•
Home
•
About
•
Rujukan
•
Shalat
• Top of Form
Search
Bottom of Form
Tridaya Mufakat Adil & Amanah Bersinergi, Bersatu, dan Beritikad Baik. Feeds: Posts Comments
Budidaya Belut November 24, 2006 by trimudilah Empat Bulan Panen Belut Membesarkan belut hingga siap panen dari bibit umur 1-3 bulan butuh waktu 7 bulan. Namun, Ruslan Roy, peternak sekaligus eksportir di Jakarta Selatan, mampu menyingkatnya menjadi 4 bulan. Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan. Belut yang dipanen Ruslan rata-rata berbobot 400 g/ekor. Itu artinya sama dengan bobot belut yang dihasilkan peternak lain. Cuma waktu pemeliharaan yang dilakukan Ruslan lebih singkat 3 bulan dibanding mereka. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah. Selain menekan biaya produksi, panen dalam waktu singkat itu mampu mendongkrak ketersediaan pasokan, ujar Ruslan. Pemilik PT Dapetin di Jakarta Selatan itu hanya mengeluarkan biaya Rp8.000 untuk setiap kolam berisi 200 ekor. Padahal, biasanya para peternak lain paling tidak menggelontorkan Rp14.000 untuk pembesaran jumlah yang sama. Semua itu karena Ruslan menggunakan media campuran untuk pembesarannya. Media campuran Menurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan ayah dari 3 anak itu terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakkannya diatur: bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisma stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg.
Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut. Eceng gondok harus menutupi ¾ besar kolam, ujar peraih gelar Master of Management dari Philipine University itu. Bibit belut tidak serta-merta dimasukkan. Media dalam kolam perlu didiamkan selama 2 minggu agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik. Setelah itu baru bibit dimasukkan. Pakan hidup Berdasarkan pengalaman Ruslan, sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan, ujarnya. Sebab itu tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor. Dalam 1 kolam berukuran 5 m x 5 m x 1 m, saya dapat memasukkan hingga 9.400 bibit, katanya. Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 g temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi, ujar Ruslan. Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal 3 kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg. Hujan buatan Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati, ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir. Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka biasanya spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikitbanyak turut mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan dengan membuat kondisi kolam rapi dan pengontrolan rutin sehari sekali, tutur Ruslan. Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26-28oC. Peternak di daerah panas bersuhu 2932oC, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal. Son Son menggunakan shading net dan hujan buatan untuk bisa mendapat suhu 26oC. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal, ujar alumnus Institut Teknologi Indonesia itu. Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang. Selanjutnya 3 saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan itu dapat menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut. Ketidakseimbangan suhu menyebabkan bibit cepat mati, ucap Son Son.
Hal senada diamini Ruslan. Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan menanam eceng gondok di seluruh permukaan kolam, ujar Ruslan. Dengan cara itu bibit belut tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap panen. (Hermansyah)
Mari Rebut Pasar Belut Siang itu Juli 2006 di Batutulis, Bogor. Pancaran matahari begitu terik membuat Ruslan Roy berteduh. Ia tetap awas melihat kesibukan pekerja yang memilah belut ke dalam 100 boks styrofoam. Itu baru 3,5 ton dari permintaan Hongkong yang mencapai 60 ton/hari, ujar Ruslan Roy. Alumnus Universitras Padjadjaran Bandung itu memang kelimpungan memenuhi permintaan belut dari eksportir. Selama ini ia hanya mengandalkan pasokan belut dari alam yang terbatas. Sampai kapan pun tidak bisa memenuhi permintaan, ujarnya. Sebab itu pula ia mulai merintis budidaya belut dengan menebar 40 kg bibit pada Juli 1989. Roy-panggilan akrab Ruslan Roy-memperkirakan seminggu