orang Papua percaya bahwa perusahaan tersebut memperparah konflik sosial serta mengeruk kekayaan alam. Limbah yang dihasilkan tambang Grasberg mengakibatkan polusi sungai-sungai dan erosi tanah. Sejumlah bantuan yang diberikan Freeport bertindak sebagai “magnet kemanusiaan” yang berfungsi menarik hati rakyat Timika, tetapi ternyata hanya menguntungkan kaum pendatang. Penyebaran bantuan sama sekali tidak merata, sementara pelaksanaannya seringkali tidak melalui konsultasi atau sumbang saran para pemangku adat dan pemimpin masyarakat. KONDISI YANG OPTIMAL Kondisi masyarakat yang dinamis disertai kepercayaan masyarakat kepada lembagalembaga pemerintah diperlukan, untuk menjamin bahwa rakyat Papua dapat menerima keuntungan semaksimal mungkin dari berlakunya Otonomi Khusus. Partisipasi rakyat sipil akan membentuk kepercayaan rakyat Papua sehingga Otonomi Khusus membuahkan peningkatan pada kualitas hidup mereka. Tanpa masyarakat sipil yang berdaya, kegiatan-kegiatan ilegal akan bermunculan, moral pejabat rusak dengan memungkinkan mereka mengkorupsi pemasukan daerah ataupun mencurahkan dana kepada kroni atau pengikut mereka. Keberdayaan masyarakat sipil dapat membantu badan-badan penegakan hukum memberantas kegiatan-kegiatan ilegal, seperti penebangan ilegal dan perdagangan spesies-spesies yang dilindungi, dengan mengutuk dan melaporkan terjadinya kasus-kasus seperti itu. Pendidikan serta pelayanan kesehatan yang baik dapat membalik kecenderungan penganaktirian sejumlah masyarakat. Sebagai titik awal dalam pembangunan sektor pendidikan, perlu diadakan pemeriksaan dan perbaikan pada kondisi infrastruktur, kemudahan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan, kualifikasi institusi pendidikan dan pengajar, rasio guru-murid, tingkat penerimaan murid, kurikulum dan bahasa yang digunakan dalam penyampaian pendidikan. Diskusi mengenai perbaikan kondisi pendidikan harus melibatkan guru-guru, keluarga serta wakil-wakil masyarakat dari kalangan sipil. Pelayanan kesehatan primer dan kesehatan perempuan menjadi prioritas utama. Perbaikan terhadap upaya-upaya perlindungan lingkungan diperlukan terutama pada wilayah perkotaan dan sekitar proyek-proyek pembangunan. Selain itu musyawarah tradisional dan upaya-upaya pencegahan konflik sangat diperlukan untuk menegakkan 61
keteraturan dalam masyarakat, serta mewujudkan keharmonisan antar suku dan antar agama. Dengan bekerja bahu membahu bersama para donatur dan perusahaan-perusahaan asing, lembaga-lembaga pemberdayaan masyarakat dapat menggunakan akses mereka ke masyakarat di seluruh propinsi untuk memperbaiki kondisi sosial. Lembaga-lembaga adat dan gereja-gereja, yang begitu dihormati di tingkat masyarakat paling bawah, merupakan penyedia pelayanan sosial yang sangat penting dan berperan sebagai pusat organisasi masyarakat. Selain itu, perusahaan-perusahaan multinasional diharapkan mengadakan penyesuaian dengan cara mengadakan program-program pembangunan masyarakat agar menguntungkan penduduk pedesaan. Dalam hal pemberian bantuan pembangunan yang resmi, perlu diadakan konsultasi terlebih dahulu dan kerja sama dengan lembaga-lembaga adat. REKOMENDASI Untuk memperkuat keberdayaan masyarakat sipil di Papua, Komisi memberikan rekomendasi agar -
Pemerintah Indonesia memanfaatkan gereja-gereja dan organisasi-organisasi perempuan sebagai wadah penyampaian pelayanan kesehatan dan pendidikan. Para donatur dan pemerintah Indonesia mendukung organisasi-organisasi masyarakat setempat, lembaga-lembaga adat, dan pembangunan sumber daya masyarakat.
-
Para donatur dan pemerintah Indonesia mendukung organisasi-organisasi masyarakat yang bertujuan memberantas korupsi di sektor swasta dan negeri, juga organisasi-organisasi yang memonitor proses desentralisasi dan pelaksanaan Otonomi Khusus.
-
Para donatur mendukung Kelompok Kerja Antar agama dan gerakan perdamaian (Komisi Perdamaian untuk Papua).
-
Pemerintah A.S. menambah jumlah orang Papua yang dapat menerima beasiswa Fulbright sehingga bisa bersekolah di luar negeri. Selain itu perlu juga ditambahkan jumlah orang Papua yang berpartisipasi dalam International Visitors Program.
Untuk meningkatkan pendidikan masyarakat Papua sehingga bisa setara dengan tingkat pendidikan masyarakat lainnya di Indonesia, Komisi merekomendasikan agar -
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan lembaga-lembaga PBB dan para donatur untuk mengadakan evaluasi di sektor pendidikan (termasuk diantaranya sekolah, fasilitas pendidikan, staf pengajar).
-
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan UNICEF dan UNESCO serta para donatur untuk mengubah sistem pendidikan dengan cara 62
o Membayar para guru dengan dana yang berasal dari program desentralisasi. o Mengurangi biaya sekolah dan mengadakan program makan siang dari sekolah. o Membangun taman kanak-kanak melalui organisasi-organisasi perempuan; mendukung pendirian sekolah-sekolah teknik dan kampuskampus yang dikelola swasta ataupun gereja; serta menggaris bawahi pentingnya pendidikan melalui kampanye yang dilakukan gereja atau organisasi perempuan. o Memperluas kesempatan bagi masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil untuk memperoleh pendidikan informal dengan cara bekerja sama dengan gereja dan organisasi-organisasi perempuan (seperti dengan mendirikan perpustakaan-perpustakaan kecil). o Menggunakan dana pemasukan dari desentralisasi untuk menyokong lembaga-lembaga pendidikan yang dikelola gereja. o Mendesain ulang kurikulum sehingga memusatkan perhatian pada kemampuan praktek, serta kemampuan dalam pelajaran ilmu pengetahuan dan matematika. o Meningkatkan kemampuan pedagogik para pengajar, juga kompensasi bagi para pengajar yang berkualitas. o Mengijinkan penduduk pedesaan untuk mengikuti pendidikan dasar dan menengah di dekat tempat mereka tinggal, bukannya memindahkan murid ke pusat konsentrasi populasi. o Meningkatkan program pendidikan yang berkaitan dengan kerja praktek. o Mendirikan sebuah universitas baru di kota yang tidak mempunyai universitas (seperti di Nabire atau Wamena), dan membangun jaringan antara universitas-universitas di Papua dengan universitas lainnya. o Meningkatkan program-program beasiswa untuk masyarakat Papua sehingga bisa sekolah di institusi pendidikan internasional. Untuk memperbaiki kondisi kesehatan masyarakat Papua dan meningkatkan standar kesehatan sehingga setara dengan tingkat kesehatan di daerah lainnya di Indonesia, Komisi mengusulkan agar -
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan badan-badan PBB dan para donatur untuk mengevaluasi sektor pelayanan kesehatan.
-
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan WHO, UNICEF dan para donatur untuk mengubah sistem pelayanan kesehatan dengan cara o Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi melalui media massa, iklan, dan pendidikan melalui sekolah, puskesmas dan organisasi-organisasi perempuan. o Menganjurkan supaya orang Papua berkunjung ke puskesmas untuk memeriksakan kesehatan mereka secara berkala, juga menyediakan pemeriksaan kandungan dan pendidikan tentang kehamilan dan kesehatan bayi terhadap wanita mengandung. 63
o Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memperluas pelayanan kesehatan primer, dan menawarkan pengobatan HIV/AIDS serta program-program yang mengajarkan masyarakat tentang penyakit tersebut. o Menambah jumlah orang Papua yang menerima beasiswa kedokteran dan keperawatan sehingga bisa bersekolah di luar Papua. o Menambah kapasitas kerja Departemen Kesehatan di tingkat propinsi, serta mengalokasikan tambahan dana untuk pelayanan kesehatan dari pendapatan desentralisasi. o Mendirikan rumah sakit di pusat-pusat kota (seperti di Wamena), meningkatkan bantuan kepada puskesmas, dan menggaji lebih tinggi pegawai lembaga-lembaga pelayanan kesehatan yang berkualitas. o Memperbaiki kualitas dan jumlah pusat pelayanan kesehatan dengan membangun sekolah kedokteran dan keperawatan. Untuk memperbaiki media massa dan komunikasi di Papua, Komisi mengusulkan agar -
USAID meningkatkan bantuan untuk koran-koran setempat dan propinsi dengan memusatkan konsentrasi pada pemberitaan yang seimbang.
-
USAID menyediakan peralatan radio tambahan untuk keempat studio InterNews, dan mengembangkan acara-acara “Reporting for Peace” dari InterNews, dengan fokus mengaitkan isi berita dengan sejarah konflik antar suku, terutama konflik antara suku asli Papua dengan para pendatang.
-
USAID meningkatkan jumlah stasiun radio yang didukung oleh InterNews di Wamena, Manokwari, Fak Fak, Biak dan Nabire.
-
USAID mengkoordinasikan program-program magang bagi para pegawai stasiun radio di Papua ke stasiun-stasiun radio di Jakarta atau Bandung (seperti SmartFM atau Mara), melalui perantara InterNews.
-
USAID mendukung pembentukan perusahaan penyedia jasa internet (Internet Service Provider) di Papua.
-
Para donatur membangun sekolah/fakultas jurnalistik di Universitas Cenderawasih (UNCEN), serta menambah jumlah beasiswa ke universitasuniversitas dalam negeri lainnya dan internasional.
Untuk memperbaiki kondisi alam Papua, Komisi menganjurkan agar -
Pemerintah Indonesia bekerja sama dengan Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) dan para donatur untuk membentuk suatu pengelolaan sumber daya alam yang komprehensif untuk industri-industri kelautan, serta tata rencana pemanfaatan hutan.
-
Pemerintah Indonesia meningkatkan kinerja Departemen Kehutanan tingkat propinsi, dan memperbaiki kemampuan BAPELDALDA dalam melakukan tugastugas pengawasan lingkungan. 64
-
Pemerintah Indonesia merumuskan standar-standar pengelolaan air sisa industri dan limbah padat, serta usaha-usaha mengendalikan polusi udara, dan menetapkan prosedur pemberian ijin untuk sektor pertambangan dan minyak bumi.
-
Pejabat tingkat propinsi dan tingkat nasional yang berwenang membuat suatu mekanisme yang bisa menengahi gugatan dalam akusisi dan pemanfaatan tanah serta gugatan rusaknya lingkungan oleh masyarakat setempat.
