Laporan Praktikum Ke-6 Teknik Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan
Hari /Tanggal : Selasa/21 Maret 2017 Tempat : Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi Nama Asisten : Ima Imaniati (D24130039)
ANALISIS AMONIA (NH3) Ratna Puspita Haryati D24140030 Kelompok 4/G1
DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak ruminannsia didukung oleh empat bagian lambung dalam pencernaannya. Hal itu terdiri dari reticulum, omasum, rumen, dan abomasums. Terdapat lambung depan semu yang terdiri dari rumen, reticulum, dan omasum karena bagian tersebut tidak memiliki glandula. Sedangkan abomasums merupakan lambung sejati karena tempat ini merupakan tempat sekresi enzim yang akan membantu proses pencernaan (Nuswantara 2002). Rumen menempati pertengahan rongga perut. Bagian ini memiliki tonjolan yang beradaptasi dengan baiak dalam mencerna bahan kasar. Bagian luar rumen memiliki pilar sehingga rumen dibagi menjadi kantong-kantong yang terdiri dari ventral saccus, dorsal saccus, cranial saccus, dan caudal saccus. Pilar ini dapat berkontrakksi yang dapat menyebabkan perpindahan makanan dari atas ke bawah sehingga makanan dapat melalui proses pencampuran. Terdapat mekroba di dalam rumen, karena pada bagaina ini ruminansia melakukan fermentasi makanan dan menghasilkan beberapa hasil. Ammonia dan VFA menjadi salah satu hasil dalam proses fermentasi mikroba rumen. Retikulum berbentuk papillae yang berbentuk segi enama seperti sarang lebah. Retikulum mempunyai fungsi dalam statusnya sebagai saluran pencernaan, yaitu menyebarluaskan makanan yang dicerna, membantu proses regurgitasi, tempat terkumpulnya benda asing, dan tempat absorbs hasil akhir fermentasi. Omasum merupakan lambung depan terakhir yang dimiliki oleh ternak ruminansia. Omasum memiliki fungsi sebagai berikut, mengatur arus ingesta, mencerna ingesta, penyaring, dan absorbs produk akhir fermentasi seperti air. Abomasum memiliki tiga bagian, yaitu cardiac, fundus, dan pylorus. Fungsi dari abomasums adalam mengatur arus ingesta ke usus halus dengan gerakan peristaltik. Proses yang ada dalam pencernaan ruminansia adalah fermentasi. Proses ini melibatkan kerja mikroba rumen. Fermentasi di dalam rumen berupa fermentasi karbohidrat dan fermentasi protein. Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen terjadi melalui tahap hidrolisis dan metabolis hasil hidrolisis secara intraseluler. Proses fermentasi karboidrat menghasilkan VFA, CH4, dan CO2. Selanjutnya protein dalam rumen mengalami hidrolisa menjadi oligopeptida. Sebagian mikroba rumen dapat memanfaatkan oligopeptida yang akan dihidrolisa lebih lanjut menjadi asam amino. Namun kebanyakan mikroba rumen hanya dapat menggunakan N ammonia, bukan asam amino. Karena itu mikroba rumen lebih suka merombak asam amino menjadi ammonia. Absorbsi ammonia melalui dinding rumen depengaruhi oleh konsentrasi ammonia dan pH rumen. Proses fermentasi dalam rumen sangat dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi ternak. Komposisi kimia dan bentuk dapat memengaruhi retensi dan kecernaan dari rumen dan reticulum (Djajanegara 1983). Rumen dapat bekerja jika syarat utama terjadinya degradasi pakan secara optimal diperlukkan ondisi fermentasi yang sesuai untuk pertumbuhan mikroba di dalam rumen (Usman 2013) Amonnia yang tidak terionisasi atau NH3 merupakan racun bagi organism sehingga haruus dikurangi kandunganya (Fauzzia et al 2013). Amonnia memiliki titik leleh dan dididh -77.7EC dan -33.5EC. Amonnia dapat melakukan penurunan
titik didih danleleh dengan penurunan berat molekul. Molekul NH3 memiliki momen dipole yang besar dan onsistensi dengan geometri segitiga piramida. Susunan elektronik dalam nitrogen mematuhi aturan octet. H-N-H memiliki sudut ikatan 107 derajat dekat sudut tetrahedral dari 109.5 derajat. Hal ini menyebabkan elektronik susunan electron nitrogen digambarkan sp3. Ikatan hydrogen yang dibentuk dapat menjelasakan seberapa besar ammonia dapat larut dalam air. Di dalam larutan airamonia akan memperoleh ion hydrogen dari H2O untuk menghasilkan ammonium dan ion hidroksida (Shakhashiri 2008)
Tujuan Melalui praktikum ini dapat diketahui konsentrasi dan faktor yang mempengaruhi kandungan ammonia (NH3) di dalam rumen.