setelah peringatan Hari Kemerdekaan ke-61 RI semua Monopterus albus yang dibudidayakan di kolam seluas 25 m2 itu siap panen. Ukuran yang diminta eksportir untuk belut konsumsi sekitar 400 g/ekor. Bila waktu itu tiba, eksportir di Tangerang yang jauh-jauh hari menginden akan menampung seluruh hasil panen. Untuk mengejar ukuran konsumsi, peternak di Jakarta Selatan itu memberi pakan alami berprotein tinggi seperti cacing tanah, potongan ikan laut, dan keong mas. Pakan itu dirajang dan diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuh/hari. Dengan asumsi tingkat kematian 5-10% hingga berumur 9 bulan, Roy menghitung 4-5 bulan setelah menebar bibit, ia bakal memanen 400 kg belut. Dengan harga Rp40.000/kg, total pendapatan yang diraup Rp16-juta. Setelah dikurangi biaya-biaya sekitar Rp2-juta, diperoleh laba bersih Rp14-juta. Keuntungan itu akan semakin melambung karena pada saat yang sama Roy membuat 75 kolam di Rancamaya, Bogor, masing-masing berukuran sekitar 25 m2 berkedalaman 1 m. Pantas suami Kastini itu berani melepas pekerjaannya sebagai konsultan keuangan di Jakarta Pusat. Perluas areal Nun di Bandung, Ir R. M. Son Son Sundoro, lebih dahulu menikmati keuntungan hasil pembesaran belut. Itu setelah ia dan temannya sukses memasok ke beberapa negara. Sebut saja Hongkong, Taiwan, Cina, Jepang, Korea, Malaysia, dan Thailand. Menurut Son Son pasar belut mancanegara tidak terbatas. Oleh karena itu demi menjaga kontinuitas pasokan, ia dan eksportir membuat perjanjian di atas kertas bermaterai. Maksudnya agar importir mendapat jaminan pasokan. Sejak 1998, alumnus Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Indonesia, itu rutin menyetor 3 ton/hari ke eksportir. Itu dipenuhi dari 30 kolam berukuran 5 m x 5 m di Majalengka, Ciwidey, Rancaekek, dan 200 kolam plasma binaan di Jawa Barat. Ia mematok harga belut ke eksportir US$4-US$5, setara Rp40.000-Rp60.000/kg isi 10-15 ekor. Sementara harga di tingkat petani plasma Rp20.000/kg. Permintaan ekspor belut
Negara Tujuan Kebutuhan (ton/minggu) Jepang
1.000
Hongkong
350
Cina
300
Malaysia
80
Taiwan
20
Korea
10
Singapura
5
Sumber: Drs Ruslan Roy, MM, Ir R. M. Son Son Sundoro, www.eelstheband.com, dan telah diolah dari berbagai sumber. Terhitung mulai Juli 2006, total pasokan meningkat drastis menjadi 50 ton per hari. Itu diperoleh setelah pria 39 tahun itu membuka kerjasama dengan para peternak di dalam dan luar Pulau Jawa. Sebut saja pada awal 2006 ia membuka kolam pembesaran seluas 168 m2 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Di tempat lain, penggemar travelling itu juga membuka 110 kolam jaring apung masing-masing seluas 21 m2 di waduk Cirata, Kabupaten Bandung. Total jenderal 1-juta bibit belut ditebar bertahap di jaring apung agar panen berlangsung kontinu setiap minggu. Dengan volume sebesar itu, ayah 3 putri itu memperkirakan keuntungan sebesar US$2.500 atau Rp 20.500.000 per hari. Di Majalengka, Jawa Barat, Muhammad Ara Giwangkara juga menuai laba dari pembesaran belut. Sarjana filsafat dari IAIN Sunan Gunungjati, Bandung, itu akhir Desember 2005 membeli 400 kg bibit dari seorang plasma di Bandung seharga Rp11,5- juta. Bibit-bibit itu kemudian dipelihara di 10 kolam bersekat asbes berukuran 5 m x 5 m. Berselang 4 bulan, belut berukuran konsumsi, 35-40 cm, sudah bisa dipanen. Dengan persentase kematian dari burayak hingga siap panen 4%, Ara bisa menjual sekitar 3.000 kg belut. Karena bermitra, ia mendapat harga jual Rp12.500/ kg. Setelah dikurangi ongkos perawatan dan operasional sebesar Rp9- juta dan pembelian bibit baru sebesar Rp11,5- juta, tabungan Ara bertambah Rp17-juta. Bagi Ara hasil itu sungguh luar biasa, sebab dengan pendapatan Rp3- juta- Rp4-juta per bulan, ia sudah bisa melebihi gaji pegawai negeri golongan IV. Bibit meroket Gurihnya bisnis belut tidak hanya dirasakan peternak pembesar. Peternak pendeder yang memproduksi bibit berumur 3 bulan turut terciprat rezeki. Justru di situlah terbuka peluang mendapatkan laba relatif singkat. Apalagi kini harga bibit semakin meroket. Kalau dulu Rp10.000/kg, sekarang rata-rata Rp27.500/kg, tergantung kualitas, ujar Hj Komalasari, penyedia bibit di Sukabumi, Jawa Barat. Ia menjual minimal 400-500 kg bibit/bulan sejak awal 1985 hingga sekarang.
