Laporan Praktikum Hutan Kota
ANALISA PERATURAN PERUNDANGAN MENGENAI HUTAN KOTA (Studi Kasus Hutan Kota di Kabupaten Cianjur Jawa Barat)
Dosen Pembimbing: Nurdin Sulistyono, S.Hut., M.Si.
Oleh: Berkat F. Gulő 041201002 Desli Triman Zendratő 041201024
DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2007
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia yang telah dilimpahkanNya, sehingga penulis masih memiliki kesempatan untuk menyelesaikan laporan ini. Adapun laporan ini merupakan salah satu tugas Praktikum Hutan Kota. Laporan ini berjudul “Analisa Peraturan Perundangan Mengenai Hutan Kota: Studi Kasus Hutan Kota di Kabupaten Cianjur Jawa Barat”. Keberadaan hutan kota di suatu daerah secara ekologi sangat dibutuhkan, akan tetapi secara yuridis juga diperlukan landasan hukum yang melandasi keberadaan hutan kota tersebut. Landasan hukum hutan kota sangat penting, karena terkait dengan tujuan penggunaan lahan. Dengan adanya landasan hukum yang kuat, maka keberadaan hutan kota di daerah perkotaan dapat dijamin keberadaannya sehingga fungsi ekologinya tetap lestari. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Bapak Nurdin Sulistyono, S.Hut., M.Si. yang telah memberikan materi kuliah Hutan Kota dan kepada rekan-rekan mahasiswa Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan laporan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang turut memberikan sumbangsihnya dalam penulisan laporan ini. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan sumbangan saran yang bersifat membangun sehingga menjadikan laporan ini lebih baik. Akhir kata, penulis mengharapkan laporan ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membutuhkan.
Medan, November 2007
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................ i DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... iv PENDAHULUAN ..................................................................................................1 Latar Belakang ........................................................................................................1 Tujuan ....................................................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................................3 Kabupaten Cianjur ..................................................................................................3 Pembangunan Yang Berkelanjutan ........................................................................8 Ruang Terbuka Hijau ..............................................................................................9 Hutan Kota ..............................................................................................................9 METODE PRAKTIKUM .....................................................................................12 Waktu dan Tempat ................................................................................................12 Alat dan Bahan ......................................................................................................12 Prosedur ................................................................................................................12 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................13 1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan ........................13 2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang ................13 3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional ............................................15 4. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota ...............16 5. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 ........................17 6. Rencana Strategis Pembangunan Pemerintah Kabupaten Cianjur ..................19 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................22 Kesimpulan ..........................................................................................................22 Saran ......................................................................................................................22 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................23
LAMPIRAN
ii
DAFTAR TABEL
1. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 ....................................13 2. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 ....................................14 3. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 ............................15 4. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 ............................16 5. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 .......................18
iii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Kutipan Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan 2. Kutipan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang 3. Kutipan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional 4. Kutipan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota 5. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006
iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara keseluruhan. Dapat diamati bahwa perkembangan pembangunan daerah telah berlangsung dengan pesat dan diperkirakan akan terus berlanjut. Perkembangan ini akan membawa dampak keruangan dalam bentuk terjadinya perubahan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan ataupun tidak direncanakan (Tinambunan, 2007). Perkembangan akibat pembangunan daerah juga tengah berlangsung di Kabupaten Cianjur Jawa Barat, khususnya bagian kota Cianjur. Pertumbuhan dan Perkembangan kota Cianjur pada dasarnya saling bergantungan dengan daerah yang lebih luas (regional), yaitu berupa interaksi kegiatan-kegiatan sosial, ekonomi, dan pemerintahan. Selaras dengan hal tersebut, di dalam konsep pengembangan wilayah regional Jawa Barat, kota Cianjur termasuk daerah penyangga pengaruh pengembangan wilayah Bandung Raya. Beberapa fungsi yang sangat menonjol, yaitu sebagai pusat pemerintah, perdagangan dan jasa, serta pusat pengembangan sosial budaya. Disamping itu, kota Cianjur di lintasi jaringan jalan antara kota-kota besar, seperti Bandung dan Jakarta sehingga potensi itu memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan Kabupaten Cianjur maupun bagi kota Cianjur sendiri (Pemkab Cianjur, 2005a). Pertumbuhan Kabupaten Cianjur bagi kota Cianjur tidak akan selalu berdampak positif, tetapi juga berpotensi menimbulkan dampak negatif. Upaya Pemerintah Kabupaten Cianjur untuk memperluas jaringan jalan secara ekonomi mungkin akan berdampak positif, akan tetapi secara ekologi mungkin akan berdampak sebaliknya. Perluasan jaringan jalan yang direncanakan Pemerintah Kabupaten Cianjur meliputi: pembangunan jalan lingkar timur dari awal ruas Workshop sampai akhir ruas Rawabango, pembangunan jalan tembus awal ruas jalan Sindanglaka sampai akhir ruas Rawabango dan pembangunan/relokasi sub terminal di Kawasan Pasir Hayam, Sindanglaka, Karangtengah dan Warungbatu Panembong. Dengan adanya rencana pembangunan tersebut, maka kemungkinan
1
besar akan terjadi perubahan pola keruangan dan penggunaan lahan. Kondisi ini dapat berdampak pada keberadaan hutan kota di kota Cianjur. Dimana, untuk menambah jaringan jalan maka sebagian areal hutan kota Cianjur akan diubah penggunaannya. Seringkali kondisi seperti menjadikan hutan kota sebagai objek yang harus berada di luar prioritas pembangunan, dimana faktor ekonomi lebih dominan. Peraturan perundangan yang mengatur keberadaan hutan kota seringkali tidak mampu menjadi landasan hukum yang kuat yang mampu menjaga kelestarian hutan kota itu sendiri. Fungsi peraturan perundangan yang dimaksudkan sebagai landasan hukum keberadaan hutan kota sehingga hutan kota tetap lestari tidak dapat berjalan dengan baik. Kurang tepatnya pelaksanaan peraturan perundangan terkait keberadaan hutan kota dimungkinkan karena aturan-aturan yang termuat di dalamnya masih kurang tepat, sehingga terdapat kelonggaran pelaksanaan peraturan perundangan yang ada. Berdasarkan hal tersebut, maka penulis melakukan analisa berbagai peraturan perundangan yang terkait hutan kota. Dan dalam hal ini penulis melakukan studi kasus terhadap keberadaan hutan kota yang terdapat di kawasan kabupaten Cianjur propinsi Jawa Barat.
Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu: -
Untuk mengetahui berbagai peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum hutan kota di kabupaten Cianjur propinsi Jawa Barat.
-
Untuk menganalisa peraturan perundangan yang ada.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Kabupaten Cianjur 1. Administrasi Secara administratif kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah 350.148 ha. Dan terbagi dalam 26 Kecamatan, 335 Desa dan 6 Kelurahan di wilayah kota Cianjur, dengan batas-batas administratif : -
Sebelah utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta.
-
Sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kabupaten Sukabumi.
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia.
-
Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten (Pemkab Cianjur, 2005a).
Gambar 1. Keadaan perkotaan di kabupaten Cianjur
2. Geografis Kabupaten Cianjur beriklim tropis dengan curah hujan per tahun rata-rata 1.000 – 4.000 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 150 hari per-tahun. Dengan iklim tropis tersebut menjadikan kondisi alam Kabupaten Cianjur subur dan mengandung keanekaragaman kekayaan sumber daya alam yang potensial sebagai modal dasar pembangunan dan potensi investasi yang menjanjikan. Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan dan perkebunan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur
3
350.148 hektar, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan produktif dan konservasi, 58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha (16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan penggembalaan/pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak/kolam, 25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman/pekarangan dan 22.483 Ha (6.42 %) berupa penggunaan lain-lain (Pemkab Cianjur, 2005b). Secara geografis , Kabupaten Cianjur dapat dibedakan dalam tiga wilayah pembangunan yakni wilayah utara, tengah dan wilayah selatan. 1. Wilayah Utara, meliputi 13 Kecamatan : Cianjur, Cilaku, Warungkondang, Cibeber,
Karangtengah,
Sukaluyu,
Ciranjang,
Bojongpicung,
Mande,
Cikalongkulon, Cugenang , Sukaresmi dan Pacet. 2. Wilayah Tengah, meliputi 7 Kecamatan : Sukanagara, Takokak, Campaka, Campaka Mulya, Tanggeung, Pagelaran dan Kadupandak. 3. Wilayah
Selatan,
meliputi
6
Kecamatan
:
Cibinong,
Agrabinta,
Sindangbarang, Cidaun , Naringgul dan Cikadu (Pemkab Cianjur, 2005c).
