BAB3 PENDUDUK DAN KESEMPATAN KERJA
BAB3 PENDUDUK DAN KESEMPATAN KERJA PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan penyebaran penduduk yang kurang seimbang merupakan faktor yang amat mempengaruhi manfaat hasil pembangunan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi berarti diperlukannya usaha yang semakin besar untuk mempertahankan suatu tingkat kesejahteraan rakyat tertentu di dalam memenuhi kebutuhan pokok seperti makanan, perumahan, pakaian, pekerjaan, dan kesehatan. Usaha yang lebih besar lagi dibutuhkan bilamana tingkat kesejahteraan ini ingin ditingkatkan. Penyebaran penduduk yang kurang seimbang di antara pulau Jawa dan pulau-pulau lainnya telah menghambat pemanfaatan secara optimal sumber alam maupun sumber manusia Indonesia. Selanjutnya ketidakseimbangan di dalam penyebaran penduduk Indonesia di antara daerah kota dan pedesaan juga telah menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan urbanisasi. Tingginya angka kelahiran dan adanya ketidakseimbangan penyebaran merupakan masalah jangka panjang. Namun dalam Repelita II usaha-usaha ditingkatkan untuk menanggulangi akibat dari tingginya tingkat pertumbuhan penduduk dan ketidakseimbangan di dalam penyebaran penduduk. Tetapi terdapat satu hal periting lainnya sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk yang tinggi, yaitu mendesaknya kebutuhan akan penciptaan lapangan kerja yang meluas. Pertumbuhan penduduk yang tinggi yang diakibatkan terutama oleh tingginya angka kelahiran berarti kebutuhan akan penciptaan
77
kesempatan kerja lebih besar terutama bagi tenaga kerja umur muda, baik di kota maupun di desa. Adapun arah kebijaksanaan yang ditempuh dalam Repelita II adalah mempengaruhi struktur penduduk, khususnya tingkat kelahiran dan penyebaran penduduk dan di lain pihak memperbesar daya serap tenaga kerja dari kegiatan pembangunan. A. PENDUDUK I. KEADAAN DAN MASALAH 1. Jumlah penduduk Jumlah penduduk Indonesia menurut hasil sensus 1971 adalah kira-kira 119,4 juta jiwa. Dengan jumlah penduduk sebesar ini maka Indonesia termasuk salah satu dari lima negara di dunia dengan jumlah penduduk yang tinggi setelah RRC, India, Uni Sovyet dan Amerika Serikat. Bilamana diketahui bahwa menurut sensus 1930 jumlah penduduk Indonesia pada waktu itu adalah kira-kira 60 juta jiwa maka dalam waktu empat puluh tahun jumlah penduduk telah menjadi dua kali lipat. Dengan angka pertumbuhan penduduk 2,3 % - 2,4 % per tahun jumlah penduduk Indonesia akan menjadi dua kali lipat lagi dalam waktu yang lebih pendek, yaitu sekitar 29 tahun. Pada Tabel 3-1 diperlihatkan suatu proyeksi penduduk Indonesia selama Repelita II. Proyeksi ini dibuat berdasarkan hasil sementara sensus penduduk 1971. Menurut proyeksi ini penduduk Indonesia pada akhir tahun 1973 berjumlah 126,1 juta orang dan pada akhir tahun 1978 141,6 juta orang. Jumlah penduduk selama Repelita II bertambah dengan kurang lebih 15,5 juta orang. Walaupun angka-angka jumlah penduduk seperti yang dikemukakan pada Tabel 3-1 tidaklah menyimpang jauh dari pendapat banyak ahli-ahli demografi, namun beberapa hal perlu dikemukakan. Proyeksi ini dibuat berdasarkan anggapan bah78
TABEL 3 - 1 PROYEKSI PENDUDUK INDONESIA, 1973 - 1978 Ta h u n
Jumlah penduduk (juta)
Angka pertumbuhan
1973
126,1
--
1974
129,1
2,4%
1975
132,1
2,3%
1976
135,2
2,3%
1977 1978
138,3 141,6
2,3% 2,3%
wa selama tahun 1971-1981 angka kematian maupun angka kelahiran tidak akan mengalami perobahan yang berarti. Anggapan ini mungkin tidak seluruhnya tepat. Adanya usaha pembangunan mungkin saja menimbulkan perobahan di dalam angka-angka kematian maupun kelahiran. Selanjutnya di dalam data-data dasar hasil sensus terdapat "under enumeration" pada berbagai kelompok umur, khususnya dalam kelompok umur 0-4 tahun. Jumlah anak yang tercatat dalam sensus lebih sedikit dari jumlah yang sebenarnya. Kesalahan pelaporan umur juga terjadi pada kelompok umur penduduk lainnya. Adanya kecenderungan memilih umur berakhiran 0 dan 5 merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kesalahan dalam pelaporan umur. Dengan demikian, walaupun perapian telah dilakukan dalam data-data dasar dalam membuat proyeksi, namun kesalahan mungkin saja masih terdapat. Bila terdapat kesalahan pada angka-angka dasar maka angka-angka proyeksipun kurang sempurna.
79
2. Pertumbuhan penduduk Faktor terpenting di dalam kependudukan Indonesia yang menimbulkan masalah utama di dalam pembangunan adalah adanya tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Adanya tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menghisap hasil jerih payah yang dicapai dalam pembangunan. Tingginya tingkat pertumbuhan penduduk disebabkan tetap tingginya tingkat kelahiran di satu pihak dan tingkat kematian yang semakin menurun di lain pihak. Beberapa sarjana yang telah melakukan penelitian telah berpendapat bahwa rata-rata wanita Indonesia semasa umur produktif telah mengalami enam atau tujuh kali kelahiran. Perkiraan tentang tingkat kelahiran kasar yang dibuat untuk penduduk di Indonesia tidak pernah kurang dari 40 per seribu, bahkan ada yang mengira bahwa pada dewasa ini setinggi 49 per seribu. Tetapi kebanyakan ahli dan sarjana di bidang demografi cenderung pada perkiraan di sekitar 44 per seribu. Faktor kesuburan ini merupakan masalah yang sangat kritis dalam usaha untuk menangani masalah kependudukan di Indonesia. Sekalipun tingkat kematian kasar yang diperkirakan di sekitar 20 per seribu dewasa ini masih cukup tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara lain, namun dapat dikatakan bahwa sejak awal abad ini tingkat kematian secara berangsur-angsur telah menunjukkan gejala menurun. Jika ditinjau secara bersamaan dengan tingkat kelahiran yang hampir tidak berobah polanya dan tingkatnya hingga dewasa ini, maka turunnya tingkat kematian membuat makin menaiknya tingkat pertumbuhan penduduk. Turunnya tingkat kematian berarti pula bertambah banyaknya jumlah orang dewasa dan dengan fertilitas yang belum turun banyak hasilnya adalah makin meningkatnya jumlah penduduk. Adapun tingkat kematian akan terus turun sebagai akibat dari usaha perbaikan kesehatan rakyat.
80
Migrasi internasional pada saat ini tidak besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan penduduk. Hampar semua negara di dunia mengawasi dengan ketat keluar masuknya penduduk melampaui batas negara. Di Indonesia juga dalam keadaan damai selisih antara jumlah penduduk pendatang dan keluar dari wilayah Indonesia hanya di sekitar 2000 orang banyaknya per tahun. 3. Struktur umur Meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk Indonesia terutama disebabkan oleh menurunnya angka kematian di kalangan anak-anak berusia muda yaitu antara 0 - 4 tahun. Meningkatnya usaha kesehatan telah memungkinkan menurunnya tingkat kematian di kalangan anak-anak. Meningkatnya pertumbuhan penduduk yang disebabkan terutama oleh semakin menurunnya tingkat kematian di kalangan anak-anak mempunyai akibat yang penting kepada struktur penduduk, yaitu, bahwa penduduk cenderung menjadi lebih muda. Peningkatan jumlah penduduk akan berarti peningkatan penduduk usia muda. Hal ini dapat diperhatikan pada struktur umur penduduk Indonesia pada tahun 1961 dan 1971. Pada tahun 1961, penduduk Indonesia yang berumur 24 tahun ke bawah merupakan 58,1 % dari jumlah keseluruhan penduduk. Dalam tahun 1971, prosentase penduduk yang berumur 24 tahun ke bawah telah meningkat menjadi 60,4% dari jumlah keseluruhan. Peningkatan jumlah penduduk relatif terbesar terdapat di kalangan penduduk berumur 10 - 14 tahun dan 15 - 19 tahun. Hal ini adalah pencerminan dari pada jumlah kelahiran bayi yang besar di tahun 1950-an. Dalam Repelita II kecenderungan penduduk Indonesia menjadi lebih muda terlihat dengan jelas. Lebih dari 50% dari seluruh pertambahan penduduk dalam Repelita II berumur di bawah 30 tahun. Hal ini terlihat pada Tabel 3-2. 81 410475 - (6)
TABEL 3 - 2 PROYEKSI PERTUMBUHAN PENDUDUK MENURUT KELOMPOK UMUR, 1973 - 1978 Kelompok Penduduk 1973 umur (juta)
0-4 5-9 10 - 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 +
21,5 18,6 15,9 12,3 9,8 8,5 39,5
Jumluh
126,1
Prosentase Penduduk 1978 pertumbuha (juta) n 1973 - 1978 23,3 8,4 20,0 7,5 18,2 14,5 15,5 26,0 11,9 21,4 9,4 10,6 43,3 9,6
141,6
12,3
Struktur umur penduduk yang muda mengakibatkan banyak masalah pembangunan. Kebutuhan akan pangan meningkat bukan saja oleh karena bertambahnya penduduk tetapi juga oleh karena penduduk muda membutuhkan lebih banyak pangan sehubungan dengan perkembangan fisik mereka. Biaya pelayanan kesehatan yang dibutuhkan bagi penduduk umur muda juga meningkat secara lebih besar. Juga di bidang pendidikan, fasilitas pendidikan yang semakin meluas dibutuhkan untuk menampung meningkatnya jumlah orang yang membutuhkan pendidikan. Dan hal ini menghambat usaha peningkatan mutu pendidikan. Selain hal-hal di atas jumlah orang dalam usia kerja dibanding dengan yang tidak berada dalam usia kerja semakin sedikit. Setiap orang yang bekerja harus membiayai jumlah orang yang tidak bekerja dalam jumlah yang relatif besar. 82
