Attachment.pdf

  • Uploaded by: uname blabla
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Attachment.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 18,722
  • Pages: 92
PARTISIPASI DAN PERUBAHAN PERILAKU ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

NADYA FERDIANI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Partisipasi dan Perubahan Perilaku Anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2016

Nadya Ferdiani NIM I34120171

ABSTRAK NADYA FERDIANI. Partisipasi dan Perubahan Perilaku Anggota Kelompok

Wanita Tani di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh RATRI VIRIANITA. Kelompok Wanita Tani (KWT) merupakan suatu wadah belajar, kerjasama dan unit produksi yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan dan kondisi lingkungan, meningkatkan keakraban, mengembangkan usaha anggota, dan meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan agar menjadi lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mendeskripsikan partispasi anggota dalam kegiatan pemanfaatan lahan dan pengolahan pangan (PLP3) 2) mendeskripsikan faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi dan perubahan perilaku anggota KWT 3) menganalisis hubungan antara partisipasi dan perubahan perilaku anggota KWT. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif untuk menganalisis hubungan antara sumberdaya individu dan keluarga dengan partisipasi dan perubahan perilaku anggota KWT. Responden penelitian berjumlah 41 orang yang merupakan anggota KWT di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sumberdaya individu dalam aspek tingkat motivasi memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi anggota KWT dan tingkat partisipasi memiliki hubungan nyata dengan perubahan perilaku anggota KWT. Kata Kunci: Kelompok Wanita Tani, partisipasi, perubahan perilaku ABSTRACT NADYA FERDIANI. Participation and Behaviour Change of Members of Woman Farmers Group in Cikarawang Village, Dramaga Sub-district, Bogor District. Supervised by RATRI VIRIANITA. Women Farmers Group (KWT) is a kind of forum where woman can learn, cooperate and produce small business as based on their similiarity of interest and environment condition. It is also increase intimacy among KWT members, develop members businesses and improve their knowledge, attitude and skills. This study aims 1) to describe participation of KWT members in utilization and food processing (PLP3) 2) to analyze determinants of participation and behavioral change of KWT members 3) to analyze the relationship between participation and behavioral change of KWT members. Survey methodology was conducted in Cikarawang Villange, Dramaga Subdistrict, Bogor. A package of questionnaire was distributed among 41 members of KWT which was selected by sensus. The results showed motivation as an aspect of individual resources has significant correlated to participation of KWT members. It is also showed that participation of KWT members significant correlation to behavioral change of KWT members. Keywords: Women Farmer Group, participation, behaviour change

ii

iii

PARTISIPASI DAN PERUBAHAN PERILAKU ANGGOTA KELOMPOK WANITA TANI DI DESA CIKARAWANG KECAMATAN DRAMAGA KABUPATEN BOGOR

NADYA FERDIANI I34120171

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi berjudul Partisipasi dan Perubahan Perilaku Anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ini dengan baik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ratri Virianita, S.Sos, M.Si sebagai pembimbing yang telah memberikan saran selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. 2. Ibu Ir. Sugiah Mugniesyah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini. 3. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS selaku dosen penguji akademik yang telah memberikan kritik dan saran untuk skripsi ini. 4. Kepala Desa yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Cikarawang. 5. Pengurus dan anggota Kelompok Wanita Tani Dahlia, Kelompok Wanita Tani Melati dan Kelompok Wanita Tani Mawar di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. 6. Keluarga tercinta papa, mama dan adik-adik tersayang yang selalu memberikan semangat dan doa. 7. Muhammad Alif Azizi yang telah memberikan semangat dan perhatiaannya. 8. Sahabat-sahabat penulis, khususnya: Amanda Dwi Gebrina, Muhammad Hafiz, Sri Rafika, Atika Aisyarahmi, Nur Komariah, Ranienci Istiqomah, Reza Patni Arianto, Widya Kristina Manik, Widya Amaliah, Tyagita Indahsari dan Rima Aulia yang telah berbagi pengalaman dan bertukar pikiran dalam penulisan skripsi. 9. Rekan-rekan mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM) angkatan 49 atas kebersamaannya selama perkuliahan di IPB. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2016

Nadya Ferdiani

x

xi

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

3

Kegunaan Penelitian

3

PENDEKATAN TEORITIS

5

Tinjauan Pustaka Pemanfaatan Lahan dan Pengolahan Pangan (PLP3)

5 5

Kelompok Wanita Tani

5

Partisipasi

6

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi

9

Perubahan Perilaku

12

Kerangka Pemikiran

13

Hipotesis Penelitian

15

PENDEKATAN LAPANGAN

17

Metode Penelitian

17

Lokasi dan Waktu penelitian

17

Teknik Pengumpulan Data

17

Teknik Penentuan Responden dan Informan

18

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

18

Definisi Operasional

20

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

23

Kondisi Geografis dan Demografis Desa Cikarawang

23

Keadaan Wilayah

23

Kependudukan

23

Tingkat Pendidikan

24

Jenis Pekerjaan

25

Gambaran Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang

26

GAMBARAN RESPONDEN PENELITIAN Usia Responden

29 29

xii

Tingkat Motivasi Responden

30

Tingkat Pendidikan Responden

30

Persepsi atas Peran Penyuluh

33

Jumlah Anggota Keluarga Responden

33

Pendapatan Keluarga Responden

33

TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN DALAM KEGIATAN PLP3

35

Tingkat Partisipasi Responden pada tahap pengambilan keputusan

35

Tingkat Partisipasi Responden pada tahap pelaksanaan

36

Tingkat Partisipasi Responden pada tahap monitoring dan evaluasi

37

HUBUNGAN SUMBERDAYA INDIVIDU DAN KELUARGA RESPONDEN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN Hubungan antara Usia Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Hubungan antara Tingkat Motivasi Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Hubungan antara Tingkat Pendidikan Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Hubungan antara Persepsi Responden atas Peranan Penyuluh dengan Tingkat Partisipasi Responden Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN DENGAN PERUBAHAN PERILAKU RESPONDEN SIMPULAN DAN SARAN

39 40 41 42 43 44 45 47 49

Simpulan

49

Saran

49

RIWAYAT HIDUP

77

xiii

DAFTAR TABEL 1.

Hasil Uji Reliabilitas

18

2.

23

7.

Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis kelamin tahun 2010 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut usia tahun 2012 Jumlah fasilitas pendidikan dan kesehatan di Desa Cikarawang tahun2013 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan tahun 2013 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis pekerjaan tahun 2013 Jumlah dan persentase responden menurut usia

8.

Jumlah dan persentase responden menurut motivasi

30

9.

Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan

30

10.

Jumlah dan persentase responden menurut persepsi atas peran penyuluh Jumlah dan persentase responden menurut jumlah anggota keluarga

32

33

13.

Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan keluarga Jumlah dan persentase responden pada tahap perencanaan

14.

Jumlah dan persentase responden pada tahap pelaksanaan

36

15.

Jumlah dan persentase responden pada tahap monitoring dan evaluasi Hubungan antara sumberdaya individu, sumberdaya keluarga responden dengan tingkat partisipasi responden dalam PLP3 Jumlah dan persentase responden menurut usia dan tingkat partisipasi dalam PLP3 Jumlah dan persentase responden menurut motivasi dan tingkat partisipasi dalam PLP3 Persentase responden berdasarkan indikator motivasi mengikuti kegiatan PLP3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan dan tingkat partisipasi dalam PLP3 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi atas peran penyuluh dalam PLP3 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah anggota keluarga dan tingkat partisipasi dalam PLP3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan keluarga dan tingkat partisipasi dalam PLP3 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi responden dan perubahan perilaku responden dalam PLP3 Jumlah responden berdasarkan indikator perubahan perilaku pada kegiatan PLP3

37

3. 4. 5. 6.

11. 12.

16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.

23 24 24 25 29

32

35

39 40 41 42 43 43 43 44 47 47

xiv

xv

DAFTAR GAMBAR 1. Model Hierarki Motivasi Menurut ERG 2. Kerangka pemikiran partisipasi dan perubahan perilaku anggota KWT di Desa Cikarawang

10 15

xvi

xvii

DAFTAR LAMPIRAN 1. Format catatan harian 2. Peta Desa Cikarawang

57 58

3. Jadwal pelaksanaan penelitian

59

4. Daftar responden

60

5. Hasil uji statistik

62

6. Tulisan tematik

66

7. Dokumentasi penelitian

70

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris. Oleh karenanya pembangunan pertanian menjadi strategi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pembangunan pertanian diartikan sebagai suatu proses peningkatan produktivitas sistem pertanian yang dilakukan oleh berbagai pihak, yakni pemerintah dan pemangku kepentingan (stakeholders) dengan cara memanfaatkan beragam sumberdaya baik berupa sumberdaya alam, ilmu pengetahuan dan teknologi, modal atau kredit, sumberdaya manusia dan kelembagaan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat pertanian (Mugniesyah 2006). Merujuk pada Mosher (1981) terdapat syarat-syarat pelancar dalam pembangunan. Dari lima syarat pelancar, salah satunya adalah kegiatan bersama (kelompok) oleh petani. Kerjasama kelompok petani menjadi penting karena kerjasama dalam kelompok memungkinkan anggota-anggotanya belajar secara sinergy. Menurut Permentan Nomor 82 Tahun 2013 tentang kelompok tani dan gabungan kelompok tani (poktan), kelompok tani merupakan kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Menurut Permentan Nomor 273, untuk mendukung sumberdaya manusia yang berkualitas dapat dilakukan dengan pendekatan kelompok. Pendekatan kelompok dalam penyuluhan dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan penyuluhan. Data BPS tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah petani menurut sektor pertanian dan jenis kelamin menunjukkan bahwa jumlah petani laki laki sebanyak 24.362.175 (76 persen) dan jumlah petani perempuan sebanyak 7.343.180 (24 persen). Menurut Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (2013), rumah tangga pertanian terdiri dari kelompok tani dewasa, kelompok wanita tani dan kelompok pemuda dengan jumlah poktan yang ada di Jawa Barat berjumlah 28.081 dan kelompok tani yang ada di Kabupaten Bogor berjumlah 2005 dengan rincian 1945 (97 persen) merupakan kelompok tani dan 60 (3 persen) merupakan Kelompok Wanita Tani. Kelompok Wanita Tani (KWT) merupakan suatu wadah yang memberikan kesempatan bagi kaum wanita untuk ikut andil dalam memajukan sektor pertanian. KWT digunakan sebagai sarana guna kelancaran kegiataan pembinaan kepada petani untuk peningkatan kualitas sumberdaya petani wanita. KWT diharapkan dapat memberikan kesempatan bagi wanita untuk menyalurkan kemampuannya dalam mengolah lahan pertanian dan melalui berbagai kegiatan yang diadakan oleh KWT dapat meningkatkan aktualisasi mereka di lingkungan sosialnya. Pembentukan Kelompok Wanita Tani (KWT) merupakan suatu kegiatan yang dapat disebut sebagai pendidikan yang merupakan suatu proses yang akan membawa pada perubahan perilaku yang diinginkan. Tergabungnya wanita tani dalam suatu kelompok tani akan menuntut partisipasi wanita tani sebagai anggota kelompok dalam mengembangkan kelompok tani.

2

Merujuk pada teori Uphof et al. (1979) partisipasi diartikan sebagai keterlibatan masyarakat pada empat tahap kegiatan yang dimulai dari tahap proses pengambilan keputusan tentang rencana kegiatan, tahap pelaksanaan kegiatan, tahap menikmati hasil dan tahap monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan. Biasanya keterlibatan aktif masyarakat dalam bentuk keterlibatan fisik, material dan sikap. Terdapat beberapa penelitian tentang partisipasi anggota KWT, diantaranya adalah penelitian Metalisa (2011), Simanjuntak dan Hayati (2013), serta Astuti et al. (2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Metalisa (2011) menyebutkan bahwa wanita tani masih jarang atau sulit ditemukan tergabung dalam suatu kelompok tani. Hal ini disebabkan karena banyaknya kegiatan wanita tani dan wanita tani belum menyadari pentingnya berpartisipasi dalam kegiatan kelompok tani. Hasil dari penelitian Simanjuntak (2013) juga menyebutkan bahwa partisipasi perempuan dalam kelompok wanita tani masih tergolong rendah. Hal ini karna ketua kelompok wanita tani mempunyai pemahaman yang rendah mengenai pentingnya melibatkan anggota KWT dalam setiap tahap kegiatan, mulai dari perencanaan hingga memperoleh manfaat. Pada kegiatan perencanaan ketua kelompok tani hanya melibatkan sebagian kecil anggota KWT sehingga menyebabkan mereka tidak leluasa memberikan ide atau pendapat serta memberikan pemecahan masalah yang dihadapi kelompok terkait kegiatan yang akan dilakukan. Dalam studi Simanjuntak dan Hayati (2013), menyebutkan bahwa secara signifikan partisipasi anggota KWT dipengaruhi oleh besar keluarga dan motivasi bergabung, namun dalam penelitian tersebut tidak disebutkan teori motivasi yang digunakan, sehingga dalam penelitian ini peneliti ingin melihat motivasi anggota KWT berdasarkan teori motivasi. Hasil penelitian Astuti et al.(2012) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam pemanfaatan perkarangan menyebutkan bahwa partisipasi hanya sebagai variabel dependen, padahal seharusnya variabel tersebut dapat dijadikan variabel antara yang dapat menghasilkan keluaran karena tujuan KWT adalah perubahan perilaku anggota KWT. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian dimana variabel partisipasi itu sebagai variabel antara yang dapat menentukan perubahan perilaku anggota KWT. Berdasarkan pemaparan diatas, maka menarik bagi penulis untuk menelaah bagaimana partisipasi dan output berupa perubahan perilaku anggota KWT?

Rumusan Masalah Partisipasi masyarakat dalam pembangunan menempati posisi penting dalam tercapainya tujuan program-program pembangunan. Uphoff et al. (1979) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil dan evaluasi. Kemajuan suatu kelompok dapat dilihat dari partisipasi aktif para anggota yang terdapat dalam kelompok tersebut. Partisipasi anggota kelompok terhadap kegiatan kelompok menggambarkan peran sertanya di dalam kelompok itu sendiri, baik sebagai anggota maupun pengurus. Dengan demikian keberhasilan dan kemajuan kelompok tani sangat tergantung dari tingkat partisipasi petani sebagai sasaran dan pelaku utama kegiatan. Merujuk pada Uphof et al. (1979) bagaimanakah partisipasi anggota KWT?

3

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi tingkat partisipasi wanita, khususnya partisipasi wanita dalam KWT. Ada faktor yang berasal dari wanita itu sendiri dan ada faktor yang berasal dari luar atau lingkungan sekitarnya. Faktorfaktor yang mempengaruhi partisipasi wanita dalam kegiatan KWT memberikan jawaban atas apa yang menjadi keinginan dan kemauan perempuan agar berpartisipasi dalam kegiatan. Sehubungan dengan itu, faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan partisipasi perempuan dalam kelompok wanita tani? Wanita sebagai salah satu sumber tenaga kerja dalam keluarga harus diberdayakan dalam rangka meningkatkan potensi dan kemampuannya. Tergabungnya wanita dalam kegiatan KWT akan dapat meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya (Metalisa 2011). Kelompok Wanita Tani dimulti fungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar menukar informasi, pengetahuan dan sikap. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penyuluhan pertanian, yakni untuk merubah perilaku petani yang meliputi 3 aspek, yakni pengetahuan, sikap dan tindakan/ keterampilan sehingga memperoleh manfaat bagi dirinya, sehingga dengan berpartisipasinya wanita dalam KWT diharapkan dapat terjadi perubahan perilaku. Berdasarkan uraian tersebut bagaimana hubungan antara tingkat partisipasi anggota KWT dengan perubahan perilaku anggota KWT? Tujuan Penelitian

1. 2. 3.

Tujuan dari penelitian ini adalah. Mendeskripsikan partisipasi anggota KWT meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap monitoring dan evaluasi Mendeskripsikan faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi anggota KWT, khususnya sumberdaya individu dan sumberdaya keluarga Menganalisis hubungan antara partisipasi anggota KWT dengan perubahan perilaku anggota yang meliputi peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan peningkatan keterampilan anggota KWT. Manfaat Penelitian

1. 2. 3.

