LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI KRONIK DI RUANG ICCU RSUD Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS
Oleh: Renata Oktavian Haris NIM 162310101084
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS JEMBER JEMBER 2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan aplikasi klinis yang dibuat oleh:
Nama
: Renata Oktavian Haris
NIM
: 162310101084
Judul
: LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ATRIAL FIBRILASI DI RUANG ICCU RSUD Dr. H. KOESNADI BONDOWOSO
telah diperiksa dan disahkan oleh pembimbing pada:
Hari
: Senin
Tanggal
: 21 Januari 2019
Bondowoso, 21 Januari 2019
TIM PEMBIMBING
Pembimbing Akademik,
Pembimbing Klinik,
_________________________
_________________________
NIP……………………………
NIP............................................
2 ii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... ii DAFTAR ISI .............................................................................................. iii LAPORAN PENDAHULUAN .................................................................. 1 A. Konsep Teori Penyakit .................................................................. 1 1. Anatomi Fisiologis Jantung ..................................................... 1 2. Definisi Penyakit....................................................................... 11 3. Epidemiologi .............................................................................. 11 4. Etiologi....................................................................................... 11 5. Klasifikasi ................................................................................. 12 6. Patofisiologis ............................................................................. 13 7. Menifestasi klinis ..................................................................... 14 8. Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 15 9. Penatalaksanaan ..................................................................... 16 B. Clinical Pathway ............................................................................. 19 C. Proses Keperawatan Berdasarkan Tinjauan Teori .................... 20 D. Discarge Planning ........................................................................... 26 DAFTAR REFRENSI................................................................................ 27
iii3
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori Penyakit 1. Anatomi Fisiologi Jantung Anatomi Jantung Jantung adalah organ berotot dan berongga yang berfungsi memompa darah melalui pembuluh darah dengan frekuensi denyut yang ritmik. Jantung manusia dewasa mempunyai berat yang hampir sama antara satu orang dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-350 gr. Jantung secara normal terletak didalam rongga toraks, yang berada diantara sternum di sebelah anterior dan vertebra di sebelah posterior, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan diafragma Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anatomi eksternal dan anatomi internal. 1. Anatomi Eksternal Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian lapisan-lapisan pada jantung. Pada dasarnya terdapat tiga bagian lapisan pada jantung, yaitu pericardium, miokardium dan endokardium. Lapisan perikardium merupakan lapisan jantung bagian luar yang terbuat oleh jaringan ikat yang tebal. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium parietal yang berada dibagian luar dan perikardium visceral yang berada dibagian dalam. Ruangan diantara perikardium parietal dan perikardium visceral dinamakan rongga perikardial yang berisi cairan perikardium encer. Fungsi rongga tersebut adalah sebagai ruang kompsensasi pergerakan jantung. Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan lapisan paling tebal dan lapisan yang terdiri atas otot-otot jantung. Lapisan ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot ventrikel dan otot serat khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang lebih tipis dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak
1
dipengaruhi oleh fungsi kontraktilitas jantung berkaitan dengan fungsi pompa darah ke seluruh tubuh. Otot atrium dan otot ventrikel mempunyai kinerja kontraksi yang sama, sedangkan otot serat khusus lebih tergantung dari rangsang konduksi jantung. Lapisan yang terakhir adalah lapisan endokardium. Lapisan ini adalah suatu lapisan yang terdiri dari membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari jaringan epitel (endotel) dan berhubungan langsung dengan jantung. 2. Anatomi Internal Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri. Bagian kanan (atrium dan ventrikel kanan) dan kiri (atrium dan ventrike l kiri) jantung dipisahkan oleh suatu sekat yang dinamakan septum cordis. Disamping itu, jantung juga mempunyai 4 buah katup jantung, yang terdiri dari katup trikuspida lis, katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar pulmonalis dan katup semilunar aorta. a.
Atrium Kanan Atrium
kanan merupakan
ruang
pada jantung
yang berfungsi
untuk
menampung darah vena yang mengalir melalui vena kava inferior dan vena kava superior. Kedua vena kava bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava superior bermuara pada dinding bagian supero-posterior atrium kanan, sedangkan vena kava inferior bermuara pada dinding bagian infero-latero-posterior atrium kanan b.
Ventrikel Kanan Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan. Darah vena akan
dialirkan dari atrium kanan ke ventrikel kanan, yang sebelumnya melewati katup atrio-ventrikular kanan atau triskupidalis.