GRAF(K 3-2 PROSENTASE PERTUMBUHAN PENDUDUK MENi1RUT KELOMPOK UMUR, 1973 - 1978
0-4
5- 9
10 - 1Q
15 - 19 (Kelompok Umur)
20 - 24
25-29
30 ±
Di lain pihak arus pencari kerja baru akan lebih banyak terdiri dari tenaga muda yang walaupun berpendidikan tetapi masih belum berpengalaman. Hal ini mempersulit mendapatkan pekerjaan bagi mereka dan oleh karena itu pengangguran tenaga muda dibanding dengan kelompok tenaga lainnya cenderung lebih besar. Jadi adanya struktur umur penduduk muda telah mengakibatkan pengalihan dana kepada kegiatan yang tidak langsung menghasilkan dan juga merupakan sumber banyak masalah sosial yang timbul dari kekurangan kesempatan kerja di kalangan pemuda terdidik. 4. Penyebaran dan kepadatan penduduk Di Indonesia, di samping tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi maka penyebaran penduduk yang tidak seimbang secara geografis merupakan pula sumber banyak masalah pembangunan. Pada tahun 1971, kepadatan penduduk di pulau Jawa adalah kira-kira 565 orang per km². Kepadatan penduduk seluruh Indonesia pada waktu itu adalah kira-kira 58 orang per km². Perbedaan yang besar dari pada kepadatan penduduk ini disebabkan sebagian besar penduduk Indonesia (± 63,8%) berdiam di pulau Jawa yang hanya merupakan 7% dari seluruh luas Indonesia. Selanjutnya kepadatan penduduk di luar pulau Jawa adalah lebih kecil. Tabel 3-3 memberikan suatu prospek kepadatan penduduk di pulau Jawa dan luar Jawa dalam Repelita II. Menurut Tabel ini kepadatan penduduk di pulau Jawa meningkat dari 594 orang pada tahun 1973 menjadi 660 jiwa per km² pada tahun 1978. Sedangkan di daerah luar Jawa kepadatan penduduk meningkat dari 24 jiwa per km² menjadi 28 jiwa per km² selama Repelita II. Walaupun angka-angka mengenai penyebaran penduduk ini adalah suatu perkiraan, namun masalah yang timbul dari penyebaran yang tidak seimbang ini sudah dirasakan. Penyebaran penduduk yang kurang seimbang mempersulit usaha 84
TABEL 3 - 3 KEPADATAN PENDUDUK JAWA, LUAR JAWA DAN INDONESIA. 1973 DAN 1978
Luas (ribuan km²)
Penduduk 1973 (juta)
Penduduk 1978 (juta)
Kepadatan penduduk 1973 (orang per km²)
135
80
89
594
660
Luar Jawa
1.892
46
53
24
28
Seluruh Indonesia
2.027
126
142
62
70
Jawa
Kepadatan penduduk 1978 (orang per km²)
pemanfaatan sumber-sumber alam Indonesia. Penyebaran penduduk antar daerah yang kurang seimbang berarti penyebaran angkatan kerja yang kurang seimbang. Banyak daerah di luar pulau Jawa yang mengalami kekurangan tenaga kerja sehubungan dengan usaha pembangunan di daerah tersebut. Di lain pihak di pulau Jawa dirasakan adanya kelebihan tenaga. Jadi ketidakseimbangan di dalam penyebaran penduduk telah mengakibatkam kurang optimalmya pemanfaatan tenaga kerja Indonesia. Selain dari pada itu pemanfaatan tanah juga kurang seimbang. Luas tanah pertanian yang dimiliki oleh masing-masing keluarga petani di pulau Jawa semakin kecil dan menimbulkan masalah yang banyak di dalam usaha rneningkatkan pertanian. Di luar Jawa, tanah yang belum dimanfaatkan untuk pertanian masih luas. Jelaslah kiranya bahwa adanya ketidakseimbangan di dalam penyebaran penduduk telah mengakibatkan pemakaian sumbersumber alam Indonesia kurang optimal. Aspek lain dari penyebaran penduduk Indonesia ialah bahwa walaupun penduduk daerah kota hanya merupakan 17% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 1971, namun pertambahan penduduk daerah kota lebih dari 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan penduduk di daerah pedesaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3-4. Lebih cepatnya pertumbuhan penduduk kota anrtara lain disebabkan oleh adanya perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah kota. Walaupun penduduk kota secara keseluruhan tumbuh jauh lebih cepat dibanding dengan pertumbuhan penduduk desa, namun di antara kota-kota itu sendiri terdapat perbedaan pertumbuhan penduduk. Selama tahun 1961 - 1971, penduduk di Jakarta tumbuh dengan 4,64% per tahun dan penduduk Surabaya tumbuh dengan 4,44%. Laju pertumbuhan penduduk di kota-kota lain berada di bawah laju pertumbuhan kota-kota Surabaya dan Jakarta. Penduduk Bandung, Semarang dan Banda Aceh
86
TABEL 3 - 4
JUMLAH DAN PERTUMBUHAN PENDUDUK DAERAH KOTA DAN DESA, INDONESIA, 1961 DAN 1971 ( dalam ribuan ) Daerah
1961
*
%
1971 )
%
Pertumbuhan Tahunan 1961-1971
Jumlah Penduduk Kota
14.358
15
20.765
17
3,8%
Jumlah Penduduk Desa
82.661
85
97.695
83
1,8%
Jumlah penduduk Indonesia
97.019
100
118.460 100
2,1%
* ) Tidak termasuk penduduk Irian Jaya (923.440)
umpamanya, masing-masing tumbuh dengan 1,43%, 2,54% dan 1,54% selama dasawarsa 1961 - 1971. Pada kota-kota di mana pertumbuhan penduduk berjalan amat cepat, timbul berbagai ragam masalah. Pelayanan sosial yang meningkat menghendaki biaya yang besar. Konsentrasi penduduk dalam daerah yang relatif kecil, menimbulkan pengotoran lingkungan dan keadaan pemukiman yang kurang sehat, yang penanggulangannya juga menghendaki pembiayaan besar. Juga kebutuhan pembukaan lapangan kerja di kota dirasakan semakin mendesak. II. POKOK-POKOK KEBIJAKSANAAN PENDUDUK Pertumbuhan penduduk yang tinggi dan masalah yang diakibatkannya pada dasarnya adalah masalah jangka panjang yang pemecahannya juga membutuhkan waktu lebih dari satu 87
atau dua Repelita. Langkah yang diambil dalam Repelita II merupakan kelanjutan dan peningkatan dari pada Lngkah pemecahan yang telah dimulai selama Repelita I. 1. Tujuan kebijaksanaan penduduk Adapun tujuan jangka panjang kebijaksanaan penduduk adalah menurunkan angka tingkat kelahiran setidak-tidaknya separoh dari pada tingkat dewasa ini. Hal ini terutama akan dicapai melalui usaha pengintegrasian tujuan menurunkan angka kelahiran kedalam program pembangunan dan membuat kebijaksanaan kependudukan sebagai bagian integral dari kebijaksanaan pembangunan. Tujuan jangka panjang lainnya adalah mempengaruhi penyebaran penduduk melalui usaha transmigrasi dan pembangunan daerah agar penyebaran penduduk lebih serasi dengan pemanfaatan secara optimal sumber-sumber Indonesia. Di samping itu penyebaran penduduk di antara kotakota dan desa akan diusahakan agar lebih serasi bagi pembangunan melalui usaha pembangunan pedesaan dan pembangunan kota-kota kecil. Dalam Repelita II kebijaksanaan di bidang kependudukan diarahkan untuk menurunkan tingkat kesuburan, meningkatkan usaha transmigrasi dan penyebaran penduduk ke daerah-daerah tipis penduduk, dan mengarahkan arus urbanisasi terutama ke kota-kota kecil. 2. Kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk mengurangi pertumbuhan penduduk Tujuan khusus usaha menurunkan angka kelahiran adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga dan mengurangi kemiskinan; meningkatkan perkembangan fisik dan mental anak serta meningkatkan derajat kesehatan ibu. Usaha menurunkan tingkat kelahiran akan dilaksanakan secara sukarela dan mengenai jumlah anak yang ingin dipunyai oleh suatu keluarga diserahkan sepenuhnya kepada keputusan keluarga yang sesuai dengan norma-norma etika yang berlaku dalam masyarakat. 88
Usaha menurunkan angka kelahiran dilaksanakan dengan tidak membebani golongan penduduk ekonomi lemah dan tidak bersifat menghukum terhadap anak-anak yang telah lahir. Keluarga berencana Keluarga berencana merupakan usaha pokok di dadam kebijaksanaan kependudukan umumnya dan usaha menurunkan tingkat kelahiran khususnya. Usaha menurunkan kelahiran melalui keluarga berencana sekaligus dikaitkan dengan meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Sasaran usaha keluarga berencana adalah seluruh lapisan masyarakat dan jangkauan daerah usaha keluarga berencana diperluas ke daerah luar Jawa dan daerah pedesaan. Tujuan usaha keluarga berencana bukan hanya memperbanyak jumlah akseptor tetapi mempertahankan agar keluarga-keluarga penerima tetap melaksanakan keluarga berencana. Oleh karena berhasilnya keluarga berencana pada akhirnya akan ditentukan oleh kesadaran pada masing-masing keluarga, maka cara yang ditempuh dalam keluarga berencana akan menekankan bukan hanya cara-cara klinis tetapi juga cara-cara nonklinis. Selanjutnya kegiatan pembangunan di dalam berbagai bidang diserasikan agar dapat menunjang pelaksanaan keluarga berencana. Kegiatan ini mencakup pendidikan dan pendidikan kependudukan, motivasi ke arah keluarga kecil, dan menurunkan angka kematian anak-anak. Pendidikan dan pendidikan kependudukan Intensifikasi pendidikan baik formil maupun nonformil akan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan mengenai masalah penduduk dan pentingnya pelaksanaan keluarga berencana. Tetapi untuk lebih menyebarluaskan informasi mengenai kependudukan maka pendidikan kependudukan diintegrasikan ke dalam sistim pendidikan dan mencakup lembaga pendidikan guru, pendidikan tingkat sekolah menengah dan pendidikan orang dewasa. Para lulusan sekolah menengah dan orang dewasa amat memerlukan informasi mengenai kependudukan oleh sebab 89
