HUBUNGAN ANTARA IMT DAN POLA MAKAN DENGAN TINGKAT HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PANDAK I BANTUL YOGYAKARTA
USULAN PENELITIAN Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan Stikes Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
Disusun Oleh: NIHLASARI M. YUNUS 2212138
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN JENDERAL ACHMAD YANI YOGYAKARTA 2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian besar karena menjadi penyebab kematian utama di negara-negara maju maupun di negara berkembang. Penyakit hipertensi menyebabkan morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) yang tinggi di seluruh dunia, selain itu penyakit hipertensi juga dapat menimbulkan berbagai komplikasi terhadap beberapa penyakit, seperti penyakit jantung, gagal ginjal dan stroke (Palmer, 2007). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistolik di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg (Lingga, 2012). Data Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment on High Blood Pressure VII mengatakan hampir 1 milyar penduduk di dunia menderita hipertensi. Jumlah ini akan terus meningkat apabila tidak dilakukan upaya penanganan yang tepat dan sesuai (Prasetyaningrum, 2014). Secara global, hipertensi diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8 % dari total seluruh kematian. Hipertensi
merupakan faktor
resiko utama pada penyakit jantung koroner , stroke iskemik dan hemoragik (Sustrani, dkk, 2006). Selain itu hipertensi juga berpotensi menimbulkan komplikasi berupa gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan (Martuti, 2009 ). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia adalah 26,5 %. Angka ini lebih rendah dari hasil Riskesdas tahun 2007, yaitu 28,5 % (Kemenkes RI, 2013). Di kabupaten Gunung Kidul, berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, hipertensi menempati urutan ke dua dari sepuluh besar penyakit, yaitu 12, 21% (Profil Dinkes Kab Gunungkidul, 2013).
Masyarakat masih beranggapan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang biasa dan cenderung terlambat dalam melakukan pemeriksaan dini, sebagian besar masyarakat akan memeriksakan kesehatannya setelah didapatkan tanda –tanda suatu penyakit, sehingga terkadang telah terjadi dampak yang lebih berat (Kusumawati dkk, 2009). Padahal hipertensi merupakan penyakit yang sangat berbahaya, karena tidak ada tanda gejala atau tanda khas untuk peringatan dini. Pemerintah Indonesia telah memberikan perhatian serius dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit tidak menular termasuk hipertensi (Hermawati, 2014). Hal ini dapat dilihat dengan dibentuknya Direktorat Menteri Kesehatan No. 1575 Tahun 2005 dalam melaksanakan pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk hipertensi, Diabetes Mielitus (DM), penyakit metabolik, penyakit kronik dan penyakit degeneratif lainnya serta gangguan akibat kecelakaan dan cedera (Prasetyaningrum, 2014). Upaya pencegahan dan penanggulangan yang telah dilaksanakan pemerintah dan tenaga kesehatan adalah dengan dibentuknya Posyandu Lansia di berbagai daerah di Indonesia. Hipertensi dapat dicegah dengan pengaturan pola makan yang baik dan aktivitas fisik yang cukup. Hindari kebiasaan lainnya seperti merokok dan mengonsumsi alkohol yang diduga berpengaruh dalam meningkatkan risiko hipertensi walaupun mekanisme timbulnya belum diketahui pasti. Perubahan gaya