Prolaps Recti
Pendahuluan Prolaps rektum merupakan suatu keadaan turunnya rektum melalui anus. Prolaps rektum jarang ditemukan bahkan jarang dibahas, tetapi jumlah kasus yang sebenarnya tidak diketahui karena jarang dilaporkan khususnya bila terjadi pada daerah terpencil. Prolaps rektum lebih sering terjadi pada orang dewasa dan bayi. Prolaps rektum atau prosidensia yang lengkap pada orang dewasa biasanya terjadi pada perempuan, terutama pada perempuan usia di atas 60 tahun. Prolaps rektum yang berupa keluarnya seluruh tebal dinding rektum harus dibedakan dari prolaps mukosa yang dapat terjadi pada hemoroid intern. Kausa prolaps rektum pada orang dewasa umumnya akibat kurangnya daya tahan jaringan penunjang rektum yang biasanya disertai dengan peninggian tekanan intra abdomen. Penunjang rektum terdiri dari mesenterium dorsal, lipatan peritoneum, berbagai fasia, dan m. levator rektum. Bagian puborektum dari m. levator melipatkan rektum sehingga rektum dan anus membentuk sudut tajam. Prolaps rektum pada anak ditemukan sebagai kelainan bawaan atau karena kebiasaan menahan fesesnya. Pada orang dewasa, prolap kadang disebabkan oleh cedera m.puborektalis atau paralisis otot panggul.1 Defenisi Karsinoma rekti adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan jaringan abnormal pada daerah rectum. Jenis terbanyak adalah adenokarsinoma (65%), banyak ditemui pada usia 40 tahun keatas dengan insidens puncaknya pada usia 60 tahun (Price A. Sylvia, 1995) Etiologi Prolaps rektum disebabkan oleh kelemahan ligament dan otot-otot yang mempertahankan bentuk rektum. Pada sebagian besar orang dengan prolaps rektum, terdapat kelemahan muskulus sfingter ani. Penyebab pasti kelemahan ligamen dan otot-otot rektum tidak diketahui; akan tetapi, prolaps rektum
biasanya dihubungkan dengan kondisi berikut: 1. Peningkatan tekanan intra abdomen seperti yang terjadi pada kostipasi, diare, pertusis; 2. Gangguan pada dasar pelvis; 3. Infeksi parasit seperti amubiasis, scistosomiasis; 4. Struktur anatomi, seperti kelemahan otot penyangga rektum dan rektosigmoid 5. Kelainan neurologis akibat trauma pelvis, sindrom cauda ekuina, tumor spinal, multipel sklerosis. 6.
Kurangnya
daya
tahan
jaringan/
sistem
bedah perineum atau alat kelamin perempuan
penunjang
rektum
pasca
Klasifikasi
Gejala dan tanda Pasien dengan prolaps rektum mengeluhkan adanya massa yang menonjol melalui anus. Awalnya, massa menonjol dari anus setelah buang air besar dan biasanya tertarik kembali ketika pasien berdiri. Seiring proses penyakit berlangsung, massa menonjol lebih sering, terutama ketika mengedan dan manuver Valsava seperti bersin atau batuk. Akhirnya, prolaps terjadi saat melakukan kegiatan rutin sehari-hari seperti berjalan dan dapat berkembang menjadi prolaps kontinu.1,2 Seiring perkembangan penyakit, rektum tidak lagi tertarik spontan, dan pasien mungkin harus secara manual mengembalikannya. Kondisi ini kemudian dapat berkembang ke titik di mana prolaps terjadi segera setelah dikembalikan ke posisinya dan prolaps kontinu. Terkadang rektum menjadi terjepit dan pasien tidak dapat mengembalikan rektum.1,3 Keluhan nyeri bervariasi. Sepuluh sampai 25% dari pasien juga mengalami prolaps rahim atau kandung kemih, dan 35% mungkin