mereka inilah yang akan membentuk keluarga dalam waktu relatip singkat. Juga usaha menyebarluaskan pengetahuan mengenai masalah kependudukan dan keluarga berencana di luar sekolah melalui semua jenis saluran komunikasi dan mass media yang ada di tingkatkan dalam Repelita II. Motivasi ke arah keluarga kecil Dalam Repelita II usaha untuk memberikan motivasi ke arah tercapainya keluarga kecil dengan jumlah anak yang sedikit ditingkatkan. Dalam hubungan ini pemberian tunjangan keluarga dan kelonggaran lainnya di dalam sistem penggajian, pajak dan lain-lain, akan ditinjau dan disesuaikan dengan kebijaksanaan kependudukan. Selanjutnya sistem jaminan sosial terutama untuk hari tua setahap demi setahap ditingkatkan selama Repelita II. Peningkatan sistem jaminan sosial ini penting oleh sebab masih luasnya pandangan bahwa banyak anak berarti banyak rezeki. Menurunkan angka kematian anak-anak Salah satiu motivasi untuk mempunyai jumlah anak yang banyak ialah bahwa anak merupakan sumber untuk meningkatkan pendapatan bagi keluarga berpendapatan rendah. Banyaknya anak yang tidak meneruskan sekolah adalah keadaan yang timbul oleh sebab rendahnya pendapatan orang tua mereka dan anak-anak ini dibutuhkan untuk dapat sekedar menambah pendapatan keluarga. Semakin tinggi tingkat kematian dikalangan anak dan bayi semakin besar pula kebutuhan akan tingkat kelahiran yang tinggi. Semakin banyak anak-anak yang lahir dan hidup dan mencapai umur dewasa semakin kecil kebutuhan untuk jumlah kelahiran yang besar. Oleh karena itu usaha untuk lebih meratakan hasil pembangunan akan menunjang usaha keluarga berencana di dalam menurunkan angka kelahiran. Selanjutnya usaha-usaha di bidang kesehatan umumnya dan usaha meningkatkan kesehatan ibu dan anak dan menurunkan angka kematian anak khususnya merupakan bagian daripada ikhtiar menurunkan tingkat kelahiran. 90
3. Kebijaksanaan duduk
untuk
mempengaruhi
penyebaran
pen-
Beberapa kebijaksanaan pembangunan yang ditujukan untuk menanggulangi akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi juga ditujukan untuk mempengaruhi penyebaran penduduk. Di dalam hal ini dapat disebut transmigrasi, yang tujuan utamanya adalah menimbulkan pusat-pusat pengembangan baru di daerahdaerah yang tipis penduduknya. Dalam rangka itu dapat disebut pula, kegiatan-kegiatan antarkerja antardaerah yang bertujuan untuk membantu penyaluran tenaga ke daerah tipis penduduk diluar Jawa. Contoh yang lain ialah kebijaksanaan mengenai pengembangan kota.
Antarkerja - antardaerah Berhubung kurang sempurnanya pasaran tenaga kerja, maka kelebihan tenaga di suatu daerah tidak dengan sendirinya tersalur ke daerah lain yang kekurangan tenaga kerja. Kekurangan informasi, kurang sanggupnya banyak tenaga kerja membiayai perpindahannya, adalah beberapa faktor yang menghambat perpindahan tenaga kerja dari suatu tempat ke tempat lain. Kegiatan antarkerja antardaerah bertujuan untuk mempertemukan permintaan tenaga dengan pencari kerja. Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan adalah mengumpullkan dan menyebarluaskan informasi mengenai lowongan pekerjaan maupun pencari kerja. Bantuan dan fasilitas juga diberikan kepada badan-badan baik pemerintah maupun swasta yang membutuhkan tenaga terutama di daerah tipis penduduk. Dengan demikian kegiatan ini membantu penyebaran penduduk lebih rata.
Transmigrasi Kebijaksanaan transmigrasi diarahkan agar mempunyai akibat yang sebesar mungkin terhadap penyebaran penduduk di berbagai daerah di Indonesia. Transmigrasi merupakan bagian dari usaha untuk mengembangkan daerah yang
91
kepadatan penduduknya masih rendah. Oleh karena itu transmigrasi tidak terbatas hanya kepada golongan petani tetapi juga transmigrasi golongan angkatan kerja lainnya sesuai dengan kebutuhan pengembangan daerah tujuan transmigrasi. Daerah tujuan transmigrasi diharapkan berkembang menjadi pusat perkembangan baru dan dapat menarik lebih banyak penduduk untuk pindah ke daerah tersebut secara spontan. Dalam usaha penyebaran penduduk dari Jawa ke luar Jawa, harus pula disadari adanya arus perpindahan penduduk dari luar Jawa ke Jawa. Meningkatnya pembangunan daerah termasuk daerah transmigrasi dan bertambah banyaknya fasilitas sosial tersebar di daerah-daerah luar Jawa seperti fasilitas pendidikan, akan mengurangi arus balik perpindahan penduduk ini. Melalui kegiatan transmigrasi juga diharapkan dapat dipenuhi kebutuhan tenaga pembangunan di berbagai sektor di daerah-daerah tipis penduduk. Transmigran berasal terutama dari daerah yang padat penduduknya di samping dari daerah kritis yang perlu direhabilitasikan dan daerah bencana alam.
Kebijaksanaan pengembangan kota dan pemecahan masalah kota Untuk menghindarkan pertumbuhan terlalu cepat dari beberapa kota besar maka perlu adanya pertumbuhan yang lebih terpencar dan seimbang di antara banyak kota. Perkembangan kota secara lebih merata dibutuhkan untuk menunjang pembangunan di sektor pertanian dan industri di pedesaan dan pengembangan daerah pedesaan pada umumnya, oleh karena itu perhatian lebih besar diberikan kepada pembinaan kotakota kecil, yaitu kota-kota yang setingkat dengan kota-kota kecamatan dan kota-kota kabupaten. Dalam rangka menanggulangi masalah migrasi umumnya dan perpindahan penduduk dari daerah pedesaan ke daerah kota
92
pada khususnya maka kegiatan industri diarahkan ke kota kecil. Selanjutnya peningkatan jasa-jasa pengangkutan dan perluasan jaringan pengangkutan akan dilaksanakan agar mobilitas penduduk dapat ditingkatkan. Dengan demikian perjalanan penduduk pedesaan ke daerah kota tempat mereka bekerja akan lebih dimudahkan sehingga mereka tidak perlu tinggal di kota tempat mereka bekerja. Adanya perluasan jaringan lalu lintas memungkinkan lebih banyak penduduk pedesaan mengikuti program keluarga berencana. Dalam memecahkan masalah kota maka tujuan perluasan kesempatan kerja dan pemerataan hasil dan kegiatan pembangunan perlu dipegang teguh. Dalam hubungan ini maka pembangunan berbagai fasilitas kota sejauh mungkin dapat merangsang terciptanya kesempatan kerja lebih luas, baik secara langsung maupun tidak langsung. Juga di dalam berbagai kebijaksanaan kota perlu dihindarkan agar ruang gerak usaha bagi pedagang kecil dan usaha kecil lainnya tidak menjadi lebih sempit. Dalam rangka pemerataan pendapatan riil maka sistem pajak disempurnakan agar warga kota yang berpenghasilan tinggi dapat menanggung beban pembangunan kota lebih besar. Sejalan dengan itu layanan sosial lebih luas seperti penyediaan air minum, kesehatan, dan lain-lain lebih diarahkan kepada penduduk yang berpendapatan rendah di kota. 4. Penelitian, perencanaan dan statistik penduduk Untuk dapat melaksanakan kebijaksanaan lebih baik, maka diperlukan penyempurnaan statistik kependudukan. Di samping itu penelitian dan analisa penduduk perlu ditingkatkan dalam rangka perencanaan yang lebih mantap dan penidaian mengenai efektivitas kebijaksanaan kependudukan, termasuk pengkaitan diantara berbagai kebijaksanaan penduduk dan pembangunan. 93
B. KESEMPATAN KERJA PENDAHULUAN Seperti dikemukakan di dalam GBHN dalam Repelita II akan digarap secara lebih dalam masalah-masalah yang sejak semula disadari belum akan terpecahkan dalam Repelita I, seperti misalnya masalah-masalah perluasan kesempatan kerja, pembagian hasil pembangunan secara merata, usaha perbaikan struktur pasar yang pincang, peningkatan laju perkembangan ekonomi di daerah, transmigrasi, peningkatan partisipasi rakyat dalam pembangunan melalui koperasi, perhatian lebih pada masalah-masalah pendidikan serta faktor nonekonomis lainnya. Masalah perluasan kesempatan kerja merupakan salah satu masalah utama yang akan diusahakan pemecahannya secara lebih dalam selama Repelita II. Perluasan kesempatan kerja merupakan salah satu masalah utama oleh karena eratnya hubungan kesempatan kerja dengan masalah lain dalam pembangunan. Perluasan kesempatan kerja produktif sekaligus akan meningkatkan produksi, lebih meratakan pendapatan dan meningkatkan partisipasi rakyat di dalam pembangunan. Masalah perluasan kesempatan kerja juga erat hubungannya dengan pembinaan pengusaha kecil. Oleh karena itu cara pendekatan yang ditempuh di dalam pemecahan masalah kesempatan kerja adalah mengintegrasikan aspek kesempatan kerja dengan semua kegiatan pembangunan. Hal ini berarti bahwa setiap program dan proyek pembangunan diarahkan agar bersifat padat karya sejauh mungkin. Pilihan produk yang ingin dihasilkan dan pilihan teknik produksi lebih diorientasikan kepada penggunaan dan pemanfaatan tenaga manusia. I. MASALAH Masalah kesempatan kerja dan tenaga kerja adalah masalah yang timbul oleh karena terdapatnya berbagai ragam ketidakseimbangan di dalam ekonomi Indonesia. 94