hidup, olahraga dan mempertahankan berat badan yang normal serta mengonsumsi makanan yang sehat, rendah lemak, kaya akan sumber vitamin bisa membantu mengendalikan tekanan darah tinggi (Palmer, 2007). Hipertensi berdasarkan etiologinya dibagi menjadi dua yaitu hipertensi primer atau esensial dan hipertensi sekunder. Sekitar 95% hipertensi yang diderita oleh pasien merupakan hipertensi esensial (primer). Penyebab hipertensi esensial ini masih belum diketahui, tetapi faktor genetik dan lingkungan diyakini memegang peranan dalam menyebabkan hipertensi esensial (Rahayu, 2012). Sedangkan hipertensi sekunder merupakan penyakit yang diderita pasien lebih rendah sekitar 5%, dibandingkan dengan hipertensi primer. Hipertensi sekunder disebabkan oleh adanya penyakit komorbid atau penggunaan obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Obat-
obat tertentu, baik secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi (Rahayu, 2012). Pola makan merupakan faktor yang harus diperhatikan secara serius oleh penderita hipertensi mengingat makanan cepat saji sudah menjadi tren pada era saat ini (Probosuseno, 2006). Bahaya makanan cepat saji selain mengandung kolesterol tinggi juga mengandung garam yang berlebih dan mengandung banyak monosodium glutamat (MSG) yang merupakan faktor utama peningkatan tekanan darah (Budiman, 2008). Ketika terjadi hipertensi penting bagi penderita untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan seperti garam (Amiruddin, 2007). Konsumsi garam rata-rata di seluruh dunia adalah lebih dari 6 gram per hari, meskipun rekomendasi internasional menganjurkan konsumsi garam harus kurang dari 5-6 gram perhari (Amiruddin, 2007). Menurut panduan diet garam dari British Hypertension Society, asupan natrium dibatasi kurang dari 2,4 gram sehari. Mengurangi asupan garam <100 mmol/hari (2,4 gram natrium) bisa menurunkan tekanan darah 2-8 mmHg4 ( Santoso, 2014) . Saat ini kebiasaan konsumsi makan juga didominasi oleh konsumsi makanan kemasan atau instan serta makanan cepat saji (chikmah, 2013). Makanan instan dalam kemasan dan makanan cepat saji memiliki kandungan natrium yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat mempengaruhi peningkatan terhadap tekanan darah. Individu yang memiliki perilaku konsumsi makan tinggi natrium ≥3x/minggu dapat meningkatkan risiko 1,4 kali lebih besar untuk memiliki tekanan darah melebihi normal daripada yang tidak mengkonsumsi (Chikmah , 2013). Saat ini banyak orang memiliki kebiasaan mengonsumsi fast food dan juga soft drink. Kebiasaan mengonsumsi fast food dapat meningkatkan risiko 2,03 kali untuk seseorang mengalami obesitas dibandingkan dengan tidak mengonsumsi fast food. Sedangkan kebiasaan konsumsi soft drink dapat meningkatkan risiko obesitas 1,12 kali lebih besar (Rafiony, 2013). Efek obesitas terhadap kesehatan salah satunya adalah peningkatan tekanan darah. (Rafiony, 2013), perkiraan risiko dari studi populasi menunjukkan bahwa obesitas dapat mengakibatkan hipertensi secara langsung sebesar ≥75%. Obesitas selain dari makanan juga dipengaruhi oleh beberapa hal yakni tidak kontrol secara teratur, tidak menjalankan pola hidup sehat, seperti diet yang tepat, olahraga, berhenti merokok mengurangi alkohol atau kafein, serta
mengurangi stres, terutama pada orang yang mempunyai faktor resiko hipertensi (Sugondo, 2006). Hipertensi sering berkaitan dengan obesitas dan peningkatan penyakit
kardiovaskular.