2
c.
Atrium Kiri Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah (bersih) yang berasal
dari paru-paru. Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonalis yang bermuara pada dinding postero-posterior atau postero-lateral. d.
Ventrikel Kiri Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang berfungs i
memompa darah ke seluruh bagian organ tubuh. Ventrikel kiri mempunyai tebal lapisan sebesar 2-3 kali lipat dibandingkan dengan ventrikel kanan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi pompa darah ventrikel kanan dan kiri. e.
Katup Semilunar Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup semilunar pulmonalis dan
katup semilunar aorta. Kedua katup ini mempunyai bentuk katup yang sama, tetapi secara antomis katup semilunar aorta lebih tebal dibandingkan dengan katup semilunar pulmonalis. Katup semilunar pulmonalis berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kanan dengan paru-paru, sedangkan katup semilunar aorta berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kiri dengan aorta. Setiap katup terdiri dari tiga daun katup, untuk katup semilunar pulmonalis terdiri dari daun katup anterior, dekstra dan sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri dari daun katup koroner dekstra, koroner sinistra dan non-koroner. f.
Katup Atrio-Ventrikuler Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup, yaitu katup trikuspidalis dan
katup bikuspidalis atau mitral. Katup trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun. Ketiga daun katup ini adalah katup anterior, septal dan katup posterior. Katup ini terletak sebagai sekat antara atrium kanan dengan ventrikel kanan. Sedangkan katup bikuspidalis (mitral) terletak sebagai sekat antara
3
atrium kiri dengan ventrikel kiri. Katup bikuspidalis (mitral) mempunyai dua daun katup, yang terdiri dari daun katup mitral anterior dan posterior. Aliran darah yang melewati kedua katup tidak hanya diatur oleh kedua katub ini, tetapi lebih diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup, korda tandinea, otot papillaris dan otot ventrikel. Keenam komponen ini merupakan rangkaian unit fungsional dalam proses aliran darah, sehingga bila terjadi ganggua n pada salah satu komponen akan mengakibatkan gangguan hemodinamik yang serius.
Gambar 1. Anatomi Jantung
4
Persarafan Jantung Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu serabut saraf simpatis dan serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium, ventrikel dan pembuluh darah koroner. Sedangkan serabut saraf parasimpatis mempersarafi nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan otot-otot atrium. Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal IIIVI dan diperantarai oleh norepinefrin. Sedangkan persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla oblongata dan diperantarai oleh asetilkolin. Secara fungsional, saraf simpatis mempengaruhi kinerja dari otot ventrikel, sedangkan saraf parasimpatis lebih berperan dalam mengontrol irama dan menurunkan laju denyut jantung. Pembuluh Darah Jantung Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini, baik arteri koroner kanan atau arteri koroner kiri keluar dari sinus valsava aorta. Arteri koroner kiri akan bercabang menjadi arteri sirkumfleks kiri dan arteri desendens anterior kiri yang memperdarahi sebagian besar bagian proksimal RBB (right bundle branch), LBB (left bundle branch) dan fasikulus anterior LBB. Sedangkan arteri koroner kanan akan bercabang menjadi arteri atrium anterior kanan yang memperdarahi nodus sino-atria l dan arteri koroner desendens posterior yang memperdarahi nodus atrio-ventrik uler dan fasikulus posterior LBB. Pembuluh darah balik dari otot jantung adalah vena koroner. Vana koroner ini berjalan berdampingan dengan arteri koroner yang akan masuk atau bermuara ke dalam atrium kanan melalui sinus koronarius . Gambar 2. Pembuluh Darah Jantung
5
Fisiologi Jantung
dan Sistem Konduks i
Jantung a. Fisologi Jantung Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik, akibat adanya potensial aksi (otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang melakukan kerja mekanik kontraksi), tetapi tidak menghasilkan potensial aksi dan 1 % sel-sel otoritmik yang tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi mempunyai fungsi dalam mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi. Aksi potensial otot jantung yang memicu suatu proses kontraksi mekanik jantung dinamakan excitation contraction coupling. Kontraksi otot jantung dimulai dengan adanya aksi potensial pada sel-sel otoritmik. Potensial aksi dimulai dari proses dopalarisasi, proses plateau dan proses repolarisasi. Ketiga proses ini merupakan rangkaian proses potensial aksi yang harus ada untuk memicu kontraksi otot jantung. Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi pembukaan saluran Na+ secara cepat. Proses masuknya ion Na+ menyebabkan perubahan potensial membran sel-sel otoritmik, mulai dari -70 mv hingga +30 mv. Setelah mencapai ambang batas perubahan potensial, saluran Na+ akan segera menutup yang kemudian diikuti pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan saluran Ca2+ terjadi secara lambat, yang menyebabkan proses plateau dan influks Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler atau sel-sel otoritmik. Setelah beberapa saat, saluran Ca2+ akan menutup dan terjadi pembukaan saluran K +. Pembukaan saluran K + menyebabkan terjadinya proses repolarisasi, yang ditandai dengan keluarnya atau effluks K + ke ekstraseluler.