Pertumbuhan penduduk yang tinggi setelah tahun 1950 telah mengakibatkan cepatnya laju pertumbuhan angkatan kerja terutama di kalangan tenaga kerja muda. Di lain pihak struktur ekonomi Indonesia yang untuk sebahagian besar masih tergantung pada pertanian tidak tumbuh dengan cukup cepat untuk dapat mengisap angkatan kerja yang semakin besar jumlahnya. Akibatnya adalah adanya kekurangan kesempatan kerja secara umum, rendahnya produktifitas, dan rendahnya pendapatan. Ketidakseimbangan penting lainnya terdapat didalam struktur pasaran tenaga kerja, baik dari segi ketrampilan maupun dari segi daerah. Sistim pendidikan dan latihan tenaga yang dipandang dari segi kebutuhan pembangunan kurang sesuai baik dari segi jumlah maupun dari segi keahlian dan ketrampilan yang dibutuhkan dalam pembangunan; sehingga disatu pihak dirasakan kekurangan tenaga terdidik untuk bidang tertentu tetapi di lain pihak terdapat kelebihan tenaga terdidik. Kelebihan tenaga terdidik yang ketrampilannya kurang sesuai dengan kebutuhan pembangunan menjadi penting secara kwantitatif oleh karena struktur umur penduduk dan angkatan kerja yang muda dan semakin meningkatnya kesempatan pendidikan dengan adanya pembangunan. Ketidakseimbangan antardaerah di dalam penawaran dan permintaan tenaga kerja merupakan segi penting lainnya dari masalah kesempatan kerja di Indonesia. Sebagian besar tenaga kerja berada di pulau Jawa sedangkan kebutuhan tenaga untuk pembangunan berada di daerah luar Jawa. 1. Kekurangan kesempatan kerja secara umum Perlu kiranya dikemukakan kesulitan yang dihadapi didalam mengukur besarnya kekurangan kesempatan kerja secara umum maupun aspek lain dari masalah kesempatan kerja dan tenaga kerja. Kesulitan pertama adalah masalah pengertian. Pengertian angkatan kerja yang sekarang terdapat kurang sesuai dengan 95
keadaan sosial ekonomi budaya Indonesia. Pengertian angkatan kerja sebagai orang yang bekerja atau mencari pekerjaan sulit untuk diaplikasikan kepada para petani. Hal ini adalah disebabkan dimensi kekurangan kerja di sektor pertanian adalah rendahnya produktifitas dan pendapatan dan adanya kekurangan kerja musiman. Oleh karena pengertian yang ada kurang sesuai maka angka statistik yang dikumpulkan berdasarkan pengertian ini juga menjadi amat lemah. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa hasil sensus 1961 sulit untuk dibandingkan dengan hasil sensus 1971 mengenai jumlah kesempatan kerja dan angkatan kerja oleh karena perbedaan dalam kerangka waktu (reference period) yang dipergunakan dalam kedua sensus tersebut. Namun demikian terdapat beberapa indikasi mengenai besarnya maupun aspek lain dari pada masalah kesempatan kerja dan tenaga kerja. Pertambahan angkatan kerja
Salah satu indikasi mengenai besarnya masalah kesempatan kerja adalah jumlah pertambahan angkatan kerja setiap tahun. Dalam Repelita II satu perkiraan mengemukakan angkatan kerja Indonesia meningkat antara 2,5% - 2,6% tiap tahun. Secara absolut pertambahan bersih jumlah angkatan kerja melebihi sejuta orang tiap tahun. Selama Repelita II jumlah pertambahan angkatan kerja ini kira-kira 5,7 juta orang. Hal ini diperlihatkan dalam Tabel 3-5. Mengingat struktur penduduk Indonesia yang muda, dapat diduga bahwa sejumlah relatif besar angkatan kerja adalah berusia muda pula. Pertambahan 5,7 juta orang kedalam angkatan kerja terdiri dari pertambahan bersih 7,1 juta orang berumur 10 - 24 tahun dan keluarnya sejumlah ± 1,4 juta orang berumur diatas 25 tahun dalam waktu yang sama. Hal ini diperlihatkan dalam Tabel 3-6.
96
TABEL 3 - 5 PROYEKSI ANGKATAN KERJA INDONESIA, 1973 - 1978
Jumlah angkatan Kerja (juta)
Tahun
1973
42.417
1974 1975
43.477
1977
Prosentase kenaikan
-
-
1.160 1.096
2,50
45.714 46.898
1.141
Z,56
1.184
2,59
48.126
1.128
2,62
44.573
1976
Jumlah pertambahan angkatan kerja (juta)
2,52
TABEL 3 - 6 PERTAMBAHAN ANGKATAN KERjA MENURUT UMUR, 1973 - 1978 Angkatan kerja, 1973 (ribuan)
Golongan
Angkatan kerja, 1978 (ribuan)
Prosentase pertambahan
1973-1978
1873~
umur
1O-14 15-19
2.598
2.979
14,7
4.789
6.034
26,0
20-24
5.212
6.473
25+
29.818
32.640
24,2 9,5
42.417
48.126
3QA18
97
Besarnya jumlah tambahan angkatan kerja dan besarnya proporsi angkatan kerja berumur muda menimbulkan bukan saja masalah penyediaan lapanggan kerja tetapi juga masalah latihan dan pendidikan untuk meningkatkan ketrampilan mereka. Masalah menyediakan lapangan kerja dan latihan bagi tenaga-tenaga berusia muda dapat dilihat di angka-angka pencari kerja seperti yang diungkapkan oleh sensus 1971. Dari sejumlah 40,1 juta angkatan kerja pada tahun 1971, 2,2% adalah pencari kerja atau kira-kira 890 ribu orang. Sebagian besar pencari kerja ini (54,9 %) berusia 10 - 24 tahun. Dan 65% dari tenaga muda ini adalah pencari kerja pertama kali. Pencari kerja pertama sekali membutuhkan pengalaman dan latih-an agar kemungkinan mereka mendapat pekerjaan lebih besar. Fluktuasi kesempatan kerja Salah satu ciri dari ekonomi dimana sebagian besar angkatan kerja bekerja di sektor pertanian ialah adanya kesempatan kerja musiman yang disebabkan perbedaan kegiatan pada musim tanam dan musim panen dan pada waktu di antara kedua musim itu. Pada waktu diantara kedua musim itu banyak tenaga kerja pertanian yang menganggur atau setengah menganggur atau mencari kerja di luar sektor pertanian. Ha1 ini mengisyaratkan bahwa pada waktu di antara kedua musim dibutuhkan penciptaan kesempatan kerja secara langsung. Kesempatan kerja dengan produktifitas dan pendapatan rendah Sesungguhnya masalah utama yang dihadapi adalah peningkatan produktifitas dan pendapatan dari sebagian besar kesempatan kerja yang ada. Meningkatnya jumlah penduduk dan angkatan kerja secara cepat telah menimbulkan gejala kelebihan tenaga secara umum. Hal ini merupakan salah satu faktor utama timbulnya kesempatan kerja dengan pendapatan dan
produktifitas rendah di berbagai sektor ekonomi baik di kota maupun di desa. Masalah yang dihadapi adalah bagaimana kesempatan. kerja in dapat ditingkatkan, baik pendapatan maupun produktifitasnya. 2. Kekurangseimbangan di dalam permintaan dan penawaran tenaga terdidik Salah satu aspek masalah tenaga kerja dan kesempatan kerja ialah terdapatnya ketidakseimbangan di antara jenis tenaga terdidik yang tersedia dengan jenis tenaga terdidik yang dibutuhkan di dalam pembangunan. Terdapat andikasi mengenai kekurangan kesempatan kerja bagi tenaga terdidik tertentu khususnya di kalangan lulusan sekolah lanjutan atas. Tetapi pada lain pihak terdapat pula indikasi mengenai kekurangan tenaga terdidik pada banyak bidang. Adapun berbagai indikasi kekurangan tenaga terdidik dapatlah dikemukakan sebagai berikut: Di sektor pertambangan amat dirasakan kebutuhan akan tenaga ahli geologi sehubungan dengan semakin meningkatnya kegiata eksplorasi khususnya dan industri pertambangan umumnya. Kebutuhan akan ahli pertambangan juga dirasakan meningkat. Di bidang perlistrikan tenaga ahli tingkat atas mengenai mesin disel dan mesin uap juga dirasakan kurang. Disamping itu para teknisi tingkat menengah di sektor perlistrikan membutuhkan tingkat ketrampilan yang lebih tinggi daripada yang mereka miliki sekarang. Di sektor industri kebutuhan tenaga tingkat tinggi dirasakan pada bidang keahlian mengenai mesin dan industri peralatan. Kebutuhan akan ahli farmasi juga meningkat di industri kimia. Di sektor perhubungan dibutuhkan berbagai tenaga trampil yang semakin meningkat sesuai dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di sektor ini. Tenaga penerbangan, ahli perawatan pesawat udara, ahli pengamanan lalu lintas udara, te-
naga perawat fasilitas penerbangan adalah beberapa jenis keahlian yang diperkirakan meningkat selama Repelita II. Di bidang perhubungan laut tenaga teknis galangan kapal, permesinan, dan listrik diperkirakan juga akan meningkat. Di bidang perhubungan darat tenaga teknis untuk melayani alat angkutan seperti ahli mesin juga dirasakan kurang. Kebutuhan tenaga terdidik dan berpengalaman diperkirakan merupakan seperlima dari tambahan tenaga yang dibutuhkan di sektor pariwisata. Semakin meningkatnya kegiatan pariwisata, kebutuhan tenaga terdidik di bidang perhotelan dan tenaga pimpinan industri pariwisata umumnya juga akan meningkat. Di sektor pertanian tenaga penyuluh pada perikanan, peternakan, dan pertanian pangan akan meningkat pula selama Repe1ita II; demikian juga dengan tenaga peneliti pertanian baik tingkat menengah maupun tingkat tinggi. 3. Syarat-syarat kerja, hubungan kerja, dan kesejahteraan buruh Dengan semakin meningkatnya dan meluasnya usaha pembangunan masalah yang berhubungan dengan hubungan kerja, keselamatan dan kesehatan kerja, semakin menonjol pula. Frekwensi kecelakaan di tempat-tempat produksi cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan sudah banyaknya mesin-mesin yang tua tetapi masih dipergunakan. Juga kalangan perusahaan masih banyak yang belum melaksanakan aturan-aturan keselamatan di pabrik-pabriknya. Dilain pihak jumlah pengawas perburuhan masih kurang memadai baik dari segi jumlahnya maupun kemampuannya. Sejalan dengan itu masalah kesehatan dan jaminan kesehatan, jaminan hari tua, pengupahan, masalah buruh wanita, dan lain-lain menuntut perhatian lebih dalam dalam Repelita II. Untuk ini semua, salah satu tindakan yang akan dilaksanakan adalah meningkatkan jumlah dan kwalitas pengawas perburuhan termasuk pengawas perburuhan wanita.