Pendeder pun tak perlu takut mencari pasar. Mereka bisa memilih cara bermitra atau nonmitra. Keuntungan pendeder bermitra: memiliki jaminan pasar yang pasti dari penampung. Yang nonmitra, selain bebas menjual eceran, pun bisa menyetor ke penampung dengan harga jual lebih rendah 20-30% daripada bermitra. Toh, semua tetap menuai untung. Sukses Son Son, Ruslan, Ara, dan Komalasari memproduksi dan memasarkan belut sekarang ini bak bumi dan langit dibandingkan 8 tahun lalu. Siapa yang berani menjamin kalau belut booming gampang menjualnya? ujar Eka Budianta, pengamat agribisnis di Jakarta. Menurut Eka, memang belut segar kini semakin dicari, bahkan harganya semakin melambung jika sudah masuk ke restoran. Untuk harga satu porsi unagi-hidangan belut segar-di restoran jepang yang cukup bergengsi di Jakarta Selatan mencapai Rp250.000. Apalagi bila dibeli di Tokyo, Osaka, maupun di restoran jepang di kota-kota besar dunia. Dengan demikian boleh jadi banyak yang mengendus peluang bisnis belut yang kini pasarnya menganga lebar. Maklum pasokan belut-bibit maupun ukuran konsumsi-sangat minim, sedangkan permintaannya membludak. (Hermansyah/Peliput: Lani Marliani) Sumber Trubusonline Possibly related posts: (automatically generated) •
BUDIDAYA IKAN BELUT ( Synbranchus )
•
Kabar Gembira !!!
•
Pelatihan Budidaya Belut Tanpa Lumpur I
Posted in Peluang Usaha | 1 Comment
One Response 1. on November 23, 2007 at 8:38 am budidaya belut « Iswadi37’s Weblog
[...] Budidaya Belut [...]
Comments are closed.
• TRIMUDILAH ○
About
○
Rujukan
○
Demi Masa Kutipan Hadist
Shalat
• Salam Hangat dari Trimudilah Menyatukan jejak dan merangkumnya dalam hikmah Mohon maaf apabila terdapat kekurangan, Sekaligus semoga bermanfaat. -3boys-
• Label
Manyaran Wonogiri Komunitas virtual warga Manyaran dimanapun berada ○
Home
○ ○
Cara Gabung
Subscribe to entries RSS Subscribe to comments RSS Top of Form
To search, Bottom of Form
Registrasi
Login
Lupa User & Password Top of Form
Situs Kecamatan silakan pilih & klik Go Bottom of Form Top of Form
w w w .w onogiri.o
Masukkan istilah pencarian Anda Cari di
formulir pencarian
Kirim
Web
www.wonogiri.org
pub-4364929801
1
ISO-8859-1
ISO-8859-1
GALT:#008000;G
in Bottom of Form
Budidaya Belut Posted by suwandi Apr 23
Karena saya sewaktu dikampung suka mencari belut, saya terinspirasi memposting budidaya belut. Semoga ada yang terinspirasi, karena harga belut (terutama di swalayan mencapai Rp. 60.000.- per kilo dan paling murah di pasar Rp. 30.000,-) Saya sendiri sampai sekarang sangat menyukai makanan ini karena nilai gizinya yang sangat baik dan konon katanya orang Jepang konsumsi belutnya sangat tinggi sehingga orang Jepang hebat-hebat IQnya alias podo pinter. Selamat membaca dan mencoba beternak belut ini terutama yang tinggal di deket sawah,
Budidaya Belut November 24, 2006 by trimudilah Empat Bulan Panen Belut Membesarkan belut hingga siap panen dari bibit umur 1-3 bulan butuh waktu 7 bulan. Namun, Ruslan Roy, peternak sekaligus eksportir di Jakarta Selatan, mampu menyingkatnya menjadi 4 bulan. Kunci suksesnya antara lain terletak pada media dan pengaturan pakan. Belut yang dipanen Ruslan rata-rata berbobot 400 g/ekor. Itu artinya sama dengan bobot belut yang dihasilkan peternak lain. Cuma waktu pemeliharaan yang dilakukan Ruslan lebih singkat 3 bulan dibanding mereka. Oleh karena itu, biaya yang dikeluarkan Ruslan pun jauh lebih rendah. Selain menekan biaya produksi, panen dalam waktu singkat itu mampu mendongkrak ketersediaan pasokan, ujar Ruslan. Pemilik PT Dapetin di Jakarta Selatan itu hanya mengeluarkan biaya Rp8.000 untuk setiap kolam berisi 200 ekor. Padahal, biasanya para peternak lain paling tidak menggelontorkan Rp14.000 untuk pembesaran jumlah yang sama. Semua itu karena Ruslan menggunakan media campuran untuk pembesarannya. Media campuran Menurut Ruslan, belut akan cepat besar jika medianya cocok. Media yang digunakan ayah dari 3 anak itu terdiri dari lumpur kering, kompos, jerami padi, pupuk TSP, dan mikroorganisme stater. Peletakkannya diatur: bagian dasar kolam dilapisi jerami setebal 50 cm. Di atas jerami disiramkan 1 liter mikroorganisma stater. Berikutnya kompos setinggi 5 cm. Media teratas adalah lumpur kering setinggi 25 cm yang sudah dicampur pupuk TSP sebanyak 5 kg. Karena belut tetap memerlukan air sebagai habitat hidupnya, kolam diberi air sampai ketinggian 15 cm dari media teratas. Jangan lupa tanami eceng gondok sebagai tempat bersembunyi belut. Eceng gondok harus menutupi ¾ besar kolam, ujar peraih gelar Master of Management dari Philipine University itu.
