BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan adalah pelayanan publik yang bersifat mutlak dan erat kaitannya dengan kesejahteraan masyarakat. Untuk semua pelayanan yang bersifat mutlak, negara dan aparaturnya berkewajiban untuk menyediakan layanan yang bermutu dan mudah didapatkan setiap saat. Salah satu wujud nyata penyediaan layanan publik di bidang kesehatan adalah adanya Puskesmas. Puskesmas adalah pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014). Pada pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting karena
diperlukan
dalam
sebagian
besar
upaya
kesehatan
untuk
menghilangkan gejala dari suatu penyakit, mencegah penyakit, serta dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak tepat. Oleh sebab itu, pelayanan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan penggunaan obat.
1
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari pelayanan obat menjadi pelayanan pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan
obat
sebagai
komoditi
menjadi
pelayanan
yang
komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, perilaku agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Farmasis harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan dalam proses pelayanan (Depkes, 2004). Pelaksanaan pelayanan informasi obat merupakan kewajiban farmasis yang diatur dalam keputusan Permenkes RI No.58 Tahun 2014 Kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh farmasis untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Farmasis hendaknya selalu memberikan informasi kepada setiap pasien bagaimana cara mereka mempergunakan atau meminum obat serta informasi mengenai aturan pakai obat dan efek samping yang dapat ditimbulkan akibat pemakaian obat tersebut. Dengan pemberian informasi kepada pasien diharapkan dapat terjalin hubungan yang baik sehingga dapat mengurangi atau menghindari kemungkinan terjadi kesalahan penyerahan atau pemakaian obat (Permenkes RI, 2014).
2
Fakta yang terjadi saat ini yakni dimana belum semua pasien tahu dan sadar akan apa yang harus dilakukan tentang pengobatannya. Oleh sebab itu, untuk mencegah kesalahgunaan, penyalahgunaan, dan adanya interaksi obat yang tidak dikehendaki, maka pelayanan infomasi obat dirasakan sangat diperlukan, terlebih lagi belum semua pasien mendapatkan informasi yang memadai dan juga pengetahuan tentang obat yang digunakan belum semuanya diketahui, serta adanya obat-obat tertentu yang sangat memerlukan perhatian. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan di Puskesmas Wuawua masih banyak pasien yang tidak diberikan informasi obat. Selain itu, observasi awal berupa wawancara pada pasien bahwa masih ada ketidakpuasan mengenai informasi obat dari tenaga kesehatan. Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan dengan indikator berupa bukti fisik (Tangible), Kehandalan (reliability), Perhatian (Emphaty), ketanggapan (Responsiveness), dan jaminan kepastian (Assurance). Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Sumarwan, 2011). Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari sebenarnya sudah dapat dikatakan mampu memberikan dan melaksanakan pelayanan informasi obat karena adanya tenaga kefarmasian yaitu Apoteker yang dapat menunjang
3
penggunaan obat secara rasional. Dari pelayanan informasi obat yang telah diselenggarakan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota kendari, maka pengukuran kepuasan pasien menjadi kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pengukuran kualitas pelayanan informasi obat setelah pasien menerima obat dari apotek
Puskesmas Wua-wua Kota Kendari. Untuk itu penulis
tertarik melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Informasi Obat di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari”
B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Informasi Obat di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan Terhadap Pelayanan Informasi Obat di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan ditinjau dari dimensi bukti fisik (Tangible) dalam
pelayanan informasi obat
di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari.
4
b. Untuk mengetahui Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan ditinjau dari dimensi Kehandalan (reliability) terhadap pelayanan informasi obat di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. c. Untuk mengetahui Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan ditinjau dari dimensi Perhatian (Emphaty) dalam
pelayanan informasi obat di
Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. d. Untuk mengetahui Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan ditinjau dari dimensi ketanggapan (Responsiveness) dalam pelayanan informasi obat di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari e. Untuk mengetahui Tingkat Kepuasan Pasien Rawat Jalan ditinjau dari dimensi jaminan kepastian (Assurance) terhadap pelayanan informasi obat di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Dapat memberikan kontribusi dalam hal wawasan dan keilmuan mengenai Pelayanan informasi Obat. 2. Manfaat Praktisi a. Dapat memperkaya ilmu pengetahuan Tenaga Farmasis dalam Pelayanan informasi obat Yang Efektif dan aman. b. Dapat menambah wawasan peneliti terhadap penelitian yang dilakukan. 3. Peneliti Selanjutnya Dapat dijadikan referensi penelitian selanjutnya
5
4. Bagi Puskesmas Sebagai
bahan
masukan
bagi
puskesmas
dalam
upaya
meningkatkan pelayanan kefarmasian khususnya pelayanan informasi obat.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Rujukan penelitian Rujukan penelitian
yang pernah dilakukan
untuk mendukung
penulisan penelitian ini antara lain : 1. Priyandani, 2014, Pemberian Informasi Lama Terapi dan Konfirmasi Informasi Obat Perlu Ditingkatkan di Puskesmas, Jurnal farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 1, No. 1, Juni 2014. menyimpulkan bahwa indikator mutu pelayanan kefarmasian di puskesmas wilayah Surabaya yang dianggap tidak terlalu penting oleh pasien meliputi empat indikator salah satunya efek samping obat. 2. Mole, F., 2009, Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap Pelayanan Publik di Puskesmas Ngeskep Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Menyimpulkan bahwa kenyamanan dinilai sebagai hal yang sangat penting oleh responden karena dapat menunjang kenyamanan responden dalam memperoleh layanan kesehatan. 3. Nurba, E., 2012, Analisis Tingkat Kepuasan Pelayanan Publik Pada Puskesmas Loa Janan, Jurnal Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Samarinda, jurnal EKSIS, Vol. 8, No. 2, Agustus 2012 Menyimpulkan bahwa kenyamanan dinilai oleh responden sebagai hal yang penting dan dapat dipenuhi dengan baik oleh Puskesmas Loa Janan dengan persentase tingkat kesesuaian sebesar 92,33%. Selain itu petugas harus
7
sudah paham tentang informasi yang dibutuhkan pasien sehubungan dengan penyakitnya, karena itu sangat membantu pasien untuk mengetahui apa dan bagaimana cara penyembuhan untuk penyakitnya. 4. Pasinringi , 2009, Hubungan Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Di RSUD Dr. M Haulussy, Skripsi, Ambon. menyimpulkan bahwa ada hubungan antara empati dengan kepuasan pasien di RSUD Dr. M Haulussy Ambon Nilai korelasi tertinggi pada dimensi empati adalah pasien merasa nyaman selama menerima informasi obat dan petugas memahami
kebutuhan
informasi
sesuai
jenis
penyakit
pasien.
Kenyamanan pasien ini sangat penting karena apabila pasien tidak dalam keadaan nyaman menerima informasi obat bisa saja pasien tidak bisa memahami
atau
tidak
mendapatkan
semua
informasi
yang
diharapkannya. 5. Abdullah, N., Andrajadi, R., dan Supardi, S., 2010, Pengetahuan, Sikap dan Kebutuhan Pengunjung Apotek Terhadap Informasi Obat di Kota Depok, Pusat Penelitian Dan Sistem Pengembangan Kebijakan Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan, Depok. menyatakan 93,4% masyarakat membutuhkan pelayanan informasi obat di apotek. 6. Lestari, S., F., 2012, Evaluasi Kualitas Pelayanan Farmasi Rawat Jalan Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong, Tesis, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta. menyatakan bahwa pasien rawat jalan tidak puas terhadap pelayanan kefarmasian yang diterimanya.
8
B. Landasan teori 1. Puskesmas a. Definisi Puskesmas Puskesmas
adalah
fasilitas
pelayanan
kesehatan
yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014). b. Fungsi Puskesmas 1. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) tingkat pertama di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014). a) Melaksanakan
perencanaan
berdasarkan
analisis
masalah
kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan. b) Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan. c) Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan. d) Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan. 2. Penyelenggaraan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama di wilayah kerjanya (Permenkes RI, 2014). a) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif berkesinambungan dan bermutu.
9
b) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan preventif. c) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. d) Menyelenggarakan
pelayanan
kesehatan
yang mengutamakan
keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung. C. Tujuan Puskesmas Tujuan
puskesmas
adalah
mendukung tercapainya
tujuan
pembangunan kesehatan nasional, yakni meningkatkan kesadaran, kamauan dan kemampuan hidup sehat bagi orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Trihono, 2005). 2. Tinjauan Umum Tentang Pasien Rawat Jalan Pasien rawat jalan adalah pasien yang hanya memerlukan pengobatan tidak lebih dari 24 jam walupun sempat bermalam satu malam ditempat tidur dipasien Rawat Inap atau di tempat tidur perawatan pemulihan. Rawat jalan meliputi Prosedur terapeutik dan diagnostik serta pengobatan yang di berikan pada para pasien dalam sebuah lingkungan yang tidak membutuhkan rawat inap di rumah sakit ( Lestari, 2012). Unit rawat jalan pada saat ini merupakan bagian yang sangat strategis bagi suatu pelayanan kesehatan , karena pada bagian tersebut sebagian besar pasien dirujuk untuk mendapatkan follow up.Kesan pertama dari masyarakat terhadap palayanan kesehatan adalah penampilan dari
10
rawat jalan. ada beberapa faktor yang berkaitan dengan penampilan tersebut , seperti keberhasilan pelayanan medis dan manajemen pasien. Adapun syarat- syarat pokok pelayanan kesehatan menurut ( Azwar 2010) adalah sebagai berikut : 1. Tersedia dan berkesinambungan, artinya semua jenis pelaporan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit untuk ditemukan serta keberadaanya dalam masyarakat ada setiap saat dibutuhkan 2. Dapat diterima dan wajar,
artinya pelayanan kesehatan tidak
bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat 3. Mudah dicapai yakni dipandang dari sudut biaya,artinya pelayanan kesehatan sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. 4. Bermutu artinya menunjukan tingkat kesempurnaan pada pelayanan kesehatan yang diselenggarakandimana dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan tata cara penyelenggaraanya sesuai dengan standar dan kode etik yang telah ditentukan 3. Tinjauan Umum Tentang Kepuasan 1. Pengertian Kepuasan Kepuasan atau satisfaction berasal dari bahasa latin “satis” (artinya cukup baik, memadai) dan “facto” (melakukan atau membuat), sehingga secara sederhana sebagai upaya pemenuhan sesuatu (Herianto, 2005).
a. kepuasan adalah perasaan senang seseorang yang berasal
dari
perbandingan antara kesenangan terhadap aktivitas dan suatu produk dengan harapannya (Tjiptono , 2008).