4. Kekurangseimbangan permintaan dan penawaran tenaga kerja antardaerah Kekurangan kesempatan kerja secara umum, kekurangseimbangan di dalam struktur permintaan dan penawaran tenaga kerja terdidik dan adanya syarat-syarat kerja dan kesejahteraan buruh yang kurang wajar tidak sama intensitasnya di antara daerah-daerah di Indonesia dan di antara daerah kota dan desa. Kekurangan kesempatan kerja secara umum amat terasa di pulau Jawa. Rendahnya luas tanah pertanian per orang di Jawa dibanding dengan daerah lain merupakan salah satu sebab kekurangan kesempatan kerja secara umum yang lebih besar ini. Relatif rendahnya tingkat upah tenaga tidak terdidik secara umum di Jawa (kecuali di Jakarta) dibanding dengan daerahdaerah lain di Indonesia adalah manifestasi dari pada tingkat kekurangan kesempatan kerja yang lebih besar di Jawa dibanding dengan daerah-daerah lain. Di antara daerah-daerah di luar Jawa juga terdapat perbedaan intensitas kekurangan kesempatan kerja. Di daerah pedesaan kekurangan tenaga terdidik untuk pembangunan lebih besar dari pada di daerah kota. Di daerah kota, sebaliknya gejala kekurangan kesempatan kerja bagi tenaga terdidik kelihatannya lebih menonjol. Adanya syarat-syarat kerja yang kurang wajar dan masalah hubungan kerja lebih banyak bersifat gejala di kota di mana terdapat perusahaan dengan hubungan kerja yang formil. Di desa, rendahnya syarat-syarat kerja seperti upah lebih banyak bersifat manifestasi daripada rendahnya produktifitas secara umum. Hubungan kerja di desa terutama di perusahaan kecil dan perusahaan keluarga tidaklah setegas dan seresmi hubungan kerja di perusahaan di kota. Dapatlah kiranya disimpulkan bahwa masalah utama di bidang kesempatan kerja memperlihatkan variasi yang berbeda-beda di antara daerah di Indonesia maupun di antara kota
dan desa. Dengan demikian kebijaksanaan yang ditempuh akan mempunyai variasi. 11. KEBIJAKSANAAN DI BIDANG KESEMPATAN KERJA 1. Tujuan dan cara pendekatan Tujuan kebijaksanaan pembangunan adalah peningkatan produksi yang disertai oleh penciptaan kesempatan kerja seluasluasnya dan penyebaran yang lebih merata dari pendapatan. Ketiga segi dari kebijaksanaan pembangunan nasional ini jalinmenjalin dan yang satu tidak dipisahkan dari yang lain. Tujuan memperluas kesempatan kerja adalah penting bukan saja karena kesempatan kerja memiliki nilai ekonomis, meiainkan juga karena mengandung nilai kemanusiaan dengan menumbuhkan rasa harga diri, sehingga dengan demikian memberi isi kepada azas kemanusiaan. Peningkatan produksi yang tidak disertai dengan perluasan kesempatan kerja memperbesar pengangguran, memperlebar jurang perbedaan antara golongan penduduk dengan menguntungkan lapisan masyarakat tertentu. Oleh karena itu perluasan kesempatan kerja mendapat prioritas utama dan diintegrasikan dalam tiap program disemua bidang pembangunan. Kebijaksanaan kesempatan kerja tidak semata-mata ditujukan untuk penciptaan lapangan kerja baru. Meskipun demikian hal ini memang merupakan bagian yang penting dari kebijaksanaan kesempatan kerja, mengingat banyaknya pertambahan angkatan kerja baik di desa maupun di kota. Disamping penyediaan lapangan kerja, kebijaksanaan juga ditujukan untuk mengusahakan peningkatan produktifitas serta peningkatan pendapatan. Segi lainnya yang perlu diusahakan pula di dalam kebijaksanaan ini, ialah mengusahakan penggunaan tenaga kerja secara penuh, sehingga dengan demikian pendapatan dapat pula ditingkatkan. Hal ini diperlukan , mengingat kenya-
taan bahwa tenaga ketja daerah pedesaan dipergunakan tertama pada waktu tanam dan waktu panen saja sedangkan di aritara kedua musim itu tenaganya kurang dimanfaatkan sepenuhnya. Di dalam usaha meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui peningkatan produksi disertai perluasan lapangan kerja akan ditempuh tiga bentuk kebijaksanaan: kebijaksanaan bersifat umum, kebijaksanaan sektor, dan kebijaksanaan khusus. Kebijaksanaan umum menggunakan peralatan kebijaksanaan di bidang ekonomi-keuangan seperti perkredtan, perpajakan, bea masuk, dan penentuan nilai tukar mata uang. Bentuk kebijaksanaan yang kedua ialah kebijaksanaan sektoral, dengan mendorong agar cara produksi dan pilihan produk mengutamakan penggunaan tenaga kerja. Dengan demikian tekanan diberikan kepada kesempatan kerja di dalam program pembangunan. Bentuk kebijaksanaan yang ketaga adalah kebijaksanaan atau program yang khusus direncanakan untuk memperluas kesempatan kerja secara langsung maupun tidak langsung dan meningkatkan kemungkinan mendapatkan kesempatan kerja bagi angkatan kerja melalui usaha mampertinggi ketrampilan, meningkatkan kamampuan berusaha dan kemahiran menata laksanakan. Masalah kesempatan kerja dan tenaga kerja untuk sebahagian besar terdapat di daerah yang padat penduduknya. Namun kebijaksanaan kebijaksanaan pemecahannya akan diarahkan secara keseluruhan dalam rangka memecahkan masalah kesempatan kerja di Indonesia. Di dalam Repelita II sektor pertanian akan merupakan sektor yang secara absolut menyerap tenaga kerja terbanyak. Oleh karena itu pembangunan pertanian akan merupakan usaha utama di dalaan kebijaksanaan kesempatan kerja untuk meningkatkan pendapatan dari sebagian rakyat yang hidup di
daerah pedesaan. Ini tidak berarti bahwa sektor industri tidak mempunyai peranan yang penting di dalam kebijaksanaan kesempatan kerja. Peningkatan industri terutama akan dititik beratkan pada pembuatan barang-barang yang sangat diperlukan oleh rakyat banyak, yang dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga yang banyak dan memanfaatkan bahan yang terdapat di dalam negeri. Pengarahan lokasi industri agar tidak terpusat di kota besar saja dan usaha untuk mendorong agar industri kecil di pedesaan dapat lebih berkembang diharapkan akan dapat membuka kesempatan kerja lebih luas di luar sektor pertanian. Lokasi industri sebanyak mungkin agar di daerah pedesaan dan dengan demikian akan mendorong perkembangan kota-kota pedesaan. Hal ini membantu membendung arus urbanisasi ke kota besar. Peranan yang besar itu dapat dimainkam pula oleh sektor pembangunan prasarana, khususnya di daerah pedesaan dan perbaikan kampung di kota sebagai bagian dari kebijaksanaan kesempatan kerja. Kegiatan ini semua dapat dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja yang banyak dengan tidak menyimpang dari arah pembangunan secara nasional. 2. Perkiraan kesempatan kerja, 1973/74 – 1978/79 Perkiraan mengenai kesempatan kerja mengandung banyak kelemahan. Namun sekedar untuk memberikan gambaran umum mengenai arah perkembangan kesempatan kerja dalam Repelita II di bawah ini disajikan suatu perkiraan, yang pada dirinya mengandung kelemahan. Berdasarkan perkiraan mengenai hubungan diantara pertumbuhan produksi nasional dengan kesempatan kerja di Indonesia dan berdasarkan angka-angka perbandingan dengan negaranegara sedang membangum lainnya dibuat anggapan seperti berikut di berbagai sektor. Untuk setiap 1% produksi meningkat di masing-masing sektor, maka sektor pertanian kesempatan kerja meningkat dengan 0,2%; di sektor pertambangan dengan
0,2 % ; industri dengan 0,5 %; listrik dengan 0,2% ; bangunan dengan 0,6%; di sektor angkutan dengan 0,4%; bank dengan 0,6% ; jasa dan lain-lain dengan 0,5%. Berdasarkan anggapan ini dan angka-angka pertumbuhan produksi nasional sebesar rata-rata 7,5% pertahun, rnaka pada akhir Repelita II diperkirakan jumlah kesempatan kerja berkisar sekitar 47,5 juta. Kesempatan kerja ini tersebar di berbagai sektor: di sektor pertanian sejumlah 26.529.000 orang; di sektor pertambangan 103.000 orang; di sektor industri sejumlah 4.396.000 orang; di sektor listrik sejumlah 45.000 orang; di sektor bangunan sejumlah 1.350.000 orang; di sektor perdagangan sejumlah 6.432.000 orang; di sektor pengangkutan dan komunikasi 1.271.000 orang; di sektor bank dan lain-lainnya sejumlah 157.000 orang; dan di sektor jasa-jasa dan lain-lain sejumlah 7.244.000 orang. Pada tahun anggaran 1978/79, jumlah angkatan kerja diperkirakan 48,4 juta. Walaupun tidak seluruh angkatan kerja terserap, produktifitas rata-rata pada masing-masing sektor meningkat dan dengan demikian dapat mengurangi gejala setengah pengangguran. Perlu kiranya dikemukakan perkiraan ini dimaksud hanya untuk memberi gambaran umum mengenai arah perkembangan kesempatan kerja dalam Repelita II. Pengertian mengenai angkatan kerja, data-data yang dipergunakan dan cara-cara mengukur mempunyai banyak kelemahan sehingga perkiraan inipun mempunyai kelemaban pula. II I. KEBIJAKSANAAN KESEMPATAN KERJA UMUM. 1. Kebijaksanaan upah, moneter dan fiskal Untuk menciptakan kesempatan kerja produktif yang luas, maka berbagai alat kebijaksanaan yang mempengaruhi harga faktor produksi akan diarahkan sehingga tingkat maupun struktur harga ini akan menggambarkan sebaik mungkin situasi kelangkaan maupun kelebihan faktor produksi di dalaun masyarakat.