65
KEADILAN DAN REKONSILIASI KONDISI Keadilan transisional termasuk strategi-strategi untuk menuntut para pelaku kejahatan, mengungkapkan kebenaran atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi, mereformasi institusi-institusi yang disalahgunakan, menyediakan reparasi kepada para korban serta mempromosikan rekonsiliasi. Sebuah strategi yang sukses menampilkan keseimbangan antara usaha-usaha untuk meninjau kembali kebelakang dengan jujur (seperti mengakui adanya dan merekam pelanggaran HAM, lalu menindaklanjuti tindak kejahatan yang terjadi) dengan langkah-langkah prospektif yang ditujukan untuk membangun institusi-insitusi penegakan hukum dan memajukan rekonsiliasi yang sesungguhnya. Di Papua, proses reformasi pasca-Suharto menyebabkan naiknya harapan rakyat akan adanya perbaikan dalam hal hak-hak asasi secara umum. Kongres Papua Kedua Juni 2000 yang dihadiri sekitar 25 ribu rakyat Papua dari berbagai suku dan komunitas, menolak pemikiran bahwa rakyat Papua secara suka rela memutuskan untuk berintegrasi dengan Indonesia, sehingga menyerukan agar diadakan langkah-langkah untuk meluruskan sejarah. Dengan menyatakan bahwa Aksi Kebebasan Memilih tahun 1969 dilakukan atas dasar paksaan, para delegasi Kongres membentuk Presidium Dewan Papua (PDP) untuk mewakili aspirasi masyarakat Papua secara luas dan berdiri sendiri lebih dini.66 Saat perayaan hari Proklamasi Indonesia 17 Agustus 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan dalam kebijakankebijakan lampau, serta ekses-ekses kekerasan kekerasan militer di Aceh dan Papua. Ia bersumpah untuk meninggalkan kebijakan-kebijakan yang salah itu, dan menyeret pelaku pelanggaran HAM ke meja hijau. Gerakan anti kekerasan berkembang di Papua dan telah mencapai keberhasilan signifikan dalam mengurangi aksi kekerasan yang ditimbulkan oleh kelompok-kelompok milisi dan sekte-sekte tertentu. Gerakan yang didukung para pemimpin gereja, ornop, kelompok-kelompok baik dari suku Papua maupun suku lainnya, akademisi, dan POLDA ini menyelenggarakan “Konferensi Perdamaian” di Jayapura (Oktober 2002). Konferensi ini menghasilkan usulan dibentuknya Komisi Perdamaian untuk Papua (yang juga dikenal sebagai Satgas Perdamaian untuk Papua). Lembaga independen ini berusaha mencegah terjadinya kekerasan melalui dialog, agar dapat tercipta Zona Damai di Papua. DPRD mendukung langkah-langkah tersebut dengan meluncurkan undang-undang yang menyebutkan Papua sebagai Zona Damai. Meskipun demikian, pelanggaran-pelanggaran HAM yang serius masih terjadi di Papua, tanpa ada penindakan tegas terhadap pelakunya. Pada tahun 2001, kebebasan berpolitik dipangkas; para pemimpin politik ditangkap, diinterogasi dan diancam; sementara para demonstran pro-demokrasi yang melakukan aksi damai menjadi target. 66
Kata merdeka dalam hal ini merupakan konsep utopis yang lahir dari teori pembebasan rakyat Papua, yaitu emansipasi, kemerdekaan dan akhir dari penindasan. Kata ini lalu diasosiasikan dengan seruan untuk mengakhiri pemerintahan Indonesia di Papua.
66
Ada tuduhan bahwa ini merupakan tindakan balas dendam yang dilakukan kepada masyarakat, berdasarkan insiden-insiden yang melibatkan Organisasi Papua Merdeka (OPM). Menurut Lembaga Studi dan Advokasi Hak Asasi Manusia (ELSHAM), organisasi hak asasi manusia terkemuka di Papua, telah terjadi 139 kasus pembunuhan serta 838 kasus penahanan sewenang-wenang dan penyiksaan (1998-2001). Tiga perempuan, termasuk istri Johannes Bonay, direktur eksekutif ELSAM, terluka ketika mobil yang mereka kendarai ditembak (28 Desember 2002). Para aktivis HAM terus mengalami ancaman-ancaman serius yang membahayakan hidup mereka. Tahun 2001, Pelapor Khusus PBB untuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Kelompok Kerja PBB untuk Penahanan Sewenang-wenang “dilarang masuk” ke Papua oleh Pemerintah Pusat. Dalam beberapa tahun terakhir perusahaan-perusahaan telah membangun strategi pengamanan berbasis masyarakat. Perusahaan-perusahaan itu menunjukkan komitmen yang lebih besar untuk kewajiban-kewajiban sosial yang perlu mereka jalankan serta masalah HAM, sambil sementara mencoba untuk mengubah persepsi umum bahwa mereka membutakan diri atas pelanggaran-pelanggaran HAM yang terjadi. KECENDERUNGAN Sebagian besar masyarakat di Papua tidak begitu percaya bahwa pemerintah tingkat propinsi akan menindak anggota militer yang melakukan tindak kriminal. Contohnya, mereka yang bertanggung jawab atas pembantaian di Wamena (1977), pembunuhan Arnold Ap (1984) dan Nearan-Nebelan Anggaibak (1994), pemerkosaan di Mapenduma (1996), dan insiden penaikan bendera di Biak (1998) tidak pernah dibawa ke pengadilan. Sungguh luar biasa bahwa tidak ada anggota militer yang dinyatakan bersalah dalam pelanggaran HAM di Papua dan dihukum secara semestinya. Tujuh anggota KOPASSUS dinyatakan bersalah oleh sebuah pengadilan militer atas pembunuhan Ketua PDP, Theys Eluay. Pengadilan tujuh anggota KOPASSUS yang dituduh membunuh Ketua PDP Theys Hiyo Eluay berlangsung di Mahkamah Militer Surabaya. Walaupun jaksa hanya menuntut hukuman 2-3 tahun bagi para tertuduh, pengadilan ini menggambarkan kesempatan yang sangat penting bagi Pemerintah Pusat untuk menunjukkan sebuah komitmen pada akuntabilitas. Saat tulisan ini dibuat, tidak ada upaya untuk menelusuri rantai komando berdasarkan prinsip pertanggungjawaban komando—jika bukan perintah-perintah spesifik—yang membuat prajurit bawahannya menyerang secara fisik, dan membunuh pemimpin Papua yang terkemuka tersebut. Menanggapi proposal yang diajukan oleh gubernur Papua, Undang-Undang Otonomi Khusus meminta pembentukan sebuah komisi kebenaran untuk “menstabilkan persatuan dan integritas rakyat Propinsi Papua.” Tujuan dari komisi yang diusulkan tersebut adalah untuk “meluruskan sejarah Papua, menstabilkan persatuan dan integritas bangsa dalam negara persatuan Republik Indonesia,” dan untuk “menyusun dan menentukan langkahlangkah rekonsiliasi.” Tahun 2001, Presiden Megawati menunjuk Menteri Koordinasi Politik dan Keamanan Susilo Bambang Yudhoyono untuk memulai Dialog Rekonsiliasi Nasional dengan para pemimpin-pemimpin Papua. Meskipun Yudhoyono telah bertemu dengan para pemimpin PDP, dialog tersebut terhenti tanpa hasil.
67
Tahun 2002, Kontras Papua (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) telah mulai menyelenggarakan pertemuan-pertemuan dengan para akademisi, anggota DPRD, pejabat pemerintah lokal dan media massa untuk mendiskusikan rencana pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Para peserta menekankan pentingnya partisipasi secara luas dalam merumuskan mandat dari Komisi. KONDISI YANG OPTIMAL Suatu proses penyampaian peristiwa pelanggaran HAM sekaligus mempertimbangkan sejarah Papua yang penuh kekerasan merupakan hal yang esensial dalam rangka menghentikan konflik; serta menjelaskan penindasan dan rasa tidak percaya yang dialami oleh sebagian besar suku Papua. Kurangnya rasa tanggung jawab menyebabkan lingkaran setan pelanggaran hak yang kian membesar, juga meningkatkan radikalisme rakyat Papua. Langkah-langkah perlu diambil untuk memperbaiki keseluruhan sistem hukum, mulai dari polisi, penjara, sampai ke pengadilan. Perhatian khusus perlu diberikan kepada pelatihan hakim-hakim profesional yang tidak berpihak, para pegawai pengadilan, dan para jaksa. Peningkatan keandalan hamba hukum juga dapat dilakukan melalui pembentukan standar yang jelas, mengevaluasi proses dan hasil kerja, dan memecat pegawai yang tidak kompeten atau melakukan korupsi. Pemberian gaji yang lebih tinggi bagi para pegawai setempat dapat mengurangi korupsi. Mekanisme-mekanisme penyelesaian masalah akan berpatokan pada tradisitradisi adat. Gerakan antar agama dan kaum perempuan juga merupakan partner yang sangat penting dalam pembentukan dialog untuk pertanggung jawaban terhadap sejarah Papua yang penuh kekerasan, juga mendorong hubungan antar agama yang lebih baik. Sebagai contoh, Muhammadiyah, organisasi Muslim kedua terbesar di Indonesia, mengirimkan delegasi ke Papua untuk diskusi antar agama. Pengalaman dunia internasional mengindikasikan bahwa langkah-langkah menuju kebenaran dan rekonsiliasi hanya bisa efektif jika semua pihak, terutama pihak korban pelanggaran HAM, merasa optimis bahwa penyelidikan terhadap apa yang telah terjadi dilakukan secara terbuka dan independen. Usaha-usaha untuk mencari kebenaran dan rekonsiliasi akan gagal bila orang Papua merasa penekanan pada persatuan dan kesatuan bangsa akan menghalangi sebuah pemeriksaan yang jujur atas masa lalu Sebaliknya, pemerintah akan lebih diuntungkan bila rakyat Papua bisa merasakan bahwa penderitaan mereka telah diakui sebagaimana mestinya, yang ditindaklanjuti dengan dijalankannya langkah-langkah pemulihan. Penting bagi pemerintah Indonesia untuk memulai langkah-langkah pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi yang efektif dan didasarkan oleh proses konsultasi menyeluruh dengan organisasi non pemerintah, masyarakat setempat, dan para korban di Papua. Agar efektif, proses pengungkapan kebenaran dan rekonsiliasi ini tidak boleh dijadikan sebuah proses yang dimanipulasi secara politik, sebuah substitusi pengganti akuntabilitas, atau sebuah alat untuk memberikan amnesti terhadap pelanggaran HAM.