11
kepuasan adalah tanggapan pelanggan atas terpenuhinya kebutuhan Pelanggan umumnya mengharapkan produk berupa barang atau jasa yang dikonsumsi dapat diterima dan dinikmatinya dengan pelayanan yang baik atau memuaskan (Sumarwan, 2011). Kepuasan seorang penerima jasa layanan dapat tercapai apabila kebutuhan, keinginan, dan harapannya dapat dipenuhi melalui jasa atau produk yang dikonsumsinya. Kepuasan pasien bersifat subjektif berorientasi pada individu dan sesuai dengan tingkat rata-rata kepuasan penduduk. Kepuasan pasien dapat berhubungan dengan berbagai aspek diantaranya mutu pelayanan yang
diberikan kecepatan
pemberian
layanan, prosedur serta sikap yang diberikan oleh pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Sumarwan, 2011). Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan. Kepuasan pasien adalah tingkat kepuasan dari persepsi pasien dan keluarga terhadap pelayanan kesehatan dan merupakan salah
satu indikator kinerja rumah sakit. Bila pasien
menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Azwar, 2010). Kepuasan dalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk
12
yang dirasakan dalam hubunganya dengan harapan seseorang ( Ujang Sumarwan, 2011). Ada beberapa teori mengenai kepusaan,Teori yang menjelaskan apakah pasien sangat puas, puas, tidak puas adalah teori performasi yang diharapkan (expectation-performancetheory) yang menyatakan bahwa kepuasan adalah fungsi dari harapan pasien tentang jasa dan performasi yang diterimanya. Jika jasa sesuai dengan harapannya, pasien akan puas, jika jasa kurang sesuai dengan yang diharapkan, maka pasien akan merasa tidak puas. Kepuasan atau ketidak puasan pasien akan meningkat jika ada jarak yang lebar antara harapan dan kenyataan performasi pelayanan. Beberapa pasien cenderung memperkecil kesenjangan dan mereka akan terkurangi rasa ketidakpuasannya (Azwar, 2010). Kecepatan pemberian
layanan,
prosedur
serta
sikap
yang
diberikan
oleh
pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri (Wijono, 2010). 2. Indikator Kepuasan Tingkat kepuasan seseorang terhadap sesuatu dapat dilihat berdasarkan persepsi terhadap hal tersebut. Persepsi merupakan suatu fenomena yang unik dimana semua individu menafsirkan segala peristiwa yang terjadi disekitarnya dengan menggunakan alat inderanya. Proses terjadinya pesepsi pada individu ditentukan oleh objek-objek yang berada disekitarnya (Azwar, 2010). Kepuasan Pasien merupakan cerminan dari kualitas pelayanan kesehatan yang diterima meliputi kepuasan dari segi:
13
a. Penampilan fisik (tangible) Penampilan fisik (tangible) yaitu perwujudan dari fasilitas fisik yang dimiliki suatu pusat pelayanan kesehatan dari penampilan petugas kesehatan secara keseluruhan dalam memeberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Ketersedian peralatan dan fasilitas kesehatan pada suatu sarana kesehatan adalah suatu hal yang sangat penting dan memiliki keeratan hubungan dengan ketersediaaan tenaga kesehatan sebab kedua hal inilah yang menjadi penunjang kelancaran dari pelaksanaan dan pemberian pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat , kelompok, keluarga, maupun individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasan pada dimensi tingkat penampilan fisik (tangible), terdiri atas : 1) Tersedia ruang apotek. 2) Tersedia ruang kantor/ administrasi. 3) Tersedia ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai rawat jalan dan rawat inap. 4) Tersedia ruang konsultasi /konseling obat. 5) Tersedia ruang pelayanan informasi obat. b. Dimensi kehandalan (reliability) Dimensi kehandalan (reliability) yaitu berhubungan dengan tingkat kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada pasien dipusat
14
pelayanan kesehatan atau dengan kata lain kehandalan adalah kemampuan petugas kesehatan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.Tingkat kemampuan dan ketrampilan yang kurang dari tenaga kesehatan tentunya akan memberikan pelayanan yang kurang memenuhi kepuasan pasien sebagai standar pnilaian terhadap mutu pelayanan. Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasan pasien pada dimensi kehandalan (reliability), terdiri atas : 1) Handal dalam memberikan informasi tentang ketepatan indikasi , dosis dan waktu penggunaan obat. 2) Handal dalam melakukan duplikasi pengobatan. 3) Handal dalam menginformasikan alergi dan reaksi obat yang tidak dikehendaki. 4) Handal dalam memberikan informasi tentang kontra indikasi obat. 5) Handal dalam memberikan informasi tentang interaksi obat. c . Dimensi Perhatian (Emphaty) Dimensi Perhatian (Emphaty) yaitu kemampuan dari petugas kesehatan untuk merasakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien,sehingga petugas dapat mempersepsikan secara akurat perasaan psien tersebut dan memahami arti masalah kesehatan tersebut bagi pasien. Rasa emphaty dapat menimbulkan rasa saling pengertian antara petugas kesehatan dan pasien sehingga akan membantu pasien dalam mengerti dan mengeksplorasi perasaanya sehingga dapat menyelesaikan
15
masalahnya, Melalui sikap empati , petugas dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal kepada pasien dan memfasilitasi pasien untuk mengekspresikan perasaanya. Adapun indikator Pengukuran tingkat kepuasaan pasien pada dimensi perhatian (emphaty), terdiri atas : 1) Petugas apotek memperhatikan ketepatan waktu tunggu antrian tiap pasien ketika melakukan pelayanan resep . 2) Petugas apotek memperhatikan ketepatan waktu penyerahan obat. 3) Petugas apotek memperhatikan kesesuaian resep dan obat yang diberikan kepada pasien. 4) Petugas apotek memperhatikan kenyamanan pasien selama proses penyerahan dan penebusan resep. 5) Petugas apotek memperhatikan keamanan obat yang diberikan kepada pasien. d. Dimensi ketanggapan (Responsiveness) Tingkat kesigapan dari petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi penilaian pasien atas mutu pelayanan yang diselenggarakan atau dengan kata lain ketanggapan adalah kemampuan petugas untuk membantu pasien dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang cepat dan tepat sesuai dengan masalah kesehatan yang dialaminya dalam rangka membantu mengatasi masalah kesehatan tersebut.
16
Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasan pasien pada dimensi ketanggapan (Responsiveness), terdiri atas : 1) Petugas apotek cepat dan tanggap dalam menerima resep yang diberikan oleh pasien. 2) Petugas apotek memproses resep obat pasien dengan segera. 3) Petugas apotek memberikan obat kepada pasien sesuai proses pelayanan yang ada. 4) Petugas apotek memperhatikan waktu tunggu pasien untuk mendapatkan pelayanan 5) Petugas apotek tanggap terhadap setiap keluhan atau pertanyaan pasien terkait obat yang diberikan e. Dimensi jaminan kepastian (assurance) Dimensi jaminan kepastian (assurance) yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan dan kesopanan petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan
kepada
pasien
sehingga
menimbulkan
kepercayaan dan keyakinan dalam setiap tindakan yang diberikan kepada pasien atau dengan kata lain petugas kesehatan dapat menghilangkan rasa ketidakpercayaan, ketidakyakinan atau keraguraguan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang diberikan kepada mereka. Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasan pasien pada dimensi jaminan kepastian (assurance), terdiri atas:
17
1) Petugas
apotek
memiliki
pengetahuan
dan
kemampuan
memberikan penjelasan mengenai segala sesuatu yang terkait dengan obat yang diberikan sesuai dengan tujuanya. 2) Petugas apotek dengan mudah memberikan informasi kepada pasien terkait dengan obat yang diberikan. 3) Petugas apotek memberikan penjelasan yang singkat, jelas,lengkap, dan tidak memberikan berbagai interprestasi. 4) Petugas apotek memberikan jaminan keamana terhadap obat yang diberikan. 5) Petugas apotek memberikan pelayanan dan informasi yang rasional tentang dosis, waktu dan cara penggunaan obat yang diberikan (Herianto, 2005). Kelima dimensi kepuasaan pasien tersebut diatas apabila dilakukan dengan baik dan dimiliki oleh setiap petugas kesehatan maka dapat memberikan gambaran mutu pelayanan yang baik.definisi operasional tentang mutu berbeda-beda namun saling melengkapi yang menambah pengertian dan wawasan tentang apa yang dimaksud sebenarnya dengan mutu, pengertian tersebut antara lain: a. Menurut American Society For Quality Control Mutu adalah gambaran total sifat dari suatu produk atau jasa pelayanan yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan kebutuhan kepuasaan.
