Buka Mata Buka Hati

  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buka Mata Buka Hati as PDF for free.

More details

  • Words: 2,506
  • Pages: 5
8

MediaA

dengan Caleg yang diusung PKS ini :

merupakan etnis tersendiri. Di Singapore, dalam KTP (IC) terdapat CALEG PKS DAPIL VII BAWEAN

NO. 3/2009 PANGAPORA Assalamu ‘alaikum Saudara, Ketika Buka Mata Buka Hati No. 1/ Desember 2008 diluncurkan, sambutan masyarakat cukup antusias. Ada sejumlah warga, terutama anak-anak muda, yang bergabung bersama kami untuk menjadi relawan untuk memenangkan pak Baharuddin sebagai Caleg pada Dapil VII dari PKS partai no 8 di no. urut 2 Bahkan sebagian dari mereka ada juga yang menyumbang dana dan kertas. Juga pemikiran. Kami, tim relawan, teringat kepada pemilihan presiden Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu. Barack Obama, salah seorang calon Presiden mampu mengumpulkan dana kampanye sekitar 6,7 Trilyun yang berasal dari sekitar 3 juta rakyat Amerika. Saudara, Haji Ahmad Dawam adalah wargaNegaaraSingaporeketuruna Bawean.

Dia berasal dari Pagerbung desa Sokalela kecamatan Tambak aktif sebagai Setia Usaha Bawean Putera Sepak Takraw Club (BPSC) yang bermarkas di kawasan Tiong Poh Road. Dia juga sebagai pakar petir yang selalu tampil pada seminar tentang petir di sejumlah Negara. Pada suatu ketika pak Ahmad – begitulah dia biasa disapa – mengatakan bahwa : ”Jika Bawean berbentuk kerajaan maka yang pantas jadi rajanya adalah pak Baharuddin”. Tentu saja ungkapan itu hanya sekedar canda. Tetapi setiap berkunjung keSingapore pak Baharuddin dan rombongannya selalu dipertemukandengan sejumlah pejabat antara laindengan sejumlah anggota parlemen Singapore. Saudara, Kecintaan pak Baharuddin pada tanah kelahirannya memang tidak diragukan lagi. Jejak rekam masa lalu dia sudah kami sampaikan pada Media Buka MataHatiNo. 1/2008yanglalu.Berikutwawancara redaksi tentang warga Bawean

1 JANUARI 2009 PAK BAHARUDDIN DAN WARGA BAWEAN. Anda bangga jadi orang Bawean?. Tentu saja. Saya sangat kecewa dengan kebijakan pemerintah, pada kolom tempat dan tanggal lahir dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) ditulis Gresik, bukan Bawean. Padahal mereka dilahirkan di Bawean. Bukan di Gresik. Tapi Bawean kan merupakan bagian dari Gresik? Pada tahun 1976, Immanuel Subangun, wartawan kompas, juga sosiolog datang ke Bawean. Dia menyimpulkan bahwa : Jawa + Kalimantan + Sumatera + Madura + Sulawesi + dan lain-lain = Bawean. Dari segi bahasa kita lebih dekat ke Madura, dari segi budaya lebih dekat ke Melayu tapi secara geografis kita merupakan bagian dari kabupaten Gresik. Menurut Van Vollen Hofen Indonesia terdiri dari 19 bagian adatd dansetiap adat terdiri dari kukuban- kukuban. Jadi Bawean

1 2√ 3 4

Edi Erma Suryani, A. Md Baharuddin, SH. MM. Muzairiyah, SH, S.Pd. Hizbul Afif, SH

Contreng nama caleg yang anda pilih

kolom etnis, warga Bawean disebut etnis Boyanes. Kenapa dalam kartu penduduk tempat dan tanggal lahir bagi warga kita tidak ditulis Bawean. Sebegitu pentingkah ? Sangat penting. Record warga Bawean di luar negeri sangat baik. Dengan mencantumkan kata Bawean dalam passport, insyaallah akan Mempermudah urusan dinegeri orang Sejauh mana huhungan emosional Anda dengan warga Bawean? Kehidupan warga Bawean tak ubahnya dengan pohon. Artinya, sejak dari pucuk yang paling atas sampai kepada akar yang paling bawah, berhubungan. Dihubungkan dengan serat. Itu artinya warga Bawean saling kenal, setidaknya kenal wajah. Berbeda dengan masyarakat perkotaan yang hidupnya seperti pasir, artinya, walau berdekatan umumnya tidak saling mengenal. Bisa sebutkan siapa saja tokoh Bawean yang Anda kenal di rantau

