BAB 1
Manusia dari masa ke masa telah mencari sesuatu yang melampaui dirinya, melampaui
kesejahteraan
material
– sesuatu
yang
kita sebut
“kebenaran” atau “Tuhan” atau realita, sebuah keadaan tanpa waktu – sesuatu yang tidak dapat dikacaukan oleh sirskumtansi, oleh pikiran, atau oleh korupsi manusia. Manusia
telah
selalu
mengajukan
pertanyaan:
Mengenai
apakah
segalanya ini? Apakah kehidupan memiliki sebuah makna sama sekali? Dia melihat
kebingungan
terbesar
akan
kehidupan,
berbagai
kebrutalan,
pemberontakan, peperangan, pembagian tiada akhir dari agama (religion), ideologi dan kebangsaan (nationality), dan dengan suatu perasaan frustasi mendalam yang tiada kunjung habis – ia bertanya, apa yang orang lakukan, apakah hal yang kita sebut hidup ini, tidakkah terdapat sesuatu yang melampauinya? Dan tidak menemukan hal yang tak bernama ini dari ribuan nama yang ia selalu cari, ia pun telah mengolah kepercayaan – kepercayaan dalam sebuah juru selamat atau idealitas – dan kepercayaan tanpa kecuali mengembangkan kekerasan. Dalam pertempuran konstan ini yang kita sebut hidup, kita mencoba untuk menetapkan suatu etika sesuai dengan masyarakat di mana kita dibesarkan, apakah itu masyarakat komunis atau yang lain yang kita sebut masyarakat bebas; kita menerima suatu standar perilaku sebagai bagian dari tradisi kita sebagai Hindu atau Muslim atau Kristiani atau apapun kita jadinya. Kita mencari seseorang untuk memberitahukan kita apakah itu perilaku yang baik atau buruk, apakah itu pikiran yang salah dan benar, dan dalam mengikuti pola ini - tingkah laku dan pola pikir kita menjadi mekanis, respon kita otomatis. Kita dapat mengamati ini dengan sangat mudah pada diri kita. Selama berabad-abad kita telah disuapi oleh pengajar-pengajar kita, oleh pimpinan otoritas kita, oleh buku-buku kita, oleh ilmu pengetahuan kita. Kita berkata, ‘Beritahu saya segala hal mengenainya – apakah yang terbentang di balik perbukitan dan pegunungan serta bumi?’ dan kita puas terhadap pelukisan mereka, yang mana berarti kita hidup di atas kata-kata dan
kehidupan kita dangkal nan kosong. Kita adalah orang-orang pewaris kedua. Kita telah hidup pada apa yang telah diberitahukan pada kita, atau dipandu oleh kecendrungan-kecendrungan kita, penjagaan kita, atau terpaksa untuk menerima karena keadaan dan lingkungan. Kita merupakan hasil dari segala jenis pengaruh dan tidak ada yang baru pada kita, tidak ada yang telah kita temukan untuk diri kita, tidak ada yang asli, murni, bersih. Melalui riwayat teologis kita telah dipastikan oleh para pimpinan agama bahwa jika kita melakukan ritual-ritual tertentu, mengulang doa-doa atau mantra-mantra tertentu, menyesuaikan terhadap pola-pola tertentu, menekan hasrat-hasrat kita, mengontrol pikiran kita, memurnikan semangat (passion) kita, membatasi kegemaran kita, dan menahan diri dari pemanjaan seksual, kita akan - setelah penyiksaan yang cukup terhadap batin dan tubuh – menemukan sesuatu melampaui kehidupan yang kecil ini. Dan itu adalah apa yang jutaan dari yang disebut masyarakat religius telah lakukan dari masa ke masa, apakah dalam isolasi, pergi ke gurun atau ke pegunungan atau sebuah gua maupun berkelana dari desa ke desa dengan mangkok meminta-minta, atau, dalam sebuah kelompok, mengikuti suatu biara, memaksakan batin mereka untuk menyesuaikan terhadap suatu pola yang dibentuk. Namun sebuah batin yang tersiksa, sebuah batin yang patah, sebuah batin yang ingin lepas dari segala kekacauan, yang telah menolak dunia luar dan telah dibuat tumpul melalui disiplin dan penyesuaian – batin yang seperti itu, berapa lama pun ia mencari, akan menemukan hanya sesuai dengan pemutarbalikannya sendiri. Jadi untuk menemukan apakah sesungguhnya ada atau tidak sesuatu melampaui keberadaan yang khawatir, bersalah, ketakutan, dan bersaing ini, tampaknya bagi saya bahwa seseorang harus memiliki sebuah pendekatan yang sepenuhnya berbeda secara menyeluruh. Pendekatan tradisional adalah dari pinggir menuju ke dalam, dan melalui waktu, latihan dan pelepasan ego (renunciation), bertahap menuju bunga dalam (inner flower), keindahan dalam (inner beauty) dan cinta – dalam kenyataan melakukan semuanya membuat diri seseorang sempit, menyedihkan dan bobrok; mengupas sedikit demi sedikit; memerlukan waktu; esok akan dikerjakan, kehidupan selanjutkan demikia jua – dan ketika pada akhirnya ia tiba ke pusat ia tak menemukan apapun di sana, kerena batinnya telah dibuat tidak cakap, tumpul, dan tidak
sensitif. Mengamati proses ini, seseorang menanyakan pada dirinya, tidakkah terdapat pendekatan yang berbeda keseluruhan – yang mana, tidakkah ia mungkin untuk meledak dari pusat? Dunia menerima dan mengikuti pendekatan tradisional. Penyebab utama kekacauan dalam diri kita adalah mencari kenyataan yang dijanjikan oleh yang lain; kita secara mekanis mengikuti seseorang yang akan meyakinkan kita akan sebuah kehidupan spiritual yang nyaman. Adalah hal yang teramat luar biasa bahwa meskipun kebanyakan dari kita dihadapkan pada tirani politik dan kediktatoran, kita secara kedalam menerima otoritas, tirani, dari orang lain untuk memutarbalikkan batin kita dan jalan hidup kita. Jadi jika kita sepenuhnya menolak, bukan secara intelek namun secara aktual, segala yang disebut otoritas spiritual, segala upacara, ritual, dan dogma, berarti bahwa kita berdiri sendiri dan kita telah berada dalam konflik dengan masyarakat; kita berhenti menjadi manusia yang terhormat. Manusia yang terhormat tidaklah mungkin mendekati yang tidak terhingga, yang tidak terukur, realita itu. Anda kini telah memulai dengan menolak sesuatu yang sepenuhnya keliru – pendekatan tradisional – namun jika Anda menolaknya sebagai reaksi Anda akan membuat pola yang lain dimana Anda akan terperangkap; jika Anda mengatakan pada diri Anda secara intelektual bahwa penolakan ini adalah ide yang sangat baik namun tidak melakukan apapun mengenainya, Anda tidak akan dapat pergi lebih jauh. Jika Anda menolaknya bagaimanapun juga, karena Anda memahami kebodohan dan ketidakmatangannya, jika Anda menolaknya dengan intelegensi yang amat hebat, karena Anda bebas dan tidak takut, Anda akan menciptakan kekalutan yang besar dalam diri dan sekitar anda, namun Anda akan melangkah ke luar dari perangkap kehormatan (hal-hal yang patut dihormati). Kemudian Anda akan menemukan bahwa Anda tidak lagi mencari. Itu adalah hal pertama untuk dipelajari – tidak mencari. Ketika Anda mencari, Anda sesungguhnya hanyalah memandangi etalase (window-shopping). Pertanyaan apakah ada Tuhan, kebenaran, realita atau tidak, atau apapun suka anda menyebutnya, itu tak pernah dapat dijawab oleh buku, pendeta, filsuf, atau juru selamat. Tak seorangpun dan tidak ada yang dapat menjawab pertanyaan kecuali Anda sendiri, dan itulah mengapa Anda harus
mengenali diri anda sendiri. Ketidakdewasaan terdapat pada ketidakpedulian sepenuhnya pada diri. Memahami diri Anda adalah permulaan kebijaksanaan. Dan apakah itu diri anda, Anda yang individu? Menurut saya terdapat perbedaan antara manusia dan individual. Individu merupakan suatu entitas (kesatuan
keberadaan)
setempat,
hidup
dalam
suatu
negara
tertentu,
termasuk dalam suatu budaya tertentu, masyarakat tertentu, agama tertentu. Manusia bukanlah entitas lokal. Dia ada dimanapun. Jika individual bertindak semata-mata dalam sebuah sudut tertentu dari ranah kehidupan yang luas, maka tindakannya secara total tidak berhubungan dengan keseluruhan. Jadi seseorang harus meresapi bahwa kita membicarakan ‘keseluruhan’ bukan ‘bagian’, karena dalam ‘keseluruhan’ ‘bagian’ ada, namun dalam ‘bagian’ – ‘keseluruhan’ tidaklah ada. Individu merupakan keterkondisian yang kecil, menyedihkan, entitas yang frustasi, terpuaskan dengan tuhan-tuhan kecilnya dan
tradisi-tradisi
kecilnya,
sedangkan
manusia
berperhatian
pada
kesejahteraan total, kesengsaraan total dan kebingungan total dunia. Kita umat manusia adalah apa jadinya kita selama jutaan tahun – secara kolosal tamak, penuh iri hati, agresif, pencemburu, cemas, dan putus asa, dengan terkadang kilatan kesenangan dan perhatian. Kita merupakan suatu campuran aneh dari kebencian, ketakutan dan kelembutan; kita merupakan kekerasan dan juga kedamaian. Telah terdapat perubahan diluar dari pedati kayu hingga pesawat jet, namun secara psikologis individu tidak berubah sama sekali, dan struktur masyarakat di seluruh dunia telah dibentuk oleh individuindividu. Struktur sosial keluar adalah hasil struktur psikologis kedalam dari hubungan antar manusia kita, karena individu merupakan hasil dari seluruh pengalaman, pengetahuan dan tingkah laku manusia. Masing-masing dari kita merupakan gudang penyimpanan semua masa lalu. Individu adalah manusia yang adalah seluruh umat manusia (The individual is the human who is all mankind). Keseluruhan riwayat manusia tertulis dalam diri kita. Amatilah apa yang sesungguhnya terjadi antara diri anda dan yang di luar diri anda, dalam budaya bersaing dimana Anda hidup dengan hasratnya demi kekuasaan, kedudukan, kehormatan, nama, kesuksesan dan berbagai hal lainnya – amati pencapaian-pencapaian yang begitu anda banggakan, seluruh ranah ini yang Anda sebut hidup dimana ada konflik pada tiap bentuk hubungannya,
memelihara
kebencian,
antagonisme,
kebrutalan,
dan
peperangan tiada akhir. Ranah ini, kehidupan ini, adalah semua yang kita tahu, dan menjadi tidak mampu memahami pertempuran yang sangat besar akan keberadaan kita secara alami takut akannya dan menemukan pelolosan darinya dalam segala jenis jalan-jalan yang tak kentara. Kita juga takut akan apa yang tak ketahui – ketakutan akan kematian, ketakutan akan apa yang ada di balik hari esok. Jadi kita takut akan apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Itulah keseharian kita dan di dalamnya tidak terdapat harapan, karenanya segala bentuk filosofi, konsep teologis, semata-mata hanyalah sebuah pelolosan dari realita aktual tentang apa adanya. Segala bentuk perubahan keluar yang ditimbulkan oleh peperangan, revolusi, reformasi, hukum dan ideologi telah gagal seutuhnya untuk merubah sifat dasar manusia demikian juga masyarakat. Sebagai manusia yang hidup dalam dunia yang sedemikian buruk ini, mari kita tanyakan pada diri kita, dapatkah masyarakat ini, yang didasarkan pada kompetisi, brutalitas dan ketakutan dapat berakhir? Bukan sebagai suatu konsepsi intelektual, bukan sebagai harapan, namun sebagai fakta aktual, sehingga batin dibuat segar, baru dan murni (innocent) serta dapat membawa dunia baru seluruhnya? Itu hanya akan dapat terwujud, saya pikir, jika masing-masing dari kita mengenali fakta sentral bahwa kita - sebagai individu, sebagai manusia, pada bagian manapun dari dunia ini kita hidup dan kebudayaan manapun dimana kita menjadi bagiannya - sepenuhnya bertanggung jawab untuk keadaan seluruh dunia. Masing-masing dari kita bertanggung jawab untuk setiap perang karena keagresifan hidup kita, karena nasionalisme kita, rasa mementingkan diri sendiri kita, tuhan-tuhan kita, penilaian kita, idealisme kita, segala yang membagi kita. Dan hanya saat kita menyadari – bukan secara intelektual namun secara aktual, seaktual kita mengenali bahwa kita lapar atau kesakitan – bahwa Anda dan saya bertanggung jawab untuk segala kekacauan yang ada, untuk semua penderitaan di seluruh dunia, karena kita memiliki kontribusi terhadapnya dalam kehidupan sehari-hari kita dan merupakan bagian dari masyarakat yang mengerikan ini dengan peperangannya, pembagiannya, keburukannya, kebrutalannya, dan ketamakannya – hanya setelahnya kita akan bertindak. Namun apakah yang seorang manusia dapat lakukan – apa yang Anda
dan saya dapat lakukan – untuk membuat suatu masyarakat yang berbeda seluruhnya? Kita menanyakan diri kita suatu pertanyaan yang sangat serius. Apakah ada yang dapat dilakukan? Apa yang dapat kita lakukan? Akankah seseorang memberitahukan pada kita? Orang-orang telah memberitahukan kita. Yang disebut pemimpin-pemimpin spiritual, yang seharusnya memahami hal ini lebih baik dari kita, telah memberitahukan kita dengan berusaha memilin dan mencetak kita ke dalam pola yang baru, dan itu tidak telah menuntun
kita
cukup
jauh;
orang
yang
terpelajar
dan
pintar
telah
memberitahukan kita dan itu pun telah menuntun kita tidak lebih jauh. Kita telah diberitahukan bahwa semua jalan membimbing kita menuju pada kebenaran – Anda memiliki jalan anda sebagai seorang Hindu dan orang lain memiliki jalannya sebagai seorang Kristiani serta yang lainnya sebagai Muslim, dan mereka semua bertemu pada pintu yang sama – yang mana, saat Anda melihatnya, dengan begitu nyata tidak masuk akal. Kebenaran tidak memiliki jalan (path), dan itulah keindahan kebenaran, ia hidup. Sesuatu yang mati memiliki sebuah jalan menuju padanya karena ia statis, namun saat Anda melihat kebenaran adalah sesuatu yang hidup, bergerak, yang tidak memiliki tempat peristirahatan, yang tidak ada di kuil, masjid atau gereja, yang tiada agama, tiada guru, tiada filsuf, tak seorangpun dapat menuntun Anda padanya – kemudian Anda juga akan melihat bahwa hal yang hidup ini adalah apa Anda adanya – kemarahan anda, brutalitas anda, kekerasan anda, keputusasaan anda, penderitaan yang mendalam serta duka cita yang di dalamnya Anda hidup. Dalam memahami semua ini adalah kebenaran, dan Anda dapat memahaminya hanya jika Anda mengetahui bagaimana melihat hal-hal itu dalam hidup anda. Dan Anda tidak dapat melihatnya melalui suatu ideologi, melalui sebuah layar kata-kata, melalui harapan dan ketakutan. Jadi Anda melihat bahwa Anda tidak dapat bergantung pada siapapun. Tiada panduan, tiada guru, tiada otoritas. Hanya ada Anda – hubungan anda dengan yang lain dan dengan dunia – tidak ada yang lain. Saat Anda menyadari ini, akan bisa menimbulkan keputusasaan yang hebat, yang darinya datang kesinisan dan kepahitan, atau, dalam menghadapi kenyataan bahwa anda dan bukan orang lain, bertanggung jawab untuk dunia dan diri anda, untuk apa yang Anda pikirkan, apa yang Anda rasakan, bagaimana Anda bertindak, seluruh pengasihanan diri pergi. Normalnya kita berhasil dalam
menyalahkan yang lain, yang merupakan sebentuk pengasihanan diri. Dapatkah Anda dan saya, kemudian, menimbulkan dalam diri kita tanpa pengaruh luar, tanpa bujukan, tanpa takut akan hukuman – dapatkah kita menimbulkan dalam kesungguhan esensi keberadaan kita sebuah revolusi total, sebuah mutasi psikologis, sehingga kita tidak lagi brutal, keras, kompetitif, cemas, takut, tamak, iri hati, dan sebagainya yang merupakan menifestasi sifat kita yang telah membangun masyarakat busuk di mana kita hidup sehari-hari? Penting memahami dari teramat awal bahwa saya tidak sedang merumuskan filosofi apapun atau struktur teologi apapun akan ide-ide atau konsep-konsep teologis. Menurut saya bahwa semua ideologi adalah benarbenar bersifat idiot. Apa yang penting bukanlah suatu filosofi akan kehidupan, namun mengamati apa yang sesungguhnya terjadi dalam keseharian kita, secara kedalam dan keluar. Jika Anda mengamati dengan sangat dekat apa yang terjadi dan menelitinya, Anda akan melihat bahwa itu berdasarkan konsepsi intelektual, dan intelek bukanlah seluruh ranah keberadaan; ia adalah sebuah fragmen, dan suatu fragmen, bagaimanapun cerdiknya disusun, bagaimanapun kuno dan tradisionalnya, tetap saja merupakan bagian kecil dari keberadaan, sedangkan kita harus berhadapan dengan totalitas kehidupan. Dan ketika kita melihat pada apa yang terjadi di dunia, kita mulai memahami bahwa tidak ada proses luar (outer) dan dalam (inner); hanya ada satu kesatuan proses, itu adalah keseluruhan, pergerakan total, pergerakan dalam mengekspresikan dirinya sebagai luar dan luar bereaksi terhadap dalam. Agar mampu melihat ini - sepertinya bagi saya adalah semua yang diperlukan, karena jika kita tahu bagaimana melihat, maka segala sesuatunya menjadi jelas, dan melihat tidak diperlukan filosofi, guru. Tidak ada seorang pun perlu memberitahu Anda bagaimana caranya melihat. Anda hanya melihat. Dapatkah Anda kemudian, melihat seluruh gambaran ini, melihatnya tidak secara verbal (kata-kata) namun secara aktual, dapatkah Anda dengan mudah, secara spontan, merubah diri anda? Itu adalah isu yang sesungguhnya. Apakah mungkin membuat sebuah revolusi lengkap pada psikis? Saya ingin tahu apa reaksi Anda terhadap pertanyaan seperti itu? Anda mungkin mengatakan, ‘Saya tidak ingin berubah’, dan kebanyakan orang tidak,
khususnya mereka yang cukup aman secara sosial dan ekonomi atau yang memegang kepercayaan dogmatis dan puas menerima diri mereka dan hal-hal seperti mereka atau dalam bentuk yang sedikit dimodifikasi. Dengan orangorang itu kita tidak berkepentingan. Atau Anda mungkin mengatakan lebih terselubung, ‘Baiklah, itu terlalu sulit, itu bukan untuk saya’, pada keadaan dimana Anda telah menutup diri, Anda akan berhenti untuk menyelidiki dan itu tidak akan ada gunanya pergi lebih lanjut. Atau lainnya mungkin Anda katakan, ‘Saya melihat perlunya suatu perubahan kedalam yang fundamental pada diri saya, namun bagaimana saya melakukannya? Tolong tunjukkan saya caranya, bantu saya menujunya.’ Jika Anda katakan itu, maka apa yang Anda pentingkan bukanlah perubahan itu sendiri; Anda sesungguhnya tidak tertarik dengan sebuah revolusi fundamental: Anda hanya semata-mata mencari suatu metode, suatu sistem, untuk membuat perubahan. Jika saya cukup bodoh untuk memberikan Anda sebuah sistem dan jika Anda cukup bodoh untuk mengikutinya, Anda hanya semata-mata menjadi jiplakan, imitasi, penyesuaian, penerimaan, dan ketika Anda melakukan itu – Anda telah mendirikan di dalam diri anda otoritas dari orang lain dan oleh karenanya terdapat konflik antara Anda dan otoritas. Anda merasa harus melakukan ‘hal ini-itu’ karena Anda telah diberitahu untuk melakukannya, dan sementara Anda tidak mampu melakukannya. Anda memiliki kecenderungan, penjagaan dan penekanan khas anda sendiri yang memiliki konflik dengan sistem yang Anda pikir Anda layak ikuti dan karenanya terdapat kontradiksi. Jadi Anda akan mengarahkan sebuah kehidupan ganda antara ideologi sistem dan aktualitas keberadaan harian anda. Dalam mencoba untuk menyesuaikan terhadap
ideologi,
Anda
menekan
diri
anda
–
sedangkan
apa
yang
sesungguhnya benar bukanlah ideologi namun apa adanya diri anda. Jika Anda mencoba untuk memperlajari diri anda menurut orang lain, Anda akan selalu tetap sebagai manusia pewaris (secondhand human being). Seseorang yang berkata, ‘Saya mau berubah, katakan bagaimana caranya’, terlihat begitu bersungguh-sungguh, begitu serius, namun ia tidak. Dia menginginkan sebuah otoritas yang ia harap menimbulkan tatanan dalam dirinya. Tapi apakah otoritas pernah membentuk tatanan kedalam? Ketertiban yang terpaksakan dari ketanpaan (adanya ketertiban sebelumnya) pastilah selalu mengembangkan kekacauan. Anda dapat melihat kebenaran akan hal ini
secara intelektual namun dapatkah Anda bersunguh-sungguh menerapkannya sedemikian hingga batin anda tidak lagi memproyeksikan otoritas manapun, baik itu otoritas akan sebuah buku, guru, istri atau suami, orang tua, teman, atau pun masyarakat? Karena kita telah selalu berfungsi di dalam pola suatu rumusan, rumusan menjadi ideologi dan otoritas; namun saat Anda sungguh melihat bahwa pertanyaan, ‘Bagaimana saya dapat berubah?’ mendirikan sebuah otoritas baru, Anda akan berhenti dengan otoritas selamanya. Mari kita nyatakan hal itu kembali dengan jelas: Saya melihat bahwa saya harus berubah sepenuhnya dari akar-akar keberadaan saya; Saya tidak dapat lagi bergantung pada tradisi manapun sebab tradisi telah menimbulkan kemalasan, penerimaan dan penolakan kolosal ini; Saya tidaklah mungkin dapat mencari pertolongan pada orang lain untuk membantu saya, tidak pada guru manapun, Tuhan manapun, kepercayaan manapun, sistem manapun, pengaruh atau tekanan luar manapun. Apa yang terjadi kemudian? Pertama-tama, dapatkah Anda menolak semua otoritas? Jika Anda mampu, itu berarti bahwa Anda sudah tidak takut lagi. Lalu apa yang terjadi? Ketika Anda menolak sesuatu yang keliru yang Anda telah pikul bersama Anda dari generasi ke generasi, saat Anda membuang sebuah beban apa saja, apa yang terjadi? Bukankah Anda memiliki lebih banyak energi? Anda memiliki lebih banyak kapasitas, lebih banyak kemampuan, intensitas dan vitalitas lebih besar. Jika Anda tidak merasakan hal ini, maka Anda belum membuang beban itu, Anda belum melepas berat mati si otoritas. Namun saat Anda membuangnya dan memiliki energi ini dimana tiada rasa takut sama sekali – tiada rasa takut membuat sebuah kesalahan, tiada rasa takut akan melakukan yang benar atau salah – lalu bukankah energi itu sendiri adalah mutasi? Kita memerlukan sejumlah besar energi dan kita menghamburkannya melalui rasa takut, namun saat adanya energi ini yang berasal
dari
membuang
semua
bentuk
rasa
takut,
energi
itu
sendiri
menghasilkan revolusi kedalam yang radikal. Anda tidak perlu melakukan apapun mengenainya. Jadi Anda tinggal dengan diri anda, dan itu adalah keadaan aktual bagi seorang manusia untuk menjadi yang paling serius mengenai semua ini; dan karena Anda tidak lagi mencari seseorang atau apapun untuk bantuan, Anda
telah bebas untuk menemukan. Dan ketika terdapat kebebasan, terdapatlah energi; dan ketika terdapat kebebasan, itu tak akan pernah melakukan kesalahan
apapun.
Kebebasan
keseluruhannya
berbeda
dengan
pemberontakan. Tidak ada hal-hal seperti melakukan yang benar atau salah saat terdapat kebebasan. Anda bebas dan dari pusat itu Anda bertindak. Dan karenanya tiada rasa takut, dan sebuah batin yang tidak memiliki rasa takut sanggup akan maha cinta. Dan ketika ada cinta ia dapat melakukan apa yang ia hendaki. Apa yang kini akan kita lakukan, karenanya, mempelajari tentang diri kita, bukan menurut saya atau beberapa analisis maupun filsuf – karena jika mempelajari diri kita menurut orang lain, kita belajar tentang mereka, bukan diri kita – kita akan belajar apa adanya diri kita. Menyadari bahwa kita tidak dapat bergantung pada otoritas luar manapun untuk menciptakan revolusi total di dalam struktur psikis kita sendiri, terdapat kesulitan yang lebih sangat besar dalam menolak otoritas kedalam diri kita sendiri, otoritas akan pengalaman-pengalaman kecil kita dan gerumulan opini, pengetahuan, ide-ide, dan keidealisan kita. Anda memiliki pengalaman kemarin yang mengajari Anda sesuatu dan apa yang ia ajarkan pada Anda menjadi otoritas yang baru – dan otoritas kemarin itu sama destruktifnya sebagaimana otoritas selama ribuan tahun. Untuk memahami diri kita, tidak memerlukan otoritas kemarin maupun ribuan tahun yang lalu karena kita adalah sesuatu yang hidup, selalu bergerak, mengalir, tak pernah istirahat. Ketika kita melihat diri kita dengan otoritas kemarin yang baku, kita akan gagal untuk memahami gerak hidup dan keindahan serta kualitas gerakan itu. Bebas dari semua otoritas, akan diri anda sendiri dan orang lain, adalah mati terhadap segala sesuatu kemarin, sehingga batin anda selalu segar, selalu muda, murni, penuh akan daya hidup dan semangat. Dan hanya pada keadaan itu seseorang belajar serta mengamati. Dan untuk ini kesungguhan besar akan kesadaran (awareness) diperlukan, kesadaran aktual akan apa yang berlangsung di dalam diri anda, tanpa mengoreksinya atau memberitahunya tentang apa ia semestinya atau tidak semestinya, karena saat Anda mengoreksinya, Anda telah membangun otoritas lainnya, sebuah sensor. Jadi sekarang kita akan menyelidiki diri kita bersama-sama – bukan satu
orang menjelaskan sementara Anda membaca, setuju atau tidak setuju terhadapnya sementara Anda mengikuti kata-kata pada halaman buku, namun melakukan perjalanan bersama, sebuah perjalanan akan penemuan ke dalam sudut yang paling terahasiakan dari batin kita. Dan untuk sebuah perjalanan seperti ini, kita harus bepergian dengan ringan (santai); kita tidak boleh terbebani oleh opini, prasangka dan simpulan – semua perkakas lama itu yang kita kumpulkan selama setidaknya dua ribu tahun dan lebih. Lupakanlah semua yang Anda ketahui tentang diri anda; lupakan semua yang pernah diajarkan pada Anda tentang diri anda; kita akan memulai sebagaimana jika kita tidak mengetahui apapun. Semalam hujan begitu lebat, dan sekarang langit mulai cerah; ini adalah sebuah hari baru yang segar. Marilah kita menemui hari segar itu sebagaimana jika ia hanyalah hari yang ada. Marilah kita memulai perjalanan bersama dengan semua kenangan kemarin tertinggal di belakang – dan mulai memahami diri kita untuk pertama kalinya.
BAB 2
Jika Anda berpikir penting untuk mengetahui tentang diri anda hanya karena saya atau orang lain telah memberitahukan Anda bahwa itu penting, maka saya khawatir seluruh komunikasi antara kita akan menemukan sebuah akhir. Namun jika kita sepakat itu vital bagi kita memahami diri kita seutuhnya, maka Anda dan saya memiliki sebuah relasi yang sama sekali berbeda, maka kita dapat menjelajah bersama dangan penyelidikan yang bahagia, perhatian, dan cerdas. Saya tidak menuntut kepercayaan anda; saya tidak sedang membuat diri saya sebagai suatu otoritas. Saya tidak memiliki apapun untuk diajarkan pada Anda – tidak ada filosofi baru, tidak ada sistem baru, tidak ada jalan baru menuju kenyataan; tidak ada jalan menuju ke kenyataan pun lebih dari menuju kebenaran. Semua otoritas akan segala hal, khususnya dalam ranah pikiran
dan pemahaman, adalah yang paling destruktif, yang jahat. Pemimpin menghancurkan pengikut dan pengikut menghancurkan pemimpin. Anda harus menjadi
guru
anda
sendiri
serta
murid
anda
sendiri.
Anda
harus
mempertanyakan segala hal yang manusia telah menerimanya sebagai bernilai, sebagai yang penting. Jika Anda tidak mengikuti seseorang, Anda merasa sangat kesepian. Maka jadilah sendiri. Mengapa Anda takut menjadi sendirian? Karena Anda dihadapkan pada diri anda sebagaimana Anda adanya, dan Anda menemukan bahwa Anda kosong, tumpul, bodoh, jelek, bersalah dan cemas – sebuah entitas yang menyedihkan, buruk, dan warisan. Hadapi fakta; pandanglah ia, jangan lari darinya. Saat Anda melarikan diri – ketakutan dimulai. Dalam penyelidikan ke dalam diri kita, kita tidak terisolosasi dari bagian dunia lainnya. Itu bukanlah sebuah proses yang tidak sehat. Manusia di seluruh dunia menjumpai masalah harian yang sama sebagaimana diri kita, jadi dalam penyelidikan ke dalam diri kita, kita tidak berada pada neurotika yang paling sedikit karena tidak terdapat perbedaan antara individu dan kolektif. Itu adalah sebuah fakta yang aktual. Saya telah menciptakan dunia sebagaimana saya. Jadi jangan kita tersesat dalam pertempuran antara si bagian dan si keseluruhan ini. Saya harus sadar (aware) akan keseluruhan ranah diri saya sendiri, yang merupakan kesadaran (consciuosness) individu dan masyarakat. Dan hanya setelahnya, saat batin melampaui kesadaran individu dan masyarakat ini, saya dapat menjadi sebuah cahaya bagi diri saya yang tak pernah padam. Kini dimanakah kita mulai untuk memahami diri kita? Di sinilah saya, dan bagaimana saya mempelajari diri saya, mengamati diri saya, melihat apa yang sesungguhnya sedang terjadi di dalam diri saya? Saya dapat mengamati diri saya hanya dalam hubungan karena seluruh kehidupan adalah hubungan. Tidak ada gunanya duduk di suatu pojok - bermeditasi tentang diri saya. Saya tidak bisa ada oleh saya sendiri. Saya ada hanya pada hubungan dengan orang-orang, hal-hal serta ide-ide, dan dalam mempelajari hubungan saya terhadap hal-hal keluar, sebagaimana juga hal-hal kedalam, saya mulai memahami diri saya. Setiap bentuk lain pemahaman semata-mata suatu abstraksi dan saya tidak dapat mempelajari diri saya melalui abstraksi; Saya
bukanlah entitas yang abstrak; karenanya saya harus mempelajari diri saya dalam aktualitas – sebagaimana saya, bukan sebagaimana saya ingin menjadi. Pemahaman
bukanlah
sebuah
proses
intelektual.
Mengumpulkan
pengetahuan tentang diri anda dan mempelajari tentang diri anda adalah dua hal yang berbeda, karena pengetahuan yang Anda kumpulkan mengenai diri anda selalulah masa lalu, dan batin yang terkubur dengan masa lalu adalah batin yang penuh penderitaan. Mempelajari diri anda tidaklah serupa dengan mempelajari suatu bahasa atau suatu teknologi atau dalam kekinian maka pengetahuan selalulah pada masa lalu, dan kebanyakan dari kita hidup dalam masa lalu serta terpuaskan dengan masa lalu, pengetahuan menjadi teramat penting bagi kita. Itulah mengapa kita memuja yang terpelajar, yang cerdik, yang licik. Namun jika Anda belajar sepanjang waktu, belajar setiap menit, belajar dengan mengamati dan mendengarkan, belajar dengan melihat dan melakukan, maka Anda akan menemukan belajar adalah suatu gerakan konstan tanpa masa lalu. Jika Anda berkata Anda akan belajar secara bertahap mengenai diri anda, menambah
lebih
dan
lebih,
sedikit
demi
sedikit,
Anda
tidak
sedang
mempelajari diri anda saat ini sebagaimana anda adanya, namun melalui pengetahuan yang didapatkan. Belajar mengandung suatu kesensitifan yang besar. Tidak ada kesensitifan jika terdapat ide, yang adalah masa lalu, mendominasi saat ini. Maka batin tidak lagi cepat, lentur, sadar. Kebanyakan dari kita tidak sensitif bahkan secara fisik. Kita makan berlebih, kita tidak peduli dengan diet yang benar, kita merokok dan minum (minuman keras) secara berlebihan sehingga tubuh kita menjadi kotor dan tidak sensitif; kualitas perhatian di dalam organisme itu sendiri dibuat tumpul. Bagaimana bisa terdapat kesadaran, kesensitifan, batin yang jernih jika organisme itu sendiri tumpul dan berat? Kita mungkin sensitif mengenai beberapa hal yang menyentuh, namun untuk menjadi sepenuhnya sensitif terhadap seluruh implikasi - menuntut tidak adanya pemisahan antara organisme dan fisik. Itu adalah pergerakan total. Untuk memahami sesuatu apapun itu, Anda harus hidup bersamanya, Anda harus mengamatinya, Anda harus mengetahui segala isinya, sifatnya, strukturnya, pergerakannya. Pernahkan Anda mencoba hidup dengan diri anda? Jika demikian, Anda akan mulai melihat bahwa diri anda bukanlah suatu
keadaan yang statis, ia adalah suatu hal hidup yang segar. Dan untuk hidup dengan sesuatu yang hidup, maka batin anda haruslah juga hidup. Dan ia tidak dapat hidup jika terjebak dalam pendapat, penilaian dan nilai-nilai. Untuk mengamati gerakan batin dan hati anda sendiri, akan keberadaan anda seluruhnya, Anda harus memiliki batin yang bebas, bukan batin yang menyetujui dan tidak menyetujui, memposisikan diri pada suatu argumen, berbantahan dalam kata belaka, daripada mengikuti dengan sebuah perhatian untuk memahami – suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan, karena kebanyakan dari kita tidak tahu bagaimana melihat, atau mendengar, terhadap keberadaan kita sendiri lebih dari kita mengetahui bagaimana melihat keindahan suatu sungai atau mendengarkan sayup angin di antara pepohonan. Ketika kita menyalahkan atau membenarkan, kita tidak dapat melihat secara jelas, tidak juga saat batin kita berceloteh tiada akhir; maka kita tidaklah mengamati, apa yang kita lihat hanya proyeksi-proyeksi yang kita buat akan diri kita. Masing-masing dari kita memiliki citra akan apa yang kita pikir diri kita atau apa yang kita selayaknya jadi, dan citra itu, keseluruhannya mencegah kita untuk melihat diri kita apa adanya. Salah satu hal yang tersulit di dunia melihat apapun dengan sederhana. Karena batin kita sedemikian kompleks, kita telah kehilangan kualitas kesederhanaan. Saya tidak masudkan kesederhanaan dalam pakaian atau makanan, menggunakan hanya pakain dari kulit binatang atau memecahkan suatu rekor puasa atau sejenis omong kosong yang tidak dewasa lainnya yang diolah oleh ilmu pengetahuan, namun kesederhanaan yang dapat melihat secara langsung pada hal-hal tanpa rasa takut – dapat melihat diri kita sebagaimana adanya diri kita tanpa mengubah apapun – berkata kita berbohong saat kita berbohong, tidak menutupinya atau lari darinya. Juga untuk memahami diri kita, kita memerlukan suatu kerendahan hati yang sepenuhnya. Jika Anda memulai dengan berkata, ‘Saya mengenal diri saya’, Anda telah berhenti belajar tentang diri anda; atau jika Anda berkata, ‘Tidak banyak yang bisa dipelajari tentang diri saya karena saya hanyalah sebungkus ingatan, ide, pengalaman dan tradisi,’ maka Anda pun juga telah berhenti mempelajari tentang diri anda. Saat Anda mencapai apapun - Anda berhenti memiliki kualitas kemurnian dan kerendahan hati itu; saat Anda
memiliki simpulan dan mulai memeriksa dari (sudut pandang) pengetahuan, Anda selesai, sebabnya Anda sedang menerjemahkan segala bentuk kehidupan ke dalam istilah lama. Sementara jika Anda tidak memiliki tumpuan, jika tidak ada kepastian, tidak ada pencapaian, di sana ada kebebasan untuk melihat, untuk mencapai. Dan saat Anda melihat dengan kebebasan - itu selalulah baru. Seorang manusia yang yakin (confident) adalah seorang manusia yang mati. Namun bagaimana kita bisa bebas melihat dan belajar, ketika batin kita semenjak kita lahir hingga mati dibentuk oleh kebudayaan tertentu dalam pola sempit
sang
‘aku’?