18
b. Menurut Tjiptono (2008) Lima kelompok karateristik yang digunakan oleh
para pelanggan
dalam mengevaluasi mutu/ kualitas jasa yaitu: 1) Bukti
langsung
(tangible),
Meliputi
sifat
fisik,
perlengkapan
pegawai,dan sarana komunikasi 2) Kehandalan (reliabilyti) yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan 3) Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan membantu memberikan pelayanan dengan tanggap. 4) Jaminan (assurance) mencakup kemampuan ,kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki oleh para staf,bebas dari bahaya, resiko dan keragu-raguan. 5) Kemampu pahaman (emphaty), meliputi kemampuan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan. Penelitian yang dilakukan Tjiptono (2008), telah menjelaskan adanya perbedaan dimensi dari sifat multidimensional mengenai mutu pelayanan kesehatan yaitu : 1. Bagi pemakai pelayanan kesehatan (health consumer), mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas kesehatan memenuhi kebuthabn penderita, kelancaran komunikasi, petugas dengan pasien dan keprihatinan serta keramah-tamahan
19
petugas dalam melayani pasien dan atau kesembuhan penyakit yang diderita pasien 2. Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan (health consumer), mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dengan perkembangan ilmu dan teknologi mutakhir dan otonomi profesi pada waktu menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien. 3. Bagi penyandang dan mutu pelayanan kesehatan (Health financing), mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakaian sumber dana, kewajaran pembiayaan kesehatan, dan atau kemampuan pelayanan kesehatan mengurangi kerugian penyandang dana pelayanan kesehatan. Mutu pelayanan kesehatan sering juga diartikan sebagai mutu pemeliharaan kesehatan atau mutu perwatan yang menjadi acuan pelaksanaan operasional sehari-hari adalah derajat terpenuhinya standar profesi yang baik dalam pelayanan pasien ( Wijono, 2010). Pembatasan yang telah disepakati pada derajat pasien untuk menghindari adanya unsur subyektivitas individual yang dapat mempersulit pelaksanaan program menjaga mutu,ditetapkan bahwa yang dimaksud dengan kepuasan sekaligus orientasinya pada individual tetapi ukuran yang dipakai adalah yang bersifat umum yakni yang sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk (Triptono, 2008).
20
Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan sesuai sistem pelayanan kesehatan nasional, tenaga kesehatan mempuyai peran yang penting. Tenaga kesehatan merupakan tim kesehatan yang sangat menentukan baik buruknya pelayanan kesehatan masyarakat, karena ruang lingkup tenaga kesehatan cukup luas. Hal ini menuntut penampilan kerja tenaga kesehatan baik itu tenaga medis (Dokter), paramedis (perawat), dan tenaga non medis dan para medis dituntut untuk memberikan pelayanan yang berkualitas tinggi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. 4. Pelayanan Informasi Obat (PIO) a. Pelayanan Informasi Obat Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan: 1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada tenaga kesehatan lain di lingkungan Puskesmas, pasien dan masyarakat. 2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat (contoh: kebijakan permintaan obat oleh jaringan dengan mempertimbangkan stabilitas, harus memiliki alat penyimpanan yang memadai). 3. Menunjang penggunaan obat yang rasional (Permenkes RI, 2014).
21
b. Ruang Lingkup Pelayanan 1. Pelayanan a. Menjawab pertanyaan b. Menerbitkan buletin c. Membantu unit lain dalam mendapatkan informasi obat d. Menyiapkan materi untuk brosur/leaflel informasi obat e. Mendukung kegiatan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium. 2
Pendidikan Pelayanan informasi obat melaksanakan fungsi pendidikan terutama pada rumah sakit yang berfungsi sebagai rumah sakit pendidikan : a. Mengajar dan membimbing mahasiswa. b. Memberi pendidikan pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat. c. Mengkoordinasikan program pendidikan berkelanjutan di bidang informasi obat. d. Membuat/menyampaikan makalah seminar simposium
3
Penelitian a. Melakukan penelitian evaluasi penggunaan obat. b. Melakukan penelitian penggunaan obat baru c. Melakukan penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan pihak lain.
22
d. Melakukan kegiatan program jaminan mutu. Dengan adanya keterbatasan waktu, dana dan sumbersumber informasi, maka jenis pelayanan yang dilaksanakan Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit disesuaikan dengan kebutuhan. Contohnya meliputi: 1. Memberi jawaban atas pertanyaan spesifik melalui telepon, surat atau tatap muka. 2. Laporan atau buletin bulanan. 3. Pelayanan cetak ulang reprint. 4. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi obat, konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan penggunaan obat-obatan. 5. Tugas-tugas pendidikan dan pelatihan seperti kuliah tentang farmakologi dan pengobatan, evaluasi literatur obat atau penggunaannya 6. Melakukan riset. 7. Dukungan Panitia/Komite Farmasi dan Terapi seperti tinjauan terhadap
obat-obatan
yang
baru
yang
diajukan
untuk
dimasukkan dalam daftar obat rumah sakit. 8. Hubungan dengan para sales perusahaan obat, komite staf medis dan para petugas perpustakaan medis. 9. Pengawasan atas racun/keracunan.
23
c . Sasaran Informasi Obat 1. Pasien dan atau keluarga pasien 2. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten apoteker, dan lain lain. 3. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain. d. Sumber daya manusia ( SDM ) 1. Persyaratan SDM a. Mempunyai
keterampilan
kemampuan dengan
mengembangkan
mengikuti
pendidikan
pengetahuan
dan
pelatihan
yang
berkelanjutan b. Menunjukkan
kompetensi
profesional
dalam
penelusuran,
penyeleksian dan evaluasi sumber informasi. c. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar rumah
sakit, metodologi penggunaan data elektronik. d. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat. e. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun
tulisan. e. Metode Untuk Menentukan Pelayanan 1. Informasi Obat a. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
24
b. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang diluar jam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga. c. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja. d. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja. e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja. F. Sarana dan prasarana Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan kondisi rumah sakit. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan
dan
perkiraan
kebutuhan
akan
perlengkapan
dalam
pelaksanaan pelayanan informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat, sebaiknya disediakan sarana fisik, seperti : 1. Ruang kantor 2. Ruang rapat 3. Perpustakaan 4. Komputer 5. Telepon dan faksimili 6. Jaringan internet, dan lain lain 25
7. In house data base Apabila tidak ada sarana khusus, pelaksanaan pelayanan informasi obat dapat menggunakan ruangan instalasi farmasi beserta perangkat Pendukungnya g. Macam Dan Jenis Informasi Untuk dapat memberikan pelayanan informasi obat, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit
perlu
mengakses
lingkungan
disekitarnya
termasuk
ketersediaan berbagai sumber daya 1. Sumber Daya Meliputi : a. Tenaga kesehatan Dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain di rumah sakit. b. Pustaka Terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan Farmakope. c. Sarana Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet dan perpustakaan. d. Prasarana Industri farmasi, Badan POM, Pusat Informasi Obat, Pendidikan tinggi farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker dan lain lain). 2. Pustaka Sebagai Sumber Informasi Obat Semua sumber informasi yang digunakan diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan tipe pelayanan.
26
Pustaka digolongkan dalam 3 (tiga) kategori. a. Pustaka primer Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat di dalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh pustaka primer: - laporan hasil penelitian - laporan kasus - studi evaluatif - laporan deskriptif b. Pustaka sekunder Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai, data base, seperti medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International Pharmaceutical Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian. c. Pustaka tersier Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami
27
3. Penelusuran Informasi Dan Pustaka a. Pencarian dari umum ke khusus Kita telah mengerti adanya bermacam macam sumber informasi maka kita perlu melakukan penelitian secara efisien dan terfokus melalui pendekatan sistematis untuk: 1. Penentuan kebutuhan informasi obat yang aktual. 2. Mengumpulkan data pasien secara khusus dengan cara menanyakan hal hal yang relevan dengan cara yang baik. Prinsip yang sama dapat digunakan untuk mencari literatur.Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai, data base, contoh : medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International Pharmaceutical Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian. Tujuan pencarian tersebut adalah untuk mengarahkan pencarian agar lebih akurat, komplit dan terpadu. Pencarian yang ideal harus dimulai dari sumber-sumber yang umum untuk mendapatkan konteks yang cukup sebelum strategi yang lebih khusus digunakan untuk mencari data yang lebih detail. Strategi pencarian umum ke khusus berarti berpindah dari pustaka tersier ke pustaka sekunder kemudian ke pustaka primer. a. Keuntungan pencarian sistematis Menghindarkan kita dari sumber informasi yang terlalu banyak dan kehilangan arah dalam pencariannya sehingga didapat informasi yang cepat, tepat dan akurat.