Di Malaysia saya kenal baik dengan Bapak Aziz Sattar asal Pekalongan. Dia adalah bintang film terkenal yang satu angkatan dengan Pe Ramle yang sangat tersohor itu. Bersama beliau saya pernah nonton pemutaran perdana film yang beliau bintangi di Syah Alam Teater. Menteri Besar dan sejumlah seniman Malaysia hadir disitu. Setiap ke Singapore saya pasti berkunjung ke flat H. Buang Masadin, tokoh asal Telukdalam yang sangat dihormati oleh pemerintah Siingapore. Saya bersahabat dengan dramawan terkenal asal Daun, namanya S. Wira. Salleh Ahmad penyiar Radio Singapore yang juga asal Daun , Basri Allong, Binaragawzn kondang asal Gunungteguh, Salhawati, anak H. Syukur tukang sunat yang berasal dari Telukjati, Embhe Sabrang saudara ipar Harun Gani anggota parlemen yang berasal dari Sangkapura, H. Nurdin qori’ terkenal yang berasal dari Bengkosobung, Encik Halimah, peguambela, istri Hj. Samri Barik dari Paromaan, H. Sabto Manis dan Kasim Salamat penyanyi Angkok-angkok bilis yang popular itu asal Pekalongan mereka adalah sahabat saya. Hampir semua kawasan komunitas Bawean di Malaysia sudah saya

kunjungi. Di Blakong, dari 425 rumah, 400 nya adalah milik orang Bawean. Sayang, perkampungan Bawean tersebut sekarang sudah disodok. Begitu banyaknya sahabat dan keluarga saya disana, ketika ke Singapore dan Malaysia seakan saya pulang ke kampong sendiri. Di Australia, saya sering berkorespondensi dengan Hj. Miftah (sudah meninggal sekitar lima tahun yang lalu) tinggal di Perth. Juga dengan Ust. Hj. Gufran dari Lebak. Saya juga kenal dengan Mohammad Rama turunan Dayabata, bekas “manusia perahu” pengungsi Kamboja, yang sekarang hidup tenang beserta anak dan istrinya di Dallas AS. Bahkan saya menjalin hubungan silatuttahim dengan warga Bawean yang tinggal di sekitar masjid di Ho Chi Minh Vietnam. Mereka adalah generasi ke tiga dengan status states least (tanpa kewarga negaraan). Dan masih banyak lagi yang tidak memungkinkan saya sebutkan satu persatu. Itu di luar negeri. Di dalam negeri? Saya senang menjalin silatu rrahim. Sejumlah warga Bawean sejak dari Batam, kepulauan Riau, Jakarta, Kroya, Prwokerto Semarang sampai ke Banyuwangi sudah saya temui. Bahkan saya pernah melacak jejak dan asal usul Haji Makruf, pekerja keras dari desa Pudakit yang sukses di kota

Kediri. Kisah Haji Makruf semula saya temukan dalam bukunya Clifer Heard The Religion of Javaa. Saya melacaknya sampai ke Jokjakarta. Di Jogaja saya bertemu dengan Pak Montahe yang usianya sudah lanjut dan Pak Anwan yang rambutnya sudah memutih Mereka bercerita banyak tentang H. Makruf. Akhirnya, saya berteman baik dengan Eni Kadir cucu keponakan H. Makruf yang mempunyai penginapan di kawasan jl. KM. Mansur Surabaya. Bagaimana menurut Anda tentang warga Bawean yang hidup di rantau ? Luar Biasa. Mereka pekerja keras. Seperti H. Makruf misalnya, jejak-jejak sukses beliau dapat kita lihat di kawasan jalan Doho Kediri, pusat bisnis di kota tahu tersebut. Toko Senang, Toko Semoga Jaya dan Toko Pudakit Timur adalah toko warisan H. Makrif yang cukup besar disana. Saya dan istri sering ke toko itu. Hampir tujuh bulan saya tinggal di Semarang. Saya tahu persis bagaimana denyut nadi warga Bawean – yang sebagian besar berasal dari desa Patarselamat -- bekerja di Tamtim kawasan kumuh sekitar pasar Johar. Mereka bekerja tidak kenal lelah, sebagai buruh, membuka toko meracangan dan usaha kamar mandi umum. Di Surabaya tentu kita kenal dengan H. Mansur Maksum – asal Tambilung