mengalami sistokel terkait. Konstipasi terjadi pada 15-65% kasus. Dapat juga terjadi perdarahan rektum. Selain massa menonjol dari anus, pasien sering melaporkan buang air besar yang tidak dapat ditahan (inkntinensia alvi) pada sekitar 28-88% pasien. Inkontinensia terjadi karena 2 alasan. Pertama, anus melebar dan membentang oleh rektum menonjol, mengganggu fungsi sfingter anal. Kedua, mukosa rektum yang berhubungan dengan lingkungan dan terus-menerus mengeluarkan lendir, sehingga membuat pasien merasa basah dan inkontinensia. Mengetahui riwayat inkontinensia, konstipasi, atau keduanya penting karena
berperan dalam menentukan prosedur bedah yang tepat.2,3 Pemeriksaan fisik Tanda-tanda fisik dari prolaps rektum adalah sebagai berikut:3
Penonjolan mukosa rektum
Penebalan konsentris cincin mukosa
Terlihat adanya sulkus antara lubang anus dan rektum
Ulkus rektum soliter (10-25%)
Penurunan tonus sfingter anal Prolaps rektum adalah diagnosis klinis dan hrus ditegakkan saat pasien
datang berobat. Pasien diminta untuk duduk di toilet ataupun berbaring miring dan mengedan, lalu periksa adanya prolasp rektum. Jika tidak prolaps hanya dengan mengedan, pemberian enema fosfat biasanya menimbulkan prolaps. Pada anak-anak, gliserin supositoria dapat digunakan sebagai pengganti.3,4 Massa yang menonjol harus menunjukkan cincin konsentris dari mukosa. Dalam kasus prolaps kecil, kadang-kadang sulit untuk membedakan antara prolaps mukosa dan prolaps seluruh tebal mukosa. Prolaps mukosa biasanya menunjukkan lipatan radial bukan berupa cincin konsentris. Jika keduanya tidak dapat dibedakan secara klinis, pemeriksaan dapat dibantu dengan defecogram dalam membedakan ini 2 kondisi. Defecogram adalah tidak diperlukan pada prolaps rektum yang jelas.3
Pemeriksaan penunjang Laboratorium Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan prolaps rektum bersifat tidak spesifik dan bermanfaat jika pasien memiliki preferensi usia
dan
komorbiditas. Tidak ada pemeriksaan lab khusus yang membantu dalam evaluasi prolaps rektum itu sendiri. Pertimbangkan pemeriksaan feses dan kultur agen infeksius, khususnya pada pasien anak.3 Pemeriksaan imaging 1. Barium Enema dan Kolonoskopi Sebelum memulai pengobatan bedah prolaps rektum, penting untuk mengevaluasi seluruh usus besar untuk mengecualikan setiap lesi kolon lainnya yang harus ditangani secara simultan. Kehadiran lesi tersebut dapat mempengaruhi pilihan prosedur yang akan dilakukan. Evaluasi usus besar dapat dicapai dengan cara kolonoskopi atau enema barium. Barium enema adalah indikator yang lebih baik dari redundansi dari usus besar. 2,3 2. Video Defekografi Defecography Video digunakan untuk membantu prolaps dokumen internal atau untuk membedakan prolaps rektum dari prolaps mukosa jika tidak jelas secara klinis. Hal ini tidak diperlukan untuk prolaps fullthickness
dubur
secara
klinis
didiagnosis.
Defecography dapat
mengungkapkan intususepsi dari usus proksimal atau obstruksi panggul. Radiopak materi (biasanya pasta barium) yang ditanamkan ke dalam
rektum, dan pasien diminta untuk buang air besar di toilet radiolusen. Spot film dan rekaman video yang dibuat dan dapat digunakan untuk menentukan apakah intussuscepts rektum pada buang air besar. 2,3 3.