Bibit belut tidak serta-merta dimasukkan. Media dalam kolam perlu didiamkan selama 2 minggu agar terjadi fermentasi. Media yang sudah terfermentasi akan menyediakan sumber pakan alami seperti jentik nyamuk, zooplankton, cacing, dan jasad-jasad renik. Setelah itu baru bibit dimasukkan. Pakan hidup Berdasarkan pengalaman Ruslan, sifat kanibalisme yang dimiliki Monopterus albus itu tidak terjadi selama pembesaran. Asal, pakan tersedia dalam jumlah cukup. Saat masih anakan belut tidak akan saling mengganggu. Sifat kanibal muncul saat belut berumur 10 bulan, ujarnya. Sebab itu tidak perlu khawatir memasukkan bibit dalam jumlah besar hingga ribuan ekor. Dalam 1 kolam berukuran 5 m x 5 m x 1 m, saya dapat memasukkan hingga 9.400 bibit, katanya. Pakan yang diberikan harus segar dan hidup, seperti ikan cetol, ikan impun, bibit ikan mas, cacing tanah, belatung, dan bekicot. Pakan diberikan minimal sehari sekali di atas pukul 17.00. Untuk menambah nafsu makan dapat diberi temulawak Curcuma xanthorhiza. Sekitar 200 g temulawak ditumbuk lalu direbus dengan 1 liter air. Setelah dingin, air rebusan dituang ke kolam pembesaran. Pilih tempat yang biasanya belut bersembunyi, ujar Ruslan. Pelet ikan dapat diberikan sebagai pakan selingan untuk memacu pertumbuhan. Pemberiannya ditaburkan ke seluruh area kolam. Tak sampai beberapa menit biasanya anakan belut segera menyantapnya. Pelet diberikan maksimal 3 kali seminggu. Dosisnya 5% dari bobot bibit yang ditebar. Jika bibit yang ditebar 40 kg, pelet yang diberikan sekitar 2 kg. Hujan buatan Selain pakan, yang perlu diperhatikan kualitas air. Bibit belut menyukai pH 5-7. Selama pembesaran, perubahan air menjadi basa sering terjadi di kolam. Air basa akan tampak merah kecokelatan. Penyebabnya antara lain tingginya kadar amonia seiring bertumpuknya sisa-sisa pakan dan dekomposisi hasil metabolisme. Belut yang hidup dalam kondisi itu akan cepat mati, ujar Son Son. Untuk mengatasinya, pH air perlu rutin diukur. Jika terjadi perubahan, segera beri penetralisir. Kehadiran hama seperti burung belibis, bebek, dan berang-berang perlu diwaspadai. Mereka biasanya spontan masuk jika kondisi kolam dibiarkan tak terawat. Kehadiran mereka sedikitbanyak turut mendongkrak naiknya pH karena kotoran yang dibuangnya. Hama bisa dihilangkan dengan membuat kondisi kolam rapi dan pengontrolan rutin sehari sekali, tutur Ruslan. Suhu air pun perlu dijaga agar tetap pada kisaran 26-28oC. Peternak di daerah panas bersuhu 2932oC, seperti Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi, perlu hujan buatan untuk mendapatkan suhu yang ideal. Son Son menggunakan shading net dan hujan buatan untuk bisa mendapat suhu 26oC. Bila terpenuhi pertumbuhan belut dapat maksimal, ujar alumnus Institut Teknologi Indonesia itu. Shading net dipasang di atas kolam agar intensitas cahaya matahari yang masuk berkurang. Selanjutnya 3 saluran selang dipasang di tepi kolam untuk menciptakan hujan buatan. Perlakuan itu dapat menyeimbangkan suhu kolam sekaligus menambah ketersediaan oksigen terlarut. Ketidakseimbangan suhu menyebabkan bibit cepat mati, ucap Son Son. Hal senada diamini Ruslan. Jika tidak bisa membuat hujan buatan, dapat diganti dengan menanam eceng gondok di seluruh permukaan kolam, ujar Ruslan. Dengan cara itu bibit belut tumbuh cepat, hanya dalam tempo 4 bulan sudah siap panen. (Hermansyah)