6
Gambar 3. Fisiologi Potensial Aksi Jantung Proses kontraktilitas otot jantung terjadi pada fase plateau proses potensial aksi, dimana terjadi penutupan saluran Na2+ dan pembukaan saluran Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot jantung ini terjadi akibat influks Ca 2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada dasarnya terdapat dua mekanisme yang dapat menerangka n hal tersebut, yaitu Ca2+ ekstraseluler berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan saluran Ca2+ selama fase plateu pada potensial aksi jantung dan Ca 2+ yang dikeluarkan dari cadangan intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat rangsangan masuknya Ca2+ yang berasal dari ekstraseluler. Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan Ca 2+ dengan troponin. Ikatan antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot jantung, filamen- filamen tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk memperpendek tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan troponin akan menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada
7
fase ini, Ca2+ yang tidak berikatan dengan troponin akan disimpan kembali di dalam sarcoplamic reticulum dan sebagian Ca2+ keluar ke ekstraseluler. Proses keluarnya Ca2+ ke ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran dengan ion Na 2+ yang berada di ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang telah masuk kedalam intraseluler akan bertukaran secara aktif dengan ion K + melalui proses Na+- K +-ATPase .
Gambar 4. Fisiologi kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung b. Sistem Konduksi Jantung Pada dasarnya yang menyebabkan adanya potensial aksi hingga menimbulka n kontraktilitas otot jantung adalah adanya impuls atau rangsangan elektrik. Sistem konduksi jantung terdiri dari nodus sino-atrial, nodus atrio-ventrikuler, berkas his, berkas cabang kanan-kiri dan serabut purkinje. Rangsangan atau sinyal elektrik pertama jantung berawal di nodus sino-atrial (Nodus SA) yang berada di latero-superior atrium kanan. Terjadinya sinyal elektrik pada nodus SA menyebabkan kontraksi dari atrium, baik atrium kanan ataupun atrium kiri. Kontraksi yang bersamaan antara atrium kanan dan kiri dipengaruhi oleh penjalaran rangsangan elektrik melalui traktus inter-atrial yang merupakan cabang dari nodus SA. Nodus SA memiliki kemampuan mencetuskan potensial elektrik (pacemaker)
8
tercepat bila dibandingkan dengan sistem konduksi jantung yang lain, yaitu sebesar 60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini menyebabkan nodus SA sebagai pengontrol utama rangsangan elektrik jantung (overdrive pacemaker) dan mengendalikan sistem konduksi jantung. Sistem penjalaran rangsangan
elektrik
harus terkoordinasi dengan baik untuk
menimbulkan proses mekanik atau pemompaan yang efisien. Penjalaran sinyal elektrik harus memenuhi tiga kriteria, diantaranya adalah : a.
Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai
b.
Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap pasangan atrium dan pasangan ventrikel berkontraksi sebagai satu kesatuan
c.
Pasangan atrium dan ventrikel harus saling terkoordinasi sebagai satu sinsitium.
elektrik dari nodus SA kemudian akan diteruskan ke nodus atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui traktus internodal (internoda l anterior, posterior dan medial). Nodus AV merupakan satu-satunya penghubung sistem konduksi antara atrium dengan ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunya i kemampuan mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar 40-60 potensial aksi/menit. Hal ini memungkinkan nodus SA sebagai pengontrol dan pengendali sistem konduksi jantung apabila terjadi blok pada rangsangan elektrik nodus SA. Secara fisiologis, nodus AV sebenarnya memiliki keterlambatan penjalaran sinyal elektrik, yaitu sebesar 0,08-0,12 detik. Keterlambatan ini sebenarnya mempunyai fungs i dalam memberikan waktu atrium untuk berkontraksi sempurna dan memberikan waktu dalam proses mengosongkan voleme atrium ke dalam ventrikel (memberi waktu pengisian ventrikel), sebelum ventrikel terdepolarisasi dan berkontraksi.