--, pekerja keras yang sejak semula fokus menggarap pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Dia pernah menduduki jabatan puncak sebagai ketua Asosiasi Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) Jawa Timur. Di Surabaya juga kita mengenal H. Abidin – asal Sawahluar -- yang sudah lama jatuh bangun diberbagai bidang usaha yang akhirnya sukses pada usaha pengiriman tenaga kerja dan usaha perjalanan haji/umrah plus. Di Jogjakarta, seorang pemuda bernama Faisal asal desa Suwari sukses dalam usaha kerajinan gembol jati (bhungghina jhete) dikirim ke Eropa Timur mempunyai showroom di Rumania. Dia juga mempunyai workshop di Magetan dan di Solo. Teman-teman Bawean nya di perantauan memanggilnya dengan sebutan Faisal Ramok, karena bisnis dia berhubungan dengan akar jati. Jika Anda ingin tahu, dimana saja penyebaran warga Bawean di dunia, tanyalah kepada pegawai kantor Pos Sangkapura, lalu lintas surat dan pengiriman uang dating dari penjuru dunia : Jerman, Itali, Prancis, bahkan sampai kepada Negara kecil di lautan Pasifik : Kolako. Apakah perantau tersebut mempertahankan adat kebiasaan nenek moyangnya? Itu yang saya kagumi. Di Kijang, warga Bawean masih tetap saja mengadakan peringatan maulud seperti yang kita

adakan di Bawean. Angkatannya besar-besar. Pak Sakdallah – asal Suwari – semasa hidupnya melatih pencak silat Bawean bagi anggota Polres Nganjuk. Bahkan di Singapore warga Bawean mempunyai dua perkumpulan pencak silat : Konto dan Pokolan. Mak Ende – begitulah ibu kandung Kasim Salamat, penyanyi lagulagu Bawean di Singapore disapa – tidak mau berbicara selain dengan bahasa Bawean. Akibatnya, para tetangganya di kawasan Yishun, baik yang etnis Cina maupun Keling harus “belajar” bahasa Bawean. Dan saya mengalami sendiri, sejumlah pedagang Emas di Gold Landmark Hotel, di kawasan Arab Street sangat fasih berbahasa Bawean. S. Wira adalah turunan Daun yang secara rutin mementaskan drama dengan bahasa Bawean. Dia pimpinan “Teater Bawean”. Saya sangat terkesan dengan sambutan Sidik Sanif, Menteri Pengajaran Singapura pada saat menyaksikan pementasan drama Lanapak Kajhuduna di Kallang Teater beberapa tahun yang lalu, dia mengatakan :”Semangat pondhuk harus tetap ada pada warga Bawean di Singapore”. Seperti yang kita maklumi bersama, terdapat puluhan pondhuk Bawean di Singapotre, tetapi tempat komunitas etnis

Bawean tersebut sudah dirobohkan dan kita menjadi bangunan bertingkat. Menurut Anda, apa kontribusi perantau Bawean tersebut terhadap kampung halamannya? Dulu saya pernah ditanya oleh wartawan Surabaya Post, saya jawab : “Jika Anda naik pesawat heli, lalu menjatuhkan batu, maka dimanapun batu tersebut jatuh, disitu pasti ada proyek yang didanai oleh perantau”. Hanya saja sifatnya sporadis Tidak terkoordinir. Maksudnya? Saya merindukan kebersamaan seperti warga Minang di perantauan. Mereka punya gerakan yang disebut :”Gebu Minang”. Gerakan Seribu Minang. Artinya, setiap warga Minang dimanapun mereka berada setiap bulan menyumbang seribu rupiah. Gerakan itu di koordinir secara terpadu oleh tokoh masyarakat Minang. Dari dana itulah kemudian didirikan BPR, Balai Kesehatan dan lain-lain. Ada contoh lain? Di kabupaten Ruteng, Nusa Tenggara Timur, ada sebuah kecamatan yang sangat miskin. Tapi masyarakatnya rukun. Jika anak lulus SMP, anak tersebut “bukan lagi anak orang tuanya”. Melainkan anak semua warga di sana. Itu artinya, semua biaya sekolah ditanggung oleh semua warga. Adrianus Mooy, mantan Gubernur Bank Indonesia berasal dari kecamatan