28
Contoh: Apoteker yang belum mempunyai pengalaman praktis atau keahlian dalam pencarian informasi secara benar, maka disarankan membaca terlebih dahulu latar belakang buku tersebut. Tahapan dalam pencarian informasi, pertama - tama harus dipilih pustaka tersier yang sesuai dengan topik permasalahan, misalnya referensi (informasi obat umum), kemudian pustaka sekunder misalnya buku (mengenai obat, patofisiologi, onkologi, atau endokrinologi) baru dilanjutkan pada pustaka primer misalnya artikel/abstrak. b. Kelemahan pencarian sistematis Waktu penelusuran cukup lama karena harus berpindah dari pustaka tersier ke sekunder kemudian ke primer h . Evaluasi sumber informasi 1 Evaluasi pustaka primer Untuk mengevaluasi pustaka primer tidak mudah meskipun hasil suatu studi atau makalah penelitian sudah absah dan telah dipublikasikan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan evaluasi terhadap pustaka primer adalah sebagai berikut: a. Bagian bahan dan metode adalah bagian paling penting dari suatu artikel yang menguraikan cara peneliti melakukan studi tersebut. b. Sampel mewakili populasi yang hasilnya akan dapat diterapkan. c. Desain studi adalah bagian berikut setelah seleksi bahan dan metode yang memerlukan penelitian yang seksama.
29
Ada tiga unsur indikator untuk desain studi yang baik: 1. Kendali memberi suatu dasar untuk pembanding, yang paling umum adalah kelompok subyek yang menerima plasebo atau pengobatan standar yang lain (kendali aktif). Subyek juga dapat berlaku sebagai kendali mereka sendiri, jika menerima lebih dari satu regimen dosis dibawah kondisi studi. 2. Cara buta dan penetapan secara acak adalah dua teknik yang digunakan mengurangi bias pada peneliti dan subyek 2 Evaluasi pustaka sekunder Pustaka sekunder terdiri atas dua jenis yaitu pustaka sekunder berisi pengindeksan (kepustakaan) dan pustaka sekunder berisi abstrak yang
berguna
sebagai
pemandu
kepustaka
primer.
Sebagai
pertimbangan dalam memilih sumber pustaka sekunder, antara lain: a. Waktu jarak waktu artikel itu diterbitkan dalam majalah ilmiah dan dibuat abstrak atau indeks. b. Jurnal pustaka cakupan jumlah pustaka ilmiah yang mendukung tiap pustaka sekunder merupakan pertimbangan lain dalam pemilihan pustaka tersebut.
30
c. Selektivitas pengindeksan/pengabstrakan Bentuk
dari
terkomputerisasi)
sistem(cetak harus
standar,
dipertimbangkan,
mikrofis dikaitkan
atau dengan
keperluan dan kebutuhan pengguna d. Harga perbedaan harga terjadi untuk sumber yang tersedia dalam bentuk yang berbeda 3 . Evaluasi pustaka tersier Pustaka tersier banyak tersedia sebagai sumber informasi medik dan obat. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam memilih sumber pustaka tersier: a. Penulis dan atau editor Editor dan penulis harus mempunyai keahlian dan kualifikasi menulis tentang suatu judul atau bab tertentu dari suatu buku. b. Tanggal publikasi juga harus diperhatikan bersama sama dengan edisi Tanggal publikasi dari pustaka tersier terutama buku teks harus merupakan tahun terbaru. c. Penerbit penerbit yang mempunyai reputasi tinggi. d. Daftar pustaka Harus mengandung daftar rujukan pendukung sesuai judul buku. e. Format
pustaka
tersier
harus
penggunaan.
31
didesain
untuk
mempermudah
f. Cara lain untuk membaca buku teks yang baru adalah membaca kritik tertulis I. Dokumentasi Setelah terjadl interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka kegiatan tersebut harus didokumentasikan. Pendokumentasian sangat penting karena dapat membantu menelusuri kembali data informasi yang dibutuhkan dalam waktu yang relatif lebih singkat. Pendokumentasian tersebut juga memperjelas beban kerja dari apoteker. Manfaat dokumentasi adalah: 1. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap. 2. Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa. 3. Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya. 4. Media pelatihan tenaga farmasi. 5. Basis data penelitian, analisis, evaluasi dan perencanaan layanan. 6. Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan informasi obat. Dokumentasi memuat : - Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan - Tanggal dan waktu jawaban diberikan - Metode penyampaian jawaban - Pertanyaan yang diajukan - Orang yang meminta jawaban
32
- Orang yang menjawab - Kontak personal untuk tambahan informasi. - Lama penelusuran informasi - Referensi/sumber informasi yang digunakan Berikut ini disajikan macam-macam informasi yang umumnya terdapat dalam formulir pertanyaan tentang informasi obat (Drug Information Enquiry Form) : - Nama penanya - Pesan diterima oleh - Status dan pekerjaan penanya - Tanggal bertanya - Urgensi : Waktu/Tanggal Jawaban diharapkan - Cara menghubungi (Pager, HP, Telp., Fax, Email, dan lain lain) -
Jenis Kelamin dan usia pasien berkaitan dengan berat badan dan tinggi badan
- Semua terapi saat ini dan sebelumnya - Fungsi Ginjal/Hepar/Jantung (dari hasil tes) - Trimester kehamilan - Alergi (termasuk obat) - Pertanyaan yang diajukan dan informasi tambahan ( Dirjen, PPIO, 2004 ).
33
5. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Penyebab utama pasien tidak menggunakan obat secara tepat adalah karena minimnya informasi obat yang diterima oleh pasien tersebut. Oleh karena itu sangatlah penting bagi Asisten Apoteker menyediakan waktu untuk memberikan komunikasi dan informasi mengenai obat yang diterima oleh pasien, sehingga dapat tercapai kesembuhan pada penyakit yang dideritanya. Komunikasi adalah proses memberitahukan informasi, berita, pesan, pengetahuan kepada masyarakat agar pengetahuan yang diterima dapat dimengerti dengan baik. Informasi adalah
pesan,
berita,
pemberitahuan yang ditujukan kepada
penerangan dan
keterangan,
pasien
obat
diberikan mengenai nama obat, dosis, cara
terhadap
penggunaan dan
yang reaksi
khusus yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Edukasi adalah proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan yang ditujukan pada pasien tentang seputar obat tersebut, seperti obat yang mempunyai penyimpanan khusus dan batas maksimal pemakaian obat, mengubah pola hidup seseorang (misalkan pasien terkena diabetes sebaiknya tidak boleh makan yang berlemak dan mengurangi makanan yang mengandung kadar gula). Hal- hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan pelayanan informasi yaitu:
34
1. Informasi tentang khasiat obat, berhubungan dengan khasiat obat, kapan efek tersebut terjadi, yang dimulai dengan kerja obat, apa tujuan terapi dengan obat tersebut, akibat yang tidak diinginkan yang mungkin timbul, apa yang dilakukan bila pemberian obat tersebut kurang bermanfaat mengurangi keluhan penderita. 2. Informasi tentang efek samping, yaitu efek samping apa yang mungkin terjadi, selama berapa lama
efek tersebut terjadi, apakah efek
samping tersebut akan menimbulkan kesukaran, tindakan apa yang harus dilakukan apabila terjadi efek samping obat. 3. Peringatan khusus, yaitu larangan sehubungan dengan penggunaan obat, misalnya
dekstrometropan
tidak
boleh
diminum
saat
penderita
menjalankan kendaraan bermotor. 4. Perintah yang harus dilaksanakan penderita yaitu mengapa dan kapan penggunaan obat tersebut, berapa lama obat diberikan, dimana penyimpanan obat dilakukan, apa yang harus dilakukan apabila ada efek samping, keracunan obat atau salah minum obat. 5. Berdasarkan
pengertian
tersebut
diatas,
maka
yang
dimaksud
dengan pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi adalah pelayanan kesehatan yang dimulai dan menanyakan kondisi atau keadaan pasien sampai dengan tata cara penggunaan obat secara tepat, aman dan rasional kepada pasien yang dilakukan oleh Asisten Apoteker di Puskesmas (Permenkes RI, 2014).
35
BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah Jenis penelitian survey dengan pendekatan cross sectional, dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu yang sama untuk semua variabel . 2. Desain Penelitian Penelitian ini berupa penelitian Cross Sectional Study yaitu penelitian yang bertujuan menjelaskan suatu keadaan yang berlangsung pada saat penelitian dilakukan (Notoadmodjo, 2012).
B. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Wua-wua pada bulan April sampai dengan Mei 2017. C. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua Pasien rawat jalan yang melakukan pemeriksaan dan pengobatan di Puskesmas Wua-wua kota Kendari. 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang melakukan pemeriksaan dan pengobatan di Puskesmas Wua-wua Kota
36
Kendari yang diambil menggunakan metode Purposive Sampling. Pengambilan
sampel
secara
purposive
didasarkan
pada
suatu
pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumya (Notoadmodjo, 2012). Menurut sugiyono (2009) sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Besaran sampel dari penelitian ini dengan menggunakan teori Slovin yang dirumuskan sebagai berikut: N
n= I+Ne2 Keterangan : n
= Ukuran sampel
N
= Ukuran populasi
e
= Presentase kelonggaran ketelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolelir (e=0,15).
Maka dapat diperoleh jumlah sampel sebagai berikut: n=
1586 2
1+ 1586( 0,15 )
= 43,23 (43 orang)
Dari hasil perhitungan rumus diatas maka jumlah sampel yang akan diambil dalam penelitian ini sebanyak 43 orang.