Kabijaksaanaan upah diarahkan agar sesuai dengan perkembangan ekonomi dan agar terdapat keseimbangan yang serasi diantara upah sebagai unsur biaya produksi dan upah sebagai pendapatan bagi para pekerja dengan memperhatikan tingkat upah yang terdapat di dalam ekonomi umumnya. Kebijaksanaan kenaikan upah akan mengutamakan golongan pekerja dengan pendapatan amat rendah, kearah mencapai tingkat upah yang layak. Hai ini disesuaikan dengan keadaan masing-masing daerah dan bidang usaha. Azas pengupahan yang harus dipegang teguh adalah kegairahan kerja yang dapat menaikkan produksi dan sekaligus memperbaiki taraf hidup para karyawan perusahaan. Dengan azas demikian akan terbina cara-cara kerja yang rasionil dan efisien, tanpa meninggalkan suasna kegotong-royongan dalam perusahaan. Perbedaan upah di antara kota dan desa diusahakan untuk diperkeciil dengan tujuan untuk mengurangi arus urbanisasi. Kebijaksanaan bunga uang diarahkam untuk di satu pihak meningkatkan tabungan dan di lain pihak mendorong pilihan teknologi produksi yang padat karya. Kebijaksanaan kredit diarahkan untuk meningkatkan tersedianya kredit bagi pengusaha kecil di kota maupun di desa. Kebijaksanaan mengenai nilai tukar uang diarahkan a g a r nilai tukar tetap berada pada tingkat yang realistis. Dengan demikian maka barang-barang ekspor yang padat karya akan tetap memliliki daya saing di pasaran internasional dan, di lain pihak mendorong dipergunakannya barang-barang modal yang lebih bersifat padat karya. Tingkat dan struktur bea masuk diarahkan secara selektif untuk meningkatkan daya saing hasil produksi padat karya di pasaran dalam negeri terhadap barang-barang impor, dan untuk mengurangi hasrat mengimpor barang-barang modal yang terlalu padat modal. Kebijaksanaan pajak diarahkan untuk mendorong kegiatan investasi dengan memperhatikan akibat investasi tersebut ter-
hadap perusakan padat karya yang sudah berdiri. Berbagai ragam pajak terhadap barang ekspor yang padat karya dapat diperingan. 2. Pasar kerja dan hubuagan kerja Kebijaksanaan pasar kerja ditujukan untuk mengataas hambatan yang terdapat di pasaran tenaga kerja, sehingga mobilitas tenaga secara geografis maupun diantara pekerjaan dapat ditingkatkan. Dalam hubungan ini maka penyebaran informasi mengenai tenaga kerja dan kesempatan kerja dilakukan secara meluas. Usaha penempatan tenaga kerja (placement service) juga akan ditingkatkan. Sejalan dengan itu, diusahakan agar perpindahan tenaga kerja dari daerah padat penduduk di Jawa ke daerah-daerah lain yang membutuhkan tenaga dapat berjalan lebih lancar. Dalam rangka ini program transmigrasi dan program kerja antar daerah akan ditingkatkan pelaksanaannya. Untuk mensukseskan pelaksanaan hal-hal tersebut di atas, maka hambatan administratip terhadap berfungsinya pasaran tenaga kerja secara lancar akan diusuhakan menghilangkannya. Dalam hubungan ini undang-undang dan peraturan yang menyangkut syarat-syarat kerja, keselamatan kerja, dan kesehatan kerja akan ditinjau dan disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan di satu pihak dan usaha-usaha meningkatkan kesejahteraan buruh di lain pihak. Pembinaan serikat buruh dan organisasi pengusaha ditujukan untuk melancarkan pembinaan suasana kerja yang baik diantara pekerja dan pimpinan perusahaan. Pekerja perlu mendapat perlindungan supaya tidak diperlakukan secara sewenangwenang oleh pimpinan perusahaan; sebaliknya perusahaan perlu dijamin ketenangan usahanya dari tuntutan yang tidak masuk akal dari pekerja. Peamilik perusahaan, pimpinan perusahaan, dan pekerja mempunyai tujuan akhir yang satu, ialah kenaikan produksi dan kesempatam kerja yang menjadl syarat bagi kemakmuran bersama dan keadilan sosial. Oleh karena
itu di dalam memecahkan masalah yang timbul diantara pekerja dan pimpinan perusahaan perlu diusahakan adanya suasana kegotong-royongan untuk menjaga kelangsungan produksi dan kesempatan kerja. Untuk ini maka fungsi dan tata kerja lembaga kerjasama di antara pekerja, pimpinan perusahaan dan pemerintah (lembaga tripartite) akan disempurnakan dalam Repelita II. Lembaga tripartite ini diharapkan dapat menjembatani serta menangani masalah yang timbul terutama antara pihak buruh dan pihak perusahaan, dengan pemerintah sebagai pihak ketiga. Lembaga tripartite juga dapat dimanfaatkan untuk mensponsori berbagaa kegiatan yang menunjang terlaksananya perluasan kesempatan kerja produktif langsung maupun tidak langsung di perusahaan-perusahaan melalui pembentukan koperasi, peningkatan ketrampilan buruh dan latihan, menghimpun tabungan, dan lain-lain. Dalam hubungan ini berfungsinya dan meluasnya pelaksa- naan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) sebagai alat untuk menentukan dan menjamin terlaksananya syarat-syarat kerja akan ditingkatkan dan diperluas selama Repelita II. Dalam rangka itu, maka peraturan maupun undang-undang yang berhubungan dengan PKB akan ditinjau dan disempurnakan. Sejalan dengan itu Dewan Penelitian Upah Nasional dibina sesuai dengan kebutuhan. 3. Teknologi Penggunaan teknologi yang serasi atau relevan dengan taraf perkembangan masyarakat di dalam berbagai program dan proyek pembangunan merupakan salah-satu hal pokok untuk memperluas kesempatan kerja dan pemerataan hasil dan kegiatan pembangunan. Adapun yang dimaksud dengan teknologi serasi adalah teknologi yang membutuhkan bahan-bahan dalam negeri, mudah pemeliharaannya dan tidak memerlukan ketrampilan tinggi untuk menjalankannya, serasi dengan keadaan sosial budaya masyarakat sekeliling dan membutuhkan investasi pertenaga kerja yang relatif kecil.
Kebijaksanaan yang ditempuh bertujuan untuk mendorong penggunaan teknologi yang serasi secara meluas di berbagai bidang kegiatan produksi barang dan jasa. Dalam hubungan ini kebijaksanaan yang berhubungan dengan memperluas kesempatan kerja produktif pada dirinya telah mendorong penggunaan teknologi yang serasi. Selanjutnya kebijaksanaan di bidang teknologi juga ditujukan agar kesanggupan untuk menghasilkan alat-alat produksi dapat ditingkatkan. Untuk ini akan diperkembangkan dan didorong perkembangan industri dalam negeri yang khusus menghasilkan alat-alat modal, terutama yang dibutuhkan oleh sektor pertanian. Dalam rangka pengembangan teknologi serasi perhatian khusus perlu diberikan pada soal pemeliharaan barang-barang modal karena biasanya pemeliharaan bersifat padat karya dan menghemat modal. Di samping hal-hal tersebut di atas maka penelitian mengenai berbagai aspek teknologi serasi akan dilakukan, schingga diperoleh dasar dan pegangan untuk pengembangan selanjutnya di Indonesia. 4. Pendidikan dan latihan Untuk mengatasi masalah kekurangseimbangan di dalam permintaan dan penawaran tenaga terdidik baik dari segi kwantitas maupun kwalitas maka usaha perencanaan tenaga kerja ditingkatkan selama Repeluta II. Usaha-usaha ini mencakup (a) penelitian dan survey mengenai kebutuhan tenaga terdidik yang dibutuhkan di dalam berbagai sektor dan daerah sehubungan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan; (b) penelitian dan survey mengenai jumlah lulusan berbagai lembaga pendidikan dan latihan. Dengan demikian diharapkan akan dapat dikenali secara lebih terperinci ketidakseimbangan yang dihadapi pada saat ini maupun pada anasa datang; dan langkah-langkah untuk mengatasi kekurangseimbangan akan lebih mudah ditentukan.
Sementara itu, untuk mengatasi kekurangan tenaga yang sudah jelas dirasakan, maka lembaga latihan dan penataran yang ada di Indonesia baik yang dimiliki oleh pemerintah, swasta maupum Angkatan Bersenjata akan dimanfaatkan untuk menjalankan program latihan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh pembangunan. Lembaga latihan akan menyampaikan berbagai jenis ketrampilan yang langsung dapat digunakan untuk meningkatkan produksi di berbagai bidang. Khusus mengenai usaha pembangunan daerah pedesaan, maka di samping program penataran, mobile training units akan memasuki desa-desa untuk menyampaikam berbagai jenis ketrampilan yang dibutuhkan oleh rakyat pedesaan. Perusahaan yang ada, baik milik Indonesia maupun milik asing diajak untuk ikut serta menjalankan program latihan, baik untuk kepentingan perusahaannya sendiri maupun untuk kepentingan umum sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Pemerintah, baik pada taraf pusat maupun daerah akan menyelenggarakan program latihan dan penataran mengenai semua jenis dan taraf ketrampilam yang dibutuhkana dalam pembangunan. Program latihan akan ditujukan terutama untuk memenuhi kepentingan, pembangunan dan untuk mendapatkan tenaga kerja tingkat menengah dan rendah yang memiliki ketrampilan. Taraf produktifitas tenaga kerja akan ditingkatkan melalui latihan sehingga membantu pencari kerja agar lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Sebagai salah satu syarat agar perencanaan tenaga kerja secara nasional dapat berhasil maka perencanaan tenaga kerja pada masing-masing lembaga atau badan, baik pemerintah maupun swasta, yang mempergunakan tenaga kerja perlu ditingkatkan. Untuk ini maka usaha pembinaan kesanggupan perencanaan tenaga kerja dalam berbagai aspeknya akan ditingkatkan selama Repelita II.