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dan kegunaan sebagai berikut. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai pentingnya partisipasi wanita dalam pembangunan pertanian. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai acuan untuk pembelajaran dalam menyusun perencanaan kegiatan untuk wanita. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan sebagai bahan rujukan bagi peneliti lebih lanjut atau peneliti lain yang sesuai dengan hasil penelitian

4

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka Pemanfaatan Lahan dan Pengolahan Pangan (PLP3) Menurut Peraturam Menteri Pertanian No 15 optimalisasi pemanfaatan perkarangan dilakukan melalui upaya pemberdayaan wanita untuk mengoptimalkan manfaat perkarangan sebagai sumber pangan keluarga. Upaya ini dilakukan dengan membudidayakan berbagai jenis tanaman sesuai kebutuhan keluarga seperti aneka umbi, sayuran, buah serta budisaya ternak dan ikan sebagai tambahan untuk ketersediaan karbohidrat, vitamin, mineral dan protein bagi keluarga pada suatu lokasi kawasan perumahan atau warga yang saling berdekatan. Dengan demikian akan dapat membentuk suatu kawasan yang kaya akan sumber pangan yang diproduksi sendiri dalam kawasan tersebut dari optimalisasi perkarangan. Menurut Peraturan Menteri Pertanian No 35 dalam rangka mendorong percepatan pembangunan industri di perdesaan dan penciptaan peluang kerja bagi masyarakat perdesaan umumnya dan keluarga petani khususnya serta penciptaan nilai tambah bagi produk-produk segar hasil pertanian di perdesaan. Tujuan yang ingin dicapai dari pengolahan hasil pertanian yang baik. yakni. 1. Meningkatkan daya saing produk olahan hasil pertanian 2. Meningkatkan mutu produk olahan yang dihasilkan secara konsisten 3. Meningkatkan efisiensi usaha pengolahan hasil pertanian di tingkat petani/Gapoktan/pelaku usaha yang bermitra dengan petani. Hasil olahan pangan adalah olahan dari hasil komoditas tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan. Pengolahan hasil pertanian adalah mengubah bahan baru menjadi produk primer, setengah jadi atau produk jadi yang bertujuan untuk meningkatkan daya simpan ataupun meningkatkan nilai tambah hasul pertanian (Permentan 2008). Jadi, yang dimaksud dengan PLP3 dalam penelitian ini adalah kegiatan pemanfaatan lahan perkarangan rumah yang ditanami berbagai jenis tumbuhan dan juga pengolahan pangan hasil pertanian maupun perkebunan. Kelompok Wanita Tani Menurut Departemen Pertanian (1997), Kelompok Wanita Tani adalah kumpulan istri petani atau wanita yang bersepakat membentuk suatu perkumpulan yang mempunyai tujuan yang sama dalam membantu kegiatan usaha pertanian, perikanan dan kehutanan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan keluarganya. Kelompok Wanita Tani merupakan salah satu bentuk kelembagaan petani yang mana anggotanya terdiri dari para wanita yang berkecimpung dalam kegiatan pertanian. Kelompok Wanita Tani merupakan salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk meningkatkan perekonomian keluarga. Kelompok Wanita Tani Perdesaan merupakan salah satu wadah yang dapat menjadi harapan bagi keluarga tani karena sumber daya yang ada didalamnya dapat dimanfaatkan. Sebagai organisasi yang mewadahi kaum wanita tani dalam upaya pemberdayaan keluarga, maka peranan Kelompok Wanita Tani Perdesaan sangatlah diharapkan

6

sehingga keluarga tani yang terlibat dalam kelompok tersebut dapat diberdayakan dengan menggali berbagai potensi yang dimiliki oleh kaum wanita. Tujuan dibentuknya KWT adalah untuk lebih meningkatkan dan mengembangkan kemampuan petani khusunya perempuan agar lebih berperan dalam pembangunan. Hasil penelitian dari Endang et al. (2014) menyebutkan bahwa peningkatan produksi usaha tani perlu diiringi dengan adanya peningkatan efisiensi tenaga kerja keluarga tani. Salah satu alternatifnya adalah melibatkan wanita tani dalam berbagai kegiatan usaha tani. Kelompok ini merupakan suatu perkumpulan petani yang berfungsi sebagai media penyuluhan yang diharapkan lebih terarah dalam perubahan aktivitas usahatani yang lebih baik lagi. Wanita tani memiliki peranan yang penting dalam pengelolaan usaha tani termasuk dalam hal ini usaha pengelolaan hasil pertanian. Usaha yang dilakukan di sela-sela menunggu musim panen serta untuk menambah penghasilan bagi keluarga dilakukan oleh wanita tani. Jadi, yang dimaksud kelompok wanita tani dalam penelitian ini adalah gabungan dari istri petani atau wanita yang petani berkecimpung dalam kegiatan pertanian dan mempunyai tujuan yang sama. Partisipasi Banyak definisi yang dikemukakan para ahli tentang partisipasi. Secara harfiah partisipasi berarti “turut berperan serta dalam suatu kegiatan”, keikutsertaan atau peran serta dalam suatu kegiatan”,”peran serta aktif atau proaktif dalam suatu kegiatan”. Uphoff et al. (1979) mendefinisikan partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat mulai dari perencanaan, pelaksanaan, penikmati hasil dan evaluasi. Keempat tahapan partisipasi sebagaimana yang dijabarkan sebagai berikut. 1. Tahap perencanaan Ditandai dengan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan yang merencanakan program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa, serta menyusun rencana kerjanya. Secara lebih spesifik, partisipasi ini melihat peran masyarakat dalam memberikan keseluruhan ide, formulasi, evaluasi dan membuat keputusan atas pilihan-pilihan tersebut. Melihat strategi yang terbaik untuk mengambil keputusan dan melihat dampak dari keputusan tersebut. 2. Tahap pelaksanaan Merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk keterlibatan sebagai anggota proyek 3. Tahap menikmati hasil Tahap ini dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. Partisipasi ini melihat bagaimana sebuah program memberikan keuntungan bagi masyarakat. Setidaknya ada tiga jenis keuntungan yaitu, keuntungan materi, sosial dan pribadi. Partisipasi ini relatif pasif, namun inilah tujuan yang diinginkan dari adanya sebuah program. Partisipasi

7

dalam mendapatkan manfaat merupakan tujuan yang diinginkan, hal ini dapat terwujud melalui partisipasi dalam pengambilan keputusan, implementasi, dan evaluasi 4. Tahap evaluasi Tahap ini dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek selanjutnya. Partisipasi ini berupa penilaian terkait pencapaian program, serta memberikan masukan dan arahan bagi program agar lebih berkembang. Kemungkinan besar petani setempat atau pemimpin lokal tidak akan berpartisipasi dalam mengevaluasi proyek, kecuali evaluasi secara khusus diatur dalam desain proyek. Budiono (2002) menyatakan terdapat beberapa unsur penting yang merupakan eksistensi dari partisipasi, yaitu: (1) adanya unsur keterlibatan mental dan emosional individu yang berpartisipasi; (2) adanya unsur kesediaan memberikan kontribusi atau sumbangan untuk mencapai tujuan bersama dan dilakukan secara sukarela; (3) adanya rasa tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan dalam usaha mencapai tujuan bersama, dan (4) tingginya kadar keterlibatan masyarakat untuk menentukan segala sesuatu sendiri, tidak ditentukan oleh pihak lain. Partisipasi juga dapat didefinisikan secara luas sebagai bentuk keterlibatan dan keikutsertaan masyarakat secara aktif dan sukarela, baik karena alasan-alasan dari dalam dirinya (intrinstik) maupun dari luar dirinya (ekstrinsik) dalam keseluruhan proses kegiatan yang bersangkutan (Bayoa 2008). Menurut Adisasmita (2006) partisipasi adalah keterlibatan anggota masyarakat dalam pembangunan yang meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan (implementasi) program atau proyek pembangunan yang dikerjakan di dalam masyarakat lokal. Partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan aktualisasi dari kesediaan dan kemampuan anggota masyarakat untuk berkorban dan berkontribusi dalam implementasi program yang dilaksanakan. Partisipasi masyarakat adalah suatu bentuk interaksi sosial yang menjadi perhatian dan bahan kajian sosiologi dan beberapa disiplin ilmu lain. Partisipasi erat hubungannya dengan kegiatan pembangunan. Partispasi tidak hanya sebatas keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan secara fisik, tetapi juga keterlibatan secara kejiwaan. Hal ini sejalan dengan pendapat Swasono yang dikutip oleh Monoppo (2009) yang menyatakan bahwa partisipasi tidak hanya pada tahap pelaksanaan pembangunan saja, tetapi meliputi seluruh spektrum pembangunan tersebut yang dimulai dari tahap menggagas rencana kegiatan hingga memberikan umpan balik terhadap gagasan rencana yang telah dilaksanakan. Arnstein yang dikutip oleh Muryaningrum (2010) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat, yaitu mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan anyara masyarakat atau pemerintah. Berdasarkan hal ini, Arnstein berpendapat bahwa berbagai tindakan pelibatan dapat diidentifikasikan mulai dari tanpa partisipasi sampai pelimpahan kekuasaan. Tingkatan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

8

1. Manipulasi (manipulation). Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog, tujuannya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau menyembuhkan partisipasi (masyarakatt tidak tau sama sekali terhadao tujuan, tapi hadir dalam forum) 2. Terapi (therapy). Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. 3. Pemberitahuan (information). Pada jejaring ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat, tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tanggapan balik. 4. Konsulltasi (consultation). Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi seecara ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan,tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penentraman (placation). Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau mencanakan usulan kegiatan. Namun, pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. 6. Kemitraan (partnership). Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan , baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikaan kesempatan untuk bernegosiasi dan melakukan kesepakatan. 7. Pendelegasian kekuasaan (delegated power). Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoringdan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program. 8. Kontrol masyarakat (citizen control). Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingan sendiri, yang disepakati bersama dan campur tangan pemerintah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme dimana peran serta masyarakat diberikan kesempatan intuk berpendapat dan didengar pendapatanya, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jejang ini memiliki kemungkinan yang sangata kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk sesunggihnya dari partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan.

9

Meningkatnya partisipasi masyarakat harus dilakukan dengan cara meningkatkan keterlibatan warga secara langsung dalam pengambilan keputusan dalam suatu kegiatan. Perluasan partisipasi masyarakat merupakan bagian dari pendekatan pembangunan yang mencangkup peningkatan kepribadian atau kualitas manusia baik perorangan maupun masayarakat. Wanita sebagai bagian integral dalam konstelasi pembangunan di perdesaan memiliki peran yang sangat strategis dalam rangka meningkatkan perekonomian keluarga. Peran aktif wanita tidak hanya sebagai ibu rumah tangga, tetapi juga dalam perolehan pendapatan rumah tangga. Jadi, yang dimaksud dengan partisipasi anggota KWT dalam penelitian ini adalah keterlibatan atau keikutsertaan anggota KWT secara aktif dalam setiap tahap pelaksanaan kegiatan mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, menikmati hasil dan tahap monitoring dan evaluasi. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Partisipasi Hasil penelitian Dorojatin (1990) menunjukkan bahwa terdapat dua faktor yang dominan berhubungan dengan partisipasi, yaitu faktor dalam diri individu (internal) dan faktor di luar individu (eksternal). Hal yang sama juga dikemukakan oleh Abdussamad (1991) yang menyatakan bahwa untuk berperilaku tertentu minimal ada dua hal yang mendukung dalam berpartisipasi, yaitu pertama adanya unsur yang bersumber dari seseorang yang mendorong untuk berperilaku tertentu dan kedua, terdapat iklim atau lingkungan yang memungkinkan untuk berperilaku tertentu. Rakhmat (2001) menyatakan faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan lingkungannya. Karakteristik individu tersebut terbentuk oleh faktor biologis dan sosiopsikologis. Karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting untuk diketahui dalam rangka mengetahui suatu perilaku dalam masyarakat. Karakteristik individu yang merupakan ciri-ciri atau sifat individual yang berhubungan dengan semua aspek dan lingkungan seseorang. Rakhmat (2001) mengemukakan bahwa faktor eksternal individu merupakan ciri-ciri yang dapat menekan seseorang yang berasal dari luar dirinya. Dua hal ini dianggap berperan dalam membentuk partisipasi individu. Sumberdaya Individu Menurut KBBI (2016) yang dimaksud sumberdaya adalah segala sesuatu, baik yang berwujud maupun yang dapat digunakan untuk mencapai hasil. Sedangkan pengertian individu adalah pribadi seseorang. Jadi yang dimaksud dengan sumberdaya individu dalam penelitian ini adalah sesuatu yang terdapat di dalam pribadi seseorang yang digunakan untuk mencapai sebuah hasil. Sumberdaya individu mencakup faktor internal, yakni usia, motivasi, tingkat pendidikan dan persepsi atas peran penyuluh. 1. Usia Usia merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi anggota dalam suatu kegiatan. Kemampuan belajar seseorang berkembang secara gradual semenjak lahir sampai menjadi dewasa. Kemampuan belajar seseorangpun akan berkurang secara gradual dan terasa sangat nyata setelah berumur 55 atau 60 tahun. Tamarli (1994) menemukan bahwa usia merupakan faktor yang

10

mempengaruhi partisipasi. Semakin tua seseorang, relatif berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut akan mempengaruhi partisipasi sosialnya. Semakin muda umur seseorang, semakin tinggi tingkat partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu. Semakin tua usia seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah karena selalu cenderung bertahan dengan nilai lama sehingga sulit menerima hal baru (Silaen 1998). Selain itu, semakin tua seseorang fisik juga akan semakin lemah sehingga mengurangi partisipasi sosial. 2. Motivasi Menurut Dhanie (2011) terdapat faktor lain yang berhubungan dengan partisipasi, yaitu adanya motivasi. Siagian (2002) mengemukakan definisi motivasi sebagai daya dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Selanjutnya, Samsudin (2005) memberikan pengertian motivasi sebagai proses mempengaruhi atau mendorong dari luar terhadap seseorang atau kelompok kerja agar mereka mau melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Motivasi juga dapat diartikan sebagi dorongan (drive force) dimaksudkan sebagai desakan yang dialami untuk memuaskan dan mempertahankan kehidupan. Motivasi menurut ERG yang dikutip oleh Mugniesyah (2009) merupakan penyederhanaan terhadap teori Mashlow yang dikemukakan oleh Clayton Alderfer yang bersifat hierarkhis. Kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpuaskan akan memotivasi individu-individu untuk berprilaku dan apabila satu level telah terpuaskan maka akan membawa individu tersebut untuk pemenuhan ke level selanjutnya. Model hierarki kebutuhan ERG tersebut dapat dilihat pada Gambar 1.

Growth (Pertumbuhan)

Relatedness (Ketehubungan)

Existence (Eksistensi)

Gambar 1 Model Hierarki Motivasi Menurut ERG Sumber: Mugniesyah (2009)

Berdasarkan gambar diatas model hierarki kebutuhan ERG ada tiga, yaitu eksistensi (Existence) merupakan kebutuhan yang mencangkup kebutuhan fisiologis dan rasa aman, sedangkan keterhubungan (Relatedness) merupakan kebutuhan yang mencangkup kebutuhan sosial dan pertumbuhan (Growth) yaitu

11

kebutuhan yang mencangkup harga diri dan aktualisasi diri. Menurut teori ERG, dapat saja makin tidak terpenuhi suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula keinginan untuk memuaskannya. Hasil penelitian Simanjuntak (2013) tentang partisipasi anggota KWT dalam kegiatan bisnis menyebutkan bahwa motivasi mempengaruhi partisipasi anggota KWT. Motivasi anggota KWT bergabung dengan kelompok tani dapat diketahui bahwa masyarakat memiliki hasrat yang besar baik untuk menambah wawasan dan pengetahuan, meningkatkan akses anak terhadap pendidikan dan meningkatkan pendapatan sekaligus meningkatkan kemandirian ekonomi perempuan. 3. Tingkat Pendidikan Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, menampilkan individu yang memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Hermanto (1993) menyatakan rendahnya tingkat pendidikan akan berpengaruh kepada rendahnya adopsi teknologi. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi merupakan salah satu tolak ukur kualitas sumberdaya manusia. Tingkat pendidikan yang relatif tinggi akan mendorong tumbuhnya pola pikir dan kreatifitas yang mampu menangkap peluang dan kesempatan berusaha. 4. Persepsi Atas Peran Penyuluh Menurut Asngari (2012), penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknolohi pertanian yang lebih maju. Menurut Rogers (2003), penyuluh adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Mardikanto (2009) menyatakan bahwa peran penyuluh tidak hanya terbatas menyampaikan inovasi dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan oleh sasaran penyuluhan akan tetapi juga harus mampu menjadi jembatan penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat sasaran, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarkat sasaran maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan. Penyuluh pertanian sering dikatakan sebagai “ujung tombak” dalam proses keberhasilan pembangunan pertanian dalam memberdayakan petani. Sumberdaya Keluarga Menurut KBBI sumberdaya adalah segala sesuatu, baik yang berwujud maupun yang dapat digunakan untuk mencapai hasil. Sedangkan pengertian keluarga adalah ibu dan bapak beserta anak-anaknya. Jadi, yang dimaksud dengan sumberdaya keluarga dalam penelitian ini adalah ibu dan bapak beserta anaknya yang dapat diberdayakan untuk mencapai suatu hasil. Dalam penelitian ini, sumberdaya keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga.

12

1.