37
Kriteria sampel dalam penelitian ini terdiri dari : a) Kriteria inklusi a. Responden adalah pasien rawat jalan yang berusia 18-60 tahun dan menebus obatnya di Apotek Wua-Wua Kota Kendari b. Bersedia jadi responden dan kooperatif c. Tahu membaca dan menulis
D. Kerangka Konsep
Puskesmas
Kepuasan pasien terhadap pelayanan informasi obat
Bukti fisik ( Tangible )
Kehandalan ( Reliability)
Perhatian ( Empaty)
Kesimpulan
38
Jaminan Kepastian ( Assurance)
Daya tanggap (Responsiv eness)
E. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel bebas terdiri dari bukti fisik (Tangible), kehandalan (Reliability), perhatian( Emphaty), Daya tanggap (Responsiveness) dan jaminan kepastian ( assurance) 2. Variabel terikat terdiri dari kepuasan pasien terhadap pelayanan informasi obat.
F. Defenisi Operasional Untuk mendapatkan pengertian yang sama tentang variabel penelitian ini maka defenisi operasional sebgai berikut: 1. Tingkat kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat dan kinerja pelayanan kefarmasian yang diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya, dengan indikator berupa bukti fisik (Tangible), Kehandalan (reliability), Perhatian (Emphaty), ketanggapan ( Responsiveness), dan jaminan kepastian (Assurance). 2. Puskesmas adalah unit fungsional yang memberikan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat yang terdiri dari unit pengobatan dan farmasi, kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, gizi, promosi kesehatan, pemberantasan penyakit dan kesehatan lingkungan. 3. Pelayanan informasi obat adalah suatu bentuk pelayanan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam upaya penggunaan obat yang rasional oleh pasien dengan cara pemberian informasi yang tepat, benar, jelas, mudah, dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini.
39
4. Apotek merupakan tempat atau ruangan khusus untuk melakukan pekerjaan kefarmasian.
G. Prosedur Penelitian 1. Alat, bahan, dan Subyek penelitian Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah buku, dan alat tulis.Bahan yang digunakan adalah hasil kuesioner yang di sebarkan pada pasien rawat jalan dan subyek penelitian adalah pasien rawat jalan yang datang berobat di puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. 2. Cara kerja 1. Tahap Persiapan a. Melakukan observasi. b. Membuat proposal dan konsultasi dengan pembimbing c. Mempersiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian, yaitu kuesioner . d. Membuat jadwal kerja. e. Mengurus surat ijin penelitian untuk melaksanakan penelitian. f. Mengajukan ijin penelitian ditempat yang dituju dengan melampirkan surat ijin. 2. Tahap Penelitian a. Mempersiapkan responden untuk diteliti sesuai dengan jadwal yang telah dibuat. b. Mengumpulkan data dengan cara memberikan kuesioner kepada responden.
40
c. Mengelompokkan data berdasarkan hasil dari kuesioner, serta memberi skor. 3. Tahap Pengolahan Data Melakukan analisa terhadap masing-masing indikator berdasarkan data yang telah dikumpulkan. Kemudian menyajikan data tersebut dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan narasi untuk memberi gambaran yang jelas tentang topik yang disajikan. 4. Tahap Akhir Tahap akhir dari penelitian ini yaitu penulisan laporan, yang disajikan dalam bentuk penulisan Karya Tulis Ilmiah ( Arikunto, 2010 ).
H. Analisa Data a) Data 1. Jenis data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu: a. Data nominal adalah data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi posisi data setara dan tidak bisa dilakukan operasi matematika seperti jenis kelamin dan jenis pekerjaan b. Data ordinal adalah data yang diperoleh dengan cara kategorisasi berdasar peringkat atau rangking, diantara data tersebut terdapat hubungan, dimana posisi data tidak setara dan tidak bisa dilakukan operasi
matematika
seperti
tingkat
kepuasan
pasien
yang
dikategorikan sangat puas, puas, kurang puas, tidak puas, dan sangat tidak puas.
41
c. Data interval adalah data yang diperoleh dengan cara pengukuran, dimana jarak antara dua titik skala sudah diketahui dan tidak ada kategorisasi dan bisa dilakukan operasi matematika seperti skor nilai kepuasan pasien terhadap pelayanan informasi obat (Arikunto, 2010). 2 . Sumber data a. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden melalui wawancara dan pengisian kuesioner yang meliputi data tentang tingkat kepuasan pasien ditinjau dari segi penampilan fisik, kehandalan, perhatian, ketanggapan dan jaminan kepastian tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan. a. Data sekunder adalah data yang diambil dari instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. 3. Sifat data a. Penelitian ketegorisasi,
kualitatif
yaitu
karakteristik
data
yang
berhubungan
atau
sifat
variabel
atau
dengan hasil
pengklasifikasian atau penggolongan suatu data. b. Penelitian kuantitatif yaitu data yang berhubungan dengan angkaangka, baik yang diperoleh dari hasil penggukuran, maupun dari nilai suatu data yang diperoleh dengan jalan mengubah data kualitatif ke dalam data kuantitatif (Notoadmodjo, 2012).
42
b). Tehnik pengumpulan data Adapun cara pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan lembar kuesioner. c). Penyajian data Data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dinarasikan.Kemudian data diolah dengan cara sebagai berikut : a. Koding yaitu memberikan kode pada data yang diperoleh dari hasil kuesioner menurut jenisnya b. Editing yaitu mengoreksi kembali data sehingga tidak terjadi kesalahan baik dalam penempatan maupun penjumlahan c. Skoring yaitu memberikan skor pada setiap hasil jawaban kuesioner dari responden d. Tabulating yaitu menyusun data-data kedalam sesuai dengan kategorinya untuk selanjutnya dianalisis (Arikunto, 2010). Data dari hasil penelitian, perhitungan diperoleh dengan menggunakan Metode Manual untuk menganalisa variabel independen dan dependen. 1) Analisis univariat Dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dari masing-masing
variabel
independen
(bukti
fisik,
perhatian,
kehandalan, ketanggapan, dan jaminan) dan variabel dependen (pelayanan informasi obat).
43
K. Skema jalanya Penelitian Puskesmas
Kriteria inklusi 1.Responden adalah pasien rawat jalan
Pasien
yang berusia 18 -70 tahun .
Kepuasan 2. Bersedia jadi responden dan kooperatif serta Tahu membaca dan menulis.
Bukti fisik ( Tangible )
Kehandalan ( Reliability)
Perhatian ( Empaty)
Pelayanan informasi obat
Pemberian kuesioner
Analisis data
Hasil dan pembahasan
Kesimpulan
44
Jaminan Kepastian ( Assurance)
Daya tanggap (Responsiven ess)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari, Pada penelitian ini, peneliti melakukan Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Informasi Obat, Kepuasan adalah suatu fungsi dari perbedaan antara penampilan yang dirasakan dan diharapkan dengan indikator berupa bukti fisik (Tangible),
Kehandalan
(reliability),
Perhatian
(Emphaty),
ketanggapan
(Responsiveness), dan jaminan kepastian (Assurance). Bila pasien menunjukkan hal-hal yang bagus mengenai pelayanan kesehatan terutama pelayanan informasi obat dan pasien mengindikasikan dengan perilaku positifnya, maka dapat kita tarik kesimpulan bahwa pasien memang puas terhadap pelayanan tersebut (Sumarwan, 2011). Peneliti mengukur tingkat kepuasan responden dengan menggunakan kuesioner kepuasan yang terdiri dari lima dimensi kualitas pelayanan yakni tangible, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty, Dimana Penilaian dari tiap variabel didasarkan atas skala likert, dengan jumlah pertanyaan keseluruhan sebanyak 5 (lima ) nomor untuk setiap variabel dan setiap pertanyaan mempuyai 5 pilihan jawaban dengan skor nilai sangat puas = 5, puas = 4, kurang puas = 3, tidak puas = 2 dan sangat tidak puas = 1. Total skor adalah jumlah pengumpulan data dilakukan pada resep pasien rawat jalan yang mendapatkan pelayanan informasi obat di Puskesmas Wua- Wua Kota Kendari, Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan Cross sectional study yaitu peristiwa yang terjadi pada objek penelitian diukur dan 45
dikumpulkan secara simultan (dalam waktu yang bersamaan) dimana proses pengambilan data dilakukan dalam waktu yang sama untuk semua variabel . Populasi dalam penelitian ini adalah semua Pasien rawat jalan yang melakukan pemeriksaan dan pengobatan di Puskesmas Wua-wua kota Kendari. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat jalan yang melakukan pemeriksaan dan pengobatan di Puskesmas Wua-wua Kota Kendari yang diambil menggunakan metode Purposive Sampling. Pengambilan sampel secara purposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumya (Notoadmodjo, 2012). A. Hasil Penelitian 1. Karateristik Responden a. Umur Adapun distribusi reaponden menurut umur disajikan pada tabel 1. Tabel 1.