110
5. Pembangunan daerah pedesaan Pembangunan daerah pedesaan pada intinya adalah pembangunan sumber daya manusia, terutama sumber daya manusia muda, oleh karena itu maka perhatian khusus perlu diberi pada pembinaan dan penggunaan tenaga kerja di daerah pedesaan. Pengetahuan dan ketrampilan dan sikap membangun yang diperlukan akan disebarkan ke dalam daerah pedesaan. Hal ini dapat dilakukan secara tidak langsung melalui program pembangunan daerah pedesaan dan secara langsung melalui program penataran, baik bagi tugas-tugas di kabupaten, kecamatan maupun di desa desa, dan melalui program BUTSI. Pembangunan daerah pedesaan memegang peranan yang penting di dalam mengatasi masalah kemiskinan dan kesempatan kerja. Banyak kegiatan yang dapat dilakukan di daerah pedesaan yang bersifat padat karya, oleh karena itu jumlah kesempatan kerja yang dapat ditimbulkan oleh program pemkrangtsnani di sana akan sangat besar. Walaupun tidak langsung memberi efek pada penciptaan kesempatan kerja, namun sistem sosial gotongroyong, yang kita warisi secara turun menurun dan dipraktekkan di seluruh Indonesia perlu dihidupkan dan dikembangkan di desa, karena sistem ini dapat memainkan peranan yang penting dalam pembangunan. Usaha ini akan meningkatkan partisipasi dan sifat gotongroyong rakyat desa yang sangat bermanfaat bagi pelaksanaan program pembangunan daerah pedesaan. Pembangunam daerah pedesaan antara lain bertujuan untuk menanggulangi masalah ketidakseimbangan di dalam tingkat pendapatan dan taraf hidup berbagai golongan penduduk. Untuk mnencapai tujuan ini berbagai program pembangunan akan dijalankan di daerah pedesaan. Pembinaan koperasi pedesaan, khususnya Badan Usaha Unit Desa/Koperasi Unit Desa, program pembangunan masyarakat desa (PMD), program bantuan desa, program bantuan untuk pembangunan Kabupaten, program padat karya gaya baru,
111
program transmigrasi, pembinaan lembaga sosial desa, program mobile training unit, dan program lain akan diarahkan untuk mengatasi ketidakseimbangan di dalam pendapatan riil dan taraf hidup rakyat di daerah pedesaan. IV. KEBIJAKSANAAN KESEMPATAN KERJA SEKTORAL. Peningkatan kesempatan kerja menjadi bagian integral dari setiap perencanaan proyek dalam tiap sektor pembangunan. Dengan demikian prioritas pertama akan diberikan pada proyekproyek yang secara langsung dan tidak langsung menimbulkan kesempatan kerja terbesar. 1. Pertanian Pertanian memberi kesempatan kerja kepada sebagian besar angkatan kerja. Pengembangan pertanian meningkatkan produktifitas petani dan meratakan kesempatan kerja sepanjang tahun. Pengembangan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan di sektor pertanian merupakan masyarat ke arah terbukanya kesempatan kerja yang lebih luas di sektor-sektor industri, perdagangan, angkutan dan bangunan. Dalam usaha penciptaan lapangan kerja dan peningkatan produksi di sektor pertanian, maka usaha intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi yang telah dimulai dalam Repelita I akan diperluas, ditingkatkan dan disempurnakan. Intensifikasi berarti bahwa hasil per ha meningkat melalui penggunaan waktu kerja lebih banyak. Di samping itu produksi rata-rata per tenaga kerja dari sebidang tanah yang sama juga meningkat. Dengan demikian berhasilnya intensifikasi berarti bukan saja penggunaan waktu tenaga kerja adalah lebih besar tetapi juga produktifitas dan produksi rata-rata tenaga kerja meningkat. Pengangguran dalam artri produktifitas rendah dan adanya jam kerja yang tidak dimanfaatkan telah dapat dikurangi. Juga, berhasilnya intensifikasi melalui panen berganda meratakan kesempatan kerja sepanjang tahun. 112
Hal-hal di atas adalah akibat langsung dari usaha intensifikasi terhadap kesempatan kerja. Di samping itu, usaha intensifikasi mempunyai akibat tidak langsung terhadap kesempatan kerja. Kebijaksanaan di sektor pertanian akan menekankan sebesarbesarnya akibat tidak langsung ini. Usaha-usaha intensifikasi produksi pertanian akan ditujukan terutama untuk produksi pangan terutama padi, palawija, dan hortikultura. Hal ini adalah disebabkan sebagian besar petani bergerak di bidang produksi bahan pangan ini dan juga memproduksikan barang ini membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Penyediaan sarana irigasi menekankan agar kesempatan kerja dapat tercipta dalam jumlah lebih besar dan dalam waktu singkat. Dalam hubungan ini kebijaksanaan ditujukan agar saluran irigasi yang sepenuhnya belum selesai direhabilitasi dalam Repelita I akan diteruskan dan diselesaikan. Hal ini akan dapat memanfaatkan sepenuhnya modal yang telah tertanam pada saluran ini. Selanjutnya pembangunan saluran irigasi baru diarahkan kepada pembangunan saluran irigasi sederhana yang membutuhkan relatif banyak tenaga kerja dalam pembuatannya. Penyediaan pupuk, obat-obatan, bibit unggul, dan alat-alat pertanian, serta sarana-sarana pemasaran serta penyuluhan dalam rangka intensifikasi juga meningkatkan kesempatan kerja secara langsung. Pengembangan jenis tanaman kering di daerahdaerah dimana sumber air kurang tersedia merupakan usaha untuk memanfaatkan tenaga kerja di daerah kering. Agar intensifikasi dapat berhasil dibutuhkan adanya rangsangan berproduksi bagi petani. Dalam hal ini rangsangan harga yang sesuai bagi hasil produksi para petani adalah penting oleh karena itu kebijaksanaan harga hasil produksi pertanian khususnya beras diarahkan agar intensifikasi dapat berhasil dan dengan demikian memperluas kesempatan kerja. Rangsangan berproduksi lainnya yang penting adalah yang timbul dari pemilikan tanah. Dalam hubungan ini maka pem113
buatan perangsang serta penguatan hak bagi mereka yang secara langsung mengerjakan tanah akan diatur. Ekstensifikasi pertanian merupakan usaha memperluas kesempatan kerja melalui perluasan tanah pertanian di daerah baru, khususnya di luar Jawa dan di daerah transmigrasi. Pembukaan areal baru tidak hanya terbatas kepada padi tetapi juga kepada tanaman lain seperti tebu, karet, kelapa, tembakau, kelapa sawit, dan lain-lain. Pembuatan prasarana jalan, irigasi, fasilitas-fasilitas sosial, dan lain-lain di daerah transmigrasi, memperluas kesempatan kerja. Kebijaksanaan di dalam diversifikasi pertanian ditujukan agar kesempatan kerja dapat tercipta sebesar-besarnya sepanjang tahun. Pembinaan dan bantuan berupa kredit, penyuluhan, informasi, dan lain-lain yang diberikan kepada peternak, petani karet rakyat, penanaman kapas, jambu mente, petani kelapa, dan lain-lain akan menambah kesempatan kerja. Jelaslah kiranya usaha intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi memperluas kesempatan kerja baik dalam arti penggunaan waktu lebih banyak dan sepanjang tahun maupun meningkatkan produktifitas rata-rata tenaga kerja di sektor pertanian. Peningkatan kesempatan kerja ini terjadi secara langsung dan juga secara tidak langsung di dalam penyediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk meningkatkan intensifikasi, ekstensifikasi maupun diversifikasi. Selanjutnya meningkatnya pendapatan para petani memberikan dorongan perkembangan kepada kegiatan sektor lain dan dengan demikian meningkatkan kesempatan kerja. 2. Industri Salah satu sasaran utama kebijaksanaan di bidang industri adalah memperluas kesempatan kerja. Hal ini dapat dicapai melalui pilihan yang tepat mengenai jenis barang yang dihasilkan oleh sektor industri dan pilihan yang tepat mengenai cara berproduksi barang tersebut. 114
Kebijaksanaan di sektor industri diarahkan agar pilihan jenis barang yang dihasilkan maupun teknik berproduksi yang dipergunakan bersifat padat karya. Perlu diakui adanya produksi barang tertentu seperti semen dan pupuk, yang cara pembuatannya harus padat mesin, namun pembuatan barang semacam itu akan meningkatkan kesempatan kerja secara tidak langsung di sektor-sektor lain, seperti pupuk di pertanian, semen di bidang bangunan dan minyak bumi yang meningkatkan devisa dan penerimaan negara. Di luar pembuatan barang tersebut tadi terdapat kesempatan untuk melakukan produksi dengan menggunakan tenaga kerja yang banyak, seperti pembuatan barang sederhana keperluan rakyat banyak di daerah pertanian termasuk alat pertanian. Pemerintah akan memberikan bantuan berupa kredit, fasilitas latihan dan informasi kepada pengusaha ini. Di dalam keadaan pembuatan barang yang dapat dijalankan secara padat karya atau padat mesin, pemerintah jelas akan mendorong produksi secara padat karya. Kebijaksanaan di bidang industri juga bertujuan untuk menemukan dan mengembangkan teknologi yang serasi yang dapat mempergunakan bahan yang diperoleh setempat dan dapat menggunakan tenaga kerja yang banyak. Didalam rangka ini, maka kebijaksanaan di bidang industri akan mendorong pengembangan industri di daerah pedesaan. Perluasan kesempatan kerja di sektor industri akan lebih meratakan pendapatan. Sebaliknya pemerataan pendapatan akan mendorong perkembangan industri padat karya melalui meningkatnya permintaan barang konsumsi yang biasanya bersifat padat karya dan dihasilkan dengan cara padat karya. Oleh karena itu usaha lain di dalam pemerataan pendapatan akan mendorong perkembangan industri padat karya. Salah satu aspek yang penting pula dari kebijaksanaan di bidang industri adalah mengusahakan kaitan antara sektor modern dengan sektor tradisionil. Dengan demikian kehadiran industri yang maju justru memberikan kehidupan pada industri 115