Rigid Proctosigmoidoscopy Proctosigmoidoscopy kaku harus dilakukan untuk menilai rektum untuk lesi tambahan, terutama ulkus rektal soliter. Borok hadir di sekitar 1025% dari pasien dengan prolaps baik internal maupun full-thickness. Jika ulserasi hadir, daerah muncul sebagai ulkus tunggal atau sebagai borok beberapa di dinding rektum anterior. Tepi sering menumpuk, dan daerah dapat berdarah. Biopsi harus dilakukan untuk memastikan diagnosis dan untuk mengecualikan patologi lainnya. Ulkus rektal soliter biasanya dapat diidentifikasi oleh ahli patologi yang berpengalaman. Rektum prolaps mungkin ulserasi mukosa tetapi sebaliknya histologis normal.2,3
Penatalaksanaan Medikamentosa Meskipun tidak ada pengobatan medikamentosa untuk prolaps rektum, prolaps internal dapat diterapi terlebih dahulu dengan agen bulking, pelunak tinja, dan supositoria atau enema.3,5 Non-medikamentosa Pada permulaan, saat prolaps masih kecil, penderita diberi diet berserat untuk memperlancar defekasi. Kadang dianjurkan latihan otot dasar panggul. Pasien diinstruksikan untuk merangsang buang air besar di pagi hari dan
menghindari dorongan untuk buang air saat sisa hari karena rasa penuh yang mereka rasakan sebenarnya adalah intususepsi rektum proksimal ke arah distal rektum. Dengan waktu, dorongan untuk buang air besar akan berkurang begitu juga dengan intususepsi.2,5 Pembedahan Bila prolaps semakin besar dan makin sukar untuk melakukan reposisi, akibat adanya udem, sehinga makin besar dan sama sekali tidak dapat dimasukkan lagi karena rangsangan dan bendungan mukus serta keluarnya darah. Dimana sfingter ani menjadi longgar dan hipotonik sehingga terjadi inkontinensia
alvi,
penanganan
prolaps
rektum
dilakukan
melalui
pembedahan.3,6 Kontraindikasi terhadap koreksi bedah prolaps rektum didasarkan pada komorbiditas pasien dan kemampuannya untuk mentoleransi pembedahan. Terdapat dua jenis operasi untuk prolaps rektum: abdominal dan perineum. Prosedur abdominal memiliki tingkat kekambuhan lebih rendah dan menjaga kapasitas penyimpanan rektum tetapi mempunyai risiko lebih dan memiliki insiden konstipasi yang lebih tinggi pasca operasi. Prosedur perineum tidak berisiko terjadinya anastomosis namun mengurangi rektum, sehingga kapasitas penyimpanan rektum, namun memiliki angka kekambuhan lebih tinggi. Prosedur abdominal umumnya lebih disukai dalam pasien aktif yang berisiko rendah yaitu usia di bawah 50 dan pada mereka yang memerlukan prosedur abdomial lain secara bersamaan.2,7
Pembedahan mana yang terbaik masih menjadi kontroversi karena masingmasing memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pendekatan laparoskopi untuk memperbaiki prolaps rektum telah menjadi semakin populer. Pendekatan ini telah mengintensifkan kontroversi karena terdapat penurunan angka morbiditas dari untuk prolaps rektum pada kandidat yang tepat. Hasil jangka panjang dari pendekatan laparoskopi masih diteliti. Inkarserasi prolaps rektum jarang terjadi.3 Terlepas dari jenis prosedur yang direncanakan, persiapan usus penuh mekanik dan antibiotik harus dilakukan sebelum operasi. Antibiotik intravena (IV) harus selalu diberikan sebelum operasi jika suatu bahan asing akan ditanamkan, administrasi pascaoperasi antibiotik juga dapat dipertimbangkan.3