3. Ekonomi Sebagai daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian, Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar pada PDRB kabupaten Cianjur. Ini terbukti dengan terkenalnya produksi beras Cianjur di pelosok negeri. Perdagangan yang juga merupakan salah satu faktor yang ikut mendukung sektor perekonomian, mendapat perhatian yang khusus dari pemerintah. Ini terlihat dengan dibangunnya Pasar Induk Cianjur dan Pasar Muka Cianjur yang dilengkapi departemen store Ramayana, Pusat Grosir dan Super Mall Harimart yang terletak di Jl Dr Muwardi Rancagoong yang kesemuanya itu merupakan pusat perdagangan tradisional yang berwajah modern. Selain dari perdagangan, sektor perekonomian juga didukung oleh pariwisata dengan adanya Kebun Raya Cibodas, selain itu juga dikenal pusat pariwisata lainnya yaitu Gunung Gede, Istana Kepresidenan dan lain-lain (Departemen PU, 2005).
4
4. Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur berdasarkan hasil Sensus Penduduk (SP) 2000 berjumlah 1.931.840 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,23 %, terdiri dari: penduduk laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 949.676 jiwa. Dengan kepadatan penduduk tidak merata, yaitu: 63,90% di wilayah utara dengan luas wilayah 30,78%; 19,19% di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,25%; dan 17,12% di wilayah selatan dengan luas wilayah 40,70% (Pemkab Cianjur, 2005d). Kecamatan yang jumlah penduduknya terbesar adalah Kecamatan Pacet sebanyak 170.224 jiwa dan Kecamatan Cianjur sebanyak 140.374 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya diatas 100.000 jiwa adalah Kecamatan Cibeber (105.0204 jiwa), Kecamatan Warungkondang (101.580 jiwa) dan Kecamatan Karangtengah (123.158 jiwa). Kecamatan yang jumlah penduduknya terkecil adalah Kecamatan Naringgul sebanyak 41.235 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya antara 40.000 - 50.000 jiwa adalah Kecamatan Sindangbarang, Takokak dan Sukanagara (Pemkab Cianjur, 2005d). Penduduk Kabupaten Cianjur dikenal sebagai masyarakat yang religius dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam yang mencapai 98 %, sedangkan penduduk non muslim mencapai 2 %, dengan rincian sebagai berikut : -
Penduduk bergama Islam = 1.893.203 orang (98%)
-
Penduduk beragama Kristen = 32.841 orang (1,7%)
-
Penduduk beragama Budha dan Hindu = 5.796 orang ( 0,3%) (Pemkab Cianjur, 2005d). Tingkat Partisipasi Usia Sekolah (Pemkab Cianjur, 2005d), adalah sebagai
berikut : -
Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2000 mencapai 84,52 %
-
Angka Pastisipasi Kasar SMTP mencapai 38,50 %
-
Angka Partisipasi Kasar SMTA mencapai 11,98 %
5. Rencana Pembangunan Sebagai daerah agraris yang pembangunannya bertumpu pada sektor pertanian, kabupaten Cianjur merupakan salah satu daerah swa-sembada padi.
5
Produksi padi pertahun sekitar 625.000 ton dan dari jumlah sebesar itu telah dikurangi kebutuhan konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur. Kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias. Dari wilayah ini pula setiap hari belasan ton sayur mayur dipasok ke Jabotabek (Pemkab Cianjur, 2005c).