9
Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his sebenarnya dapat dikatakan sebagai sekelompok serabut purkinje yang berasal dari nodus AV, yang berjalan sepanjang septum interventrikuler menuju ke ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian, yaitu berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan (RBB/right bundle branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB bercabang sebagai struktur tunggal di lapisan subendokardium di sisi bagian kanan. Kemudian RBB akan terbagi menjadi tiga cabang, yaitu RBB cabang anterior, posterior dan lateral. Bagian RBB lateral akan berjalan menuju dinding lateral ventrikel kanan dan menuju bagian bawah septum interventrikuler, yang kemudian akan membentuk anyaman purkinje atau serabut purkinje. Berbeda dengan RBB, berkas cabang kiri (LBB/left bundle branch) mempunyai dua struktur percabangan. Kedua struktur percabangan LBB ini berjalan di subendokardium di sisi bagian kiri dan kemudian masing- masing percabangan akan membentuk suatu struktur bangunan seperti pada percabangan RBB, yaitu serabut purkinje. Penjalaran sinyal elektrik menuju ventrikel melewati berkas his dan serabut purkinje berjalan sangat cepat. Disamping itu, serabut purkinje juga mempunyai peran dalam menjaga keseimbangan koordinasi kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Gambar 5. Sistem Konduksi Jantung
10
2. Definisi Penyakit Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum (ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan irama denyut jantung iregular dan peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah jantung. Dari gambaran
elektrokardiogram
AF dapat dikenali
dengan absennya
gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon ventrikel yang cepat dan tidak teratur bila konduksi AV masih utuh. Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f”. 3. Epidemiologi Pada dasarnya, prevalensi atrial fibrilasi dengan umur dibawah 50 tahun kurang dari 1% dan meningkat lebih dari 9% pada usia 80 tahun. Atrial fibrilasi lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibandingkan wanita dan atrial fibrilasi merupakan faktor resiko independen yang kuat terhadap kejadian stroke emboli. Kejadian stroke iskemik pada pasien AF non valvular ditemukan sebanyak 5% per tahun, 2-7 kali lebih banyak dibanding pasien tanpa atrial fibrilasi. 4. Etiologi 1.
Penyebab penyakit kardiovaskuler a.
Penyakit jantung iskemik
b.
Hipertensi kronis
c.
Kelainan katup mitral (stenosis mitral)
d.
Perikarditis
e.
Kardiomiopati, gagal jantung, Sindrome WPW, dan LVH
11
f. 2.
Tumor intracardiac
Penyebab non kardiovaskuler a.
b.
Kelainan metabolik : -
Tiroksikosis
-
Alkohol akut/kronis
Penyakit pada paru -
Emboli paru
-
Pneumonia
-
PPOM
-
Kor pulmonal
c.
Gangguan elektrolit : Hipokalemia, Magnesium, dan Calsium
d.
Simpatomimetik obat-obatan dan listrik
5. Klasifikasi Banyak tipe atau klasifikasi atrial fibrilasi yang umum dibahas. Beberapa hal diantaranya berdasarkan waktu timbulnya dan keberhasilan intervensi, berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari, dan terakhir berdasarkan bentuk gelombang P. Beberapa kepustakaan tertulis ada beberapa sistem klasifikasi atrial fibrilasi yang telah dikemukakan, seperti : 1.
Berdasarkan laju respon ventrikel, atrial fibrilasi dibagi menjadi : a.
AF respon cepat (rapid response) dimana laju ventrikel lebih dari 100 kali permenit.
b.
AF respon lambat (slow response) dimana laju ventrikel lebih kurang dari 60 kali permenit.
c.
Af respon normal (normo response) dimana laju ventrikel antara 60-100 kali permenit.
2.
Berdasarkan keadaan Hemodinamik saat AF muncul, maka dapat diklasifikas ika n menjadi :
12
a.
AF dengan hemodinamik tidak stabil (gagal jantung, angina atau infark miokard akut).
b. 3.
AF dengan hemodinamik stabil.