Jumlah Anggota Keluarga Jumlah anggota keluarga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi yang dinyatakan dalam besarnya jumlah jiwa yang ditanggung oleh anggota dalam keluarga. Menurut Ajiswarman (1996), semakin besar jumlah anggota keluarga menyebabkan waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. Besar kecilnya jumlah keluarga mempunyai kaitan erat dengan upaya untuk memperoleh pendapatan dalam keluarga, sehingga menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan hidup keluarga tersebut. Sutriyah (1990) menyebutkan bahwa bagi perempuan miskin yang mempunyai anggota keluarga yang besar umumnya mempunyai semangat kerja yang tinggi. 2. Pendapatan Keluarga Pendapatan merupakan jumlah penghasilan riil dari seluruh anggota rumah tangga yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan bersama maupun perorangan dalam rumah tangga (Karmini 2012). Menurut Haryanto (2008) pendapatan adalah uang yang diterima seseorang karena seseorang bekerja. Pendapatan keluarga terdiri dari pendapatan yang diperoleh suami yang bekerja ditambah dengan pendapatan yang diperoleh karena istri yang bekerja. Sedangkan, menurut Seulze (1996) pendapatan keluarga adalah pendapatan total yang diterima setiap rumah tangga dari beberapa sumber setelah dikurangi pajak. Pendapatan ini adalah pendapatan yang tersedia bagi keluarga untuk dibelanjakan dan ditabung. Jadi, faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah faktor internal dan faktor internal. Faktor internal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumberdaya individu yang terdiri dari usia, motivasi, tingkat pendidikan dan persepsi atas peran penyuluh. Adapun faktor eksternal yang dimaksud adalah sumberdaya keluarga yang terdiri dari jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga. Perubahan Perilaku Menurut Dahama dan Bhatnagar yang dikutip Mugniesyah (2006), kegiatan yang diseebut pendidikan merupakan proses yang akan membawa pada perubahan perilaku manusia yang diinginkan dan juga sebagai proses peroleham pengetahuan dan kebiasaan melalui suatu pengajaran. Karakteristik umum pendidikan adalah bahwa pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai , yaitu individu yang kemampuan dirinya berkembang, sehingga memperoleh manfaat bagi dirinya. Sebagai suatu kegiatan pendidikan, karenanya penyuluhan pertanian bertujuan untuk merubah perilaku petani yang meliputi 3 aspek, yaitu. 1. Ranah kognitif atau pengetahuan (knowledge), yakni merubah aspek pengetahuan petani dari tidak mengetahui menjadi mengetahui sesuatu hal yang baru. 2. Ranah afektif atau sikap (attitude), yakni merubah predisposisi atau kecendrungan untuk bertindak. 3. Ranah psikomotorik atau tindakan atau keterampilan (action/skill), dimana individu melakukan tindakan sedemikian rupa sehingga dia terampil melakukannya.

13

Perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan pada diri individu tersebut harus dapat diterima secara sosial, budaya dan ekonomi. Hal itu dimungkinkan karena secara umum fungsi penyuluhan adalah untuk membantu petani dalam memecahkan masalah-masalah mereka dengan menerapkan pengetahuan ilmiah. Jadi yang dimaksud dengan perubahan perilaku anggota KWT dalam penelitian ini adalah adanya peningkatan pengetahuan, perubahan sikan dan peningkatan keterampilan anggota KWT setelah mengikuti kegiatan PLP3. Kerangka Pemikiran Penelitian yang berjudul Partisipasi dan Perubahan Perilaku Anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor ini mengacu kepada sejumlah konsep dan teori yang berkenaan dengan partisipasi anggota KWT dan penyuluh pertanian. KWT merupakan kelas belajar guna meningkatkan pengetahuan keterampilan dan sikap, wahana kerjasama, untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dan sebagai unit produksi yang dilaksanakan oleh masing-masing anggota (Deptan 2011) Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang mendapatkan penyuluhan mengenai pemanfaatan lahan perkarangan dan pengolahan makanan (PLP3) di mana pengolahan pangan meliputi pembuatan sari jambu kristal, pembuatan keripik dan pembuatan brownies berbahan dasar ubi jalar. Penelitian ini merujuk kepada sejumlah konsep dan teori berkenaan dengan partisipasi anggota KWT dan penyuluhan pertanian. Menurut Uphoff et al. (1979) partisipasi meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan menikmati hasil. Dalam penelitian ini, menikmati hasil merupakan output yang dihasilkan berupa perubahan perilaku, sehingga ukuran partisipasi dalam penelitian ini hanya pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan monitoring dan evaluasi. Dengan demikian partisipasi anggota KWT dalam PLP3 yang meliputi tiga variabel, yaitu: (1) Tingkat Partisipasi anggota KWT pada perencanaan kegiatan PLP3 (Y1), (2) Tingkat partisipasi pada pelaksanaan kegiatan PLP3 (Y2) dan (3) Tingkat partisipasi pada monitoring dan evaluasi dalam kegiatan PLP3 (Y3). Anggota KWT merupakan bagian dari rumah tangga pertanian juga sebagai pelaku usaha. Anggota KWT merupakan individuindividu anggota rumah tangga petani, oleh karena itu variabel sumberdaya individu dan variabel sumberdaya keluarga diduga berhubungan dengan partisipasi anggota KWT dalam kegiatan PLP3. Terdapat empat variabel sumberdaya individu yang diduga berhubungan dengan partisipasi anggota KWT dalam kegiatan PLP3, di antaranya: 1) usia (X1), semakin tua seseorang, relatif berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut berhubungan dengan partisipasinya dalam suatu kegiatan. Oleh karena itu, semakin muda usia seseorang, semakin tinggi tingkat partisipasinya. 2) Motivasi (X2), motivasi merupakan dorongan untuk bertingkah laku, tingkah laku tersebut dapat berupa partisipasi. Semakin tinggi motivasi, maka semakin tinggi pula partisipasinya dalam suatu kegiatan. 3) Tingkat pendidikan (X3), rendahnya tingkat pendidikan akan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang untuk mengadopsi suatu hal yang baru, sehinggan mereka akan sulit menerima hal yang baru. 4) Persepsi atas peran penyuluh (X4), peran penyuluh tidak hanya sebatas menyampaikan inovasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan, penyuluh juga harus menjadi

14

jembatan penghubung bagi petani, sehingga persepsi atas peran penyuluh tersebut dapat menjadi menentukan partisipasi sesorang dalam kegiatan. Variabel sumberdaya keluarga yang diduga memiliki hubungan dengan partisipasi anggota KWT dalam kegiatan PLP3, yaitu: 1) jumlah anggota keluarga (X5), besar kecilnya jumlah keluarga mempunyai kaitan erat dengan upaya dalam memperoleh pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga tersebut, oleh karena itu, jumlah anggota keluarga dapat berperan dalam menentukan partisipasi. 2) Tingkat pendapatan keluarga (X6), besar kecilnya pendapatan yang diterima oleh keluarga dapat menentukan partisipasi dalam suatu kegiatan. Semakin kecil tingkat pendapatan keluarga, cendrung semakin tinggi partisipasi amggota KWT sebagi upaya untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Merujuk pada pengertian penyuluhan, dimana penyuluhan sebagai kegiatan belajar, maka partisipasi anggota KWT di Desa Cikarawang ini diduga berhubungan dengan perubahan perilaku anggota KWT (Z1). Sumberdaya Individu: X1. Usia responden X2. Tingkat motivasi responden X3. Tingkat pendidikan responden X4. Persepsi responden atas peran penyuluh Sumberdaya Keluarga: X5. Jumlah anggota keluarga responden X6. Tingkat pendapatan keluarga responden

Keterangan:

Partisipasi Responden dalam PLP3: Y1. Tingkat partisipasi responden pada tahap perencanaan dalam kegiatan PLP3. Y2. Tingkat partisipasi responden pada tahap pelaksanaan dalam kegiatan PLP3. Y3. Tingkat partisipasi responden pada monitoring dan evaluasi dalam kegiatan PLP3.

Z1. Perubahan Perilaku Responden

Berhubungan

Gambar 2: Kerangka pemikiran partisipasi dan perubahan perilaku anggota KWT di Desa Cikarawang

15

Hipotesa Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut. 1. Terdapat hubungan antara sumberdaya individu (usia responden, motivasi responden,tingkat pendidikan responden dan persepsi responden atas peran penyuluh) dengan tingkat partisipasi responden dalam kegiatan PLP3 2. Terdapat hubungan antara sumberdaya keluarga (jumlah anggota keluarga responden dan tingkat pendapatan keluarga responden) dengan tingkat partisipasi responden 3. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi responden dengan perubahan perilaku responden pada kegiatan PLP3

16

17

PENDEKATAN LAPANG Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei kusioner terstruktur (Lampiran1). Kusioner diberikan kepada responden dengan tujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai sumberdaya individu dan keluarga anggota KWT, persepsi anggota KWT terhadap peran penyuluh, tingkat partisipasi anggota KWT, perubahan perilaku anggota KWT dan peningkatan pendapatan anggota KWT setelah mengikuti PLP3. Adapun, data kualitatif diperoleh melalui wawancara mendalam dengan menggunakan panduan pertanyaan wawancara (Lampiran2). Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama satu bulan, yakni pada bulan April-Mei 2016. Adapun prosesnya sendiri sejak penulisan proposal penelitian yang dilakukan sejak bulan Januari 2016. Pemilihan lokasi penelitian dilakukkan dengan mempertimbangkan: 1. Keberadaan Kelompok Wanita Tani yang ada di Desa Cikarawang masih berjalan hingga kini 2. Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang sering mendapatkan pelatihan dari pihak Badan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP3K) dan LPPM IPB yang menandakan aktifnya KWT ini. Ada tiga kelompok wanita tani yang akan diteliti, yaitu Kelompok Wanita Tani Dahlia, Kelompok Wanta Tani Melati dan Kelompok Wanita Tani Mawar. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu sembilan bulan, terhitung mulai bulan Januari 2016 sampai dengan September 2016 ( Lampiran5). Penelitian ini dimulai dengan penyusunan proposal, kolokium, perbaikan proposal, pengumpulan data di lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung di lapangan dengan observasi dan wawancara mendalam dengan menggunakan instrumen kusioner kepada responden. Hal ini bertujuan untuk memperoleh informasi atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Kuesioner ini memiliki bagian-bagian dari data yang menggambarkan karekteristik responden sampai data-data yang akan menjawab rumusan masalah penelitian. Kusioner telah diujikan dengan uji resbilitas dengan mengujikan 4 skala variabel, diantaranya adalah variabel motivasi, peran penyuluh, tingkat partisipasi dan output (perubahan perilaku). Hasil uji reabilitas dan alat ukur yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.

18

Tabel 1 Hasil uji reliabilitas Alat Ukur Skala Motivasi Peran Penyuluh Partisipasi Output

α 0,555 0,584 0,906 0,533

Pengujian tersebut dimaksudkan untuk menguji reabilitas kusioner yang digunakan sebagai instrumen pengumpulan data kuantitatif. Uji reabilitas menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulang dua kali atau lebih (Ancok 2006). Data primer juga diperoleh melalui wawancara dengan penyuluh dari Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluh Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (BP5K) Kota Bogor, yang dalam hal ini dipilih sebagai informan. Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kator desa berupa dokumen monografi dan potensi Desa Cikarawang, profil KWT, dokumentasi beberapa kegiatan KWT, buku, jurnal ilmiah terkait kegiran KWT dan catatan lapang hasil wawancara mendalam kepada informan. Teknik Penentuan Responden dan Informan Sumber data dalam penelitian ini adalah responden dan informan. Unit analisis dalam penelitian ini adalah individu yang merupakan anggota KWT. Populasi yang diambil berjumlah 41 anggota KWT di Desa Cikarawang (Lampiran 6). Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah populasi sebanyak 41 anggota KWT di Desa Cikarawang. Penentuan responden dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik sensus karena jumlah populasi penelitian hanya 41 orang, sehingga memungkinkan untuk diambil seluruhnya sebagai responden dalam penelitian. Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara sengaja (purposive) dan jumlahnya tidak ditentukan. Informan dalam penelitian ini adalah individu-individu yang dapat memberikan informasi atau gambaran mengenai diri sendiri, keluarga, orang lain dan memberikan keterangan mengenai informasi ataupun data di sekitar lingkungannya yang berhubungan dengan penelitian ini. Pemilihan terhadap informan akan dilakukan kepada tokoh masyarakat atau stakeholder yang mengetahui dengan jelas mengenai program Kelompok Wanita. Banyaknya informan di sini tidak dibatasi, akan tetapi informan tersebut sudah dapat memberikan informasi yang relevan dan dapat membantu peneliti dalam menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Pencarian informasi ini akan berhenti apabila tambahan informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau sudah berada pada titik jenuh. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Penelitian ini mempunyai dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2007 dan SPSS for windows 17.0. Data tersebut dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi dan diagram untuk data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2013. Kemudian SPSS version 17.0 for windows digunakan

19

untuk uji statitistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation untuk menganalisis ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal serta dengan menggunakan tabulasi silang. Uji Rank Spearman Correlationdalam penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan variabel dari data yang bersifat ordinal seperti hubungan antara sumberdaya individu dan keluarga dengan tingkat partisipasi anggota KWT, hubungan antara tingkat partisipasi dengan perubahan perilaku anggota KWT. Data kualitatif akan dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data dimulai dari wawancara mendalam berupa catatan lapangan, observasi dan studi dokumen yang di reduksi dalam tulisan tematik (Lampiran 8).Tujuan dari reduksi data ini ialah untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data dengan menyusun segala informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dibaca ke dalam sebuah laporan berupa kutipan atau tipologi. Verifikasi adalah langkah terakhir yang merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah untuk mendukung data kuantitatif.

20

Definisi Operasional 1. Usia (X1) adalah lama waktu hidup responden dari sejak lahir sampai pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam tahun. Selanjutnya dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu: usia dewasa (20-<40 tahun), usia dewasa pertengahan (40-60 tahun), usia dewasa akhir (>60 tahun); berturutturut diberi skor skor 1, 2 dan 3. 2. Motivasi (X2) adalah alasan responden untuk ikut serta dalam kegiatan KWT yang mencangkup (1) untuk menambah pengetahuan. (2) menambah pendapatan dan (3) meningkatkan keterampilan yang dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu: rendah (Jika responden memilih hanya dua dari empat alasan tersebut), sedang (jika responden memilih tiga dari empat alasan tersebut) dan tinggi (jika responden memilih semua alasan tersebut); berturut-turut diberi skor 1, 2 dan 3. 3. Tingkat pendidikan (X3) adalah jenjang sekolah formal terakhir yang pernah diikuti oleh responden sampai dengan saat penelitian, dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu: rendah (tidak tamat sekolah/tamat SD), sedang (tamat SMP/SMA), tinggi (tamat perguruan tinggi); berturut-turut diberi skor 1, 2 dan 3. 4. Persepsi responden terhadap peran penyuluh (X4) adalah peniliaian responden atas kegiatan penyuluhan PLP3 yang meliputi (1) memberikan alat, (2) memberikan bahan dan (3) meberikan modal yang dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: rendah (Jika responden hanya memilih salah satu dari tiga alasan tersebut), sedang (jika responden memilih dua dari ketiga alasan tersebut) dan tinggi (jika responden memilih semua alasan tersebut); berturut-turut diberi skor 1, 2 dan 3. 5. Jumlah anggota keluarga (X5) adalah banyaknya anggota keluarga responden yang menjadi tanggungan. Selanjutnya dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu: rendah (tanggungan keluarga 1-2 orang), sedang (tanggungan keluarga 3-4 orang) dan tinggi (tanggungan keluarga 5-7 orang); berturut-turut diberi skor1, 2 dan 3. 6. Pendapatan keluarga (X6) adalah akumulasi dari jumlah rupiah yang diperoleh anggota keluarga dari bekerja (pertanian dan non pertanian) yang dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu; rendah (Rp.1.000.000
21

9. Tingkat partisipasi pada tahap monitoring dan evaluasi (Y3) adalah keikutsertaan responden dalam menilai atau mengevaluasi kegiatan KWT yang dibedakan ke dalam 3 kategori, yaitu: rendah (jika responden memilih dua dari sembilan pernyataan), sedang (jika responden memilih lima dari sembilan pernyataan) dan tinggi (jika responden memilih tujuh dari sembilan pernyataan); berturut-turut diberi skor 1, 2 dan 3. 10. Perubahan perilaku (Z1) merupakan output yang dihasilkan dari mengikuti kegiatan KWT yang dilihat melalui (1) tingkat pengetahuan, (2) perubahan sikap dan (3) peningkatan keterampilan yang dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu: rendah (Jika responden hanya memilih dua dari lima alasan tersebut), sedang (jika responden memilih empat dari kelima alasan tersebut) dan tinggi (jika responden memilih semua alasan tersebut); berturut-turut diberi skor 1, 2 dan 3.