Prosedur Bedah Abdominal Sebagaimana telah disebutkan di atas, perbaikan abdominal biasanya dilakukan pada pasien yang lebih muda, sehat dengan yang harapan hidup lebih panjang. Untuk pasien ini, prosedur dengan tingkat kekambuhan lebih rendah namun dengan morbiditas yang lebih tinggi.3,6,7 Prosedur abdominal pada pasien dengan intususepsi parah atau prolaps rektum dengan fungsi sfingter normal berupa reseksi sigmoid dengan atau tanpa rectopexy dan rectopexy saja. Kedua operasi, baik rectopexy atau reseksi membutuhkan mobilisasi lengkap dari seluruh rektum ke lantai panggul untuk menghindari intususepsi distal.3,6,7
Rectopexy bertujuan untuk mengamankan rektum ke cekungan sakral. Ini dapat dilakukan dengan jahitan atau bahan prostetik seperti polypropylene mesh (Marlex), Gore-tex, atau asam polyglycolic atau mesh polyglactin (Dexon atau Vicryl). Banyak penelitian telah menunjukkan tingkat komplikasi yang lebih tinggi dengan bahan prostetik, tingkat kontinensia lebih rendah, dan tidak ada perbedaan dalam angka kekambuhan, menjadikan suture rectopexy lebih dianjurkan. Suture rectopexy dilakukan dengan jahitan tak diserap, menempelkan rektum ke cekungan sakral. Jahitan ditempatkan melalui ligamen lateral atau melalui propria muskularis dari rektum.3,6,7 Prosedur bedah rectopexy laparoskopi bedah telah dikembangkan dan memiliki hasil sebaik prosedur abdominal terbuka dan berhubungan dengan lama waktu rawat inap lebih pendek dan kenyamanan pasien yang lebih besar.3,6,7 Anterior reseksi Pasien dengan prolaps rektum dan konstipasi sering memiliki usus berlebihan, dan beberapa ahli bedah percaya bahwa melalui reseksi ini konstipasi membaik dan mengurangi kambuhnya prolaps rektum. Dalam reseksi anterior untuk prolaps rektum, rektum yang dimobilisasi untuk tingkat ligamen lateral, dan usus berlebihan (sigmoid) direseksi. Usus besar kiri kemudian dibuatkan anastomosis ke atas rektum. Anastomosis ini dilakukan tanpa kelemahan pada kolon sehingga rektum tetap pada posisinya dan tidak terjadi prolaps lagi. Saat ini, ahli bedah kolorektal sedikit melakukan prosedur ini, karena tidak berpikir untuk mengatasi
kelainan anatomi seperti fiksasi rektum yang lemah.3,6,7
Marlex rectopexy Dalam rectopexy Marlex atau disebut juga prosedur Ripstein, seluruh bagian rektum dimobilisasi ke tulang ekor posterior, bagian lateral ligamen lateralis, dan bagian anterior dari cul-de-sac anterior. Bahan yang tak terserap, seperti Marlex mesh atau spons Ivalon, difiksasi pada fasia presakral. Rektum kemudian ditempatkan dalam keadaan tegang, dan material sebagian melilit rektum untuk tetap dalam posisinya. Untuk mencegah obstruksi melingkar, dinding anterior rektum tidak tercakup dengan spons atau mesh. Refleksi peritoneal kemudian tertutup untuk menutupi benda asing. Mesh Marlex atau spons menyebabkan reaksi inflamasi yang intens terbentuk jaringan parut dan memfiksasi rektum pada posisinya. Prosedur ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki konstipasi signifikan atau kolon sigmoid yang sangat berlebihan, karena gejala cenderung memburuk. Jika rektum yang sengaja masuk selama mobilisasi, bahan asing tidak boleh ditanamkan, karena risiko infeksi.3,6,7 Sementara laju erosi Marlex ke dalam rektum rendah, manajemen sangat sulit, dan, untuk alasan ini, banyak ahli bedah lebih memilih reseksi dengan suture rectopexy untuk fiksasi Marlex.3,6,7
Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian 1.1 Identitas Klien 1.2 Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu Riwayat diet yang hanya serat, protein hewani dan lemak Riwayat menderita kelainan pada colon kolitis ulseratif (polip kolon) b. Riwayat Kesehatan Sekarang Klien mengeluh BAB berdarah dan berlendir Klien mengeluh tidak BAB tidak ada flahis Klien mengeluh perutnya terasa sakit (nyeri) Klien mengeluh mual, muntah Klien mengeluh tidak puas setelah BAB Klien mengeluh BAB kecil Klien mengeluh Bbnya turun c. Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat keluarga dengan Ca. colon/recti d. Pemeriksaan Fisik Sirkulasi Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri), kemerahan, ekimosis, hipotesis Respirasi