Klasifikasi menurut American Heart Association (AHA), atrial fibriasi (AF) dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu : a. AF deteksi pertama yaitu tahap dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi. b. AF paroksimal bila atrial fibrilasi berlangsung kurang dari 7 hari. Lebih kurang 50% atrial fibrilasi paroksimal akan kembali ke irama sinus secara spontan dalam waktu 24 jam. Atrium fibrilasi yang episode pertamanya kurang dari 48 jam juga disebut AF Paroksimal. c. AF persisten bila atrial fibrilasi menetap lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Pada AF persisten diperlukan kardioversi untuk mengembalikan ke irama sinus. d. AF kronik atau permanen bila atrial fibrilasi berlangsung lebih dari 7 hari. Biasanya dengan kardioversi pun sulit untuk mengembalikan ke irama sinus (resisten).
6.Patofisiologi Adanya regangan akut dinding atrium dan fokus ektopik di lapisan dinding atrium diantara vena pulmonalis atau vena cava junctions merupakan pencetus AF. Daerah ini dalam keadaan normal memiliki aktifitas listrik yang sinkron, namun pada regangan akut dan aktifitas impuls yang cepat, dapat menyebabkan timbulnya after-depolarisation lambat dan aktifitas
triggered. Triggered
yang dijalarkan kedalam miokard atrium akan
menyebabkan inisiasi lingkaran-lingkaran gelombang reentry yang pendek (wavelets of reentry) dan multiple. Lingkaran reentry yang terjadi pada AF tedapat pada banyak tempat (multiple) dan berukuran mikro, sehingga menghasilkan gelombang P yang banyak dalam berbagai ukuran dengan amplitudo yang rendah (microreentrant tachycardias). Berbeda halnya dengan flutter atrium yang merupakan suatu lingkaran reentry yang makro dan tunggal di dalam atrium (macroreentrant tachycardias).
13
AF dimulai dengan adanya aktifitas listrik cepat yang berasal dari lapisan muskular dari vena pulmonalis. Aritmia ini akan berlangsung terus dengan adanya lingkaran sirkuit reentry yang multipel. Penurunan masa refrakter dan terhambatnya konduksi akan memfasilitasi terjadinya reentry. Setelah AF timbul secara kontinu, maka akan terjadi remodeling listrik (electrica l remodeling) yang selanjutnya akan membuat AF permanen. Perubahan ini pada awalnya reversibel, namun akan menjadi permanen seiring terjadinya perubahan struktur, bila AF berlangsung lama. Atrium tidak adekuat memompa darah selama AF berlangsung. Walaupun demikian, darah akan mengalir secara pasif melalui atrium ke dalam ventrikel, dan efisiensi pompa ventrikel akan menurun hanya sebanyak 20 – 30 %. Oleh karena itu, dibanding dengan sifat yang mematikan dari fibrilasi ventrikel, orang dapat hidup selama beberapa bulan bahkan bertahun-tahun dengan fibrilasi atrium, walaupun timbul penurunan efisiensi dari seluruh daya pompa jantung. Atrial fibrilasi (AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa ke paru-paru dan tubuh. Terjadi penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. trombus ini meningkatkan resiko terjadinya stroke emboli dan gangguan hemostasis. Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF. Kelainan-kela ina n tersebut adalah peningkatan faktor von Willebrand ( faktor VII ), fibrinogen, D-dimer, dan fragmen protrombin 1,2. AF akan meningkatkan agregasi trombosit, koagulasi dan hal ini dipengaruhi oleh lamanya AF.
7. Manifestasi Klinis 1.
Palpitasi (perasaan yang kuat dari detak jantung yang cepat atau “berdebar” dalam dada).
14
2.
Perasaan tidak nyaman di dada (nyeri dada).
3.
Sesak napas/dispnea.
4.
Pusing, atau sinkop (pingsan mendadak) yang dapat terjadi akibat peningkatan laju ventrikel atau tidak adanya pengisian sistolik ventrikel.
5.
Kelelahan, kelemahan/kesulitan berolahraga/beraktifitas.
Namun, beberapa kasus atrial fibrilasi bersifat asimptomatik (National Collaborating Center for Chronic Condition, 2006). Trombus dapat terbentuk dalam rongga atrium kiri atau bagian lainnya karena tidak adanya kontraksi atrium yang mengakibatkan stasis darah. Hal ini akan menyebabkan terjadinya emboli pada sirkulasi sistemik terutama otak dan ekstremitas sehingga atrial fibrilasi menjadi salah satu penyebab terjadinya serangan stroke (Philip and Jeremy, 2007).