rakyat melalui beberapa cara, umpamanya mengkontrakkan pembuatan komponen tertentu oleh perusahaan rakyat, menggunakan hasil produksi perusahaan rakyat dan sebagainya. Salah satu segi dari kebijaksanaan di bidang industri adalah mendorong pembangunan khususnya industri yang menghasilkan barang untuk diekspor yang banyak menggunakan tenaga kerja. Contoh di dalam hal ini ialah pembuatan barang komponen elektronika dan pembuatan pakaian jadi. Kebijaksanaan industri juga ditujukan agar penggunaan kapasitas industri yang ada dapat seoptimal mungkin sehingga dengan demikian dapat lebih banyak menyerap tenaga kerja. Dalam hubungan ini bekerjanya perusahaan industri lebih dari satu regu sehari akan didorong. Perencanaan tenaga kerja, termasuk kebutuhan latihan, merupakan bagian integral dari setiap penanaman modal di sektor industri. Dalam hubungan ini diperhatikan akibat positif maupun negatif dari rencana penanaman modal tersebut terhadap kesempatan kerja, baik yang langsung maupun tidak langsung. Penanaman modal dengan efek kesempatan kerja terbesar diutamakan. 3. Prasarana dan konstruksi Di samping sektor pertanian dan sektor industri, pembangunan prasarana dan pembangunan perumahan murah mempunyai daya serap yang tinggi pula. Juga rehabilitasi saluran irigasi secara padat karya dan pembangunan sistim irigasi sederhana merupakan sumber kesempatan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu hal-hal ini mendapat prioritas untuk dilaksanakan. Di dalam pembangunan sarana jalan, prioritas akan diberikan kepada rehabilitasi dan peningkatan jalan yang telah ada, terutama yang menghubungkan pusat produksi dengan pasar. Dengan demikian diharapkan adanya akibat kesempatan kerja yang besar baik secara langsung maupun tidak langsung. Baik rehabilitasi jalan maupun pembuatan jalan baru dilakukan dengan menggunakan tenaga manusia se116
banyak-banyaknya sehingga segera dapat menciptakam lapangan kerja. Sejauh mungkin usaha pembuatan jalan akan ditingkatkan pada waktu musim kering sehingga dapat merupakan sumber kesempatan kerja bagi yang menganggur secara musiman. Selanjutnya pemeliharaan jalan secara padat karya akan menciptakan kesempatan kerja permanen di samping penghematan modal. Di dalam rangka mendorong kegiatan ekonomi di daerah padat penduduk, maka pelabuhan kecil akan dimasukkan di dalam jaringan pelayaran. Untuk itu armada rakyat akan diberi peranan yang lebih besar, di dalam pengangkutan pantai dan antarpulau. Di dalam pemilihan type dan komposisi armada lautan diutamakan kapal-kapal yang masing-masing tidak terlalu besar dan dapat menggunakan teknologi yang tidak terlalu tinggi. Di dalam membangun proyek prasarana, pengusaha menengah dan kecil diikutsertakan. Lembaga perkreditan dan pembinaan memberikan bantuan aktif untuk mengembangkan perusahaan tadi. Selanjutnya usaha dilaksanakan agar sebanyak mungkin bahan lokal dipergunakan oleh industri bangunan sehingga kesempatan kerja bisa lebih ditingkatkan. Kegiatan industri konstruksi di daerah perkotaan akan ditujukan kepada perbaikan perkampungan dan penyediaan "Site dan Services" bagi pembuatan perumahan untuk golongan yang berpendapatan rendah dan menengah. 4. Perdagangan Dengan meningkatnya konsumsi dan produksi baik di sektor pertanian maupun industri perlu ditumbuhkan lembaga pemasaran, baik berupa koperatip maupun perorangan. Penyaluran barang-barang ini, yang dewasa ini telah banyak memberikan lapangan kerja yang lumayan besarnya terutama yang bersifat bekerja untuk diri sendiri, akan diberikan bantuan berupa modal, penatalaksanaan, supaya dapat berkembang.
117
Sebagai salah satu unsur dari kebijaksanaan kesempatan kerja, perdagangan internasional merupakan segi yang penting. Peningkatan ekspor akan menghasilkan devisa, yang diperlukan untuk membiayai pembelian barang modal dan bahan baku, untuk meningkatkan aktifitas produksi di dalam negeri, yang dapat menciptakan pembukaan lapangan kerja baru. Melalui kebijaksanaan penentuan kurs devisa yang realistis maka ekspor dapat didorong. Juga kebijaksanaan perkreditan dapat dipergunakan untuk merangsang peningkatan ekspor, demikian pula kebijaksanaan perpajakan. Ekspor hasil-hasil pertanian, kerajinan rakyat, dan ekspor barang jadi yang banyak membutuhkan tenaga kerja akan lebih dikembangkan. V. KEBIJAKSANAAN KESEMPATAN KERJA KHUSUS Kebijaksanaan kesempatan kerja khusus adalah program dan langkah yang khusus direncanakan untuk memperluas kesempatan kerja secara langsung maupun tidak langsung. Program dan langkah ini juga ditujukan untuk meningkatkan kemungkinan mendapatkan kesempatan kerja bagi yang membutuhkan bantuan. Kebijaksanaan kesempatan kerja khusus juga berfungsi sebagai alat untuk menanggulangi kekurangan kesempatan kerja yang timbul di luar dugaan dan menghadapi kemungkinan yang tidak sesuai dengan perencanaan dalam bidang perluasan kesempatan kerja. Dalam Repelita II program dan langkah kebijaksanaan kesempatan kerja khusus di arahkan ke daerah pedesaan. Proyek Padat Karya Gaya Baru, Program Kredit Desa, Program Bantuan Pembangunan Kabupaten dan Kota madya dan program penghijauan dan reboisasi serta Program Transmigrasi merupakan program-program dalam kebijaksanaan kesempatan kerja khusus di pedesaan. Adapun tujuan pelaksanaan Proyek Padat Karya Gaya Baru adalah mengatasi sebagian dari kekurangan kerja musiman, terutama di daerah pedesaan yang tergolong miskin. Dengan suatu imbalan jasa, tenaga kerja dikerahkan di dalam usaha118
usaha pembangunan yang bermanfaat bagi pengembangan potensi-potensi pembangunan yang terdapat di daerah pedesaan tersebut. Kegiatan perdagangan kecil, industri kecil dan industri rumah tangga, dan lain-lain di pedesaan mempunyai peranan sosial dan ekonomi yang penting. Kegiatan ini memberikan pekerjaan dan sumber pendapatan tambahan terutama bagi banyak para petani yang mempunyai tanah dengan luas kecil. Oleh karena itu dalam Repelita II dikembangkan Program Kredit Desa yang bertujuan untuk membantu meningkatkan produktifitas pengusaha kecil ini. Salah satu usaha penting dalam Repelita I untuk meningkatkan kesempatan kerja dan sekaligus meningkatkan kesanggupan merencanakan pembangunan proyek prasarana pada tingkat kabupaten adalah Program Bantuan Pembangunan Kabupaten dan Kota madya. Program ini ditingkatkan dalam Repelita II. Luas tanah yang perlu dihijaukan dan ditanami kembali memberikan kemungkinan untuk memperluas kesempatan kerja melalui pengorganisasian usaha ini secara padat karya. Hal ini akan dilaksanakan dalam Repelita II. Usaha transmigrasi merupakan usaha yang khusus ditujukan untuk mengatasi hambatan besar di pasaran tenaga kerja agar perpindahan tenaga kerja dari daerah-daerah kelebihan tenaga khususnya dari pulau Jawa, Bali dan Lombok ke daerah kekurangan tenaga di luar Jawa, Bali dan Lombok dapat berlangsung dalam jumlah relatif besar dan secara spontan. Usaha ini bersifat penyediaan tanah dan prasarana di daerah yang akan dikembangkan, pemberian fasilitas pengangkutan, informasi dan lain-lain. Pembangunan wilayah di daerah transmigrasi dalam rangka pembangunan daerah akan membuka kesempatan kerja lebih luas. Di samping langkah khusus yang ditujukan untuk memperluas kesempatan kerja di daerah pedesaan akan dilaksanakan pula langkah yang ditujukan untuk membina dan memanfaatkan kelompok angkatan kerja tertentu. Pemanfaatan tenaga 119
sarjana dan sarjana muda serta pemuda terutama untuk memenuhi kekurangan tenaga terdidik dan terampil di daerah pedesaan dilaksanakan melalui proyek tenaga kerja sukarela dan pelopor pembangunan. Usaha ini telah memperlihatkan manfaat yang besar selama Repelita I dan dalam Repelita II akan disempurnakan dan ditingkatkan. Bagi anggota ABRI yang dialihtugaskan yang pada umumnya masih mempunyai tahun-tahun produktif diberi bantuan agar tenaga mereka dapat dimanfaatkan untuk pembangunan pada pekerjaan-pekerjaan yang bersifat nonmiliter. Pengusaha kecil di desa maupun di kota diberi bantuan dan pembinaan untuk meningkatkan produktifitas dan daya berkembang mereka. Pembinaan tenaga Indonesia untuk menggantikan tenaga asing pada proyek penanaman modal khusuanya dan pembangunan umumnya akan ditingkatkan. Secara lebih terperinci program dan langkah ini. dikemukakan dalam Bab Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Bab 17) .
______________
120