22

23

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Geografis dan Demografi Desa Cikarawang Keadaan Wilayah Desa Cikarawang merupakan salah satu Desa yang termasuk dalam wilayah administratif Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah sebesar 226,56 Ha. Sebelah utara Desa Cikarawang berbatasan dengan Sungai Cisadane, sebelah selatan berbatasan dengan Sungai Ciapus, sebelah barat berbatasan dengan Sungai Ciapus atau Sungai Cisadane dan sebelah timur berbatasan dengan Keluarahan Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga secara umum berupa dataran dan persawahan yang berada pada ketinggian antara 193 M di atas permukaan laut dengan suhu rata-rata berkisar antara 25 0C s/d 30 0C. Desa Cikarawang terdiri dari tiga Dusun (Kampung Cangkrang, Kampung Carang Pulang dan Dusun Cangkurawok ), tujuh Rukun Warga (RW) dan 32 Rukun Tetangga (RT). Jarak atau waktu tempuh dari ibu kota Kecamatan berjarak lima km2 dengan waktu tempuh sepuluh menit dan dari Ibu Kota Kabupaten berjarak 35 km2 dengan waktu tempuh 45 menit. Kependudukan Penduduk Desa Cikarawang menurut data monografi desa pada tahun 2010 berjumlah 8147 orang dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 2114 KK. Jika dibagi berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki sebesar 4.199 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 4028 jiwa. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis kelamin tahun 2010. Penduduk Jumlah (orang) Persentase (%) Perempuan 4028 49 Laki-Laki 4119 51 Total 8147 100 Sumber: Hasil olah data monografi Desa Cikarawang tahun 2010

Tabel 2 menunjukkan bahwa perbandingan jumlah perempuan dan laki-laki tidak jauh berbeda. Namun, tetap jumlah laki-laki jauh lebih banyak dibandingkan dengan perempuan. Tabel 3 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut usia tahun 2012 Usia Jumlah (orang) Persentase (%) 0-15 tahun 1852 22 16-56 tahun 6087 74 >56 tahun 288 4 Total 8227 100 Sumber: Hasil olah data monografi Desa Cikarawang tahun 2012

24

Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase penduduk berdasarkan usia didominasi oleh penduduk dengan usia produktif antara 16-54 tahun dengan jumlah 6082 jiwa atau sebesar 74 persen. Pada rentang umur 0-15 tahun berjumlah 1852 atau sebesar 22 persen dan pada usia di atas 56 tahun sebanyak 288 jiwa atau sebesar 4 persen. Berdasarkan rentang umur, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk Desa Cikarawang mayoritas berada pada usia produktif. Tabel 4 Jumlah fasilitas pendidikan dan kesehatan di Desa Cikarawang tahun2013 Fasilitas Pendidikan dan Kesehatan Jumlah Pendidikan SD/MI 4 buah SLTP/MTs 1 buah Lembaga pendidikanagama/RA 1 buah PAUD 4 buah Kesehatan Posyandu (Pos PelayananTerpadu) 9buah Puskesdes (Pos Kesehatan Desa) 1 buah Dokter 1 orang Bidan 3 orang Kader Posyandu 35 orang Dukun terlatih 7 orang Sumber: Data profil desa (2013)

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa fasilitas pendidikan di Desa Cikarawang sudah dapat dikatakan cukup baik yaitu terdapat SD/MI, SLTP, Pesantren/RA. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan tidak kalah lengkap dengan fasilitas pendidikan, yaitu terdapat Posyandu, Puskesdes, dokter, bidan, kader posyandu, bahkan terdapat pula dukun yang sudah terlatih. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cikarawang dilihat dari aspek pendidikan, maka rata-rata penduduknya sudah banyak mengenyam pendidikan yang lebih meningkat dan baik, mulai dari tingkat dasar sampai tingkat perguruan tinggi pada saat ini sudah banyak, Untuk lebih jelasnya penduduk menurut tingkat pendidikan di Desa Cikarawang, dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut tingkat pendidikan tahun 2013 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak tamat SD/MI sederajat 441 12 Tamat SD/MI sederajat 1002 28 Tamat SLTP/MTs sederajat 1002 28 Tamat SMA/MA sederajat 1074 29 Tamat Perguruan tinggi 115 3 Total 3634 100 Sumber: Dari data monografi Desa Cikarawang tahun 2013

Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur kesejahteaan penduduknya. Berdasarkan Tabel 5 penduduk Desa Cikarawang jika dilihat dari aspek pendidikan, sebagian besar penduduk Desa Cikarawang memiliki tingkat pendidikan tamat SMA/MA sederajat, yaitu sebesar 29 persen. Sedangkan tamat

25

SD/MI sederajat sebesar 28 persen, tamat SLTP/MTs sederajat sebesar 28 persen dan tamat perguruan tinggi sebesar 3 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Desa Cikarawang tergolong baik karna sebagian besar penduduk di Desa Cikarawang sudah melakukan wajib belajar 9 tahun. Jenis Pekerjaan Ekonomi merupakan unsur yang penting dalam kehidupan masyarakat. Kondisi ini, kiranya juga telah menyadarkan masyarakat desa Cikarawang untuk mencari nafkah demi keluarga, anak dan isterinya. Jenis pekerjaan penduduk di Desa Cikarawang dapat dikatakan cukup beragam. Jenis pekerjaan di Desa Cikarawang diantaranya adalah pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, perdagangan, industri rumah tangga, bidan, buruh tani, buruh swasta, PNS dan montir. Jumlah dan persentase penduduk di Desa Cikarawang menurut jenis pekerjaan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Jumlah dan persentase penduduk Desa Cikarawang menurut jenis pekerjaan tahun 2013 Jenis Pekerjaan Jumlah (orang) Persentase (%) Buruh Tani 535 20 Peternakan 3 0.2 Perikanan 2 0.1 Perkebunan 25 1.6 Perdagangan 31 2 Industri Rumah Tangga 12 0.7 Subtotal 608 40 Bidan 3 0.2 Buruh Pabrik 750 48 PNS 180 12 Montir 3 0.2 Subtotal 936 60 Total 1554 100 Sumber: Data monografi Desa Cikarawang tahun 2013

Berdasarkan Tabel 5, penduduk Desa Cikarawang yang bekerja pada tahun 2013 berjumlah 1554, mayoritas bekerja di bidang jasa yakni sebesar 60 persen dengan persentase terbesar yaitu buruh pabrik sebanyak 750 orang dengan persentase sebesar 48 persen. Angka ini jauh lebih besar dibandingkan jenis pekerjaan bidang pertanian yang hanya sebesar 40 persen dengan persentase tertinggi berada pada jenis pekerjaan buruh tani, yakni sebanyak 535 orang dengan persentase sebesar 20 persen. Jika dilihat dari topografi dan kontur tanah, Desa Cikarawang Kecamatan Dramaga secara umum berupa Dataran dan Persawahan yang berada pada ketinggian antara 193 meter, namun kebayakan masyarakat yang ada di Desa Cikarawang bekerja pada sektor nonpertanian, hal ini disebabkan karna sebagian besar lahan yang ada di Desa Cikaraang sudah beralih fungsi menjadi pemukiman warga, sehingga masyarakat sekitar terpaksa mencari pekerjaan di luar sektor pertanian. Tingkat pendidikan yang masih rendah, juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyaknya penduduk di Desa Cikarawang yang bekerja di sektor jasa, terutama menjadi buruh pabrik.

26

Gambaran Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang Desa Cikarawang merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dan merupakan salah satu desa yang mengadakan pemberdayaan perempuan khususnya ibu-ibu petani melalui program Kelompok Wanita Tani (KWT). KWT merupakan wadah bagi para wanita untuk mengolah hasil lahan pertanian sehingga menghasilkan panen yang bermanfaat bagi kehidupan keluarga dan masyarakat sekitar dan disinilah para wanita dibimbing dan diberi pengetahuan tentang pengelolahan hasil pertanian. Desa Cikarawang memiliki potensi yang bagus di bidang pertanian, terutama komoditi padi sawah dan ubi jalar. Selain itu, Desa Cikarawang terkenal sebagai sentra penghasil jambu kristal. Terdapat tiga KWT di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor dibawah naungan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mandiri Jaya, yang diketuai oleh AB dan dibawah naungan penyuluh ibu EF dari Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP5K). Kegiatan yang dilakukan oleh KWT di Desa Cikarawang berupa pemanfaatan lahan dan pengolahan pangan (PLP3). Pemanfaatan lahan perkarangan merupakan kegiatan yang memanfaatkan perkarangan rumah untuk ditanami tanaman produktif yang dibutuhkan untuk kehidupan sehari-hari. Kegiatan ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gozokeluarga, mengembangkan ekonomi yang produktif dan menciptakan lingkungan hijau yang bersih dan sehat. Dengan memanfaatkan lahan perkarangan, wanita tani akan terbiasa dan terdidik untuk memanfaatkan potensi yang aada, walaupun hanya sejengkal tanah. Lahan perkarangan untuk ditanami tanaman seperti sayuran, umbi-umbian, tanaman obat dan rempah. Selain memanfaatkan lahan perkarangan, kelompok wanita tani ini juga mengadakan pertemuan rutin setiap sebulan sekali, untuk membahas arti penting pemanfaatan perkarangan. Dengan adanya program tersebut, wanita tani di Desa Cikarawang memiliki kegiatan rutin sehari-hari untuk mengelola perkarangannya. Selain bertani, mereka juga dapat menambah pengetahuan dan keterampilan untuk memilih makanan yang beragam, bergizi, berimbang dan aman yang sangat berguna untuk menu keluarga dan juga bisa mengurangi pengeluaran keluarga. Selain itu, kegiatan pengolahan pangan merupakan kegiatan pengolahan pangan lokal yang dimanfaatkan dan dikemas secara maksimal sehingga mempunyai nilai jual yang tinggi. Bahan pangan lokal yang digunakan adalah ubi, talas, jambu kristal dan lainnya. Bahan pangan tersebut kemudian diolah menjadi brownies, keripik dan sari buah jambu. Pada awalnya di Desa Cikarawang hanya terdapat satu KWT yang dibentuk pada tahun 2008 yang diberi nama KWT Melati dengan produk unggulan olahan pangan brownis ubi jalar, manisan jambu kristal. KWT Melati diketuai oleh NH, MM sebagai sekretaris dan TM sebagai bendahara. Awal terbentuknya KWT ini karna pada awalnya kelompok tani Mandiri Jaya telah mengelola ubi jalar manjadi tepung ubi, sehingga timbul keinginan ibu-ibu untuk membentuk kelompok wanita tani yang diberi nama KWT Melati. Melalui kelompok tani tersebut ibu-ibu dan remaja mengolah tepung ubi menjadi kue yang menjadi produki andalan KWT Melati. Pada awalnya KWT Melati memiliki anggota sebanyak 20 secara administratif, namun seiring berjalannya waktu anggota KWT ini bertambah menjadi 24 orang. Namun, ada juga anggota KWT yang

27

menggundurkan diri dikarenakan anggota tersebut sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan beberapa anggota juga sudah berusia tua, sehingga kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk mengikuti kegiatan KWT. Kegiatan yang biasanya dilakukan oleh KWT ini adalah membuat brownies dan manisan dari jambu. Hasil olahan dari KWT ini biasanya dijual di Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) dan juga dipasarkan ke toko-toko. Harga jual brownies nya yaitu Rp. 25.000/kotak dan sari jambu dijual Rp. 15.000/botol. Melihat kesuksesan dari KWT Melati, kemudian dibentuklah KWT lainnya, yaitu KWT Mawar yang dibentuk pada tahun 2010 yang diketuai oleh ibu Ina dan Ibu Enda sebagai sekretaris, serta Ibu AP sebagai bendahara. Produk unggulan dari KWT Mawar ini adalah olahan pangan kue kembang goyang dengan bahan dasar tepung ubi jalar serta tanaman pangan. Pada awalnya anggota KWT Mawar ini berjumlah 10 orang, namun seiring berjalannya waktu tiga orang anggota keluar karna alasan pribadi, sehingga anggota KWT Mawar saat ini hanya berjumlah tujuh orang. Kegiatan yang dilakukan oleh KWT Mawar ini adalah pemanfaatan lahan perkarangan untuk ditanami berbagai jenis sayuran, diantaranya adalah sayur caisin, seledri, cabai, kol dan lainnya. Sayuran tersebut ditanam diatas polybag yang kemudian ditaruh di halaman rumah anggota KWT. Hasil panen sayuran tersebut biasanya dijual ke pasar dengan harga Rp. 500/ikatnya dan ada juga yang dikonsumsi sendiri oleh anggota KWT. Selain kegiatan menanam, KWT ini juga membuat tepung berbahan dasar ubi jalar yang disebut tepung mocaf. Tepung mokaf ini biasanya dijual dengan harga Rp. 12.000/kg. Banyak sekali kelebihan tepung mocaf dibandingkan dengan tepung terigu biasa, diantaranya adalah tepung mocaf memiliki serat dan kalsium tinggi serta kadar lemak yang rendah dan baik untuk anak berkebutuhan khusus (autis) dan juga bagi mereka yang tidak boleh makan terigu dan gula. Pada tahun 2014 dibentuklah KWT Dahlia yang diketuai oleh ibu NH dan Ibu AN sebagai sekretaris dan Ibu RU sebagai bendahara dengan anggota berjumlah 10 orang. Produk unggulan dari KWT ini adalah keripik dari ubi jalar dan kerajinan dari bungkus makanan yang sudah tidak terpakai yang dijadikan tas dan dompet. Keripik dari ubi jalar biasanya dijual dengan harga Rp.80.000/kg dan kerajinan dijual dengan harga Rp.30.000-Rp.100.000 per itemnya. Meskipun masih tergolong KWT baru, namun KWT ini berkembang dengan sangat cepat. KWT Dahlia ini juga sering diundang untuk mengikuti acara-acara atau pameran yang diselenggarakan oleh badan pertanian. KWT Dahlia ini juga sering mendapat kunjungan dari luar daerah untuk dijadikan studi banding. Selain itu, masing-masing anggota sudah menghasilkan produk olahan pangan sendiri dan sudah memiliki nomor P-IRT (Pangan Industri Rumah Tangga). Anggota KWT Desa Cikarawang sering mengikuti pelatihan dari pihak BP5K, pihak IPB dan lainya dalam bidang pertanian, pengolahan hasil pertanian dan kerajinan tangan. Kegiatan pengolahan hasil pertanian berupa pembuatan kue bahan dasar ubi dan pembuatan tepung ubi, serta pembuatan keripik singkong. Sedangkan keraajinan tangan adalah menyulam dan mendaur ulang sampah. Ketiga KWT memiliki ciri khas masing-masing dalam olahan pangan, tetapi tetap pada sektor pertanian dengan memanfaatkan perkarangan rumah untuk menanam berbagai jenis sayuran seperti caisin, seledri, cabai, kol, tomat dan beberapa jenis sayuran lainnya.

28

29

GAMBARAN RESPONDEN PENELITIAN Responden dalam penelitian ini adalah anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Karakteristik responden digolongkan dalam dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumberdaya individu dan faktor eksternal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sumberdaya keluarga. Sumberdaya individu terdiri dari usia, motivasi, tingkat pendidikan dan persepsi atas peran penyuluh, sedangkan sumberdaya keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga dan pendapatan keluarga serta persepsi atas peran penyuluh. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa kebanyakan anggota KWT memiliki: (1) usia muda (48,8 persen), (2) motivasi tinggi (51 persen), (3) tingkat pendidikan sedang (61 persen), (4) persepasi atas peran penyuluh sedang (48,8 persen), (5) jumlah anggota keluarga sedang (61 persen) dan (6) pendapatan keluarga rendah (70,7 persen). Usia Responden Usia merupakan lama hidup resoponden pada saat penelitian dilakukan. Usia dikelompokkan dan dibedakan berdasarkan sebaran rata-rata usia anggota KWT yang ditemui di lapang. Jumlah dan persentase usia resoponden dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut usia Usia Jumlah (n) Muda (20-40) 20 Sedang (≥40-60) 17 Tua (≥60-80) 4 Total 41

Persentase (%) 48,8 41,4 9,8 100

Tabel 7 menunjukkan bahwa mayoritas usia responden termasuk ke dalam usia muda dengan rentang usia 20-40 tahun dengan persentase sebesar 48,8 persen. Persentase ini tidak berbeda jauh dengan responden yang berusia sedang (≥40-60), yakni sebesar 41,4 persen. Sedangkan responden dengan kategori usia tua memiliki persentase sebesar 9,8 persen. Dilihat dari usia mayoritas, responden yang mengikuti kegiatan PLP3 ini berada pada kategori usia muda dan sedang. Usia tersebut dapat dikatakan sebagai usia produktif dalam bekerja sehingga responden memiliki semangat kerja yang tinggi. Meskipun demikian, responden dengan usia yang tergolong tua masih bersemangat yang tinggi untuk mengikuti kegiatan PLP3 ini. “... Kebanyakan yang ikut kegiatan KWT ini ibu-ibu yang umurnya masih masih tergolong muda neng. Soalnyakan masih pada kuat-kuat fisiknya, semangatnya juga masih pada tinggi ...” (NY, 44 tahun).