Selama
berabad-abad
kita
telah
terkondisi
oleh
kebangsaan, kasta, kelas, tradisi, agama, bahasa, pendidikan, kepustakaan, seni, adat, peralihan, semua jenis propaganda, tekanan ekonomi, makanan yang kita makan, iklim tempat kita tinggal, keluarga kita, sahabat kita, pengalaman kita – setiap pengaruh yang Anda dapat pikirkan – dan karenanya respon kita terhadap semua masalah ialah terkondisi. Apakah Anda sadar bahwa Anda terkondisi? Itu adalah hal pertama untuk ditanyakan
pada
diri
anda,
bukan
bagaimana
menjadi
bebas
dari
keterkondisian anda. Anda bisa jadi tidak akan pernah terbebaskan darinya, dan jika Anda berkata, ‘Saya harus bebas darinya’, Anda dapat jatuh ke perangkap lain akan bentuk keterkondisian. Jadi apakah Anda sadar bahwa Anda terkondisi? Apakah Anda tahu bahkan ketika Anda melihat sebatang pohon dan berkata, ’Itu adalah pohon oak’, atau ‘ itu adalah pohon banyan’, penamaan
pohon,
yang
merupakan
pengetahuan
botani
telah
begitu
mengkondisikan batin anda sehingga kata-kata hadir antara anda dan keaktualan saat sedang melihat pohon? Untuk berhubungan dengan pohon, Anda harus meletakkan tangan anda padanya dan kata tidak akan membantu Anda menyentuhnya. Bagaimana Anda mengetahui Anda terkondisi? Apa yang memberitahu Anda? Apa yang memberitahu Anda bahwa Anda lapar? – bukan sebagai teori namun fakta aktual rasa lapar? Dalam cara yang sama, bagaimana Anda menemukan fakta aktual bahwa Anda terkondisi? Bukankah itu melalui reaksi Anda terhadap suatu masalah, suatu tantangan? Anda merespon setiap tantangan menurut keterkondisian anda, dan keterkondisian anda yang menjadi tidak berkecukupan akan selalu bereaksi secara tidak berkecukupan.
Saat Anda menjadi sadar akannya, adakah keterkondisian akan ras, agama dan budaya ini memberi suatu sensasi keterkurungan? Ambil hanya satu bentuk keterkondisian, kebangsaan, jadilah dengan sunguh-sungguh, dengan sepenuhnya sadar akan hal ini, dan lihat apakah Anda menikmatinya ataukah memberontak terhadapnya, apakah Anda ingin menembus segala keterkondisian. Jika Anda puas akan keterkondisian anda, Anda tentunya tidak akan melakukan apapun tentangnya. Namun jika Anda tidak puas saat Anda sadar akannya, Anda akan menyadari bahwa Anda tidak pernah melakukan apapun tanpanya. Tidak pernah! Dan karenanya Anda selalu hidup di masa lalu bersama yang mati. Anda
akan
mampu
melihat
dengan
sendirinya
bagaimana
Anda
terkondisi hanya jika ada suatu konflik dalam meneruskan kesenangan (pleasure) atau penghindaran rasa sakit (duka). Jika segala sesuatunya penuh kebahagiaan di sekitar Anda, istri anda mencintai Anda, Anda mencintainya, Anda memiliki rumah yang bagus, anak-anak yang baik dan sejumlah besar uang, maka Anda tidak sadar akan keterkondisian anda sama sekali. Tapi saat terdapat kekacauan (gangguan) – saat istri anda melirik orang lain atau Anda kehilangan uang anda atau dalam ancaman perang ataupun penderitaan serta kecemasan lainnya – maka Anda tahu Anda terkondisi. Saat Anda bergelut melawan bentuk gangguan apapun atau mempertahankan diri anda dari ancaman luar maupun dalam, maka Anda tahu Anda terkondisi. Dan sebagaimana kebanyakan dari kita selalu terganggu sepanjang waktu, baik di permukaan atau secara mendalam, kekacauan itulah indikasi bahwa kita terkondisi. Selama hewan dimanjakan ia bereaksi dengan manis, namun saat ia dikasari seluruh sifat ganasnya tampak. Kita terkacaukan oleh kehidupan, politik, situasi ekonomi, kengerian, kebrutalan, kesedihan di dunia sebagaimana di dalam diri kita, dan dari sanalah kita menyadari betapa terkondisinya kita dengan begitu menyedihkan dan terbatas. Dan apakah yang akan kita lakukan? Menerima kekacuan itu dan hidup bersamanya sebagaimana kebanyakan dari kita demikian? Membiasakan diri hidup dengannya sebagaimana seseorang membiasakan diri hidup dengan nyeri punggung? Bertahan tanpa keluh bersamanya? Terdapat suatu kecenderungan pada diri kita semua untuk bertahan tanpa keluh dengan sesuatu, membiasakan diri dengan mereka, menyalahkan
mereka pada keadaan yang ada. ‘Ah, jika segala sesuatunya benar pastilah saya berbeda’, kata kita, atau, ‘Berikan saya kesempatan dan saya akan penuhi diri saya’, atau, ‘Saya dihancurkan oleh ketidakadilan akan semuanya itu’, selalu menyalahkan kekacauan kita pada yang lain atau pada lingkungan kita atau pada keadaan ekonomi. Jika seseorang menjadi terbiasa dengan kekacauan itu berarti bahwa batinnya sudah menjadi tumpul, seperti seseorang dapat terbiasa dengan keindahan di sekitarnya sehingga ia tidak bisa lagi menyadarinya. Seseorang menjadi tidak tertarik, keras dan tak berperasaan, serta batin seseorang menjadi semakin tumpul dan semakin tumpul. Jika kita tidak terbiasa dengannya, kita mencoba lolos darinya dengan menggunakan sejenis obat, bergabung dengan kelompok politik, berteriak, menulis, pergi menonton pertandingan bola, atau ke kuil atau gereja, atau menemui bentuk lain hiburan. Mengapakah kita lari dari fakta yang sesungguhnya? Kita takut kematian – Saya hanya menunjukkannya sebagai contoh – dan kita menemukan berbagai macam teori, harapan, kepercayaan, untuk menyamarkan fakta kematian, namun
fakta
tetaplah
ada.
Untuk
memahami
suatu
fakta
kita
harus
melihatnya, bukan lari darinya. Kebanyakan dari kita takut kehidupan sebagaimana kematian. Ketakutan kita demi keluarga kita, ketakutan akan opini publik, kehilangan pekerjaan, keamanan kita, dan ratusan hal lainnya. Fakta sederhana itulah yang kita takutkan, bukan kita takut ini atau itu. Sekarang, mengapa kita tidak dapat menghadapi fakta itu? Anda dapat menghadapi suatu fakta hanya pada masa kini dan jika Anda tidak pernah membiarkannya untuk menjadi saat kini karena Anda selalu lari darinya, Anda tidak pernah bisa mengahadapinya, dan karena kita telah mengembangkan keseluruhan jaringan pelarian, kita terperangkap dalam kebiasaan pelarian. Kini, jika Anda sepenuhnya sensitif, sepenuhnya serius, Anda tidak hanya akan sadar keterkondisian Anda namun Anda juga sadar akan bahaya yang dihasilkannya, kebrutalan dan kebencian apa yang ia tujukan. Kenapa, lalu, jika Anda melihat bahaya keterkondisian anda, tidakkah Anda bertindak? Itu karena Anda malas, kemalasan karena kekurangan energi? Hingga sekarang Anda tidak akan kekurangan energi jika Anda melihat suatu bahaya fisik secara
serentak seperti ular pada jalur anda, atau suatu tebing yang curam, atau kebakaran. Mengapa, kemudian, tidakkah Anda bertindak saat Anda melihat bahaya keterkondisian anda? Jika Anda melihat bahaya nasionalisme terhadap keamanan diri anda sendiri, akankah Anda bertindak? Jawabannya adalah Anda tidak melihat. Melalui suatu proses analisis intelektual
Anda
mungkin
melihat
bahwa
nasionalisme
menuju
pada
penghancuran diri namun tidak terdapat kandungan emosi di dalamnya. Hanya jika terdapat kandungan emosional, Anda menjadi penting. Jika Anda melihat bahaya keterkondisian anda semata-mata hanya sebagai suatu konsep intelektual, Anda tidak akan pernah melakukan apapun mengenainya. Dalam melihat suatu bahaya sebagai ide belaka, terdapat konflik antara ide dan tindakan, dan konflik itu membuang energi Anda. Hanya ketika Anda melihat keterkondisian dan bahayanya secara serentak, dan seperti Anda melihat tebing yang curam, maka Anda bertindak. Jadi melihat adalah tindakan. Kebanyakan
dari
kita
berjalan
melalui
kehidupan
secara
tidak
berperhatian, bereaksi secara tidak berpikiran sesuai dengan lingkungan di mana kita tumbuh, dan reaksi seperti itu hanya menciptakan perbudakan lebih jauh, keterkondisian lebih jauh, namun saat Anda memberikan perhatian total pada keterkondisian anda, Anda akan melihat bahwa Anda terbebas dari masa lalu sepenuhnya, dan itu menghilang dari Anda secara alami.
BAB 3
Ketika Anda menjadi sadar (aware) akan keterkondisian anda, Anda akan memahami seluruh kesadaran (consciousness) anda. Kesadaran adalah ranah total dimana fungsi-fungsi pikiran dan hubungan ada (exist). Seluruh motif, tujuan,
hasrat,
kesenangan,
ketakutan,
inspirasi,
pencarian,
harapan,
kesedihan, kenikmatan ada di ranah itu. Namun kita telah mencapai untuk membagi kesadaran ke dalam yang aktif dan yang dorman (tertidur), tingkat yang lebih atas dan yang lebih rendah – itu, semua pemikiran harian, perasaan dan aktivitas di atas permukaan, dan di bawah mereka dikenal sebagai bawah
kesadaran (subconscious), hal yang kita tidak akrab, yang mengekspresikan diri mereka terkadang melalaui isyarat, suara hati (intuisi), dan mimpi-mimpi tertentu. Kita tersibukkan dengan satu sudut kecil kesadaran yang merupakan sebagian besar dari hidup kita; sisanya, yang kita sebut bawah sadar, dengan segala motifnya, ketakutannya, ke-rasial-an dan kualitas-kualitasnya yang diturunkan, kita bahkan tidak tahu bagaimana memasukinya. Sekarang saya bertanya pada Anda, sebenarnya adakah yang dimaksud dengan bawah kesadaran? Kita menggunakan frase itu dengan bebasnya. Kita telah menerima bahwa hal itu ada, dan semua frase serta jargon analisis dan psikologis telah menyerap ke dalam bahasa; namun adakah hal seperti itu? Dan mengapakah kita memberikan kepentingan luar biasa akannya? Tampak bagi saya sepele dan bodoh seperti batin yang sadar (conscious) – sebagaimana sempit, picik, cemas dan menyolok tapi tak bernilai. Jadi mungkinkah menjadi sadar (aware) sepenuhnya akan keseluruhan ranah kesadaran dan bukan bagian semata, fragmen semata darinya? Jika Anda mampu sadar akan totalitas, maka Anda sedang berfungsi sepanjang waktu bersama perhatian penuh anda, bukan perhatian parsial. Ini penting dipahami karena ketika Anda menjadi sadar sepenuhnya akan seluruh ranah kesadaran maka tidak ada pecahan. Hanya jika Anda membagi kesadaran, yang kesemuanya pikiran, perasaan dan tindakan, ke dalam tingkatan yang berbeda maka terdapat suatu pecahan. Kita hidup dalam fragmen-fragmen. Anda adalah satu hal yang di kantor dan lain hal di rumah; Anda berbicara tentang demokrasi dan di hati anda Anda adalah otokratos (memerintah sendiri); Anda berbicara tentang mencintai tetangga di lingkungan anda, namun tetap saja membunuhnya dengan kompetisi; terdapat satu bagian anda yang sedang bekerja, sedang melihat, secara
independen
terhadap
yang
lainnya.
Apakah
Anda
sadar
akan
fragmentasi ini ada dalam diri anda? Dan mungkinkah bagi sebuah yang otak telah rusak fungsinya, pemikirannya, ke dalam fragmen-fragmen – apakah mungkin bagi otak seperti itu sadar akan keseluruhan ranah? Apakah mungkin melihat keseluruhan kesadaran secara utuh, secara total, yang berarti menjadi seorang manusia sepenuhnya?
Jika, untuk mencoba memahami keseluruhan struktur sang ‘aku’, sang diri, dengan segala kompleksitasnya, Anda berjalan selangkah demi selangkah, membuka lapis demi lapis, memeriksa setiap pikiran, perasaan dan motif, Anda akan terperangkap dalam proses analisis yang dapat membawa anda berminggu-minggu,
berbulan-bulan,
bertahun-tahun
–
dan
ketika
Anda
mengizinkan (admit) waktu ke dalam proses pemahaman diri anda, Anda pasti memperhitungkan untuk setiap bentuk perubahan - sebab sang diri merupakan suatu entitas kompleks, bergerak, hidup, bergelut, menginginkan, menolak, dengan tekanan dan stress serta pengaruh semua jenis kesinambungan ketika mengerjakannya. Jadi Anda akan menemukan bagi diri anda bahwa ini bukanlah jalannya; Anda akan memahami bahwa satu-satu jalan untuk melihat diri anda adalah dengan keseluruhan, seketika, tanpa waktu; dan Anda dapat melihat totalitas diri anda hanya jika pikiran tidak terfragmentasi. Apa yang Anda lihat dalam totalitas adalah kebenaran. Sekarang dapatkah Anda melakukan itu? Kebanyakan dari kita tidak bisa karena kebanyakan dari kita tidak pernah mendekati masalah dengan serius, karena kita tidak pernah bersungguh-sungguh melihat diri kita. Tidak pernah. Kita menyalahkan orang lain, kita menjelaskan berbagai hal lain atau kita takut untuk melihat. Namun saat Anda melihat keseluruhan, Anda akan memberikan perhatian anda seluruhnya, keberadaan anda sepenuhnya, segalanya akan diri anda, mata anda, telinga anda, saraf-saraf anda; Anda akan memperhatikan dengan pelepasan-diri (self-abandonment) yang lengkap, dan tidak ada ruang untuk takut, tidak ada ruang bagi kontradiksi, dan karenanya tidak terdapat konflik. Perhatian bukanlah hal yang sama dengan konsentrasi. Konsentrasi merupakan eksklusi (pemilahan); atensi, yang mana merupakan kesadaran total, tidak menyingkirkan apapun. Tampaknya bagi saya bahwa kebanyakan dari kita tidak sadar, bukan hanya apa yang sedang kita perbincangkan namun juga lingkungan kita, warna-warni di sekitar kita, orang-orang, bentuk-bentuk pepohonan, awan-awan, pergerakan air. Mungkin itu karena kita sedemikian terpusat pada diri kita, dengan masalah-masalah kecil kita yang menyedihkan, ide-ide kita, kesenangan-kesenangan kita, pengejaran serta ambisi yang tidak kita sadari secara obyektif. Dan hingga kini kita berbicara tentang kesadaran (awareness) yang besar. Suatu kali di India, saya sedang bepergian dalam
sebuah mobil. Ada seorang pengemudi, dan saya duduk di sebelahnya. Ada tiga orang pemuda di kursi belakang sedang mendiskusikan kesadaran begitu asyiknya serta menanyakan saya pertanyaan mengenai kesadaran, dan malangnya pada saat itu si pengemudi tengah melihat ke arah lain dan ia menabrak seekor kambing, dan ketiga pemuda masih asyik mendiskusikan kesadaran – tidak sadar sama sekali bahwa mereka sudah melindas seekor kambing. Saat kekurangan perhatian ditujukan kepada para pemuda yang sedang berusaha untuk menjadi sadar, mereka begitu terkejut. Dan kebanyakan dari kita sama. Kita tidak sadar hal-hal yang keluar atau yang kedalam. Jika Anda ingin memahami keindahan seekor burung, seekor lalat, atau sehelai daun, atau seseorang dengan segala kompleksitasnya, Anda harus memberikan seluruh perhatian anda yang merupakan kesadaran. Dan Anda dapat memberikan seluruh perhatian anda hanya pada saat anda peduli, yang mana bermakna bahwa Anda sunguh mencintai (untuk) memahami – maka Anda memberikan seluruh hati dan batin anda untuk menemukan. Kesadaran seperti itu serupa dengan hidup bersama seekor ular di dalam ruangan; Anda melihat setiap pergerakannya, Anda sangat-sangat sensitif terhadap suara terhalus yang dibuatnya. Keadaan perhatian seperti itu merupakan energi total; dalam kesadaran seperti itu, totalitas diri anda akan terungkap dengan seketika. Ketika Anda telah melihat diri anda begitu mendalam, Anda dapat pergi jauh lebih dalam. Ketika kita menggunakan frase ‘lebih dalam’ kita tidak sedang membandingkan. Kita berpikir dalam perbandingan – dalam dan dangkal, bahagia dan tidak bahagia. Kita selalu mengukur, membandingkan. Sekarang adakah keadaan seperti itu seperti kedangkalan dan kedalaman pada diri seseorang? Ketika saya berkata, ‘Batin saya dangkal, menyedihkan, sempit, terbatas’, bagaimana saya tahu semua hal ini? Karena saya telah membandingkan batin saya dengan batin anda yang mana lebih terang, memiliki daya tampung lebih banyak, lebih cerdas dan waspada (alert). Apakah saya mengetahui kepicikan saya tanpa pembandingan? Saat saya lapar, saya tidak membandingkannya dengan kelaparan kemarin. Kelaparan kemarin hanyalah sebuah ide, sebuah ingatan. Jika saya sepanjang waktu mengukur diri saya terhadap Anda, bergulat
untuk menjadi seperti Anda, maka saya menolak diri saya adanya. Karenanya saya
menciptakan
suatu
ilusi.
Saat
saya
telah
memahami
bahwa
pembandingan dalam bentuk apapun mengarahkan hanya pada ilusi yang lebih besar dan kesedihan yang lebih besar, seperti ketika saya menganalisa diri saya, menambahkan ke dalam pengetahuan saya akan diri saya sedikit demi sedikit, atau mengidentifikasi diri saya dengan sesuatu di luar diri saya, apakah itu suatu keadaan, juru selamat atau suatu ideologi – saat saya memahami bahwa seluruh proses seperti itu hanya mengarahkan pada konformitas (penyeseuaian) yang lebih besar dan oleh karena itu ada konflik yang lebih besar – ketika saya melihat semua ini, saya menyingkirkan itu sejauhnya. Kemudian batin saya tidak lagi mencari. Adalah sangat penting untuk mengerti hal ini. Maka batin saya tidak lagi meraba-raba, mencari, mempertanyakan. Ini tidak berarti bahwa batin saya terpuaskan dengan segala hal sebagaimana adanya mereka, namun batin seperti itu tidak memiliki ilusi. Batin seperti itu kemudian dapat berpindah ke sebuah dimensi yang berbeda seluruhnya. Dimensi dimana kita biasanya hidup, kehidupan keseharian yang merupakan duka, kesenangan dan ketakutan, telah mengkondisikan batin, membatasi kealamian batin, dan ketika duka, kesenangan dan ketakutan itu telah pergi (yang mana tidak berarti bahwa Anda tidak lagi memiliki kegembiraan; kegembiraan merupakan hal yang sama sekali berbeda dengan kesenangan) – maka batin berfungsi dalam suatu dimensi berbeda yang di dalamnya tiada konflik, tiada rasa akan ‘keorang-lainan’ (otherness). Secara kata-kata kita hanya dapat pergi sejauh itu; apa yang terbentang di baliknya tidak dapat digubah ke dalam kata-kata, karena kata-kata bukanlah hal itu. Hingga saat ini kita dapat menggambarkan, menjelaskan, namun tidak ada kata-kata maupun penjelasan yang dapat membukakan pintu. Apa yang akan membuka pintu adalah kesadaran dan perhatian sehari-hari – kesadaran akan bagaimana kita berbicara, apa yang kita katakan, bagaimana kita berjalan, apa yang kita pikirkan. Ini seperti membersihkan sebuah ruangan dan menjaganya tetap pada tatanan. Menjaga si ruangan tetap pada tatanan merupakan hal yang penting pada salah satu pengertian, namun sama sekali tidak penting pada yang lainnya. Pastilah ada tatanan dalam ruangan, namun tatanan tidak akan membuka pintu atau jendela. Apa yang akan membuka jendela
bukanlah
kemauan
atau
hasrat
anda.
Anda
tidaklah
mungkin
mengundang yang lain. Semua yang dapat Anda lakukan adalah menjaga ruangan pada tatanan, yang menjadi luhur bagi dirinya, bukan bagi apa yang ia akan bawa. Menjadi bijaksana, rasional, tertatan. Maka mungkinlah, jika Anda beruntung, jendela akan terbuka dan angin sepoi-sepoi akan masuk. Atau mungkin juga tidak. Tergantung pada keadaan batin anda. Dan keadaan batin itu hanya dapat dipahami oleh diri anda, dengan mengamatinya dan tanpa berusaha membentuknya, tidak pernah memihak, tidak pernah menentang, tidak
pernah
menyetujui,
tidak
pernah
membenarkan,
tidak
pernah
menyalahkan, tidak pernah menghakimi – yang bermakna melihatnya tanpa pilihan apapun. Dan di luar kesadaran yang tidak memilih ini mungkin pintu akan terbuka dan Anda akan mengetahui apakah dimensi itu, yang di sana tiada konflik dan tiada waktu.
BAB 4
Kita mengatakan pada bab sebelumnya bahwa kegembiraan adalah hal yang seluruhnya berbeda dengan kesenangan, marilah kita mencari apakah yang terlibat pada kesenangan dan apakah mungkin sama sekali untuk hidup pada suatu dunia yang tidak mengandung kesenangan namun (terdapat) rasa luar biasa akan kegembiraan, akan kebahagiaan. Kita semua sibuk dalam pengejaran akan kesenangan dalam beberapa bentuk
atau
lainnya
–
kesenangan
intelektual,
sensasi
atau
budaya,
kesenangan akan reformasi, memberi tahu orang lain apa yang harus dilakukan, memodifikasi kejahatan dalam masyarakat, melakukan hal-hal baik – kesenangan akan pengetahuan yang lebih besar, kepuasan fisik yang lebih, pengalaman yang lebih, pemahaman yang lebih akan kehidupan, segala kecerdikan, hal-hal licik pada batin – tentunya kesenangan yang paling besar,
akan kepemilikan Tuhan. Kesenangan adalah struktur masyarakat. Dari kanak-kanak hingga mati kita secara rahasia, liciknya atau secara nyata mengejar kesenangan. Jadi apapun bentuk kesenangan kita, saya rasa kita selayaknya sangat jelas terhadapnya, karena ia akan mengarahkan dan membentuk hidup kita. Karenanya penting bagi kita untuk menyelidiki secara dekat, secara ragu-ragu (hesintantly) dan secara lembut (delicately) pertanyaan akan kesenangan ini, karena
menemukan
kesenangan,
dan
kemudian
memelihara
dan
menopangnya, adalah suatu permintaan mendasar kehidupan dan tanpanya keberadaan menjadi tumpul, bodoh, kesepian dan tiada berarti. Anda mungkin bertanya mengapa tidakkah selayaknya kehidupan dituntun oleh kesenangan? Karena alasan yang sangat sederhana bahwa kesenangan pastilah membawa rasa sakit, frustasi, kesedihan dan takut, dan, karena ketakutan, kekerasan. Jika Anda ingin hidup seperti itu, hiduplah seperti itu. Kebanyakan dunia melakukannya, namun, jika Anda ingin bebas dari kesedihan, Anda harus memahami seluruh struktur kesenangan. Memahami
kesenangan
bukanlah
menolaknya.
Kita
tidak
menyalahkannya atau mengatakannya benar atau salah, namun jika kita mengejarnya, biarlah kita melakukannya dengan mata terbuka, mengetahui bahwa sebuah batin yang setiap waktu mencari kesenangan pastilah dengan tidak terelakan menemukan bayangannya, duka. Mereka tak dapat dipisahkan, meskipun kita mengejar kesenangan dan berusaha menghindari duka. Kini, mengapakah batin selalu menuntut kesenangan? Mengapa kita melakukan
hal-hal
yang
terpuji
dan
tidak
terpuji
dengan
pendaman
kesenangan? Mengapa kita berkorban dan menderita pada seuntai tipis benang kesenangan? Apakah kesenangan itu dan bagaimana ia bisa hadir? Saya ingin tahu apakah ada dari Anda yang telah menanyakan pada diri anda pertanyaanpertanyaan ini dan mengikuti jawabannya hingga ke ujung akhir? Kesenangan dapat hadir melalui empat tahapan – persepsi, sensasi, kontak dan hasrat. Saya melihat suatu mobil yang bagus, katakanlah demikian; maka saya mendapatkan suatu sensasi, suatu reaksi, (hasil) dari melihatnya; kemudian saya menyentuhnya atau berkhayal menyentuhnya, dan kemudian terdapat
hasrat
untuk
memilikinya
dan
memamerkan
diri
saya
mengendarainya. Atau saya melihat sebuah awan yang indah, atau sebuah pegunungan yang begitu jelas dengan dampingan langitnya, atau sehelai daun yang baru saja muncul pada musim semi, atau suatu pemandangan luar biasa matahari terbenam, atau sebuah wajah yang cantik, cerdas, hidup, bukan kesadaran diri (self-conscious) dan karenanya tidak lagi indah. Saya melihat hal-hal ini dengan kesukaan yang hebat dan sebagaimana saya mengamati mereka, tidak terdapat pengamat namun hanya keindahan belaka seperti cinta. Untuk sesaat saya menjadi tiada bersama seluruh permasalahan saya, kecemasan dan kesedihan – hanya ada hal yang mengagumkan itu. Saya dapat melihatnya dengan kegembiraan dan di waktu kemudian melupakannya, atau yang lain (jika) batin memasukinya, dan masalah dimulai; batin saya memikirkan apa yang telah ia saksikan dan berpikir betapa indahnya saat itu; Saya mengatakan pada diri saya, saya selayaknya melihat hal itu berulang kali lagi. Pikiran mulai membandingkan, menilai, dan mengatakan ‘Saya harus mendapatkannya lagi esok’. Kesinambungan suatu pengalaman yang telah memberikan kesukaan untuk sesaat disokong oleh pikiran. Adalah sama dengan hasrat seksual atau bentuk lain hasrat. Tidak ada yang salah dengan hasrat. Bereaksi adalah hal yang sangat normal. Jika Anda menusuk saya dengan jarum saya akan bereaksi kecuali saya lumpuh. Namun kemudian
pikiran
merubahnya
jadi
melangkah kesenangan
masuk,
mengunyah
(pleasure).
Pikiran
kesukaan ingin
(delight)
mengulangi
pengalaman, dan semakin Anda mengulangi, semakin mekanis ia jadinya; semakin Anda memikirkannya, semakin banyak kekuatan yang pikiran berikan pada kesenangan. Jadi pikiran menciptakan dan menyokong kesenangan melalui hasrat, dan memberikannya kesinambungan, karenanya reaksi alami hasrat terhadap hal indah apapun disesatkan oleh pikiran. Pikiran berubah menjadi
sebuah
ingatan
dan
ingatan
kemudian
dipelihara
dengan
memikirkannya berulang kali terus menerus. Tentu saja, ingatan memiliki sebuah tempat pada tingkatan tertentu. Pada kehidupan keseharian kita tidak dapat berfungsi sama sekali tanpanya. Dalam ranahnya sendiri pastilah efesien, namun itu adalah suatu keadaan batin dimana ia memiliki begitu sedikit tempat. Sebuah batin yang tidak dilumpuhkan oleh ingatan memiliki kebebasan sejati. Pernahkah Anda memperhatikan bahwa saat Anda merespon terhadap
sesuatu secara total, dengan segenap hati anda, di situ terdapat sedikit sekali ingatan? Hanya saat Anda tidak merespon suatu tantangan dengan seluruh keberadaan anda bahwa terdapat suatu konflik, suatu pergulatan, dan ini membawa
kebingungan
dan
kesenangan
atau
duka.
Dan
pergulatan
mengembangkan ingatan. Ingatan itu ditambahan terus menerus oleh ingataningatan lain dan ingatan itulah yang merespon. Apapun yang merupakan hasil dari ingatan adalah lama dan karenanya tidak pernah bebas. Tidak ada hal yang merupakan kebebasan pikiran. Itu adalah omong kosong belaka. Pikiran tidak pernah baru, oleh karena pikiran merupakan respon ingatan, pengalaman, pengetahuan. Pikiran, oleh karena ia lama, membuat hal ini yang mana Anda telah menyaksikannya dengan kesukaan dan merasa luar biasa untuk sesaat, (menjadi) lama. Dari yang lama Anda memperoleh kesenangan, bukan dari yang baru. Tidak terdapat waktu pada yang baru. Jadi jika Anda dapat melihat pada segala hal tanpa membiarkan kesenangan merusaknya – pada sebuah wajah, seekor burung, warna sebuah ‘sari’, keindahan sebuah lapisan air berkaliauan diterpa matahari, atau atau apapun yang memberikan kesukaan – jika Anda dapat melihatnya tanpa menginginkan pengalaman untuk terulang, maka tidak akan ada duka, tidak ada takut, dan karenanya ada kegembiraan yang luar biasa. Adalah pergulatan untuk mengulangi dan melanggengkan kesenangan yang mengubahnya menjadi duka. Amati itu dalam diri anda. Hal mendasar akan permintaan pengulangan kesenangan menciptakan duka, karena ia tidaklah sama, sebagaimana yang lalu. Anda bergulat untuk mencapai kesukaan yang sama, bukan hanya demi nilai estetika anda namun kualitas kedalam dari batin, dan Anda terluka dan kecewa karena ia menolak anda. Sudahkah Anda mengamati apa yang terjadi pada Anda ketika Anda mengingkari sedikit kesenangan? Saat Anda tidak mendapatkan apa yang Anda inginkan,
Anda
menjadi
cemas,
cemburu,
benci.
Pernahkah
Anda
memperhatikan saat Anda telah menyangkal kesenangan minum-minum atau merokok atau seks atau apapun itu – pernahkah Anda memperhatikan pertempuran-pertempuran apa yang Anda lalui? Dan bukankah semuanya itu merupakan suatu bentuk ketakutan? Anda takut tidak mendapatkan apa yang Anda inginkan atau kehilangan apa yang Anda miliki. Saat beberapa keyakinan
atau ideologi tertentu yang Anda telah pegang selama bertahun-tahun terguncang atau terkandaskan dari diri anda oleh logika ataupun kehidupan, tidakkah Anda takut untuk berdiri sendiri? Kepercayaan itu selama bertahuntahun telah memberikan Anda kepuasan dan kesenangan, dan saat itu dirampas, Anda ditinggal karam, kosong, dan ketakutan tersisa hingga Anda menemukan bentuk lain kesenangan, kepercayaan yang lain. Tampaknya bagi saya begitu sederhana, dan karena itu begitu sederhana kita menolak untuk melihat kesederhanaannya. Kita gemar merumitkan segalanya. Ketika istri anda berpaling dari Anda, tidakkah Anda cemburu? Tidakkah
Anda
marah?
Tidakkah
Anda
membenci
laki-laki
yang
telah
membuatnya berpaling? Dan apakah semuanya itu jika bukan ketakutan kehilangan sesuatu yang telah memberikan Anda banyak kesenangan, sebuah pendampingan, sebuah kualitas jaminan tertentu serta kepuasan akan kepemilikan? Jadi jika Anda memahami bahwa dimana ada suatu pencarian terhadap kesenangan di sana pastilah ada duka, hiduplah seperti itu jika Anda menginginkannya, namun jangan hanya tergelincir ke dalamnya. Jika Anda ingin mengakhiri kesenangan, lebih dulu, yang mengakhiri duka, Anda harus sepenuhnya penuh perhatian terhadap keseluruhan struktur kesenangan – bukan memotongnya sebagaimana para rahib dan sannyasin lakukan, jangan pernah melirik pada seorang wanita karena mereka berpikir itu adalah suatu dosa dan teramat menghancurkan daya hidup pemahaman mereka – namun melihat arti keseluruhan dan makna kesenangan. Maka Anda akan memiliki kegembiraan luar biasa dalam kehidupan. Anda tidak dapat berpikir tentang kegembiraan. Kegembiraan adalah sesuatu yang serta merta dan dengan memikirkannya, Anda merubahnya menjadi kesenangan. Hidup dalam kekinian adalah pandangan seketika akan keindahan dan kesukaan luar biasa di dalamnya tanpa mencari kesenangan darinya.
BAB 5
Sebelum kita melangkah lebih jauh, saya ingin menanyakan Anda apakah ketertarikan anda yang paling mendasar dan terakhir dalam kehidupan? Taruhlah semua jawaban tak langsung di pinggir dan hadapi pertanyaan ini secara langsung dan jujur, apakah jawaban anda? Apakah Anda tahu? Bukankah itu diri anda? Bagaimanapun juga, itulah yang sebagian besar dari kita akan katakan jika kita menjawab sejujurnya. Saya tertarik pada kemajuan saya, pekerjaan saya, keluarga saya, sudut kecil dimana saya hidup, dalam mendapatkan sebuah posisi yang lebih baik bagi diri saya, lebih berwibawa, lebih berkuasa, lebih mendominasi terhadap orang lain dan lain sebagainya. Saya rasa itu masuk akal, bukahkah demikian, mengakui pada diri kita bahwa apa yang kebanyakan dari kita utamanya tertarik adalah – ‘aku’ terlebih dahulu? Beberapa dari kita akan berkata bahwa salah secara primer tertarik pada diri kita. Namun apa yang salah mengenainya kecuali kita jarang secara layak, jujur, mengakuinya? Jika kita lakukan, kita agak malu akannya. Jadi itulah adanya – seseorang secara fundamental tertarik pada dirinya, dan untuk berbagai alasan ideologi dan tradisional seseorang berpikir (bahwa) itu salah.
Namun
apa
yang
seseorang
pikirkan
tidaklah
relevan.
Mengapa
memperkenalkan faktor bahwa itu salah? Itu sebuah ide, suatu konsep. Apa yang merupakan fakta adalah bahwa seseorang secara fundamental dan langgeng tertarik pada dirinya. Anda boleh berkata bahwa lebih memuaskan membantu orang lain dari pada memikirkan mengenai diri anda. Apakah bedanya? Itu masih tentang ‘aku’ (self-concern). Jika itu memberikan Anda kepuasan lebih dengan menolong sesama, Anda berperhatian tentang apa yang memberikan Anda kepuasan lebih. Mengapa membawa konsep idelogis ke dalamnya? Mengapa pemikiran ganda ini? Mengapa tidak mengatakan, ‘Apa yang sesungguhnya saya inginkan adalah kepuasan, apakah itu dalam seks, atau dalam menolong orang lain, atau menjadi seorang santa, ilmuwan atau politikus yang hebat’? Bukankah itu proses yang sama? Kepuasan dalam berbagai cara, tersembunyi atau nyata, adalah apa yang kita inginkan. Saat kita berkata kita menginginkan kebebasan, kita menginginkannya karena kita pikir itu mungkin begitu memuaskan, dan kepuasan yang paling besar, tentunya, adalah ide aneh akan ‘penyadaran diri’ ini. Apa yang sesungguhnya kita cari adalah sebuah kepuasan yang mana di sana tidak terdapat kepuasan sama sekali. Kebanyakan dari kita sangat mengharapkan memiliki sebuah posisi dalam masyarakat karena kita takut menjadi bukan siapa-siapa. Masyarakat begitu dikonstruksi, sehingga seorang warga yang memiliki sebuah posisi terhormat diperlakukan dengan penuh kesopanan, sedangkan seseorang yang tidak
memiliki
posisi
ditendang
kesana-sini.
Setiap
orang
di
dunia
menginginkan posisi, apakah dalam masyarakat, dalam keluarga atau duduk di tangan kanan Tuhan, dan posisi ini haruslah dikenali oleh orang lain, jika tidak, tidak ada posisi sama sekali. Kita harus selalu duduk di atas podium. Kedalam, kita merupakan pusaran air kesengsaraan dan kekacauan dan karenanya dihargai secara keluar sebagai sosok yang hebat sangatlah memuaskan. Pengharapan untuk posisi, untuk martabat, untuk kekuasaan, dikenal oleh masyarakat sebagai ‘yang telah luar biasa’ dalam beberapa cara, ialah sebuah harapan mendominasi yang lain, dan harapan pendominasian ini merupakan suatu bentuk agresi. Santa yang mencari sebuah posisi berkenaan dengan keSanta-annya ialah sama agresifnya sebagaimana ayam mematuk-matuk di ladang. Dan apakah penyebab dari keagresifan ini? Bukankah itu rasa takut?
Ketakutan merupakan masalah terbesar dalam kehidupan. Batin yang terperangkap dalam ketakutan hidup dalam kebingungan, dalam konflik, dan karenanya pastilah terjadi kekerasan, perubahan gerak pikiran (oleh karena kecemasan) serta keagresifan. Ia yakin tidak berpindah dari pola pikirnya sendiri, dan ini mengembangkan sifat berpura-pura. Hingga kita bebas dari ketakutan, mendaki gunung tertinggi, menemukan berbagai jenis Tuhan, kita tetap berada dalam kegelapan. Hidup dalam suatu masyarakat yang korup dan bodoh sebagaimana kita lakukan, dengan pendidikan kompetitif yang kita terima yang menyebabkan ketakutan, kita semua terbebani
dengan ketakutan akan sesuatu, dan
ketakutan adalah sesuatu hal mengerikan yang menyesatkan, memilin dan menumpulkan hari-hari kita. Terdapat ketakutan fisik namun itu adalah suatu respon yang kita telah warisi dari hewan. Ialah ketakutan psikologis yang menjadi perhatian kita di sini, saat kita memahami akar terdalam ketakutan psikologis kita akan mampu untuk berjumpa ketakutan hewani, sedangkan berperhatian pada ketakutan hewani terlebih dahulu tidak akan pernah membantu kita untuk memahami ketakutan psikologis. Kita semua takut akan sesuatu; tidak ada rasa takut pada keabstrakan, ia selalu ada pada hubungan dengan sesuatu. Apakah Anda mengenal ketakutan Anda sendiri – takut akan kehilangan pekerjaan, akan tidak memiliki cukup makanan atau uang, atau apa yang tetangga anda atau publik pikirkan mengenai Anda, atau tidak sukses, akan kehilangan posisi dalam masyarakat, akan dipandang rendah atau dianggap konyol – takut akan sakit dan penyakit, akan dominasi, akan tidak pernah mengetahui apakah itu cinta atau akan tidak dicintai, akan kehilangan istri atau anak-anak anda, akan kematian, akan hidup dalam sebuah dunia yang seperti kematian, akan kebosanan mutlak, akan tidak hidup sesuai citra yang orang lain telah bangun mengenai Anda, akan kehilangan keyakinan – kesemuanya dan ketakutan lain yang tak terhitung banyaknya – apakah Anda mengenal ketakutan anda yang khas? Dan apakah yang biasanya Anda lakukan pada mereka? Anda lari dari mereka, bukankah demikian, atau menemukan ide-ide dan citra-citra untuk menutupi mereka? Namun lari dari ketakutan hanya menambahnya.