Mari Rebut Pasar Belut Siang itu Juli 2006 di Batutulis, Bogor. Pancaran matahari begitu terik membuat Ruslan Roy berteduh. Ia tetap awas melihat kesibukan pekerja yang memilah belut ke dalam 100 boks styrofoam. Itu baru 3,5 ton dari permintaan Hongkong yang mencapai 60 ton/hari, ujar Ruslan Roy. Alumnus Universitras Padjadjaran Bandung itu memang kelimpungan memenuhi permintaan belut dari eksportir. Selama ini ia hanya mengandalkan pasokan belut dari alam yang terbatas. Sampai kapan pun tidak bisa memenuhi permintaan, ujarnya. Sebab itu pula ia mulai merintis budidaya belut dengan menebar 40 kg bibit pada Juli 1989. Roy-panggilan akrab Ruslan Roy-memperkirakan seminggu setelah peringatan Hari Kemerdekaan ke-61 RI semua Monopterus albus yang dibudidayakan di kolam seluas 25 m2 itu siap panen. Ukuran yang diminta eksportir untuk belut konsumsi sekitar 400 g/ekor. Bila waktu itu tiba, eksportir di Tangerang yang jauh-jauh hari menginden akan menampung seluruh hasil panen. Untuk mengejar ukuran konsumsi, peternak di Jakarta Selatan itu memberi pakan alami berprotein tinggi seperti cacing tanah, potongan ikan laut, dan keong mas. Pakan itu dirajang dan diberikan sebanyak 5% dari bobot tubuh/hari. Dengan asumsi tingkat kematian 5-10% hingga berumur 9 bulan, Roy menghitung 4-5 bulan setelah menebar bibit, ia bakal memanen 400 kg belut. Dengan harga Rp40.000/kg, total pendapatan yang diraup Rp16-juta. Setelah dikurangi biaya-biaya sekitar Rp2-juta, diperoleh laba bersih Rp14-juta. Keuntungan itu akan semakin melambung karena pada saat yang sama Roy membuat 75 kolam di Rancamaya, Bogor, masing-masing berukuran sekitar 25 m2 berkedalaman 1 m. Pantas suami Kastini itu berani melepas pekerjaannya sebagai konsultan keuangan di Jakarta Pusat. Perluas areal Nun di Bandung, Ir R. M. Son Son Sundoro, lebih dahulu menikmati keuntungan hasil pembesaran belut. Itu setelah ia dan temannya sukses memasok ke beberapa negara. Sebut saja Hongkong, Taiwan, Cina, Jepang, Korea, Malaysia, dan Thailand. Menurut Son Son pasar belut mancanegara tidak terbatas. Oleh karena itu demi menjaga kontinuitas pasokan, ia dan eksportir membuat perjanjian di atas kertas bermaterai. Maksudnya agar importir mendapat jaminan pasokan. Sejak 1998, alumnus Teknik dan Manajemen Industri di Institut Teknologi Indonesia, itu rutin menyetor 3 ton/hari ke eksportir. Itu dipenuhi dari 30 kolam berukuran 5 m x 5 m di Majalengka, Ciwidey, Rancaekek, dan 200 kolam plasma binaan di Jawa Barat. Ia mematok harga belut ke eksportir US$4-US$5, setara Rp40.000-Rp60.000/kg isi 10-15 ekor. Sementara harga di tingkat petani plasma Rp20.000/kg. Permintaan ekspor belut Negara Tujuan Kebutuhan (ton/minggu) Jepang
1.000
Hongkong
350
Cina
300
Malaysia
80
Taiwan
20
Korea
10
Singapura
5
Sumber: Drs Ruslan Roy, MM, Ir R. M. Son Son Sundoro, www.eelstheband.com, dan telah diolah dari berbagai sumber. Terhitung mulai Juli 2006, total pasokan meningkat drastis menjadi 50 ton per hari. Itu diperoleh setelah pria 39 tahun itu membuka kerjasama dengan para peternak di dalam dan luar Pulau Jawa. Sebut saja pada awal 2006 ia membuka kolam pembesaran seluas 168 m2 di Payakumbuh, Sumatera Barat. Di tempat lain, penggemar travelling itu juga membuka 110 kolam jaring apung masing-masing seluas 21 m2 di waduk Cirata, Kabupaten Bandung. Total jenderal 1-juta bibit belut ditebar bertahap di jaring apung agar panen berlangsung kontinu setiap minggu. Dengan volume sebesar itu, ayah 3 putri itu memperkirakan keuntungan sebesar US$2.500 atau Rp 20.500.000 per hari. Di Majalengka, Jawa Barat, Muhammad Ara Giwangkara juga menuai laba dari pembesaran belut. Sarjana filsafat dari IAIN Sunan Gunungjati, Bandung, itu akhir Desember 2005 membeli 400 kg bibit dari seorang plasma di Bandung seharga Rp11,5- juta. Bibit-bibit itu kemudian dipelihara di 10 kolam bersekat asbes berukuran 5 m x 5 m. Berselang 4 bulan, belut berukuran konsumsi, 35-40 cm, sudah bisa dipanen. Dengan persentase kematian dari burayak hingga siap panen 4%, Ara bisa menjual sekitar 3.000 kg belut. Karena bermitra, ia mendapat