Gambar 2. Lahan pertanian di Kabupaten Cianjur
Pengembangan usaha perikanan air tawar dan laut di Kabupaten Cianjur cukup potensial. Baik untuk usaha berskala kecil maupun besar. Beberapa faktor pendukungnya adalah : jumlah penduduk yang relatif besar serta tersedianya lahan budi daya ikan air tawar dan ikan laut. Usaha pertambakan ikan dan penagkapan ikan laut memiliki peluang besar di wilayah Cianjur selatan, khususnya di sepanjang pantai Cidaun hingga Agrabinta. Di wilayah ini, mulai dirintis dan di kembangkan pertambakan budi daya udang. Sedangkan budi daya ikan tawar terbuka luas di cianjur utara dan cianjur tengah. Di wilayah ini terdapat budi daya ikan hias, pembenihan ikan, mina padi, kolam air deras dan keramba serta usaha jaring terapung di danau Cirata, yang sekaligus merupakan salah satu obyek wisata yang mulai berkembang (Pemkab Cianjur, 2005c). Sementara itu, potensi perkebunan di Kabupaten Cianjur cukup besar dimana sekitar 19,4 % dari seluruh luas merupakan areal perkebunan . Selama in dikelola oleh Perkebunan Besar Negara (PBN) seluas 10.709 hektar, Perkebunan
6
Besar Swasta (PBS) sekitar 20.174 hektar dan Perkebunan Rakyat (PR) seluas 37.167 hektar. Peningkatan produksi perkebunan, terutama komoditi teh cukup baik. Produktivitas teh rakyat mampu mencapai antara 1.400 - 1.500 kg teh kering per hektar. Sedangkan yang di kelola oleh perkebunan besar rata-rata mencapai di atas 2.000 kg per hektar (Pemkab Cianjur, 2005c).
Gambar 3. Kondisi lahan perkebunan di kabupaten Cianjur
Dari indikator pencapaian indeks pendidikan, indeks kesehatan dan indeks daya beli masyarakat, maka secara akumulatif indeks pembanguan manusia (IPM) di kabupaten Cianjur pada tahun 2002 sebesar 66,38 sedangkan pada tahun 2001 sebesar 66,33 menunjukkan indikasi perkembangan yang baik dan dengan angka sebesar itu, maka Kabupaten Cianjur termasuk ke dalam status menengah atas. Klasifikasi IPM berdasarkan Indonesia Human Development tahun 2001 adalah : Nilai IPM kurang dari 50 termasuk status rendah, nilai IPM antara 50 66 termasuk status menengah bawah, nilai IPM antara 66 - 80 termasuk status menengah atas dan nilai IPM diatas 80 termasuk status tinggi (Pemkab Cianjur, 2005e). Dari hasil penelaahan dan pengkajian atas berbagai permasalahan yang harus diatasi serta sasaran-sasaran pembangunan yang ingin dicapai, maka kabuaten cianjur telah menetapkan Prioritas Daerah sebagaimana dituangkan di dalam Renstra tahun 2001 - 2005 yakni : 1. Peningkatan pemerataan pembangunan infrastruktur dibidang ekonomi seperti jalan, jembatan, air bersih serta sarana dan prasarana ekonomi lainnya.
7
2. Pengembangan agribisnis dan kepariwisataan dan didukung oleh sektor-sektor pembangunan lainnya dan peran serta masyarakat 3. Pembangunan sumber daya insani melalui pendidikan dan kesehatan 4. Peningkatan pemahaman dan pengamalan agama, khususnya bagi pemeluk agama Islam dalam rangka pembangunan ahlakul kharimah. 5. Peningkatan manajemen kinerja, profesionalisme, dan transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah 6. Peningkatan pendapatan daerah dan investasi 7. Peningkatan kerja sama pembangunan dengan pemerintah pusat, propinsi serta kerja sama daerah dengan kabupate / kota yang berbatasan dalam rangka kinerja kebijakan dan keserasian program (Pemkab Cianjur, 2005e). Di dalam menyusun arah dan kebijakan umum pembangunan daerah kabupaten cianjur disamping mengacu dan menjabarkan arahan dari dokumen Propeda dan Renstra Kabupaten Cianjur dengan prioritas-prioritasnya, juga harus memperhatikan
kriteria-kriteria
utama
yakni:
keterkaitan
dengan
upaya
peningkatan IPM, penanganan kemiskinan, peningkatan pranata pembangunan dan pengembangan inti bisnis yang meliputi agribisnis, bisnis pariwisata, jasa dan pelayanan serta industri kecil dan kerajinan (Pemkab Cianjur, 2005e).