Distribusi Frekuensi Karateristik Responden Berdasarkan Umur
di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari
No Kelompok Umur Jumlah Persentase ( Tahun ) 1 19-30 14 32,55 2 31-40 13 30,23 3 41-50 10 23,25 4 51-70 6 13,95 Total 43 100 Data Primer , diolah Juli 2017 Tabel 1 menunjukan distribusi frekuensi responden yang sering berobat di puskesmas Wua-Wua Kota Kendari adalah pada rentang usia19-30 tahun ( 32,55%) Dimana peneliti menemukan diusia tersebut lebih banyak
46
yang berobat untuk dirinya sendiri di bandingkan mengantar keluarga yang sakit. Hal ini sesuai dengan penelitian Feist, 2009 yang menyatakan Umur merupakan salah satu sifat karakteristik seseorang yang sangat utama, umur mempunyai hubungan pengalaman terhadap masalah kesehatan atau penyakit, dan pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur individu tersebut. bahwa Semakin bertambahnya umur psikologi individu semakin baik, artinya semakin matang psikologi seseorang, semakin baik pula adaptasi terhadap orang lain.
b. Jenis Kelamin Adapun distribusi responden menurut Jenis kelamin disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Frekuensi karakteristik Responden Berdasarkan jenis Kelamin di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No Jenis Jumlah Persentase Kelamin 1 Laki-Laki 21 48,83 2 Perempuan 22 51,16 Total 43 100 Data Primer , diolah juli 2017 Tabel 2 menunjukan distribusi frekuensi responden menurut jenis kelamin, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 22 orang ( 51,16%) dan sebagian kecil responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 21 orang (48,83%). Hal ini menunjukan bahwa angka kesakitan di kalangan wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki, karena perempuan atau ibu yang datang di Puskesmas WuaWua Kota Kendari selain berobat untuk dirinya, sebagian dari mereka juga mengantar anggota keluarga yang sakit. Hasil penelitian ini sesuai 47
dengan penelitian Nur Alam Abdullah, menunjukkan persentase terbesar yang berobat di Apotek adalah perempuan (78,7%). Menurut Koblinsky bahwa perempuan mudah mengalami ketegangan dan stres emosional yang menyebabkan terjadinya peningkatan tuntutan atas kualitas jasa pelayanan dibandingkan laki-laki yang cenderung dapat mengendalikan keadaan emosionalnya. c. Pendidikan Adapun distribusi responden menurut tingkat pendidikan terakhir disajikan pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi frekuensi karateristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No
Tingkat Jumlah Pendidikan 1 SMP 4 2 SMA 27 3 SARJANA 12 Total 43 Data Primer, diolah juli 2017 Tabel 3 menunjukan distribusi
Persentase 9,30 62,79 27,90 100 frekuensi responden menurut
tingkat pendidikan , sebagian besar SMA sebanyak 27 orang ( 62,79% ) dan sebagian kecil SMP sebanyak 4 orang ( 9,30). Hal ini menunjukan bahwa karakteristik pasien berdasarkan pendidikan terbanyak adalah tamatan SMA( 62,79% ), dimana peneliti menemukan bahwa sebagian besar yang berobat
di Puskesmas adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan yang
cukup. Hal ini sesuai dengan teori Azwar, 1996 yang menyatakan bahwa Pendidikan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
48
dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat dan berperilaku aktif .
d. Pekerjaan Adapun distribusi responden menurut jenis pekerjaan disajikan pada tabel 4. Tabel 4. Distribusi Frekuensi Karateristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No 1 2 3 4 5 6 7
Jenis Pekerjaan Jumlah PNS 5 Swasta 2 Wiraswasta 12 Mahasiswa 4 Petani 6 Peternak 2 IRT 12 Total 43 Data primer, diolah Juli, 2017 Tabel 4 menunjukan distribusi frekuensi
persentase 11,62 4,65 27,90 9,30 13,95 4,65 27,90 100 responden menurut
pekerjaan, sebagian besar Wiraswasta dan IRT sebanyak 12 orang (27,90%) dan sebagian kecil Peternak dan Swasta sebanyak 2 orang ( 4,65 %). Hal ini menunjukan bahwa karateristik responden berdasarkan pekerjaan terbanyak adalah Wiraswasta dan IRT sebanyak 12 orang (27,90%), karena aktivitas yang memadai dan sebagian
IRT
selain
aktivitas yang memadai, IRT sering menemani anak-anaknya untuk berobat di Puskesmas Wua-Wua kota Kendari, disinilah IRT terlibat dalam hal pemberian penilaian kepuasan terhadap pelayanan informasi obat oleh petugas Apotek. Hal ini sesuai dengan penelitian Apriatin
49
(2013), Yang menyatakan bahwa frekuensi responden menurut pekerjaan sebagian besar IRT dengan tingkat persentase 46,7 %. B. Variabel Penelitian 1. Bukti Fisik Tabel 5. Distribusi
Frekuensi
Nilai
Yang
Diperoleh
Responden
Berdasrkan Hasil Pengolahan Data Kuesioner Bukti Fisik di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai yang diperoleh Responden 60 64 68 72 76 80 84 88 96 100 Total
Jumlah
Persentase
1 3 6 5 6 5 5 2 6 4 43
2,32 6,97 13,95 11,62 13,95 11,62 11,62 4,65 13,95 9,30 100
Data Primer , diolah Juli 2017 Tabel 5 menunjukan distribusi frekuensi berdasarkan nilai yang diperoleh responden pada variabel bukti fisik, sebagian besar memperoleh nilai 96, 76 dan 68 yaitu masing-masing sebanyak 6 orang ( 13,95 %) dan sebagian kecil memperoleh nilai 60 sebanyak 1 orang ( 2,32%). Hal ini menunjukan bahwa bukti fisik dari pelayanan apotek sudah dapat dikatakan cukup baik, karena apotek puskesmas Wua- Wua Kota Kendari sudah memiliki ruang tunggu yang nyaman dan bersih, serta memiliki fasilitas pelayanan yang lengkap dan petugas juga mempunyai penampilan yang baik.
50
Sedangkan pasien yang kurang puas terhadap pelayanan sebanyak 2,32% , dimana pasien tersebut merasa kurang nyaman dengan tempat khusus untuk pelayanan informasi obat dan kebersihan ruang puskesmas.
Hal ini sesuai dengan penelitian Fina Ariani 2015, menyatakan bahwa nilai tertinggi pada dimensi fasilitas berwujud ini adalah puskesmas menyediakan tempat khusus untuk pelayanan informasi obat. Tempat khusus ini bertujuan agar pasien memperoleh informasi dan konseling tentang penyakit dan obat yang baik oleh tenaga apoteker. Tabel 6. Distribusi Frekuensi Kepuasan Responden berdasarkan Dimensi Bukti Fisik di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No
1 2 3 4 5
Kategori Kepuasan berdasarkan dimensi Bukti Fisik Sangat Puas Puas Cukup puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas Total
Jumlah
12 21 10 0 0 43
Persentase
27,90 48,83 23,25 0 0 100
Data Primer , diolah Juli 2017 Tabel 6 menunjukan distribusi frekuensi kepuasan responden berdasarkan dimensi bukti fisik , sebagian besar yaitu 21 orang ( 48,83 %) Menunjukan puas dan sebagian kecil yaitu 10 orang ( 23,25%) menunjukan cukup puas. Hal ini Menunjukan bahwa tenaga kesehatan yang ada di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari sudah memberikan pelayanan kesehatan sesuai dari berbagai sarana, fasilitas, obat-obatan, majalah kesehatan, ruangan dan lingkungan kesehatan yang
51
tersedia serta merasa puas dengan kerapian dan kebersihan dari penampilan petugas kesehatan. Hasil penelitian diatas sesuai dengan teori Irawan (2012), yang menyatakan bahwa bukti fisik/tangible merupakan perwujudan dari fasilitas fisik yang dimiliki suatu pusat pelayanan kesehatan dan penampilan petugas Apotek secara keseluruhan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Ketersediaan peralatan dan fasilitas Kesehatan pada suatu sarana kesehatan adalah suatu hal yang sangat penting dan memiliki keeretan hubungan dengan ketersediaan tenaga kesehatan sebab kedua hal inilah yang menjadi penunjang kelancaran dari pelaksanaan dan pemberian pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat, kelompok, keluarga maupun individu yang membutuhkan pelayanan kesehatan.Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasaan pasien pada dimensi penampilan fisik ( Tangible ) di Apotek, terdiri atas Penggunaan seragam petugas, tersedianya leaflet dan brosur obat, kebersihan ruang puskesmas, majalah kesehatan, dan tersedianya tempat khusus untuk pelayanan informasi obat.
52
2. Kehandalan Tabel 7. Distribusi Frekuensi Nilai Yang Diperoleh Responden Berdasarkan Hasil Pengolahan Data Kuesioner Kehandalan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nilai Yang Diperoleh Responden 64 68 72 76 80 84 88 96 100 Total Data Primer, diolah Juli 2017
Jumlah 2 3 2 4 14 3 7 5 3 43
Persentase 4,65 6,97 4,65 9,30 32,55 6,97 16,27 11,62 6,97 100
Tabel 7 Menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan nilai yang diperoleh responden pada variabel kehandalan, sebagian besar memperoleh nilai 80 sebanyak 14 orang (32,55) dan sebagian kecil memperoleh nilai 64 dan 72 yaitu
masing-masing sebanyak 2 orang
(4,65%). Hal ini menunjukan bahwa kehandalan dari pelayanan apotek sudah dapat dikatakan baik, karena petugas memberi tahu dengan baik tentang cara pakai obat. Cara pakai obat ini dinilai sangat penting oleh pasien, bila pasien tidak mengetahui cara pakai obat banyak dampak yang akan timbul salah satunya yaitu efek terapi yang diinginkan tidak akan tercapai. Untuk mengatasi kesalahan pemakaian obat, cara pakai obat juga tertera pada etiket obat.