harga jual Rp12.500/ kg. Setelah dikurangi ongkos perawatan dan operasional sebesar Rp9- juta dan pembelian bibit baru sebesar Rp11,5- juta, tabungan Ara bertambah Rp17-juta. Bagi Ara hasil itu sungguh luar biasa, sebab dengan pendapatan Rp3- juta- Rp4-juta per bulan, ia sudah bisa melebihi gaji pegawai negeri golongan IV. Bibit meroket Gurihnya bisnis belut tidak hanya dirasakan peternak pembesar. Peternak pendeder yang memproduksi bibit berumur 3 bulan turut terciprat rezeki. Justru di situlah terbuka peluang mendapatkan laba relatif singkat. Apalagi kini harga bibit semakin meroket. Kalau dulu Rp10.000/kg, sekarang rata-rata Rp27.500/kg, tergantung kualitas, ujar Hj Komalasari, penyedia bibit di Sukabumi, Jawa Barat. Ia menjual minimal 400-500 kg bibit/bulan sejak awal 1985 hingga sekarang. Pendeder pun tak perlu takut mencari pasar. Mereka bisa memilih cara bermitra atau nonmitra. Keuntungan pendeder bermitra: memiliki jaminan pasar yang pasti dari penampung. Yang nonmitra, selain bebas menjual eceran, pun bisa menyetor ke penampung dengan harga jual lebih rendah 20-30% daripada bermitra. Toh, semua tetap menuai untung. Sukses Son Son, Ruslan, Ara, dan Komalasari memproduksi dan memasarkan belut sekarang ini bak bumi dan langit dibandingkan 8 tahun lalu. Siapa yang berani menjamin kalau belut booming gampang menjualnya? ujar Eka Budianta, pengamat agribisnis di Jakarta. Menurut Eka, memang belut segar kini semakin dicari, bahkan harganya semakin melambung jika sudah masuk ke restoran. Untuk harga satu porsi unagi-hidangan belut segar-di restoran
jepang yang cukup bergengsi di Jakarta Selatan mencapai Rp250.000. Apalagi bila dibeli di Tokyo, Osaka, maupun di restoran jepang di kota-kota besar dunia. Dengan demikian boleh jadi banyak yang mengendus peluang bisnis belut yang kini pasarnya menganga lebar. Maklum pasokan belut-bibit maupun ukuran konsumsi-sangat minim, sedangkan permintaannya membludak. (Hermansyah/Peliput: Lani Marliani) Sumber Trubusonline Filed under: Info Keluarga, Kuliner Manyaran, Pertanian-peternakan-Industri, Warta Kecamatan
•
RSS feed for comments on this post
•
TrackBack URI
28 Responses to “ Budidaya Belut ” 1. otranssunartogunungan on April 23rd, 2009 8:49 pm Otrans. @Suwandi. Pernah kepikiran dalam benak saya, kalo di daerah kita sebenarnya cocok juga untuk pembibitan lele. Karena sekarang banyak sekali orang yang memelihara ikan lele. Tapi dari segi pembibitan agak kurang. Dulu pernah saya mencari bibit lele ke rumahnya pak Yatno, mantan bayan canati, punduh sambil ngobrol-ngobrol banyak seputar usahanya. Kata beliau usaha seperti itu hasilnya cukup punya prospek. Ternyata dari mana-mana orang yang pesan dan membutuhkan bibit lele tersebut. Perlu dicoba mas? Sampeyan budidaya belut, aku tak lelene wae. Nanti awake dewe bisa barter. 2. sukasno on April 24th, 2009 10:44 am Joklowor : Pakabaran Welut, aku kelingan isih cilik, Mas Wandi, Saidi dll. yen padha melut ana mbledhon nganti lali mangan karana sing dipangan ya ora ana, galengane mbah Jaya dha rusak kabeh. Gek saiki pada arep melut ning ngendi, lemahe wis atos kabeh. Wong Mantren ki sugih watu adoh ratu. malah yen ketiga wae pada ngangsu menyang mbuyuk, nganti nyang mbayok pedhot. terus aarep melut ning ngendi, opa ra kelingan jaman semana ana sing duwe blumbang cilik wae di dicolongi, hayo ngaku ora. babagan goleh iwak takona kara lik Kardi, cethul, bibis, senggutru, sompil, keong , bibis, benceng, beyes, sak iki wis langka. hayo sapa sing arep bisnis welut banyune ngangsu disik nyang mbuyuk. Semprul. @ Cah Mantren : Blak kotang kelingan jaman biyen ra, kaya rangas abang, gresek kacang neng lor Pingkol, musim ketiga angon kewan karo nggowo tepak, walang pusuh, kenjor, terus dibakar ning lethong gareng, enak tenaaaaaan. Karo nggodog sumpil ning mbathok. gara-gara welut, sumpil, cethul uga senggutru, walang, gendhon turi, rasa gurih higine bisa nglantarake bocah Mantren pinter, sehat kang mupakat. Takonan karo Surah, wit turi kidul omah padha ambruk kabeh. 