68
REKOMENDASI Untuk memenuhi akuntabilitas, Komisi menyarankan agar -
-
Pemerintah Indonesia memperkuat kinerja kantor Inspektur Jenderal TNI dalam menangani pengaduan-pengaduan korupsi; memperluas Kantor Pertanggungjawaban Profesional POLRI; dan membuat cabang-cabang kantor Irjen TNI dan Kantor Pertanggung jawaban Profesional POLRI di Papua. TNI, POLRI dan para pemimpin Papua membentuk suatu mekanisme penyelidikan yang lebih efektif dalam menghadapi tuduhan-tuduhan rakyat akan pelanggaran yang dilakukan anggota militer. Pemerintah Indonesia dan pihak berwajib di Papua menjamin bahwa pelaku pelanggaran HAM akan diseret ke hadapan pengadilan yang imparsial yang diselenggarakan oleh hakim-hakim dan jaksa-jaksa independen. Pemerintah Indonesia dan DPRD membentuk sebuah program untuk melatih dan memberikan dukungan sepenuhnya kepada proses peradilan yang independen di Papua. Para donatur, organisasi-organisasi internasional dan perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Papua menyediakan bantuan yang memadai bagi organisasiorganisasi setempat yang bergerak di bidang pendidikan dan pemantauan HAM. Pemerintah Indonesia mengijinkan para pelapor khusus dari PBB dan organisasiorganisasi pemantau HAM internasional masuk ke Papua.
Untuk memajukan proses pencarian kebenaran dan rekonsiliasi, Komisi merekomendasikan agar -
Pemerintah Indonesia, dengan konsultasi para pemuka Papua seperti gubernur, anggota DPRD, pemimpin masyarakat dan pemuka agama, membentuk “Kelompok Rekonsiliasi” (Reconciliation Group) yang dipimpin seorang individu yang terkemuka, untuk berunding dengan rakyat Papua dan para ahli internasional dalam menyegarkan kembali Dialog Rekonsiliasi Nasional; serta mengembangkan sebuah proses pencarian kebenaran, keadilan dan rekonsiliasi di Papua seperti yang digariskan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus.
Untuk mewujudkan keharmonisan hubungan antar kelompok dan antar agama, Komisi mengusulkan agar -
-
Organisasi-organisasi keagamaan, etnis dan kesukuan untuk meneruskan dialog penyelesaian masalah secara damai. Selain itu sumber daya donor harus digunakan untuk melembagakan dialog melalui penguatan badan pengaturan yang permanen (seperti Komisi Perdamaian Papua). Otoritas tingkat propinsi memperkuat hukum kebiasaan adat dengan mengkombinasikan pengindahan prosedur hukum dan perlindungan terhadap HAM untuk mengelola masalah-masalah local secara lebih efektif dan menurunkan eskalasi konflik.
69
DORONGAN DAN TINDAKAN DARI PIHAK-PIHAK BERKEPENTINGAN Bagian ini memberikan analisa terhadap kepentingan-kepentingan pihak-pihak terkait (stakeholders) dan pola-pola partisipasi mereka. Sebagian dari pendekatan “imbalan dan hukuman” nya, Komisi menekankan peranan pihak-pihak terkait dalam menyediakan dorongan untuk mempengaruhi aktor-aktor kunci baik tingkat nasional maupun lokal. Kunci untuk memobilisasi pihak-pihak internasional yang terkait adalah kerja sama dengan pemerintah Indonesia, melalui organisasi-organisasi dan mekanisme-mekanisme yang telah terbentuk untuk bantuan pembangunan yang resmi. Untuk tercapainya hal ini, Komisi merekomendasikan agar -
European Commission (EC) atau Komisi Eropa menawarkan dan menyediakan bantuan untuk menjalankan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik (Preventive Development Program) pada pertemuan Bank Dunia (World Bank) khususnya Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Consultative Group on Indonesia, CGI).
-
Program Pembangunan PBB (United Nations Development Program, UNDP) dan negara-negara donatur melakukan Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah Konflik (Preventive Development Assessment) untuk mengkaji ulang kegiatan-kegiatan pencegahan konflik yang ada, mengidentifikasi adanya gap pada pelaksanaan program, dan mengembangkan strategi pembangunan-yang mencegah konflik secara menyeluruh di Papua.
-
Kelompok Konsultasi untuk Indonesia mengutus para anggotanya untuk membentuk “Komite Papua” (Papua Committee) bersama Kelompok Kerabat Donor (Donor Affinity Groups) untuk membantu koordinasi donor dan menghimpun dana baru dari kegiatan-kegiatan yang dikembangkan sebagai bagian dari Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik (Preventive Development Program).
-
Sebuah negara donor, misalnya Jepang, menjadi tuan rumah konferensi untuk meluncurkan Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik (Preventive Development Program). NEGARA-NEGARA KUNCI
Komisi menyarankan bahwa pihak-pihak terkait yang berpengaruh, seperti Amerika Serikat, dan negara-negara lain yang peduli, untuk lebih menonjolkan Papua dalam dialog mereka dengan para pejabat Indonesia. Adalah penting bagi pemerintahpemerintah yang terkait untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik terhadap situasi di Papua. Komisi meyakini laporan ini dapat digunakan untuk tujuan tersebut. Komisi juga mendesak pemerintah negara-negara terkait untuk mengutus perwakilan kedutaan masing-masing yang bertempat di Jakarta, dalam pencarian fakta secara berkala 70
di Papua. Rekan-rekan Indonesia tersebut seharusnya menunjukkan kepada pemerintah Indonesia bahwa sebuah kebijakan yang didominasi pertimbangan keamanan akan meradikalisasi rakyat di Papua, meningkatkan kemungkinan terjadinya kekerasan yang mematikan, dan membuat dunia internasional semakin intensif meminta dilakukannya tindakan kemanusiaan. Negara-negara yang peduli bisa mendukung pesan ini dengan menyediakan bantuan teknis yang relevan, khususnya yang memberikan pengaruh ke Otonomi Khusus. Para Donor bisa juga merancang suatu bantuan dana untuk memperbaiki kesejahteraan rakyat Papua, dengan cara mengijinkan mereka mewujudkan penadbiran sendiri dan mengalokasikan porsi lebih besar dari hasil kekayaan alam propinsi tersebut. Performance-Oriented Management Program (PERFORM) atau Program Pengelolaan Berorientasi pada Hasil Kerja, yang dibentuk USAID dinilai telah memberikan bantuan yang berarti dalam menolong pemerintah tingkat kabupaten, sehingga perlu diberikan dukungan lebih lanjut. Program Reformasi Hukum (Legal Reform Program) dari USAID juga membuahkan hasil. Program yang ditujukan untuk memperkuat penegakan undangundang ini melibatkan pengembangan kelembagaan seperti pada tingkat lokal dan nasional, begitupula dengan penuntutan kasus-kasus Papua yang penting, seperti kasus pembunuhan di Tembagapura (Agustus 2002). Office of Transitional Initiatives (Kantor Pengambilan Langkah-inisiatif Transisional) dapat mengembangkan proyek-proyek yang memberikan dampak langsung dengan menggunakan strategi-strategi Preventive Development dalam desain dan pembentukan proyek. Walaupun negara-negara donatur, termasuk Jepang, mengurangi anggarannya untuk Bantuan Resmi Pembangunan (official development assistance atau ODA), sumber-sumber dana yang langka masih bisa dimaksimalkan dengan mekanisme-mekanisme kreatif yang menyambungkan ODA dengan pencegahan konflik. Komisi menyarankan agar Program Pembangunan PBB dan negara-negara donatur melakukan “Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive Development Assessment) sejalan dengan berlangsungnya kegiatan-kegiatan pembangunan untuk melindungi di Indonesia, untuk mengevaluasi kegiatan-kegiatan pencegahan konflik yang ada, serta mengidentifikasi gap-gap yang ada selama pelaksanaan program. Untuk memperoleh dana bantuan baru, DAGs harus dipimpin oleh negara donor yang memiliki keahlian dalam area tematik. KERANGKA KERJA MULTILATERAL Kejadian-kejadian di masa lampau membuktikan keterkaitan antara pemberian dana bantuan dengan proses perdamaian dalam negeri di Indonesia. Dalam konferensi negaranegara donor di Tokyo 3 Desember 2002, negara-negara donor dan lembaga-lembaga penyedia dana berjanji menyediakan dana yang cukup besar untuk pembangunan kembali setelah konflik berakhir, dengan fokus pada pemberian bantuan kemanusiaan, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur. Prinsip yang sama bisa diterapkan di Papua. Tetapi bukannya memusatkan perhatian pada pembangunan pasca-konflik, investasi harus ditujukan kepada pencegahan konflik. Dengan menggunakan Kerangka Kerja Bantuan Pembangunan PBB (United Nations 71
Development Assistance Framework), Tim Negara PBB bekerja sama dengan negaranegara donatur akan melakukan “Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive Development Assessment). Sementara itu Komisi Eropa (European Commission), dalam rangka menindaklanjuti Misi Evaluasi Pencegahan Konflik ke Indonesia 2001, menawarkan dan memberikan dukungan untuk dilaksanakannya “Program Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive Development Program) di pertemuan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia yang akan datang. Mengingat peran Jepang sebagai pelopor usaha-usaha pembangunan kembali pasca-konflik, Komisi menyarankan agar pemerintah Jepang mengusulkan Kelompok Konsultasi untuk Indonesia untuk membuat pertemuan awal dalam rangka menentukan kesepakatan bersama, membahas struktur dan tanggung jawab para donatur, dan menyediakan modal bagi kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. LEMBAGA-LEMBAGA KEUANGAN INTERNASIONAL Berdasarkan usul para anggotanya, Kelompok Konsultasi untuk Indonesia akan mendirikan “Komite Papua” (Papua Committee) dengan DAGs untuk membantu koordinasi dana bantuan dan menghimpun dana baru sebagai modal dalam pembangunan yang mencegah konflik. Jika Komisi Eropa (European Commission) dan donatur lainnya bersedia meningkatkan kontribusi, mereka akan meminta transparansi dan akuntabilitas. Daripada persyaratan ketat, mereka akan tetap menggunakan mekanisme pemantauan informal. Komisi menyarankan agar para peserta Komite Papua (Papua Committee) bekerja sama untuk mengevaluasi dampak dana bantuan yang diberikan, dan menilai apakah kontribusi-kontribusi tersebut berhasil dalam mewujudkan reformasi. PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MULTINASIONAL Laporan berikut membahas kegiatan-kegiatan PT. Freeport-McMoran Copper & Gold dan perusahaan-perusahaan multinasional lainnya yang berbisnis di Papua, serta membuat sejumlah rekomendasi untuk meningkatkan kontribusi pada perdamaian dan perkembangannya di Papua. Sebagian besar rekomendasi ini mendukung programprogram yang telah berjalan dalam hal pembangunan kondisi ekonomi daerah, transparansi keuangan, keamanan dan rekonsiliasi. Komisi memberikan rekomendasi agar perusahaan-perusahaan tersebut meneruskan dan mengintensifkan program-program tersebut dalam rangka menyukseskan Otonomi Khusus. Jika PT. Freeport dan BP bahumembahu dalam pelaksanaan program-program tersebut, maka mereka bisa membawa perubahan berarti. Komisi percaya bahwa perusahaan-perusahaan internasional bisa mengurangi peningkatan konflik dengan menganjurkan supaya pemerintah Indonesia mengganti pendekatan yang dilakukan untuk menciptakan keamanan di Papua. Perusahaanperusahaan multinasional tersebut tidak menginginkan adanya kontrak pengamanan dengan TNI pada akhirnya. Melihat sulitnya posisi perusahaan jika dikaitkan dengan kontraknya dengan TNI tadi, sementara tidak mungkin untuk membatalkan kontrak dengan segera, maka Komisi menyarankan agar perusahaan-perusahaan internasional tadi melakukan negosiasi dengan pemerintah untuk secara gradual melepaskan diri dari 72