Sekitar
75%
hipertensi
secara
resiko
langsung
berhubungan dengan kelebihan berat badan. Indeks Massa Tubuh merupakan salah satu indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur tingkat populasi orang dewasa, dimanan IMT dikategorikan menjadi underweight, normal, overweight, beresiko, obesitas I, dan obesitas II (Sugondo, 2006). Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Penggunaan IMT hanya berlaku untuk orang dewasa berumur diatas 18 tahun. IMT tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil dan olahragawan (Supariasa, 2012). Penelitian mengenai obesitas dengan tekanan darah maupun pola makan dengan tekanan darah sudah banyak dilakukan. Namun, penelitian mengenai hubungan IMT dan pola makan sekaligus terhadap tingkat hipertensi masih sedikit dilakukan. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 orang penderita hipertensi di Puskesmas Pandak 1 Bantul yang dilakukan pada hari sabtu tanggal 26 Maret tahun 2016 jam 08.45 WIB. Hasil wawancara yang didapatkan yaitu delapan orang tingkat hipertensinya masuk dalam kategori hipertensi stage 1 dengan TD 150/80 mmHg, 140/90 mmHg, 150/80 mmHg, 150/90 mmHg, 140/70 mmHg, 145/80 mmHg, 150/70 mmHg, dan 140/80 mmHg, serta dua orang tingkat hipertensinya masuk dalam kategori stage II dengan TD 160/90 mmHg, dan 160/100 mmHg. IMTnya yaitu 2 orang masuk dalam kategori normal yaitu 18.6,dan 19.23, tetapi ada juga yang masuk dalam kategori gemuk sekali yaitu 4 orang dengan IMT 30.2 ,32.0, 30.1 dan 31.3 serta 4 orang dalam kategori kurus dengan IMT 18.2, 17.8, 18.4, dan 17.25. Sedangkan pola makan dari tiap-tiap responden tersebut berbeda yaitu 9 orang senang mengonsumsi makanan yang berminyak seperti gorengan tahu dan tempe, dan makanan yang berasin, serta satu orang menyukai makanan yang bersantan.
Dengan demikian maka peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan antara IMT dan pola makan terhadap tingkat hipertensi pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandak 1 Bantul.
B.
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah Hubungan Antara IMT dan Pola Makan dengan Tingkat Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pandak I Bantul?”
C.
Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Mengetahui
hubungan antara IMT dan pola makan dengan tingkat
hipertensi di Puskesmas Pandak I Bantul. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui IMT pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandak I. b. Mengetahui pola makan pada penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandak I. c. Mengetahui hubungan antara IMT dengan tingkat hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandak I. d. Mengetahui hubungan antara pola makan dengan tingkat hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandak I. e. Mengetahui keeratan hubungan antara IMT dengan tingkat hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandak I. f. Mengetahui keeratan hubungan antara pola makan dengan tingkat hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pandak I.
D. Manfaat Penelitian
1.Bagi Stikes A. Yani Yogyakarta Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah yang bermanfaat dalam pengembangan pembelajaran yang berhubungan dengan
hubungan pola makan dan IMT dengan tingkat hipertensi serta keperawatan medikal bedah. 2.Bagi Puskesmas Pandak 1 Bantul Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan melalui data yang diperoleh peneliti dalam membuat program-program sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya penyakit hipertensi. 3.Bagi Responden Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kesehatan yang terkait dengan
pola makan, IMT, dan pengukuran tekanan darah sebagai
bentuk untuk mengurangi risiko penyakit hipertensi serta dapat menerapkan gaya hidup yang baik. 4.Peneliti selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya untuk mencari faktor-faktor lain terhadap tingkat hipertensi sehingga dapat memperbanyak tingkat pengetahuan peneliti dan pembaca.
5. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai hubungan antara IMT dan pola makan dengan tingkat hipertensi, yaitu : 1. Pujianta, dkk (2015) dengan judul “Hubungan Pola Makan dengan Tingkat Hipertensi Lanjut Usia di Posyandu Pucanganom Rongkop Gunungkidul Yogyakarta”. Hasil penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan cross sectional. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pola makan dengan tingkat hipertensi di Posyandu Lanjut usia Pucanganom Rongkop Gunungkidul Yogyakarta. Populasi sampel pada penelitian ini adalah lansia laki-laki dan perempuan dengan menggunakan Non-probability dengan teknik consecutive sampling. Uji statistik korelasi Kendal Tau sig dengan hasil penelitian ada hubungan antara pola makan dan tingkat hipertensi di Posyandu Lanjut Usia Pucanganom Rongkop Gunungkidul Yogyakarta (p > 0,05).
Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu variabel bebas yaitu pola makan, dan variabel terikat yaitu tingkat hipertensi, serta rancangan penelitian cross sectional, dan uji statistik yaitu Kendall tau. Perbedaan lokasi peneliti sebelumnya di Posyandu Lanjut Usia Pucanganom Rongkop Gunungkidul Yogyakarta, sedangkan lokasi penelitian yang saya lakukan di wilayah kerja Puskesmas Pandak 1 Bantul Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini yaitu lansia perempuan dan laki-laki, sedangkan populasi dalam penelitian yang saya lakukan yaitu pasien yang mengalami hipertensi baik perempuan maupun laki-laki yang menderita hipertensi. 2. Glory, H (2014) dengan judul “Hubungan antara gambaran antropometri dengan tekanan darah pada usia dewasa di dusun Butuh Kidul Triwidadi Pajangan Bantul Yogyakarta”. Hasil penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional menggunakan simple random sampling. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara gambaran antropometri dengan tekanan darah pada penduduk usia dewasa di Dusun Butuh Kidul Triwidadi Pajangan Bantul Yogyakarta. Populasi sampel pada penelitian ini adalah semua penduduk yang berumur 30 tahun sampai 50 tahun di Dusun, Butuh, Kidul, Triwidadi, Pajangan, Bantul, Yogyakarta sebanyak 153 orang. Hasil penelitian ada hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh dan lingkar pinggang dengan tekanan darah (p= 0,001: 0,001), indeks massa tubuh normal kurus cenderung tidak mengalami peningkatan tekanan darah (p= 0,735: POR = 0,753:CI 95%= 0,145-3,908), indeks massa tubuh normal gemuk cenderung mengalami peningkatan tekanan darah (p= 0,001: POR = 4,980:CI 95%= 1,935-12,816), lingkar pinggang yang tidak obesitas cenderung memiliki tekanan darah normal (p= 0,000: POR = 4,087:CI 95%= 1,816-9,198). Persamaan variabel bebas yaitu antropometri (IMT), terdapat persamaan pada rancangan penelitian yang dilakukan peneliti sebelumnya dan yang akan saya lakukan yaitu cross sectional. Perbedaan pada lokasi penelitian peneliti sebelumnya yaitu di Dusun Butuh Kidul Triwidadi Pajangan Bantul Yogyakarta, sedangkan lokasi penelitian yang saya lakukan di wilayah kerja puskesmas pandak 1 Bantul Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua penduduk yang berumur 30 tahun sampai 50, sedangkan populasi dalam penelitian yang saya lakukan yaitu pasien yang mengalami hipertensi baik perempuan maupun laki-laki.
3. Nieky G. dkk, (2012) dengan judul “Hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di poliklinik hipertensi dan Nefrologi BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado”. Hasil penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian cross sectional, pemilihan sampel purposive sampling. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan indeks massa tubuh (IMT) dengan tekanan darah pada penderita hipertensi di poliklinik hipertensi dan Nefrologi BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado. Populasi sampel pada penelitian ini adalah semua penderita hipertensi yang melakukan pemeriksaan di Poliklinik Hipertensi dan Nefrologi BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Hasil penelitian hubungan antara indeks massa tubuh dengan tekanan darah sistolik p = 0,009 (p<0,05) dan indeks massa tubuh dengan tekanan darah diastolik p = 0,001 (p<0,05). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan ada hubungan indeks massa tubuh dengan tekanan darah pada penderita hipertensi. Persamaan pada variabel bebas yaitu indeks massa tubuh (IMT), dan rancangan penelitian yaitu cross sectional. Perbedaan lokasi penelitian peneliti sebelumnya yaitu di poliklinik hipertensi dan Nefrologi BLU RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado, sedangkan lokasi penelitian yang saya di wilayah kerja puskesmas pandak 1 Bantul Yogyakarta. Populasi dalam penelitian ini yaitu semua penderita hipertensi yang melakukan pemeriksaan di Poliklinik Hipertensi dan Nefrologi BLU RSUP Prof. Dr. R.D, sedangkan populasi dalam penelitian yang saya lakukan yaitu pasien yang mengalami hipertensi baik perempuan maupun laki-laki yang menderita hipertensi.