Salah
satu
penyebab
ketakutan
adalah
bahwa
kita
tidak
ingin
menghadapi diri kita sebagaimana adanya. Jadi, seperti ketakutan itu sendiri, kita harus mengamati jaringan pelarian yang kita telah bangun untuk membersihkan diri kita dari mereka. Jika batin, dalam hal ini termasuk otak, mencoba mengatasi ketakutan, menekannya, mendisiplinkannya, terdapat pertentangan, terdapat konflik, dan konflik itu adalah pemborosan energi siasia. Hal pertama untuk kemudian ditanyakan pada diri kita adalah apakah ketakutan itu dan bagaimana ia timbul? Apakah yang kita maksud dengan kata ‘takut’ itu sendiri? Saya menanyakan diri saya apakah ketakutan, bukan apa yang saya takutkan. Saya menjalani jenis kehidupan tertentu; saya berpikir dalam suatu pola tertentu; saya memiliki berbagai kepercayaan serta dogma dan saya tidak ingin pola keberadaan itu diganggu karena saya memiliki akar-akar saya pada mereka. Saya tidak ingin mereka dikacaukan karena kekacauan menghasilkan suatu keadaan ketidaktahuan dan saya tidak menyukai itu. Jika saya terlempar dari segala yang saya tahu dan percayai, saya menginginkan keadaan hal tertentu ke mana saya pergi. Jadi sel-sel otak telah menciptakan suatu pola dan sel-sel otak itu menolak untuk menciptakan pola lain yang mungkin tidak mengandung kepastian. Pergerakan dari yang ‘pasti’ ke yang ‘tidak pasti’ adalah apa yang saya sebut ketakutan. Pada saat kini sebagaimana saya duduk di sini, saya tidaklah takut; saya tidak takut pada saat ini, tidak ada yang terjadi pada diri saya, tidak ada yang mengancam saya atau merampas sesuatu dari saya. Namun di balik saat kini terdapat sebuah lapisan lebih dalam pada batin yang secara sadar maupun tidak sadar berpikir akan apa yang mungkin terjadi di masa depan atau mengkhawatirkan bahwa sesuatu dari masa lalu mungkin menyerang saya dengan tiba-tiba. Jadi saya takut akan masa lalu dan masa depan. Saya telah membagi waktu menjadi masa lalu dan masa depan. Pikiran melangkah masuk, berkata, ‘hati-hatilah, itu tidak akan terjadi lagi’, atau ‘Bersiaplah untuk masa depan. Masa depan mungkin berbahaya bagimu. Engkau memiliki sesuatu saat ini, namun kamu mungkin akan kehilangannya. Engkau bisa saja mati esok, istrimu bisa jadi lari, Engkau mungkin kehilangan pekerjaan. Engkau mungkin tidak akan pernah menjadi terkenal. Engkau mungkin sendirian. Engkau ingin
sungguh yakin akan hari esok.’ Sekarang ambilah bentuk khas ketakutan anda. Pandanglah dia. Amati reaksi anda terhadapnya. Dapatkah Anda memandangnya tanpa gerak pelarian, pembenaran, penyalahan atau penekanan apapun? Dapatkah Anda memandang ketakutan tanpa kata yang menyebabkan ketakutan? Dapatkah Anda melihat kematian, untuk seketika, tanpa kata yang membangunkan ketakutan akan kematian? Kata itu sendiri membawa suatu getaran, bukankah demikian? Sekarang citra yang Anda miliki dalam batin anda tentang kematian, ingatan akan sedemikian banyak kematian yang telah Anda saksikan dan hubungan diri anda dengan kejadian-kejadian itu – tidakkah citra itu yang menciptakan ketakutan? Ataukah Anda sesungguhnya takut menghadapi sebuah akhir, bukan citra pembuat akhir? Apakah kata ‘kematian’ yang membuat Anda takut ataukah akhir yang sesungguhnya? Jika kata atau ingatan yang menyebabkan Anda takut, maka itu bukanlah ketakutan sama sekali. Anda sakit dua tahun yang lalu, mari kita katakan demikian, dan ingatan akan rasa sakit itu, penyakit itu, masih tersisa, dan ingatan kita berfungsi mengatakan, ‘hati-hatilah, jangan sampai sakit lagi’. Jadi ingatan dengan berbagai hubungannnya menciptakan ketakutan, dan itu bukanlah ketakutan sama sekali karena sesungguhnya pada saat kini Anda sangat sehat. Pikiran, yang selalu lama, karena pikiran adalah respon ingatan, dan ingatan selalulah lama – pikiran menciptakan, pada waktunya, perasaan yang Anda takutkan yang bukanlah fakta sesungguhnya. Fakta sesungguhnya adalah Anda sangat sehat. Namun pengalaman, yang tersisa di dalam batin sebagai sebuah ingatan, membangkitkan pikiran, ‘hati-hatilah, jangan sampai sakit lagi’. Jadi kita melihat bahwa pikiran menyebabkan satu jenis ketakutan. Namun adakah ketakutan yang sama sekali berbeda dari hal tersebut? Apakah ketakutan selalu merupakan hasil dari pikiran, jika iya, adakah bentuk lain ketakutan? Kita takut akan kematian – itu adalah, sesuatu yang akan terjadi esok atau lusa, pada waktunya. Terdapat sebuah jarak antara aktualitas dan apa yang akan terjadi. Sekarang pikiran telah mengalami keadaan ini; dengan mengamati kematian ia mengatakan, ‘saya akan mati’. Pikiran menciptakan ketakutan akan kematian, dan jika ia tidak (menciptakan), adakah ketakutan? Apakah ketakutan merupakan hasil pikiran? Jika iya, pikiran selalu lama, ketakutan selalulah lama. Seperti yang kita telah sampaikan, tidak ada pikiran
baru. Jika kita mengenalinya, ia telah menjadi lama. Jadi apa yang kita takutkan merupakan
pengulangan
yang
lama
–
pikiran
akan
apa
yang
telah
diproyeksikan ke masa depan. Karenanya pikiran bertanggung jawab akan ketakutan. Demikianlah ia, Anda dapat melihatnya sendiri. Saat Anda berkonfrontasi dengan sesuatu secara seketika – di sana tidak terdapat ketakutan. Hanya saat pikiran masuk di sana ada ketakutan. Karenanya pertanyaan kita kini adalah, apakah mungkin bagi batin untuk hidup seutuhnya, seluruhnya, pada masa kini? Hanya sebuah batin seperti itu yang tidak memiliki ketakutan. Namun untuk memahami ini, Anda harus memahami struktur pikiran, ingatan dan waktu. Dan dalam memahaminya, memahaminya tidak secara intelektual, tidak secara verbal, namun secara aktual dengan hati anda, batin anda, keberanian dan tekad anda, Anda akan bebas
dari
ketakutan;
maka
batin
dapat
menggunakan
pikiran
tanpa
menciptakan ketakutan. Pikiran sebagaimana halnya ingatan tentunya penting bagi kehidupan sehari-hari.
Itu
adalah
instrumen
satu-satunya
yang
kita
miliki
untuk
komunikasi, bekerja sesuai bidang kita dan lain sebagainya. Pikiran adalah respon terhadap ingatan, ingatan yang mana telah terakumulasi melalui pengalaman, pengetahuan, tradisi, waktu. Dan dari latar belakang ingatan ini kita bereaksi dan reaksi ini adalah berpikir. Jadi pikiran esensial pada tingkat tertentu, namun saat pikiran memproyeksikan dirinya secara psikologis sebagai masa depan dan masa lalu, menciptakan ketakutan sebagaimana halnya kesenangan, batin dibuat tumpul dan oleh karena itu keterdiaman tidaklah terhindarkan (inaction is inevitable). Jadi saya bertanya pada diri saya, ‘mengapa, mengapa, mengapa, saya memikirkan tentang masa depan dan masa lalu dalam lingkup kesenangan dan duka, mengetahui bahwa pikiran seperti itu menciptakan ketakutan? Tidakkah mungkin bagi pikiran secara psikologis berhenti, jika tidak ketakutan tak akan pernah berakhir?’ Salah satu fungsi pikiran adalah tersibukkan sepanjang waktu dengan sesuatu. Kebanyakan dari kita ingin agar batin kita terus-menerus tersibukkan sehingga kita tercegah dari melihat diri kita sebagai mana kita aktualnya. Kita takut menjadi kosong. Kita takut melihat ketakutan-ketakutan kita.
Secara sadar (consciously) Anda dapat sadar (aware) akan ketakutanketakutan anda, namun pada tingkat yang lebih dalam dari batin anda apakah Anda sadar akan mereka? Dan bagaimana Anda akan menemukan ketakutan yang tersembunyi, rahasia? Adakah ketakutan terbagi dalam sadar (conscious) dan bawah sadar (subconscious)? Ini adalah sebuah pertanyaan yang sangat penting. Para ahli, psikolog, analisator, telah membagi ketakutan dalam lapisan-lapisan permukaan dalam (deep superficial layers), namun jika Anda mengkuti apa kata psikolog atau saya, Anda memahami teori kami, dogma kami, pengetahuan kami, Anda tidak memahami diri anda sendiri. Anda tidak dapat memahami diri Anda menurut Freud atau Jung, atau menurut saya. Teori orang lain tidak memiliki kepentingan apapun. Adalah diri anda yang harus Anda tanyakan, adakah ketakutan dibagi ke dalam sadar dan bawah sadar? Ataukah hanya ketakutan yang mana Anda terjemahkan ke dalam bentukbentuk berbeda? Hanya ada satu hasrat; hanya ada hasrat. Hasrat anda. Obyek hasrat berubah, namun hasrat selalulah yang sama. Jadi mungkin dalam cara yang sama hanya ada ketakutan. Anda takut akan beberapa hal namun di sana hanya sebuah ketakutan. Saat Anda menyadari bahwa ketakutan tidak dapat dibagi, Anda akan melihat bahwa Anda telah membuang jauh masalah bawah sadar ini dan yang telah menipu psikolog dan analis. Saat Anda memahami bahwa ketakutan merupakan suatu gerakan tunggal yang mengekspresikan dirinya dalam caracara berbeda dan saat Anda melihat gerakan dan bukan obyek ke mana gerakan pergi, maka Anda menghadapi sebuah pertanyaan besar: bagaimana Anda dapat melihatnya tanpa fragmentasi yang batin telah olah? Hanya terdapat ketakutan total, namun bagaimana bisa batin yang berpikir dalam fragmen-fragmen mengamati gambar total ini? Dapatkah ia? Kita telah hidup dalam kehidupan fragmentasi, dan dapat melihat pada ketakutan total hanya melalui proses pikiran yang terfragmentasi. Seluruh proses permesinan pikiran memecah segalanya ke dalam fragmen-fragmen: saya mencintaimu dan saya membencimu; Anda musuh saya, Anda sahabat saya; tabiat dan kecenderungan unik saya, pekerjaan saya, posisi saya, kehormatan saya, istri saya, anak saya, negara saya dan negara anda, Tuhan saya dan Tuhan anda – semua itu merupakan fragmentasi pikiran. Dan pikiran ini melihat pada keadaan total ketakutan, atau berusaha melihatnya, dan
mereduksinya ke dalam fragmen-fragmen. Karena itu kita melihat bahwa batin dapat melihat pada ketakutan total ini hanya saat tidak ada gerakan pikiran. Dapatkah Anda menatap ketakutan tanpa simpulan apapun, tanpa interferensi
apapun
dari
pengetahuan
yang
Anda
telah
kumpulkan
mengenainya? Jika Anda tidak bisa, maka apa yang Anda lihat adalah masa lalu, bukan ketakutan; jika Anda bisa, maka Anda melihat ketakutan untuk pertama kalinya tanpa interferensi masa lalu. Anda dapat melihat hanya saat batin sangat hening, sebagaimana Anda dapat mendengar apa yang seseorang katakan hanya saat batin Anda tidak sedang berbincang dengan dirinya, sibuk berdialog dengan dirinya mengenai masalah-masalah serta kecemasannya sendiri. Dapatkah Anda dalam cara yang sama menatap ketakutan tanpa berusaha mengakhirnya – mencarikan jalan keluar baginya, tanpa membawakan lawannya, keberanian – dengan sungguh melihatnya dan tidak berusaha lari darinya? Saat Anda berkata, ‘Saya harus
mengendalikannya,
saya
harus
melepaskannya,
saya
harus
memahaminya’, Anda sedang berusaha lari darinya. Anda dapat mengamati sebuah awan atau pergerakan sebuah sungai dengan suatu batin yang benar-benar hening karena mereka tidaklah sangat penting bagi Anda, namun untuk mengamati diri anda adalah jauh lebih sulit karena tuntutan-tuntutan begitu praktis, reaksi-reaksi begitu cepat. Jadi saat Anda secara langsung bersentuhan dengan ketakutan atau keputusasaan, kesendirian atau iri hati, atau keadaan buruk batin lainnya, dapatkah Anda melihatnya dengan begitu menyeluruh bahwa batin anda cukup hening untuk melihatnya? Dapatkah batin mengetahui ketakutan dan bukan bentuk-bentuk ketakutan – mengetahui ketakutan total, bukan apa yang Anda takutkan? Jika Anda melihat semata-mata pada detail-detail ketakutan atau berusaha meladeni ketakutan-ketakutan anda satu per satu, Anda tidak akan pernah datang ke pokok permasalah sentral yang mana adalah mempelajari hidup bersama ketakutan. Hidup dengan suatu hal yang hidup seperti ketakutan memerlukan sebuah batin dan hati yang luar biasa halus, yang tidak memiliki penyimpulan dan dapat karenanya mengikuti setiap gerak ketakutan. Kemudian jika Anda mengamati dan hidup dengannya – dan ini tidak akan menyita satu hari penuh,
diperlukan
semenit
atau
sedetik
untuk
mengetahui
seluruh
kealamian
ketakutan – jika Anda hidup dengannya secara utuh Anda dengan tidak terelakkan bertanya, ‘Siapakah sang entitas yang hidup dengan ketakutan? Siapakah itu yang sedang mengamati ketakutan, melihat semua gerak berbagai bentuk ketakutan sebagaimana juga sadar akan fakta sentral akan ketakutan? Apakah sang pengamat adalah suatu entitas yang mati, sebuah keberadaan statis, yang telah mengumpulkan sejumlah besar pengetahuan dan informasi mengenai dirinya, dan bukankah benda itu mati yang mengamati dan hidup dengan pergerakan ketakutan?’ Apakah jawaban anda? Jangan menjawab saya, jawablah ke diri anda. Apakah Anda, sang pengamat, sebuah entitas mati yang sedang mengamati sesuatu yang hidup atau apakah Anda sesuatu yang hidup mengamati sesuatu yang hidup? Karena pada sang pengamat kedua keadaan ada. Sang pengamat adalah penyensor yang tidak menginginkan ketakutan; sang pengamat adalah si totalitas seluruh pengalamannya akan ketakutan. Jadi sang pengamat terpisah dari hal itu yang ia sebut ketakutan; terdapat ruang di antara mereka; ia selamanya mencoba untuk menanggulanginya atau lari darinya dan oleh karena itu pertempuran konstan ini antara dirinya dan ketakutan – pertempuran ini hanyalah pembuangan energi sia-sia. Sebagaimana Anda lihat, Anda mempelajari bahwa sang pengamat adalah seikat ide-ide dan ingatan semata-mata tanpa validitas atau substansi apapun, namun ketakutan itu adalah sebuah aktualita dan bahwa anda sedang berusaha memahami sebuah fakta dengan sebuah abstraksi yang tentunya anda tidak bisa. Namun, nyatanya, apakah sang pengamat yang mengatakan, ‘saya takut’, adakah berbeda dari hal yang diamati yang mana adalah ketakutan? Sang pengamat adalah ketakutan dan saat itu disadari tidak terdapat lagi penghamburan energi dalam upaya menyingkirkan ketakutan, dan interval ruang-waktu antara sang pengamat dan yang diamati menghilang. Saat Anda melihat bahwa Anda bagian dari ketakutan, tidak terpisah darinya – bahwa Anda adalah ketakutan – maka anda tidak dapat melakukan apapun mengenainya; maka ketakutan akan berakhir secara total.
BAB 6
Ketakutan, kesenangan, kesedihan, pikiran dan kekerasan semuanya saling berhubungan. Kebanyakan dari kita mengambil kesenangan pada kekerasan, dalam membenci seseorang, membenci suatu kelompok atau ras tertentu, memiliki rasa antagonistik terhadap orang lain. Namun pada sebuah keadaan batin dimana semua kekerasan telah berakhir, ada suatu kegembiraan yang sangat berbeda dari kesenangan akan kekerasan bersama konflik-konflik, kebencian-kebencian serta ketakutan-ketakutannya. Dapatkah kita pergi ke akar terdalam kekerasan dan bebas darinya? Jika tidak, kita akan hidup selamanya dalam pertempuran dengan sesama. Jika itu cara yang Anda inginkan untuk hidup – dan tampaknya kebanyakan orang ingin – maka lanjutkan; jika Anda berkata, ‘Maaf, kekerasan tidak pernah dapat berakhir’, maka Anda dan saya tidak memiliki keperluan komunikasi, Anda telah menutup diri anda; namun jika Anda mengatakan mungkin ada sebuah cara berbeda akan kehidupan, maka kita akan bisa saling berkomunikasi. Jadi marilah kita
pertimbangkan bersama, bagi
kita yang dapat
berkomunikasi, apakah sangat mungkin secara total mengakhiri setiap bentuk kekerasan di dalam diri kita dan tetap hidup di dunia yang brutal ini. Saya kira itu mungkin. Saya tidak ingin memiliki napas kebencian, iri hati, kecemasan atau
ketakutan
dalam
diri
saya.
Saya
ingin
hidup
dalam
kedamaian
sepenuhnya. Yang mana tidak berarti bahwa saya ingin mati. Saya ingin hidup di atas bumi yang mengagumkan ini, begitu penuh, begitu kaya, begitu indah. Saya ingin memandang pepohonan, bunga-bunga, sungai-sungai, padang rumput, wanita, anak-anak, dan pada saat yang sama hidup sepenuhnya dalam kedamaian dengan diri saya dan dengan dunia. Apa yang dapat saya lakukan? Jika kita tahu bagaimana melihat kekerasan, tidak hanya di luar dalam masyarakat – peperangan, pemberontakan, antagonisme nasional dan konflik golongan – namun juga di dalam diri kita, maka kemudian mungkin kita akan mampu melampauinya. Inilah suatu masalah yang sangat kompleks. Selama berabad-abad manusia
telah
menjadi
kekerasan;
agama-agama
telah
mencoba
menjinakkannya di seluruh dunia dan tak satupun berhasil. Jadi jika kita akan
menuju pertanyaan kita yang seharusnya, sepertinya bagi saya, menjadi setidaknya bersungguh-sungguh mengenainya karena itu akan menuntun kita ke ranah berbeda yang sunyi, namun jika kita ingin bermain dengan permasalahan demi hiburan intelektual kita tidak akan melangkah cukup jauh. Anda boleh merasa bahwa diri anda sendiri sangat serius dengan permasalahan namun itu sepanjang begitu banyak orang lain di dunia tidak bersungguh-sungguh
dan
tidak
tersiapkan
untuk
melakukan
apapun
mengenainya, apakah kebaikannya (faedah) anda melakukan sesuatu? Saya tidak peduli apakah mereka bersungguh-sungguh atau tidak. Saya bersungguhsungguh, dan itu cukup. Saya bukanlah penjaga saudara saya. Saya sendiri, sebagai manusia, merasa begitu kuat mengenai pertanyaan kekerasan dan saya akan melihatnya bahwa di dalam diri, saya bukanlah kekerasan – namun saya tidak dapat merberitahukan Anda atau orang lain, ‘janganlah menjadi kekerasan.’ Itu tidak bermakna – terkecuali Anda sendiri menghendakinya. Jadi jika Anda sendiri yang sungguh ingin memahami masalah kekerasan ini marilah kita lanjutkan perjalanan eksplorasi kita bersama. Apakah permasalahan kekerasan ini ada di luar sana ataukah di sini? Apakah
Anda
ingin
menyelesaikan
masalah
di
dunia
luar
atau
Anda
mempertanyakan kekerasan itu sendiri sebagaimana itu di dalam Anda? Jika Anda bebas dari kekerasan di dalam diri sendiri, pertanyaannya adalah, ‘Bagaimana dapat saya hidup di sebuah dunia yang penuh akan kekerasan, keserakahan, ketamakan, kecemburuan, brutalitas? Tidakkah saya akan terhancurkan?’ Itu adalah pertanyaan tidak terelakkan yang tidak terelakan untuk ditanyakan. Jika Anda memiliki pertanyaan seperti itu tampaknya bagi saya Anda sesungguhnya tidak sedang hidup dengan damai. Jika Anda hidup dengan damai, Anda tidak akan memiliki masalah sama sekali. Anda bisa dimasukkan ke dalam tahanan jika Anda menolak bergabung dengan tentara atau ditembak karena Anda menolak berperang – namun itu bukanlah sebuah masalah; Anda akan ditembak. Adalah teramat sangat penting memahami ini. Kita mencoba memahami kekerasan sebagai suatu fakta, tidak sebagai sebuah ide, sebagai sebuah fakta yang hadir pada manusia, dan manusia adalah saya sendiri. Dan untuk pergi ke dalam permasalahan - saya harus sepenuhnya rentan, terbuka, terhadapnya. Saya harus memperlihatkan diri saya pada saya sendiri – tidaklah penting memperlihatkan diri saya pada Anda
karena Anda mungkin tidak tertarik – namun saya harus ada dalam suatu keadaan batin yang menuntut agar melihat hal ini hingga kepengakhiran dan tidak berhenti di sebuah titik dan berkata saya tidak akan pergi lebih jauh lagi. Sekarang pastilah nyata (mudah dipahami) bagi saya bahwa saya adalah seorang manusia yang ber-kekerasan. Saya telah mengalami kekerasan dalam kemarahan, kekerasan dalam tuntutan seksualitas saya, kekerasan dalam kebencian, menciptakan kekejaman, kekerasan dalam kecemburuan dan sebagainya – saya telah mengalaminya, saya telah mengenalnya, dan saya berkata pada diri saya, ‘saya ingin memahami keseluruhan masalah ini tidak hanya satu fragmennya yang diekspresikan dalam perang, namun agresi pada manusia ini yang juga ada pada hewan-hewan dan dimana saya adalah bagiannya.’ Kekerasan tidak semata-mata membunuh orang lain. Adalah kekerasan ketika kita menggunakan sebuah kata yang tajam (melukai), ketika kita membuat niat untuk menghilangkan (nyawa) seseorang, ketika kita patuh karena terdapat ketakutan. Jadi kekerasan tidak semata-mata penjagalan terorganisir atas nama Tuhan, atas nama golongan atau negara. Kekerasan jauh lebih lembut, jauh lebih dalam, dan kita sedang mempertanyakan ke relung terdalam kekerasan. Saat Anda menyebut diri anda seorang India atau seorang Muslim atau seorang Nasrani atau seorang Eropa, atau lain sebagainya, Anda sedang menjadi kekerasan. Apakah Anda melihat kenapa itu adalah kekerasan? Karena Anda
memisahkan
diri
anda
dari
umat
manusia
lainnya.
Saat
Anda
memisahkan diri anda melalui kepercayaan, melalui nasionalitas, melalui tradisi, hal itu menumbuhkan kekerasan. Jadi seseorang yang mencari pemahaman kekerasan tidak termasuk dalam negara, agama, partai politik atau sistem kepemihakan manapun; ia berperhatian pada pemahaman total umat manusia. Sekarang terdapat dua sekolah pemikiran primer dengan pandangan terhadap kekerasan, satu mengatakan, ‘kekerasan adalah sesuatu yang dibawa manusia semenjak lahir’ dan yang lain mengatakan, ‘kekerasan merupakan hasil warisan sosial budaya dimana seseorang hidup.’ Kita tidak berperhatian pada sekolah mana kita berasal – tidak ada pentingnya. Apa yang
penting adalah fakta bahwa kita adalah kekerasan, bukan alasan untuk itu. Salah satu dari ekspresi kekerasan yang paling umum adalah kemarahan. Ketika istri atau saudari saya diserang diserang, saya katakan saya layak (righteously) marah; ketika negara saya diserang, ide-ide saya, prinsip-prinsip saya, cara hidup saya, saya layak marah. Saya juga marah ketika kebiasaan saya dicerca atau opini-opini kecil saya yang menyedihkan. Ketika Anda mengeluarkan ancaman di hadapan saya atau mencari gara-gara dengan saya, saya akan marah, atau jika Anda lari dengan istri saya dan saya cemburu, kecemburuan itu disebut layak karena ia (istri) adalah milik saya. Dan semua kemarahan ini secara moral dibenarkan. Namun membunuh untuk negara saya juga dibenarkan. Jadi ketika kita sedang membicarakan kemarahan, yang mana adalah sebuah bagian kekerasan, apakah kita melihat kemarahan dalam artian kemarahan yang layak dan tidak layak menurut dorongan kecenderungan dan lingkungan kita sendiri, atau apakah kita hanya melihat kemarahan? Apakah pernah terdapat kemarahan yang layak? Atau hanya terdapat kemarahan? Tidak ada pengaruh baik atau pengaruh buruk, hanya pengaruh, namun ketika Anda terpengaruhi oleh sesuatu yang tidak pas bagi saya maka saya menyebutnya sebuah pengaruh buruk. Pada saat Anda melindungi keluarga anda, negara anda, sedikit rombengan kain berwarna yang disebut bendera, sebuah kepercayaan, sebuah ide, sebuah dogma, sesuatu yang Anda tuntut atau Anda pegang, perlindungan yang teramat itu mengindikasikan kemarahan. Jadi Anda dapat melihat kemarahan tanpa penjelasan atau pembenaran apapun, tanpa mengatakan, ‘Saya harus melindungi milik saya’, atau ‘Saya benar untuk marah’, atau ‘Betapa bodohnya saya jadi marah?’ Dapatkah Anda melihat kemarahan sebagaimana jika ia hanyalah sesuatu seperti adanya ia? Dapatkah Anda melihatnya
secara
obyektif
sepenuhnya,
yang
mana
berarti
bukan
mempertahankan maupun menyalahkannya? Dapatkah Anda? Dapatkah saya melihat Anda jika saya berlawanan (bermusuhan) terhadap Anda atau jika saya berpikir betapa mengagumkannya Anda? Saya hanya dapat melihat Anda hanya saat saya melihat Anda dengan suatu perhatian tertentu dimana tidak satupun hal-hal seperti ini terlibat. Sekarang, dapatkah saya melihat kemarahan dengan cara yang sama, yang berarti saya begitu rentan terhadap permasalahan ini, saya tidak menolaknya, saya
mengamati fenomena luar biasa ini tanpa reaksi apapun terhadapnya? Sangatlah sulit melihat kemarahan secara adil (tanpa memihak) karena ia adalah sebuah bagian dari saya, namun itulah apa yang saya sedang coba lakukan. Di sinilah saya, seorang manusia yang berkekerasan, baik saya hitam, abu, putih ataupun ungu. Saya tidak berperhatian pada apakah saya mewarisi kekerasan ini ataukah masyarakat telah menghasilkannya di dalam diri saya; semua yang saya pedulikan adalah, apakah mungkin seluruhnya bebas darinya. Bebas dari kekerasan berarti segalanya bagi saya. Lebih penting bagi saya daripada seks, makanan, posisi, karena hal ini merusak saya. Ia sedang menghancurkan saya dan sedang menghancurkan dunia, dan saya ingin memahaminya, saya ingin melampauinya. Saya merasa bertanggung jawab untuk semua kemarahan dan kekerasan ini di dunia. Saya merasa bertanggung jawab – itu bukan hanya sejumlah kata – dan saya berkata pada diri saya, ‘Saya
dapat
melakukan
sesuatu
hanya
jika
saya
sendiri
melampaui
kemarahan, melampaui kekerasan, melampaui nasionalitas’. Dan perasaan yang saya miliki ini, bahwa saya harus memahami kekerasan di dalam diri saya membawa daya hidup dan semangat yang luar biasa untuk menemukan. Namun untuk melampaui kekerasan saya tidak dapat menekannya, saya tidak menolaknya, saya tidak dapat berkata, ‘Baiklah, ia adalah bagian dari saya, dan itu adalah itu’, atau ‘saya tidak menginginkannya’. Saya harus melihatnya, saya harus mempelajarinya, saya harus menjadi begitu dekat dengannya dan saya tidak dapat menjadi dekat dengannya jika saya menyalahkannya atau membenarkannya. Walau demikian, kita memang menyalahkannya; mengatakan,
kita
memang
berhentilah
membenarkannya.
sementara
Karenanya
menyalahkannya
saya
ataupun
membenarkannya. Sekarang, jika Anda ingin menghentikan kekerasan, jika Anda ingin menghentikan peperangan, berapa banyak daya hidup, berapa banyak dari diri anda, yang Anda berikan untuk itu? Tidakkah penting bagi Anda bahwa anakanak anda terbunuh, putra-putra anda bergabung dengan tentara dimana mereka digertak dan dijagal? Tidakkah Anda peduli? Ya Tuhan, jika itu tidak menarik bagi anda, lalu apa yang menarik? Menjaga uang anda? Memiliki masa-masa indah? Kecanduan obat-obatan terlarang? Tidakkah Anda melihat bahwa kekerasan ini, di dalam diri anda sedang merusak anak-anak anda?
Ataukah Anda melihatnya hanya sebagai suatu abstraksi? Baiklah jika demikian, jika Anda tertarik, perhatikan dengan segenap hati dan batin anda untuk menemukan. Jangan hanya duduk dan berkata, ‘Baiklah, katakan pada kami tentang itu’. Saya menunjukkan pada Anda bahwa Anda tidak dapat melihat kemarahan tidak juga kekerasan dengan mata yang menyalahkan atau membenarkan dan bahwa jika kekerasan ini bukanlah masalah yang membebani bagi Anda, Anda tidak dapat membuang kedua hal itu. Jadi pertama-tama Anda harus belajar; Anda harus belajar bagaimana melihat kemarahan, bagaimana melihat suami anda, istri anda, anak-anak anda; Anda harus mendengarkan sang politikus, Anda harus belajar mengapa Anda tidak obyektif, mengapa Anda menyalahkan atau membenarkan. Anda harus belajar bahwa Anda menyalahkan dan membenarkan karena itu adalah bagian struktur sosial di mana Anda hidup, keterkondisian Anda sebagai seorang Jerman atau seorang India atau seorang negro atau seorang Amerika atau apapun sesuai kelahiran anda, dengan segala penumpulan batin yang dihasilkan pengkondisian ini. Untuk belajar, untuk menemukan, sesuatu yang fundamental Anda harus memiliki kapasitas untuk menjelajah lebih dalam. Jika peralatan anda tumpul, Anda tidak bisa menjelajah lebih dalam. Jadi apa yang sedang kita lakukan adalah menajamkan peralatan, yang adalah batin – batin yang telah dibuat tumpul oleh segala pembenaran dan penyalahan ini. Anda dapat menembus lebih dalam hanya jika batin anda setajam jarum dan sekuat intan. Tidak ada baiknya hanya duduk saja dan bertanya, ‘Bagaimana saya bisa
memperolah
batin
seperti
itu?’
Anda
harus
menginginkannya
sebagaimana Anda menginginkan santapan anda yang berikutnya, dan untuk mendapatkannya Anda harus melihat bahwa apa yang membuat batin anda tumpul dan bodoh adalah rasa akan kekebalan ini yang telah mendirikan tembok-tembok di sekitar dirinya dan yang merupakan bagian penyalahan dan pembenaran ini. Jika batin dapat dibersihkan dari hal itu, maka Anda dapat melihat, mempelajari, menembus, dan mungkin hadir dalam suatu keadaan yang secara total sadar akan keseluruhan permasalahan. Marilah kita kembali ke pusat pokok permasalahan – apakah mungkin untuk mengeridikasi kekerasan dalam diri kita? Ialah bentuk kekerasan dengan berkata, ‘Anda belum berubah, kenapa?’ saya tidak melakukan itu. Tidak berarti apapun bagi saya untuk meyakinkan anda akan sesuatu. Ini adalah
hidup anda, bukan hidup saya. Cara anda hidup adalah urusan anda. Saya menanyakan apakah mungkin bagi manusia hidup secara psikologis dalam masyarakat manapun untuk melepaskan kekerasan dari dirinya secara kedalam? Jika ya, proses dasarnya akan menghasilkan sebuah cara berbeda akan berkehidupan di dunia ini. Kebanyakan dari kita telah menerima kekerasan sebagai sebuah jalan kehidupan. Dua peperangan yang mengerikan sudah tidak mengajarkan apapun pada kita kecuali membangun lebih banyak sekat penghalang di antara umat manusia, antara anda dan saya. Namun bagi mereka yang di antara kita yang ingin melepaskan kekerasan, bagaimana itu dapat dilakukan? Saya tidak berpikir sesuatu dapat dicapai melalui analisis, baik oleh diri kita maupun oleh seorang profesional. Kita mungkin mampu memodifikasi diri kita sedikit demi sedikit, hidup sedikit lebih tenang dengan sedikit lebih kasih sayang, namun di dalam dirinya itu tidak akan memberikan persepsi total. Namun saya harus tahu bagaimana menganalisis yang mana berarti bahwa dalam proses analisis batin saya menjadi luar biasa tajam, dan kualitas total ketajaman, perhatian, dan kesungguhan-lah yang akan memberikan persepsi total. Seseorang belumlah mata untuk melihat segala sesuatu dalam sekejap pandang; kejernihan mata ini mungkin hanya ada jika seseorang dapat melihat detaildetail, kemudian melompat. Beberapa dari kita, dengan tujuan melepaskan diri kita dari kekerasan, telah menggunakan suatu konsep, idealisme, disebut tanpa kekerasan, dan kita berpikir dengan memiliki suatu idealisme akan kebalikan dari kekerasan, (yaitu) tanpa kekerasan, kita dapat menyingkirkan fakta, aktualitas – namun kita tidak bisa. Kita telah memiliki idealismeidealisme yang sangat hebat, semua buku suci penuh akan mereka, hingga kini kita masih berkekerasan – jadi mengapa tidak berhadapan dengan kekerasan itu sendiri dan melupakan sang kata sama sekali? Jika Anda ingin memahami aktualitas Anda harus memberikan seluruh perhatian anda, semua energi anda, padanya. Perhatian dan energi itu terganggu/teralihkan saat Anda menciptakan suatu ke-fiktif-an, dunia idealis. Jadi dapatkah Anda seutuhnya menghapus idealisme? Manusia yang sangat bersunguh-sungguh, dengan keterdesakan menemukan apakah kebenaran, apakah cinta, tidak memiliki konsep sama sekali. Ia hidup hanya pada apa adanya.
Untuk menyelidiki fakta kemarahan anda sendiri Anda harus membiarkan tanpa
penilaian
padanya,
saat
Anda
memikirkan
kebalikannya
Anda
menyalahkannya dan karena itu Anda tidak dapat melihatnya sebagaimana adanya. Saat Anda berkata Anda tidak suka atau membenci seseorang - itu adalah
fakta,
meskipun
itu
terdengar
buruk.
Jika
Anda
melihatnya,
menyelaminya seutuhnya, ia berhenti, namun jika Anda berkata, ‘Saya harus tidak membenci; Saya harus memiliki cinta di dalam hati saya’, maka Anda hidup dalam sebuah dunia hipokritikal (kepura-puraan) dengan standar ganda. Hidup seutuhnya, sepenuhnya, pada saatnya adalah hidup dengan apa adanya, aktual, tanpa rasa apapun akan penyalahan dan pembenaran – maka Anda memahaminya begitu utuhnya bahwa anda telah usai dengannya. Saat Anda melihat dengan jelas permasalahan pun terselesaikan. Namun dapatkah Anda melihat wajah kekerasan secara jelas – wajah kekerasan tidak hanya di luar anda namun juga di dalam anda, yang berarti bahwa anda sepenuhnya bebas dari kekerasan karena anda tidak menampung ideologi guna melepaskannya? Ini memerlukan meditasi yang teramat mendalam tidak hanya persetujuan atau penolakan sebatas kata-kata. Anda kini telah membaca serentetan pernyataan namun telahkah anda sunguh memahaminya? Batin anda yang terkondisi, cara hidup anda, seluruh struktur masyarakat di mana anda hidup, mencegah anda dari melihat sebuah fakta dan terbebas darinya dengan seketika. Anda berkata, ‘Saya akan memikirkan mengenai itu; Saya akan mempertimbangkan apakah mungkin bebas dari kekerasan atau tidak. Saya akan mencoba untuk bebas.’ Itu adalah salah satu dari pernyataan yang paling menyedihkan yang dapat anda buat, ‘Saya akan mencoba’. Tidak ada percobaan, tidak ada melakukan sebaik mungkin. Baik Anda melakukannya ataupun anda tidak mengerjakannya. Anda mengakui ketika rumah sedang terbakar. Rumah terbakar sebagai hasil kekerasan di seluruh dunia dan di dalam diri anda dan Anda berkata, ‘Biar saya memikirkan mengenainya. Idiologi yang mana paling baik untuk memadamkan kebakaran?’ Saat rumah sedang terbakar, apakah anda memperdebatkan mengenai warna rambut orang yang membawakan air?