kontrak dengan TNI. Komisi juga menyarankan supaya perusahaan-perusahaan tersebut lebih jauh menswastakan fungsi keamanan dan melibatkan satuan keamanan setempat yang kompeten. Perusahaan multinasional harus menyediakan laporan menyeluruh secara berkala tentang pelaksanaan “Prinsip-Prinsip Sukarela Keamanan dan HAM” (Voluntary Principles on Security and Human Rights) yang mereka jalankan. Komisi mendukung “Publikasikan Yang Anda Bayar” (Publish What You Pay) yang disusun oleh Open Society Institute. ORGANISASI NON PEMERINTAH Laporan berikut membahas kegiatan-kegiatan yang kini dilakukan oleh organisasi non pemerintah (Ornop) di Papua, dan merekomendasikan langkah-langkah yang perlu diambil untuk membantu usaha-usaha itu. Dalam rangka meningkatkan kesadaran tentang perkembangan dan masalah-masalah di Papua, Komisi menganjurkan dibentuknya Kelompok Pemantau Papua (Papua Monitoring Group, PMG), yang memantau kondisi di Papua sehingga dapat membawa profil Papua ke forum internasional. PMG yang beranggotakan ahli-ahli dari berbagai ornop di Indonesia akan menerbitkan laporan per caturwulan, dan jika dibutuhkan akan mengeluarkan pemberitahuan darurat. PMG yang dikelola oleh CSIS Jakarta juga dikepalai Jusuf Wanandi, dan mantan gubernur Irian Jaya Barnabas Suebu. Dana bagi proyek bisa diperoleh dari negara donor yang tertarik mengembangkan peran masyarakat sipil dalam proses perdamaian (contohnya Norwegia). Dukungan juga direkomendasikan untuk sebuah NGO internasional yang berkualitas seperti International Center for Transitional Justice (ICTJ), untuk melakukan kegiatankegiatan di Jakarta dan Papua yang dapat meningkatkan kesadaran mengenai bentukbentuk internasional yang pernah ada untuk pencarian kebenaran serta rekonsiliasi, sekaligusmenyediakan bantuan teknis terhadap sebuah strategi yang diperlukan untuk situasi di Papua. “Penilaian terhadap Pembangunan Yang Mencegah Konflik” (Preventive Development Assessment) juga akan memasukan sebuah komponen organisasi non pemerintah, dengan memfasilitasi kerjasama antara organisasi yang sekuler dan yang berbasis agama dalam program-program pembangunan sosial di Papua. Satu pelajaran penting yang dapat diambil dari perjanjian Aceh tahun lalu adalah pemerintah harus mengambil langkah proaktif untuk menyegarkan kembali dialog yang membahas konflik-konflik teritorial (9 Desember 2002). Penunjukan Duta Besar Wiryono, seorang diplomat yang sudah pensiun namun berpengalaman sebagai mediator di Mindanao, merupakan langkah penting dalam membawakan kebijakan pemerintah dalam negosiasi di Aceh. Keterlibatan Hassan Wirajuda dan Menkopolkam S.B. Yudhoyono juga penting bagi keberhasilan negosiasi tersebut. Selain itu penampilan dan keterlibatan pribadi Presiden Megawati Sukarnoputri juga memberikan pengaruh penting. Maka Komisi mengusulkan untuk mengadakan rapat pertemuan untuk mengevaluasi laporan ini. Pertemuan itu harus melibatkan wakil-wakil dari Papua, juga pejabat pemerintah pusat yang terlibat dalam kelompok kerja untuk Papua. Komisi 73
mengharapkan pembahasan-pembahasan dalam pertemuan ini menjadi langkah awal yang baik bagi dialog yang berkelanjutkan. Dalam hal ini Komisi untuk Indonesia: Perdamaian dan Perkembangan di Papua tidak akan berperan sebagai mediator. Namun demikian, laporan ini dapat menjadi sebuah titik awal bagi pembahasan untuk mengenai pemajuan kepercayaan, membangun keyakinan serta meningkatkan pencegahan konflik.
74
LAMPIRAN
75
LAMPIRAN A: ANGGOTA KOMISI DENNIS C. BLAIR, Ketua Komisi untuk Indonesia, adalah Senior Fellow di Institute for Defense Analysis, dan Adjunct Senior Fellow di National Security Studies pada Council on Foreign Relations. Laksamana purnawirawan Angkatan Laut A.S. ini pernah menjabat sebagai Komandan Pasukan Angkatan Laut A.S. di wilayah Pasifik. PATRICK M. BYRNE, adalah Chief Executive Officer (CEO) Overstock.com, yang juga pemilik High Plains Investments LLC. Sebelumnya Dr. Byrne menjabat sebagai CEO Centricut LLC dan CEO Fechheimer Brothers, Inc. Di Council on Foreign Relations ia bertugas dalam Advisory Committee of the Center for Preventive Action. Dr. Byrne yang telah menerbitkan sejumlah publikasi menerima gelarnya dari Stanford University. NAT J. COLLETTA, adalah profesor di Elliot School for International Affairs di George Washington University setelah sebelumnya mengajar di beberapa universitas terkemuka lainnya. Selain perannya sebagai Founding Manager dalam unit pasca-konflik yang dibentuk World Bank, Colletta juga bertugas sebagai juru bicara senior World Bank dalam bidang rekonstruksi dan perwujudan perdamaian masyarakat pasca-konflik. Ia bertindak sebagai penasehat pemerintah, perusahaan dan komunitas donatur internasional, dalam hal pencegahan dan penanganan konflik serta rekonstruksi pascakonflik. Sepanjang karirnya di World Bank Dr. Colletta telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan UNICEF. RAUF DIWAN, adalah Managing Director di Emerging Markets Partnership (EMP). Pada bulan Mei 2003 Diwan akan diangkat menjadi CEO AIG Asian Infrastructure Fund. Sebelum bergabung dengan EMP tahun 1997, ia bekerja pada International Finance Corporation (anak perusahaan World Bank yang bergerak di bidang swasta) selama 15 tahun. Tahun 1997 ia menjabat sebagai Director of the Global Power Department, dan sebelumnya pada tahun 1994-95 ia mengepalai Divisi Asia Timur. BENNETT FREEMAN, adalah Kepala Sustainable Investment Strategies, konsultan yang berpusat di Washington, D.C., yang menangani perusahaan-perusahaan multinasional, institusi-institusi internasional dan ornopseputar masalah-masalah yang berkaitan dengan kewajiban perusahaan, HAM, dan hubungan internasional. Tahun 2002 ia ikut menulis evaluasi independen seputar masalah HAM di proyek “Tangguh” milik BP di Papua. Ini merupakan evaluasi yang pertama kali ditulis di dunia berkenaan dengan sebuah proyek besar di bidang energi. Selaku Asisten Deputi bidang Demokrasi, HAM dan Tenaga Kerja Menteri Dalam Negeri A.S. tahun 1999-2001, Freeman adalah perancang utama Prinsip-Prinsip Sukarela Keamanan dan HAM (Voluntary Principles on Security and Human Rights), yaitu standar HAM yang pertama disusun oleh pemerintah, perusahan dan ornop di sektor ekstraktif. JOACHIM GFOELLER JR., turut mendirikan lembaga pendahulu GMG, GMS Capital Partners LP pada tahun 1997, dan sejak awal menjabat sebagai Managing General Partner. Sebelum bergabung dengan GMS, Gfoeller adalah salah seorang partner pendiri 76
Stolberg Partners, dan sempat bertugas sebagai wakil presiden perusahaan Weiss, Peck & Greer. BRIGHAM M. GOLDEN, saat ini tengah menyelesaikan disertasi tentang PT. Freeport Indonesia di Departemen Antropologi Columbia University. Golden menghabiskan 6 tahun di Indonesia, kebanyakan di Papua, dimana ia melakukan penelitian etnografis. ROBERT F. GREALY, adalah Direktur Hubungan Internasional Asia-Pasifik pada J.P. Morgan Chase & Co. Ia bertugas dalam Board of Directors di American Indonesian Chamber of Commerce. CHARLES GREGORY, adalah Direktur Schools of Management at International Schools Services di Princeton University, sebuah penyelenggara pelayanan pendidikan nirlaba untuk sekolah-sekolah internasional dan perusahaan-perusahaan multinasional. Ia aktif di dunia pendidikan sejak awal 1970an dan telah mengepalai beberapa sekolah internasional di Timur Tengah, Afrika, Asia Tenggara dan Kepulauan Karibia. JANINE W. HILL, adalah Associate Director pada Center for Preventive Action di Council on Foreign Relations. SYDNEY R. JONES, yang sebelum menjabat sebagai Indonesia Project Director pada International Crisis Group adalah Direktur Eksekutif dari Human Rights Watch divisi Asia sejak 1989 sampai 2002. Jones adalah spesialis telah bekerja selama 20 tahun baik di dalam maupun luar Indonesia dalam menangani masalah-masalah Indonesia. Ia juga bertugas sebagai Direktur Kantor Urusan HAM saat berlakunya Administrasi Transisi oleh PBB di Timor Timur sejak Desember 1999 hingga Juli 2000. MARIA J. KRISTENSEN, adalah peneliti pada Center for Preventive Action di Council on Foreign Relations. JONATHAN E. LEVITSKY, adalah pengacara pada biro hukum Debevoise & Plimpton di New York. Sebelumnya ia pernah menjabat sebagai penasehat Duta Besar A.S. untuk PBB Richard C. Holbrooke, anggota Policy Planning Staff pada Departemen Dalam Negeri A.S., juga sebagai pengacara yang membantu John Paul Stevens, salah satu Hakim Agung pada Mahkamah Agung A.S. RANDOLPH MARTIN, adalah mantan Direktur Operasi Senior pada International Rescue Committee dan Koordinator CARDI, sebuah konsorsium Ornop beranggotakan 4 negara Eropa dan Amerika yang menyelenggarakan program-program kemanusiaan dan re-integrasi bangsa Indonesia. Martin berperan dalam sejumlah operasi kemanusiaan internasional selama 20 tahun, termasuk menjabat sebagai manajemen senior di beberapa lembaga di Afrika dan Asia. ANN MARIE MURPHY, menjabat sebagai Adjunct Professor of Political Science di Barnard College, dan peneliti pada East Asia Institute di Columbia University. Ia mengelola proyek Transation Indonesia, sebuah usaha bersama oleh Amerika, Jepang dan Australia yang menganalisa event-event politik dan ekonomi yang berjalan di Indonesia, serta merumuskan pilihan-pilihan dalam penetapan kebijakan. Publikasi terakhirnya 77