tersebut. Ketika warga di sana kesulitan air dimusin kemarau, para perantau nya mengirim uang untuk membuat danau buatan yang dibuat dari bahan plastik. Masih banyak contoh lain, seperti KKK, Kerukunan Keluarga Kalimantan, yang memiliki asrama mahasiswa disejumlah kota pelajar. Apa warga Bawean bisa diatur begitu Dulu ada pandangan jika Pengurus Persatuan Bawean Singapore (PBS) di pegang oleh oreng deje ghunong, oreng laok ghunong tidak mau ikut. Tapi pandangan seperti itu mulai terhapus. Buktinya, Pertemuan silaturrahim yang digagas oleh warga Pudakit dan Suwari, yang di kemas dalam bentuk halal bihalal warga Bawean se Jawa, memperoleh banyak sambutan. Pertemuan terakhir di Solo, dihadiri tidak kurang dari lima ribu undangan yang berasal – tidak hanya dari Jawa – tapi juga dari Singapore, Malaysia dan Australia. Nah, itu merupakan potensi yang sangat luar biasa. Banyak kalangan intlektual yang tertarik dan kagum akan masyarakat Bawean. Kemudian mereka mengadakan penelitian. Kenapa? Warga Bawean merantau pada awal 1800-an Mula-mula ke Sumatera, bekerja di perkebunan karet di kota Dili. Lalu menyebrang ke Singapore,

Malaysia, Kamboja dan Vietnam. Dari Singapore, ada juga yang ke pulau Crismes. Ketika oleh Singapore pulau tersebut di jual pada Australia, penduduk pulau tersebut boleh memilih : kembali ke Sin gapore, atau jadi warga Negara Australia. Sebagian dari mereka memilih jadi warga Negara Australia dan umumnya menetap di kota Perth. Warga Bawean yang ada diluar tidak menyebut dirinya sebagai emigrant, melainkan merantau. Itu artinya, pada suatu ketika kelak mereka masih akan kembali ke kampung halamannya. Menurut Emanuel Subangun : Bawean adalah pulau tempat lahir dan mati. Bukan pulau kehidupan. Barangkali itulah yang menark bagi kalangan akademisi untuk diteliti. Bisa sebutkan siapa saja kalangan akademisi tersebut. Banyak. Cukup banyak. Umumnya penelitian itu mereka lakukan untuk membuat desertasi dalam rangka memperoleh gelar doctor (Ph.D). Diantaranya adalah Yacob Vradenbrech dari Leiden University, Belanda tahun 1960, lalu kembali lagi ke Bawean pada tahun 1985. Mariam Ali dosen National University of Singapore (NUS) yang mengambil program Doktornya di Harvard University, Amerika Serikat tahun 1994. Ada juga dari Universitas Waseda, Jepang, namanya Itobayashi. Tahun 1995. Ali Mufradi, dosen fakultas Adab IAIN Sunan Ampel

Surabaya pada tahun 1981 Juga pernah menulis tentang masyarakat Bawean. Dan masih banyak lagi tulisan-tulisan lepasa tentang masyarakat Bawean yang diterbitkan kalangan perguruan tinggi baik di dalam maupun luar negeri. Apakah ada warga Bawean yang tampil di pentas nasional? Saya teringat kepada pidato pak Lah – sapaan Abdullah Badawi – ketika beliau masih menjabat Menteri Luar Negeri. Pada pertemuan halal bihalal yang diadakan oleh masyrakat Bawean Malaysia di salah satu hotel dikawasan jalan Masjid India Kuala Lumpur, beliau mengatakan :”Sudah saatnya warga Boyan tidak lagi low profile, tetapi harus hige profile”. Pak Lah memberikan motivasi kepada etnis Bawean agar sekolah yang tinggi sehingga mereka bisa tampil dipentas nasional dalam berbagai bidang. Dalam bidak ilmu falak kita punya Kyai Asy’ari – di Bawean dikenal dengan sebutan Kyai Ngari – berasal dari kampong Rujing, desa Sungaiteluk Sangkapura. Jadwal salat sepanjang masa, yang banyak terpampang di sejumlah masjid tidak hanya di Bawean, tetapi juga di Jawa, adalah karya