8. Pemeriksaan Penunjang 1.
Pemeriksaan Fisik : a. Tanda vital : Denyut nadi berupa kecepatan dengan regularitasnya, tekanan darah, dan pernapasan meningkat. b. Tekanan vena jugularis. c. Ronkhi pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif. d. Irama gallop S3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapat bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung. e. Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan. f.
2.
Edema perifer : kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif.
Laboratorium : a. Darah rutin : Hb, Ht, Trombosit. b. TSH (Penyakit gondok) c. Enzim jantung bila dicurigai terdapat iskemia jantung.
15
d. Elektrolit : K, Na, Ca, Mg. e. PT/APTT. 3.
Pemeriksaan EKG : Merupakan standar baku cara diagnostik AF a. Irama
EKG umumnya
tidak
teratur
dengan
frekuensi
bervariasi
(bisa
normal/lambat/cepat). Jika kurang dari 60x/menit disebut atrial fibrilasi slow ventricular respons (SVR), 60-100x/menit
disebut
atrial fibrilasi
ventricular respon (NVR) sedangkan jika >100x/menit disebut
normo
atrial fibrila s i
rapid ventricular respon (RVR). b. Gelombang P tidak ada atau jikapun ada menunjukkan depolarisasi cepat dan kecil sehingga bentuknya tidak dapat didefinisikan. c. Interval segmen PR tidak dapat diukur. d. Kecepatan QRS biasanya normal atau cepat 4.
Foto Rontgen Toraks : Gambaran emboli paru, pneumonia, PPOM, kor pulmonal.
5.
Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow.
6.
TEE ( Trans Esophago Echocardiography ) untuk melihat trombus di atrium kiri.
9. Penatalaksanaan AF paroksimal yang singkat, tujuan strategi pengobatan adalah dipusatkan pada kontrol aritmianya (rhytm control). Namun pada pasien dengan AF yang persisten, terkadang kita dihadapkan pada dilema apakah mencoba mengembalikan ke irama sinus (rhytm control) atau hanya mengendalikan laju denyut ventrikular (rate control) saja. Terdapat 3 kategori tujuan perawatan AF yaitu : 1.
Terapi profilaksis untuk mencegah tromboemboli
2.
Mengembalikan kerja ventrikuler dalam rentang normal
3.
Memperbaiki irama yang tidak teratur.
16
Berikut penatalaksanaan AF berdasarkan Standar Pelayanan Medik (SPM) RS Harapan Kita Edisi III 2009, yaitu: 1. Farmakologi a. Rhythm control. Tujuannya adalah untuk mengembalikan ke irama sinus / irama jantung yang normal. Diberikan anti-aritmia gol. I (quinidine, disopiramide dan propafenon). Untuk gol.III dapat diberikan amiodaron. Dapat juga dikombinas i dengan kardioversi dengan DC shock. b. Rate control. Rate control bertujuan untuk mengembalikan / menurunkan frekwensi denyut jatung dapat diberikan obat-obat yang bekerja pada AV node seperti : digitalis, verapamil, dan obat penyekat beta (β bloker) seperti propanolol. Amiodaron juga dapat dipakai untuk rate control. c. Profilaksis tromboemboli. Tanpa melihat pola dan strategi pengobatan AF yang digunakan, pasien harus mendapatkan anti- koagulan untuk mencegah terjadinya tromboemboli.Pasien yang mempunyai kontraindikasi terhadapwarfarin dapat di berikan antipletelet. 2. Non-farmakologi a. Kardioversi. Kardioversi eksternal dengan DC shock dapat dilakukan pada setiap AF paroksismal dan AF persisten. Untuk AF sekunder, seyogyanya penyakit yang mendasari dikoreksi terlebih dahulu. Bilamana AF terjadi lebih dari 48 jam, maka harus diberikan antikoagulan selama 4 minggu sebelum kardioversi dan selama 3 minggu setelah kardioversi untuk mencegah terjadinya stroke akibat emboli. Konversi dapat dilakukan tanpa pemberian antikoagulan, bila sebelumnya sudah dipastikan tidak terdapat trombus dengan transesofageal ekhokardiografi. b. Pemasangan pacu jantung (pacemaker). Beberapa tahun belakangan ini beberapa pabrik pacu jantung (pacemaker) membuat alat pacu jantung yang khusus dibuat
17
untuk AF paroksismal.Penelitian menunjukkan bahwa pacu jantung kamar ganda (dual chamber), terbukti dapat mencegah masalah AF dibandingkan pemasangan pacu jantung kamar tunggal (single chamber). c. Ablasi kateter. Ablasi saat ini dapat dilakukan secara bedah (MAZE procedure) dan transkateter.Ablasi transkateter difokuskan pada vena-vena pulmonalis sebagai trigger terjadinya AF. Ablasi nodus AV dilakukan pada penderita AF permanen, sekaligus pemasangan pacu jantung permanen.