BAB 7
Berhentinya kekerasan, yang kita telah pertimbangkan, tidaklah perlu berarti suatu keadaan batin yang ada dalam damai dengan dirinya dan karenanya ada dalam damai pada semua hubungannya. Hubungan antara umat manusia didasarkan pada pembentukan citra, mekanisme defensif. Dalam semua hubungan kita, masing-masing dari kita membangun suatu citra mengenai yang lain dan kedua citra ini memiliki hubungan, bukan manusia itu sendiri. Istri memiliki sebuah citra mengenai suami – mungkin tanpa dengan sadar namun itu ada – dan suami memiliki sebuah citra mengenai istri. Seseorang memiliki suatu citra mengenai negaranya dan mengenai dirinya, dan kita selalu memperkuat citra-citra ini dengan menambahkan lebih dan lebih kepada mereka. Dan citra-citra inilah yang memiliki hubungan. Hubungan aktual antara dua manusia atau antara banyak orang berakhir sepenuhnya saat tidak terdapat pembentukan citracitra. Hubungan didasarkan pada citra-citra ini secara jelas tidak akan pernah membawa kedamaian dalam hubungan karena citra-citra merupakan kefiktifan dan seseorang tidak hidup dalam sebuah abstraksi. Dan hingga kini itulah apa yang kita semua lakukan: hidup dalam ide-ide, dalam teori-teori, dalam simbolsimbol, dalam citra-citra yang kita telah ciptakan mengenai diri kita dan lainnya serta yang sama sekali bukan kenyataan. Semua hubungan kita, apakah dengan kepemilikan, ide dan orang-orang, secara esensial didasarkan pada pembentukan citra ini, dan sebab itu selalu terdapat konflik. Bagaimana mungkin kemudian menjadi seutuhnya dalam damai dengan
diri kita dan dalam semua hubungan kita dengan yang lain? Bagaimanapun, hidup merupakan sebuah pergerakan dalam hubungan, jika tidak tidak terdapat kehidupan sama sekali, dan jika hidup itu didasarkan pada suatu abstraksi, sebuah ide, atau suatu asumsi spekulatif, maka kehidupan abstrak seperti itu secara tidak terhindarkan menciptakan suatu hubungan yang menjadi sebuah medan pertempuran. Jadi mungkinkah bagi manusia hidup pada suatu kehidupan secara tertata dengan seutuhnya kedalam, tanpa bentuk apapun
akan
paksaan,
tiruan,
tekanan
atau
pengalihan?
Dapatkah
ia
membawa tatanan seperti itu di dalam dirinya bahwa itu adalah suatu kualitas kehidupan tidak tertahan di dalam kerangka ide-ide – suatu kebebasan (tranquility = kebebasan akan gerak batin) kedalam yang tidak mengenal gangguan kapanpun – tidak dalam suatu dunia abstrak mitos khayal namun dalam kehidupan sehari-hari baik di rumah maupun di tempat kerja? Saya pikir kita selayaknya pergi ke dalam pertanyaan ini dengan sangat cermat karena di sana tidak satu titik dalam kesadaran kita tak tersentuh oleh konflik. Dalam semua hubungan kita, baik dengan orang yang paling intim atau dengan seorang tetangga atau dengan masyarakat, konflik ini ada – konflik menjadi
kontradiksi,
sebuah
keadaan
pengkotakan,
pemisahan,
sebuah
dualitas. Mengamati diri kita dan hubungan kita terhadap masyarakat, kita melihat bahwa pada semua tingkat keberadaan kita terdapat konflik – baik konflik kecil atau besar yang membawa respon yang teramat superfisial atau hasil-hasil yang mengecewakan. Manusia telah menerima konflik sebagai sebuah bagian pembawaan (innate = terlahirkan) dari keberadaan harian karena ia telah menerima kompetisi, kecemburuan, ketamakan, keserakahan dan agresi sebagai suatu jalan kehidupan yang alami. Saat kita menerima sebuah jalan hidup seperti itu kita menerima struktur masyarakat sebagaimana adanya dan hidup dalam pola kehormatan (respectability = berharga untuk dihormati). Dan itulah apa yang kebanyakan dari kita terperangkap di dalamnya, karena kebanyakan dari kita ingin sangat dihormati. Saat kita mengamati batin dan hati kita, cara kita berpikir, cara kita merasakan dan bagaimana kita bertindak dalam kehidupan sehari-hari, kita mengamati bahwa selama kita menyesuaikan diri dengan pola masyarakat, kehidupan pastilah sebuah medan pertempuran. Jika kita tidak menerimanya – dan tidak ada orang religius yang mungkin dapat menerima
masyarakat seperti itu – maka kita akan seutuhnya bebas dari struktur psikologis masyarakat. Kebanyakan dari kita kaya dengan hal-hal yang berhubungan dengan kemasyarakatan. Apa yang masyarakat telah ciptakan dalam diri kita dan apa yang kita telah ciptakan dalam diri kita, adalah ketamakan, iri, kemarahan, kebencian, kecemburuan, kecemasan – dan dengan semua ini kita sangatlah kaya. Berbagai agama di seluruh dunia telah membabarkan (preached) kemiskinan
(poverty).
Rahib
mengambil
seorang
perampok,
mengganti
namanya, menggundulinya, memasuki sebuah biara dan membuat janji kemiskinan (penolakan terhadap kekayaan duniawi) dan kemurnian (kesucian); di Timur dia memiliki sehelai loincloth (pakaian yang menutupi bagian tengah tubuh), sebuah jubah, makan sekali sehari – dan kita semua menghormati kemiskinan seperti itu. Namun orang-orang itu yang telah mengambil jubah kemiskinan masih kedalamnya, secara psikologis, kaya dengan hal-hal kemasyarakatan karena mereka masih mencari posisi dan gengsi; mereka bagian dari tatanan ini atau tatanan itu, agama ini atau agama itu; mereka masih hidup dalam pembagian suatu kebudayaan, suatu tradisi. Itu bukanlah suatu kemiskinan, kemiskinan ialah bebas sepenuhnya dari masyarakat, meskipun seseorang memiliki sedikit lebih banyak sandang, sedikit lebih banyak pangan – Tuhan yang baik, siapa peduli? Namun sayangnya pada kebanyakan orang terdapat keterdesakan untuk rasa pamer ini. Kemiskinan menjadi sebuah keindahan yang begitu mengagumkan saat batin bebas dari masyarakat. Seseorang harus menjadi miskin secara rohaniah (kedalam) karena kemudian tiada pencarian, tiada pertanyaan, tiada hasrat, tiada – tidak ada apapun! Hanyalah kemiskinan yang kedalam inilah yang dapat melihat kebenaran akan sebuah kehidupan yang di dalamnya tiada konflik sama sekali. Kehidupan seperti itu adalah sebuah benediksi (ucapan syukur) yang tidak akan ditemukan di biara maupun kuil manapun. Bagaimana kemudian mungkin membebaskan diri kita dari struktur psikologis masyarakat, yang membebaskan diri kita dari esensi konflik? Tidaklah sulit menata dan memangkas cabang-cabang konflik tertentu, namun kita mempertanyakan pada diri kita mungkinkah hidup sepenuhnya kedalam dan karenanya (ada) ketenangan keluar? Yang tidak berarti bahwa kita akan hidup seperti tumbuh-tumbuhan atau stagnan. Sebaliknya, kita akan menjadi
dinamis, hidup, penuh akan energi. Memahami dan bebas akan masalah apapun, kita perlu sejumlah besar semangat dan sokongan energi, tidak hanya energi fisik dan intelektual namun suatu energi yang tidak bergantung pada motif apapun, perangsang atau obat psikologis apapun. Jika kita bergantung pada suatu perangsang, itu akan membuat batin tumpul dan tidak sensitif. Dengan mengkonsumsi beberapa bentuk obat kita mungkin menemukan cukup energi sementara untuk melihat hal-hal dengan sangat jelas namun kita kembali ke keadaan semula dan akibatnya menjadi bergantung pada obat itu lebih dan lebih. Jadi semua perangsang, baik biara maupun alkohol atau obat-obatan ataupun kata-kata tertulis
atau
terucapkan,
secara
tak
terelakan
akan
menimbulkan
ketergantungan, dan ketergantungan itu mencegah kita dari melihat secara jernih bagi diri kita, dan oleh karena itu (juga) dari memiliki energi kehidupan. Kita semua dengan malangnya bergantung secara psikologis pada sesuatu. Kenapa kita bergantung? Mengapa terdapat keterdesakan akan ketergantungan ini? Kita mengambil perjalanan ini bersama-sama; Anda tidak sedang
menunggu
saya
untuk
memberitahukan
anda
penyebab
ketergantungan anda. Jika kita mempertanyakan bersama-sama, kita bersama akan menemukan dan oleh karenanya penemuan itu akan menjadi milik Anda, dan itu sebabnya, menjadi milik anda, akan memberikan Anda daya hidup. Saya menemukan bagi diri saya bahwa saya bergantung pada sesuatu – para pendengar, katakanlah demikian, yang akan menstimulasi (merangsang) saya. Saya mendapati dari pendengar itu, dari mengarahkan sejumlah besar kelompok massa, suatu jenis energi. Dan oleh karena itu saya bergantung pada pendengar itu, pada orang-orang itu, baik mereka setuju ataupun tidak. Semakin mereka tidak setuju semakin banyak daya hidup yang mereka berikan pada saya. Jika mereka setuju maka akan hal yang menjadi begitu dangkal, kosong. Jadi saya menemukan bahwa saya memerlukan pendengar karena adalah hal yang begitu merangsang dengan mengarahkan orang-orang. Kini mengapa? Mengapa saya bergantung? Karena dalam diri saya – saya begitu dangkal, tidak memiliki apapun, tidak memiliki sumber yang selalu penuh dan kaya, vital, bergerak, hidup. Jadi saya bergantung. Saya telah menemukan penyebabnya.
Namun akankah penemuan penyebab akan membebaskan saya dari ketergantungan? Penemuan penyebab semata-mata intelektualitas, sehingga secara nyata tidak membebaskan batin dari ketergantungan. Penerimaan intelektual semata akan suatu ide, atau persetujuan emosional tanpa bantahan dalam suatu ideologi, tidak dapat membebaskan batin dari ketergantungan pada sesuatu yang akan memberikannya rangsangan. Apa yang membebaskan batin dari ketergantungan adalah melihat keseluruhan struktur dan kealamaian perangsangan
dan
ketergantungan,
serta
bagaimana
ketergantungan
menjadikan batin bodoh, tumpul dan tidak aktif. Melihat totalitas itu sendiri membebaskan batin. Jadi saya harus mempertanyakan apa makna melihat keseluruhan (totalitas). Selama saya melihat kehidupan dari sudut pandang tertentu dari pengalaman tertentu yang saya telah hargai, atau dari beberapa pengetahuan tertentu yang telah saya kumpulkan, yang merupakan latar belakang saya, yang adalah ‘aku’, maka saya bukanlah totalitas. Saya telah menemukan dengan cerdas, verbal, melalui analisis, penyebab ketergantungan saya, namun apapun yang diselidiki pikiran pastilah tak terelakan menjadi terpecahpecah (fragmentary), jadi saya dapat melihat totalitas sesuatu hanya saat pikiran tidak turut campur. Kemudian saya melihat fakta ketergantungan saya; saya melihat secara aktual apakah ia. Saya melihat tanpa kesukaan atau ketidaksukaan apapun; saya tidak ingin melepaskan ketergantungan itu ataupun terbebas dari penyebabnya. Saya mengamatinya, dan saat terdapat pengamatan seperti ini saya melihat keseluruhan gambar, bukan fragmen gambar, dan saat batin melihat
keseluruhan
gambar,
di situ
ada
kebebasan.
Kini saya
telah
menemukan bahwa terdapat suatu pemborosan energi ketika terdapat fragmentasi. Saya telah menemukan asal muasal pemborosan energi. Anda dapat berpikir tidak ada pembuangan energi jika anda meniru, jika anda menerima otoritas, jika anda bergantung pada pendeta, ritual, dogma, kelompok atau pada beberapa ideologi, namun mengikuti dan menerima akan suatu ideologi, apakah itu baik atau buruk, apakah itu suci atau tidak, adalah sebuah kegiatan terfragmen dan oleh sebab itu sebuah penyebab konflik, dan konflik akan tak terelakan timbul selama terdapat pembagian antara ‘apa yang selayaknya ada’ dan ‘apa yang ada’, dan konflik apapun adalah suatu
pemborosan energi. Jika akan mempertanyakan pada diri anda, ‘Bagaimana agar saya terbebaskan dari konflik?’, Anda sedang menciptakan masalah lainnya dan karenanya Anda meningkatkan konflik, bilamana jika Anda hanya melihatnya sebagai suatu fakta – melihatnya sebagaimana Anda melihat obyek nyata – dengan jelas, secara langsung – maka Anda akan memahami secara esensial kebenaran kehidupan yang tiada konflik sama sekali di dalamnya. Mari kita taruh dengan cara yang berbeda. Kita selalu membandingkan apa adanya kita dengan apa yang kita selayaknya jadi. ‘selayaknya jadi’ merupakan sebuah proyeksi akan apa yang kita pikir layak ada. Kontradiksi hadir saat terdapat suatu pembandingan, tidak hanya dengan sesuatu atau seseorang, namun dengan apa anda (adanya) kemarin, dan karenanya terdapat konflik antara apa yang telah terjadi dan apa adanya. Terdapat apa adanya hanya ketika tidak ada pembandingan sama sekali, dan hidup dengan apa
adanya,
ialah
menjadi
penuh
kedamaian.
Kemudian
Anda
dapat
memberikan seluruh perhatian tanpa distraksi (gangguan) apapun terhadap apa yang ada di dalam diri anda – baik itu keputus-asaan, keburukan, kebrutalan, ketakutan, kecemasan, ketersendirian – dan hidup dengan itu sepenuhnya; maka tidak ada kontradiksi dan karenanya tidak ada konflik. Namun sepanjang waktu kita membandingkan diri kita – dengan mereka yang lebih kaya atau lebih pintar, lebih cerdas, lebih menarik, lebih terkenal, lebih ini dan lebih itu. ‘Lebih’ memainkan suatu bagian yang luar biasa penting dalam hidup kita; pembandingan diri kita ini sepanjang waktu terhadap sesuatu atau seseorang merupakan salah satu penyebab utama konflik. Kini mengapakah ada perbandingan? Mengapa Anda membandingkan diri Anda dengan yang lain? Pembandingan ini telah diajarkan sejak kanakkanak. Di setiap sekolah A dibandingkan dengan B, dan A menghancurkan dirinya dengan tujuan menjadi seperti B. Ketika Anda tidak membandingkan sama sekali, ketika tidak ada idealis, tidak ada kebalikan, tidak ada faktor dualitas, ketika Anda tidak lagi bergelut untuk menjadi berbeda dari adanya Anda – apa yang telah terjadi pada batin anda? Batin anda telah berhenti menciptakan kebalikan dan menjadi sangat cerdas, luar biasa sensitif, berkemampuan
dengan
semangat
yang
sangat
besar,
karena
usaha
merupakan suatu penghamburan semangat – semangat yang merupakan energi vital – dan Anda tidak dapat melakukan apapun tanpa semangat. Jika Anda tidak membandingkan diri Anda dengan yang lain, Anda akan menjadi apa adanya anda. Melalui pembandingan Anda berharap untuk berkembang, tumbuh, menjadi lebih cerdas, lebih indah. Namun akankah anda? Fakta adalah apa adanya Anda, dan dengan membandingkan Anda sedang memecah-mecah fakta yang mana merupakan suatu penghamburan energi. Untuk melihat apa Anda sesungguhnya tanpa perbandingan apapun memberikan Anda energi yang hebat sekali untuk melihat. Saat Anda dapat melihat tanpa perbandingan Anda melampaui perbandingan, yang mana tidak bermakna bahwa batin stagnan dengan isinya. Jadi kita melihat pada esensi bagaimana batin menghamburkan energi yang begitu dibutuhkan untuk memahami totalitas kehidupan. Saya tidak ingin tahu dengan siapa saya sedang berkonflik; saya tidak ingin tahu konflik-konflik sekeliling keberadaan saya. Apa yang ingin saya ketahui adalah mengapa konflik harus ada. Saat saya meletakkan pertanyaan itu pada diri saya, saya melihat sebuah pokok permasalahan yang mendasar yang tidak memiliki apapun dengan konflik-konflik sekeliling dan solusi-solusi mereka. Saya berperhatian dengan isu sentral dan saya melihat – mungkin Anda juga melihat? – bahwa sifat paling dasar hasrat, jika tidak dipahami dengan selayaknya, pastilah dengan tak terelakan mengarah pada konflik. Hasrat selalu berada dalam pertentangan. Saya memiliki hasrat pada hal-hal yang berlawanan (kontradiktif) – yang tidak berarti bahwa saya harus menghancurkan hasrat, menekan, mengontrol atau mengalihkannya – saya secara sederhana melihat bahwa hasrat itu sendiri merupakan pertentangan. Bukanlah obyek-obyek hasrat namun sifat dasar hasrat yang merupakan pertentangan. Dan saya harus memahami sifat dasar hasrat sebelum saya dapat memahami konflik. Di dalam diri kita, kita berada dalam suatu keadaan kontradiksi, dan keadaan kontradiksi itu menciptakan hasrat – hasrat menjadi pengejaran kesenangan dan penghindaran rasa sakit, yang telah kita alami. Jadi kita melihat bahwa hasrat sebagai akar semua kontradiksi – menginginkan sesuatu dan tidak menginginkannya – suatu giat dualitas. Ketika kita melakukan sesuatu yang menyenangkan tidak terdapat usaha terlibatkan, bukankah demikian? Namun kesenangan membawa serta rasa sakit (duka) dan
terdapat pergulatan menghindari rasa sakit itu, dan itu lagi adalah suatu penghamburan energi. Mengapa kita memiliki dualitas? Mohon renungkan ini bersama saya, jangan menunggu saya mengatakannya pada Anda. Mengapa kita memiliki dualitas psikologis ini? Apakah karena kita selalu terbawa dalam memperbandingkan ‘apa adanya’ dengan ‘apa yang sebaiknya ada’? kita telah terkondisi pada apa yang benar dan apa yang salah, apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang bermoral dan apa yang tidak bermoral. Sudahkah dualitas ini hadir dalam diri karena kita percaya bahwa berpikir mengenai kebalikan dari kekerasan, kebalikan iri, cemburu, kebobrokan, akan membantu kita melepaskan hal-hal tersebut? Apakah kita menggunakan kebalikan sebagai sebuah tangga untuk melepaskan apa adanya? Ataukah itu sebuah pelarian dari aktualitas? Apakah
Anda
menggunakan
kebalikan
sebagai
sebuah
tujuan
menghindari aktualitas yang Anda tidak mengetahui bagiamana menghadapi? Ataukah karena Anda telah diberitahukan oleh propaganda ratusan tahun, bahwa Anda harus memiliki idealis – kebalikan dari ‘apa adanya’ – dengan tujuan menguasai (menanggulangi) kekinian? Ketika Anda memiliki sebuah idealis Anda berpikir itu akan membantu Anda melepaskan ‘apa adanya’, tapi itu tak pernah mampu. Anda dapat mengkotbahkan tanpa kekerasan hingga akhir hayat dan sepanjang waktu asyik menaburkan benih kekerasan. Anda memiliki sebuah konsep akan apa yang layaknya ada dan bagaimana layaknya bertindak, dan sepanjang masa Anda nyatanya bertindak begitu berbeda; jadi Anda melihat berbagai prinsip, kepercayaan dan idealis tersebut pastilah menuju kemunafikan dan sebuah kehidupan yang tidak jujur. Idealisme-lah yang menciptakan kebalikan terhadap apa adanya, jadi jika Anda mengetahui bagaimana bersama ‘apa adanya’, maka kebalikan tidaklah diperlukan. Mencoba menjadi seperti orang lain, atau seperti idealis anda, adalah salah satu penyebab utama kontradiksi, konflik yang membingungkan. Sebuah batin yang bingung, apapun yang dilakukannya, pada tingkat manapun, akan tetap binggung; tindakan apapun yang lahir dari kebingungan akan mengarah ke kebingungan yang berkelanjutan. Saya melihat ini dengan sangat jelas; saya melihatnya sejelas saya melihat bahaya fisik yang mendadak. Jadi apa yang terjadi? Saya berhenti bertindak dalam masa-masa kebingungan lagi. Oleh
karena itu tanpa tindakan adalah tindakan sepenuhnya.
BAB 8
Tak satupun agonia (rasa sakit pada batin akibat pergulatan) dari penekanan-penekanan, tidak juga penyesuaian dengan disiplin yang brutal terhadap suatu pola telah mengarah pada kebenaran. Untuk datang pada kebenaran batin haruslah sepenuhnya bebas, tanpa setitik kekacauan pun. Namun pertama marilah kita menanyakan pada diri kita jika kita sunguh ingin bebas? Ketika kita berbicara kebebasan, apakah kita membicarakan kebebasan sepenuhnya atau kebebasan dari beberapa hal yang tidak nyaman, tidak menyenangkan atau tidak dikehendaki? Kita ingin bebas dari ingataningatan yang menyakitkan dan buruk serta pengalaman-pengalaman yang tidak membahagiakan namun menyimpan kesenangan kita, berbagai ideologi, formula dan hubungan yang bersifat menyenangkan. Namun menyimpan salah satu tanpa yang lainnya adalah mustahil, sebagaimana yang telah kita lihat, kesenangan tidak terpisahkan dari duka. Jadi bagi masing-masing dari kita-lah memutuskan apakah atau tidak kita ingin sepenuhnya bebas. Jika kita berkata kita memutuskan, maka kita harus memahami kealamian dan struktur kebebasan. Apakah itu kebebasan saat Anda bebas dari sesuatu – bebas dari duka, bebas dari beberapa jenis kecemasan? Ataukah kebebasan itu sendiri sesuatu yang seluruhnya berbeda? Anda dapat bebas dari kecemburuan, katakanlah demikian, namun tidakkah kebebasan itu sebuah reaksi dan oleh karenanya bukanlah kebebasan sama sekali? Anda bisa bebas dari dogma dengan begitu mudahnya, dengan menganalisanya, dengan menendangnya keluar, namun motif untuk kebebasan dari dogma itu memiliki reaksinya sendiri karena hasrat bebas dari sebuah dogma mungkin tidak lagi sesuai zamannya (fashionable) atau nyaman. Atau Anda dapat bebas dari nasionalisme karena Anda percaya pada internasionalisme, atau karena Anda merasa tidak lagi penting secara ekonomi berpegang teguh pada dogma nasionalistis konyol ini dengan benderanya
serta
semua
sampah
itu.
Anda
dapat
dengan
mudah
membuangnya. Atau Anda dapat bereaksi melawan beberapa pimpinan agama atau politik yang telah menjanjikan anda kebebasan sebagai hasil disiplin atau pemberontakan. Namun sudahkah ke-rasionalisme-an seperti itu, simpulan logika seperti itu, memiliki urusan dengan kebebasan?
Jika Anda berkata anda bebas dari sesuatu, itu adalah sebuah reaksi yang akan kemudian menjadi reaksi lainnya yang akan menghasilkan penyesuaian lainnya, bentuk lain dominasi. Dalam cara ini, Anda dapat memiliki sebuah rantai reaksi dan menerima setiap reaksi sebagai kebebasan. Namun itu bukanlah kebebasan; itu hanyalah semata-mata penerusan masa lalu dimana batin melekat padanya. Pemuda
saat
ini,
seperti
semua
pemuda
umumnya,
sedang
memberontak tehadap masyarakat, dan itu adalah sesuatu yang baik dalam dirinya, namun pemberontakan bukanlah kebebasan karena ketika Anda memberontak itu merupakan sebuah reaksi dan reaksi itu menyusun polanya sendiri, dan Anda terperangkap dalam pola itu. Anda berpikir itu adalah sesuatu yang baru. Tidak demikian; itu adalah hal lama dalam cetakan yang berbeda. Pemberontakan sosial politik apapun akan tanpa terhindarkan kembali kepada mentalitas borjuis lama yang (dianggap) baik. Kebebasan datang hanya saat Anda melihat dan bertindak, tidak pernah melalui pemberontakan. Melihat adalah tindakan dan tindakan seperti itu seserta merta seperti ketika Anda melihat bahaya. Maka tidak terdapat pemikiran (cara berpikir), tidak ada diskusi atau keragu-raguan (kesungkanan); bahaya itu sendiri mendorong tindakan, dan oleh karena itu melihat adalah bertindak dan menjadi bebas. Kebebasan adalah sebuah keadaan batin – bukan bebas dari sesuatu namun sebuah rasa akan kebebasan, sebuah kebebasan untuk meragukan dan mempertanyakan segalanya dan oleh karenanya begitu hebat, aktif dan giat dimana
ia
membuang
semua
bentuk
ketergantungan,
perbudakan,
penyesuaian dan penerimaan. Kebebasan seperti itu menyiratkan makna sepenuhnya sendiri. Namun dapatkah batin yang dibesarkan dalam sebuah budaya
yang
begitu
kecenderungannya
bergantung
sendiri
pernah
pada
lingkungan
menemukan
dan
kebebasan
berbagai itu
yang
sepenuhnya sunyi (solitude = tempat ketersendirian) dan yang di dalamnya tiada kepemimpinan, tiada tradisi dan tiada otoritas? Tanah ketersendirian ini adalah sebuah keadaan batin kedalam yang tiada bergantung pada stimulus atau pengetahuan apapun dan bukan hasil pengalaman atau simpulan apapun. Kebanyakan dari kita, secara batiniah,
tidak pernah sendiri. Terdapat perbedaan antara isolasi, memencilkan diri, dan ketersendirian, kesunyian. Kita semua mengetahui apa yang dapat diisolir – membangun sebuah tembok di sekitar diri seseorang dengan tujuan jangan sampai tersakiti, agar tidak pernah rentan, atau memelihara pemisahan yang merupakan bentuk lain agoni, atau hidup dalam beberapa menara mimpi kemegahan (ivory) ideologi. Ketersendirian adalah sesuatu yang amat berbeda. Anda tak pernah sendiri karena Anda penuh oleh semua ingatan, semua keterkondisian, semua celotehan kemarin; batin anda tidak pernah bersih dari semua sampah yang telah dikumpulkannya. Agar menjadi sendiri, Anda harus mati terhadap masa lalu. Ketika Anda sendiri, sepenuhnya sendiri, tidak menjadi bagian dari keluarga manapun, budaya apapun, belahan benua manapun, maka ada rasa
sedang menjadi orang luar. Manusia yang
sepenuhnya sendiri dalam jalan ini, ia murni, dan kemurnian inilah yang membebaskan batin dari derita. Kita memikul bersama dengan diri kita beban yang oleh ribuan orang telah
katakan,
dan
berbagai
ingatan
akan
semua ketidakberuntungan.
Membuang semua itu seluruhnya ialah menjadi sendiri, dan batin yang sendiri tidak hanya murni namun muda – tidak dalam batasan waktu ataupun usia, namun muda, murni, hidup pada usia berapa pun – dan hanya sebuah batin seperti itu yang dapat melihat itu yang adalah kebenaran dan itu yang tiada terkira oleh kata-kata. Dalam
ketersendirian
ini
Anda
akan
mulai
memahami
keperluan
kehidupan dengan diri anda adanya, bukan sebagai apa yang Anda pikir sebaiknya jadi atau sebagaimana diri anda sebelumnya. Lihat jika Anda dapat melihat pada diri anda tanpa getaran apapun, kerendahan hati yang palsu, ketakutan apapun, pembenaran atau penyalahan apapun – hanya hidup bersama diri anda sebagaimana Anda aktualnya. Itu ada hanya ketika Anda hidup dengan sesuatu secara intim, maka Anda mulai memahaminya. Namun saat Anda terbiasa dengannya – terbiasa dengan rasa semas atau iri anda sendiri atau apapun itu – Anda tidak lagi hidup bersamanya. Jika Anda tinggal di tepian sungai, setelah beberapa hari Anda tidak mendengar suara air lagi, atau jika Anda memiliki sebuah gambar di dalam ruangan yang Anda lihat setiap hari, Anda akan kehilangannya dalam seminggu. Itu sama dengan pegunungan, lembah-lembah, dan pepohonan – hal yang sama dengan
keluarga anda, suami anda, istri anda. Namun hidup dengan sesuatu seperti kecemburuan,
iri
atau
kecemasan,
Anda
harus
tidak
pernah
terbiasa
terhadapnya, tidak pernah menerimanya. Anda harus berpedulian padanya sebagaimana Anda akan merawat pohon yang baru saja ditanam, menjaganya dari terik matahari, terhadap badai. Anda harus peduli padanya, tidak menyalahkan
ataupun
membenarkannya.
Oleh
karena
itu
Anda
mulai
mencintainya. Ketika Anda peduli akannya, Anda mulai mencintainya. Bukanlah karena Anda mencintai - (Anda) menjadi kecemburu atau cemas, sebagaimana banyak orang
lakukan, namun lebih seperti bahwa Anda peduli untuk
memperhatikan. Jadi dapatkah Anda – dapatkah Anda dan saya – hidup dengan apa adanya kita, mengetahui diri kita menjadi tumpul, cemburu, takut, percaya kita memiliki pengaruh yang hebat saat kita tidak memilikinya, mudah tersakiti, mudah disanjung dan bosan – dapatkah kita hidup dengan semua itu, tanpa menerimanya maupun menolaknya, namun hanya mengamatinya tanpa menjadi tak sehat, tertekan atau berbangga? Kini mari kita tanyakan pada diri kita pertanyaan lebih lanjut. Apakah kebebasan ini, ketersendirian ini, penyentuhan ini dengan seluruh struktur apa kita adanya pada diri kita – apakah ia ditemukan melalui waktu? Itulah, apakah kebebasan dicapai melalui sebuah proses yang berangsur-angsur? Senyatanya tidak, karena segera saat Anda memasuki waktu Anda memperbudak diri anda lebih dan lebih lagi. Anda tidak dapat menjadi bebas dengan bertahap. Ia bukanlah masalah waktu. Pertanyaan berikutnya adalah, dapatkah Anda menjadi sadar (conscious) akan kebebasan itu? Jika Anda mengatakan, ‘Saya bebas’, maka Anda tidaklah bebas. Seperti orang yang mengatakan, ‘Saya bahagia’. Saat ia berkata, ‘Saya bahagia’ ia sedang hidup dalam sebuah ingatan akan sesuatu yang telah hilang.
Kebebasan
hanya
dapat
terjadi
secara
alami,
tidak
melalui
pengharapan (wishing), menginginkan (wanting), merindukan (longing). Tidak juga akan Anda temukan dengan menciptakan citra akan apa yang Anda pikir itu adanya. Untuk menemukannya batin harus belajar melihat kehidupan, yang adalah sebuah gerakan maha luas, tanpa ikatan waktu, karena kebebasan terbentang melampaui ranah kesadaran (consciuosness).
BAB 9
Saya tergoda untuk mengulangi sebuah cerita mengenai seorang murid agung yang menemui Tuhan dan memohon agar diajarkan kebenaran. Tuhan yang malang ini berkata, ‘Sahabatku, hari ini begitu panas, tolonglah carikan saya segelas air.’ Jadi sang murid pergi dan menggedor pintu rumah pertama yang ia datangi, dan seorang gadis muda yang cantik membukakan pintu. Si murid jatuh cinta padanya dan mereka menikah serta memeliki beberapa anak. Lalu suatu hari mulailah hujan, dan tetap hujan, hujan, hujan – aliran air semakin deras, jalanan penuh, dan rumah-rumah hanyut. Si murid memegangi istrinya dan memanggul anak-anak di bahunya, dan ketika ia mulai terhanyut ia berteriak, ‘Tuhan, tolong selamatkan saya’, dan Tuhan berkata, ‘Manakah segelas air yang saya minta?’ Adalah sebuah kisah yang baik, karena kebanyakan dari kita berpikir dalam kasanah waktu. Manusia hidup oleh waktu. Menemukan (menciptakan) masa depan telah menjadi sebuah permainan pelarian yang favorit. Kita berpikir bahwa perubahan di dalam diri kita dapat terjadi pada waktunya, bahwa tatanan pada diri kita dapat dibangun sedikit demi sedikit, ditambahkan hari demi hari. Namun waktu tidak membawa tatanan maupun kedamaian, jadi kita harus berhenti berpikir dalam kasanah ke-bertahap-an. Ini berarti bahwa tidak terdapat esok bagi kita untuk berada dalam damai. Kita harus menjadi tertata seketika. Saat terdapat bahaya nyata - waktu menghilang, bukankah demikian? Terdapat reaksi seketika. Namun kita tidak melihat bahaya dari banyaknya masalah kita, dan oleh karena itu kita menciptakan waktu sebagai sebuah alat menangani mereka. Waktu adalah pengelabu karena ia tidak melakukan apapun untuk membantu menimbulkan perubahan pada diri kita. Waktu adalah sebuah pergerakan yang telah dipisahkan oleh manusia menjadi masa lampau, kini, serta masa depan, dan selama ia membaginya, ia akan selalu berada dalam konflik.
Apakah belajar merupakan masalah waktu? Kita tidak belajar setelah ribuan tahun ini bahwa terdapat cara hidup lebih baik daripada saling membenci dan membunuh. Permasalahan waktu sangat penting agar dipahami jika kita menguraikan (resolve = menyelesaikan) kehidupan ini dimana kita telah berperan menjadikannya begitu mengerikan dan tak bermakna seperti adanya ini. Hal pertama agar dipamahi, bahwa kita dapat melihat waktu hanya dengan kesegaran dan kemurnian batin yang kita telah masuki itu. Kita bingung
mengenai
banyaknya
permasalahan
kita
dan
tersesat
dalam
kebingunan itu. Sekarang jika seseorang tersesat di dalam sebuah hutan, apakah hal pertama yang ia lakukan? Ia berhenti, bukankah demikian? Ia berhenti dan melihat sekeliling. Namun semakin kita kebingungan dan tersesat dalam kehidupan, semakin kita mengejar, mencari, bertanya, menuntut, memohon. Jadi hal pertama, jika saya boleh sarankan, Anda sepenuhnya berhenti secara batiniah (inwardly). Dan saat Anda berhenti secara batiniah, secara psikologis, batin Anda menjadi sangat damai, sangat jernih. Kemudian Anda dapat benar-benar melihat pertanyaan akan waktu ini. Masalah-masalah hadir hanya di dalam waktu, saat kita menemukan sebuah isu secara tidak utuh. Ketidak-utuhan inilah yang bersama dengan isu menciptakan masalah. Saat kita menemukan sebuah tantangan dengan sebagian, terpecah, atau berusaha lolos darinya – itu, saat kita menemukannya tanpa perhatian penuh – kita menghasilkan sebuah masalah. Dan masalah berlanjut sepanjang kita terus memberikannya perhatian yang tidak utuh, selama kita berharap menyelesaikannya suatu saat nanti. Tahukah Anda apa waktu itu? Bukan oleh arloji, bukan waktu kronologis, namun waktu psikologis? Itu adalah interval (jeda) antara ide dan tindakan. Sebuah ide ialah demi perlindungan diri pastinya; itulah sebuah ide akan keamanan. Tindakan selalu seketika; tidak dari masa lampau atau akan masa depan; bertindak haruslah selalu dalam kekinian, namun tindakan begitu berbahaya, amat tak pasti, maka kita menyesuaikan terhadap sebuah ide yang kita harap akan memberikan kita sebuah keamanan yang pasti. Lihatlah ini di dalam diri anda. Anda memiliki sebuah ide akan apa yang benar atau salah, atau sebuah konsep ideologis mengenai diri anda dan
masyarakat, dan sesuai dengan ide tersebut Anda akan bertindak. Oleh karena itu tindakan berada dalam penyesuaian dengan ide itu, mengira-ngira terhadap ide, dan karenanya selalu terdapat konflik. Terdapat ide, interval dan tindakan. Dan dalam interval itu merupakan seluruh ranah waktu. Interval itu pada dasarnya adalah pikiran. Ketika Anda berpikir Anda akan berbahagia esok, maka Anda memiliki sebuah akan citra diri anda yang memperoleh hasil tertentu pada waktunya. Pikiran, melalui pengamatan, melalui hasrat, dan kesinambungan hasrat itu ditopang oleh pikiran yang selanjutnya, berkata, ‘Esok saya akan bahagia. Esok saya akan sukses. Esok dunia akan menjadi sebuah tempat yang indah.’ Jadi pikiran menciptakan interval yang adalah waktu. Sekarang kita bertanya, dapatkah kita menghentikan waktu? Dapatkah kita hidup dengan begitu utuhnya sedemikian hingga tiada hari esok bagi pikiran untuk memikirkannya? Karena waktu adalah dukacita. Demikianlah, kemarin atau seribu kemarin yang lalu, Anda mencintai, atau memiliki seorang pendamping yang telah tiada, dan ingatan itu tetap terkenang, serta Anda berpikir mengenai kesenangan itu dan rasa sakitnya – Anda menoleh ke belakang,
menginginkan,
mengharapkan,
menyesali,
sehingga
pikiran,
mengulanginya lagi dan lagi, mengembangkan hal yang kita sebut penderitaan ini dan memberikan kesinambungan pada waktu. Selama terdapat interval waktu ini yang telah dikembangkan oleh pikiran, pastilah terdapat penderitaan, pastilah terdapat kelangsungan akan ketakutan. Jadi orang menanyakan dirinya, dapatkah interval ini berakhir? Jika Anda berkata, ‘Akankah ia pernah berakhir?’ maka itu sudahlah sebuah ide, sesuatu yang Anda ingin capai, dan oleh karena itu Anda memiliki sebuah interval dan Anda terperangkap lagi. Kini ambil pertanyaan akan kematian yang merupakan sebuah masalah besar sekali bagi kebanyakan orang. Anda tahu kematian, ia berlenggang setiap hari di sisi kita. Mungkinkah menemuinya dengan begitu utuh sehingga Anda tidak membuat sebuah masalah akannya sama sekali? Agar dapat menemuinya dengan cara seperti itu, semua kepercayaan, semua harapan, semua ketakutan mengenainya harus berakhir, jika tidak Anda menemukan hal luar biasa ini dengan sebuah simpulan, sebuah citra, dengan sebuah kekhawatiran yang dipertimbangkan, dan oleh karena itu Anda menemuinya
dengan waktu. Waktu
adalah
interval
antara
pengamatan
dan
yang
diamati.