Pembangunan yang Berkelanjutan Dalam usaha pelaksanaan pembangunan terasa bahwa perencanaan ekonomi yang menghasilkan berbagai kemajuan ekonomi, serta yang dapat diukur melalui berbagai indikator-indikator ekonomi belum dapat memberikan gambaran bahwa usaha pembangunan berjalan secara sehat, wajar, di berbagai bidang yang saling mendukung. Pembangunan memerlukan indikator-indikator atau ukuranukuran yang lain yang dapat menunjukkan sampai seberapa jauh pembangunan sosial ekonomi berlangsung (Tjokroamidjojo, 1995 dalam Tinambunan, 2007). Dalam pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, dikembangkan pola tata ruang yang menyerasikan tata guna lahan, air, serta sumber daya alam lainnya dalam satu kesatuan tata lingkungan yang harmonis dan dinamis serta ditunjang oleh pengelolaan perkembangan kependudukan yang serasi. Tata ruang perlu dikelola berdasarkan pola terpadu melalui pendekatan
8
wilayah dengan memperhatikan sifat lingkungan alam dan lingkungan sosial (Djunaedi, 2001 dalam Tinambunan, 2007).
Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau kota merupakan bagian dari penataan ruang perkotaan yang berfungsi sebagai kawasan lindung. Kawasan hijau kota terdiri atas pertamanan kota, kawasan hijau hutan kota, kawasan hijau rekreasi kota, kawasan hijau kegiatan olahraga, kawasan hijau pekarangan. Ruang terbuka hijau diklasifikasi berdasarkan status kawasan, bukan berdasarkan bentuk dan struktur vegetasinya (Fandeli, 2004 dalam Tinambunan, 2007). Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang terbuka hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan. Dalam ruang terbuka hijau pemanfatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya tanaman seperti lahan pertanian, pertamanan, perkebunan dan sebagainya.
Gambar 4. Istana Presiden di Cianjur sebagai salah satu Ruang Terbuka Hijau
Hutan Kota Hutan kota adalah ruang terbuka yang ditumbuhi vegetasi berkayu di wilayah perkotaan. Hutan kota memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk perkotaan, dalam kegunaan-kegunaan proteksi, estetika,
9
rekreasi dan kegunaan khusus lainnya (Djaiz dan Novian, 2000 dalam Tinambunan 2007). Hutan kota merupakan bentuk persekutuan vegetasi pohon yang mampu menciptakan iklim mikro dan lokasinya di perkotaan atau dekat kota. Hutan di perkotaan ini tidak memungkinkan berada dalam areal yang luas. Bentuknya juga tidak harus dalam bentuk blok, akan tetapi hutan kota dapat dibangun pada berbagai penggunaan lahan. Oleh karena itu diperlukan kriteria untuk menetapkan bentuk dan luasan hutan kota. Kriteria penting yang dapat dipergunakan adalah kriteria lingkungan. Hal ini berkaitan dengan manfaat penting hutan kota berupa manfaat lingkungan yang terdiri atas konservasi mikroklimat, keindahan, serta konservasi flora dan kehidupan liar (Fandeli, 2004 dalam Tinambunan, 2007). Kehadiran pohon dalam lingkungan kehidupan manusia, khususnya diperkotaan, memberikan nuansa kelembutan tersendiri. Perkembangan kota yang lazimnya diwarnai dengan aneka rona kekerasan, dalam arti harfiah ataupun kiasan, sedikit banyak dapat dilunakkan dengan elemen alamiah seperti air (baik yang diam-tenang maupun yang bergerak-mengalir) dan aneka tanaman (mulai dari rumput, semak sampai pohon) (Budihardjo, 1993 dalam Tinambunan, 2007). Dalam pelaksanaan pembangunan hutan kota dan pengembangannya, ditentukan berdasarkan pada objek yang akan dilindungi, hasil yang dicapai dan letak dari hutan kota tersebut. Berdasarkan letaknya, hutan kota dapat dibagi menjadi lima kelas yaitu : 1. Hutan Kota Pemukiman, yaitu pembangunan hutan kota yang bertujuan untuk membantu menciptakan lingkungan yang nyaman dan menambah keindahan dan dapat menangkal pengaruh polusi kota terutama polusi udara yang diakibatkan oleh adanya kendaraan bermotor yang terus meningkat dan lain sebagainya di wilayah pemukiman. 2. Hutan Kota Industri, berperan sebagai penangkal polutan yang berasal dari limbah yang dihasilkan oleh kegiatan-kegiatan perindustrian, antara lain limbah padat, cair, maupun gas. 3. Hutan Kota Wisata/Rekreasi, berperan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat kota yang dilengkapi dengan sarana bermain untuk anak-anak atau remaja, tempat peristirahatan, perlindungan