18
B. Clinical Pathway Faktor usia, obat-obatan (alkohol, keturunan/ genetiki
Kardiomiopati, Tumor intracardiac
Pericarditis, miocarditis
Kelainan katup atrium Suplai O2 otak menurun Sinkop
ADL menurun
Resistensi atrium dextra Vol Atrium meningkat
Pengosongan atrium inadekuat
Palpitasi Sesak nafas
Atrium Fibrilasi (AF) Takikardi supraventrikel dextra
Gangguan pertukaran gas
Pengisian darah ke paru-paru menurun Renal flow menurun Atrial flow velocities menurun
Suplai darah ke jaringan menurun
Trombus atrium sinistra
Metabolisme anaerob
RAA meningkat
Aldoesteron meningkat Disfungsi ventrikel sinistra
Asidosis metabolik
ADH meningkat Penurunan curah jantung
Penimbunan as. Laktat &ATP menurun
Gagal jantung kengesti
Fatigue
Retensi Na+ + H2O
Kelebihan Vol. Cairan Intoleran aktifitas 19
C. Proses Keperawatan Berdasarkan Tinjauan Teori 1. Pengkajian a. Aktivitas / istirahat Keluhan kelemahan fisik secara umum dan keletihan berlebihan.Temuan fisik berupa disritmia, perubahan tekanan darah dan denyut jantung saa aktivitas. b. Sirkulasi Melaporkan adanya riwayat penyakit jantung koroner (90 -95 % mengala mi disritmia), penyakit katup jantung, hipertensi, kardiomiopati, dan CHF. Riwayat insersi pacemaker. Nadi cepat/lambat/tidak teratur, palpitasi. Temuan fisik melip uti hipotensi atau hipertensi selama episode disritmia. Nadi ireguler atau denyut berkurang.
Auskultasi
jantung
ditemukan
adanya
irama
ireguler,
suara
ekstrasisitole. Kulit mengalami diaforesis, pucat, sianosis. Edema dependen, distensi vena jugularis, penurunan urine output. c. Neurosensori Keluhan pening hilang timbul, sakit kepala, pingsan. Temuan fisik : status mental disorientasi, confusion, kehilangan memori, perubahan pola bicara, stupor dan koma. Letargi (mengantuk), gelisah, halusinasi; reaksi pupil berubah. Reflek tendon dalam hilang menggambarkan disritmia yang mengancam jiwa (ventrik uler tachicardi atau bradikardia berat). d. Kenyamanan Keluhan nyeri dada sedang dan berat (infark miokard) tidak hilang dengan pemberian obat anti angina. Temuan fisik gelisah. e. Respirasi Keluhan sesak nafas, batuk, (dengan atau tanpa sputum ), riwayat penyakit paru, riwayat merokok. Temuan fisik perubahan pola nafas selam periode disritmia. Suara nafas krekels mengindikasikan oedem paru atau fenomena thromboembo li paru.
20
f.
Cairan dan Nutrisi Keluhan berupa intoleransi terhadap makanan, mual, muntah. Temuan fisik berupa tidak nafsu makan, perubahan turgor atau kelembapan kulit. Perubahan berat badan akibat odema.
g. Apakah ada riwayat pengguna alkohol. h. Keamanan : Temuan fisik berupa hilangnya tonus otot. i.
Psikologis : Merasa cemas, takut, menarik diri, marah, menangis, dan mudah tersinggung.
2. Diagnosa Keperawatan 1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan kontraktilitas. Tujuan : Klien akan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung, melaporkan penurunan episode dispnea, angina, ikut serta dalam aktivitas yang mengura ngi beban kerja jantung.
21
No. Intervensi 1. Auskultasi nadi apical ; Kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung.
S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilka n sebagai aliran darah ke serambi yang distensi. Murmur dapat menunjukka n Inkompetensi/stenosis katup.
Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk di palpasi dan pulse alternatif.
Pantau TD
Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat meningkat. Pada HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
Kaji kulit terhadap pucat dan Pucat menunjukkan menurunnya sianosis perfusi perifer sekunder terhadap tidak adekutnya curah jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapat terjadi sebagai refrakstori GJK. Area yang sakit sering berwarna biru atau belang karena peningkata n kongesti vena. Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan oksigen untuk dengan kanula nasal/masker dan kebutuhan miokard untuk melawan
22
obat sesuai indikasi (kolaborasi) efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatka n volume sekuncup, memperbaik i kontraktilitas dan menurunka n kongesti.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapileralveolus. Tujuan : Klien akan mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan,
berpartisipasi
dalam
program
pengobatan
dalam
batas
kemampuan/situasi. No. 2.
Intervensi Pantau
bunyi
Rasional
nafas,
catat Menyatakan
krekles.
adanya
kongesti
paru/pengumpulan secret menunjukka n kebutuhan
untuk
intervensi
Ajarkan/anjurkan klien batuk
Membersihkan
efektif, nafas dalam.
memudahkan aliran oksigen.
Dorong perubahan posisi.
Membantu mencegah atelektasis pneumonia.
23
jalan
lanjut.
nafas
dan
dan
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA,
Hipoksemia dapat terjadi berat selama
nadi oksimetri.
edema paru.
Berikan
obat/oksigen Membantu dalam mengurangi edema
tambahan sesuai indikasi.
dan memudah jalan nafas.
3. Nyeri berhubungan dengan iskemia jaringan No. Intervensi 3. Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan awitan dan factor pemberat dan penurun. Perhatikan petunjuk nonverbal ketidaknyamanan.
Rasional Nyeri secara khas terletak substernal dan dapat menyebar ke leher dan punggung. Namun ini berbeda dari iskemia infark miokard. Pada nyeri ini dapat memburuk pada inspiras i dalam, gerakan atau berbaring dan hilang dengan duduk tegak/membungkuk.
Lingkungan yang tenang dan Untuk tindakan kenyamanan mis: ketidaknyamanan perubahan posisi, masasage emosional pasien. punggung, kompres hangat dingin, dukungan emosional. Berikan tepat.
aktivitas
hiburan
menurunka n fisik dan
yang Mengarahkan perhatian, memberikan distraksi dalam tingkat aktivitas individu.
Berikan obat-obatan sesuai indikas i Untuk menghilangkan nyeri. respon inflamasi.
24
nyeri dan
4. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan/kelelahan. Tujuan : Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.
No. Intervensi 4. Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilas i), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.
Catat respons kardiopulmo na l terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat dan pucat.
Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningka tka n volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
Evaluasi peningkatan intoleran Dapat menunjukkan peningkata n aktivitas. dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas. Implementasi program Peningkatan bertahap pada aktivitas rehabilitasi jantung/aktivitas menghindari kerja jantung/kons ums i (kolaborasi) oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali.
25
5. Discharge Planning a. Anjurkan pada pasien untuk hindari aktivitas yang bisa memperburuk keadaan selama di rawat. b. Anjurkan
kepada pasien hindari
makanan
dan minuman
yang
dapat
memperlambat proses penyembuhan selama dirawat. c. Anjurkan kepada pasien tidak melakukan aktivitas berlebih di rumah. d. Anjurkan pada pasien untuk memperhatikan pola makan dan minum di rumah. e. Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok atau minum beralkohol kalau pasien seorang perokok atau peminum. f.
Anjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi obat yang diberikan sesuai dosis.
26
DAFTAR PUSTAKA "Atrial Fibrillation (for Professionals)" . American Heart Association, Inc. 2008-12-4 Archived from the original on 2009-03-28.
Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce stroke in cardiac surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61(2): 755–9.
Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999, American Heart Association.
Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme. Patogenesis dan Tatalaksana. Jurnal Kardiologi Indonesia; September 2007: Vol. 28, No. 5. Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.
Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-712.
Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: 1418-87.
Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996.
Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml. Ed.3. Jakarta. EGC, 1522-27.
Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A Review. The Indonesia n Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April 2009 p. 477-489.
27
Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship between left atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic atrial fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.
Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan Weyman AE (1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A prospective echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–7.
Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC, 2001
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93. Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality: United States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.
Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic assessment of chronic atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study" . Neurology 28 (10): 973–7.
28
29