30

Tingkat Motivasi Responden Motivasi yang kuat dapat mendorong seseorang untuk melakukan tindakan nyata. Motivasi responden untuk berpartisipasi dalam kegiatan PLP3 yang dimaksud adalah faktor-faktor yang mendorong responden ikut berpartisipasi dalam kegiatan PLP3. Menurut teori ERG, motivasi dibedakan ke dalam tiga kategori,yakni (a) Eksistensi (Existence) meliputi kebutuhan fisiologis dan rasa aman, (b) Keterhubungan (Relatedness) meliputi kebutuhan sosial dan (c) Pertumbuhan (Growth) mencangkup harga diri dan aktualisasi diri. Jumlah dan persentase anggota KWT menurut motivasi mereka dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat motivasi Tingkat Motivasi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 7 17,1 Sedang 10 24,4 Tinggi 14 58,5 Total 41 100 Berdasarkan Tabel 8, motivasi yang dimiliki responden berada pada kategori tinggi, yakni sebesar 58,5 persen. Motivasi untuk meningkatkan pendapatan keluarga, pemenuhan kebutuhan keluarga, menambah pengetahuan dan meningkatkan keterampilan merupakan faktor pendorong terbesar partisipasi responden. Hal ini juga diungkapkan oleh salah seorang responden sebagai berikut: “... Iya neng, ibu ikut kegiatan ini buat pengetahuan, trus harapannya juga bisa nambah pendapatan neng ikut kegiatan PLP3 ini ...” (NA, 35 tahun). Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian ini dilakukan. Pada penelitian ini tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu tingkat pendidikan rendah untuk responden yang tidak sekolah dan tamat Sekolah Dasar (SD). Pendidikan sedang untuk yang tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan tamat Sekolah Menengah Atas (SMA). Pendidikan tinggi untuk resoponden yang tamat perguruan tinggi. Jumlah dan persentase resoponden menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (Tidak /tamat SD) 12 29,3 Sedang (SMP-SMA) 25 61 Tinggi (Perguruan tinggi) 4 9,7 Total 41 100

31

Tabel 9 menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan resoponden berada dalam kategori tingkat pendidikan yang sedang (tamat SMP dan SMA), dengan persentase sebesar 61 persen. Sementara itu, resoponden yang memiliki tingkat pendidikan rendah (tidak tamat SD dan tamat SD) sebesar 29,3 persen. Persentase terendah dimiliki oleh anggota KWT yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, yakni resoponden yang memiliki tingkat pendidikan diploma atau sarjana sebesar 9,7 persen. Mayoritas tingkat pendidikan resoponden ini menunjukkan bahwa resoponden telah menyadari arti pendidikan bagi kehidupan. Adapun resoponden yang berpendidikan rendah mayoritas adalah yang berusia tua. Hal ini disebabkan kondisi ekonomi keluarga yang tidak memungkinkan untuk membayar biaya sekolah. Kesadaran masyarakat Desa Cikarawang zaman dahulu masih sangat rendah terkait anak perempuan yang tidak perlu menempuh pendidikan tinggi dibandingkan laki-laki karena perempuan dianggap akan menjadi ibu rumah tangga dan mengurusi rumah, sehingga banyak anak usia sekolah yang lebih memilih untuk bekerja, baik sebagai buruh pembantu rumah tangga maupun pekerjaan lainnya yang tidak menuntuk untuk berpendidikan tinggi. Hal ini juga disampaikan oleh salah seorang resoponden sebagai berikut: “... Ibu mah cuma tamat SD neng, soalnya kan dulu perempuan itu gak perlu sekolah tinggi-tinggi kan ntar ujung-unjungnya ke dapur juga, lagian orang tua ibu dulu gak punya biaya buat nyekolahin ibu neng ...” (AM, 80 tahun). Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada cara dan pola pikir seseorang, sebab pendidikan merupakan suatu proses pengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap seseorang yang dilaksanakan secara terencana, sehingga pemperoleh perubahan-perubahan bagi peningkatan hidup. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semaking berkembang pola pikirnya dalam pengambilan keputusan untuk melakukan sesuatu termasuk keputusan untuk berpartisipasi dalam kegiatan PLP3. Persepsi Responden Atas Peran Penyuluh Penyuluh memiliki peran yang berpengaruh bagi kelancaran masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan pertanian termasuk dalam kegiatan PLP3. Peranan penyuluh untuk menggerakan masyarakat terlibat aktif dalam pembangunan manusia seutuhnya antara lain penerima gagasan, inspirasi khalayak sasaran dan motivator yang mampu mendorong sasaran untuk merasa tanggung jawab dalam melaksanakan dan memelihara hasil-hasil pogram. Penyuluh haruslah memiliki kaitan erat dengan masyarakat, tertarik dengan permasalahan atau persoalan lokal, mau berbagi pengetahuan, ide dan bekerjasama dengan masyarakat. Kegiatan Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang memiliki penyuluh yang berperan dalam mensukseskan kegiatan PLP3 ini. Dalam pelaksanaannya, kegiatan PLP3 ini memiliki penyuluh yang merupakan petugas lapang yang direkrut oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan (BP5K) dimana penyulluh direkrut setelah memenuhi persyaratan yang diwajibkan untuk memberikan pelayanan pendampinng dan memfasilitasi resoponden dengan baik

32

agar dapat mencapai tujuan dan keberhasilan kegiatan. Kegiatan PLP3 di Desa Cikarawang didampingi oleh penyuluh yang membawa perubahan pada resoponden. Jumlah dan persentase resoponden menurut persepsi atas peran penyuluh dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi responden atas peran penyuluh Peran Penyuluh Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 6 14,6 Sedang 20 48,8 Tinggi 15 36,6 Total 41 100 Tabel 10 menunjukkan persepasi resoponden atas peran penyuluh dalam kegiatan PLP3 termasuk ke dalam kategori sedang. Penyuluh dalam menjalankan perannya dapat dikatakan cukup berhasil karena resoponden menyatakan persepsinya terhadap peran penyuluh sebesar 48,8 persen. Hal ini dikarenakan keterlibatan penyuluh dalam memberikan fasilitas dan bantuan berupa dana untuk mendukung jalannya kegiatan PLP3 agar dapat berjalan dengan lancar. Hal ini juga disampaikan oleh salah seorang resoponden sebagai berikut: “... Penyuluh ada ngasih bantuan neng, kemaren Ibu Efrinanya ngasih bibit sayuran ke kita buat ditanam di halaman rumah. Nanti kalau udah panen hasilnya bisa dijual atau dikonsumsi sendiri ...” (MH, 46 tahun). “...Bu EF biasanya suka ngasih bahan-bahan untuk buat brownies neng...” (AY, 42 tahun). Jumlah Anggota Keluarga Responden Banyaknya anggota yang dimiliki resoponden dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu kategori rendah (memiliki tanggungan 2-3 orang), sedang (memiliki tanggungan 4-5 orang) dan kategori tinggi (memiliki tanggungan 6-7 orang). Jumlah dan persentase resoponden berdasarkan jumlah anggota keluarga dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah anggota keluarga responden Jumlah anggota keluarga Jumlah (orang) Persentase (%) Rendah (2-3 orang) 12 29,3 Sedang (4-5 orang) 25 61,0 Tinggi (5-7 orang) 4 9,8 Total 41 100 Tabel 11 menunjukkan bahwa jumlah anggota keluarga dengan persentase terbesar berada pada kategori sedang (4-5 orang), yakni sebanyak 25 orang resoponden dengan persentase sebesar 61 persen. Sementara itu, resoponden yang

33

memiliki jumlah anggota keluarga rendah (2-3 orang) sebanyak 12 orang dengan persentase sebesar 29,3 persen dan ppersentase terkecil dimiliki oleh resoponden dengan jumlah anggota keluarga tinggi (>5 orang) berjumlah 4 orang dengan persentase sebesar 9,8 persen. Tingkat Pendapatan Keluarga Responden Faktor pendapatan keluarga berkaitan dengan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh keluarga resoponden. Sebagian besar jenis pekerjaan resoponden didominasi oleh ibu rumah tangga, dimana pendapatannya hanya mengandalkan pendapatan dari suami dan anggota keluarga lainnya. Jumlah dan persentase resoponden menurut tingkat pendapatan keluarga dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan keluarga responden Tingkat Pendapatan Keluarga Jumlah (n) Persentase (%) Rendah ( Rp. 1.000.000 -
34

35

TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN DALAM KEGIATAN PLP3

Tingkat partisipasi resoponden mengacu pada teori Uphoff et al. (1979) yang mengakategorikan partisipasi ke dalam empat tahap, yakni tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap monitoring dan evaluasi serta tahap menikmati hasil. Tahap menikmati hasil yang dimaksud di dalam penelitian ini adalah output yang dihasilkan berupa adanya perubahan perilaku resoponden. Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Perencanaan Tingkat partisipasi pada tahap perencanaan merupakan tahap awal dari keterlibatan resoponden dalam proses perencanaan atau pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan PLP3. Tingkat partisipasi resoponden pada tahap pengambilan keputusan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden pada tahap perencanaan Tahap perencanaan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 1 2,4 Sedang 18 43,9 Tinggi 22 53,7 Total 41 100 Tabel 13 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi resoponden pada tahap perencanaan berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 53,7 persen, sebagian lagi berada pada kategori sedang sebesar 43,9 persen dan pada kategori rendah sebesar 2,4 persen. Hal ini menunjukkan bahwa resoponden berkontribusi cukup besar dalam tahap perencanaan. Dalam tahap perencanaan penyuluh mengadakan pertemuan sekali dalam sebulan untuk membahas rencana kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya. Rapat kegiatan PLP3 dilaksanakan secara partisipatif, artinya resoponden yang mengikuti rapat dapat berdiskusi dengan penyuluh terkait kegiatan PLP3. Rapat kegiatan PLP3 dilaksanakan bertempat di rumah ketua atau salah seorang resoponden. Dalam pertemuan ini penyuluh memberikan kesempatan kepada ketua dan seluruh resoponden untuk untuk terlibat secara aktif dalam memberikan ide, pendapat dan juga saran sehingga keputusan yang diambil berdasarkan keputusan bersama. Selain itu, resoponden juga berpartisipasi dalam menentukan kepengurusan anggota KWT. Hal tersebut juga disampaikan oleh salah seorang resoponden sebagai berikut: “...Segala sesuatunya kami musyawarahkan neng. Biasanya seluruh anggota diundang oleh penyuluh dan ketua KWT kemudian kami membicarakan kegiatan yang akan dilakukan dan penyuluh selalu meminta kami untuk memberikan ide dan pendapat mengenai kegiatan yang akan dilakukan...” (UU, 42 tahun).

36

‘... Kalau mau buat olahan, biasanya kita putuskan bersama neng, misalnya bulan ini kita mau buat brownies, yaudah kita tentuin bersama apa aja bahan-bahan yang diperlukan untuk buat brownies ...” (TA, 66 tahun). Dapat disimpulkan bahwa tingkat partisipasi resoponden pada tahap perencanan tersebut tergolong dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses merencanakan suatu kegiatan, perundingan dan pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama dengan hasil kesepakatan antar resoponden dan penyuluh dengan saling memberikan usulan, saran dan pendapat serta kehadiran mereka saat mengikuti kegiatan rapat. Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Pelaksanaan Partisipasi resoponden pada tahap pelaksanaan merupakan tahapan dimana suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya kemudian dilaksanakan sesuai dengan apa yang telah disepakati pada saat pengambilan keputusan rencana kegiatan. Jumlah dan persentase resoponden pada tahap pelaksanaan disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Jumlah dan persentase responden pada tahap pelaksanaan Tahap pelaksanaan Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 0 0 Sedang 12 29,3 Tinggi 29 70,7 Total 41 100 Tabel 14 menunjukkan bahwa tingkat partisipasi resoponden pada tahap pelaksanaan cendrung berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 70,7 persen dan tahap pelaksanaan pada kategori sedang sebesar 29,3 persen. Tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan tinggi dikarenakan kesadaran yang tinggi dari resoponden terhadap kegiatan-kegiatan PLP3 dianggap dapat bermanfaat. Keterlibatan resoponden secara aktif pada tahap pelaksanaan ini dapat menjaga agar kegiatan ini berjalan dengan baik. Keikutsertaan resoponden pada kegiatan PLP3 dilihat dari kehadiran dalam rapat, keikutsertaan dalam meyusun rencana kegiatan dan keikutsertaan dalam memberikan sumbangan berupa materi untuk menunjang pelaksanaan kegiatan. Mayoritas resoponden dalam penelitian ini berpartisipasi dalam menghadiri rapat dan pertemuan yang diadakan oleh penyuluh maupun oleh ketua KWT. Tingginya partisipasi berdasarkan kehadiran dalam rapat dan pertemuan dikarenakan resoponden selalu menghadiri kegiatan dan pertemuan rutin yang diadakan. Resoponden hadir dalam rapat atas keinginan sendiri karena anggota merasa bahwa rapat penting dilakukan untuk mengembangan pelaksanaan program dan dengan menghadiri rapat dan pertemuan tersebut, mereka dapat memperoleh sendiri informasi yang terbaru. Resoponden juga berpartisipasi aktif dalam memberikan sumbangan berupa material yang diperlukan untuk memperlancar kegiatan program. Resoponden bertanggung jawab untuk memenuhi ketersediaan bahan baku berupa bahan-bahan untuk pengolahan

37

pangan. Selain itu, resoponden juga terlibat aktif dalam kegiatan pembuatan olahan makanan seperti keripik dan brownies. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan salah seorang responden sebagai berikut: “... Insyaallah ibu selalu hadir kalau ada rapat neng. Soalnya sering ada informasi baru dari penyuluhnya. Kalau gak bisa hadir biasanya ibu suka nanya apa hasil rapat ke ibu-ibu lain, biar ibunya gak ketinggalan informasi ...” (MA, 39 tahun). “... Kalau ada studi banding dari luar kota, biasanya semua anggota pada ngumpul buat olahan makanan kaya kripik, sari jambu buat diliatin ke mereka neng ...” (DH, 35tahun). Tingkat Partisipasi Responden pada Tahap Monitoring dan Evaluasi Partisipasi resoponden pada tahap monitoring dan evaluasi merupakan salah satu kegiatan yang sangat dibutuhkan demi peningkatan pelaksanaan kegiatan selanjutnya. Jumlah dan persentase tingkat partisipasi resoponden pada tahap monitoring dan evaluasi dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden pada tahap monitoring dan evaluasi Tahap monitoring dan evaluasi Jumlah (n) Persentase (%) Rendah 3 7,3 Sedang 6 14,6 Tinggi 32 78,0 Total 41 100 Berdasarkan Tabel 15 diperoleh data bahwa tingkat partisipasi resoponden pada tahap monitoring dan evaluasi berada pada kategori tinggi, yaitu dengan persentase 78 persen. Sebesar 14 persen berada pada kategori sedang dan persentase terendah sebesar 7,3 persen. Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan monitoring dan evaluasi ini dilakukan sebulan sekali, resoponden menyampaikan keluhan terkait kegiatan. Resoponden menyampaikan kepada ketua kelompok, kemudian ketua menyampaikan permasalahan tersebut kepada penyuluh dan kemudian penyuluh akan memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut. Tingginya partisipasi resoponden pada tahap monitoring dan evaluasi dikarenakan resoponden terlibat aktif dalam melakukan penilaian atau mengamati kegiatan dan ikut terlibat dalam memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan yang telah dilaksanakan. Aktifnya resoponden dalam melakukan monitoring dan evaluasi terhadap kegiatan yang ada berguna untuk mendukung jalannya program agar tetap sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan secara bersama. Monitoring dan evaluasi dilakukan untuk dapat memperbaiki kekurangankekuraangan yang ada selama kegiatan PLP3 berlangsung, untuk meningkatkan kinerja resoponden dan mempertahankan pencapaian-pencapaian yang telah berhasil diperoleh oleh resoponden. Partisipasi pada tahap monitoring dan evaluasi dilihat berdasarkan kehadiran anggota dalam rapat evaluasi dan keaktifan dalam memberikan kritik dan saran. Mayoritas resoponden hadir apabila diundang untuk hadir dalam rapat

38

untuk mengevaluasi kegiatan PLP3. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah seorang resoponden sebagai berikut: “... Ibu kalau diundang rapat evaluasi sama penyuluh ibu ikut neng. Ntar waktu rapat biasanya para anggota menyampaikan keluhannya terkait kegiatan KWT. Anggota juga banyak yang ngasih saran kepada penyuluh dan ketua biar kegiatan KWTnya bisa jauh lebih baik lagi ...” (AY, 42 tahun). “... Kemaren sayuran yang ibu tanam mati neng, trus ibu laporin ke penyuluh deh ...” (AD, 48 tahun). Berdasarkan ketiga tahapan partisipasi tersebut, tingkat partisipasi resoponden pada tahap perencanaan (53,7 persen) memiliki jumlah persentase terendah dibandingkan dengan tingkat partisipasi pada tahap pelaksanaan (70,7 persen) dan monitoring dan evaluasi (78,0 persen). Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah kurangnya kemauan yang dimiliki oleh resoponden. Mereka beranggapan bahwa sudah ada yang mewakili kelompok untuk menghadiri rapat, sehingga resoponden lainnya tidak perlu hadir dalam rapat. Resoponden yang tidak hadir dapat bertanya kepada anggota lainnya apa saja keputusan yang diperoleh dari hasil rapat tersebut kepada resoponden yang menghadiri rapat. Alasan lainnya yaitu, karna kesibukan di rumah tanga, seperti memasak, membersihkan rumah dan mengurus anak membuat mereka jarang untuk pergi menghadiri rapat. Hal ini terkait dengan status dan peranan mereka yang mayoritas adalah ibu rumah tangga. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah seorang responden sebagai berikut: “... Ibu jarang pergi rapat neng, karna kalau rapat biasanya kan lama. Pekerjaan ibu di rumah juga banyak. Ibu mesti nyuci, masak, beres-beres rumah juga neng ...” (DH, 35 tahun).