Demikianlah, pengamat, Anda, takut menemui hal ini yang disebut kematian. Anda tidak memahami apa maksudnya; Anda memiliki segala jenis harapan dan teori mengenainya; Anda percaya pada reinkarnasi dan kebangkitan kembali, atau pada sesuatu yang disebut jiwa, atman, sebuah entitas spiritual yang tak berwaktu dan yang Anda sebut dengan nama-nama yang berbeda. Kini sudahkah Anda temukan bagi diri anda apakah terdapat sebuah jiwa? Ataukah itu sebuah ide yang telah diwariskan pada Anda? Adakah sesuatu yang abadi, berkesinambungan, yang melampaui pikiran? Jika pikiran dapat memikirkannya, ia berada dalam ranah pikiran dan oleh karena itu ia tidak bisa menjadi abadi karena tiada yang abadi di dalam dalam pikiran. Menemukan tiada yang abadi adalah kepentingan yang luar biasa karena hanya dengan demikian batin bebas, maka Anda dapat melihat, dan di situ terdapat kegembiraan yang hebat. Anda tidak bisa ketakutan akan yang tak diketahui karena Anda tidak tahu apakah yang yang tak diketahui itu dan oleh karena itu tidak ada apapun untuk ditakuti. Mati adalah sebuah kata, dan kata itu, citra itu, yang menciptakan ketakutan. Jadi dapatkah Anda melihat kematian tanpa citra akan kematian? Selama citra ada dari yang mengasrikan pikiran, pikiran pastilah selalu menciptakan ketakutan. Kemudian Anda akan merasionalkan ketakutan anda terhadap kematian, dan membangun suatu kekebalan akan yang tak terhindarkan atau menciptakan kepercayaan yang tak terhitung jumlahnya guna melindungi Anda dari ketakutan pada kematian. Karenanya terdapat celah antara Anda dan hal yang Anda takutkan. Dalam interval ruang-waktu ini pastilah ada konflik yang berupa ketakutan, kecemasan dan pengasihanan diri. Pikiran, yang mengembangkan ketakutan terhadap kematian, berkata, ‘Marilah kita menundanya, marilah kita menghindarinya, menjaganya sejauh mungkin. Marilah kita tidak memikirkannya’ – namun Anda sedang memikirkannya. Saat Anda berkata, ‘Saya tidak akan memikirkannya’, Anda sudah berpikir bagaimana menghindarinya. Anda ditakutkan oleh kematian karena Anda telah menangguhkannya. Kita telah memisahkan hidup dari mati, dan interval antara hidup dan mati adalah ketakutan. Interval itu, waktu itu, diciptakan oleh ketakutan. Hidup
adalah siksaan harian kita, penghinaan, penderitaan dan kebingungan seharihari, dengan sesekali terbuka sebuah jendela menghadap lautan yang memesona. Itulah apa yang kita sebut hidup, dan kita takut mati, yang merupakan akhir dari kesengsaraan ini. Kita akan lebih senang berpegang teguh pada yang diketahui daripada menghadapi yang tak diketahui – yang diketahui menjadi rumah kita, perabotan kita, keluarga kita, pekerjaan kita, pengetahuan kita, ketenaran kita, kesendirian kita, dewa-dewa kita – hal kecil itu yang berputar-putar tanpa henti di dalam dirinya sendiri, dengan polanya sendiri akan keberadaan yang menyakitkan hati. Kita berpikir bahwa hidup selalulah pada masa kini dan bahwa mati merupakan sesuatu yang menunggu kita pada suatu waktu nanti. Namun kita tak pernah mempertanyakan apakah pertempuran kehidupan sehari-hari ini adalah hidup sama sekali. Kita hendak mengetahui kebenaran mengenai reinkarnasi, kita menginginkan bukti keselamatan jiwa, kita mendengarkan pernyataan para cenayang (clairvoyant) dan simpulan penelitian fisik, namun kita tidak pernah bertanya, tak pernah, bagaimana hidup – hidup dengan kegembiraan, dengan pesona, dengan keindahan setiap hari. Kita telah menerima
kehidupan
sebagaimana
ia
dengan
semua
agonia
dan
keputusasaannya serta telah terbiasa terhadapnya, serta memikirkan kematian sebagai suatu hal - agar dihindari secara hati-hati. Namun kematian begitu luar biasa seperti kehidupan ketika kita mengetahui bagaimana untuk hidup. Anda tidak dapat hidup tanpa mati. Anda tidak dapat hidup jika Anda tidak mati secara psikologis setiap saat. Ini bukanlah sebuah paradoks intelektual. Hidup seutuhnya, sepenuhnya, setiap hari sebagaimana jika ia adalah sebuah kecintaan yang baru, terdapat kepastian kematian terhadap segala hari lampau, jika tidak - Anda hidup secara mekanis, dan sebuah batin yang menanis tidak pernah bisa mengenal apa itu cinta atau apa itu kebebasan. Kebanyakan dari kita takut kematian karena kita tidak mengetahui makna hidup. Kita tidak tahu bagaimana hidup, oleh karena itu kita tidak tahu bagaimana mati. Selama kita takut kehidupan kita akan takut kematian. Manusia yang tidak takut akan kehidupan tidaklah takut akan menjadi sepenuhnya tidak aman karena ia memahami bahwa kedalam, secara psikologis, tidak ada keamanan. Saat tidak ada keamanan, di sana ada sebuah gerak yang tiada berakhir dan kemudian kehidupan dan kematian adalah
sama. Manusia yang hidup tanpa konflik, yang hidup dengan keindahan dan cinta, tidak ditakutkan oleh kematian karena mencintai adalah mati. Jika Anda mati terhadap segala yang Anda tahu, termasuk keluarga anda, ingatan anda, semua yang pernah Anda rasakan, maka kematian adalah sebuah pemurnian, sebuah proses peremajaan; maka kematian membawa kemurnian dan hanya yang murni-lah yang bersemangat, bukan orang yang percaya atau yang ingin menemukan apa yang terjadi setelah kematian. Agar menemukan sesungguhnya apa yang berlangsung saat Anda mati, Anda harus mati. Ini bukanlah gurauan. Anda harus mati – bukan secara fisik namun secara psikologis, secara batiniah (inwardly), mati terhadap hal-hal yang Anda telah hargai dan terhadap hal-hal yang pahit bagi anda. Jika Anda telah mati pada salah satu dari kesenangan-kesenangan Anda, yang terkecil maupun yang terbesar, secara alami, tanpa pelaksanaan atau argumen apapun, maka Anda akan tahu apa yang dimaksud mati. Mati adalah memiliki sebuah batin yang seutuhnya kosong akan dirinya, kosong akan kerinduan dan kesenangan
sehari-hari;
dan
agoni-agoni.
Kematian
adalah
sebuah
pembaharuan, sebuah mutasi, dimana pikiran tidak berfungsi sama sekali karena pikiran lama. Saat terdapat kematian terdapat sesuatu yang seluruhnya baru. Bebas dari yang diketahui adalah kematian, maka kemudian Anda hidup.
BAB 10
Menuntut
agar
aman
dalam
hubungan
secara
tak
terelakan
mengembangkan penderitaan dan ketakutan. Pencarian demi keamanan inilah yang menarik ketidakamanan. Sudahkah Anda pernah menemukan keamanan dalam hubungan Anda yang manapun? Sudahkah Anda? Kebanyakan dari kita ingin keamanan akan mencintai dan dicintai, namun terdapatkah cinta saat masing-masing dari kita mencari keamanannya sendiri, jalan khasnya sendiri? Kita tidak mencintai karena kita mengetahui bagaimana mencintai. Apa itu cinta? Kata ini begitu terbebani dan rusak (terkorupsi) hingga saya hampir tidak suka untuk menggunakannya. Setiap orang berbicara akan
cinta – setiap majalah dan koran dan setiap misionaris berbicara tanpa akhir tentang cinta. Saya cinta negara saya, saya mencintai raja saya, saya suka beberapa buku, saya suka pegunungan itu, saya mencintai kesenangan, saya mencintai istri saya, saya mencintai Tuhan. Apakah cinta sebuah ide? Jika ya, ia dapat diolah, dipelihara, dihargai, dipermainkan, diputarbalikan dalam cara apapun yang Anda suka. Ketika Anda berkata Anda mencintai Tuhan, apakah maknanya? Itu berarti bahwa Anda mencintai sebuah proyeksi khayalan anda sendiri, sebuah proyeksi dari penyandangan diri anda pada bentuk-bentuk kehormatan tertentu menurut apa yang Anda pikir mulia dan suci; jadi mengatakan, ‘Saya mencintai Tuhan’, adalah sepenuhnya omong kosong. Saat Anda memuja Tuhan, Anda memuja diri anda – dan itu bukanlah cinta. Karena kita tidak mampu menyelesaikan prihal manusia ini yang disebut cinta, kita lari ke dalam gagasan abstrak. Cinta mungkin solusi terdahsyat bagi seluruh kesulitan manusia, permasalahan dan travail (= kesakitan mental dan fisik akibat kegiatan/kerja keras), jadi bagaimana kita akan menyelidiki apakah cinta
itu?
Dengan
semata-mata
mendefinisikannya?
Biara
telah
mendefinisikannya dengan sebuah cara, masyarakat dengan cara yang lain dan
terdapat
semua jenis penyimpangan
dan
ketidakwajaran.
Memuja
seseorang, tidur dengan seseorang, pertukaran emosional, persahabatan – itukah yang kita maksud dengan cinta? Itu telah menjadi norma, pola, dan telah menjadi begitu pribadi dengan hebatnya, keindrawian, dan terbatas yang agama-agama telah deklarasikan bahwa cinta adalah sesuatu yang jauh lebih dari ini. Pada apa yang mereka sebut cinta manusia mereka melihat terdapat kesenangan, persaingan, kecemburuan, hasrat untuk memiliki, menahan, mengontrol serta mencampuri dengan pemikiran lainnya, dan mengetahui semua kerumitan ini mereka berkata bahwa pastilah ada jenis cinta yang lainnya, kudus, indah, tak tersentuh, tak tercemar. Di seluruh dunia, yang disebut manusia-manusia suci telah menekankan bahwa ‘melihat’ wanita (oleh pria) adalah sesuatu yang sepenuhnya salah: mereka mengatakan Anda tidak dapat mendekat pada Tuhan jika Anda mengikuti
kesenangan
(indulge)
seks,
oleh
karena
itu
mereka
mengesampingkannya meski mereka ditelan bersamanya. Namun dengan menolak seksualitas mereka mencopot mata mereka dan memotong lidah mereka karena mereka menolak seluruh keindahan di muka bumi. Mereka telah
memaksa hati dan batin mereka menderita kelaparan; mereka adalah umat manusia yang kekeringan; mereka telah menghapuskan kecantikan karena kecantikan terhubung dengan perempuan. Dapatkah cinta dibagi menjadi yang suci dan yang kotor (profane = najis), yang manusiawi dan yang ilahi, ataukah hanya ada cinta? Adakah cinta yang satu dan bukannya yang banyak? Jika saya berkata, ‘Aku mencintaimu’, apakah itu memisahkan (exclude) cinta pada yang lain? Apakah cinta bersifat personal ataukah impersonal? Moral ataukah amoral? Keluarga ataukah nonkeluarga? Jika Anda mencintai umat manusia, dapatkah Anda mencintai yang tertentu (partikular)? Apakah cinta itu sentimen? Apakah cinta itu emosi? Apakah
cinta
itu
kesenangan
dan
hasrat?
Semua
pertanyaan
ini
mengindikasikan, bahwa kita memiliki ide-ide tentang cinta, ide-ide tentang apa yang sebaiknya dan tidak sebaiknya ada, sebuah pola atau kode yang dibangun oleh budaya dimana kita hidup, bukankah demikian. Jadi memasuki pertanyaan akan apa itu cinta, kita harus pertama-tama membebaskannya dari pelapisan selama berabad-abad, menyisihkan semua idealis dan ideologi akan apa yang sebaiknya ada dan apa yang tidak sebaiknya ada. Membagi sesuatu menjadi apa yang selayaknya ada dan apa adanya, adalah cara yang paling memperdayakan dalam berhubungan dengan kehidupan. Sekarang bagaimana saya bakal menyelidiki apakah nyala ini yang kita sebut cinta – bukan bagaimana mengekspresikannya pada yang lain namun apakah maknanya di dalam dirinya? Saya akan pertama-tama menolak apa yang biara, masyarakat, orang tua dan sahabat saya, apa yang setiap orang dan buku telah katakan mengenainya karena saya ingin menyelidiki bagi diri saya apakah ia itu. Di sinilah sebuah permasalahan yang sangat besar yang melibatkan seluruh umat manusia, telah ada ribuan cara mendefinisikannya dan saya sendiri terperangkap dalam pola tertentu atau lainnya menurut apa yang saya sukai atau nikmati saat ini – jadi tidakkah saya harus, dengan tujuan agar memahaminya, pertama-tama membebaskan diri saya dari kecendrungan dan prasangka saya sendiri? Saya bingung, tersobek oleh hasrat-hasrat saya sendiri,
jadi
saya
katakan
pada
diri
saya,
‘Pertama-tama
terangkan
kebingungan Anda sendiri. Mungkin Anda akan mampu menemukan apakah cinta itu melalui apa-apa yang bukan dia.’
Pemerintah
mengatakan,
‘Pergi
dan
bunuhlah
demi
cinta
bagi
negaramu’. Apakah itu cinta? Agama mengatakan, ‘Hentikan seks demi cinta Tuhan’. Apakah itu cinta? Apakah cinta adalah hasrat? Jangan mengatakan tidak. Bagi kebanyakan dari kita, ia adalah – hasrat dengan kesenangan, kesenangan yang didapat melalui perasaan (indera), melalui pengikatan dan pemenuhan seksual. Saya tidak menentang seks, namun melihat apa yang terlibat di dalamnya. Apa yang seks berikan pada Anda secara sesaat adalah pencampakan total diri anda, kemudian Anda kembali lagi dengan kerusuhan anda, jadi Anda menginginkan sebuah pengulangan lagi dan lagi akan keadaan itu dimana tiada terdapat kekhawatiran, masalah, dan diri (‘aku’). Anda berkata Anda mencintai istri anda. Dalam cinta itu dilibatkan kesenangan seksual, kesenangan memiliki seseorang di rumah untuk menjaga anak-anak anda, untuk memasak. Anda bergantung padanya; ia telah memberikan Anda tubuhnya, emosi-emosinya, dorongannya, sebuah perasaan tertentu akan keamanan dan kesejahteraan. Kemudian ia berpaling dari Anda; ia menjadi bosan dan pergi dengan orang lain, dan seluruh keseimbangan emosional anda terhancurkan, dan kekacauan ini, yang tidak Anda sukai, disebut kecemburuan. Terdapat duka di dalamnya, kecemasan, kebencian dan kekerasan. Jadi apa yang sesungguhnya Anda katakan adalah, ‘Selama kamu menjadi milikku aku mencintaimu, namun saat tidak lagi maka aku mulai membencimu. Selama aku bisa mengandalkanmu untuk memuaskan tuntutanku, seksual dan lainnya, aku mencintaimu, namun saat kamu berhenti menyediakan apa yang kuinginkan aku tidak menyukaimu.’ Jadi terdapat antagonisme diantara Anda, terdapat pemisahan, dan saat Anda merasa terpisah dari yang lain, tiada terdapat cinta. Namun jika Anda dapat hidup bersama istri anda tanpa pikiran menciptakan semua keadaan yang bertentangan ini, pertentangan tiada akhir ini dalam diri anda, maka mungkin – mungkin – Anda akan tahu apa itu cinta. Maka Anda sepenuhnya bebas demikian juga dia (istri anda), sedangkan jika Anda bergantung padanya untuk semua kesenangan anda, Anda seorang budak baginya. Jadi saat seseorang mencintai di sana haruslah ada kebebasan, tidak hanya dari orang lain namun juga dari dirinya. Kepemilikan terhadap orang lain ini, menjadi secara psikologis dipelihara oleh orang lain, tergantung pada orang lain – dalam semua ini pastilah selalu ada
kecemasan,
ketakutan,
kecemburuan,
kesalahan,
dan
selama
ada
ketakutan
tidak
kan
ada
cinta;
sebuah
batin
yang
berjalan
bersama
kesengsaraan tidak akan pernah mengetahui apa itu cinta; sentimentil dan emosionalisme tidak memiliki urusan apapun dengan cinta. Dan mencintai tidaklah dengan kesenangan dan hasrat. Cinta bukanlah hasil pikiran yang merupakan masa lalu. Pikiran tidaklah mungkin mengolah cinta. Cinta tidaklah dipagari dan terperangkap dalam kecemburuan, karena kecemburuan adalah bagian masa lalu. Cinta selalulah kekinian yang aktif. Ia bukanlah ‘Saya akan
mencintai’ atau ‘Saya telah
mencintai’. Jika Anda mengetahui cinta, Anda tidak akan mengikuti siapapun. Cinta tidaklah menuruti. Saat Anda mencintai tidak ada - baik hormat maupun tidak hormat. Tidakkah
Anda
mengetahui
apa
makna
sesungguhnya
mencintai
seseorang mencintai tanpa kebencian, tanpa kecemburuan, tanpa kemarahan, tanpa ingin mencampuri apa yang ia lakukan ataupun pikirkan, tanpa menyalahkan, tanpa membandingkan – tidakkah Anda tahu apa maknanya? Di mana ada cinta, adakah perbandingan di sana? Ketika Anda mencintai seseorang dengan segenap hati anda, dengan segenap batin anda, dengan segenap raga anda, dengan seluruh keberadaan anda, adakah di sana perbandingan? Ketika Anda meninggalkan sepenuhnya diri anda pada cinta itu di sana tidak ada yang lain. Apakah cinta memiliki tanggung jawab dan kewajiban, dan akankah ia menggunakan kata-kata itu? Saat Anda melakukan sesuatu karena kewajiban adakah cinta di dalamnya? Dalam kewajiban tiada ada cinta. Struktur kewajiban dimana manusia terperangkap sedang menghancurkannya. Selama Anda terdorong melakukan sesuatu karena itu kewajiban anda, Anda tidak mencintai apa yang Anda lakukan. Saat ada cinta tiada ada kewajiban dan tiada ada tanggung jawab. Kebanyakan orang tua dengan malangnya berpikir mereka memiliki tanggung jawab akan anak-anak mereka, dan rasa tanggung jawab mereka mengambil wujud dengan memberitahu anak-anak mereka harus dilakukan dan apa yang tidak, apa yang mereka selayaknya jadi dan apa yang tidak. Para orang tua ingin anak-anak mereka memiliki sebuah posisi yang aman dalam masyarakat. Apa yang mereka sebut tanggung jawab adalah bagian dari
penghargaan (kehormatan) yang mereka puja; dan tampaknya bagi saya dimana terdapat penghormatan tiada ada tatanan; mereka hanya berperhatian dengan menjadi kaum burjois yang sempurna. Saat mereka menyiapkan anakanak mereka agar sesuai dengan masyarakat mereka sedang melanggengkan perang, konflik dan brutalitas. Apakah Anda menyebut itu perhatian dan cinta? Sunguh-sungguh merawat ialah merawat seperti yang Anda lakukan pada
sebatang
pohon
atau
tanaman,
menyiraminya,
mempelajari
kebutuhannya, tanah yang terbaik baginya, merawatnya dengan lemah lembut (gentleness) dan kepekaan (tenderness) – namun saat Anda menyiapkannya agar sesuai dalam masyarakat, Anda sedang menyiapkan mereka untuk terbunuh. Jika Anda mencintai anak-anak anda, Anda tidak akan memiliki perang. Saat Anda kehilangan seseorang yang Anda cintai, Anda meneteskan air mata – apakah air mata anda bagi diri anda atau bagi ia yang meninggal? Apakah Anda menangis bagi diri anda atau orang lain? Pernahkah Anda menangis bagi yang lain? Pernahkah Anda menangis bagi putra anda yang terbunuh pada medan tempur? Anda telah menangis, namun adakah air mata itu menetes karena pengasihanan diri ataukah Anda menangis karena seorang manusia telah terbunuh? Jika Anda menangis karena pengasihanan diri, air mata anda tidak memiliki makna karena Anda berpedulian mengenai diri anda. Jika Anda menangis karena Anda kehilangan seseorang yang Anda telah menanamkan begitu banyak kasih sayang, itu bukanlah kasih sayang sesungguhnya. Ketika Anda menangis demi saudara anda yang meninggal, menangis baginya. Sangat mudah menangis bagi diri anda karena ia telah pergi. Tampaknya Anda menangis karena hati anda tersentuh, namun itu tak tersentuh
untuknya,
itu
tersentuh
hanya
oleh
pengasihanan
diri
dan
pengasihan diri membuat Anda keras, menutup anda, membuat Anda tumpul dan bodoh. Saat Anda menangis bagi diri anda, apakah itu cinta – menangis karena Anda kesepian, karena Anda telah ditinggal pergi, karena Anda tidak lagi kuat – mengeluhkan
segala
sesuatunya,
lingkungan
anda
–
selalukah
Anda
meneteskan air mata? Jika Anda memahami ini, yang berarti menyentuhnya secara langsung sebagaimana Anda menyentuh pohon atau pilar atau tangan, maka Anda akan melihat bahwa penderitaan tercipta dengan sendirinya (selft-
created), penderitaan diciptakan oleh pikiran, derita adalah hasil dari waktu. Saya punya saudara tiga tahun lalu, sekarang ia mati, sekarang saya kesepian, sakit, tidak ada siapa-siapa yang bisa saya temukan kenyamanan dan persahabatan padanya, dan membuat saya meneteskan air mata. Anda
melihat
semua
ini
terjadi
di
dalam
diri
anda
jika
Anda
mengamatinya. Anda dapat melihatnya secara penuh, utuh, sekejap, tidak menyita waktu menganalisanya. Anda dapat melihat pada suatu saat seluruh struktur dan kealamian hal kecil yang buruk ini yang disebut ‘aku’, air mataku, keluargaku, negaraku, kepercayaanku, agamaku – semua keburukan itu, semua ada di dalam Anda. Saat Anda melihatnya dengan hati anda, tidak dengan batin anda, saat Anda melihatnya dari lubuk hati anda yang terdalam, maka Anda memiliki kunci yang akan mengakhiri penderitaan. Penderitaan dan cinta tidak dapat bepergian bersama, namun dalam dunia Kristiani mereka telah memuja penderitaan, meletakkannya pada sebuah salib dan memujanya, menyiratkan bahwa Anda tidak akan pernah lolos dari penderitaan kecuali melalui pintu khusus itu, dan ini adalah seluruh struktur akan sebuah masyarakat yang mengeksploitasi agama. Jadi saat Anda bertanya apa itu cinta, Anda mungkin terlalu takut untuk melihat jawabannya. Itu dapat bermakna kebohongan (upheaval) yang utuh; itu bisa menghancurkan keluarga; Anda mungkin mendapati bahwa Anda tidak mencintai istri atau suami atau anak-anak anda – benarkah? – Anda mungkin menghancurkan rumah yang telah Anda bangun, Anda mungkin tak akan pernah kembali ke kuil. Jika Anda belum mendapati cinta – tidak hanya tetes-tetes kecil namun dalam jumlah tak terkira – jika Anda tidak dipenuhi olehnya – dunia akan menuju bencana. Anda tahu secara intelektualitas bahwa persatuan umat manusia esensial dan bahwa cinta adalah cara satu-satunya, namun siapa yang akan mengajari Anda bagaimana mencintai? Akankah otoritas, metode, sistem apapun memberitahukan Anda bagaimana mencintai? Jika seseorang memberitahukan Anda, itu bukanlah cinta. Dapatkah saya katakan, ‘Saya akan berlatih mencintai. Saya akan duduk hari demi hari dan berpikir mengenainya. Saya akan berlatih menjadi baik dan lembut serta mendorong diri saya agar menaruh perhatian pada yang lain’? Apakah maksud Anda mengatakan itu bahwa Anda dapat mendisiplinkan diri anda agar mencintai, melatih keinginan
mencintai? Ketika Anda melatih disiplin dan keinginan mencintai, cinta telah pergi keluar melalui jendela. Dengan melatih beberapa metode atau sistem mencintai, Anda dapat menjadi demikian cerdas dan lebih baik atau berada dalam keadaan tanpa kekerasan, namun itu tidak memiliki urusan apapun dengan cinta. Dalam dunia gurun yang tersobek ini tiada terdapat cinta karena kesenangan dan hasrat memainkan peran-peran terbesar, hingga kini tanpa cinta kehidupan keseharian anda tak bermakna. Dan Anda tidak dapat memiliki cinta jika tiada ada keindahan. Keindahan bukanlah sesuatu yang Anda lihat – bukan sebatang pohon yang indah, gambar yang indah, bangunan yang indah atau wanita yang cantik. Hanya ada keindahan saat hati dan batin anda mengetahui apa itu cinta. Tanpa cinta dan rasa keindahan ini tidaklah ada kebajikan (virtue), dan Anda mengetahui itu dengan sangat baik, lakukan apa yang Anda inginkan, memperbaiki masyarakat, memberikan makan fakir, Anda akan hanya menciptakan lebih banyak kejahatan (mischief), karena tanpa cinta hanya ada keburukan dan kemiskinan di dalam hati dan batin anda sendiri. Namun saat terdapat cinta dan keindahan, apapun yang Anda lakukan adalah benar, apapun yang Anda lakukan berada pada tatanan. Jika Anda tahu bagaimana mencintai, maka Anda dapat melakukan apa yang anda suka karena ia akan menyelesaikan semua masalah lainnya. Jadi kita mencapai pokoknya: dapatkah batin menemukan cinta tanpa disiplin, tanpa pikiran, tanpa dorongan, tanpa buku apapun, guru atau pimpinan apapun – menemukannya sebagaimana orang menemukan indahnya matahari terbenam? Tampaknya bagi saya bahwa satu hal penting secara absolut dan itu adalah semangat tanpa motif – semangat yang bukan hasil dari beberapa komitmen atau kelekatan, semangat yang bukan nafsu. Seorang manusia yang tidak mengetahui apa semangat itu, tidak akan pernah tahu cinta karena cinta dapat terjadi hanya saat ada peninggalan diri total. Sebuah batin yang sedang mencari bukanlah sebuah batin yang bersemangat, dan menemukan cinta tanpa mencarinya adalah satu-satunya cara menemukannya – menemukannya dengan tanpa diketahui dan bukan sebagai hasil usaha atau pengalaman apapun. Cinta seperti itu, Anda kan
temukan, tidak dalam tapal waktu; cinta seperti itu meliputi yang personal maupun impersonal, meliputi yang satu dan yang banyak. Seperti sekuntum bunga
yang
memiliki
wewangian
yang
Anda
bisa
cium
ataupun
mengabaikannya. Bunga itu bagi semua orang serta bagi ia yang bersusah payah untuk menghirupnya dalam-dalam dan melihatnya dengan keriangan. Baik seseorang begitu dekat dengan taman, ataupun begitu jauh, ia tetaplah bunga yang sama karena ia penuh akan wewangian itu dan oleh karenanya ia berbagi dengan setiap orang. Cinta adalah sesuatu yang baru, segar, hidup. Ia tak memiliki kemarin ataupun esok. Ia melampaui kerusuhan pikiran. Hanya batin yang murni yang mengetahui apa itu cinta, dan batin yang murni dapat hidup di dunia yang tidak murni. Untuk menemukan hal luar biasa ini manusia telah mencari dengan tiada akhir melalui pengorbanan, melalui pemujaan, melalui hubungan, melalui seks, melalui setiap bentuk kesenangan dan duka, hanyalah mungkin saat pikiran memahami dirinya dan secara alami berakhir. Maka cinta tidak memiliki kebalikan, maka cinta tidak memiliki konflik. Anda mungkin bertanya, ‘Jika saya menemukan cinta seperti itu, apa yang akan terjadi pada istri saya, anak-anak saya, keluarga saya? Mereka harus memiliki keamanan.’ Saat Anda meletakkan sebuah pertanyaanpertanyaan seperti itu Anda belum pernah meninggalkan ranah pikiran, ranah kesadaran (consciousness). Ketika sekali Anda telah berada di luar ranah tersebut Anda tidak akan pernah menanyakan pertanyaan seperti itu karena kemudian Anda akan mengetahui apa cinta itu yang padanya tiada pikiran dan karenanya tiada waktu. Anda boleh membaca ini dengan terpesona dan terpukau, namun sesungguhnya melampaui pikiran dan waktu – yang bermakna pergi melampaui penderitaan – adalah menjadi sadar, dan di sana ada sebuah dimensi yang berbeda yang disebut cinta. Namun Anda tidak tahu bagaimana datang ke mata air yang luar biasa ini – jadi apa yang Anda lakukan? Jika Anda tidak tahu apa yang harus dilakukan, Anda tidak akan melakukan apapun bukan? Sama sekali tidak melakukan apapun. Maka secara kedalam Anda sepenuhnya hening. Apakah Anda mengerti apa maksudnya? Itu berarti bahwa Anda tidak mencari, menginginkan, tidak mengejar; tiada pusat sama sekali. Maka di sana ada cinta. BAB 11
Kita telah menyelidik ke dalam kealamian cinta dan telah tiba pada sebuah titik, saya pikir, yang memerlukan banyak penetrasi (penembusan) yang lebih besar, banyak kesadaran yang lebih besar akan isu (pokok permasalahan). Kita telah mendapati bahwa bagi kebanyakan orang cinta berarti kenyamanan, keamanan, sebuah jaminan hingga akhir hayat mereka akan pemuasan emosional yang berkesinambungan. Kemudian orang seperti saya
datang
dan
berkata,
‘Apakah
itu
benar-benar
cinta?’
dan
mempertanyakan pada Anda, serta meminta Anda melihat ke dalam diri anda. Dan Anda mencoba untuk tidak melihat karena itu begitu mengganggu – Anda lebih suka mendiskusikan masalah jiwa atau situasi politik maupun ekonomi – namun saat Anda tergerak ke sebuah sudut untuk melihat, Anda menyadari bahwa apa yang Anda selalu sangka sebagai cinta bukanlah cinta sama sekali; itu adalah sebuah pemuasan bersama (mutual gratification), sebuah eksploitasi bersama. Saat saya mengatakan, ‘Cinta tidak memiliki esok maupun kemarin’, atau, ‘Saat tiada ada pusat maka di sana ada cinta’, itu telah menjadi realita bagi
saya
namun
tidak
bagi
Anda.
Anda
boleh
mengutipnya
dan
merumuskannya, namun itu tidak memiliki validitas. Anda harus melihatnya bagi diri anda, tapi untuk itu haruslah ada kebebasan melihat, kebebasan dari semua
penghukuman,
semua
pertimbangan,
semua
persetujuan
atau
penolakan. Kini, melihat adalah salah satu hal tersulit dalam kehidupan – atau mendengar – melihat dan mendengar sama. Jika mata anda buta dengan kekhawatiran anda, Anda tak kan dapat melihat keindahan matahari terbenam. Kebanyakan dari kita telah kehilangan sentuhan dengan alam. Peradaban cenderung terus-menerus mengarah ke kota-kota besar; kita terus-menerus menjadi orang-orang yang lebih urban, hidup dalam apartemen yang sesak dan memiliki amat sedikit ruang bahkan untuk melihat langit senja dan pagi, dan karenanya kita kehilangan sentuhan dengan keindahan yang luar biasa. Saya tidak tahu jika Anda memperhatikan begitu sedikitnya dari kita yang melihat matahari terbit atau terbenam atau cahaya rembulan ataupun bayangan percikan cahaya di permukaan air. Kehilangan
sentuhan
dengan
alam,
kita
secara
alami
cenderung
membangun kapasitas-kapasitas intelektual. Kita membaca sejumlah besar
buku, pergi ke sejumlah besar museum dan konser, menonton televisi dan berbagai macam hiburan lainnya. Kita mengutip tanpa henti dari ide-ide orang lain serta berpikir dan membicarakan seni yang luar biasa. Mengapakah kita begitu tergantung pada seni? Apakah itu sebuah bentuk pelarian, stimulasi? Jika Anda secara langsung bersentuhan dengan alam; jika Anda mengamati gerak kepakan sayap seekor burung, melihat keindahan setiap gerakan langit, mengamati bayang-bayang perbukitan atau kecantikan pada wajah seseorang, apakah Anda berpikir Anda akan pergi ke museum agar dapat melihat gambargambar? Mungkin itu karena Anda tidak tahu bagaimana melihat semua hal mengenai diri anda bahwa Anda memanfaatkan beberapa bentuk obat-obatan untuk menstimulasi anda agar melihat lebih baik. Ada
sebuah
kisah
mengenai
seorang
guru
religius
yang
biasa
memberikan wejangan setiap pagi kepada para muridnya. Suatu pagi ia pergi ke podium dan akan segera mulai saat seekor burung kecil datang dan hinggap di ambang jendela serta mulai berkicau, dan berkicau dengan sepenuh hati. Kemudian ia berhenti dan terbang pergi, sang guru berkata, ‘wacana untuk pagi ini telah usai’. Tampaknya bagi saya bahwa salah satu kesulitan terbesar kita adalah melihat diri kita sungguh-sungguh dengan jelas, tidak hanya hal-hal diluar namun kehidupan kedalam. Saat kita berkata kita melihat sebatang pohon atau sekuntum bunga atau seseorang, apakah kita sesungguhnya melihat mereka? Ataukah kita semata-mata melihat citra yang telah dibuat oleh kata? Demikianlah, saat Anda melihat sebatang pohon atau segumpal awan senja penuh akan ketenangan dan keriangan, sungguhkah Anda melihatnya, tidak hanya dengan mata dan intelektualitas anda, namun secara total, dengan seutuhnya? Pernahkah Anda mengalami melihat sebuah benda kasat mata seperti sebatang pohon tanpa pengasosiasian apapun, pengetahuan apapun yang telah Anda dapatkan mengenainya, tanpa prasangka apapun, penilaian apapun, kata-kata apapun membentuk tabir antara Anda dan pohon dan mencegah Anda melihatnya sebagaimana adanya? Cobalah dan lihatlah apa yang sesungguhnya terjadi saat Anda mengamati pohon dengan seluruh keberadaan anda, dengan totalitas energi anda. Pada intensitas tersebut Anda akan menemukan bahwa tidak ada pengamat sama sekali; hanya terdapat
atensi (perhatian). Saat tidak terdapat perhatian maka di sana ada pengamat dan yang diamati. Saat Anda melihat sesuatu dengan perhatian penuh di sana tiada ada ruang bagi sebuah konsepsi, sebuah rumusan atau sebuah ingatan. Ini penting dipamahi karena kita akan menuju ke dalam sesuatu yang memerlukan penyelidikan yang teramat cermat. Hanya sebuah batin yang melihat sebatang pohon atau bintang-bintang atau
percikan
air
sungai
dengan
peninggalan
diri
sepenuhnya
yang
mengetahui apa keindahan itu, dan ketika kita sesungguhnya melihat, kita berada pada keadaan cinta. Kita umumnya mengetahui keindahan melalui perbandingan atau melalui apa yang manusia telah susun, yang berarti bahwa kita mengembel-embeli keindahan pada beberapa obyek. Saya melihat apa yang
saya
pertimbangkan
sebagai
sebuah
bangunan
yang
indah
dan
keindahan itu saya hargai karena pengetahuan saya akan arsitektur dan dengan membandingkannya dengan bangunan-bangunan lain yang telah saya lihat. Namun kini saya menanyakan diri saya, ‘Adakah keindahan tanpa obyek?’