adalah sebuah bab tentang Indonesia dalam buku East Asia and Globalization, dan saat ini sedang menyelesaikan manuskriptentang kebijakan luar negeri Indonesia. WILLIAM L. NASH, adalah Senior Fellow dan Direktur Center for Preventive Action pada Council on Foreign Relations. MARTIN D. PEATROS, adalah seorang kolonel Korps Marinir A.S., dan saat ini menjabat sebagai Military Fellow pada Council on Foreign Relations. DAVID L. PHILLIPS, menjabat sebagai Senior Fellow dan Deputy Director pada Center for Preventive Action di Council on Foreign Relations. Selain itu ia juga bertugas sebagai Direktur Program Conflict Resolution and Peace-Building di American University, Senior Associate pada Center for Strategic and International Studies, Adjunct Professor pada Diplomatic Academy di Wina, Austria, dan analis NBC News. Phillips juga pernah bertugas sebagai penasehat senior di Sekretariat PBB, dan Program Director pada International Peace Research Institute di Norwegia. JOSEPH SAUNDERS, adalah Deputy Program Director pada Human Rights Watch (HRW). Walaupun hanya sebentar menjadi Senior Program Officer pada Carnegie Council on Ethics and International Affairs, Saunders mengabdi pada HRW selama 6 tahun. Sebelum bergabung dengan HRW, ia menjabat sebagai Litigation Associate pada biro hukum Cleary, Gottlieb, Steen & Hamilton di New York, dan menjadi asisten YM. Dorothy W. Nelson di Pengadilan Tingkat Banding Ninth Circuit. Sebelum masuk sekolah hukum, Saunders belajar antropologi kebudayaan dan menghabiskan waktu 2 tahun di Indonesia sebagai penerima beasiswa Fulbright. ADAM SCHWARZ, adalah konsultan pada McKinsey & Company, dan saat ini tinggal di Jakarta. Sebelum bergabung dengan McKinsey, ia mengelola sebuah biro konsultan mengenai resiko-resiko bidang politik dan ekonomi di Washington, D.C. Di kota ini pula ia mengajar di Georgetown University dan School of Advanced International Studies di Johns Hopkins University. Schwarz pernah tinggal selama 10 tahun di Asia Tenggara ketika bekerja sebagai koresponden majalah Far Eastern Economic Review. Ia menulis, mengedit, dan memberikan kontribusi pada sejumlah buku mengenai Indonesia dan Asia Tenggara, termasuk sebuah studi terkini mengenai Indonesia, A Nation in Waiting: Indonesia’s Search for Stability. CALVIN G. SIMS, adalah Koresponden Asing pada The New York Times Television Documentaries, dan dosen tamu bidang jurnalistik di Princeton University. Baru-baru ini Sims menjabat sebagai Senior Fellow untuk Studi Asia pada Council on Foreign Relations, di mana ia mengepalai proyek penelitian yang mengkaji peningkatan gerakan ekstrim Islam di Indonesia. NANCY SODERBERG, menjabat sebagai Wakil Presiden Masalah-masalah Multilateral di International Crisis Group. Duta Besar Soderberg telah menduduki sejumlah posisi tinggi di White House, PBB dan Kongres A.S. Pada tahun 1993 sampai 1997 ia adalah pejabat ketiga terpenting pada National Security Council di White House, juga sebagai Asisten Deputi Presiden pada National Security Affairs. Sejak 1997 sampai 2001, Soderberg bertugas sebagai Wakil Cadangan A.S. ke PBB. 78
GORDON R. SULLIVAN, adalah Presiden Association of U.S. Army dan veteran perang Vietnam. Ia dipromosikan menjadi Jenderal sementara pada tahun 1990, dan pernah bertugas menjadi Chief of Staff Angkatan Darat A.S. tahun 1991-95, ketika pensiun. Semasa tugasnya sebagai Chief of Staff, Jenderal Sullivan bertanggung jawab atas proses transformasi dalam tubuh Angkatan Darat, mengawasi misi-misi baru pemeliharaan perdamaian di seluruh dunia, serta menuntun Angkatan Darat menuju era teknologi informatika. PAUL VAN ZYL, menjabat sebagai Direktur Country Programs Unit pada International Center for Transitional Justice, dan mengajar hukum pada sekolah-sekolah hukum di Columbia University dan New York University. Sebelumnya ia menjabat sebagai Executive Secretary pada Truth and Reconciliation Commission di Afrika Selatan. Selain itu Van Zyl adalah peneliti pada Goldstone Commission di Afrika Selatan, dan pernah menjadi partner pada biro hukum Davis Polk & wardwell di New York.
79
LAMPIRAN B: AKTOR LOKAL DI PAPUA PEMERINTAH DAERAH Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) adalah badan legislatif utama di tingkat propinsi. DPRD yang dikepalai John Ibo kini sedang mengkaji sekitar 300 peraturan daerah dalam Otonomi Khusus, yang diusulkan oleh Tim Khusus Perda. DPRD Papua beranggotakan 45 orang, 23 diantaranya bukan suku Papua. Sekitar 10 persen dari kursi di DPRD dialokasikan untuk pejabat militer baik yang aktif maupun telah pensiun. DPRD bertanggung jawab mengangkat gubernur dan wakil gubernur Papua, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, juga para wakil yang duduk di MPR. Lembaga ini juga mempersiapkan anggaran daerah dan bekerja sama dengan gubernur, bupati, serta walikota untuk membentuk peraturan daerah. DPRD melaksanakan ketetapanketetapan dan peraturan daerah dan mengawasi anggaran dan kebijakan pemerintah daerah. Badan eksekutif dikepalai oleh gubernur propinsi Papua, yang saat ini dijabat oleh Jaap Solossa. Gubernur adalah pemimpin seluruh kantor eksekutif di propinsi, mencerminkan struktur Pemerintah Pusat. Gubernur juga bertanggung jawab untuk melaksanakan langkah-langkah penanggulangan masalah darurat, termasuk membantu pengalokasian orang-orang yang dipindahtugaskan di lingkungan eksekutif, juga mengepalai badan koordinasi nasional (bakornas). Gubernur dipilih oleh Pemerintah Pusat untuk menjembatani hubungan antara Pemerintah Pusat dan propinsi. Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat adalah sebuah lembaga eksekutif daerah yang ditugaskan mengelola konflik setempat dan melaporkan gangguangangguan keamanan kepada pemerintah dan kepolisian daerah. Komisi HAM Papua yang disebutkan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus merupakan cabang Komnas HAM. Undang-undang tersebut meminta diselenggarakannya pengadilan HAM dan dibentuknya Komisi Pencarian Kebenaran dan Rekonsiliasi. Lembaga-lembaga mediasi daerah juga diusulkan. Majelis Rakyat Papua (MRP) akan dibentuk sesuai amanat Undang-Undang Otonomi Khusus sebagai badan pengawas. Termasuk dalam keanggotaan MRP adalah para pemuka adat, serta perwakilan dari agama, kaum perempuan, dan lembaga-lembaga budaya. MRP bertujuan memberikan saran ke DPRD dalam pelaksanaan Otonomi Khusus. MRP akan diatur oleh gubernur dan DPRD, dan pemilihan anggota MRP harus melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri R.I. Badan Perwakilan Desa (BPD) meliputi orang-orang yang terpilih mewakili berbagai elemen berbeda dari tiap desa. BPD bertanggung jawab untuk menyelesaikan konflik pada tingkat desa.
80
GERAKAN PAPUA MERDEKA Dewan Papua Barat merupakan lembaga internasional yang memayungi berbagai organisasi politik dan gerilya yang terlibat dalam perjuangan pembebasan Papua dari Indonesia. Dewan ini dibentuk sebagai penerus Niew Guinea Raad (Dewan Papua Baru) yang dibentuk 1 Desember 1961 dan didukung pemerintah Belanda. Presidium Dewan Papua (PDP) adalah lembaga politik pro-independen yang dibentuk Juni 2000, bertujuan untuk pencapaian Kemerdekaan. PDP adalah satu-satunya organisasi yang dapat diterima secara luas sebagai wadah yang mewakili aspirasi rakyat Papua. Setelah pembunuhan Ketua PDP, Theys Hiyo Eluay pada Desember 2001, Wakil Ketua Tom Beanal yang juga kepala suku Amungme yang sangat dihormati masyarakat dan juga anggota Dewan Komisaris PT. Freeport Indonesia, diangkat menjadi Ketua PDP. Presidium Papua menghimpun dana dari berbagai organisasi masyarakat, organisasi aktivis, dan perusahaan-perusahaan. Panel Papua, terdiri atas 501-511 kursi, mewakili para individu dan pemimpin dari berbagai suku, daerah, dan organisasi-organisasi masyarakat besar di Papua (termasuk diantaranya kaum pendatang) yang menginginkan kemerdekaan. Panel ini mengadakan pertemuan Mei 2000 untuk merumuskan Kongres Papua Kedua. Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (DEMMAK) yang dibentuk tahun 1999, merupakan kelompok pro-kemerdekaan yang radikal. Didirikan di Wamena, DEMMAK berkaitan erat dengan suku Dani, yaitu suku yang jumlahnya paling banyak dan paling berpengaruh di daratan tinggi Papua. Pemimpin Lapangan DEMMAK adalah Benny Wenda, sementara Sam Karoba adalah pendiri dan Pemimpin Internasional. Walaupun pada umumnya DEMMAK mendukung PDP, dewan ini menuding PDP terlalu memihak kepada pemerintah. Masyarakat Adat Mamberamo-Tami (MAMTA), merupakan organisasi yang serupa dengan DEMMAK, namun mewakili masyarakat suku-suku yang tinggal disepanjang daerah Sungai Mamberamo dan Sungai Tami, termasuk Port Numbay. Tampaknya MAMTA juga terkait dengan OPM/TPN. Organisasi Papua Merdeka (OPM), terdiri dari unit-unit gerilya yang kecil, dan tidak terkoordinasi secara luas, yang melakukan kampanye menentang pemerintahan Indonesia sejak 1960an. Walaupun sejumlah pemimpin OPM tidak mengakui klaim PDP sebagai wakil seluruh rakyat Papua, PDP menganggap OPM sebagai bagian dari Kongres Papua. Walaupun OPM tidak memiliki struktur organisasi yang jelas, para pemimpinnya umumnya punya keterikatan yang kuat dengan suku masing-masing. Sejumlah pemimpin OPM hidup di pengasingan. Tentara Papua Nasional (TPN) dan OPM dipandang sebagai satu kesatuan. Namun belakangan TPN memisahkan diri dari OPM. TPN dibentuk ketika sejumlah kelompok dalam OPM membentuk cabang militer yang berpusat di Papua. Saat ini TPN memiliki 9 komando daerah, yang pada umumnya independen dan otonom.