39

HUBUNGAN ANTARA SUMBERDAYA INDIVIDU DAN KELUARGA RESPONDEN DENGAN TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN Tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3 dapat ditentukan oleh faktor sumberdaya individu, sumberdaya keluarga. Faktor sumberdaya individu antara lain usia responden, tingkat motivasi responden, tingkat pendidikan responden dan persepsi responden atas peran penyuluh. Sedangkan faktor sumberdaya keluarga antara lain jumlah anggota keluarga responden dan tingkat pendapatan keluarga responden. Hubungan antara sumberdaya individu dan keluarga responden dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Hubungan antara sumberdaya individu, sumberdaya keluarga responden dengan tingkat partisipasi responden dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Keterangan Sumberdaya Individu Nilai α Korelasi Usia responden -.178 .266 Significant (0,1) ** Motivasi responden .424 .006 Tingkat pendidikan .253 .110 responden Persepsi responden atas peran .056 .730 penyuluh Tingkat Partisipasi Sumberdaya Keluarga Nilai α Korelasi Jumlah anggota keluarga -.163 .310 Significant (0,1) responden Pendapatan keluarga -.053 .740 responden Berdasarkan Tabel 16 faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi responden adalah sumberdaya individu berupa tingkat motivasi. Faktor sumberdaya individu berupa usia responden, tingkat pendidikan responden, persepsi responden atas peran penyuluh tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi. Adapun sumber faktor sumberdaya keluarga berupa jumlah anggota keluarga responden dan tingkat pendapatan keluarga responden juga tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi responden dalam kegiatan PLP3.

40

Hubungan antara Usia Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Usia responden dengan tingkat partisipasi resoponden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametik Rank Spearman karena kedua variabel memiliki data dengan skala ordinal. Berdasarkan hipotesis, usia responden memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi responden pada kegiatan PLP3. Hubungan antara usia responden dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3 dapat dilihat pada tabulasi silang di bawah ini. Tabel 17 Jumlah dan persentase responden menurut usia dan tingkat partisipasi responden dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Responden dalam PLP3 Usia Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Muda 1 2,4 4 9,8 15 36,5 20 48,7 Sedang 0 0 4 9,8 13 31,7 17 41,5 Tua 1 2,4 2 4,9 1 2,5 4 9,8 Total 2 4,8 10 24,5 29 70,7 41 100 Tabel 17 menunjukkan bahwa tidak terdapat kecendrungan hubungan positif antara usia dengan tingkat partisipasi anggota KWT dalam kegiatan PLP3. Hal ini didukung oleh data di mana semakin muda usia, persentase partisipasi resoponden berada pada kategori partisipasi yang tinggi. Hasil tabulasi silang juga diperkuat dengan hasil pengujian dengan uji statistik Rank Spearman yang menunjukkan nilai koefesien korelasi sebesar rs= -0,178. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel itu hampir tidak ada korelasi dan terbalik. Dapat dilihat juga nilai signifikan hitung sebesar 0,266α> (0,1). Hasil tersebut menunjukkan hubungan antar dua variabel tersebut tidak signifikan. Usia erat hubungannya dengan kemampuan fisik seseorang. Sehingga, semakin tua seseorang, maka partisipasinya juga semakin rendah. Pada kegiatan PLP3, kebanyakan yang mengikuti kegiatan ini adalah yang berusia muda sampai sedang. Anggota yang berusia tua lebih banyak terlibat dalam kegiatan yang tidak memerlukan tenaga yang begitu besar, seperti kegiatan mengupas ubi yang biasanya dilakukan dua kali dalam sebulan, meskipun ubi yang dikupas oleh anggota yang berusia tua tersebut tidak bisa sebanyak ubi yang dikupas oleh anggota yang berusia muda sampai sedang, namun resoponden yang berusia tua masih mau terlibat dalam kegiatan tersebut. Rendahnya partisipasi resoponden yang berusia tua juga disebabkan karena kondisi fisik mereka yang sudah menurun, sehingga mereka sudah tidak kuat lagi dalam mengikuti selurug kegiatan, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan serta monitorng dan evaluasi. Hal ini juga disampaikan oleh salah seorang resoponden sebagai berikut: “... Ibu sekarang udah jarang ikut kegiatan neng, ibu gak kuat kalau harus kerja lama-lama ...” (EM, 80 tahun).

41

Hubungan antara Tingkat Motivasi Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Motivasi merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan tingkat partisipasi. Berdasarkan hipostesis, tingkat motivasi memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi resoponden pada kegiatan PLP3. Jumlah dan persentase tingkat motivasi responden dengan tingkat partisipasi anggota KWT dalam kegiatan PLP3 dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat motivasi responden dan tingkat partisipasi responden dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Responden dalam PLP3 Motivasi Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Rendah 1 2,4 5 12,2 1 2,4 7 17 Sedang 0 0 2 4,9 8 19,5 10 24,5 Tinggi 1 2,4 3 7,3 20 48,8 24 58,5 Total 2 4,8 10 24,4 29 70,8 41 100 Tabel 18 menunjukkan bahwa terdapat kecendrungan hubungan positif antara motivasi dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat motivasi resoponden, maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi resoponden tersebut. Hasil tabulasi silang juga diperkuat dengan hasil pengujian dengan uji statistik Rank Spearman yang menunjukkan nilai koefesien korelasi sebesar rs=0,389. Dapat dilihat juga nilai signifikan hitung sebesar 0,012 < α (0,1). Hasil tersebut menunjukkan hubungan antar dua variabel tersebut signifikan. Tingginya motivasi responden dalam mengikuti kegiatan PLP3 ini karena motivasi utama yakni untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu untuk menambah pendapatan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, meningkatkan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan. Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu responden sebagai berikut. “... Saya ikut kegiatan ini harapannya bisa nambah pemasukan neng, walaupun dapatnya gak banyak-banyak amat, tapi lumayan buat nambah uang jajan anak ...” (TH, 36 tahun). “... Saya ikut buat meningkatkan keterampilan ibu neng, kan KWT disini sering dapat pelatihan pengolahan makanan dari penyuluh atau kadang juga dari IPB neng ...” (FT, 38 tahun). Persentase responden berdasarkan indikator motivasi responden berdasarkan teori ERG dapat di lihat pada Tabel 19.

42

Tabel 19 Persentase responden berdasarkan indikator motivasi responden mengikuti kegiatan PLP3 Indikator Pernyataan Ya Tidak Eksistensi Saya mengikuti KWT untuk 78% 22% (Existence) memenuhi kebutuhan Saya mengikuti KWT untuk 83% 17% menambah penghasilan Keterhubungan Saya mengikuti KWT untuk 78% 22% (Relatedness) menambah pengetahuan Relatedness Saya mengikuti KWT untuk 73% 27% (Keterhubungan) mengasah kemampuan Berdasarkan Tabel 19 motivasi terbesar resoponden mengikuti kegiatan PLP3 untuk menambah penghasilan, yakni sebanyak 83 persen. Dengan mengikuti kegiatan PLP3, resoponden memiliki harapan dapat menambah penghasilan keluarga. Resoponden melakukan kegiatan pengolahan hasil pertanian yang kemudian dijadikan suatu olahan yang mempunyai nilai jual yang tinggi jika dibandingkan hanya menjual hasil pertanian tersebut tanpa diolah, sehingga pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan PLP3 ini dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Sebanyak 27 persen resoponden menjawab tidak untuk pernyataan motivasi mengasah kemampuan. Ini merupakan persentase tertinggi jika dibandingkan pernyataan lainnya. Hal ini dikarenakan sebagian resoponden tidak memiliki keterampilan dalam pemanfaatan lahan dan pengelolaan makanan, sehingga kegiatan PLP3 ini dijadikan sebagai ajang untuk belajar. Hubungan antara Tingkat Partisipasi Responden

Pendidikan

Responden

dengan

Tingkat

Tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi resoponden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametik Rank Spearman karena kedua variabel memiliki data dengan skala ordinal. Berdasarkan hipotesis, tingkat pendidikan responden memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi responden pada kegiatan PLP3. Hubungan antara tingkat pendidikan responden dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3 dapat dilihat pada tabulasi silang di bawah ini. Tabel 20 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendidikan responden dan tingkat partisipasi responden dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Responden dalam PLP3 Tingkat Pendidikan Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Rendah 1 2,4 6 14,6 5 12,2 12 29,2 Sedang 0 0 3 7,3 22 53,6 25 60,9 Tinggi 1 2,4 1 2,4 2 4,9 4 9,7 Total 2 4,8 10 24,4 29 70,8 41 100

43

Tabel 20 menunjukkan bahwa tidak terdapat kecendrungan hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi resoponden dalam PLP3. Hal ini tidak berarti bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi resoponden dalam mengikuti kegiatan. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai korelasi antar variabel sebesar rs=0,215. Nilai tersebut menunjukkan kedua variabel tersebut memiliki hubungan korelasi yang rendah. Dapat dilihat juga nilai signifikan hitung sebesar 0,177 > α (0,1). Artinya adalah kedua variabel tidak terdapat hubungan yang nyata dan signifikan. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata tingkat pendidikan resoponden hanya tamat SMP. Resoponden yang banyak mengikuti kegiatan ini adalah mereka yang memiliki pendidikan rendah dan sedang, karena dalam kegiatan PLP3 tidak memerlukan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga mereka yang memiliki pendidikan rendah dapat mengikuti kegiatan PLP3. Berkaitan dengan hal itu, salah seorang resoponden yang sebagai berikut: “... Disini mah kebanyakan yang ikut KWT pada lulusan SMP neng, kalau yang lulusan sarjana mana mau ikutan, pasti merekanya cari pekerjaan yang lain ...” (NY, 44 tahun). Hubungan antara Persepsi Responden atas Peranan Penyuluh dengan Tingkat Partisipasi Responden Persepsi atas peran penyuluh dengan tingkat partisipasi resoponden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametik Rank Spearman. Berdasarkan hipotesis, hubungan antara persepsi responden atas peran penyuluh memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3. Hubungan antara persepsi responden atas peran penyuluh dengan tingkat partisipasi resoponden dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21 Jumlah dan persentase responden menurut persepsi responden atas peran penyuluh dan tingkat partisipasi responden dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Responden dalam PLP3 Persepsi Atas Rendah Sedang Tinggi Total Peranan Penyuluh n % n % n % n % Rendah 0 0 1 2,4 5 12,2 6 14,6 Sedang 1 2,4 7 17,1 12 29,3 20 48,8 Tinggi 1 2,4 2 4,9 12 29,3 15 36,6 Total 2 4,9 10 24,4 29 70,7 41 100 Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat ada kecendrungan semakin tinggi persepsi atas peran penyuluh, maka semakin tinggi tingkat partisipasi resoponden dalam PLP3. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai korelasi antar variabel sebesar rs=0,056. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut hampir tidak memiliki korelasi. Dapat dilihat juga nilai signifikan hitung sebesar 0,730 > α (0,1). Artinya tidak terdapat hubungan nyata dan signifikan antara kedua variabel.

44

Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, maka peranan penyuluh dianggap kurang berhasil Meskipun penyuluh tidak selalu memberikan bantuan kepada resoponden, namun anggota berinisiatif untuk membuat uang kas yang berasal dari iuran resoponden dan juga bantuan dari mahasiswa. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang resoponden sebagai berikut: “... Bu Efrina mah jarang ngasih bantuan neng, biasanya modal kami dapat ada uang kas, trus bu Efrina juga nganjurin kalau ada mahasiswa yang mau penelitian, ntar minta aja uang buat kas ...” (FA, 38 tahun). Hubungan antara Jumlah Anggota Keluarga Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Hubungan jumlah anggota keluarga responden dengan tingkat partisipasi resoponden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametik Rank Spearman karena kedua variabel memiliki data ordinal. Berdasarkan hipotesis, jumlah anggota keluarga resoponden memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3. Hubungan antara jumlah anggota keluarga resoponden dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan KWT dapat dilihat pada tabulasi silang dibawah ini. Tabel 22 Jumlah dan persentase responden menurut jumlah anggota keluarga dan tingkat partisipasi dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Responden dalam PLP3 Jumlah Anggota Rendah Sedang Tinggi Total Keluarga n % n % n % n % Rendah 0 0 3 7,4 9 22 12 29,2 Sedang 0 0 7 17,1 18 44 25 61 Tinggi 2 4,8 0 0 2 4,8 4 9,8 Total 2 4,8 10 24,5 29 70,8 41 100 Tabel 22 menunjukkan tidak terdapat kecendrungan hubungan antara jumlah anggota keluarga responden dengan tingkat partisipasi resoponden dalam PLP3. Hal ini tidak berarti, semakin rendah, sedang dan tinggi jumlah anggota keluarga, maka semakin tinggi pula tingkat partisipasinya. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji korelasi Rank Spearman dengan diperoleh nilai korelasi antar variabel jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi sebesar rs= -0,163. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut merupakan hubungan korelasi rendah dan terbalik. Dapat dilihat juga nilai signifikan hitung sebesar 0,172> α (0,1). Artinya tidak terdapat hubungan yang nyata dan signifikan. Jumlah anggota keluarga dapat menentukan partisipasi seseorang, semakin besar jumlah keluarga, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga semakin tinggi partisipasi karna adanya dorongan untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut, meskipun begitu jumlah tanggungan keluarga keluarga yang dimiliki oleh resoponden tidak memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3.

45

Hubungan antara Tingkat Pendapatan Keluarga Responden dengan Tingkat Partisipasi Responden Hubungan tingkat pendapatan keluarga responden dengan tingkat partisipasi resoponden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametik Rank Spearman karena kedua variabel memiliki data ordinal. Berdasarkan hipotesis, tingkat pendaptan keluarga resoponden memiliki hubungan dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan PLP3. Hubungan antara tingkat pendapatan keluarga resoponden dengan tingkat partisipasi resoponden dalam kegiatan dapat dilihat pada tabulasi silang dibawah ini. Tabel 23 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pendapatan keluarga responden dan tingkat partisipasi responden dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Responden dalam PLP3 Tingkat Pendapatan Rendah Sedang Tinggi Total Keluarga n % n % n % n % Rendah 1 2,4 8 19,6 21 51,2 30 73,2 Sedang 1 2,4 1 2,4 5 12,2 7 17 Tinggi 0 0 1 2,4 3 7,4 4 9,8 Total 2 4,8 10 24,5 29 70,8 41 100 Tabel 23 menunjukkan tidak ada kecendrungan hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat partisipasi resoponden dalam PLP3. Hal ini tidak berarti semakin rendah, sedang maupun tinggi tingkat pendapatan resoponden, maka semakin tinggi pula tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan PLP3. Data menunjukkan bahwa resoponden yang memiliki partisipasi tinggi adalah resoponden yang memiliki pendapatan rendah. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi Rank Spearman dengan nilai korelasi antar variabel sebesar rs= -0,053. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut hampir tidak memiliki korelasi dan terbalik. Dapat dilihat juga nilai signifikan hitung sebesar 0,740> α (0,1). Artinya tidak terdapat hubungan yang nyata dan signifikan. Tingginya partisipasi resoponden yang memiliki tingkat pendapatan rendah beranggapan bahwa dengan mengikuti kegiatan PLP3 dapat meningkatkan pendapatan mereka. Melalui kegiatan PLP3, anggota diberikan pelatihanpelatihan yang dapat meningkatkan kemampuan mereka, sehingga mereka dapat membuat kerajinan-kerajinan ataupun olahan-olahan yang dapat mereka jual, sehingga dapat menambah pendapatan keluarga. Selain itu, rendahnya partisipasi resoponden yang berpendapatan tinggi karna mereka menganggap kegiatan PLP3 ini hanya sebagai sarana untuk mengisi waktu luang dan menambah pengetahuan, sehingga mereka jarang mengikuti kegiatan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan dan minitoring dan evaluasi. Seperti yang diungkapkan salah satu resoponden sebagai berikut: “... Ibu ikut ini harapannya sih buat nambah pemasukan neng, kadang kalau ikut pelatihan-pelatihaan kan sering dikasih uang saku sama penyuluhnya ...” (NA, 39 tahun).