MATERI DAN METODE Materi Praktikum ini menggunakan bahan berupa cairan supernatant (cairan rumen dan 5 tetes H2SO4, cairan rumen dan 5 tetes formaldehyde, cairan rumen dan 5 tetes HgCl ), larutan Na2CO 3, larutan H2SO4 0.005 N, larutan asam borat, aquades, tissue, dan vaselin. Peralatan yang digunakan meliputi buret, cawan Conway, tutup cawan Conway, mikro pipet, beker glass, magnetic stirrer, magnet, dan penjepit.
Metode Pembuatan larutan dilakukan dengan mengambil cairan rumen dengan menggunakan pipet dan bulb sebanyak 100 ml untuk masing-masing 3 botol selai. Beri label pada tiap botol dengan dengan nama campurannya. Botol pertama diisi dengan campuran 100 ml cairan rumen dan 10 tetes HgCl . Botol kedua diisi dengan campuran 100 ml cairan rumen dan 10 tetes formaldehyde. Botol ketiga diisi dengan campuran 100 ml cairan rumen dan 10 tetes H2SO4. Selanjutnya masing-masing campuran diambil dengan ketentuan berat sama agar kerja centrifuge seimbang. Putar dengan kecepatan 3000 rpm dengan waktu 15 menit. Hasil dari proses sentrifugasi diambil cairannya (supernatant) kemudian diletakkan pada botol dan dimasukkan ke dalam kulkas. Proses yang dilakukan selanjutnya adalah menyiapkan cawan Conway. Mulut cawan coway diolesi dengan vaslin secara merata. Supernatan diambil sebanyak 1 mikro liter dengan menggunakan mikro pipet. Cairan tersebut diletakkan pada salah satu ujung cawan. Kemudian pipet Na 2CO3 sebanyak 1 ml
dan letakkan pada ujung sebalikkanya. Larutan asam borat kemudian di pipet sebanyak 1 ml dan diletakkan pada cawan kecil yang ada di bagaian pertengahan cawan Conway. Cawan ditutup rapat dan kemudian homogenkan perlahan agar cairan supernatant dan Na2CO3 tercampur. Perhatikan dalam proses homogenisasi, jangan biarkan asam borat tercampur begitupun sebalikknya. Amati homogensasi sehingga menyebabkan warna biru pada campuran. Setelah itu cawan disimpan selama 24 jam pada suhu ruang. Setelah 24 jam, cawan conwey siap dilakukan titrasi dengan menggunaka asam borat. Siapkan peralata dalam proses titrasi. Buret ditambahan dengan H2SO4 0.005 N. Cawan Conway diletakkan pada magnetic stirrer dan diletakkan magnet pada cawan kecil berisikan asam borat. Kemudian set magnetic stirrer untuk melakukan perputaran pada magnet. Titrasi dilakukan pada bagian cawan kecil berisikan asam borat. Titrasi ini dilakukan sampai asam borat berubah warna menjadi merah. Catat pengurangan larutan H2SO4 yang telah tertitrasi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Amonnia yang tidak terionisasi atau NH3 merupakan racun bagi organism sehingga haruus dikurangi kandunganya (Fauzzia et al 2013). Amonnia memiliki titik leleh dan dididh -77.7EC dan -33.5EC. Amonnia dapat melakukan penurunan titik didih danleleh dengan penurunan berat molekul. Molekul NH3 memiliki momen dipole yang besar dan onsistensi dengan geometri segitiga piramida. Susunan elektronik dalam nitrogen mematuhi aturan octet. H-N-H memiliki sudut ikatan 107 derajat dekat sudut tetrahedral dari 109.5 derajat. Hal ini menyebabkan elektronik susunan electron nitrogen digambarkan sp3. Ikatan hydrogen yang dibentuk dapat menjelasakan seberapa besar ammonia dapat larut dalam air. Di dalam larutan airamonia akan memperoleh ion hydrogen dari H 2O untuk menghasilkan ammonium dan ion hidroksida (Shakhashiri 2008). Menurut Sophian (2012), cairan rumen merupakan limbah yang dapat mencemari lingkungan jika tidak dapat ditangani dengan baik. Amonia dibebaskan di dalam rumen selama proses fermentasi dalam bentuk ion NH4 maupun dalam bentuk tak terion NH3. Amonia yang dibebaskan ada yang dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk sintesis protein. Apabila terjadi percepatan penyerapan ammonia maka bakteri yang memanfaatkan akan sedikit. Konsentrasi ammonia di dalam rumen dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan, pH rumen, kelarutan protein bahan pakan, serta waktu setelah pemberian pakan. Suasana pH rumen yang asam akan menyebabkan menurunnya aktifitas mikroba rumen (Mahesti 2009). Asam borat merupakan jenis asam lemah. Di dalam penentuan kandungan amnia dalam rumen digunakan asam borat sebagai indikator asam Hal ini karena penentuan kandungan ammonia dilakukan dengan titrasi menggunakan asam kuat (H2SO4). Pada saat titrasi asam borat akan berubah warna menjadi merah yang menggambarka proses penetralan larutan saat dicampur dengan asam kuat. Na2CO3 ditambahkan sebagai larutan standarisasi dari supernatant yang akan