81
Dewan Revolusioner OPM merupakan organisasi politik pro-kemerdekaan yang didirikan di Belanda tahun 1980an, berpusat di Madang, Papua New Guinea. Organisasi ini sering mengadakan deklarasi umum namun tidak didukung sebagian besar masyarakat Papua, baik yang berada di dalam maupun di luar Papua. Pendukung kemerdekaan Papua di dunia Internasional biasanya menganut sudut pandang yang radikal, termasuk menginginkan referendum untuk menentukan nasib sendiri. Saat ini masih dilakukan usaha-usaha untuk mengatur kegiatan-kegiatan mereka, melalui pembentukan Kelompok Solidaritas Papua. Pesertanya termasuk International Action for West Papua, Oxford Papua Rights Campaign, TAPOL (Inggris), Cultural Survival (A.S.) dan Australian West Papua Association. MASYARAKAT SIPIL DI PAPUA Dewan Adat Papua (DAP) yang baru saja dibentuk beranggotakan pemimpin-pemimpin suku dan adat, berfungsi menentukan kebijakan yang akan dijalankan. Anggota DAP adalah pihak-pihak berwenang, baik secara politis maupun moral, dalam masyarakat Papua. Pemimpin adat memiliki peran yang sangat penting dalam situasi politik dan sosial di Papua. Pemimpin adat terdapat pada semua suku di Papua. Beberapa suku yang besar di Papua adalah Biakan (Biak), Dani (Wamena dan sekitarnya), Sentani (Jayapura), Amungme (Tembagapura), Marinir (Merauke), Ekari (Paniai), Moni (Paniai), Asmat (Agats) dan Kamoro (Mimika). Suku-suku di wilayah tertentu cenderung mendukung satu sama lain dalam politik tingkat propinsi walaupun mereka sering berkompetisi di tingkat yang lebih rendah. Gereja Katolik merupakan pemimpin gerakan dalam masyarakat Papua, dengan menyediakan dukungan rohani dan pelayanan masyarakat lainnya yang penting. Gereja Katolik Papua memiliki 4 keuskupan, dimana tiap keuskupan memiliki sebuah divisi “Perdamaian dan Keadilan” yang membela kepentingan masyarakat. Keuskupan Jayapura aktif dalam menangani konflik dengan membangun mekanisme dialog dan pemantauan kondisi HAM. Pemimpin divisi Perdamaian dan Keadilan pada Keuskupan Jayapura adalah Bruder Theo Van Der Broek. Dialog Nasional Papua merupakan proses khusus yang meliputi dialog antar seluruh komponen masyarakat untuk merumuskan kepentingan-kepentingan masyarakat Papua. Dialog ini menjembatani jurang politik antara pemimpin pro-kemerdekaan dengan masyarakat Papua yang ingin tetap terintegrasi dengan Indonesia. Dialog ini dikaitkan dengan Dialog Nasional Rekonsiliasi, yang diselenggarakan Menko Polkam S.B. Yudhoyono berdasarkan mandat Presiden Megawati. Organisasi Non Pemerintah (Ornop) di Papua sangat beragam dan mencakup berbagai bidang. Beberapa ornop yang besar diantaranya ELSHAM (Lembaga Studi Hak Asasi Manusia) Papua yang dipimpin John Rumbiak dan John Bonay; WALHI-PAPUA & YALI (Wahana Lingkungan Hidup Papua) yang dipimpin Robert Mandosir dan Denny 82
Yomaki; YPMD (Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa) yang dipimpin Deky Rumaroepen; dan KKW (Kelompok Kerja Wanita) yang dipimpin Yusan Yeblo. West Papuan Community (WestPaC) merupakan jaringan internasional beranggotakan akademisi dan mahasiswa Papua, yang aktif melakukan menelitian dan seminar masalahmasalah politik di Papua. Akademisi dan kaum intelektual Papua merupakan pemimpin dan contoh yang penting bagi masyarakat sipil. Termasuk diantaranya Benny Giay, Octo Mote, Willy Mandowen, Barnabas Suebu, Feri Karet, dan Rektor Universitas Cenderawasih (UNCEN) Frans Waspakrik. Aliansi Mahasiswa Papua (AMP Internasional) merupakan jaringan pro-kemerdekaan yang kuat, dan mempunyai cabang sampai ke universitas-universitas diluar Papua. Sebagian besar anggotanya juga merupakan anggota DEMMAK. AMP didirikan tahun 1998 oleh Forum Komunikasi Pemuda Papua di Jakarta, menanggapi terjadinya insiden berdarah di Biak 6 Juli 1998. Tujuan utama organisasi ini adalah untuk menyuarakan rakyat Papua ke dunia luar, dan menyampaikan pesan dari seluruh dunia ke masyarakat Papua. Grup 14 (Kelompok 14 Bintang) atau Partai Nasional Papua (PARNA) telah berdiri sejak 1960an. Pemimpinnya yang terkenal, Dr. Thom Wainggai, menyatakan Papua sebagai bagian dari Melanesia Besar tahun 1984. Ia ditangkap dan dipenjara selama 20 tahun di Jakarta, lalu meninggal karena keracunan makanan tahun 1996. Dewan Melanesia dan Solidaritas Melanesia adalah dua organisasi yang saling terkait dalam usaha mewujudkan negara pan-Melanesia. Media massa Independen, termasuk diantaranya koran-koran daerah seperti Cenderawasih Pos, Papua Pos, Tifa Papua dan Jubi. Koran-koran nasional yang relatif bebas dari pengaruh pemerintah juga tersedia, seperti Kompas dan Suara Pembaruan. Papuan Resource Center (PRC) yang berkedudukan di New York, merupakan organisasi non-politis yang bertujuan memajukan kesejahteraan rakyat Papua di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan, dengan menyediakan kontak-kontak dari dunia internasional kepada individu maupun organisasi di Papua. Dewan penasehat PRC terdiri dari gereja, ornop, pemuka adat, pengajar dan pemerintah daerah. FORERI (Forum for the Reconciliation of Irian Society) dibentuk tahun 1998 oleh sejumlah pemimpin gereja, majelis-majelis tradisional, kelompok mahasiswa, kelompok perempuan, dan ornop-ornop Papua. Forum ini bekerja sebagai mediator independen yang tidak berafiliasi pada pihak manapun, dalam dialog antara pemerintah dengan para wakil masyarakat Papua. Namun pemerintah Indonesia menganggap FORERI prokemerdekaan sehingga tidak diakui lagi. Komite Khusus Rekonsiliasi merupakan landasan mediasi yang saat ini masih dalam proses pembentukan. Komite ini menyertakan rakyat Papua dari berbagai agama (misalnya Protestan, Katolik dan Islam), juga suku asli Papua dan kaum pendatang.
83
Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) dibentuk Maret 1998 oleh sejumlah organisasi pro-demokrasi, termasuk diantaranya Komisi Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan para mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia. Kontras dibentuk untuk menyoroti kasus orang-orang hilang dan kesewenang-wenangan di Papua. Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengelola cabang Bantuan Hukum di Papua. Divisi Bantuan Hukum ini membela hak-hak sipil dan menyediakan bantuan hukum dengan maksud mengurangi kesenjangan sosial, budaya, dan politik. Lembaga ini erat bekerja sama dengan kelompok-kelompok pekerja, termasuk petani, nelayan, dan rakyat miskin. MILISI NON-PAPUA Laskar Jihad merupakan kelompok milisi fundamentalis Islam yang sangat anti-Barat. Agenda pro-nasionalisnya yang radikal membedakannya dengan organisasi-organisasi fundamentalis Islam lainnya, seperti Jemaah Islamiyah. Pasukan Laskar Jihad terlibat dalam sejumlah kekerasan di Maluku dan Sulawesi. Laskar Jihad bertambah aktif di Papua, dengan berdirinya basis-basis operasi di Jayapura, Fak Fak, Sorong, Timika, Nabire dan Manokwari. Di Sorong, Laskar Jihad mendirikan kantor bernama Forum Komunikasi Ahlu Sunnah Wal Jamaah (FKAS),67 yang giat menyiarkan dakwah. Di luar anggapan bahwa Laskar Jihad telah dibubarkan setelah peristiwa pemboman Bali, terdapat berbagai bukti berlangsungnya kegiatan-kegiatan Laskar Jihad. Pemuda Pancasila (PP) dituduh terlibat dalam bisnis-bisnis ilegal (seperti narkoba, prostitusi, dan pemerasan) di seluruh Indonesia. PP juga dikaitkan dengan kejahatan dna kekejaman di Timor Timur tahun 1999. Walaupun kekuatan dan jumlah anggota PP kian berkurang, organisasi ini tetap bertahan di Papua. Barisan Merah Putih (BMP), merupakan milisi nasionalis yang cukup bergengsi di Papua. Walaupun jumlah anggotanya berkurang, BMP masih bisa menghidupkan kembali kegiatan-kegiatan mereka ketika konflik meningkat di Papua. Walaupun kelihatannya sekuler, milisi ini dianggap punya keterikatan yang cukup dekat dengan Laskar Jihad. SEKTOR SWASTA PT Pertamina adalah perusahaan energi milik negara. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Pertamina termasuk eksplorasi, produksi, pemrosesan, penyaringan, transportasi dan pemasaran produksi-produksi minyak dan gas bumi. Pertamina bekerja dengan sejumlah kontraktor asing untuk menggarap sumber-sumber minyak di Indonesia. Mekanisme bagi perusahaan asing untuk beroperasi di Indonesia dijalankan melalui adanya kontrak dan perjanjian produksi-bagi. Perusahaan multinasional yang ingin memasuki sektor minyak dan gas di Indonesia harus memiliki ijin eksplorasi minyak dari Pertamina, dan 67
Barber, Paul. Laskar Jihad and Militia Forces in West Papua. Letter to Mike O’Brien MP. (WPA-UK: 19 Juli 2002).