momomental Kyai Ngari. Banyak kisah-kisah menarik dari Kyai tersebut. Seperti yang saya ceritakan diatas, pak Ahmad Dawam dari dusun Pagerbung desa Sokalela yang tinggal di Singapore adalah ahli petir di Asia Tenggara. Hajah Asiah dari desa Pekalongan Tambak, adalah istri Tuan Iskak Presiden pertama Singapore. Inu Kencana yang pernah menggegerkan kampus IPDN adalah turunan Bawean yang lahir dan dibesarkan di Medan, merantau ke Papua lalu menetap di Jakarta. Yusril Ihza Mahendra, adalah juga keturunan Bawean. Pak Suri, tetangga saya yang lama hidup di Belitung, yang meninggal di usia 84 tahun banyak menyimpan cerita keluarga pak Yusril tersebut. Di Singapore bertaburan warga Bawean yang menjadi orang top disana baik sebagai penyanyi, actor dan artis, qori’, olah raga, sampai kepada penasehat spiritual perdana menteri. Sekiranya tidak tersandung masalah, Yahya Zaini, adalah putera Bawean yang mempunyai peluang setidaknya menjadi menteri. Jabatan terakhir dia adalah sekretaris fraksi Golkar di DPR RI dan wakil ketua DPP Golkar. Tentu saja masih banyak lagi yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu disini.

Lalu, apa yang akan Anda lakukan jika Anda terpilih sebagai anggota dewan? Permasalahan Bawean sebenarnya sudah terang benderang. Warga Bawean perlu listrik yang hidup normal, kapal yang memadahi terutama dalam keadaan cuaca buruk, jalan lingkar, pendidikan murah dan berkualitas, pupuk ada pada saat dibutuhkan, nelayan tidak terganggu dengan penagkapan ikan seperti pukat harimau dan pengeboman, hutan lestari, pelayanan public tidak selalu besok pagi. Dan masih banyak lagi. Untuk memperjuangkan itu bagaimana caranya? Warga Bawean harus diajak bicara. Baik yang ada di Bawean sendiri maupun yang tinggal di perantauan. Iulah sebabnya PKS akan membuka Rumah Peduli, yang antara lain berfungsi untuk menampung keluhan mereka, lalu kita perjuangkan di parlemen. Semudah itu kah ? Setiap calon anggota dewan tentu sudah mengetahui medan perjuangan yang akan digeluti. Dengan demikian akan mampu membuat matrik perjuangan. Bisa memberikan gambaran, seperti apa medan perjuangan di parlenen tersebut.

Yang jelas, untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat, setiap anggota dewan akan berhadapan dengan 49 anggota dewan lainnya yang dating dari berbagai macam partai, latar belakang pendidikan, budaya, watak dan sebagainya. Di pihak eksekutif kita akan berhadapan dengan Bupati, Wakil Bupati, SekdaKepala-Kepala Dinas dan sebagainya yang mereka semua sangat professional dan ahli dibidangnya masing-masing. Di jajaran samping, anggota dewan akan berhadapan dengan LSM, aktifis buruh, mahasiswa, pengusaha, dan lain-lain. Jadi kesimpulannya, tidak mudah menjadi anggota dewan. Anda Siap? Insya Allah. Tapi saya tidak mau mengumbar janji. Saya sering heran, bagaimana mungkin seorang caleg mengatakan :”jika saya terpilih, maka listrik akan hidup 24 jam”. Perlu langkah-langkah strategis dan tidak semudah membalik telapak tangan. Ingat, medan yang kita hadapi sangat berat dan luas. )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i(( )i(( )i( Media Buka Mata Buka Hati Penanggung Jawab Latif, SH. Anggota Redaksi Yusuf, A. Hafid As, Jon Limassanjaya. Penerbit

Tim Relawan PKS. Distributor Samsuddin (Koordinator),) Alamat Desa Komalasa (Rumah sdr. Latif,SH) )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i( )i(( ) i( )i( )i(

Related Documents

Buka Mata Buka Hati
April 2020 27
Buka
November 2019 39
Buka Puasa
May 2020 35
Buka Penghadang
May 2020 35
Buka Puasa.xlsx
May 2020 32
Buka Tisina
November 2019 50