46

47

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PARTISIPASI RESPONDEN DENGAN PERUBAHAN PERILAKU RESPONDEN Perubahan perilaku merupakan output yang dihasilkan sebagai hasil dari keterlibatan anggota dalam mengikuti kegiatan PLP3. Hubungan tingkat partisipasi resoponden dengan perubahan perilaku resoponden diuji dengan menggunakan uji statistik korelasi non-parametik Rank Spearman karena kedua variabel memiliki data ordinal. Hubungan antara tingkat partisipasi resoponden dengan perubahan perilaku resoponden dapat dilihat pada tabulasi silang dibawah ini. Tabel 24 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi resoponden dan perubahan perilaku resoponden dalam PLP3 Perubahan Perilaku Responden dalam PLP3 Tingkat Partisipasi Rendah Sedang Tinggi Total n % n % n % n % Rendah 0 0 1 2,4 1 2,4 2 4,9 Sedang 0 0 2 4,9 8 19,5 10 24,4 Tinggi 0 0 1 2,4 28 68,3 29 70,7 Total 0 0 4 9,7 37 91,2 41 100 Berdasarkan Tabel 24, terdapat kecendrungan semakin ringgi tingkat partisipasi semakin tinggi perubahan perilaku resoponden. Hasil penelitian juga diperkuat dengan hasil uji korelasi Rank Spearman, diperoleh nilai korelasi antar variabel sebesar rs= 0,404. Nilai tersebut menunjukkan hubungan kedua variabel tersebut memiliki hubungan korelasi sedang. Dapat dilihat juga nilai signifikan hitung sebesar 0,009< α (0,1). Artinya hubungan nyata dan signifikan antara kedua variabel. Perubahan perilaku resoponden dilihat berdasarkan tiga indikator, yakni peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan peningkatan keterampilan yang dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Jumlah responden berdasarkan indikator perubahan perilaku pada kegiatan PLP3 Indikator Perubahan Pengetahuan Perubahan Sikap Peningkatan Keterampilan

Pernyataan Pengetahuan dan wawasan saya meningkat dengan mengikuti kegiatan PLP3 Rasa percaya diri saya meningkat dengan mengikuti PLP3 Saya dapat menerapkan ilmu yang saya dapat dari mengikuti kegiatan PLP3 di rumah Kemampuan komunikasi saya meningkat dengan mengikuti PLP3 Jejaring dengan pihak luar meningkat dengan mengikuti PLP3

Ya

Tidak

92,7%

7,3%

83%

17%

85,3%

14,7%

85,3%

14,7%

87,8%

12,2%

48

Tabel 25 menunjukkan bahwa mayoritas resoponden telah memberikan penilaiannya pada indikator pernyataan perubahan pengetahuan. Setelah berpartisipasi dalam kegiatan PLP3, resoponden merasakan adanya perubahan pengetahuan dalam dirinya. Resoponden merasa setelah mengikuti kegiatan PLP3 pengetahuannya menjadi meningkat karna anggota sering diberikan materi-materi dan pelatihan-pelatihan oleh penyuluh. Salah satu contoh pelatihan yang diikuti oleh resoponden adalah pelatihan pemanfaatan perkarangan dengan menanam tanaman. Responden diberikan pengetahuan bagaimana cara menanam tanaman yang benar dan bagaimana cara memanfaatkan perkarangan dan media yang ada disekitar untuk dijadikan wadah tanaman, sehingga perkarangan yang tidak terpakai dapat dimanfaatkan untuk menanam tanaman. Seperti yang diungkapkan salah seorang resoponden sebagai berikut: “... Dulu lahan di depan rumah ibu itu kosong neng, dibiarin gitu aja, trus sekarang udah ibu tanam berbagai macam sayuran dari bibit yang dikasih sama ibu EF...” (SF, 42 tahun). Perubahan sikap juga dirasakan oleh mayoritas resoponden. Mereka merasa dengan mengikuti kegiatan PLP3 ini rasa percaya dirinya menjadi meningkat. Hal ini dikarenakan resoponden yang dulunya tidak memiliki keahlian apapun semenjak mengikuti PLP3, mereka memiliki keterampilan baik dalam bidang mengolah makanan, keterampilan dan budidaya tanaman. Selain itu, dengan mengikuti kegiatan PLP3 ini resoponden juga dapat menambah teman, sehingga dapat meningkatkan jejaringnya dengan pihak luar. Seperti yang diungkapkan salah seorang resoponden sebagai berikut: “... Ibu dulu gak bisa apa-apa neng, apalagi buat olahan makanan gitu ibu gak bisa, tapi sekarang alhamdulillah ibu bisa sedikit-sedikit. Jadi kalau ada acara atau pas lebaran ibu kan gak perlu beli-beli kue lagi ...” (ES, 40 tahun). Selain adanya perubahan pengetahuan dan sikap, mayoritas resoponden juga merasakan adanya perubahan keterampilan. Resoponden tidak hanya menerapkan ilmu yang didapatkan dari pelatihan tersebut ketika kegiatan PLP3 berlangsung aja, tetapi resoponden tersebut juga menerapkan ilmu yang didapatkannya di rumah. Salah satu kegiatan yang diterapkan oleh resoponden di rumahnya yaitu membuat olahan makanan dari ubi. Olahan tersebut dijadikan brownies dan keripik yang kemudian dijual oleh resoponden tersebut sehingga dapat menambah pemasukan keuangan keluarga. Seperti yang diungkapkan salah seorang a resoponden sebagai berikut: “... Kemaren Bu AF ngajarin gimana cara ngebuat brownies ubi dari singkong neng, trus ibu coba-coba deh ngebuatnya di rumah. Waktu ada saudara ibu yang datang ibu suruh cicipin, rupanya saudara ibu tertarik trus saudara ibu itu mesen, kan lumayan neng ...” (AD, 48 tahun).

49

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang memiliki respon yang positif terhadap kegiatan KWT, hal ini ditunjukkan dengan anggota KWT yang berpartisipasi aktif dalam kegiatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa: 1. Tingkat partisipasi anggota dalam kegiatan KWT berada pada kategori tinggi. Anggota KWT terlibat aktif mulai dari tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan dan juga tahap monitoring dan evaluasi 2. Motivasi memiliki hubungan nyata dengan tingkat partisipasi disebabkan karena anggota KWT menganggap dengan berpartisipasi dalam kegiatan PLP3 ini dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan yang diperoleh dari pelatihanpelatihan yang diadakan oleh penyuluh dan pihak lainnya. 3. Terdapat hubungan nyata antara tingkat partisipasi dan perubahan perilaku anggota KWT yang terlihat dari adanya peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan juga peningkatan keterampilan. Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat beberapa saran dapat diajukan, di antaranya: 1. Diharapkan pemerintah membuat program-program yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, khususnya para wanita yang tergabung dalam KWT. 2. Diharapkan pemerintah membuat kebijakan yang dapat mendorong partisipasi khususnya wanita yang tergabung dalam KWT dalam programprogram yang dapat meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan. 3. Diperlukan penelitian lanjutan yang memperhatikan dinamika kelompok dalam KWT.

50

51

DAFTAR PUSTAKA Abdussamad. 1991. Partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan pertanian. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Adisasmita R. 2006. Membangun Desa Partisipatif. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ancok D. 2006. Metode Penelitian Survai. Jakarta (ID): LP3ES Asngari PS, Narso, Muljono P, Saleh A. 2012. Strategi pengembangan peran penyuluh pertanian lapang di Provinsi Banten. [Internet]. [diunduh 15 Agustus 2016]; 8(2). Tersedia pada: http://download.portalgaruda.o rg/article.php?article=268148&val=7100&title=The%20Strategy%20of%2 0Role%20Development%20of%20Agriculture%20Extension%20Agent% 20InBanten. Astuti UP, Sugandi D, Wahyuni T. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi wanita tani dalam pemanfaatan perkarangan. [internet]. [diunduh 20 September 2016]. Tersedia pada: beng kululitbang.pertanian. go.id/ind/images/dokumen/sosek/dedi-bptpbkl.pdf. Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian. 2013. [internet]. [diunduh 11 Agustus 2016]. Tersedia pada: pusdatin.setjen.per tanian.go.id. Bayoa GA. 2008. Partisipasi perempuan dalam implementasi kebijakan pengelolaan program keluarga dan masyarakat sejahtera. [Internet]. [diunduh 14 Februari 2016]. Tersedia pada: ejournal.unsrat.ac.id/index.php /governance/article/download/.../1221. Belem W. 2002. Beberapa faktor yang berhubungan dengan wanita tani dalam pemanfaatan lahan perkarangan (Kasus Kecamatan Konda, Kabupaten Kendari, Sulawesi Tenggara). [tesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah petani menurut sektor atau subsektor dan jenis kelamin. [Internet]. [diunduh pada 29 September 2016]. Tersedia pada: www.bps.go.id. Departemen Pertanian. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Kelompok TaniNelayan. Jakarta (ID): Pusat Penyuluh Pertanian. Dewi NLAFM. 2011. Pengaruh usaha kempok wanita tani mekar usaha terhadap pendapatan keluarga di Banjar Dinas Saren Kauh, Desa Budankeling, Kecamatan Bebanden, Kabupaten Karangasem. [Internet]. [diunduh 28 September 2016]. Jurnal Pendidikan Ekonomi. Tersedia pada: ejournal. undiksha .ac. id /index .php/JJ PE/article/download/481/396v Dhanie IA. 201). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Anggota Pada KUD Makmur Jaya Kecamatan Jekulo Kudus. [Internet]. [diunduh 3 September 2016]. Jurnal Ilmiah Fakultas Ekonomi Universitas Negri Semarang. Tersedia pada: http://lib.unnes.ac.id.7609/. Dorojatin. 1990. Partisipasi petani dalam kegiatan proyek perusahaan inti rakyat perkebunan (PIR-BUN) lokal teh di Kabupaten Batang Provinsi JawaTengah. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

52

Endang RP, Tenaya IM, Astiti NW. 2014. Peran wanita tani dalam penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) pada usahatani jagung di Kecamatan Pringgabaya Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Manajemen Bisnis. [internet]. [diunduh 10 Maret 2016]; 2(1). Tersedia pada: ojs.unud. ac.id/index.php/agribisnis/article/download/10200/7500. Hafriyanto. 2013. Pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan, sikap dan tindakan petani di Desa Kumbo Pasuruan terkait penggunaan alat pelindung diri (APD) dari bahaya pestisida. [skripsi]. [diunduh 29 September 2016]. Tersedia pada: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/ 25507/1/DEFRI%20AFRIANTO%20-%20FKIK.pdf. Haryanto S. 2008. Peran aktif wanita dalam peningkatan pendapatan rumah tangga miskin : Studi kasus pada wanita pemecah batu di Pucanganak Kecamatan Tugu Trenggalek. Jurnal Ekonomi Pembangunan. [Internet]. [diunduh 9 Oktober 2015]; 9(2): 216-227. Tersedia pada: https://publikasi ilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/155/6.%20Sugeng%20Haryanto %20(Peran%20Aktif%20Wanita).pdf?sequence=1. Hermanto. 1993. Ilmu Usaha Tani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Karmini NL. 2012. Pengaruh pendapatan, jumlah anggota keluarga dan pendidikan terhadap pola konsumsi rumah tangga miskin di Kecamatan Gianyar. [Internet]. [diunduh 25 Januari 2016]. Tersedia pada: http://ojs.u nud.ac.id/index.php/eep/article/viewFile/1987/1370. [KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2016.[diunduh 3 September 2016]. Tersedia pada: http://kbbi.web.id/. Mardikanto T. 2009. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Surakarta (ID): UNS Press. Mardikanto T. 2010. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press. Metalisa R. 2011. Tingkat partisipasi wanita tani dalam kegiatan kelompok tani di Kelurahan Korong Gadang Kecamatan Kuranji Kota Padang. [skripsi]: Universitas Andalas. Monoppo CN. 2009. Faktor-faktor yang berhubungan dengan partisipasi wanita tani dalam usahatani kakao. (Kasus di Kecamatan Palolo Kabupaten Dinggala Provinsi Sulawesi Tengah). [tesis]. Bogor (ID): Mugniesyah SS. 2009. Materi Bahan Ajar Pendidikan Orang Dewasa (KPM 301). Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mosher AT. 1981. Menggerakkan dan Pembangunan Pertanian.Jakarta (ID): CV Yasaguna. Mugniesyah SS. 2006. Materi Bahan Ajar Ilmu Penyuluhan (KPM 211). Bogor [ID]: Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah SS. 2009. Materi Bahan Ajar Pendidikan Orang Dewasa (KPM 301). Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, karakteristik dan implementasi). Bandung (ID): Remaja Rosdakarya.

53

Nurjannah R, Sayamar E, Yulida R. 2015. Tingkat partisipasi anggota kelompok tani dalam program model kawasan rumah pangan lestari di Desa Tualang Kecamatan Tualang Kabupaten Siak. Jurnal Faperta. [Internet]. [diunduh pada 30 September 2015]; 29(1). Tersedia pada: http://jom. unri .ac. id / in dex.php/JOMFAPERTA/article/viewFile/3905/3796/index.php/jidtind/arti cle/view/1642. Pangestu MHT. 1995. Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan perhuta nan sosial (Studi kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat). [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Permentan]. Peraturam Menteri Pertanian Nomor 15/Permentan/OT.140/2/2013. Tentang Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat Badan Ketahanan Pangan. 2013. [Internet]. [diunduh pada 22 Oktober 2016]. Tersedia pada: http://perun dangan.pertan ian.go.id/admin /file/PERMENTAN-Nomor% 2015 %20tahu n%202013%20%20Program %20Diversifikasi%202013%20(fix).pdf. [Permentan]. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35/Permentan/OT.140/7 /2008/Tentang Persyaratan dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan yang Baik. 2008. [Internet]. [diunduh pada 22 Oktober 2016]. Tersedia pada: http://p2t.jatimprov.go.id/uploads/KUM PU LAN%20PERATURAN%20PERIZINAN%20PER%20SEKTOR%20201 4/PERTANIAN/8.%20Permentan-35%20th2008%20ttg%20GMP.pdf. [Permentan]. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 82/Permentan/ OT.OT. 140/8/ 2013/Tentang Pedoman Pembinaan Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani. 2013. [Internet]. [diunduh pada 12 Agustus 2016]. Terse dia pada: http://perundangan.pertanian.go.id/admin/file/Permentan%20No. 82%20Tahun%202013.pdf. [Permentan]. Peraturan Mentri Pertanian Nomor: 273/ Kpts/ OT. 160/4 /2007/ Tentang Pedoman Pembinaan Kelembagaan Petani. 2007. [Internet]. [diun duh pada 12 Agustus 2016]. Tersedia pada: http://perundangan.perta nian.go.id/admin/file/SK-273-07.pdf. Rakhmat J. 2001. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung (ID): Remaja Rosdakarya. Rogers EM. 2003. Diffusion of Innovations. 5th Ed. New York: Free Press. Silva ABS. 2012. Pengaruh kompetensi dan peranan penyuluh pertanian terhadap partisipasi anggota coperativa cafe organik dan keberdayaan petani kopi di Suco Estado Sub Distrik Ermera Distrik Ermera Timor Leste. [tesis]. [Internet]. [diunduh 29 September 2016]. Tersedia pada: https://idtesis. com/peranan-penyuluh-pertanian-terhadap-partisipasi-anggota-coperativacafe-organik/ Simanjuntak M, Hayati. 2013. Kapasitas dan partisipasi perempuan anggotatani dalam kegiatan bisnis. Jurnal Enterpreneur dan Enterpreneurshp. [Internet]. [diunduh 6 Oktober 2015]; 2(1). Tersedia pada: http ://repository.ipb.aci.d/ handle/123456789/70501. Sunarto. 2003. Perilaku Organisasi. Jakarta (ID): Amus. Sutriyah K. 1990. Perempuan, Kerja dan Rumah Tangga. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Syahyuti. 2006. 30 Konsep Penting Dalam Pembangunan Perdesaan dan Pertanian. Jakarta (ID): Bina Rena Pariwara

54

Tamarli. 1994. Partisipasi Petani dalam Penyuluhan dan Penerapan Program Supra Insus. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Theresia A, Andini KS,Nugraha PGB, Mardikanto T. 2014. Pembangunan Berbasis Masyarakat Acuan Bagi Praktisi, Akademisi dan Pemerhati Pengembangan Masyarakat. Bandung (ID): Alfabeta. Uphoff NT, Cohen JM, Goldsmith AA. 1979. Rural Development Committee: Feasibility and Application of Rural Development Participation: A. Stateof-the-Arth Paper. New York: Cornell University. Van Den Ban AW, Hawkins. 2003. Penyuluh Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius. Yudanto H. 2009. Hubungan antara pengarusutamaan anak dalam proses pembala jaran dengan terwujudnya sekolah rumah anak. [tesis]. Surakarta (ID).