84
melakukan kontrak produksi-bagi dengan badan penyelenggara yaitu Badan Pelaksanaan Migas. Perusahaan-perusahaan Indonesia yang mempunyai operasi yang besar di Papua antara lain: -
PT Jayanti Group (produk perikanan dan kayu), anak perusahaan Jayanti Group yang berpusat di India; PT Prabu Alaska (perikanan); PT Bukaka Sinetel International (telekomunikasi); PT Korindo (produk kayu); PT Sugino Sari Lestari (perikanan); PT Arfak Indra; PT Intergalaksi; PT Lestari Aneka Sosia Wana; PT Barito Pacific Timber Company (perusahaan ekspor plywood dan hardwood terbesar di dunia); PT Porodisa Group (kehutanan); PT Kayu Lapis Indonesia Group (kehutanan); PT Mutiara Group (kehutanan); PT You Lim Sari (kehutanan), dan PT Astra (kehutanan).
Selain itu, kontraktor-kontraktor utama PT Freeport Indonesia antara lain: -
Al Latief Corporation (perusahaan pelayanan); Pangansari (perusahaan pelayanan); Airfast (transportasi udara); dan Trakindo (traktor-traktor Caterpillar).
85
LAMPIRAN C: PEMERINTAH INDONESIA Presiden Diah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri Wakil Presiden Hamzah Haz Menteri-Menteri Koordinator Menteri Koordinator Bidang Politik, Sosial dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. Dorodjatun Kuntjoro-Jakti Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Dr. Jusuf Kalla Menteri-Menteri Menteri Dalam Negeri, Hari Sabarno MBA, MM Menteri Luar Negeri, Dr. Nur Hassan Wirajuda SH, LLM Menteri Pertahanan, H. Matori Abdul Djalil Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH, MSc. Menteri Keuangan, Dr. Boediono Menteri Energi dan Pertambangan, Dr. Ir, Purnomo Yusgiantoro, MA, MSc. Menteri Industri dan Perdagangan, Rini M.S. Suwandi Menteri Pertanian, Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih Menteri Kehutanan, Dr. Ir. M. Prakosa, Ph.D Menteri Transportasi, Agum Gumelar Menteri Kelautan dan Perikanan, Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Jacob Nuwa Wea Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah, Dr. Ir. Sunarno, Dipl. HE. Menteri Kesehatan, Dr. Achmad Sujudi, MPH Menteri Pendidikan Nasional, Prof. Dr. Abdul Malik Fadjar, MSc. Menteri Sosial, H. Bachtiar Chamsyah, SE. Menteri Agama, Prof. Dr. Said Aqiel Munawar Menteri-Menteri Negara Menteri Negara Urusan Percepatan Pembangunan Kawasan Timur, Dr. Manuel Kaisiepo Jaksa Agung, Muhammad Abdul Rachman, SH Kepala Badan Intelijen Nasional, A.M. Hendropriyono Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jend. Endriartono Sutarto Sekretaris Militer Presiden, Brigjen TNI Hasanuddin Sekretaris Presiden, Kemal Munawar, SH BADAN LEGISLATIF (DPR, MPR)
86
Reformasi pasca-Orde Baru ditandai dengan menguatnya sistem legislatif. Amandemen baru Undang-Undang Dasar 1945 telah meningkatkan kinerja Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), serta menemukan beberapa penyelewengan kekuasan di lembaga eksekutif. Kewenangan-kewenangan tambahan yang diberikan kepada Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung ditujukan untuk memisahkan dengan jelas kekuasaan badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Amendemen lainnya membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden menjadi 2 periode 5 tahun. Pengangkatan posisi-posisi penting, seperti kepala Angkatan Bersenjata, gubernur Bank Indonesia, ketua dan anggota Mahkamah Agung, serta ketua dan anggota BPK hanya bisa dilakukan dengan persetujuan DPR. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Jumlah keseluruhan anggota DPR yang dilantik adalah 500 orang, 38 kursi diantaranya ditujukan untuk TNI dan POLRI. Tugas utama DPR adalah mempersiapkan anggaran negara; melaksanakan undang-undang; dan mengawasi jalannya pemerintahan. Akbar tanjung (Golkar) adalah Ketua DPR. Badan-badan DPR Badan Permusyawaratan yang dipimpin oleh Kelompok Pimpinan DPR mewakili DPR dalam kegiatan sehari-hari selama dan diantara sidang, menetapkan agenda legislatif, dan mengkoordinir kegiatan-kegiatan badan dan komisi DPR. Badan-badan DPR lainnya termasuk Komisi Anggara, Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Organisasi Inter-Parlemen (IPO) dan Organisasi Inter-Parlemen ASEAN (AIPO). Komisi-komisi DPR mewakili DPR dalam rapat kerja dengan pemerintah (misalnya dengan menteri-menteri terkait), dengar pendapat dengan para dirjen, atau dengan badanbadan pemerintah. Komisi juga menjadi penghubung dengan masyarakat bisnis, dan dirjen-dirjen BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan BUMD (Badan Usaha Milik Daerah). Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Terdiri atas 700 anggota, yang terbagi atas 500 anggota DPR, 135 utusan daerah, dan 65 wakil golongan. Dalam menjalankan tugasnya MPR dibantu oleh (a) badan pengurus, (b) komite ad hoc, (c) komisi. Diketuai oleh Prof. Dr. Amien Rais, MA (PAN, Fraksi Reformasi), MPR memberikan mandat untuk: - Memberlakukan Garis Besar Haluan Negara (GBHN); - Mengangkat/memberhentikan presiden; dan - Menambah/membuat amandemen UUD1954. Pemerintah Daerah Tugas utama pemerintah tingkat propinsi adalah membangun sumber daya manusia, prasarana dan ekonomi, serta menyelenggarakan pelayanan sosial.
87
Wewenang Pemerintah Daerah Gubernur propinsi mengepalai lembaga eksekutif tingkat propinsi dan mengkoordinir bantuan kemanusiaan lewat Badan Koordinasi Nasional (Bakornas). Dalam UndangUndang Otonomi Khusus, para gubernur propinsi dilantik oleh DPRD tapi bertanggung jawab bukan hanya ke anggota legislatif atau orang-orang propinsi, melainkan juga ke Pemerintah Pusat di Jakarta. Jadi, gubernur adalah penghubung Pemerintah Pusat dengan kabupaten-kabupaten. Sejumlah usaha baru-baru ini dilakukan oleh badan legislatif pusat untuk memberdayakan gubernur, dengan cara memberikan wewenang lebih luas di kabupaten. Departemen Pemerintah Tingkat Propinsi Departemen yang penting bagi pemerintah tingkat propinsi meliputi: Dinas Kesejahteraan Sosial; Dinas Perhubungan; Dinas Perdagangan dan Industri; Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA); Badan Promosi Investasi Daerah; Pusat Pelatihan Kerja; Dinas Pertanian; dan Biro Tata Pemerintahan. Bupati Pembagian kekuasaan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus menggaris bawahi pentingnya peran bupati, kepala sebuah kabupaten. Karena sebagian besar bupati berhubungan dengan komando militer daerah, mereka sering mendapat bantuan dari militer setempat. Bupati dilantik oleh DPRD.
88
LAMPIRAN D: SEKTOR KEAMANAN INDONESIA Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki dwifungsi. TNI tidak hanya bertanggung jawab terhadap keamanan eksternal, mempertahankan ketertiban sipil, dan melindungi integritas teritorial negara, tapi sejak 1950an turut berperan dalam pembangunan sosial dan ekonomi. Pemerintah Pusat hanya memberikan 25-30 persen anggaran TNI, sehingga TNI harus menghimpun dana selebihnya melalui sejumlah kegiatan komersil, baik legal maupun ilegal. Walaupun TNI mencakup Angkatan Laut dan Angkatan Udara, angkatan yang paling berpengaruh adalah Angkatan Darat, yang mempunyai divisi-divisi sebagai berikut: -
KOTAMA (Komando Pasukan Utama)
-
KOPASSUS (Komando Pasukan Khusus)
-
KOSTRAD (Komando Strategi Angkatan Darat), biasanya ditempatkan di daerah-daerah konflik. KOSTRAD terdiri dari dua pasukan infanteri, masingmasing terdiri atas brigade-brigade infanteri. Batalion dengan jumlah sekitar 650 orang memberntuk unit-unit operasi dan tempur.
-
KODAM (Komando Daerah Militer), yaitu struktur komando daerah yang beroperasi di setiap propinsi. Pimpinan KODAM disebut Pangdam (Panglima KODAM), dan pimpinan di tingkat kabupaten disebut Dandim (Komandan Distrik Militer). Personil KODAM meliputi sebagian besar anggota TNI. Menurut sejarah KODAM telah menjadi tulang punggung doktrin dwifungsi ABRI.
-
TRIKORA, merupakan KODAM Papua.
-
SISKAMLING (Sistem Keamanan Lingkungan), yang berdiri di setiap desa, bukan merupakan bagian dari TNI. Walaupun anggotanya warga sipil, kepala Siskamling umumnya adalah Babinsa (Bintara Pembina Desa), yaitu prajurit tingkat sersan yang tinggal di desa tersebut, dan bertindak sebagai penghubung dengan TNI.
Polisi, bertugas antara lain menjaga keamanan internal, menjaga perdamaian, dan menegakkan hukum. Pada bulan April 1999, fungsi serta anggaran militer dan kepolisian dipisahkan. Penerapan otonomi daerah umumnya mengalokasikan anggaran tambahan dan kewajiban-kewajiban teknis kepada polisi. Di Papua, kepolisian merekrut lebih banyak warga setempat sehingga meningkatkan kepercayaan dan rasa hormat masyarakat, dibandingkan dengan TNI. Divisi-divisi kepolisian terdiri atas: -
POLRI (Polisi Republik Indonesia), yang berpusat di Jakarta, merupakan lembaga yang memberikan komando ke seluruh pasukan polisi di seluruh Indonesia.
89
-
POLDA (Polisi Daerah), berada di tingkat propinsi. POLDA berpusat di ibu kota masing-masing propinsi, berfungsi mengendalikan serta mengkoordinasikan pasukan polisi di tingkat propinsi. Kepala Polda disebut Kapolda, yang ditunjuk oleh Polri.
-
POLSEK (Polisi Sektor), yang berkedudukan di tiap ibukota kabupaten mengendalikan pasukan-pasukan di tingkat kabupaten.
-
GEGANA adalah pasukan khusus kepolisian. Baik POLRI maupun POLDA mempunyai pasukan-pasukan khusus.
-
BRIMOB merupakan Brigade Mobil. Baik POLRI maupun POLDA mempunyai unit-unit Brigade Mobil.
Unit-unit intelijen terdapat pada setiap divisi TNI dan kepolisian. Selain anggota yang melakukan penyamaran, jaringan intelijen meliputi sejumlah besar informan sipil (misalnya supir taksi atau pegawai hotel).