Saat
terdapat
sang
pengamat
yang
adalah
penyensor,
yang
mengalami, sang pemikir, tidak ada keindahan sebab keindahan adalah sesuatu yang di luar (eksternal), sesuatu yang pengamat lihat dan nilai, namun ketika tidak terdapat pengamat – dan ini menuntut meditasi yang luar biasa, akan penyelidikan maka di sanalah ada keindahan tanpa obyek. Keindahan terbentang pada peninggalan total pengamat dan yang diamati dan hanya bisa ada peninggalan diri ketika ada kesederhanaan (austerity) total – bukan kesederhanaan pendeta dengan kekerasannya, sanksisanksinya, peraturan dan kepatuhannya – bukan kesederhanaan dalam berpakaian, berpendapat, makanan dan tingkah laku – namun kesederhanaan akan menjadi serderhana sepenuhnya yang merupakan kerendahan hati seutuhnya. Maka di sana tiada ada pencapaian, tiada tangga untuk dipanjat; hanya ada langkah pertama dan langkah pertama ialah langkah selamalamanya. Katakanlah Anda sedang melangkah seorang diri atau dengan seseorang dan Anda telah berhenti berbicara. Anda dikelilingi oleh alam serta tidak ada anjing yang menggonggong, tidak ada kebisingan kenderaan yang lalu lalang atau bahkan kepakan seekor burung. Anda sepenuhnya sunyi dan alam sekitar Anda juga sepenuhnya sunyi. Dalam keadaan sunyi itu, baik dalam pengamat
dan yang diamati – saat pengamat tidak menerjemahkan apa ia amati ke dalam pikiran – dalam kesunyian itu terdapat suatu kualitas keindahan yang berbeda. Di sana tidak terdapat alam tidak juga sang pengamat. Di sana adalah keadaan batin sepenuhnya, seutuhnya, sendiri; sendiri – bukan dalam pengurungan (isolasi) – sendiri dalam keheningan dan keheningan itu adalah keindahan. Saat Anda mencintai, adakah di sana seorang pengamat? Pengamat ada, hanya ketika cinta merupakan hasrat dan kesenangan. Saat hasrat dan kesenangan tidak diasosiasikan dengan cinta, maka cinta kuat. Dialah, laksana keindahan, sesuatu yang sepenuhnya baru setiap hari. Sebagaimana yang saya telah katakan, ia tak memiliki hari ini dan tiada esok. Hanya saat kita melihat tanpa praduga apapun, citra apapun, maka kita mampu berada dalam kontak langsung dengan apapun dalam kehidupan. Semua hubungan kita benar-benar imajinasi – demikianlah, berdasarkan pada sebuah citra yang dibentuk oleh pikiran. Jika saya memiliki sebuah citra mengenai Anda dan Anda memiliki sebuah citra mengenai saya, dengan alaminya kita tidak melihat satu sama lain sama sekali sebagaimana adanya kita. Apa yang kita lihat adalah citra-citra ini yang telah kita bentuk mengenai sesama yang mencegah kita berhubungan, dan itulah mengapa hubungan kita menjadi keliru. Ketika saya mengatakan saya mengenal Anda, saya maksud saya mengenal Anda kemarin. Saya tidak mengenal Anda secara aktual saat ini. Semua yang saya tahu adalah citra saya tentang Anda. Citra itu tersusun oleh apa yang telah Anda katakan yang menyanjung saya atau menghina saya, apa yang telah Anda perbuat pada saya – tersusun oleh semua ingatan yang saya miliki tentang Anda – dan citra anda tentang saya tersusun dalam cara yang sama, dan citra-citra tersebut yang memiliki hubungan, dan yang mencegah kita dari sungguh-sungguh dekat (communing) dengan sesama. Dua orang yang telah hidup bersama untuk jangka waktu yang panjang memiliki sebuah citra tentang sesamanya yang mencegah mereka dari sungguh-sungguh ada dalam hubungan. Jika kita memahami hubungan, kita dapat bekerja sama namun kerja sama tidak mungkin ada melalui berbagai citra, simbol, konsepsi ideologis. Hanya ketika kita memahami hubungan sebenarnya antara sesama, maka terdapat sebuah kemungkinan akan cinta, dan cinta tertolak ketika kita memiliki citra-citra. Karenanya penting untuk
dipamahi, tidak secara intelektual namun secara aktual dalam kehidupan sehari-hari anda, bagaimana Anda membangun citra-citra mengenai istri anda, suami anda, tetangga anda, anak-anak anda, negara anda, para pimpinan anda, para politisi anda, Tuhan anda – Anda tidak memiliki apapun kecuali citra atau gambaran-gambaran itu. Citra-citra ini menciptakan ruang antara Anda dan apa yang Anda amati dan di dalam ruang itu terdapat konflik, jadi apa yang akan kita temukan saat ini bersama-sama: mungkinkah bebas dari ruang yang kita ciptakan, tidak hanya di luar diri kita namun juga di dalam diri kita, ruang yang membagi orang-orang dalam semua hubungan mereka. Kini perhatian murni yang Anda berikan kepada semua masalah merupakan energi yang menyelesaikan masalah itu. Saat Anda memberikan perhatian penuh anda – saya maksudkan dengan segala sesuatu yang ada pada Anda – disana tidak ada pengamat sama sekali. Hanya ada keadaan perhatian yang merupakan energi total, dan energi total itulah bentuk tertinggi intelegensi. Secara alami keadaan batin tersebut haruslah sepenuhnya sunyi dan kesunyian itu, keheningan itu, hadir saat ada perhatian total, bukan keheningan yang didisiplinkan. Kesunyian total itu dimana tidak terdapat pengamat maupun yang diamati merupakan bentuk tertinggi sebuah batin yang religius. Namun apa yang ada (terjadi) dalam keadaan tersebut tidak dapat dituangkan dalam kata-kata karena apa yang dikatakan dalam kata-kata bukanlah fakta. Untuk menemukannya bagi diri anda, Anda harus pergi melaluinya. Setiap masalah terhubung pada setiap masalah lainnya, jadi bahwa jika Anda dapat menyelesaikan satu masalah seutuhnya – tidak penting apapun itu – Anda akan melihat bahwa Anda mampu menemui semua masalah lainnya dengan mudah dan menyelesaikan mereka. Kita sedang membicarakan, tentunya, masalah-masalah psikologis. Kita telah melihat bahwa sebuah masalah ada hanya di dalam waktu, demikianlah ketika kita menemui isu secara tak utuh. Jadi tidak hanya harus kita sadar akan sifat dan struktur masalah serta melihatnya dengan utuh, namun menemukannya begitu ia muncul dan menyelesaikannya dengan seketika, sehingga ia tidak berakar di dalam batin. Jika orang membiarkan sebuah masalah tertahan selama sebulan atau sehari, atau bahkan untuk beberapa menit, ia mengacaukan batin. Jadi
mungkinkah bertemu sebuah masalah dengan segera tanpa gangguan apapun dan secara cepat, secara utuh, bebas darinya dan tidak membiarkan sebuah ingatan, sebuah goresan pada batin tersisa? Ingatan-ingatan ini merupakan citra-citra yang kita bawa serta, dan citra-citra inilah yang bertemu hal luar biasa yang disebut kehidupan ini, dan oleh karena itu terdapat pertentangan dan menyebabkan konflik. Kehidupan begitu nyata – kehidupan bukanlah sebuah abstraksi – dan ketika Anda menemuinya dengan citra-citra di sanalah ada permasalahan. Apakah mungkin bertemu setiap isu tanpa interval ruang-waktu ini, tanpa celah antara diri seseorang dan hal yang ia takutkan? Hanyalah mungkin saat pengamat tidak memiliki kesinambungan, pengamat yang membangun citra, pengamat yang merupakan sebuah koleksi akan ingatan dan ide, yang merupakan seikat abtraksi. Ketika Anda melihat bintang-bintang terdapat Anda yang melihat bintang-bintang di langit; langit dibanjiri oleh bintang-bintang cemerlang, ada udara yang sejuk, dan ada Anda, sang pengamat, yang mengalami, si pemikir, Anda dengan hati anda yang sakit, Anda, sang pusat, menciptakan ruang. Anda tidak akan pernah memahami mengenai ruang antara diri anda dan bintangbintang, diri anda dan suami atau istri anda, atau sahabat, karena Anda tidak pernah melihat tanpa citra, dan itulah mengapa Anda tidak pernah mengetahui apakah keindahan itu atau apakah cinta itu. Anda berbicara mengenainya, Anda menulis mengenainya, namun Anda tidak pernah mengenalnya kecuali mungkin pada interval tertentu yang begitu jarang saat ada peninggalan diri total. Selama ada sebuah pusat yang menciptakan ruang di sekitar dirinya, di sana tidak ada cinta maupun keindahan. Ketika tidak ada pusat dan tidak ada pinggiran yang mengelilingi, maka di sana ada cinta. Dan ketika Anda mencintai Andalah keindahan. Ketika Anda melihat sebuah wajah lawan, Anda melihat dari sebuah pusat dan pusat menciptakan ruang antara seseorang dan orang lainnya, dan itulah mengapa kehidupan kita begitu kosong dan tidak berperasaan. Anda tidak
dapat
mengolah
cinta
atau
keindahan,
tidak
juga
Anda
dapat
menciptakan kebenaran, namun jika Anda sepanjang waktu sadar akan apa yang Anda lakukan, Anda dapat mempererat kesadaran dan karena kesadaran itu, Anda akan mulai melihat sifat kesenangan, hasrat dan penderitaan dan
kesepian dan kebosanan terdalam manusia, dan kemudian Anda akan mulai menemukan hal yang disebut ‘ruang’ itu. Ketika ada ruang antara Anda dan obyek yang Anda amati, Anda akan mengetahui di sana tidak ada cinta, dan tanpa cinta, betapapun kerasnya Anda berusaha mereformasi dunia atau membuat sebuah tatanan sosial baru atau betapapun banyaknya Anda berbicara mengenai peningkatan, Anda hanya menciptakan agonia. Jadi terserah pada Anda. Tiada pemimpin, tiada guru, tidak ada seorangpun yang memberitahukan Anda apa yang harus dilakukan. Anda sendiri di dalam dunia gila dan brutal ini.
BAB 12
Mohon turut serta bersama saya untuk pergi sedikit lebih jauh lagi. Mungkin
lebih
kompleks,
lebih
tersamar,
namun
mohon
melangkah
bersamanya. Kini, ketika saya membangun sebuah citra mengenai Anda atau apapun, saya mampu melihat citra itu, jadi di sanalah ada citra dan yang mengamati citra. Saya melihat seseorang, katakanlah, dengan mengenakan sebuah kaos merah dan reaksi seketika saya adalah saya menyukainya atau saya tidak menyukainya. Suka dan tidak suka merupakan hasil budaya saya, pelatihan saya, asosiasi saya, kecendrungan saya, karakteristik yang saya dapatkan dan warisi. Dari pusat itu saya mengamati dan membuat penilaian saya, dan demikianlah pengamat terpisahkan dari hal yang ia amati. Namun pengamat sadar akan lebih dari satu citra; ia menciptakan ribuan citra. Namun adakah pengamat berbeda dari citra-citra ini? Tidakkah ia hanya citra yang lainnya? Ia selalu menambahkan dan mengurangi dari apa ia adanya; ia adalah bentuk kehidupan yang sepanjang waktu menimbang, membandingkan, menilai, memodifikasi dan merubah sebagai suatu hasil tekanan dari luar dan dalam – hidup dalam ranah kesadaran yang adalah pengetahuan, pengaruh dan perhitungan tak terhingganya sendiri. Pada saat yang sama saat Anda melihat pengamat, yang merupakan diri anda, Anda melihat bahwa ia terbuat dari ingatan, pengalaman, kejadian, pengaruh, tradisi dan jenis tak terhingga dari penderitaan, semua yang merupakan masa lalu. Jadi pengamat adalah masa lalu dan juga masa kini, dan esok yang sedang
menanti dan itupun juga bagian darinya. Ia setengah hidup dan setengah mati dan dengan kematian serta kehidupan ini ia melihat, dengan lembar mati dan hidup. Dan pada keadaan batin seperti itu yang berada dalam ranah waktu, Anda (sang pengamat) melihat ketakutan, kecemburuan, perang, keluarga (
entitas
tertutup
menyelesaikan
yang
buruk
permasalahan
itu
dari
hal
disebut yang
keluarga) diamati
dan
yang
mencoba merupakan
tantangan, yang baru; Anda selalu menerjemahkan yang baru dalam kasanah yang lama dan oleh karena itu Anda selamanya ada dalam konflik. Citra orang, sebagai pengamat, mengamati lusinan citra-citra lain di sekitarnya dan di dalam dirinya, dan ia berkata, ‘Saya menyukai citra ini, saya akan menyimpannya’ atau ‘Saya tidak menyukai citra itu jadi saya akan melepaskannya’, namun pengamat sendiri telah terangkai oleh berbagai citra yang telah menjadi keberadaan melalui reaksi terhadap berbagai citra lainnya. Jadi kita tiba pada sebuah titik di mana kita dapat berkata, ‘Pengamat adalah juga citra, hanya saja ia telah memisahkan dirinya dan mengamati. Pengamat ini yang menjadi keberadaan melalui berbagai citra lainnya berpikir dirinya permanen dan antara dirinya dan citra-citra yang telah ia ciptakan terdapat sebuah pembagian, sebuah interval waktu. Ini menciptakan konflik antara dirinya
dan
citra-citra
yang
ia
percayai
sebagai
penyebab
masalah-
masalahnya. Jadi ia kemudian berkata, “Saya harus melepaskan semua konflik ini”, namun hasrat terdalam untuk melepaskan konflik menciptakan citra yang lainnya.’ Kesadaran (awareness) akan semua ini, yang merupakan meditasi sesungguhnya, telah menyibak bahwa ada sebuah citra pusat yang tersusun oleh semua citra lainnya, dan citra pusat, sang pengamat, adalah penyensor, yang mengalami, evaluator, hakim yang ingin menaklukkan atau menundukkan citra-citra yang lain ataupun menghancurkan mereka semua. Citra-citra lainnya hasil dari penilaian, pendapat dan simpulan oleh pengamat, dan pengamat adalah hasil seluruh citra lainnya – oleh karena itu pengamat adalah yang diamati. Jadi kesadaran telah menyibak keadaan-keadaan berbeda dari batin seseorang, telah menyibak berbagai citra dan pertentangan antara citra-citra, telah
menyibak
konflik
dan
keputusaasan
yang
dihasilkan
pada
ketidakmampuan melakukan apapun terhadapnya, serta berbagai percobaan
agar lolos darinya. Semua ini telah terungkap melalui kesadaran yang meragukan dengan berhati-hati (cautious hesitant awareness), dan kemudian hadirlah kesadaran bahwa pengamat adalah yang diamati. Ia bukanlah entitas superior yang menjadi sadar akan semua ini, ia bukan sebuah diri yang lebih tinggi; entitas superior, diri yang lebih tinggi adalah semata-mata ciptaan (inventions),
citra-citra
lebih
lanjut;
kesadaran
itu
sendiri
yang
telah
mengungkap bahwa sang pengamat adalah yang diamati. Jika Anda mempertanyakan sebuah pertanyaan pada diri anda, siapakah sang entitas? Siapakah yang akan menerima jawaban? Dan siapakah entitas yang akan menyelidiki? Jika entitas adalah bagian kesadaran (consciousness), bagian pikiran, maka ia tidak mampu menemukan. Apa yang dapat ia temukan hanyalah sebuah keadaan kesadaran (awareness). Namun jika dalam keadaan kesadaraan itu masih ada sebuah entitas yang mengatakan, ‘Saya harus sadar, saya harus mempraktekan kesadaran’, maka itu adalah citra yang lain. Kesadaran ini bahwa pengamat adalah yang diamati bukanlah sebuah proses identifikasi dengan apa yang diamati. Mengidentifikasikan diri kita dengan sesuatu amatlah mudah. Kebanyakan dari kita mengidentifikasikan diri kita dengan sesuatu – dengan keluarga kita, suami atau istri kita, negara kita – dan itu mengarahkan pada kesengsaraan dan peperangan yang hebat. Kita sedang mempertimbangkan sesuatu yang sepenuhnya berbeda dan kita harus memahimya tidak secara verbal namun di dalam inti kita, tepat di akar keberadaan kita. Di Cina kuno sebelum seorang seniman mulai menggambar sesuatu – katakanlah sebatang pohon – ia akan duduk di hadapan pohon selama berhari-hari, bulanan, tahunan, tidaklah masalah berapa lama, hingga ia adalah pohon. Ia tidak mengidentifikasikan dirinya dengan pohon namun ia adalah pohon. Ini berarti bahwa di sana tidak terdapat ruang antara dia dan pohon, tidak ada ruang pengamat dan yang diamati, tidak ada yang mengalami keindahan, gerakan, bayangan, kedalaman sehelai daun, kualitas warna. Ia adalah sepenuhnya pohon, dan hanya dalam keadaan itu ia dapat melukis. Gerakan apapun pada bagian pengamat, jika ia tidak menyadari pengamat adalah yang diamati, hanya menciptakan serangkaian citra lainnya dan sekali lagi ia terperangkap pada mereka. Namun apa yang terjadi saat pengamat sadar bahwa pengamat adalah yang diamati? Pergilah perlahan,
sangat perlahan, karena ini merupakan sebuah hal yang sangat kompleks yang akan kita masuki. Apa yang terjadi? Pengamat tidak bertindak sama sekali. Pengamat telah selalu berkata, ‘Saya harus melakukan sesuatu mengenai citra-citra ini, saya harus menekan mereka atau memberikan mereka sebuah bentuk yang berbeda’; ia selalu giat berkenaan dengan yang diamati, bertindak dan bereaksi dengan bernafsu atau biasa saja, dan tindakan suka dan tidak suka ini pada bagian pengamat disebut aksi positif – ‘ saya suka, oleh karena itu saya harus menahan. Saya tidak suka oleh karena itu saya harus melepaskan.’
Namun
saat
pengamat
menyadari
bahwa
hal
yang
menggerakkannya adalah dirinya sendiri, maka di sana tiada konflik antara dirinya dan citra. Ia adalah itu. Ia tak terpisah dari itu. Saat ia terpisah, ia lakukan, atau mencoba melakukan, sesuatu pada itu, namun saat pengamat menyadari bahwa ia adalah itu, maka di sana tiada ada suka ataupun tidak suka dan konflik berhenti. Untuk apa ia lakukan? Jika sesuatu adalah Anda, apa yang Anda dapat lakukan? Anda tidak dapat memberontak terhadapnya atau melarikan diri darinya atau bahkan menerimanya. Ia di sana. Jadi semua tindakan yang merupakan hasil reaksi suka dan tidak suka telah tiba pada sebuah akhir. Maka Anda akan menemukan bahwa terdapat sebuah kesadaran yang telah menjadi luar biasa hidup. Ia tidak terikat pada isu pusat atau pada citra apapun – dan intensitas kesadaran itu terdapat sebuah kualitas perhatian yang berbeda dan oleh karena itu batin – karena batin adalah kesadaran ini – telah menjadi luar biasa sensitif dan berintelegensi tinggi.
BAB 13
Marilah kita sekarang pergi ke dalam pertanyaan tentang apakah pemikiran itu, signifikansi (pentingnya) pikiran yang harus dilatih dengan perhatian, logika dan kesehatan jiwa (untuk bekerja sehari-hari) dan yang tidak memiliki signifikansi sama sekali. Kecuali jika kita mengetahui kedua jenis pikiran tersebut, kita tidak mungkin memahami sesuatu yang jauh lebih dalam yang pikiran tidak mampu sentuh. Jadi marilah kita mencoba memahami keseluruhan struktur kompleks akan apakah pemikiran itu, bagaimana pikiran mengondisikan seluruh tindakan kita; dan dalam memahami semua ini kita akan mungkin menyeberangi sesuatu yang pikiran tidak pernah menemukan, yang pikiran tidak mampu membuka pintu masuknnya. Mengapa pikiran telah menjadi begitu penting di sepanjang hidup kita – pikiran menjadi ide-ide, menjadi respon terhadap akumulasi memori dalam selsel otak? Mungkin banyak dari anda bahkan tidak mempertanyakan hal seperti itu sebelumnya, atau jika Anda pernah Anda mungkin telah mengatakan, ‘Itu tidak begitu penting – apa yang penting adalah emosi.’ Namun saya tidak melihat bagaimana Anda memisahkan keduanya. Jika pikiran tidak memberikan kesinambungan pada perasaan, perasaan mati dengan cepatnya. Jadi mengapa pada kehidupan sehari-hari kita, pada kejenuhan, kebosanan, ketakutan akan
kehidupana kita, sudahkah pikiran terisi kepentingan yang begitu banyak itu? Tanyalah diri anda sebagaimana saya menanyakan diri saya – mengapa seseorang merupakan budak bagi pikiran – licik, cerdik, pikiran yang mampu mengatur, yang dapat memulai hal-hal, menciptakan begitu banyak perang, menciptakan begitu banyak ketakutan, begitu banyak kecemasan, yang selamanya membuat citra-citra dan mengejar-ngejar ekornya sendiri – pikiran yang telah menikmati kesenangan kemarin dan memberikan kesenanangan itu kesinambungan pada saat kini dan juga di masa depan – pikiran yang selalu giat, mengoceh, bergerak, membangun, mengambil, menambahkan, mengirangira? Ide-ide telah menjadi jauh lebih penting bagi kita daripada tindakan – ideide begitu cerdiknya diekspresikan dalam buku-buku oleh para intelektual dalam setiap bidang. Semakin licik, semakin tersamar ide-ide tersebut semakin kita memuja mereka serta buku-buku yang mengandung mereka. Kita adalah buku-buku tersebut, kita adalah ide-ide itu, jadi kita teramat dikondisikan oleh mereka. Kita selamanya mendiskusikan ide-ide dan idealisme-idealisme serta secara dialektikal menawarkan berbagai pendapat. Setiap agama memiliki dogmanya, rumusannya, penopangnya sendiri untuk mencapai Tuhan, dan saat menyelidiki ke dalam permulaan pikiran kita, mempertanyakan pentingnya seluruh pengidaman ide-ide ini. Kita telah memisahkan ide-ide dari tindakan karena ide-ide selalu masa lalu dan tindakan selalu masa kini – demikianlah, hidup selalu masa kini. Kita takut hidup dan karena itu masa lalu, sebagai ide, telah menjadi begitu penting bagi kita. Sunguh-sungguh luar biasa menarik mengamati operasi pemikiran seseorang itu sendiri, hanya mengamati bagaimana seseorang berpikir, dimana reaksi yang kita sebut pemikiran itu, bersemi dari. Tentunya dari ingatan. Adakah sebuah permulaan bagi pikiran sama sekali? Jika ada, dapatkah kita mengetahui permulaannya – demikianlah, permulaan ingatan, karena jika kita tidak memiliki ingatan kita tidak akan memiliki pikiran? Kita telah melihat bagaimana pikiran menopang dan memberikan kesinambungan terhadap sebuah kesenangan yang kita alami kemarin serta bagaimana pikiran juga menopang kebalikan kesenangan yaitu ketakutan dan duka, jadi yang mengalami, yang adalah si pemikir, adalah kesenangan dan duka serta juga entitas yang memberikan pemeliharaan pada kesenangan dan
duka. Pemikir memisahkan kesenangan dari duka. Ia tidak melihat bahwa di dalam dasar penuntutan untuk kesenangan ia sedang mengundang duka dan ketakutan.
Pikiran
dalam
hubungan
antar
manusia
selalu
menuntut
kesenangan yang ditutupi oleh kata-kata berbeda seperti kesetiaan, saling membantu, memberikan, menopang, melayani. Saya ingin tahu mengapa kita ingin melayani? Tempat pengisian bensin menawarkan layanan yang baik. Apa yang dimaksud oleh kata-kata itu, membantu, memberikan, melayani? Apa maksudnya semua ini? Apakah setangkai bunga yang penuh keindahan, cahaya dan cinta kasih mengatakan, ‘Saya sedang memberi, menolong, melayani’? Itulah! Dan karena ia tidak sedang mencoba melakukan sesuatu ia menyelimuti sang bumi. Pikiran begitu licik, begitu cerdik, ia memutarbalikan segalanya demi kenyamanannya
sendiri.
Pikiran
dalam
tuntutannya
demi
kesenangan
membawa perbudakannya sendiri. Pikiran adalah asal mula dualitas dalam semua hubungan kita: terdapat kekerasan pada kita yang memberikan kita kesenangan namun di sana juga terdapat hasrat untuk kedamaian, hasrat untuk menjadi baik dan lembut. Inilah apa yang berlangsung sepanjang waktu dalam kehidupan kita. Pikiran tidak hanya membiakan dualitas ini pada kita, pertentangan ini, namun juga mengumpulkan banyak sekali ingatan yang kita memiliki akan kesenangan dan duka, dan dari ingatan-ingatan ini ia terlahirkan kembali. Jadi pikiran adalah masa lalu, pikiran selalu lama, seperti yang saya telah sampaikan. Saat setiap tantangan bertemu dalam kasanah masa lalu – sebuah tantangan selalu baru – pertemuan kita pada tantangan akan selalu sepenuhnya tidak mencukupi (inadequate), oleh karena itu pertentangan, konflik dan semua kesengsaraan dan penderitaan kita warisi. Otak kita yang kecil apapun yang ia lakukan ada dalam konflik. Apakah ia bercita-cita, meniru, menyesuaikan, menekan, menghaluskan, mengkonsumsi obat-obatan guna mengembangkan dirinya – apapun yang dilakukannya – ia dalam sebuah keadaan konflik dan akan menghasilkan konflik. Mereka yang berpikir banyak sangat materealistik karena pikiran adalah materi. Pikiran adalah materi sebagaimana lantai, dinding, telefon, adalah materi. Energi berfungsi dalam sebuah pola menjadi materi. Ada energi dan ada materi. Demikianlah semua kehidupan. Kita boleh berpikir bahwa pikiran
bukanlah materi namun itulah dia. Pikiran adalah materi sebagai sebuah ideologi. Di mana ada energi ia menjadi materi. Materi dan energi saling berhubungan. Yang satu tidak bisa ada tanpa yang lain, dan semakin adanya keharmonisan antara keduanya, semakin seimbang, semakin giatlah sel-sel otak. Pikiran telah mengadakan pola akan kesenangan ini, akan duka, ketakutan, dan telah berfungsi di dalamnya selama ribuan tahun dan tidak dapat menghancurkan pola ini karena ia telah menciptakannya. Sebuah fakta yang baru tidak dapat terlihat oleh pikiran. Ia dapat dipahami kemudian oleh pikiran, secara verbal, namun pemahaman sebuah fakta baru bukanlah realita bagi pikiran. Pikiran tidak pernah mampu menyelesaikan
masalah
psikologis
apapun.
Bagaimanapun
cerdiknya,
bagaimanapun liciknya, bagaimanapun terpelajarnya, apapun struktur yang diciptakan pikiran melalui ilmu pengetahuan, melalui sebuah otak elektronik, melalui paksaan atau keperluan, pikiran tidak pernah baru dan oleh karena itu ia tidak penah bisa menjawab pertanyaan yang hebat sekali. Otak yang lama tidak mampu menyelesaikan permasalah yang sangat besar akan kehidupan. Pikiran tidak jujur karena ia dapat menciptakan sesuatu dan melihat halhal yang tidak ada. Ia dapat melakukan trik-trik yang paling luar biasa, dan oleh karena itu kita tak bisa bergantung padanya. Namun jika Anda memahami seluruh struktur bagaimana Anda berpikir, mengapa Anda berpikir, kata-kata yang Anda gunakan, cara Anda berkelakuan dalam kehidupan sehari-hari anda, cara Anda berbicara pada orang lain, cara Anda memperlakukan orang-orang, cara Anda berjalan, cara Anda makan – jika Anda sadar akan semua hal-hal ini maka batin anda tidak akan menipu Anda, maka tidak terdapat sesuatu untuk dicurangi.
Batin
kemudian
bukanlah
sesuatu
yang
menuntut,
yang
menaklukan; ia menjadi luar biasa tenang, lembut, sensitif, sendiri, dan dalam keadaan itu tidak ada muslihat apapun. Pernahkah Anda memperhatikan bahwa saat Anda berada dalam sebuah keadaan perhatian penuh, sang pengamat, si pemikir, pusat, ‘aku’ berakhir? Dalam keadaan perhatian, pikiran mulai memudar. Jika seseorang ingin melihat sesuatu dengan sangat jelas, batinnya haruslah sangat tenang (diam), tanpa semua prasangka, ocehan, dialog, citra-citra, gambaran-gambaran – semua itu harus disisihkan untuk melihat. Dan hanya dalam kesunyian Anda dapat mengamati permulaan pikiran – tidak saat Anda mencari, menanyakan
pertanyaan,
menunggu
demi
sebuah
jawaban.
Jadi
hanya
saat
Anda
sepenuhnya tenang, tepat melalui keberadaan anda, setelah menempatkan pertanyaan itu, ‘Apakah permulaan pikiran?’, di situlah Anda akan mulai melihat, dikarenakan kesunyian itu, bagaimana pikiran terbentuk. Jika terdapat sebuah kesadaran akan bagaimana pikiran mulai maka tidak perlu mengontrol pikiran. Kita menghabiskan banyak waktu dan membuang banyak energi sepanjang hidup kita, tidak hanya di sekolah, mencoba mengontrol pikiran kita – ‘Ini adalah pikiran yang baik, saya harus memikirkannya seringkali. Ini pikiran yang buruk, saya harus menekannya.’ Terdapat sebuah pertempuran yang berlangsung sepanjang waktu antara sebuah pikiran dan lainnya, sebuah hasrat dan yang lainnya, sebuah kesenangan mendominasi semua kesenangan lainnya. Namun jika terdapat kesadaran akan permulaan pikiran, maka di sanalah tidak ada pertentangan pada pikiran. Kini ketika Anda mendengar sebuah pernyataan seperti ‘Pikiran selalu lama’ atau ‘Waktu adalah penderitaan’, pikiran mulai menerjemahkannya dan menginterpretasikannya. Namun terjemahan dan interpretasi didasarkan pada pengetahuan
dan
pengalaman
kemarin,
jadi
Anda
akan
dengan
tak
terhindarkan menerjemahkan menurut keterkondisian anda. Namun jika Anda melihat pernyataan dan tidak menginterpretasikan mereka semua hanya memberikan mereka perhatian penuh anda (bukan konsentrasi) Anda akan menemukan di sana tidak ada pengamat maupun yang diamati, tidak juga pemikir maupun pikiran. Jangan berkata, ‘Yang mana mulai lebih dahulu?’ Itu adalah sebuah argumen cerdik yang tidak menuntun kemana pun. Anda dapat mengamati pada diri anda bahwa selama tidak ada pikiran – yang bukan berarti sebuah keadaan amnesia, kekosongan – selama tidak ada pikiran yang didapat
dari
ingatan,
pengalaman
atau
pengetahuan,
yang
semuanya
merupakan masa lalu, di sana tidak ada pemikir sama sekali. Ini bukanlah suatu urusan filosofis ataupun mistis. Kita berhadapan dengan fakta-fakta aktual, dan Anda kan melihat, jika Anda telah pergi sejauh ini dalam perjalanan, maka Anda akan merespon terhadap sebuah tantangan, tidak dengan otak yang lama, namun baru secara total.
BAB 14
Dalam kehidupan yang kita umumnya jalani terdapat sangat sedikit ketersendirian. Bahkan ketika kita sendiri, hidup kita disesaki oleh begitu banyak pengaruh, begitu banyak pengetahuan, begitu banyak ingatan akan begitu banyak pengalaman, begitu banyak kecemasan, kesengsaraan dan konflik, bahwa batin kita menjadi semakin tumpul, semakin tidak sensitif, berfungsi dalam sebuah rutinitas membosankan. Apakah kita pernah sendiri? Ataukah kita membawa serta semua beban kemarin? Ada sebuah cerita yang indah mengenai dua biarawan yang sedang berjalan dari satu desa ke desa lainnya dan mereka menemukan seorang gadis muda sedang duduk di pinggiran sungai, menangis. Dan salah satu biarawan mendekatinya dan berkata, ‘Saudari, apakah yang engkau tangisi?’ Ia menjawab, ‘Anda lihat rumah yang di seberang sungai itu? Saya datang pagi ini dan tidak mendapatkan masalah saat menyeberang namun kini aliran sungai membesar dan saya tidak bisa kembali. Di sini tidak ada perahu.’ ‘Oh’ kata sang biarawan, ‘Itu bukanlah masalah sama sekali’, dan ia mengangkat dan
menggendongnya
menyeberangi
sungai
serta
meninggalkannya
di
seberang. Dan kedua biarawan kembali melanjutkan perjalanan bersama. Setelah dua jam, biarawan yang lain berkata, ‘Saudaraku, kita telah bersumpah tidak akan menyentuh seorang wanita. Apa yang kamu lakukan adalah sebuah dosa yang teramat sangat. Tidakkah kamu merasakan kesenangan, sebuah sensasi hebat, dengan menyentuh seorang wanita?’ dan biarawan satunya menjawab, ‘Saya telah meninggalkannya di sana dua jam yang lalu. Engkau pun masih menggendongnya, saudaraku?’ Itulah apa yang
kita lakukan. Kita membawa semua beban sepanjang waktu; kita tidak pernah mati terhadap mereka, kita tidak pernah meninggalkan mereka di belakang. Hanya ketika kita memberikan perhatian penuh terhadap sebuah masalah dan menyelesaikannya dengan seketika – tidak membawanya serta di kemudian hari, di menit berikutnya – di sanalah ada ketersendirian. Maka, bahkan, jika kita hidup dalam sebuah rumah yang sesak atau dalam sebuah bus, kita telah sendiri. Dan ketersendirian itu mengindikasikan sebuah batin yang segar, batin yang murni. Sangatlah penting memiliki ketersendirian dan ruang kedalam, karena itu mengimplikasikan kebebasan untuk ada, untuk pergi, untuk berfungsi, untuk terbang. Bagaimanapun juga, kebaikan (goodness) hanya dapat berkembang dalam ruang seperti kebajikan (virtue) dapat berkembang hanya saat terdapat kebebasan. Kita mungkin memiliki kebebasan politik namun secara kedalam kita tidaklah bebas dan karenanya tidak ada ruang. Tidak ada kebajikan, tidak ada kualitas yang berguna, dapat berfungsi atau tumbuh tanpa ruang luas ini di dalam diri seseorang. Dan ruang serta kesunyian penting karena hanya ketika batin sendiri, tidak terpengaruh, tidak terlatih, tidak tertahan oleh berbagai pengalaman yang tak terbatas, maka ia dapat menemukan sesuatu yang baru secara total. Seseorang dapat melihat secara langsung hal itu hanya saat batin sunyi, dan di sanalah ada suatu kemungkinan akan kejernihan. Seluruh tujuan meditasi di Timur adalah untuk menciptakan keadaan suatu batin seperti itu – itulah, mengontrol pikiran, yang sama seperti mengulangi sebuah doa secara berulang-ulang untuk menyepikan batin dan dalam keadaan seperti itu berharap
memahami
permasalahan
seseorang.
Kecuali
jika
seseorang
meletakkan dasar, yang menjadi bebas dari ketakutan, bebas dari penderitaan, kecemasan dan perangkap lain yang ia pasang bagi dirinya, saya tidak melihat bagaimana mungkin bagi sebuah batin untuk diam secara aktual. Ini adalah salah satu hal yang tersulit ‘tuk dikomunikasikan. Bukankah komunikasi antara kita mengandung makna bahwa tidak hanya Anda harus memahami kata-kata yang saya gunakan namun secara bersama-sama kita, Anda dan saya, bersungguh-sungguh
pada saat yang sama, tidak sesaat kemudian atau
segera setelahnya dan mampu saling bertemu pada tingkat yang sama? Dan komunikasi seperti itu tidaklah mungkin saat Anda menginterpretasikan apa
yang sedang Anda baca menurut pengetahuan anda sendiri, kesenangan atau pendapat,
atau
saat
Anda
sedang
membuat
upaya
luar
biasa
untuk
memahami. Tampak bagi saya bahwa bahwa salah satu balok-balok penyandung terbesar dalam kehidupan adalah pergulatan konstan untuk meraih, untuk mencapai,
untuk
mendapatkan.
Kita
terlatih
sejak
kanak-kanak
untuk
mendapatkan dan mencapai – sel-sel otak sendiri menciptakan dan menuntut pola pencapaian ini dengan tujuan memiliki keamanan fisik, namun keamanan psikologis tidak berada dalam ranah pencapaian. Kita menuntut keamanan dalam seluruh hubungan, tingkah laku serta aktivitas kita, namun sebagaimana yang kita lihat, secara aktual tidak ada hal yang disebut keamanan itu. Menemukan bagi diri anda bahwa tidak terdapat bentuk keamanan dalam hubungan apapun – menyadari bahwa secara psikologis tidak ada yang abadi – memberikan sebuah pendekatan yang beda secara total terhadap kehidupan. Itu esensial, tentunya, memiliki keamanan keluar – papan, sandang, pangan – namun keamanan keluar terhancurkan oleh tuntutan keamanan psikologis. Ruang dan kesunyian perlu guna melampaui keterbatasan kesadaran (consciousness), namun bagaimana bisa sebuah batin yang begitu tiada hentinya giat dalam minatnya sendiri menjadi diam? Seseorang dapat mendisiplinkannya, mengontrolnya, membentuknya, namun penyiksaan seperti itu tidak membuat batin tenang; semata-mata membuatnya tumpul. Pastinya pengejaran belaka akan idealisme memiliki sebuah batin yang tenang tidaklah bernilai karena semakin anda memaksanya, ia menjadi semakin sempit dan stagnan. Pengontrolan dalam bentuk apapun, seperti penekanan, hanya menghasilkan konflik. Jadi disiplin dan kontrol keluar bukanlah jalannya, tidak juga sebuah kehidupan yang tak terdisiplin bernilai. Kebanyakan kehidupan kita terdisplin secara keluar (outwardly) oleh tuntutan masyarakat, oleh keluarga, oleh penderitaan kita sendiri, oleh pengalaman kita, oleh penyesuaian terhadap ideologi tertentu atau pola-pola faktual – dan bentuk kedisiplinan itu adalah hal yang paling mematikan. Disiplin haruslah tanpa kontrol, tanpa tekanan, tanpa bentuk ketakutan. Bagaimana disiplin ini terjadi? Bukanlah disiplin dahulu baru kemudian kebebasan; kebebasan terletak saat paling awal, tidak pada akhir. Untuk memahami kebebasan ini, yang merupakan kebebasan dari penyesuaian
disiplin, merupakan disiplin itu sendiri. Tindakan belajar adalah disiplin (bagaimanapun juga akar makna kata disiplin adalah belajar), tindakan belajar menjadi kejernihan. Memahami seluruh kealamian serta struktur kontrol, penekanan dan kegemaran (indulgence) menuntut perhatian. Anda tidak perlu memaksakan (memberlakukan) disiplin dengan tujuan mempelajarinya, namun tindakan belajar menimbulkan disiplinnya sendiri dimana tidak ada tekanan. Dengan tujuan meniadakan otoritas (kita sedang membicarakan otoritas psikologis, bukan hukum) – meniadakan otoritas semua organisasi agama, tradisi dan pengalaman,
seseorang harus melihat mengapa seseorang
biasanya mematuhi – secara aktual mempelajarinya. Dan mempelajarinya haruslah ada kebebasan dari penyalahan, pembenaran, pendapat atau penerimaan. Kini kita tidak bisa menerima otoritas dan hingga kini tetap mempelajarinya – itu tidaklah mungkin. Untuk mempelajari seluruh struktur psikologis otoritas di dalam diri kita haruslah ada kebebasan. Dan saat kita mempelajari kita meniadakan seluruh struktur, dan saat kita meniadakan, peniadaan
itu
adalah
cahaya
batin
yang
bebas
dari
otoritas.