Sarak nafas, batuk, ronchi, expansi paru yang terbatas GIT
Anoreksia, mual, muntah, penurunan bising usus, kembung, nyeri abdomen, perut tegang, nyeri tekan pada kuaran kiri bawah e. Eliminasi BAB berlendir dan berdarah, BAB tidak ada flatur tidak ada, BAB kecil seperti feses kambing, rasa tidak puas setelah BAB, perubahan pola BAB/konstiasi/hemoroid, perdarahan peranal, BAB ; oliguria f. Aktifitas/istirahat Kelemahan, keleahan, insomnia, gelisah dan ansietas
Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake in adekuat 2. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi abdomen, insisi bedah 3. Kerusakan integritas jaringan kulit b.d insisi bedah (kolostrum) 4. Resti infeksi b.d kontraminasi lubang/rongga abdomen (usus) kolostomi 5. Konstipasi pengetahuan b.d kurang terpapar informasi Intervensi Dx. 1. Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan in adekuat Tujuan Gangguan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh teratasi Kriteria Hasil - Mual, muntah berkurang/tidak ada - Nafsu makan meningkat - Diet dihabiskan - Turgor kulit elastis Intervensi Mandiri - Lakukan pengkajian nutrisi klien - Auskultasi bising usus - Mulai dengan makan cairan perlahan - Anjurkan klien untuk menghindari makanan yang kaya serat, protein dan lemak Kolaborasi : - Konsul dengan ahli diet /gizi - Tingkatkan diet dari cairan sampai makanan rendah residu bila masukan oral dimulai
Rasional - Mengidentifikasi kekurangan/kebutuhan untuk membantu memilih intervensi - Kembalinya fungsi – fungsi menunjukkan kesiapan untuk memulai makan lagi - Menurunkan insiden kram abdomen, mual - Membantu mengkaji kebutuhan nutrisi klien dalam perubahan pencernaan dan fungsi usus - Diet rendah serat dapat dipertahankan selama 6-8 minggu pertama untuk memberikan waktu yang adekuat untuk penyembuhan usus -
Pada kelemahan/tidak toleren terhadap masukan oral. Hiperalimnetasi digunakan untuk menambah kebutuhan komponen pada penyembuhan dan mencegah katabolisme
Dx. 2 : Gangguan rasa nyaman nyeri b.d distensi abdomen ; insisi bedah Tujuan Gangguan rasa nyaman nyeri teratasi Kriteria Hasil - Melaporkan nyeri berkurang/hilang - Dapat beristirahat /tidur Intervensi Rasional Mandiri - Nyeri insisi bermakna pada fase pasca - Selidiki keluhan nyeri, derajat operatif awal dan idperberat oleh nyeri, karakteristik nyeri dan gerakan, batuk, dsitensi abdomen, lokasi nyeri mual - Pantau TTV - Respon automatik, meliputi perubahan - Kaji insisi bedah, perhatikan pada TD, nadi dan pernafasan yang edma, perubahan kontur luka, b.d keluhannya inflamasi - Menandakan terjadinya infeksi pada - Berikan tindakan kenyamanan area insisi misalnya pijatan punggung, - Mencegah pengeringan mukosa oral ubah posisi yakinkan klien dan ketidak nyaman. Menurunnya perubahan posisi tidak akan tegangan otot, meningkatkan relaksasi mencederai stoma - Menurunnya kekakuan otot/sendiri - Bantu melakukan latihan ambulasi mengembalikan organ rentang gerak dan dorong keposisi (N) dan meningkatkan ambulansi dini, hindari posisi kembali funsgi ke tingkat (N) duduk lama - Diduga inflamasi peritoneal yang - Selidiki dan laporkan adanya memerlukan intervensi medik segera kekakuan otot abdominal, nyeri - Menurunkan nyeri, meningkatkan tekan kenyamanan Kolaborasi : - Berikan analgesik