90
LAMPIRAN E: DAFTAR SINGKATAN ADB APEC AS ASEAN AusAID BCPR BPD BPK BPMIGAS BPPN BRIMOB BUMN CFR CGI CIDA CPA CSIS CSSP DAG DAP DEMMAK DFID DPD DPR DPRD E-IMET EC EITI ELSHAM EU FBI FDI GEGANA GKI/GKII GOLKAR GTZ HAM HIV/AIDS HSBC
(Asian Development Bank), Bank Pembangunan Asia (Asia-Pacific Economic Cooperation) Amerika Serikat (Association of Southeast Asian Nations) (Australian Agency for International Development) (Bureau for Crisis Prevention and Recovery), UNDP Badan Perwakilan Desa Badan Pemeriksa Keuangan Badan Pelaksana Migas Badan Penyehatan Perbankan Nasional Brigade Mobil, Kepolisian Badan Usaha Milik Negara (Council on Foreign Relations) Badan untuk Hubungen Luar Negri (Consultative Group on Indonesia, World Bank), Kelompok Konsultasi untuk Indonesia (Canadian International Development Agency) (Center for Preventive Action, CFR), Pusat Kegiatan Pencegahan Konflik (Center for Strategic and International Studies) (Civil Society Strengthening Program), USAID (Donor Affinity Group) Dewan Adat Papua Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka (Departement for International Development) Dewan Pimpinan Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilah Rakyat Daerah (Expanded International Military Education and Training Program) (European Commission), Komisi Eropa (Extractive Industries Transparency Inititives) Lembaga Studi dan Hak Asasi Manusia (European Union), Uni Eropa (Federal Bureau of Investigation) (Foreign Direct Investment) Pasukan Khusus, Kepolisian Gereja Kristen Indonesia/Gereja Kristen Injil Indonesia Golongan Karya (Deutsche Gesselschaft fur Technische Zussammenarbeit GmbH/German Agency for Technical Cooperation) Hak Asasi Manusia (Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome) (Hongkong Shanghai Banking Corporation)
91
ICITAP ICRC ICTJ IFI IMET IMF INPEX INPRES JAPEX JBIC JEXIM JICA KfW KNOC KODAM Komnas HAM KONTRAS KOPASSUS KOSTRAD LEMHANAS LNG MAMTA MNC MoU MPR MRP NGO NZAID OCPR ODA OECF OFDA OPM ORNOP OSI PBB PDP PERFORM PMG PNG POLDA POLRI PRC PRIO
(International Criminal Investigative Training and Assistance Program) (International Committee of the Red Cross), Komite Palang Merah Internasional (International Center for Transnational Justice) (International Finance Institution) (International Military Education and Training Program) (International Monetary Fund), Lembaga Dana Moneter Internasional Perusahaan INPEX Instruksi Presiden (Japan Petroleum Exploration, Co. Ltd.) (Japan Bank for International Cooperation) (Japan Export-Import Bank) (Japan International Cooperation Agency) (Kreditanstalt fur Wiederaufbau/German Bank for Reconstruction and Development) (Korea National Oil Company) Komando Daerah Militer Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Komisi Orang Hilang dan Tindak Kekerasan Komando Pasukan Khusus Komando Strategi Angkatan Darat Lembaga Ketahanan Nasional (Liquified Natural Gas) Masyarakat Adat Mamberamo-Tami (Multinational Corporation) (Memorandum of Understanding) Majelis Permusyawaratan Rakyat Majelis Rakyat Papua (Nongovernmental Organization), Organisasi Non Pemerintah (New Zealand Agency for International Development) (Office of Conflict Prevention and Response, USAID) (Official Development Assistance) (Overseas Economic Cooperation Fund, Jepang) (Office of Foreign Disaster Assistance, USAID) Organisasi Papua Merdeka Organisasi Non Pemerintah (Open Society Institute) Persatuan Bangsa-Bangsa Presidium Dewan Papua (Performance-Oriented Management Program, USAID) (Papua Monitoring Group), Badan Permantauan Papua Papua New Guinea Kepolisian Daerah Kepolisian Republik Indonesia (Papua Resource Center) (Peace Research Institute of Oslo) 92
RRI SD SIDA SMA SMP TNI TPN TRIKORA U.K. U.N. UNCEN UNDAF UNDP UNESCO UNFPA UNICEF UNIFEM U.S. USAID WHO WWF YLBHI
Radio Republik Indonesia Sekolah Dasar (Swedish International Development Agency) Sekolah Menengah Atas Sekolah Menengah Pertama Tentara Nasional Indonesia Tentara Papua Nasional Tri-Tuntutan Rakyat (United Kingdom, Inggris) (United Nations, Persatuan Bangsa-bangsa) Universitas Cenderawasih (United Nations Development Assistance Framework) (United Nations Development Programme), Program Pembangunan PBB (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization) (United Nations Population Fund) (United Nations Children’s Fund) (United Nations Development Fund for Women) (United States), Amerika Serikat (United States Agency for International Development) (World Health Organization) (World Wildlife Fund) Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia
93
PERNYATAAN MISI CENTER FOR PREVENTIVE ACTION (CPA) Berakhirnya Perang Dingin meruntuhkan kerajaan-kerajaan dunia dan menyebabkan kemungkinan terjadinya berbagai konflik etnis dan masyarakat. Selain itu peristiwa ini juga dapat menyurutkan persaingan antara kekuasan-kekuasan yang besar, sehingga dapat mengakibatkan konflik-konflik berdarah di berbagai daerah. Center for Preventive Action (CPA) yang dibentuk Council on Foreign Relations (CFR) tahun 1994 bertujuan membantu membalik kemungkinan-kemungkinan tersebut menjadi kenyataan dengan menyatukan pihak-pihak terkait yang tidak menginginkan konflik, sekaligus menawarkan strategi-strategi praktis ke arah perdamaian. Dalam dekade terakhir, tugas ini terbukti hanya bertahan sampai pada tahap keinginan. Kegagalan dalam mencegah peristiwa-peristiwa berdarah seperti di Rwanda, Bosnia, dan Timor Timur di masa mendatang akan menjadi suatu kekalahan bagi semangat kemanusiaan. Walaupun demikian langkah-langkah ini tidak bisa begitu saja diambil sehingga lalu bisa dipastikan kegagalannya. Kegagalan mencegah peristiwaperistiwa mengerikan tersebut akan menambah masalah-masalah lain: pengungsi, kelaparan, penyakit, ketidakstabilan politik, dan menurunnya rasa hormat kepada pemerintah, yang telah merusak hubungan antarbangsa serta kehidupan masyarakat di daerah konflik. Berikut adalah langkah-langkah yang akan dilakukan CPA, yang dipercaya dapat mencegah konflik mematikan yang disebabkan pertikaian etnis: Pertama, kami akan menyeleksi secara seksama negara-negara atau daerah-daerah di mana konflik dapat dicegah, baik sebelum pembunuhan meningkat maupun sebelum insiden pecah. Conflict Assessment Forum yang didirikan CPA akan mengacu pada hasil analisa sejumlah organisasi, untuk melihat di negara atau daerah manakah programprogram CPA dapat diterapkan. Kami tidak bermaksud membuang-buang waktu dengan mengerjakan kembali penelitian yang telah menjabarkan pokok-pokok masalah dan prospeknya. Perhatian kami akan terpusat pada mencari persetujuan di tempat-tempat dimana program CPA bisa terpakai. Kedua, kami akan membentuk komisi independen yang terdiri atas anggota-anggota CFR dan para ahli yang memahami peranan dan pandangan pihak-pihak yang terkait: pemerintah, organisasi-organisasi internasional, organisasi non-pemerintah, dan perusahaan bisnis, dalam situasi konflik tertentu. Komisi ini akan menyusun strategistrategi yang diperlukan (rekomendasi yang tepat disertai dengan imbalan dan hukuman yang nyata) yang dapat mendorong para pemimpin faksi-faksi yang bertikai untuk melihat adanya kepentingan-kepentingan baru, yang akhirnya dapat membuat mereka mengambil cara damai dalam menyelesaikan pertikaian.
94
Ketiga, kami akan mengikuti setiap rekomendasi yang diberikan oleh komisi secara menyeluruh: mengadakan dengar-pendapat di tingkat legislatif, menulis opini dan editorial, menyatukan para pemimpin daerah dan pihak-pihak terkait dalam pertemuan yang bersifat pribadi, dan lain sebagainya. Kuncinya adalah ketekunan, juga kegigihan usaha dalam meyakinkan pihak-pihak terkait bahwa proses ini akan berhasil—bahwa strategi yang ditawarkan CPA atau rekomendasi yang diberikan akan dapat dilaksanakan oleh para aktor tadi. Rencana-rencana tersebut, walaupun kelihatannya menjanjikan, akan menjadi tidak berguna kecuali jika CPA dapat memperbaiki pandangan dan penerimaan masyarakat, juga pemerintah, mengenai pencegahan konflik. Kami akan senantiasa meyakinkan para pemimpin dan masyarakat A.S. bahwa pencegahan bisa menjadi alat kebijakan luar negeri yang efektif dan sukses. Ini berarti perlu dilakukan penelitian lebih lanjut, baik sendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain, mengenai peranan militer A.S. dan hubungannya dengan badan-badan pemerintah lainnya, organisasi non pemerintah serta organisasi internasional lainnya. Selain itu diperlukan adanya sejumlah pembicaraan dengan anggota Kongres untuk menjawab pertanyaan mengenai komitmen yang harus dijalankan serta biaya yang dibutuhkan. Ini berarti memperkuat organisasi-organisasi internasional, menunjukkan bahwa dunia bisnis dan keuangan mempunyai perhatian terhadap perdamaian, dan bahwa mereka bisa berperan aktif dalam usaha-usaha pencegahan konflik.
95
KOMITE PENASEHAT CPA JOHN W. VESSEY JR. (Purn.) Jenderal, A.S.; Ketua MORTON I. ABRAMOWITZ The Century Foundation PATRICK M. BYRNE Overstock.com ANTONIA HANDLER CHAYES Conflict Management Group LESLIE H. GELB Council on Foreign Relations JOACHIM GFOELLER JR. GMG Capital Partners, LP DAVID A. HAMBURG Cornell University Medical College JOHN G. HEIMANN Financial Stability Institute GEORGE A. JOULWAN (Purn.) Jenderal, A.S.; One Team, Inc.
REYNOLD LEVY Lincoln Center for the Performing Arts JANE HOLL LUTE United Nations Foundation VINCENT A. MAI AEA Investors Inc. MARGARET FARRIS MUDD Financial Services Volunteer Corps KENNETH ROTH Human Rights Watch BARNETT R. RUBIN New York University JULIA VADALA TAFT United Nations Development Programme STROBE TALBOTT Brookings Institution ROBERT G. WILMERS Manufacturers & Traders Trust Co.
96