Negasi
(penyangkalan) akan segala yang telah dipertimbangkan berguna, seperti disiplin keluar, kepemimpinan, idealisme, adalah mempelajarinya; maka akar tindakan belajar itu tidak hanya disiplin namun negatifnya, dan peniadaan adalah sebuah tindakan postif. Jadi kita menyangkal semua hal tersebut yang dipertimbangkan penting untuk membuat ketenangan batin. Demikianlah
kita
melihat
bukan
kontrol
yang
menuntun
pada
ketenangan. Tidak juga batin tenang saat ia memiliki sebuah obyek yang begitu memikat sehingga ia tersesat dalam obyek itu. Ini seperti memberikan anak kecil mainan yang menarik; ia menjadi begitu tenang, namun jika mainan itu diambil darinya maka ia kembali menjadi pembuat kegaduhan. Kita semua memiliki mainan kita yang memikat kita dan kita berpikir kita sangat tenang namun jika seorang manusia terdedikasi terhadap sebentuk tertentu aktivitas, keilmuan, kepustakaan atau apapun itu, mainan semata-mata memikatnya dan ia tidak benar-benar tenang sama sekali. Satu-satunya kesunyian yang kita ketahui adalah kesunyian saat bising berhenti, kesunyian saat pikiran berhenti – namun itu bukanlah kesunyian. Kesunyian adalah sesuatu yang seluruhnya berbeda, seperti keindahan, seperti cinta. Dan kesunyian ini bukanlah hasil sebuah batin yang tenang, ia bukanlah
hasil sel-sel otak yang telah memahami seluruh struktur dan berkata, ‘Demi Tuhan tenanglah’; kemudian sel-sel otak sendiri menghasilkan kesunyian dan itu bukanlah kesunyian. Bukan pula kesunyian hasil dari perhatian dimana pengamat adalah yang diamati; kemudian di sana tidak ada pemecahan, namun itu bukanlah kesunyian. Anda menunggu saya melukiskan apakah kesunyian ini sehingga Anda dapat membandingkannya, menginterpretasikannya, membawanya pergi dan memendamnya. Ia tak dapat dilukiskan. Apa yang dapat dilukiskan adalah yang diketahui, dan bebas dari yang diketahui dapat terjadi hanya saat ada suatu kematian setiap hari terhadap yang diketahui, terhadap yang terlukai, sanjungan, terhadap semua citra yang Anda telah buat, terhadap semua pengalaman anda – mati setiap hari sehingga sel-sel otak sendiri menjadi segar,
muda,
murni.
Namun
kemurnian
itu,
kesegaran
itu,
kualitas
kelemahlembutan itu, tidak menghasilkan cinta; itu bukan kualitas keindahan atau kesunyian. Kesunyian itu yang bukanlah kesunyian dari berakhirnya bising yang hanyalah sebuah awal yang kecil. Ia seperti melewati sebuah lubang kecil menuju sebuah lautan yang sangat besar, luas, yang memuai, menuju sebuah keadaan tak terukur, tanpa waktu. Namun ini tidak dapat Anda pahami secara verbal kecuali jika Anda telah memahami seluruh struktur kesadaran serta makna kesenangan, penderitaan dan keputus-asaan, dan sel-sel otak sendiri telah menjadi tenang. Maka kemudian mungkin Anda bisa menemukan misteri itu yang tak seorang pun dapat mengungkapnya pada Anda dan tidak ada apapun yang dapat menghancurkan. Sebuah batin yang hidup adalah sebuah batin yang hening, sebuah batin yang hidup adalah sebuah batin yang tidak memiliki pusat dan oleh karena itu tidak ada ruang dan waktu. Sebuah batin seperti itu tiada terbatas dan itulah satu-satunya kebenaran, itulah satusatunya realita.
BAB 15
Kita semua menginginkan pengalaman-pengalaman akan suatu jenis – pengalaman mistis, pengalaman religius, pengalaman seksual, pengalaman akan
kepemilikan
begitu
banyak
uang,
kekuasaan,
posisi,
dominasi.
Sebagaimana kita tumbuh dewasa kita mungkin telah usai dengan tuntutantuntutan selera fisik kita namun kemudian kita menuntut pengalaman yang lebih luas, lebih dalam dan lebih signifikan, dan kita mencoba berbagai cara untuk memperoleh mereka – mengembangkan kesadaran kita, sebagai contoh, yang adalah sebuah seni tentunya, atau mengkonsumsi obat-obatan. Ini adalah sebuah trik lama yang ada sejak dahulu kala – mengunyah sehelai daun atau bereksperimen
dengan
zat
kimia
terbaru
agar
menimbulkan
alterasi
(perubahan) sementara pada struktur sel-sel otak, lebih sensitif dan peninggian persepsi yang memberikan sebuah persamaan akan realita. Ini menuntut pengalaman yang lebih dan lebih lagi, menunjukkan
miskinnya nurani
seseorang. Kita berpikir bahwa melalui pengalaman-pengalaman kita dapat lolos dari diri kita, namun pengalaman-pengalaman ini dikondisikan oleh apa adanya kita. Jika batin picik, cemburu, cemas, ia boleh saja mengkonsumsi bentuk obat yang terbaru namun ia akan tetap melihat hanya ciptaan kecilnya sendiri, proyeksi-proyeksi kecilnya sendiri dari latar belakangnya sendiri yang terkondisi. Kebanyakan dari kita menuntut secara lengkap kepuasan, pengalaman abadi yang tidak dapat dihancurkan oleh pikiran. Jadi dibalik tuntutan untuk pengalaman ini adalah hasrat akan kepuasan, dan tuntutan untuk kepuasan mendikte pengalaman, dan oleh karena itu kita tidak hanya harus memahami seluruh urusan kepuasan ini namun juga hal yang dialami. Memiliki beberapa kepuasan yang hebat adalah sebuah kesenangan yang hebat; semakin kekal, dalam dan luas pengalaman semakin menyenangkanlah ia, jadi kesenangan mendikte bentuk pengalaman yang kita tuntut, dan kesenangan adalah ukuran
yang kita gunakan mengukur pengalaman. Segala sesuatu yang terukur berada dalam batas pikiran dan mudah menciptakan ilusi. Anda dapat memiliki pengalaman-pengalaman yang bagus sekali dan hingga kini seutuhnya terdelusi (terpedaya). Anda akan tak terhindarkan melihat penglihatan (vision) sesuai dengan keterkondisian anda; Anda akan melihat Kristus atau Buddha atau apapun yang menjadi kepercayaan anda, dan semakin besar kepercayaan yang Anda anut maka akan semakin kuat jadinya penglihatan anda, proyeksi tuntutan dan desakan anda sendiri. Jadi jika dalam mencari sesuatu yang fundamental, seperti apa itu kebenaran, kesenangan merupakan ukuran, Anda telah memproyeksikan pengalaman apa yang akan Anda alami dan oleh karena itu ia tidak lagi valid. Apa yang kita maksudkan dengan pengalaman? Adakah sesuatu yang baru atau orisinil dalam pengalaman? Pengalaman adalah seikat ingatan yang merespon terhadap sebuah tantangan dan ia hanya dapat merespon sesuai dengan latar belakangnya, semakin cerdik Anda dalam menginterpretasikan pengalaman semakin ia merespon. Jadi Anda harus mempertanyakan tidak hanya pengalaman orang lain namun pengalaman anda sendiri. Jika Anda tidak mengenali sebuah pengalaman ia bukanlah sebuah pengalaman sama sekali. Setiap pengalaman tentunya telah dialami atau Anda tidak akan mengenalnya. Anda mengenali sebuah pengalaman sebagai yang baik, buruk, indah, suci dan sebagainya
sesuai
dengan
keterkondisian
anda,
dan
oleh
karena
itu
pengenalan akan sebuah pengalaman pastilah lama. Ketika kita menuntut sebuah pengalaman akan realita – sebagaimana kita
semua,
bukankah
demikian?
–
agar
mengalaminya
kita
harus
mengetahuinya dan saat kita mengenalnya kita telah memproyeksikannya dan karena itu ia tidak nyata karena ia masih dalam ranah pikiran dan waktu. Jika pikiran dapat memikirkan tentang realita maka itu tidaklah mungkin realita. Kita tidak dapat mengenali sebuah pengalaman baru. Itu tidaklah mungkin. kita mengenali hanya sesuatu yang telah kita ketahui dan oleh karena itu saat kita berkata kita telah memiliki sebuah pengalaman baru ia tidaklah baru sama sekali. Mencari pengalaman lebih jauh melalui pengembangan kesadaran, sebagaimana telah dilakukan dengan berbagai obat-obatan penenang, masih dalam ranah kesadaran (consciousness) dan karenanya sangat terbatas.
Jadi kita telah menemukan sebuah kebenaran yang fundamental, sebuah batin yang mencari, mengidamkan, pengalaman yang lebih luas dan dalam adalah sebuah batin yang sangat dangkal dan tumpul karena ia hidup selalu dengan ingatannya. Kini jika kita tidak memiliki pengalaman apapun sama sekali, apa yang akan terjadi pada kita? Kita bergantung pada pengalaman, pada tantangan, agar kita tetap terjaga. Jika tidak terdapat konflik di dalam diri kita, tiada perubahan, tiada gangguan, kita semua pastilah akan tertidur. Jadi tantangan penting bagi kebanyakan kita; kita berpikir bahwa tanpa mereka batin kita akan menjadi bodoh dan berat, dan oleh karena itu kita bergantung pada sebuah tantangan, sebuah pengalaman, untuk memberikan kita lebih banyak lonjakan kesenangan, lebih banyak intensitas, membuat batin kita lebih tajam. Namun dalam faktanya ketergantungan pada tantangan dan pengalaman ini untuk membuat kita tetap terjaga, hanya membuat batin kita semakin tumpul – ia tak sunguh-sungguh membuat kita tetap terjaga sama sekali. Jadi saya bertanya pada diri saya, apakah mungkin terjaga secara total, tidak dengan kurang penting pada secuil titik-titik keberadaan saya, namun secara total terjaga tanpa tantangan atau pengalaman apapun? Ini mengandung makna suatu kesensitifan yang luar biasa, baik fisik maupun psikologis; itu berarti saya harus bebas dari semua tuntutan, karena saat saya menuntut saya akan mengalami. Dan agar bebas akan tuntutan dan kepuasan mengharuskan investigasi ke dalam diri saya dan sebuah pemahaman akan seluruh sifat tuntutan. Tuntutan terlahirkan dari dualitas: ‘Saya tidak bahagia dan saya harus menjadi bahagia’. Dalam akar tuntutan itu bahwa saya harus bahagia adalah ketidakbahagiaan. Saat seseorang membuat suatu upaya menjadi baik, dalam akar
kebaikan
adalah
lawannya,
kejahatan.
Segala
yang
dikokohkan
mengandung lawannya sendiri, dan upaya untuk mengatasi memperkuat yang bertentangan dengan yang ia perjuangkan. Ketika Anda menuntut sebuah pengalaman akan kebenaran atau realita, akar permintaan itu lahir dari ketidakpuasan anda dengan apa adanya, dan oleh karena itu tuntutan menciptakan kebalikan. Dan dalam kebalikan terdapat apa yang telah lalu. Jadi seseorang harus menjadi bebas akan tuntutan yang tiada hentinya ini, jika tidak, akan tidak akhir bagi lorong dualitas. Ini bermakna mengenal diri anda
seutuhnya sedemikian hingga batin tidak lagi mencari. Batin seperti itu tidak menuntut pengalaman; ia tak dapat diminta memenuhi sebuah tantangan atau mengetahui suatu tantangan; ia tidak mengatakan, ‘Saya tertidur’ atau ‘Saya terjaga’. Ia seutuhnya apa adanya. Hanya batin yang frustrasi, sempit, putus asa, batin yang terkondisi, selalu mencari sesuatu yang lebih. Maka mungkinkah hidup di dunia ini tanpa yang lebih – tanpa pembandingan yang tiada berakhir ini? Sungguhkah ada? Namun seseorang harus menemukan bagi dirinya. Penyelidikan ke dalam seluruh pertanyaan ini adalah meditasi. Kata itu telah digunakan baik di Timur dan Barat dalam cara yang paling malang. Terdapat sekolah meditasi yang berbeda-beda, metode dan sistem yang berbeda-beda. Ada sistem yang mengatakan, ‘Amati pergerakan ujung jari anda, amati, amati’; ada juga sistem lain yang menganut cara duduk dalam postur tertentu, bernapas secara teratur atau mempraktekan kesadaran (awareness). Semua ini begitu mekanis. Metode yang lain memberikan Anda sebuah kata tertentu dan memberitahukan anda bahwa jika Anda terus menerus mengulanginya Anda akan mengalami beberapa pengalaman yang amat sangat luar biasa. Ini omong kosong belaka. Itu adalah sebentuk hipnose diri. Dengan mengulang Amen atau Om atau Coca-Cola untuk jangka waktu tak terbatas Anda akan pastinya memiliki sebuah pengalaman tertentu karena dengan pengulangan batin menjadi tenang. Itu adalah fenoma yang cukup dikenal yang telah dipraktekan selama ribuan tahun di India – itu disebut Mantra Yoga. Dengan pengulangan Anda dapat mempengaruhi batin menjadi lemah lembut namun ia tetap batin yang kecil, menyedihkan, dan buruk. Anda juga bisa saja meletakkan sebatang ranting – yang Anda telah pungut di taman – di atas sebuah rak dan memberikannya sebuah bunga setiap hari. Dalam sebulan Anda akan memujanya, dan bukannya meletakkan sebuah bunga di hadapannya akan menjadi dosa. Meditasi tidak mengikuti sistem manapun; ia bukanlah pengulangan dan peniruan yang konstan. Meditasi bukanlah konsentrasi. Salah satu langkah permulaan yang paling digemari oleh beberapa guru meditasi adalah mendesak murid-muridnya belajar konsentrasi – itulah, memusatkan batin pada salah satu pikiran dan menyisihkan yang lainnya. Ini adalah hal yang paling bodoh dan buruk, yang setiap anak sekolahan dapat lakukan karena ia
dipaksa.
Itu
berarti
bahwa
sepanjang
waktu
Anda
memiliki
sebuah
pertempuran antara desakan bahwa Anda harus berkonsentrasi pada salah satu sisi dan batin Anda pada sisi yang lain yang mengembara ke hal-hal lainnya, mengingat Anda selayaknya menjadi perhatian pada setiap gerak batin kemanapun ia mengembara. Ketika batin Anda mengembara itu berarti Anda tertarik pada sesuatu yang lain. Meditasi menuntut sebuah batin yang waspada secara menakjubkan; meditasi adalah pemahaman akan totalitas kehidupan di mana setiap bentuk fragmentasi telah terhenti. Meditasi bukanlah pengontrolan pikiran, karena ketika pikiran dikendalikan ia mengembangkan konflik di dalam batin, namun saat Anda memahami struktur dan asal mula pikiran, yang kita telah selami, maka pikiran tidak akan mencampuri. Akar pemahaman akan struktur pemikiran itu adalah disiplinnya sendiri yang merupakan meditasi. Meditasi adalah menjadi sadar akan setiap pikiran dan setiap perasaan, tidak pernah mengatakannya benar atau salah namun hanya mengamatinya dan bergerak bersamanya. Dalam pengamatan itu Anda mulai memahami seluruh gerak pikiran dan perasaan. Dan karena kesadaran ini hadirlah kesunyian. Kesunyian yang disusun oleh pikiran ialah stagnan, mati, namun kesunyian yang datang ketika pikiran telah memahami permulaannya sendiri, kealamian dirinya, memahami bagaimana seluruh pikiran tidak pernah bebas namun selalu lama – kesunyian ini adalah meditasi di mana meditator seluruhnya tiada, karena batin yang telah mengosongkan dirinya akan masa lalu. Jika Anda telah membaca buku ini selama satu jam secara atentif (penuh perhatian), itulah meditasi. Jika Anda semata-mata hanya mengambil beberapa kata dan mengumpulkan beberapa ide untuk memikirkannya kemudian, maka itu bukan lagi meditasi. Meditasi adalah sebuah keadaan batin yang melihat segalanya dengan perhatian penuh, secara total, tidak hanya bagiannya. Dan tidak seorang pun dapat mengajarkan Anda bagaimana menjadi penuh perhatian. Jika ada sistem mengajari Anda bagaimana menjadi penuh perhatian, maka Anda penuh perhatian pada sistem dan itu bukanlah perhatian. Meditasi adalah salah satu seni terhebat dalam kehidupan – mungkin
yang
paling
hebat,
dan
seseorang
tidak
mungkin
dapat
mempelajarinya dari siapapun, itulah keindahannya. Ia tidak memiliki teknik
dan oleh karena itu tidak ada otoritas. Ketika Anda belajar mengenai diri anda, amati diri anda, amati cara anda berjalan, bagaimana Anda makan, apa yang Anda ucapkan, gosip, benci, cemburu – jika Anda sadar akan semua itu di dalam diri anda, tanpa pilihan apapun, itu adalah bagian dari meditasi. Jadi menditasi dapat terjadi ketika Anda sedang duduk dalam sebuah bus atau sedang berjalan di tengah hutan yang penuh akan cahaya dan bayangbayang, atau mendengarkan kicauan burung atau saat sedang menatap wajah istri atau anak anda. Dalam pemahaman akan meditasi terdapat cinta, dan cinta bukanlah hasil sistem, kebiasaan, mengikuti suatu metode. Cinta tidak dapat diolah dengan pikiran. Cinta mungkin dapat menghampiri manusia ketika di sana ada kesunyian yang lengkap, sebuah kesunyian dimana meditator sepenuhnya tiada; dan batin dapat menjadi tenang hanya ketika ia memahami geraknya sendiri sebagai pikiran dan perasaan. Untuk memahami gerak pikiran dan perasaan ini tidak boleh ada penyalahan dalam mengamatinya. Mengamati dalam cara seperti itu adalah disiplin, dan jenis disiplin seperti itu berubahubah, bebas, bukan disiplin akan penyesuaian.
BAB 16
Apa yang telah kita perhatikan bersama semuanya melalui buku ini adalah penimbulan di dalam diri kita, dan oleh karena itu di dalam kehidupan
kita, akan sebuah revolusi total yang tidak memiliki urusan apapun dengan struktur masyarakat sebagaimana adanya. Masyarakat sebagaimana adanya, adalah hal yang mengerikan dengan perang agresinya yang tiada akhir, baik agresi itu bertahan maupun menyerang. Apa yang kita perlukan adalah sesuatu yang baru secara totalitas – sebuah revolusi, sebuah mutasi, dalam psikis itu sendiri. Otak yang lama tidak mungkin menyelesaikan permasalahan hubungan manusia. Otak yang lama adalah Asiatik, Eropa, Amerika atau Afrika, jadi apa yang kita tanyakan pada diri kita apakah mungkin menimbulkan sebuah mutasi pada sel-sel otak itu sendiri? Marilah kita tanyakan diri kita kembali, kini setelah kita telah memahami diri kita lebih baik, apakah mungkin bagi seorang umat manusia hidup berkehidupan yang biasa sehari-harinya di dalam dunia yang brutal, keras, kejam ini – sebuah dunia yang menjadi lebih dan lebih efisien dan karenanya menjadi lebih dan lebih kejam – apakah mungkin baginya menimbulkan sebuah revolusi tidak hanya pada hubungannya keluar namun dalam seluruh ranah pemikiran, perasaan, tindakan dan reaksinya? Setiap hari kita melihat atau membaca hal-hal mengerikan terjadi di dunia sebagai hasil kekerasan dalam diri manusia. Anda boleh berkata, ‘Saya tak dapat melakukan apapun mengenainya’, atau, ‘Bagaimana bisa saya mempengaruhi dunia?’ Saya pikir Anda dapat secara luar biasa mempengaruhi dunia jika di dalam diri anda, Anda tidak berkekerasan, jika Anda menuntun secara aktual setiap harinya sebuah kehidupan yang penuh kedamaian – sebuah kehidupan yang tidak bersaing, ambisius, iri – sebuah kehidupan yang tidak menciptakan permusuhan. Api-api kecil dapat menjadi sebuah lautan api. Kita telah mereduksi dunia ke keadaan kacaunya kini oleh kegiatan kita yang terpusat
pada
ego
(self-centred),
oleh
prasangka-prasangka
kita,
oleh
kebencian kita, oleh nasionalisme kita, dan ketika kita berkata kita tidak dapat melakukan apapun mengenainya, kita sedang menerima kekacauan di dalam diri kita sebagai yang tak terhindarkan. Kita telah memecah belah dunia ke dalam fragmen-fragmen dan jika diri kita sendiri pecah, terfragmen, hubungan kita dengan dunia pun akan pecah. Namun jika, ketika kita bertindak, kita bertindak secara total, maka hubungan kita dengan dunia menjalani sebuah revolusi yang luar biasa. Bagaimana pun juga, tiap gerakan yang berguna, tiap tindakan yang
memiliki makna mendalam, harus dimulai dengan masing-masing dari kita. Saya harus berubah terlebih dahulu; saya harus melihat apakah sifat dan struktur hubungan saya dengan dunia – dan pada akar melihat adalah melakukan; karenanya saya, sebagai seorang manusia hidup di dunia, menimbulkan sebuah kualitas yang berbeda, dan kualitas itu, tampaknya bagi saya, adalah kualitas batin yang religius. Batin yang religius adalah sesuatu yang seluruhnya berbeda dari batin yang percaya pada agama (relegion). Anda tidak dapat menjadi religius dan tetap menjadi seorang Hindu, seorang Muslim, seorang Kristiani, seorang Buddhis. Sebuah batin yang religius tidak mencari sama sekali, ia tak dapat bereksperimen dengan kebenaran. Kebenaran bukanlah sesuatu yang didikte oleh kesenangan dan duka anda, atau oleh keterkondisian anda sebagai seorang Hindu atau agama apapun yang Anda anut. Batin yang religius adalah sebuah keadaan batin yang di sana tiada ketakutan, dan karenanya tiada kepercayaan
atapun
apapun
kecuali
hanya
apa
adanya
–
apa
yang
sesungguhnya ada. Pada batin yang religius di sanalah ada keadaan sunyi itu yang kita telah amati yang tidak dihasilkan oleh pikiran namun ia adalah hasil dari kesadaran (awareness), yang adalah meditasi ketika meditator sepenuhnya tiada. Dalam kesunyian itu ada suatu keadaan energi yang di dalamnya tiada konflik. Energi adalah tindakan dan gerak. Semua tindakan adalah gerak dan semua tindakan adalah energi. Semua hasrat adalah energi. Semua perasaan adalah energi. Semua pikiran adalah energi. Semua yang hidup adalah energi. Seluruh kehidupan
adalah
energi.
Jika
energi
itu
dibiarkan
mengalir
tanpa
pertentangan, tanpa ada pecahan, tanpa ada konflik, maka energi itu tiada terhingga, tiada berakhir. Pertentanganlah yang memberikan pembatasan pada energi. Jadi, setelah melihat ini, mengapakah manusia selalu membuat pertentangan ke dalam energi? Mengapa ia menciptakan pertentangan dalam gerak yang kita sebut kehidupan ini? Apakah energi murni, energi tanpa batas, hanyalah sebuah ide baginya? Apakah itu tidak memiliki realita? Kita memerlukan energi tidak hanya untuk menimbulkan sebuah revolusi total di dalam diri kita namun juga dengan tujuan untuk menyelidiki, melihat, bertindak. Dan selama ada pertentangan apapun dalam hubungan kita, baik antara suami dan istri, antara manusia dan manusia, antara sebuah komunitas
dengan yang lainnya atau satu negara dengan yang lainnya maupun sebuah ideologi dan yang lainnya – jika ada perselisihan apapun kedalam atau keluar dalam bentuk apapun, bagaimanapun tersamarnya ia – di situ ada penyianyiaan energi. Selama terdapat sebuah interval waktu antara pengamat dan yang diamati ia menciptakan pertentangan dan karenanya ada pemborosan energi. Energi itu terkumpul pada titik tertingginya ketika pengamat adalah yang diamati, dimana tiada interval waktu sama sekali. Maka di sanalah akan ada energi tanpa motif dan ia akan menemukan saluran tindakannya sendiri karena kemudian sang ‘aku’ tiada. Kita memerlukan sejumlah energi yang besar sekali untuk memahami kebingungan dimana kita hidup, dan perasaan, ‘Saya harus memahami’, menimbulkan daya hidup untuk menemukan. Namun menemukan, mencari, mensyaratkan waktu, dan, sebagaimana yang telah kita lihat, secara bertahap melepaskan keterkondisian batin bukanlah caranya. Waktu bukanlah jalannya. Bukan masalah apakah kita tua atau muda, adalah kini seluruh proses kehidupan itu dapat di bawa ke dalam sebuah dimensi yang berbeda. Mencari kebalikan akan apa adanya kita juga bukanlah caranya, juga bukan disiplin buatan yang dipaksakan oleh sebuah sistem, seorang guru, seorang filsuf atau pendeta – semua itu begitu sangat kekanak-kanakan. Saat kita menyadari ini, kita bertanya pada diri kita apakah mungkin menerobos keterkondisian berat selama berabad-abad ini seketika dan tidak masuk ke dalam keterkondisian lainnya – untuk menjadi bebas, sehingga batin dapat menjadi sama sekali baru, sensitif, hidup, sadar, intens, cakap? Itulah masalah kita. Tidak ada masalah lainnya karena ketika batin dibuat baru ia mampu memecahkan berbagai masalah. Itulah satu-satunya pertanyaan yang kita harus tanyakan pada diri kita. Namun kita tidak bertanya. Kita ingin diberi tahu. Salah satu dari hal yang paling mengherankan dalam struktur psikis kita, bahwa kita semua ingin diberi tahu karena kitalah hasil propdaganda sepuluh ribu tahun. Kita ingin pemikiran kita dikonfirmasikan dan dibenarkan oleh orang lain, sedangkan menanyakan sebuah pertanyaan adalah menanyakannya dari diri anda. Apa yang
saya
katakan
memiliki
nilai
yang
sangat
sedikit.
Anda
akan
melupakannya saat Anda menutup buku ini, atau Anda akan mengingat dan
mengulangi frase-frase tertentu, atau Anda akan membandingkan apa yang Anda baca di sini dengan beberapa buku lain – namun Anda tidak akan menghadapi kehidupan Anda sendiri. Dan itu adalah semua permasalahan – hidup anda, diri anda, kepicikan anda, kedangkalan anda, kebrutalan anda, kebrutalan anda, ketamakan anda, ambisi anda, agoni sehari-hari anda dan penderitaan tiada akhir – itu adalah apa yang harus Anda pahami dan tak seorangpun di muka bumi atau di surga akan menyelematkan Anda darinya kecuali diri anda. Melihat segala hal yang berlangsung dalam kehidupan sehari-hari anda, kegiatan harian anda – ketika Anda memungut sebatang pena, ketika Anda berbicara, ketika berkendara atau ketika Anda berjalan sendiri di dalam hutan – dapatkah Anda dengan satu napas, dengan satu tatapan, mengenal diri anda dengan sangat sederhana sebagaimana anda adanya? Ketika Anda mengetahui diri anda apa adanya, maka Anda memahami seluruh struktur usaha keras manusia, muslihatnya, kemunafikannya, pencariannya. Untuk melakukan ini Anda harus menjadi luar biasa jujur dengan diri anda melalui seluruh keberadaan Anda. Ketika Anda bertindak menurut prinsip-prinsip anda, Anda sedang tidak jujur karena ketika Anda bertindak menurut apa yang Anda pikir anda selayaknya ada, Anda bukanlah apa anda adanya. Memiliki idealisme adalah hal yang brutal. Jika Anda memiliki suatu idelisme, kepercayaan atau prinsip, Anda tidak mungkin melihat diri anda secara langsung. Jadi dapatkah Anda menjadi seutuhnya negatif, seutuhnya sunyi, tidak berpikir tidak juga takut, dan tetap menjadi hidup secara luar biasa dan bersemangat? Keadaan batin yang tiada lagi mampu berjuang adalah batin religius yang sejati, dan dalam keadaan batin itu Anda bisa menemukan hal yang disebut kebenaran atau realita atau kebahagiaan atau Tuhan atau cinta ini. Hal ini tidak dapat diundang. Mohon pahami fakta yang amat sederhana itu. Ia tak dapat diundang, ia tak dapat dicari, karena batin terlalu tolol, terlalu kecil, emosi anda terlalu bobrok, jalan hidup anda terlalu membingungkan untuk kebesaran (enormity) itu, sesuatu yang sangat besar itu, untuk diundang ke dalam rumah kecil anda, sudut kecil anda akan kehidupan yang telah terinjakinjak dan terludahi. Anda tidak bisa mengundangnya. Untuk mengundangnya Anda harus mengenalnya dan Anda tidak dapat mengenalnya. Tidak masalah siapapun yang mengatakannya, saat ia mengatakan, ‘Saya tahu’, ia tidak tahu.
Saat
Anda
mengatakan
Anda
telah
menemukannya
Anda
tidak
menemukannya. Jika Anda mengatakan Anda telah mengalaminya, Anda tidak pernah mengalaminya. Merekalah semua cara mengeksplotasi orang lain – sahabat anda atau musuh anda. Seseorang bertanya pada dirinya apakah mungkin menemukan hal ini tanpa mengundang, tanpa menunggu, tanpa mencari atau menjelajahi – hanya membiarkan ia terjadi seperti angin sepoi-sepoi yang datang ketika Anda membiarkan jendela terbuka? Anda tidak bisa mengundang angin namun Anda harus membiarkan jendela terbuka, yang tidak berarti bahwa Anda sedang menunggu (dalam keadaan menunggu); itu sebentuk lain penipuan. Itu tidak berarti Anda harus membuka diri anda untuk menerima; itu sejenis lain pikiran. Tidakkah Anda pernah menanyakan diri anda mengapa umat manusia begitu kekurangan hal ini? Mereka melahirkan anak-anak, memiliki seks, kelembutan, sebuah kualitas berbagi sesuatu bersama dalam pendampingan, dalam persahabatan, dalam persaudaraan, namun hal ini – mengapa mereka tidak memilikinya? Tidakkah Anda pernah merasa ingin tahu dengan malasnya pada suatu kesempatan, ketika Anda sedang berjalan-jalan seorang diri pada sebuah jalan yang kumuh atau ketika sedang duduk dalam sebuah bus atau pada sebuah liburan di pinggir pantai ataupun ketika sedang berjalan di dalam hutan dengan banyak burung, pepohonan, sungai dan binatang liar – tidakkah pernah terjadi pada Anda mempertanyakan mengapa manusia, yang telah hidup selama jutaan dan jutaan tahun, tidak mendapatkan hal ini, bunga yang tak layu nan luar biasa ini? Mengapakah anda, sebagai umat manusia, yang begitu cakap, cerdik, licik, kompetitif, yang memiliki teknologi yang sangat mengagumkan, yang pergi ke angkasa dan bawah tanah serta ke kedalaman lautan, dan menemukan otak-otak elektronik yang luar biasa – mengapakah Anda tidak mendapatkan satu hal ini yang menjadi permasalahan? Saya tidak tahu apakah Anda pernah secara sunguh-sungguh menghadapi isu ini: mengapa hati anda kosong. Apakah yang akan menjadi jawaban anda jika Anda memberi pertanyaan itu pada diri anda – jawaban langsung anda tanpa ada penghapusan dan kelicikan? Jawaban anda mungkin sesuai dengan kesungguhan anda dalam mempertanyakan
pertanyaan dan kemendesakannya. Namun Anda tidak
berkesungguhan tidak juga mendesak, dan itu karena Anda tidak memiliki
energi, energi menjadi semangat – dan Anda tidak dapat menemukan kebenaran apapun tanpa semangat – semangat dengan kedahsyatan di baliknya, semangat dimana tiada keinginan tersembunyi. Semangat agaknya merupakan hal yang menakutkan karena jika Anda memiliki semangat Anda tidak tahu kemana ia akan membawa anda. Jadi ketakutan mungkin alasan mengapa Anda tidak memiliki energi akan semangat itu untuk menemukan bagi diri anda mengapa kualitas akan cinta ini hilang pada Anda, mengapa tiada nyala ini di dalam hati anda? Jika Anda telah mengamati batin dan hati anda sendiri dengan sangat dekat, Anda akan mengetahui mengapa Anda tidak memilikinya. Jika Anda bersemangat dalam penemuan anda untuk menemukan mengapa Anda tidak memilikinya, Anda akan tahu itu di sana. Melalui negasi penuh sendiri, yang merupakan bentuk tertinggi semangat, hal itu yang adalah cinta, datang menjadi ada. Seperti kerendahan hati Anda tidak dapat mengolah cinta. Kerendahan hati (humility) menjadi ada ketika ada sebuah akhir total akan kesombongan – kemudian Anda tak akan pernah tahu apa yang dimaksud menjadi rendah hati (humble). Bagi manusia yang mengetahui apa nilainya memiliki kerendahan hati adalah seorang manusia yang sombong. Dalam cara yang sama ketika Anda memberikan batin dan hati anda, keberanian anda, mata anda, seluruh keberadaan
anda
untuk
menemukan
jalan
hidup,
melihat
apa
yang
sesungguhnya dan melampauinya, serta menolaknya sepenuhnya, seluruhnya, kehidupan yang Anda hidup kini – dalam akar penolakan yang buruk, yang brutal itu, yang lain menjadi ada. Dan Anda tidak akan pernah mengetahuinya juga. Seorang manusia yang mengetahui bahwa ia sunyi, yang mengetahui bahwa ia mencintai, tidak mengetahui apa itu cinta atau apa itu kesunyian.