3. Bapak e Donna on April 24th, 2009 11:09 am Nyuluh welut yo, nganggo dimar pom, kaose tjap 555 neng dul Mantren trus nurut kali pengkol, nggedik lele keno tai mak byurrrr gendieng…gendieng….gendieng keli lelene playune banter klopak klopak klopaaak, we ra kenek salah mau yen lele ojo seko duwur kudune seko ngisor. ke ke… kemeleng ke opo …o..iyo kae kodok, oyo lampune angkaten
sitik men kesulapan. di gebuk mak blok. kececerrr kececerrrr kok…kok…., heng wis lebokno neng ember mak bluk glodak..glodak..glodak, wich urip meneh kodoke, tutupono godong jati. awas ojo minggir2 okeh ulo weling 4. sukasno on April 24th, 2009 1:28 pm Joklowor: @ Pake Donna, nyuluh Welut mau ora ana kali, nanging ana sawah, Rikala aku ana desa nyuluh welud nganti tekan kidul salakan (Wijat, Sagino, Sutino, Sipur) terus diolah nggone mbah Carik, segane liwetan, tur isih panas, wah nyamleng, karo ngrunggokake radio acaran pangkur jengleng Basiyo. Saiki iwak lan welut wis punah, gur kari ngulu idu. karana banyu ya susah cedak watu. bledhone wis kena nggo bal-balan. Nek nyuluh lele saiki wis manggon ning somah, golek beyes ning sawah saiki ya susah, eneke lele dumbo, takona kara lik Giyoto Bero. Mancing tutut kalen saiki ya susah , sing gampang mancing kondhe Mas. Semprul. 5. sukasno on April 24th, 2009 1:39 pm Joklowor: @ Pakne Dona, nyuluh welut ki na sawah, Kalen, kali saiki benceng, beyes wis punah, eneke iwak cethul. Jaman semana aku nyuluh welud nganti tekan kidul salakan (Wijat, Sagino, Sutino, Sipur) terus diolah neng nggone mbah Carik Darmo Witono suwargi, terus diliwetken, karo nglaras nggrunggokake siaran radio uran-uran Basiyo. Saiki arep goleh beyes nggo sajen duwe gawe weh susah eneke lele dumbo. Saiki sing gambang mancing kondhe. takokna karo mas Fotrek lik Giyato Bero tukang slulup goleh iwak ning dung penthul. Semprul. 6. sukasno on April 24th, 2009 1:51 pm Joklowor : arisan bulan sing kepungkur manggon omahe Surah, dimasakake welud dicampur cabe ijo, ndilalah Om Wandi ora teka arisan, kamanggko senengane Om Wandi. Gandheng larang banyu welute gur cilik-cilik wah pedese ora jamak, nganti bengoren aku. gebyes. Endi lik Widarso Mas Larno ki ra tau ngetok. Yo da nembang mocopat ning ngomah ya, mengko om Wandi seka Subang nggowo oleh-oleh welut. Nyamleng. 7. otranssunartogunungan on April 24th, 2009 2:39 pm Otrans. @Mas Kasno. Lik Kardi kuwi seprene yo isih sabane neng kali “nyetrom iwak”. Jan wong kae ra duwe wedi babar pisan, jare yen diwedeni ono kali malah seneng amargo yen diwedeni entuke iwak biasane malah akeh. Aku keton yen esuk-esuk Lik Kardi liwat ono kulon ku omah kae. “Iwak… iwakk,” sopo meneh kae yen ra Lik Kardi. Langsung serbu…. Gak lama kemudian iwak yang sudah diponhto-pontho nganggo godong jati tadi langsung abis. Wah ngetoni, ngelingake zaman nyuluh. 8. sukasno on April 24th, 2009 4:02 pm Joklowor : @ Narto, ya mas, Lik Kardi kuwi ora duwe wedi, bebasan setan ora doyan demit ora dulit. japane mung slaman-slumun slamet. Ya mas sampeyan saiki lagi makarya ana daerah ngendi, kandane om Wandi lagi ngureki lemah golek gasir ning tlatah sumantrah, awas mbledos, metu lengane moncrat. Saiki masWiyoto ana ngendi ? saiki anake wis pira ?, salam ya, Saiki Mardjono ana Cikarang anake wis telu, durung suwe iki jabang bayine lahir, aku ora di undang brokohan, karana mbah kromo bulud wis ora nana. ndak tunggu durung ana kenthongan muni nganti seprene. Beres.
