Bagaimana Mekanisme Keluhan Dapat Mengenai Kedua Lengan Dan Bila Jongkok Sulit Untuk Berdiri.docx

  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bagaimana Mekanisme Keluhan Dapat Mengenai Kedua Lengan Dan Bila Jongkok Sulit Untuk Berdiri.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,662
  • Pages: 13
Bagaimana mekanisme keluhan dapat mengenai kedua lengan dan bila jongkok sulit untuk berdiri ?

Penurunan mioinositol dan akumulasi sorbitol Stress osmotik Kerusakan mitokondria Menstimulasi aktivasi protein kinase (PKC) Menekan fungsi Na-K-ATP-ase Kadar Na intraselular menjadi berlebihan



kelemahan otot

Mioinositol terhambat masuk ke dalam sel Gangguan transduksi sinyal saraf Neurotransmitter terganggu RS tidak mengeluarkan Ca

Apa makna dari keluhan bertambah berat yang mengenai kedua lengan dan bila jongkok sulit untuk berdiri? Pada ND terdapat fenomena dying back yaitu semakin panjang saraf maka semakin besar kemungkinan untuk terserang. Saraf di ekstremitas bawah lebih panjang dibanding ekstremitas atas. Oleh karena itu, saraf di ekstremitas bawah yang lebih dulu terkena dengan manifestasi nyeri lalu kemudian timbul nyeri di ekstremitas atas.

Apa komplikasi yang terjadi pada kasus ini? Ulkus, Amputasi, stroke, disfungsi seksual

Epidemiologi ? Polineuropati diabetika merupakan neuropati diabetika yang paling sering terjadi. Pada pasien pasien DM tipe 2, 59% menunjukkan berbagai neuropati, 45% diantaranya menderita polineuropati diabetika.Gejala yang mudah dikenal adalah kelainan yang sifatnya simetris.Gangguan sensorik selalu lebih nyata dibanding kelainan motorik dan sudah terlihat pada awal penyakit. Ditandai dengan hilangnya akson dan serabut saraf terpanjang terkena terlebih dulu. Umumnya gejala nyeri, parastesi dan hilang rasa timbul ketika malam hari.Khas diawali dari jari kaki berjalan ke proksimal tungkai. Seiring memberatnya penyakit jari tangan dan lengan dapatmengenai saraf sensoris, motor dan fungsi otonomik dengan bermacam-macam derajat tingkat, dengan predominan terutama disfungsi sensoris. Kelemahan otot-otot tunkai dan penurunan reflek lutut dan tumit te rjadi lebih lambat. Adanya nyeri dan menurunnya rasa terhadap temperatur melibatkan serabut sarabut saraf kecil (small fiber neuropathy) dan merupakan predisposisi terjadinya ulkus kaki.Gangguan propioseptif, rasa getar dan gaya berjalan (sensory ataxia gait) menunjukkan keterlibatan serabut saraf ukuran besar (large fiber neuropathy). Disfungsi otonom yang timbul adalah adanyaanhidrosis, atonia kandung kencing dan pupil reaksi lambat. Awitan gejala perlahan

sebagai gejala negatif dan /atau positif.Serabut saraf berukuran besar dan kecil terkena walaupun manifestasi dini yang muncul mungkin dari serabut kecil

Kekuatan 4 gerak otot ? PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK. •Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.

CARA PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK. 1. Pengamatan. • Gaya berjalan dan tingkah laku. • Simetri tubuh dan ektremitas. • Kelumpuhan badan dan anggota gerak. dll.

2. Gerakan Volunter. • Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya: – Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu. – Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti. – Mengepal dan membuka jari-jari tangan.

– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul. – Fleksi dan ekstensi artikulus genu. – Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki. –

Gerakan jari- jari kaki.

3. Palpasi otot. • Pengukuran besar otot. • Nyeri tekan. • Kontraktur. • Konsistensi ( kekenyalan ). • Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada. – Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP. – Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ). – Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ). – Kontraktur otot. • Konsistensi otot yang menurun terdapat pada. – Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot. –

Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”

4. Perkusi otot. • Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja. • Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien mixedema,

pasien dengan gizi buruk ). • Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

5. Tonus otot. • Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar. • Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN). • Hipotoni : tahanan berkurang. • Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan UMN. • Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

6. Kekuatan otot. • Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara: – Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan ini.

– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.

Cara menilai kekuatan otot : • Dengan menggunakan angka dari 0-5. – 0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total. – 1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot tersebut. – 2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat ( gravitasi ). – 3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat. – 4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan. –

5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).

Cara menilai kekuatan otot ada dua cara. Dengan menggunakan angka dari 0 – minus 4 – Nilai 0 -1 -2 -3 -4 – Gerakan bebas + + + + – Melawan gravitasi + + + - – Melawan pemeriksa + + - - Nilai O berarti normal, -1 = parese ringan, -2 = parese moderat, -3= parese hebat, -4 paralisis. Anggota gerak atas.

• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris) • Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ). • Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ). • Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ). • Pemeriksaan abduksi ibu jari. • Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ). • Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8). • Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8). • Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis). • Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ). • Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ). • Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ). • Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).

Anggota gerak bawah. • Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ). • Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius ). • Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” ( L4,L5,S1,S2,saraf siatika ). • Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ). • Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2,

saraf tibialis

7. Gerakan involunter. • Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.

• Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum ( nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada sindroma Parkinson. • Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul

kekacauan gerakan volunter.

• Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus. • Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus.

• Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel. • Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit.

• Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi. • Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.

8. Fungsi koordinasi. • Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan – lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “ Cerebellar sign “

• Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign” – Test telunjuk hidung. – Test jari – jari tangan. – Test tumit – lutut. – Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari

tangan. – Test fenomena rebound. – Test mempertahankan sikap. – Test nistagmus. – Test disgrafia. –

Test romberg.

• Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang – goyang ). • Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “ • Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.

Gait dan Station. • Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.

• Jalan diatas tumit. • Jalan diatas jari kaki. • Tandem walking. • Jalan lurus lalu putar. • Jalan mundur. • Hopping. • Berdiri dengan satu kaki.

• Macam macam Gait: • Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi. • Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik paraparese. • Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis. • Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n. Peroneus. • Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus. • Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.

Related Documents