Tentang Jiddu Krishnamurti
rI8Izyh3AlcDceNxr0HXWZfDzlSQcdjU/h52OjKdxzs9az/GoxpCEdc9 ai0PnTYWPXYeaxG48SPjv1rfhRRcSHaM7Dzj2quVU3O3A2lDkY4rn8ATzo AAuG+UdPun/AflTtOV f+EJ1BdowC2Bise6APgyLIzh8D261c1yND4b0wlFyAo6fSo/EKgPpGAB84/ pVTxAAPE1oQMEqucf U1eslX/hLoTtGWU5OOv3ataKoXxXqoAAHHSrPh9EFrqUYUBMN8uOOrdv wqKCND4MuQUUgA4GK07h Ebw3prMqlgY8EjkcCrOoIv8AwkuivtG7J+bHPStqKGJfGN2RGgJh5wo55rN 8Loo1vWowoEZblccH 8K6S3jT/AIRSVNi7NrfLjj8qrafDFJoNhviRtrLtyoOOe1Sa1Gi6vpzhFD+ZjcB zjFYPiG3h83Uv 3MfzQgn5Ryc9al0yKOTwzaM8aMU27SVzt57Vvzwxrr9pKsaCTaRvCjOMDj Na628KyTYijG8HdhR8 319azILeH+zZIvJj8re3ybRj8qtNFH+4bYu5QNpxyPpVieNMTnauWBBOOt chcjyLh0h/dpnO1OB+ lf/ZUEsBAi0AFAAGAAgAAAAhAD5aqScKAQAAFQIAABMAAAAAAAAAAAA AAAAAAAAAAFtDb250ZW50 X1R5cGVzXS54bWxQSwECLQAUAAYACAAAACEAOP0h/9YAAACUAQAAC wAAAAAAAAAAAAAAAAA7AQAA X3JlbHMvLnJlbHNQSwECLQAUAAYACAAAACEAC+C5EcEBAACsAwAADgA AAAAAAAAAAAAAAAA6AgAA ZHJzL2Uyb0RvYy54bWxQSwECLQAUAAYACAAAACEAWGCzG7oAAAAiAQ AAGQAAAAAAAAAAAAAAAAAn BAAAZHJzL19yZWxzL2Uyb0RvYy54bWwucmVsc1BLAQItABQABgAIAAA AIQACruGl2QAAAAYBAAAP AAAAAAAAAAAAAAAAABgFAABkcnMvZG93bnJldi54bWxQSwECLQAKAA AAAAAAACEAjc91bCuzAAAr swAAFQAAAAAAAAAAAAAAAAAeBgAAZHJzL21lZGlhL2ltYWdlMS5qcGVn UEsFBgAAAAAGAAYAfQEA AHy5AAAAAA== ">
“Pengajaran bukanlah sesuatu yang di luar sana - dalam sebuah buku; apa yang pengajaran katakan adalah, ‘Lihatlah diri Anda, pergilah ke dalam diri Anda, bertanya kepada apa yang ada di sana, memahaminya, dan melangkah melampauinya’, dan seterusnya. Pengajaran hanya bertujuan untuk penunjukan, menjelaskan, namun Anda harus memahami, bukan pengajaran, namun diri Anda.” JIDDU KRISHNAMURTI lahir pada 12 Mei 1895 di Madanapalle, India Selatan. Semenjak 1929 hingga meninggal dunia pada 1986 beliau bepergian ke seluruh dunia berbicara secara spontan ke sejumlah besar pendengar. Ia terlibat dalam dialog dengan para pemimpin agama, ilmuwan, profesor, pengarang, psikolog, ahli komputer, dan masyarakat dari berbagai latar belakang yang secara mendalam mempertanyakan kehidupan keseharian
mereka. Wejangan serta dialognya telah dikumpulkan dan diterbitkan ke dalam lebih dari 50 buku dan diterjemahkan ke sedemikan banyak bahasa. Bukunya meliputi Think on These Things, Education and the Significance of Life, The Awakening of Intelligence, dan The First and The Last Freedom. Krishnamurti menyampaikan bahwa ia tidak terikat pada kasta, kebangsaan, agama, dan tradisi manapun. Ia mengatakan bahwa manusia haruslah membebaskan dirinya dari segala ketakutan, keterkondisian, otoritas, dan dogma melalui pengetahuan-diri dan ini akan memberikan tatanan serta mutasi psikologis. Konflik yang telah menyeret dunia ke dalam kekerasan, ia sarankan, tidak dapat diubah ke dalam suatu kehidupan penuh kebaikan, cinta, dan kasih dengan strategi politik, sosial atau ekonomi apapun, namun hanya melalui mutasi ini dalam individu yang tercipta melalui pengamatan mereka sendiri, tanpa meditasi dari guru atau agama terorganisir manapun. Kualitas Krishnamurti sebagai seorang filsuf tulen, menarik pemikir dan filsuf tradisional maupun non-tradisional lainnya. Pimpinan berbagai organisasi religius mengadakan diskusi dengannya, hanya untuk mendengarkannya mengulangi tema sentralnya bahwa otoritas dalam agama formal, psikologis atau politis adalah suatu penghalang untuk melihat kebenaran; manusia haruslah menjadi guru bagi dirinya untuk membawa perubahan psikologis. Menghadiri ceramah Krishnamurti pada 1961, Aldous Huxley mengatakan,”Seperti sedang mendengarkan sebuah wejangan oleh Sang Buddha – kekuatan yang unik, ...” Pada 1984 ia berbicara dengan ilmuwan ahli nuklir pada National Laboratory Research Center di Los Alamos, New Mexico, Amerika Serikat. David Bohm Ph.D., ahli fisika quantum dan sahabat Einstein, mendapati pembelajaran Krishnamurti pararel dengan teori revolusioner fisikia miliknya. Ini membawa dialog bertahun-tahun di antara mereka. Pada 1980 sejumlah percakapan antara Krishnamurti dan Bohm, yang dimulai dengan pertanyaan ‘Apakah manusia telah mengambil belokan yang keliru ...?’ percakapan ini kemudian dimuat dalam sebuah buku, The Ending of Time. Inti Pembelajaran Inti pembelajaran Krishnamurti terkandung dalam pernyataan yang dibuatnya pada 1929 saat ia mengatakan: Kebenaran adalah suatu tanah tanpa jalan. Manusia tidak dapat mencapainya melalui organisasi apapun, melalui keyakinan apapun, melalui dogma, pendeta atau ritual apapun, tidak melalui pengetahuan filosofis atau teknik psikologis. Ia harus menemukannya melalui cermin hubungan, melalui pemahaman akan isi batinnya sendiri, melalui pengamatan dan bukan melalui analisis intelektual atau pembedahan introspektif. Manusia telah membangun di dalam dirinya citra sebagai suatu pagar keamanan religius, politis, personal. Ini bermanifestasi sebagai simbolsimbol, ide-ide, kepercayaan-kepercayaan. Beban akan citra-citra ini mendominasi pemikiran manusia, hubungannya, dan kehidupan kesehariannya. Citra-citra ini merupakan penyebab permasalahan kita oleh karena mereka membagi manusia dari manusia lainnya. Pandangannya akan
kehidupan dibentuk oleh konsep-konsep yang telah didirikan di dalam batinnya. Isi kedarannya merupakan keseluruhan keberadaannya. Isi ini sama pada semua kemanusiaan. Individualitas merupakan nama, bentuk dan budaya permukaan yang ia peroleh dari tradisi dan lingkungan. Keunikan manusia tidak berada pada permukaan namun pada kebebasan seutuhnya dari segala isi kesedarannya, yang mana umum pada seluruh umat manusia. Jadi ia bukanlah individual. Kebebasan bukanlah suatu reaksi; kebebasan bukanlah suatu pilihan. Adalah kepalsuan manusia bahwa karena ia dapat memilih maka ia bebas. Kebebasan adalah pengamatan murni tanpa arahan, tanpa ketakutan akan hukuman dan penghargaan. Kebebasan tanpa motif; kebebasan bukanlah pada akhir evolusi manusia namun terdapat pada langkah pertama keberadaannya. Dalam pengamatan seseorang mulai menemukan kurangnya kebebasan. Kebebasan ditemukan dalam kesadaran tanpa pilihan (choiceless awareness) akan keberadaan dan aktivitas harian kita. Pikiran adalah waktu. Pikiran lahir dari pengalaman dan pengetahuan, yang mana tidak dapat dipisahkan dari waktu dan masa lalu. Waktu adalah musuh psikologis manusia. Tindakan kita berdasarkan pengetahuan dan itu adalah waktu, jadi manusia selalu seorang budak terhadap masa lalu. Pikiran selamanya terbatas dan demikian kita hidup dalam konflik dan pergulatan konstan. Tidak terdapat evolusi psikologis. Saat manusia menjadi sadar akan pergerakan pikirannya sendiri, dia akan melihat pembagian antara pemikir dan pikiran, pengamat dan yang diamati, yang mengalami dan pengalaman. Ia akan menemukan bahwa pembagian ini adalah suatu ilusi. Maka hanya ada pengamatan murni yang mendalam tanpa bayangan akan masa lalu atau waktu. Pemahaman mendalam tanpa waktu ini membawa suatu mutasi dalam, radikal dalam batin. Penyangkalan total merupakan esensi yang positif. Saat terdapat penyangkalan akan semua hal itu yang mana pikiran telah menimbulkan secara psikologis, hanya kemudian terdapat cinta, yang merupakan kasih dan kecerdesan. Disadur dari: www.jkrishnamurti.org Jiddu Krishnamurti adalah penulis dan pembicara yang cukup dikenal dalam filsafat fundamental dan subjek-subjek spiritual. Hampir selama 60 tahun ia berkeliling dunia, menunjukkan kepada orang-orang perlunya mentransformasi diri mereka melalui pengenalan sang diri (self knowledge), dengan menjadi sadar akan pikiran dan perasaan dalam kehidupan keseharian. Ia mengemukakan bahwa suatu perubahan fundamental dalam masyarakat hanya dapat terwujud melalui suatu perubahan radikal di dalam diri seseorang, karena masyarakat merupakan hasil interaksi individu-individu. Meski ia sangat hidup (selaras) dengan isu-isu kontemporer selama berpuluh tahun, jawabannya berakar dalam padangan tanpa batas waktu-nya akan kehidupan dan kebenaran.
Krishnamurti lahir dalam sebuah keluarga Brahmana Telugu, dan pada tahun 1909 bertemu C.W. Leadbeater pada sebuah pantai pribadi di kantor pusat masyarakat Teosofi, Adnyar-Chennai, India. Kemudian ia dibesarkan dalam asuhan Annie Besant dan C.W. Leadbeater, para pimpinan teosofi pada masa itu, yang percaya bahwa ia adalah “wahana” bagi “Jagad Guru” atau Guru Dunia yang dinantikan. Sebagai remaja muda, ia diasuh dalam ide ini dan sebuah organisasi tingkat dunia (The Order of The Star) didirikan untuk mendukungnya. Walau kemudian ia membubarkan organisasi tersebut sebagaimana pandangannya bahwa kebenaran tidak dapat diperoleh melalui organisasi manapun, dan tidak selayaknya juga sebuah organisasi dibentuk untuk tujuan itu. Seseorang haruslah menemukan kebenaran itu melalui pengamatan, tidak melalui dogma, ritual, otoritas, maupun guru. Tahun 1984 ia dianugrahi medali perdamaian PBB pada subjek perdamaian dan kesadaran. Latar Belakang Keluarga dan Masa Anak-Anak Krishnamurti lahir dari keluarga Brahmin yang berbahasa Telugu. Ayahnya Jiddu Narianiah, dipekerjakan sebagai petugas bidang administrasi pemerintah kolonial Inggris. Keluarga mereka merupakan vegetarian yang ketat, bahkan tidak mengkonsumsi telur. Ia lahir pada 12 Mei 1895 (atau 11 Mei menurut kalender Bramana), pada sebuah kota kecil bernama Madanapalle di Distrik Chittoor – Andhra Pradesh sekitar 150 mil (250 km) Utara Madras (sekarang Chennai). Pada tahun 1903, keluarganya berdiam di Cudappah dimana pada kediaman sebelumnya Krishnamurti terserang malaria, sebuah penyakit yang ia derita kambuh-kambuhan hingga beberapa tahun. Ia seorang anak yang sensitif dan sakit-sakitan: “pelamun dan tidak jelas”, dia sering dikatagorikan dalam retardasi mental, dan secara berkala memperoleh pukulan di sekolah oleh gurunya dan dirumah oleh ayahnya. Dalam memoir yang ia tulis saat ia berusia delapan belas, ia juga mendiskripsikan pengalaman fisik, telah “melihat” saudarinya setelah saudarinya meninggal pada 1904, sebagaimana ia melihat almarhum ibunya yang meninggal pada 1905 saat ia berusia sepuluh tahun. Ayah Krishnamurti pensiun pada akhir 1907, dan, karena keadaan serba kekurangan, menulis kepada Annie Besant, yang kemudian adalah presiden Masyarakat Teosofi, mencari pekerjaan di lahan Kantor Pusat Teosofi seluas 260-acre di Adnyar. Ia kemudian dipekerjakan oleh Teosofi pada sebuah posisi kleris, dan keluarganya pindah ke sana pada Januari 1909. “Penemuan” dan Konsekuensinya Hanya beberapa bulan sejak kepindahan ditemukan oleh Teosofis peringkat atas dan Leadbeater, yang dikenal mampu melihat kunjungannya ke pantai Teosofi di akhir memperhatikan Krishnamurti (yang juga sering
terakhir di mana Krishnamurti okultis yang menonjol C.W. aura (clairvoyance). Selama sungai Adnyar, Leadbeater ke pantai bersama yang lain),
dan begitu terkagum dengan “aura terindah yang pernah ia saksikan tanpa setitik partikel keegoisan di dalamnya”. Kesan kuat ini tidak sesuai dengan penampilan luar Krishnamurti, yang mana, menurut kesaksian, cukup umum, tidak impresif, dan tidak rapi. Anak itu juga dipertimbangkan sebagai “orang bodoh tertentu”, ia sering memiliki “suatu ekspresi kosong” yang “memberikannya suatu penampilan hampir dungu”. Leadbeater tetap “tak tergoyah” bahwa anak itu akan menjadi seorang guru besar. Selanjutnya pada 1911, sebuah organisasi baru disebut Order of the Star dibentuk oleh pimpinan Teosofi dengan tujuan mempersiapkan dunia untuk “kedatangan” Sang Guru (beberapa sumber menyebutnya sebagai Lord Maitreya). Krishnamurti ditunjuk sebagai ketuanya, dengan para Teosofi senior pada berbagai posisi. Keanggotaan terbuka bagi siapapun yang menerima doktrin kedatangan “Guru Dunia”. Kontroversi kemudian muncul setelahnya, baik di dalam maupun di luar masyarkat Teosofi, dalam lingkaran Hindu dan pemberitaan India. Krishnamurti (atau Krishnaji sebagaimana ia sering disebut) dan adik laki-lakinya Nitya secara privat dibekali di perumahan Teosofi di Madras, dan kemudian dibawa ke suatu kehidupan yang lebih makmur di antara sebuah bagian masyarakat Eropa kelas atas dengan tujuan menyelesaikan pendidikan mereka. Selama masa ini, Krishnamurti membangun ikatan yang kuat dengan Annie Besant, hubungan ibu dan anak angkat. Ayahnya, ditekan ke latar belakang oleh pusaran keinginan di sekitar Krishnamurti, menuntut Masyarakat Teosofi pada 1912 untuk melindungi kepentingannya sebagai orang tua. Setelah perang legal berkepanjangan. Besant mengambil pengasuhan legal atas Krishnamurti dan adiknya Nitya. Sebagai hasil pemisahan ini dari keluarga dan rumahnya, Krishnamurti dan adiknya menjadi sangat dekat, dan pada tahun-tahun berikut mereka sering bepergian bersama. Tumbuh Dewasa Mary Lutyens, dalam Biografi Krishnamurti yang ditulisnya, menyebutkan bahwa terdapat suatu waktu saat K (baca:Krishnamurti) sepenuhnya percaya bahwa ia akan menjadi “Guru Dunia”, setelah pembenahan spiritual serta bimbingan sekuler dan pendidikan. Biografi lain mendiskripsikan program harian termasuk olah raga dan kegiatan ketat, pendiktean dalam berbagai subjek persekolahan, pembelajaran teosofis dan religius, yoga dan meditasi, sebagaimana instruksi pada higienitas selayaknya dan cara serta budaya masyarakat Inggris. Tidak seperti olah raga, di mana ia menunjukkan suatu bakat alami, Krishnamurti selalu mengalami masalah dengan sekolah formal dan tidak memiliki kecenderungan akademik. Ia akhirnya menyerah pada pendidikan universitas setelah beberapa kali mencoba memasuki. Ia berbicara bahasa asing, bahkan beberapa (bahasa Itali dan Prancis di antaranya) dengan fasih. Pada periode ini, ia tampaknya menikmati membaca bagian-bagian Old Testament, dan terkesan dengan beberapa (naskah) klasikal Barat, khususnya Shelley, Dostoyevsky, dan Nietzsche. Ia juga, sejak kanak-kanak, memiliki
keahlian mekanik dan observasional, mampu membenahi bongkar pasang mesin-mesin rumit. Citra publiknya, secara asli berasal dari para Teosofi. Namun, sejak Krishnamurti tumbuh dewasa, ia menunjukkan tanda-tanda pemberontakan kaum dewasa dan ketidakstabilan emosional, kesal pada aturan yang ditanamkan padanya, dan terkadang memiliki keraguan tentang masa depan yang digambarkan untuknya. Pada 1922, Krishnamurti dan Nitya bepergian dari Sydney ke California dalam perjalanan mereka menuju Switzerland. Selama di California, mereka tinggal di sebuah kotage pada sebuah lembah terpencil dekat Ojai, ditawarkan pada mereka oleh seorang anggota Order of the Star berkebangsaan Amerika sebagai tempat khusus. Akhirnya sebuah kelompok, dibentuk oleh para pendukung, membelikan kotage dan properti di sekitarnya untuk mereka, yang kemudian menjadi tempat tinggal resmi Krishnamurti. Bertempat di sana, pada Agustus 1922, Krishnamurti melalui suatu pengalaman (yang) “mengubah hidup” secara mendalam. Terjadi secara simultan, dan dengan tetap, dikarakteristik sebagai suatu pencerahan spiritual, suatu transformasi psikologis, dan suatu “pengkondisian” fisik. Krishnamurti dan mereka yang di dekatnya, menyebutnya sebagai “proses”, dan itu berlanjut, dalam interval yang sangat sering dan berbagai bentuk intensitas, hingga ia meninggal kemudian. Saksi mata mengingat bahwa itu dimulai pada tanggal 17, dengan sakit luar biasa pada tengkuknya, dan pembengkakan keras yang menyerupai bola. Beberapa hari selanjutnya, gejala memburuk, dengan peningkatan rasa sakit, ketidaknyamanan fisik yang luar biasa dan sensitivitas, kehilangan nafsu makan sepenuhnya dan terkadang berucap terputus-putus yang membingungkan. Kemudian, ia tampaknya jatuh pada keadaan tidaksadarkan diri; sesungguhnya, ia mengingat bahwa ia sangat sadar akan sekililingnya dan sementara pada keadaan tersebut, ia mengalami suatu “penggabungan mistikal”. Hari-hari selanjutnya gejala dan pengalaman semakin intensif, memuncak dengan suatu rasa akan “kedaimaian tak terkira” “...Aku teramat bahagia, karena aku telah melihat. Tiada apapun kan dapat menjadi sama lagi. Aku telah masuk pada air-air yang bersih dan murni dan dahagaku telah terhapuskan ... aku telah melihat sang Cahaya. Aku telah menyentuh kasih yang menyembuhkan semua kesedihan dan penderitaan; itu bukanlah bagi diriku, namun bagi dunia ... cinta dalam segala kejayaannya telah meracuni hatiku; hatiku tak akan pernah mampu ditutup. Aku telah mabuk pada sumber kenikmatan dan keindahan abadi. Aku teracuni Tuhan.” Kejadian serupa berlanjut dengan intermisi pendek hingga Oktober, dan kemudian akhirnya teresume secara teratur, selalu melibatkan beberapa derajat rasa sakit fisik untuk menandai mulainya “proses”, disertai oleh apa yang secara tetap dideskripsikan sebagai “kehadiran”, “pemberkatan”, “pemenuhan”, “pensakralan”, yang sering dilaporkan “terasa” oleh keberadaan lain.
Sejumlah penjelasan telah diajukan untuk kejadian pada 1922, dan “proses” pada umumnya. Leadbeater dan para Teosofi lainnya, meski mereka berharap “wahana” agar memiliki pengalaman paranormal tertentu, secara mendasar bingung pada perkembangan yang terjadi, dan pada hilangnya kemampuan untuk menjelaskan secara keseluruhan. Akhirnya, kematian tidak terduga adiknya Nitya pada 11 November 1925 pada usia 27 dari tuberkulosis, setelah riwayat panjang dengan penyakit itu, secara fundamental mengejutkan kepercayaan dan keyakinan Krishnamurti pada Teosofi dan para pimpinan Masyarakat Teosofi. Pengalaman kematian adiknya memusnahkan ilusi yang masih tersisa, dan hal-hal tidak akan sama lagi. “... Sebuah mimpi lama kini mati dan yang baru tengah lahir, selayaknya sekuntum bunga yang ditancapkan ke dalam bumi yang padat. Sebuah pandangan baru datang menjadi nyata dan sebuah kesadaran yang lebih besar sedang terungkapkan ... sebuah kekuatan baru, lahir dari penderitaan, sedang berdenyut di dalam pembuluh dan sebuah simpati dan pengertian baru tengah lahir dari penderitaan masa lalu – sebuah hasrat yang lebih besar untuk melihat orang lain tidak menderita, dan, jika mereka harus menderita, melihat bahwa mereka menghadapinya secara terhormat dan keluar darinya tanpa terlalu banyak bekas luka. Saya telah menangis, namun saya tidak ingin orang lain menangis, namun jika mereka menangis, saya tahu apa maknanya.” Putus Dengan Masa Lalu Pandangan baru dan kesadaran Krishnamurti terus berkembang dan mencapai klimaks pada 1929, saat ia menolak ajakan Leadbeater dan Besant untuk tetap bersama Order of the Star. Krishnamurti membubarkan Ordo pada perkemahan tahunan (annual Star camp) di Ommen, Belanda, pada 3 Agustus 1929, dimana di depan Annie Besant dan ratusan anggota, ia memberikan pidato, mengatakan beberapa hal di antaranya: “Anda boleh mengingat cerita tentang bagaimana si iblis dan seorang temannya sedang berjalan di sebuah marga, saat mereka melihat ke depan, seorang pria menatap ke bawah dan mengambil sesuatu dari tanah, melihatnya, kemudian meletakkannya begitu saja ke dalam saku. Si teman berkata pada si iblis, ‘Apa yang pria itu pungut?’ ‘Ia memungut sepotong kebenaran,’ kata si iblis. ‘itu urusan yang sangat buruk buatmu nantinya,’ kata temannya. ‘Oh, tidak sama sekali,’ si iblis menjawab, ‘saya akan membantunya untuk mengelola itu.’ Saya tegaskan bahwa kebenaran adalah sebuah tanah tanpa jalan, dan Anda tidak dapat mencapainya melalui jalan apapun, melalui agama manapun, sekte apapun. Itulah titik pandang saya, dan saya melekat padanya secara absolut dan tidak terkondisi. Kebenaran, menjadi tiada berbatas, tidak terkondisi, tidak dapat dicapai oleh jalan apapun, tidak dapat diorganisasikan, tidak juga organisasi apapun dibentuk untuk menuntun atau mengerahkan orang-orang pada suatu jalan tertentu.” Dan juga:
“Ini bukanlah perbuatan luar biasa, karena saya tidak menginginkan pengikut, dan saya bersunguh-sungguh dengan hal ini. Saat Anda mengikuti seseorang Anda berhenti mengikuti Kebenaran. Saya tidak peduli apakah Anda menaruh perhatian pada apa yang saya sampaikan ataukah tidak. Saya ingin melakukan hal tertentu di dunia dan saya akan melakukannya dengan konsentrasi tanpa keraguan. Saya beperhatian dengan hanya sebuah hal esensial: untuk membebaskan manusia. Saya ingin membebaskannya dari semua kurungan, dari segala ketakutan, dan bukan untuk mendirikan agama, sekte baru, dan bukan untuk membangun teori-teori baru atau filsafat-filsafat baru.” Setelah pembubaran, Leadbeater dan Teosofi lainnya berbalik menentang Krishnamurti dan secara umum mengira apakah “Kedatangan telah keliru”. Mary Lutyens menyebutkan bahwa “... setelah bertahun tahun pemproklamiran Kedatangan, akan penekanan lagi dan lagi terhadap bahaya penolakan Guru Dunia saat ia datang karena ia terikat (untuk) mengatakan sesuatu yang seluruhnya baru dan tidak diharapkan, sesuatu yang bertolak belakang bagi kebanyakan ide lama dan harapan orang-orang, para pimpinan Teosofi, satu per satu, jatuh ke dalam perangkap terhadap yang mana mereka begitu tiada hentinya memperingati yang lain.” Krishnamurti telah menolak semua kepercayaan terorganisir, anggapan akan “guru”, dan seluruh hubungan guru-pengikut, menyatakan sebaliknya (untuk) bekerja dalam membebaskan manusia sepenuhnya bebas. Dari waktu itu, ia mulai melepas dirinya dari masyarakat (Teosofi) serta pengajaran dan praktek Teosofi. Sebagaimana Lutyens mencatat, ia tidak pernah menolak menjadi Guru Dunia, berkata pada Lady Emily “Anda tahu Bu, saya tidak pernah menolaknya [menjadi Guru Dunia], saya hanya mengatakan itu tidaklah penting siapa atau apa saya, namun mereka harus mengamati apa yang saya katakan, yang mana tidak berarti bahwa saya menolak menjadi W.T.” saat seorang reporter menanyakan padanya jika ia adalah Kristus, ia menjawab “Ya, dalam rasa yang murni namun tidak pada rasa yang diterima secara tradisional akan kata.” Krishnamurti merujuk ajaran-nya hanya sebagai “ajaran” dan bukan “ajaran saya”. Perhatiannya selalu mengenai “ajaran”: pengajar (guru) tidak memiliki kepentingan, dan autoritas spiritual ditolak. “Semua autoritas akan apapun, khususnya dalam lapang pikiran dan pemahaman, adalah hal jahat yang paling menghancurkan. Pemimpin menghancurkan pengikut dan pengikut menghancurkan pimpinan. Anda harus menjadi guru dan murid anda sendiri. Anda harus mempertanyakan segala yang manusia telah terima sebagai bernilai, sebagai penting.” Krishnamurti mengembalikan semua uang dan properti yang didonasikan pada Order of the Star – termasuk sebuak kastil di Belanda dan tanah sekitar 5.000 acre (±2023 hektar) – ke donatur mereka. Ia kemudian menghabiskan hidupnya mengadakan dialog dan memberikan pembicaraan publik berkeliling dunia pada kealamian akan kepercayaan, kebenaran, kesedihan, kebebasan,
kematian, yang tampaknya pencarian abadi akan suatu kehidupan dengan pemenuhan spiritual, dan subjek-subjek terkait. Berangkat dari pengertian “tanah tanpa jalan”, ia tidak menerima pengikut maupun pemuja, melihat hubungan antara guru dan murid sebagai pendukung antitesa emansipasi spiritual – ketergantungan serta eksploitasi. Ia secara terus menerus mendorong orang-orang untuk berbipikir secara independen dan jernih serta mengeksplorasi dan mendiskusikan topik-topik spesifik bersama dengannya, “berjalan sebagai dua sahabat”. Ia menerima hadiah dan dukungan finansial secara bebas yang ditawarkan padanya oleh orang-orang yang terinsiprasi oleh karyanya, dan tanpa kenal lelah melanjutkan dengan tur ceramah serta publikasi buku-buku dan transkrip pembicaraan lebih dari setengah abad. Tahun-Tahun Pertengahan Dari 1930 hingga 1944, Krishnamurti terlibat dalam tur dialog dan publikasi pokok-pokok masalah atas bantuan “Star Publishing Trust “ (SPT) yang ia dirikan bersama sahabat dekatnya dari Order Of The Star, D. Rajagopal, dan istri Rajagopal, Rosalind Williams Rajagopal, bertempat di rumah yang kenal sebagai “Arya Vihara”. Bisnis dan pengelolaan SPT dikepalai oleh D. Rajagopal, karena Krishnamurti mendedikasikan waktunya untuk berceramah dan meditasi. Hingga tahun 1930-an, Krishnamurti berbicara di Eropa, Amerika Latin, India, Australia, dan Amerika Serikat. Pada 1938, Karishnamurti berkenalan dengan Aldous Huxley yang baru saja tiba dari eropa selama 1937. Kedua orang ini pun memulai persahabat panjang selama bertahun-tahun. Mereka memiliki perhatian yang sama mengenai konflik berkepanjangan di Eropa yang mereka pandang sebagai hasil pengaruh merusak dari nasionalisme. Pendirian Krishnamurti pada perang dunia II sering diterjamahkan sebagai pacifisme dan bahkan subversi selama masa semangat patriotik di Amerika Serikat dan untuk beberapa selang waktu ia berada di bawah pengawasan FBI. Ia tidak berbicara di hadapan publik selama periode sekitar empat tahun antara 1940 hingga 1944. Selama masa ini ia hidup dan bekerja dengan menyepi di Arya Vihara, yang selama perang dioperasikan sebagai suatu pertanian yang dikelola sendiri, produk lebihnya didonasikan untuk usaha perbaikan di Eropa. Krishnamurti memecahkan kesunyiannya dari ceramah publik pada Mei 194 dengan serangkai pembicaraan di Ojai. Pembicaraan ini dan beberapa materi penyertanya dipublikasikan oleh “Krishnamurti Writing Inc.” (KWINC), penerus “Star Publishing Trust”. Ini adalah pusat entitas baru yang berhungan dengan Krishnamurti yang mendunia, yang tujuan tunggalnya penyebaran “ajaran”. Saat di India setelah perang dunia II, banyak tokoh menonjol datang menemuinya, termasuk Perdana Menteri Jawaharlal Nehru. Dalam pertemua dengan Nehru ini, Krishnamurti memerinci ajaran, mengatakan dalam satu kalimat, “Memahami sang diri hanya timbul pada hubungan, dalam melihat diri
Anda dalam hubungan dengan orang-orang, ide-ide, dan berbagai hal; terhadap pepohonan, bumi, dan dunia di sekitar dan di dalam diri Anda. Hubungan merupakan cermin di mana sang diri termunculkan. Tanpa pengetahuan-diri tidak terdapat dasar bagi pikiran dan tindakan yang benar.” Nehru menanyakan, “Bagaimana seseorang memulainya?” di mana Krishnamurti menjawab, “Mulailah (dari) di mana diri Anda. Baca setiap kata, setiap frase, setiap paragraf batin sebagaimana ia bekerja melalui pikiran.”
Tahun-Tahun Selanjutnya Krishnamurti melanjutkan berbicara pada ceramah publik di seluruh dunia, dengan diskusi kelompok dan orang-orang yang menaruh perhatian. Pada akhir 1980, ia mengafirmasikan kembali elemen-elemen dasar pesannya dalam sebuah pernyataan tertulis yang kemudian di kenal sebagai “Core of The Teaching”, sebagaimana yang telah ditulis pada bagian sebelumnya pada inti pembelajaran. Pada April 1985 ia berbicara sebagai undangan di markas PBB, New York, di mana ia dianugrahi Medali Perdamaian PBB 1984. Pada November 1985 hingga Januari 1986 ia mengunjungi India untuk yang terakhir kalinya, mengadakan sejumlah pembicaraan dan diskusi “perpisahan”. Pembicaraan-pembicaraan terakhir termasuk berbagai pertanyaan fundamental yang telah ditanyakan padanya selama bertahuntahun, sebagaimana juga perhatian-perhatian yang lebih baru terhadap kemajuan dalam ilmu pengetahuan, teknologi, dan cara mereka mempengaruhi umat manusia. Krishnamurti menyampaikan pada para sahabat bahwa ia tidak ingin mengundang kematian, namun tidak yakin berapa lama tubuhnya akan bertahan, dan saat ia tidak dapat lagi berbicara, ia tidak lagi memiliki tujuan apapun. Dalam permbicaraan terakhirnya pada 4 Januari 1986 di Madras, ia sekali lagi mengundang para pendengar untuk mengamati bersamanya kealamian mempertanyakan, efek teknologi, kealamian hidup dan meditasi, dan kealamian penciptaan: “... Jadi, kita sedang mempertanyakan ke dalam apa yang menciptakan seekor burung. Apakah penciptaan di balik semua ini? Apakah Anda sedang menunggu saya untuk mendeskripsikannya, memasukinya? Apakah Anda menginginkan saya untuk memasukinya? Kenapa? [dari pendengar: untuk memahami apakah penciptaan itu]. Mengapa Anda menanyakan itu? Karena saya menanyakan? Tidak ada deskripsi yang akan pernah mendeskripsikan keaslian (asalnya). Aslinya tidak bernama; keaslian sepenuhnya hening, ia tidak menderu berisik. Penciptaan adalah sesuatu yang paling kudus, itu adalah hal paling sakral dalam kehidupan, dan jika Anda membuat kacau hidup Anda, rubahlah itu. Rubahlah itu hari ini, jangan esok, jika Anda tidak pasti, temukanlah mengapa dan jadilah pasti. Jika pemikiran Anda tidak lurus, berpikirlah lurus, secara logis. Jika tidak semua ini disiapkan, ditetapkan, Anda tidak bisa memasuki dunia ini, ke dalam dunia penciptaan.”
Krishnamurti juga berperhatian pada warisannya, tentang dengan tidak sengaja berubah ke dalam sebentuk orang penting yang ajarannya telah diturunkan ke individu-individu istimewa, daripada dunia seluruhnya. Ia tidak inginkan siapapun memposisikan diri sebagai seorang pentafsir ajaran. Ia mengingatkan orang-orang terdekat dan beberapa kenalan bahwa mereka tidak menghadirkan diri mereka sebagai pembicara atas namanya, atau sebagai penerus setelah kepergiannya. Beberapa hari sebelum kematiannya, dalam sebuah pernyataan final, ia dengan tegas menyatakan bahwa “tidak seorangpun” di antara rekannya, atau masyarakat umum, telah memahami apa yang telah terjadi padanya (sebagai pembuluh ajaran), tidak juga mereka memahami ajaran itu sendiri. Ia menambahkan bahwa “energi maha besar” yang bekerja semasa hidupnya akan hilang bersama kematiannya, sekali lagi mengimplikasikan kemustahilan akan penerus. Bagaimanapun juga, ia menyampaikan dengan menyatakan bahwa orang-orang mampu mencapai energi itu, dan memperoleh setakar pemahaman “... jika mereka menghidupkan ajaran.” J. Krishnamurti meninggal pada 17 Februari 1986 pada umur 90 tahun, akibat kanker pankreas. Yang tersisa darinya dikremasikan dan disebarkan oleh para sahabat dan mantan rekan di tiga negara di mana ia mengahabiskan sebagian besar masa hidupnya: India, Inggris dan Amerika Serikat. Pengaruh Pengaruh terakhir Krishnamurti begitu sulit diukur dalam suatu cara objektif; tidak terdapat entitas organisasi atau lainnya, berdasarkan pada “filosofi”-nya, yang kemajuannya dapat diukur. Pendiriannya bahwa tidak akan ada penerus atau penafsir sejauh ini mencegah individu maupun kelompok dari mengatashakkan untuk hadir sebagai penerus atau pemahaman unik akan filosofinya. Krishnamurti sendiri telah menandai pada 1929 saat pembubaran Order of The Star, bahwa ia tidak tertarik dengan jumlah, mengatakan “jika hanya ada lima orang yang akan mendengarkan, yang akan hidup, yang memalingkan wajah mereka ke arah keabadian, itu akan mencukupi.” Bagaimana pun juga, ada, sebagaimana awal 2007, bukti anekdotal dan lainnya mengarah bahwa ketertarikan padanya dan “ajaran” tidak berkurang sejak kematiannya. Sejumlah besar buku, audio, video, dan materi komputer, masih tercetak dan disebarkan oleh sejumlah besar retailer tradisional dan online. Keempat yayasan resmi terus membenahi arsip-arsip, menerjemahkan karya-karya ke berbagai bahasa, mengkonversi ke dalam bentuk digital dan lainnya, menggarap situs internet, mensponsori program televisi, mengadakan pertemuan dan dialog dengan mereka yang tertarik dari seluruh dunia. Karena ide-idenya dan era-nya, Krishnamurti datang untuk disaksikan sebagai seorang teladan bagi guru-guru spiritual modern yang menolak ritualritual formal serta dogma-dogma. Pemikirannya akan kebenaran merupakan tanah tanpa jalan, dengan kemungkinan pembebasan segera, tercerminkan dalam ajaran sebedanya seperti banyak orang, bahkan Dalai Lama yang
menyebut Krishnamurti sebagai filsuf terbesar yang pernah ada. Krishnamurti adalah sahabat dekat Aldous Huxley. Huxley menulis kata pembuka pada The First and Last Freedom. Krishnamurti juga merupakan sahabat Joseph Campbell Sang Mitilogis dan artis Beatrice Wood, pemikiran Krishnamurti juga mempengaruhi karya mereka, sebagaimana pengarang Deepak Chopra. Album Live, Mental Jewelry berdasarkan filosofi Krishnamurti. Samuel Aun Woer yang adalah filsuf gnostik dan okultis abad ke-20 memuji ajaran yang disampaikan Krishnamurti, menyatakan bahwa “jiwa di dalam”-nya adalah “Buddha yang amat tercerahkan.” Banyak tokoh yang tertarik ke dalam visinya seperti Enstein, Dalai Lama, Kahlil Gibran, dan Charlie Chaplin. Di India, dengan tradisi panjangnya akan penantian orang “suci”, para pertama dan guru agama tersendiri. Krishnamurti menarik perhatian sejumlah besar orang dalam ceramah publik dan wawancara pribadi. Ia dianggap sebagai “Mahaguru” oleh tokoh-tokoh agama lainnya sebagaimana oleh mistikus Ramana Maharshi yang dihormati, guru spiritual Anandmai Ma, sebagaimana juga oleh tokoh yang dikenal baik oleh dunia Barat seperti Osho (Bhagavan Shri Rajnee). Meskipun memiliki suatu kelembutan khusus bagi seorang sanyasin atau bikhu buddhis sejati, kritiknya pada berbagai ritual, disiplin, dan kegiatan mereka begitu menghancurkan. Dalam sebuah contoh, Anandmai Ma bertanya padanya “Mengapa Anda menolak para guru? Anda yang adalah Sang Guru dari para Guru” di mana Krishnamurti menjawab, “Orang-orang menggunakan guru sebagai sebuah tongkat penyangga.” Hingga kini Krishnamurti dikenal luas oleh mereka yang mengambil langkah hidup kerohanian, para penjelajah dunia meditasi. Ia dikenal sebagai “Jagad Guru”, “Guru Dunia”, “Mahaguru”, yang tidak berkenan dirinya disebut sebagai Guru, karena baginya semua itu bukanlah yang terpenting. Adaptasi dari wikipedia.org
--0--
“Sahabat, jangan hiraukan siapa saya; Anda tak akan pernah tahu. Saya tak ingin Anda menerima apa saja yang saya katakan. Saya tak membutuhkan apa-apa dari siapapun; atau tak menginginkan popularitas; saya tak membutuhkan sanjungan Anda, atau Anda mengikuti. Karena saya mencintai kehidupan, saya tak memerlukan apapun. Masalah-masalah ini tidaklah terlalu penting; yang penting adalah fakta bahwa Anda mengikuti dan membiarkan pertimbangan anda dikotori oleh otoritas. Pertimbangan anda, batin anda, kasih sayang anda, kehidupan anda dikotori oleh hal-hal yang tiada bermakna, dan di sana terdapat duka.” J. Krishnamurti