53
Pasien yang memberikan penilaian kurang baik terhadap pelayanan dari dimensi kehandalan 6,45 % , karena petugas kurang menginformasikan tentang efek samping obat kepada pasien, selain itu pasien beranggapan bahwa efek samping tidak akan muncul selama pasien benar-benar memahami informasi obat lainnya dengan baik yang diberikan petugas, oleh karena itu efek samping ini dianggap tidak terlalu penting oleh pasien. Hal ini sesuai dengan teori Tjiptono, 1997 menyatakan bahwa kehandalan mencakup
kemampuan tenaga farmasi memberikan pelayanan yang
memuaskan pasien. Apabila kinerja dibawah harapan, maka pelanggan akan kecewa, bila melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi Kehandalan Di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. No
1 2 3 4 5
Kategori Kepuasan berdasarkan dimensi Kehandalan Sangat Puas Puas Cukup puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas Total
Jumlah
Persentase
15 23 5 0 0 43
34,88 53,48 11,62 0 0 100
Data Primer , diolah Juli 2017 Tabel 8 menunjukan distribusi frekuensi kepuasan responden berdasarkan dimensi kehandalan , sebagian besar yaitu 23 orang ( 53,48 %) Menunjukan puas dan sebagian kecil yaitu 5 orang ( 11,62%) menunjukan cukup puas. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden beranggapan bahwa kehandalan yang dimiliki dan dinampakan oleh petugas Apotek pada saat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien cukup baik seperti
54
pemberian informasi yang jelas terhadap efek samping obat, indikasi obat, cara pakai obat, aturan pakai obat, dan aktivitas dan makanan yang dihindari selama mengkonsumsi obat. Hasil penelitian diatas sesuai dengan teori Irawan (2012), yang menyatakan bahwa Kehandalan/Reliability merupakan tingkat kemampuan dan keterampilan yang dimiliki petugas dalam menyelenggarakan dan memberikan pelayanan kepada pasien di pusat pelayanan kesehatan atau dengan kata lain kehandalan adalah kemampuan petugas kesehatan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya. Tingkat kemampuan dan keterampilan yang kurang dari tenaga kesehatan tentunya akan memberikan pelayanan yang kurang memenuhi kepuasan pasien sebagai standar penilaian terhadap mutu pelayanan. Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasaan pasien pada dimensi Kehandalan / Reliability di Apotek, terdiri atas pemberian informasi yang jelas terhadap efek samping obat, indikasi obat, cara pakai obat, aturan pakai obat, dan aktivitas dan makanan yang dihindari selama mengkonsumsi obat.
55
3. Perhatian Tabel 9. Distribusi Frekuensi Nilai Yang Diperoleh Responden Berdasarkan Hasil Pengolahan Data Kuesioner Perhatian di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No
Nilai Yang Diperoleh Responden
Jumlah
Persentase
1
64
4
9,30
2 8 4 8 15 1 1 43
4,65 18,60 9,30 18,60 34,88 2,32 2,32 100
2 3 4 5 6 7 8
68 72 76 80 84 88 92 Total Data Primer, diolah Juli 2017
Tabel 9 Menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan nilai yang diperoleh responden pada variabel perhatian, sebagian besar memperoleh nilai 84 sebanyak 15 orang (34,88) dan sebagian kecil memperoleh nilai 88 dan 92 yaitu
masing-masing sebanyak 1 orang
(2,32%). Hal ini menunjukan bahwa Perhatian yang diberikan oleh petugas Apotek terhadap Responden sudah mendapat penilaian yang cukup baik, karena petugas Apoek sudah mampu membina hubungan, perhatian, dan memahami kebutuhan pasien dengan baik. Sehingga pasien merasa merasa nyaman selama menerima informasi obat dan petugas memahami kebutuhan informasi sesuai jenis penyakit pasien. Pasien yang memberikan penilaian yang baik terhadap pelayanan dari dimensi perhatian hanya 2,32% karena masih ada pasien kurang nyaman selama menerima informasi obat dan petugas memahami kebutuhan 56
informasi sesuai jenis penyakit pasien. Kenyamanan pasien ini sangat penting karena apabila pasien tidak dalam keadaan nyaman menerima informasi obat bisa saja pasien tidak bisa memahami atau tidak mendapatkan semua informasi yang diharapkannya. Oleh sebab itu sebelum memberikan pelayanan informasi obat petugas harus memastikan pasiennya dalam keadaan nyaman. Ini juga dapat mengurangi rasa kecemasan, pasien merasa diperhatikan dan dihargai ini dapat memberikan kepuasan untuk pasien (Wijono, 2008). Hal ini sama dengan hasil penelitian Mole (2009) yang menemukan bahwa kenyamanan dinilai sebagai hal yang sangat penting oleh responden karena dapat menunjang kenyamanan responden dalam memperoleh layanan kesehatan. Penelitian oleh Nurba (2012) menemukan bahwa kenyamanan dinilai oleh responden sebagai hal yang penting dan dapat dipenuhi dengan baik oleh Puskesmas Loa Janan dengan persentase tingkat kesesuaian sebesar 92,33%. Tabel 10. Distribusi Frekuensi Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi Perhatian Di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. No 1 2 3 4 5
Kategori Kepuasan berdasarkan dimensi Perhatian
Jumlah
Persentase
Sangat Puas Puas Cukup puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas Total
2 35 6 0 0 43
4,65 81,39 13,95 0 0 100
Data Primer , diolah Juli 2017
57
Tabel 10 menunjukan distribusi frekuensi kepuasan responden berdasarkan dimensi perhatian , sebagian besar yaitu 35 orang (81,39%) Menunjukan puas dan sebagian kecil yaitu 2 orang (4,65%) menunjukan sangat puas. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden beranggapan bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien , petugas Apotek yang bertugas di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari dapat menunjukan perhatian yang baik terhadap keluhan pasien, memahami kebutuhan informasi sesuai jenis penyakit pasien, petugas terkesan tidak menggurui dalam memberikan pelayanan informasi obat serta petugas menunjukan sikap hormat , sabar dan telaten kepada pasien yang berkunjung tanpa membedakan status sosial pasien sehingga pasien merasa diperhatikan dan merasa nyaman. Hasil penelitian diatas sesuai dengan teori Irawan (2012), yang menyatakan bahwa Perhatian/empaty yaitu kemampuan dari petugas kesehatan untuk merasakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien, sehingga petugas dapat mempresepsikan secara akurat perasaan pasien tersebut dan memahami arti masalah kesehatan tersebut bagi pasien. Rasa emphaty dapat menimbulkan rasa saling pengertian antara petugas kesehatan dan pasien sehingga akan membantu pasien dalam mengerti dan mengeksplorasi perasaanya sehingga dapat mengatasi masalahnya. Melalui sikap emphaty, petugas dapat berkomunikasi secara verbal dan non verbal kepada
pasien
dan
memfasilitasi
perasaanya.