digunakan. Laruta Na2CO3 bertindak sebagai larutan baku karena kepekaannya telah diketahui dalam molaritas (Khopkar 2003). H2SO4 diperlukaan untuk merubah warna biru menjadi warna merah pada asam borat. H2SO4 merupakan asam kuat, larutan ini bertindak sebagai pengubah warna pada indikator yang bersifat asam. Indikator asam akan berubah warna pada lingkungan yang bersifat asam (metal orange, metal merah, lakmus merah). Titrasi dilakukan untuk menentukan seberapa besar H2SO4 mengubah asam borat berubah warna menjadi merah (Tutik 2013). Tabel 1 Kandungan NH3 pada berbagai perlakuan Perlakuan NH3 H2SO4 4.53125 ± 0.575374 Formaldehide 4.5652 ± 0.698771 HgCl2 5.5 ± 1.189144 Hasil pada tabel dapat diarikan bahwa perlakuan HgCl2 memiliki kandungan NH3 lebih banyak dengan nilai 5.5. Hal ini diikuti dengan perlakuan Formaldehide dan H2SO4. H2SO4 dan formaldehyde mimilik fungsi untuk mematikan mikroba dalam rumen (Abdurachman et al 2001). Kandungan NH3 dalam rumen dipengaruhi akibat aktivitas mikroba, sehingga penambahan formaldehyde dan H2SO4 menyebabkan kandungan NH3 dalam rumen semakin sedikit. Standar deviasi dari HgCl2 memiliki nilai yang lebih besar itu artinya semakin besar keragaman sampel. Adanya fluktuasi N-NH 3 cairan rumen dipengaruhi oleh kandungan N dan NPN yang dikandung dalam pakan yang dikonsumsi, tingkat hidrolisis, dan kelarutan dari protein (Arora 1989). Tersedianya energy bagi mikroba rumen, baik energy yang cepat larut dan tersedia setelah proses degradasi serat dan pH rumen yang sesuai untuk aktivitas mikroba proteolitik, juga berpengaruh terhadap konsentrasi NH3 (Usman 2013).
SIMPULAN Praktikum memberikan pengetahuan mengenai cara meghitung kandungan ammonia yang ada di dalam rumen. Selama proses fermentasi ruminansia menghasilkan VFA dan Ammonia. Ammonia menjadi salah satu hasil fermentasi yang harus diperhatikan sehingga kandungannya perlu diketahui. Ammonia berpengaruh pada lingkungan, pemberian pakan yang baik akan dapat menurunkan kandungan ammonia yang akan dihasilkan oleh ruminansia. Kandungan ammonia dalam rumen dipengaruhi beberapa faktor diantaranya kandungan N dan NPN yang dikandung dalam pakan yang dikonsumsi, tingkat hidrolisis, dan kelarutan dari protein.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurachman, Askar S. 2001. Teknik penyimpanan cairan rumen untuk analisis amonia. Temu Teknis Fungsional Non Peneliti Balai Penelitian Ternak 126129 Arora, SP. 1989. Microbial digestion in ruminant. India Council of Agricultural Research, New Delhi. Fariani A. 2010. Kelebihan sistem pencernaan ruminansia. Prosiding Seminar Nasional 13 Desember 2010 Fauzzia M. Rhmawati I. Widiasa IN. 2013. Arora, SP. 1989. Penyisihan amoniak dan kekeruhan pada sistem resirkulasi budidaya kepiting dengan teknologi membrane biofilter. J.Tek.Kim.Indst. Vo.2(2) : 155-161 Khopkar SM. 2003.Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta (ID) : UI Press Mahesti, G, 2009. Pemanfaatan Protein pada Domba Lokal Jantan dengan Bobot Badan dan Aras Pemberian Pakan yang Berbeda. Program Studi Magister Ilmu Ternak Program Pasca Sarjana Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Nusswantara LK. 2002. Ilmu Makanan Ternak Ruminansia (Sapi Perah). Semarang (ID) : Universitas Diponegoro Press R.D. Frandson. 1996. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Edisi Keempat. Diterjemahkan Oleh : B. Srigandono dan Koen Praseno. Yogyakarta : UGM Press. Hal : 528, 542-552 Shakhashiri. 2008. Chemical of the Week Ammonia. General Chemistry. www.scifun.chem.wisc.edu Sistem Pencernaan Makanan pada Ruminansia [www.free.vlsm.org] diakses 24 Maret 2017 Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Bandung : Widya Padjadjaran. Hal : 163-190 Sophian, Y, 2012.Aktivitas Enzim. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Bogor (ID) : IPB Press Tutik R. 2013. Titrasi asam lemah dengan basa kuat. Pendampingan Olmpiade Kimia Tingkat Provinsi DIY Tahun 2013. Yogyakarta Usman Y. 2013. Pemberian pakan serat sisa tanaman pertanian (jerami kacang tanah, jerami jagung, pucuk tebu) terhadap evolusi ph, n-nh 3 dan vfa di dalam rumen sapi. J.agripet .Vol.13 (2) : 53-58