55

LAMPIRAN

56

57

Lampiran 1 Format catatan harian CATATAN HARIAN KE“Hubungan Antara Tingkat Partisipasi Perempuan dalam Kelompok Wanita Tani Desa Cikarawang dengan Tingkat Pendapatan Keluarga” Topik

:

Metode

:

Informan/Partisipan

:

Hari & Tanggal

:

Waktu & Durasi

:

Tempat

:

Kondisi & Situasi

: DESKRIPSI

INTERPRETASI

58

Lampiran 2 Peta Wilayah Desa Cikarawang

Skala 1: 5000 Sumber: Dokumentasi kegiatan survei dan observasi lokasi penelitian

59 1

Lampiran 3 Jadwal Pelaksanaan Penelitian Kegiatan Penyusunan Proposal Penelitian Kolokium Perbaikan Proposal Pengambilan Data Lapangan Pengolahan dan Analisis Data Penulisan Draft Skripsi Sidang Skripsi Perbaikan Penulisan Skripsi

Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agustus Sept Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1

60

Lampiran 4 Daftar nama responden di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor menurut usia, Kategori KWT dan Alamat No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37.

Nama AN RU EH ES SU NA AS HE RS EN TM UU SO AS NY EM NA TA MM EN AM MM AR DH NA AY MA AR ME TH YA AD EN NA MA AR WA

Usia 46 42 55 36 40 39 20 43 39 41 42 42 42 72 44 80 35 66 46 40 80 30 34 35 50 42 39 44 26 36 36 48 40 36 46 33 54

Kategori KWT KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Dahlia KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Melati KWT Mawar KWT Mawar KWT Mawar

Alamat RT 03 RW 06 RT 03 RW 06 RT 02 RW 06 RT 02 RW 06 RT 03 RW 06 RT 02 RW 06 RT 03 RW 06 RT 03 RW 06 RT 04 RW 06 RT 03 RW 06 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 01 RW 03 RT 01 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 01 RW 01 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 04 RW 03 RT 02 RW 01 RT 01 RW 01 RT 02 RW 01

2

61

38. 39. 40. 41.

FA AA IN EN

38 32 46 38

KWT Mawar KWT Mawar KWT Mawar KWT Mawar

RT 01 RW 01 RT 02 RW 01 RT 02 RW 01 RT 02 RW 01

3

62

Lampiran 5 Hasil uji Rank Spearman Hasil uji Rank Spearman hubungan antara usia dengan tingkat partisipasi

Correlations tingkat usia baru Spearman's rho

tingkat usia baru

Correlation Coefficient

1.000

-.178

.

.266

41

41

-.178

1.000

.266

.

41

41

Sig. (2-tailed) N TPARBAR

TPARBAR

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Hasil uji Rank Spearman hubungan antara tingkat motivasi dengan tingkat partisipasi Correlations TMOV Spearman's rho

TMOV

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

TPARBAR

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

TPARBAR

1.000

.424**

.

.006

41

41

.424**

1.000

.006

.

41

41

63

4

Hasil uji Rank Spearman hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi Correlations Tingkat Pendidikan Spearman's rho

Tingkat Pendidikan

Correlation Coefficient

1.000

.253

.

.110

41

41

Correlation Coefficient

.253

1.000

Sig. (2-tailed)

.110

.

41

41

Sig. (2-tailed) N TPARBAR

TPARBAR

N

Hasil uji Rank Spearman hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan tingkat partisipasi Correlations Tingkat Anggota Keluarga Spearman's rho

Tingkat Anggota Keluarga

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

TPARBAR

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

TPARBAR

1.000

-.163

.

.310

41

41

-.163

1.000

.310

.

41

41

5

64

Hasil uji Rank Spearman hubungan antara tingkat pendapatan keluarga dengan tingkat partisipasi Correlations Pendapatan Sebelum KWT Spearman's rho

Pendapatan Sebelum KWT

Correlation Coefficient

1.000

-.053

.

.740

41

41

-.053

1.000

.740

.

41

41

Sig. (2-tailed) N TPARBAR

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)

TPARBAR

N

Hasil uji Rank Spearman hubungan antara persepsi atas peran penyuluh dengan tingkat partisipasi Correlations Tingkat Peran Penyuluh Spearman's rho

Tingkat Peran Penyuluh

Correlation Coefficient

1.000

.056

.

.730

41

41

Correlation Coefficient

.056

1.000

Sig. (2-tailed)

.730

.

41

41

Sig. (2-tailed) N TPARBAR

TPARBAR

N

6 65

Hasil uji Rank Spearman hubungan antara tingkat partisipasi dengan perubahan perilaku anggota KWT Correlations Tingkat Partisipasi Spearman's rho Tingkat Partisipasi

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Tingkat_Output

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

Tingkat_Output

1.000

.404**

.

.009

41

41

.404**

1.000

.009

.

41

41

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Hasil uji Rank Spearman hubungan antara tingkat partisipasi dengan peningkatan pendapatan anggota KWT Correlations PENDAPATAN TPARBAR Spearman's rho

TPARBAR

Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

PENDAPATAN SKWT BARU Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N

SKWT BARU

1.000

.015

.

.927

41

41

.015

1.000

.927

.

41

41

78 7

66

Lampiran 6 Tulisan tematik Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang Kelompok Wanita Tani (KWT) di Desa Cikarawang mulai terbentuk pada tahun 2008. Pada awalnya, hanya terdapat satu KWT di Desa Cikarawang yang bernama KWT Melati yang diketuai oleh ibu Norma. KWT Melati ini berada di bawah Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Mandiri Jaya yang diketuai oleh Bapak Ahmad Bastari. Alasan dibentuknya KWT Melati ini karna pada saat itu karna pada awalnya kelompok tani Mandiri Jaya telah mengelola ubi jalar manjadi tepung ubi, sehingga timbul keinginan ibu-ibu untuk membentuk kelompok wanita tani yang diberi nama KWT Melati. Melalui kelompok tani tersebut ibu-ibu dan remaja mengolah tepung ubi menjadi kue yang menjadi produk andalan KWT Melati. Pada awalnya KWT ini memiliki anggota sebanyak 20 secara administratif, namun seiring berjalannya waktu anggota KWT ini bertambah menjadi 24 orang. Namun, ada juga anggota KWT yang menggundurkan diri dikarenakan anggota tersebut sibuk dengan pekerjaannya masing-masing dan beberapa anggota juga sudah berusia tua, sehingga kondisi fisiknya tidak memungkinkan untuk mengikuti kegiatan KWT. Melihat kesuksesan dari KWT Melati, kemudian dibentuklah dua KWT lainnya, yaitu KWT Mawar yang dibentuk pada tahun 2010 yang diketuai oleh ibu Ina. Produk unggulah dari KWT Mawar ini adalah olahan pangan kue kembang goyang dengan bahan dasar tepung ubi jalar serta tanaman pangan. Pada awalnya anggota KWT Mawar ini berjumlah 10 orang, namun seiring berjalannya waktu tiga orang anggota keluar karna alasan pribadi, sehingga anggota KWT Mawar saat ini hanya berjumlah tujuh orang. Pada tahun 2014 dibentuklah KWT Dahlia yang diketuai oleh ibu Nok Hasanah dengan anggota berjumlah 10 orang. Produk unggulan dari KWT ini adalah keripik dari ubi jalar dan kerajinan dari daur ulang sampah yang dijadikan tas dan dompet. Anggota KWT Desa Cikarawang sering mengikuti pelatihan dari pihak BP5K, pihak IPB dan lainya dalam bidang pertanian, pengolahan hasil pertanian dan kerajinan tangan. Kegiatan pengolahan hasil pertanian berupa pembuatan kue bahan dasar ubi dan pembuatan tepung ubi, serta pembuatan keripik singkong. Sedangkan kerajinan tangan adalah menyulam dan mendaur ulang sampah. Ketiga KWT memiliki ciri khas masing-masing dalam olahan pangan, tetapi tetap pada sektor pertanian dengan memanfaatkan perkarangan rumah untuk menanam berbagai jenis sayuran seperti caisin, seledri, cabai, kol, tomat dan beberapa jenis sayuran lainnya. Partisipasi Anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang Partisipasi merupakan bagian terpenting dalam suatu pembangunan. Partisipasi dapat menjadi ukuran dari keberhasilan suatu program atau kegiatan. Partisipasi anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang tergolong tinggi. Anggota KWT terlibat secara aktif dalam setiap tahapan kegiatan,mulai dari tahap pengambilan keputusan, tahap pelaksanaan, tahap menikmati hasil, serta tahap monitoring dan evaluasi. Pada tahap pengambilan keputusan, anggota KWT ikut

67

8

terlibat dalam perencanaan dan penyususan program. Anggota KWT berpartisipasi secara aktif memberikan ide dalam menentukan jenis olahan yang akan dibuat, memilih bahan-bahan dasar, menentukan pelaksanaan kegiatan. Sebelum melakukan kegiatan biasanya ketua KWT mengumpulkan anggota untuk berdiskusi mengenai kegiatan yang akan dilakukan. Diskusi tersebut biasanya dilakukan di rumah ketua atau di Balai Desa, dalam pertemuan tersebut, ketua meminta setiap anggota untuk menyampaikan ide-ide untuk kegiatan yang akan dilakukan, menentukan jenis olahan apa saja yang akan dibuat selanjutnya dan juga menentukan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat olahan tersebut. Selain berpartisipasi aktif dalam tahap pengambilan keputusan, anggota KWT juga terlibat aktif dalam tahap pelaksanaan, hal ini dapat terlihat dari keaktifan responden dalam pertemuan atau rapat yang diadakan oleh penyuluh maupun oleh ketua KWT. Selain aktif dalam mengikuti rapat, anggota KWT juga aktif dalam kegiatan pengupasan ubi yang dilakukan sebulan dua kali. Selain itu, untuk menunjang kegiatan KWT, anggota juga ikut serta dalam memberikan sumbangan berupa uang dan barang. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah seorang anggota KWT sebagai berikut: “... Ibu kemaren ada nyumbang kuali neng buat KWT, dari pada di rumah gak kepakae, jadi mending ibu sumbangin aja. Soalnya kemaren pernah pas ada acara nyambut tamu, kan mesti masak banyak tu neng, jadi sempet kekurangan peralatan masak, yaudah ibu kasih aja punya ibu ...” (EN, 40 tahun). Tingginya tingkat partisipasi anggota KWT tidak hanya pada tahap pengambilan keputusan dan pelaksanaan saja, anggota KWT juga berpartisipasi aktif dalam tahap monitoring dan evaluasi. Tahap monitoring dan evaluasi dianggap penting karna tahap ini sebagai bahan acuan dalam melaksanakan kegiatan berikutnya. Pada tahap ini, anggota KWT memberikan kritik dan saran kepada penyuluh maupun ketua terkait kegiatan yang telah dilaksanakan. Monitoring dan evaluasi ini biasanya diadakan sebulan sekali disalah satu rumah anggota KWT, anggota menyampaikan permasalahan yang ada kemudian secara bersama-sama, anggota, ketua dan penyuluh mencari solusi permasalahan tersebut. Tapi, tidak semua anggota KWT yang mau menyampaikan kritik, saran dan permasalahan yang dihadapati selama kegiatan, ada juga anggota yang diam saja apabila terjadi masalah selama kegiatan berlangsung. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang anggota KWT sebagai berikut: “... Kemaren Bu Aprina ada ngasih bibit buat ditanam di rumah neng, tapi pas ibu tanam bibit gak numbuh-numbuh, malahan mati neng. Ibu bingung kenapa bisa mati. Tapi yaudah ibu biarin aja ...” (IN, 46 tahun). Alasan anggota KWT tersebut tidak memberitahukan permasalah yang dihadapinya karna iya merasa tidak begitu dekat dengan penyuluh dan ia segan untuk memberitahukannya kepada penyuluh maupun ketua, ia juga menyebutkan bahwa ia mengikuti kegiatan KWT ini hanya sekedar ikut-ikutan saja karna diajak oleh anggota lainnya.

9

68

Perubahan Perilaku Anggota Kelompok Wanita Tani di Desa Cikarawang Menurut Dahama dan Bhatnagar yang dikutip oleh Mugniesyah (2006) kegiatan yang disebut pendidikan merupakan proses yang akan membawa pada perubahan perilaku manusia yang diingankan dan juga sebagai proses peroleh pengetahuan dan kebiasaan melalui sebuah pengajaran. Sebagai suatu kegiatan pendidikan, penyuluhan pertanian bertujuan untuk merubah perilaku petani, yang mencangkup tiga aspek, yaitu ranah kognitif atau pengetahuan, ranah afektif atau ranah sikap dan ranah psikomotorik atau keterampilan. Berdasarkan hasil penelitian, perubahan perilku tersebut terjadi pada anggota KWT. Sebelum adanya kegiatan PLP3 ini, banyak anggota KWT yang tidak memiliki keterampilan apapun, namun setelah mengikuti kegiatan KWT dan diberikan penyuluhan serta pelatihan, kemampuan anggota KWT menjadi meningkat, baik itu dari segi pengetahuan, sikap dan juga keterampilan. Hal ini didukung oleh pernyataan salah satu anggota KWT sebagai berikut: “... Dulu ibu mah gak bisa apa-apa neng, tapi semenjak ikut KWT dan ikut pelatihan ibu jadi bisa buat kerajinan. Sekarang ibu bisa buat tas dari bungkus kopi neng ...” (NA, 39 tahun). Adanya perubahan sikap dapat dilihat dari anggota KWT yang menerapkan ilmu yang diperolehnya di rumah.Sebagai contoh, ketika diberilakan pelatihan mengenai pemanfaatan perkarangan rumah dengan menanami halaman rumah tersebut, tumbuhan dan juga sayuran. Setelah mengikuti pelatihan tersebut, banyak dari anggota KWT yang memanfaatkan perkarangan rumahnya untuk ditanami tumbuhan seperti sayur. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang anggota sebagai berikut: “... Kemaren perkarangan ibu ni kosong neng, sekarang udah ibu tanami berbagai macam sayuran neng,lumayan juga kan hasil panennya bisa buat ibu masak ...” (FA, 38 tahun).

Peningkatan Pendapatan Anggota Kelompok Wanita Tani Desa Cikarawang Ouput dari kegiatan KWT ini tidak hanya berupa perubahan perilaku, kegiatan KWT ini. Sebagai suatu program penyuluhan, kegiatan PLP3 ini diharapkan juga dapat meningkatkan pendapatan keluarga melalui penjualan hasil olahan-olahan yang dibuat oleh anggota KWT. Kegiatan mengupas kulit ubi jalar tersebut dilakukan sebulan dua sekali. Biasanya kegiatan pengupasan tersebut dilakukan dari hari senin sampai jum’at. Tarif yang diberikan kepada anggota KWT tersebut sebesar Rp.200,- per kg nya. Dalam sehari setiap anggota bisa mengupas satu karung yang berisi 50 kg ubi, berarti dalam sehari setiap anggota bisa mendapatkan upah sebesar Rp. 10.000,- dan apabila anggota tersebut rutin melalukan kegiatan tersebut, maka dalam seminggunya ia bisa mendapatkan uang sebesar Rp. 50.000,-.

10

69

Berdasarkan hasil penelitian, kegiatan PLP3 ini tidak memiliki hubungan dengan peningkatan pendapatan keluarga. Menurut anggota KWT, kegiatan PLP3 ini tidak dapat meningkatkan pendapatan keluarga, melainkan dapat mengurangi pengeluaran, karena anggota KWT dapat memanfaatkan hasil dari kegiatan KWT untuk dikonsumsi sendiri. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang anggota KWT sebagai berikut: “... Ibu sekarang udah jarang beli sayuran neng, kan kemaren ibu dikasih bibit sayur sama Bu Aprina, jadi pas panen ibu ambil sayuran itu aja untuk dimasak, jadi bisa hemat neng ...” (AR, 33 tahun). “... Pas harga cabe lagi naik, ibu-ibu KWT gak begitu khawatir neng. Soalnya kan pada nanam cabe, jadi bisa ngambil cabe itu aja neng ...” (NA, 36 tahun).

11 70

Lampiran 7 Dokumentasi penelitian

71

12

RIWAYAT HIDUP Nadya Ferdiani adalah anak pertama dari tiga bersaudara, pasangan suami istri Ferdinal dan Ernita. Penulis diilahirkan di Pekanbaru tangga 2 Juni 1994. Pendidikan formal yang pernah dijalani penulis dimulai dari TK Avia periode tahun 1999-2000, selanjutnya menempuh pendidikan dasar di SDN 042 Pekanbaru kurun 2000-2006. Pendidikan menengah ditempuh mulai dari SMP Negeri 8 Pekanbaru pada periode tahun 2007-2009, yang dilanjutkan ke jenjang SMA Negeri 4 Pekanbaru pada kurun waktu 2009-2012. Pada bulan Juli tahun 2012 penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (SKPM), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beaiswa Utusan Daerah (BUD). Penulis menerima Beasiswa Utusan Daerah (BUD) dari tahun 2012 hingga 2016. Selain aktif dalam perkuliahan, penulis aktif mengikuti Organisasi Mahasiswa (OMDA), Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat (HIMASIERA) pada tahun 2013-2014.

More Documents from "uname blabla"