9. otranssunartogunungan on April 24th, 2009 6:14 pm Otrans. Pak De Kasno. Iki lagi kon mlebu ngalas gung liwang-liwung Bukit Suharto isi mlebu mrono maneh, penere ono Kalimantren wetan (baca: Kalimantan Timur). Pokoke bali koyo zaman dhisik koyo lagi ngarit menyang gunung kodok miring ngetan cedhak margoboyo. Mas Wiyoto sak meniko tinggale wonten bekasi utara. Putrane satunggal. O, Marjono ono Cikarang yo? Yen Sutino aku krungu kae ono Jambi ning yo embuh yen saiki wis pindah maneh. Aku isih kelingan Mbah Mbolut angger kon ngijapke kendurenan, yen ora mbah mbulut ora pokoke. Nanging goro-goro naliko aku thithir kenthongane kang daryo, aku diseneni karo Mbah Mbulut, wis kojur ane. 10. suwandi on April 24th, 2009 7:58 pm Wah-wah, topike masalah budidaya belut kok nglantur sing diulas. Kangge mas Kasno, babagan rencana damel sumur artesis kulo setuju mawon, mengenai pendanaan saged dirembug mangke pas arisan minggu depan. Kulo manut kemawon asal ampun didapuk dados seksi pendanaan, mboten tego yen ngedarke iuran. Syukur2 wonten donatur kakap sing saged mbantu amrih suksese, Insya Alloh rejekine lancar selancar miline toya ingkang lumuber sak Mantren mangke. Kagem mas Otrans kulo nitip lampit nggih yen saged dikirimne lewat jasa pengiriman mengko biayane piro tak ganti. Suwun 11. otranssunartogunungan on April 24th, 2009 9:17 pm Otrans. @Mas Wandi. Sorri sedikit nyimpang topik tadi, tapi nggak popolah karo konco iki. Masalah lampit Insya Allah kulo padoske. Mangke yen sampun angsal kulo ngabari. Lampit ki opo to Mas? Walah iki yo malah soyo adoh nyimpange, babagan welut kok malah tekan endi-endi. 12. wiwied on April 25th, 2009 7:16 am @mas sukasno @mas suwandi @mas otranssunartogunungan Menyimpang topik mboten punopo2, inggih naminipun wawan rebag tukar kawruh.. ingkang wigatos wonten manfaatipun. Nanging prayogi menawin dipun Posting Enggal kanthi sesirah “Rencana Sumur Artesis Mantren”. Pamanggih kulo babagan meniko, prayogi (saged) studi banding dateng mBero ingkang sampun mlampah babagan pengelolaan sumur/ledeng, lan menawi mboten klentu sakmeniko wonten program PNPM Mandiri saking pemerintahh ingkang saged dipun manfaataken babagan pendanaan. 13. otranssunartogunungan on April 25th, 2009 7:49 am Otrans. Mas Wiewied. Matur nuwun pangertosanipun. Masalah studi banding “Sumur Artesis” kersane Mas kasno mangke utusan priyayi saking mantren berkunjung dateng Bero. Pancen sakmeniko nembe nedeng-nedengipun program PNPM Mandiri. @All. Program PNPM Mandiri meniko kados ipun sae sanget, memberi kesempatan daerah yang masih memerlukan bantuan. Bantuan kucuran dana yang akan diwujukan berupa bangunan fisik yang sebelumnya telah dimusyawarahkan terlebih dahulu. Apabila
dana sudah turun, kemudian akan digunakan sebaik-baiknya untuk masyarakat dan di awasi oleh masyarakat itu sendiri dan dibantu beberapa orang fasilitator. 14. suwandi on April 25th, 2009 9:34 am Maturnuwun sumbangsarane bab sumur, mangke kulo tindaklanjuti pas ngumpul arisan. Utk mas otrans, lampit kuwi koyo karpet nanging soko rotan. Moso dadi wong kalimantan gak ngerti. Kalo ada ukuran 4×2 mtr yo om. Suwun 15. otranssunartogunungan on April 25th, 2009 10:59 am Otrans. @Mas Wandi. Nggih mas. Kulo sampun tanglet ternyata lampit itu karpet dari rotan. Tak tekok-tekok sik mas, ono ukuran koyo sing sampeyan karepke opo ora. suwun. 16. sukasno on April 27th, 2009 9:25 am Joklowor : @ Narto, Jakarta yo akeh nanging kwalitase ora pati api, yen kirim aja tanggung-tanggung, aku uga gelem, sisan sing bayari om Wandi. Kanggo lesehan. Wong kok ndremis. Kesempatan dalam kesempitan. Semprul. 17. wakidi on April 28th, 2009 9:21 am
nyuwun sewu nopo niki mas wandi adike mas wahyono. nek gih niki rencang kulo . kulo wakidi mas watu payung . 18. otranssunartogunungan on April 28th, 2009 9:42 am Otrans. @Mas Kasno. o, nggih. Niki nembe miling-miling riyen sinambi nunggu bayaran. Mangke menawi sampun angsal kulo kabri. Beres Mas. 19. misno on April 29th, 2009 9:29 pm Mas Wakidi kang mase Poni Wiyati nopo kang mase Darsono. Memang mas Wandi adine Alm. Wahyono . 20. wakidi on May 4th, 2009 3:13 pm
kang mase poni wiyati gunungan mas. mas wahyono udah meninggal baru tau 21. suwito on May 14th, 2009 11:34 am Salam hormat Mas, Nama saya Suwito saya ingin buka usaha peternakan belut , saya tinggal di Kabupaten Sijunjung Kecamatan Kaman