58
pasien
untuk
mengekspresikan
Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasaan pasien pada dimensi Perhatian/empaty adalah perhatian yang baik terhadap keluhan pasien, memahami kebutuhan informasi sesuai jenis penyakit pasien, petugas terkesan tidak menggurui dalam memberikan pelayanan informasi obat serta petugas menunjukan sikap hormat, sabar dan telaten kepada pasien yang berkunjung tanpa membedakan status sosial pasien. 4. Ketanggapan Tabel 11. Distribusi Frekuensi Nilai Yang Diperoleh Responden Berdasarkan Hasil Pengolahan Data Kuesioner Ketanggapan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No 1 2 3 4 5
Nilai Yang Diperoleh Responden 76 80 84 88 100 Total Data Primer, diolah Juli 2017
Jumlah 8 18 6 8 3 43
Persentase 18,60 41,86 13,95 18,60 6,97 100
Tabel 11 Menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan nilai yang diperoleh responden pada variabel ketanggapan, sebagian besar memperoleh nilai 80 sebanyak 18 orang (41,86) dan sebagian kecil memperoleh nilai 100 yaitu
sebanyak 3 orang (6,97%). Hal ini
menunjukan bahwa penilaian responden terhadap ketanggapan petugas sudah cukup baik karena
petugas selalu bertanya kembali tentang
kejelasan informasi obat yang disampaikan. Dengan petugas bertanya kembali tentang kejelasan informasi yang disampaikan akan membuat pasien lebih memahami informasi yang diterimanya, ini akan sangat 59
membantu pasien apabila pasien masih kurang jelas dengan informasi obat yang diterimamaka petugas dapat menjelaskannya kembali, hingga pasien benar-benar memahaminya. Karena bila terjadi kesalahpahaman informasi akan memberikan dampak negatif pada pasien. Pasien yang memberikan penilaian yang
sangat baik terhadap
pelayanan dari dimensi ketanggapan hanya 6,97% karena hanya sebagian pasien yang selalu bertanya sebelum petugas memberi tahu informasi obatnya, ini berhubungan dengan adanya tingkat pendidikan pasien yang dominan lulusan SMA, karena tingkat pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan pengalaman yang cukup baik dan diikuti rasa ingin tahu yang tinggi, sehingga pasien lebih kritis dengan penyakitnya dan akan lebih aktif bertanya tentang informasi obatnya. Hasil penelitian diatas sesuai dengan
teori Supriyanto dan
Ernawaty, 2010 yang menyatakan bahwa kemampuan tenaga farmasi memberikan pelayanan kepada pasien dengan cepat dan tepat. Kepuasan terjadi apabila apa yang menjadi kebutuhan, keinginan, atau harapan dapat dipenuhi
60
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi ketanggapan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. No
1 2 3 4 5
Kategori Kepuasan berdasarkan Dimensi Ketanggapan Sangat Puas Puas Cukup puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas Total
Jumlah
Persentase
11 32 0 0 0 43
25,58 81,39 0 0 0 100
Data Primer , diolah Juli 2017 Tabel 12 menunjukan distribusi frekuensi kepuasan responden berdasarkan dimensi ketanggapan , sebagian besar yaitu 32 orang (74,41%) Menunjukan puas dan sebagian kecil yaitu 11 orang (25,58%) menunjukan sangat puas. Hal ini dikarenakan responden menganggap bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan , petugas Apotek memiliki kemauan untuk cepat dan tanggap dalam mengatasi keluhan pasien, mampu memberikan informasi yang jelas tentang keadaan kesehatan pasien serta mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh pasien. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori Irawan ( 2012), yang menyatakan bahwa Ketanggapan/ Responsiveness merupakan kemampuan dari petugas apotek untuk merasakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien, sehingga petugas dapat mempersepsikan secara akurat perasaan pasien tersebut dan memahami arti masalah kesehatan tersebut bagi pasien. Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasaan pasien pada dimensi Ketanggapan/ Responsiveness yaitu keramahan petugas saat melayani pasien, pemberian informasi sebelum pasien bertanya, petugas menawarkan
61
bantuan pelayanan informasi obat tanpa dimimta oleh pasien, petugas bertanya kembali tentang kejelasan informasi yang disampaikan, serta kesediaan petugas membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien terkait obat. 5. Jaminan Tabel 13. Distribusi Frekuensi Nilai Yang Diperoleh Responden Berdasarkan Hasil Pengolahan Data Kuesioner Jaminan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Nilai Yang Diperoleh Responden 68 72 76 80 84 88 92 96 100 Total Data Primer , diolah Juli 2017
Jumlah 4 8 6 11 3 7 1 1 2 43
Persentase 9,30 18,60 13,95 25,58 6,97 16,27 2,32 2,32 4,65 100
Tabel 13 Menunjukan distribusi frekuensi responden berdasarkan nilai yang diperoleh responden pada variabel ketanggapan, sebagian besar memperoleh nilai 80 sebanyak 11 orang (25,58%) dan sebagian kecil memperoleh nilai 92 dan 96 yaitu masing- masing
sebanyak 1 orang
(2,32%). Hal ini menunjukan bahwa penilaian responden terhadap jaminan petugas sudah cukup baik karena petugas memberikan kepercayaan dan kebenaran atas pelayanan yang diberikan pada pasien. Dengan didasarkan
62
pada keterampilan yang baik oleh petugas dalam memberikan informasi obat. Pasien yang memberikan penilaian yang
sangat baik terhadap
pelayanan dari dimensi jaminan hanya berkisar 25,58%, karena sebagian pasien merasa bahwa petugas dalam menyampaikan informasi obat dengan bahasa yang terkadang susah dimengerti oleh pasien, sehingga setiap informasi yang disampaikan kurang jelas dan sulit dipahami oleh pasien. Selain itu pertugas jarang memastikan bahwa bahwa pasien yang menerima informasi obat ini adalah benar pasien yang bersangkutan, karena jika terjadi kesalahan informasi obat karena bukan menerima informasi obat yang sesuai dengan yang dibutuhkan akan sangat berbahaya untuk pasien, salah satu terjadinya kesalahan pemakaian dan ini akan mengakibatkan munculnya dampak negatif yang lainnya. Petugas puskesmas masih kurang dalam memberikan pelayanan tersebut sehingga diperoleh penilaian yang lebih rendah dari yang lainnya. Hasil penelitian sesuai dengan penelitian ini sesuai dengan penelitian Fina 2015 yang menyatakan bahwa dimensi jaminan didasarkan pada kemampuan petugas Apotek dalam memberikan kepercayaan dan kebenaran atas pelayanan yang diberikan pada pasien.
63
Tabel 13. Distribusi Frekuensi Kepuasan Responden Berdasarkan Dimensi ketanggapan di Apotek Puskesmas Wua-Wua Kota Kendari. No 1 2 3 4 5
Kategori Kepuasan berdasarkan dimensi Jaminan
Jumlah
Persentase
Sangat Puas Puas Cukup puas Tidak Puas Sangat Tidak Puas Total
11 28 4 0 0 43
25,58 65,11 9,30 0 0 100
Data Primer , diolah Juli 2017 Tabel 13 menunjukan distribusi frekuensi kepuasan responden berdasarkan dimensi Ketanggapan , sebagian besar yaitu 28 orang (65,11%) Menunjukan puas dan sebagian kecil yaitu 4 orang (9,30%) menunjukan cukup puas. Hal ini dikarenakan responden menganggap bahwa petugas Apotek , telah menunjukan bahwa mereka telah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dibidang kefarmasian ketika memberikan pelayanan pada pasien ini terbukti dengan petugas Apotek yang dapat memberikan penjelasan dengan baik kepada pasien tentang obat yang diberikan terkait dengan penyakit atau masalah kesehatan yang mereka hadapi. Hasil penelitian tersebut diatas sesuai dengan teori Iraw (2012 ), yang menyatakan bahwa jaminan/Assurance yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan dan kesopanan petugas apotek dalam memberikan pelayanan kepada pasien sehingga menimbulkan kepercayaan dan keyakinan dalam setiap tindakan yang diberikan kepada pasien atau dengan kata lain petugas
64
apotek dapat menghilangkan rasa ketidakpercayaan, ketidak yakinan atau keragu-raguan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan yang diberikan kepada mereka. Adapun indikator pengukuran tingkat kepuasan pasien pada dimensi Jaminan kepastian/Assurance yaitu petugas mempuyai pengetahuan yang baik dalam memberikan pelayanan informasi obat, keterampilan yang baik dalam memberikan informasi yang baik, petugas dengan ramah dan murah senyum, kejelasan pasien dalam menerima informasi yang jelas dan mudah dimengerti serta kemampuan petugas dalam memastikan bahwa pasien bersangkutan yang menerima obat
65
66
Daftar Pustaka Anwar, Sanusi. 2011. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta: Salemba Empat. Arikunto, Suharsimi. 2008. Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2010. ProsedurPenelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:Rineka Cipta. Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara Azwar, Saifudin. 2010. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 128/ Menkes/ sk/ II/ 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2014 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 30 Menkes 2014 tentang Standar Perlyanan kefarmasian di Puskesmas. Jakarta. Dirjen, 2004. Peraturan pelayanan informasi obat di rumah Sakit : Jakarta Ginting, A., 2009, Penerapan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Kota Medan tahun2008, Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Medan. Harianto, Khasanah, N., Supardi, S., 2005, Kepuasan Pasien Terhadap Pelayanan Resep Di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta, Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. II, No. 1, April 2005, 12-21. Lestari, S., F., 2012, Evaluasi Kualitas Pelayanan Farmasi Rawat Jalan Terhadap Kepuasan Pasien di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong, Tesis, Universitas Muhammadiyah, Yogyakarta. Mole, F., 2009, Analisis Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Terhadap Pelayanan Publik di Puskesmas Ngeskep Semarang, Tesis, Universitas Diponegoro, Semarang. Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka
67
Nurba, E., 2012, Analisis Tingkat Kepuasan Pelayanan Publik Pada Puskesmas Loa Janan, Jurnal Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Samarinda, jurnal EKSIS, Vol. 8, No. 2, Agustus 2012: 2168-2357. Pasinringi , 2009, Hubungan Mutu Pelayanan Terhadap Kepuasan Pasien Di RSUD Dr. M Haulussy, Skripsi, Ambon. Priyandani, Y., Susanti, E., D., Hartoto, H., H., Kusumawardani, K., Titani, M., Amalia, R., A., Setiawan, C., D., Mufarrihah, Wijaya, I., N., Utami, W., 2014, Pemberian Informasi Lama Terapi dan Konfirmasi Informasi Obat Perlu Ditingkatkan di Puskesmas, Jurnal farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia, Vol. 1, No. 1, Juni 2014. Riyanto, sagus. 2011. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Bandung : Nuha Medika Trihono. 2005. Manajemen Puskesmas Berbasis Paradigma Sehat. Jakarta: CV Sagung Seto
Ujang Sumarwan. 2011. Perilaku Konsumen. Bogor : Ghalia Indonesia. Wijono, Sutarto. 2010. Psikologi Industri dan Organisasi. Kencana : Jakarta.
68
KARYA TULIS ILMIAH
ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PASIEN RAWAT JALAN TERHADAP PELAYANAN INFORMASI OBAT DI PUSKESMAS WUA -WUA KOTA KENDARI
Oleh:
ZAINAL F.14.168
Kepada PROGRAM STUDI DIPLOMA-III FARMASI AKADEMI FARMASI BINA HUSADA KENDARI 2017
69
70
.
71
72