Dx. 3 Kerusakan integritas kulit b.d insisi bedah kolostom Tujuan Kerusakan integritas kulit dapat diatasi Kriteria Hasil - Luka inisis cepat sembuh - Luka insisi bebas dari tanda infeksi Intervensi Rasional Mandiri - Perdaharan pasca operasi dapat terjadi - Observasi luka, catat selama 48 jam dan infeksi dapat karakteristik drainase terjadi kapan saja - Ganti balutan, gunakan teknik - Sejumlah besar drainase aseptik serosa/menuntut penggantian balutan - Dorong posisi miring dengan dengan sering untuk menurunkan kepala tinggi, hindari duduk iritasi kulit dan potensial infeksi lama - Meningkatkan drainase dari luka perineal/drain menurunkan resiko Kolaborasi penggumpalan. Duduk lama - Iritasi luka., gunakan cairan meningkatkan tekanan perineal, fisiologis, H2O2 3% antibiotik menurunkan sirkulasi luka dan dapat memperlambat penyembuhan luka - Diperlukan untuk mengobati inflamasi /infeksi praoperasi /kontaminasi intra operatif
a. Diagnosa Keperawatan : 1. Nyeri akut b.d pembedahan d.d os nampak meringis kesakitan skala 4 2. Resiko infeksi b.d adanya luka akibat pembedahan d.d leukosit 14,800 mm3 dan os tampak ingin meggaruk area stoma 3. Defisit perawatan diri b.d keterbatasan aktivitas fisik d.d kebutuhan ADL os dibantu sebagian.
Intervensi Keperawatan No. 1.
Tanggal /Jam
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN &KRITERIA HASIL
b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 24 jam nyeri berkurang dengan pembedahan d.d KH : os nampak 1. Skala nyeri berkurang meringis kesakitan 2. dari 4 menjadi 3 Nyeri
akut
INTERVENSI 1. Memonitor TTV 2. Kaji ulang memanajemen nyeri dan lakukan pengkajian ulang nyeri P,Q,R,S,T 3. Posisikan pasien senyaman mungkin
skala 4 3. Pasien mengatakan lebih nyaman 4. Pasien terlihat tidak memegangi bag.yang nyeri 5. Pasien mampu untuk melakukan tehnik relaksasi dengan latihan nafas dalam dan tehnik distraksi 6. TTV Td: 126/82 mmHg Nadi : 82 x/menit
2.
4. Lakukan kompres hangat kering disekitar lluka post op 5. Ajarkan tehnik relaksasi dengan latihan nafas dalam 6. Ajarkan teknik distraksi 7. Anjurkan klien untuk istirahat min 6-7 jam/hari 8. Massage daerah sekitar luka post operasi
Resiko infeksi b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitoring tanda-tanda infeksi selama 3x24jam diharapkan klien tidak adanya luka akibat terjadi infeksi di area luka post operasi 2. Proteksi infeksi dengan cara lingkungan pembedahan d.d
14,800 dengan KH : 1. Luka bersih,tidak ada kemerahan di mm3 dan os sekitar luka tampak ingin 3. meggaruk area 2. Tidak ada pus di sekitar luka 4. stoma 3. Suhu normal 36-37,5°C leukosit
3.
sekitar harus bersih,luka tidak boleh kena air sampai jahitan di angkat Lakukan perawatan luka dengan arsetif Cuci tangan sebelum melakukan tindakan
4. 4. Lekosit 4-11 ribu/mmk dilakukan tindakan 1. 1.monitor kemampuan aktifitas klien Defisit perawatan Setelah keperawatan selama 2x24 jam diharapkan diri b.d kebutuhan sehari-hari klien terpenuhi dg KH: 2. 2.motivasi klien untuk melakukan aktifitas keterbatasan 1. 1.pasien mandi 1 X dengan bantuan kebutuhan sehari hari secara mandiri aktivitas fisik d.d 3. bantu klien dalam melakukan aktifitas secara kebutuhan ADL os 2. kulit pasien terlihat bersih dan wangi mandiri dibantu sebagian. 3. 3.gigi pasien terlihat bersih dan tidak berbau dg menggosok gigi 2 X sehari 4. 4. lakukan mobilisasi secara bertahap 4. 4. pasien mampu makan 3X sehari tanpa bantuan orang lain