10
dari polutan berupa gas, debu dan udara, serta merupakan tempat produksi oksigen. 4. Hutan Kota Konservasi, hutan kota ini mengandung arti penting untuk mencegah kerusakan, memberi perlindungan serta pelestarian terhadap objek tertentu, baik flora maupun faunanya di alam. 5.
Hutan Kota Pusat Kegiatan, hutan kota ini berperan untuk meningkatkan kenyamanan, keindahan, dan produksi oksigen di pusat-pusat kegiatan seperti pasar, terminal, perkantoran, pertokoan dan lain sebagainya. Di samping itu hutan kota juga berperan sebagai jalur hijau di pinggir jalan yang berlalulintas padat (Irwan, 1997 dalam Tinambunan, 2007).
11
METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum Hutan Kota yang berjudul “Analisis Peraturan Perundangan Mengenai Hutan Kota: Studi Kasus Hutan Kota Kabupaten Cianjur Jawa Barat” dilaksanakan selama 2 minggu yang dimulai dari tanggal 7 November – 21 November 2007. Praktikum ini dilaksanakan di Ruang 202 Kampus Departemen Kehutanan FP USU.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah internet, yang berfungsi untuk mencari berbagai peraturan perundangan dan informasi lainnya yang berhubungan dengan masalah hutan kota. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu: -
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
-
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
-
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
-
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
-
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
Prosedur -
Cari berbagai peraturan perundangan yang berskala nasional maupun regional yang terkait permasalahan hutan kota;
-
Analisa peraturan perundangan tersebut. Analisa dapat berupat analisa SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat);
-
Lakukan pembahasan terhadap peraturan perundangan yang ada sesuai analisa SWOT.
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan merupakan peraturan perundangan tingkat nasional yang secara khusus mengatur masalah kehutanan nasional. Terkait hutan kota di tingkat daerah, di dalam UU No. 41 Tahun 1999 dijelaskan secara jelas pada Bab II Status dan Fungsi Hutan Pasal 9 Ayat (1) dan (2) seperti yang tertera pada Tabel 1. Dalam ayat (1) dijelaskan bahwa “Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota”. Berdasarkan yang dimaksudkan dalam ayat (1) tersebut, maka keberadaan hutan kota di tingkat daerah baik kabupaten maupun kotamadya adalah sangat penting. Dimana fungsi hutan kota yang dijelaskan dalam UU No. 41 Tahun 1999 yaitu: untuk pengaturan iklim mikro, estetik, dan resapan air. Dan dalam ayat (2) dijelaskan bahwa terkait penetapan kawasan hutan kota di daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah, dalam hal Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 9 ayat (1) dan (2) menjadi landasan hukum tingkat nasional mengenai keberadaan hutan kota di daerah, termasuk keberadaan hutan kota di Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
Tabel 1. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 No. 1.
Landasan Hukum Bab II: Status dan Fungsi Hutan Pasal 9
Penjelasan Ayat 1:
Ayat 2:
Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang merupakan pengganti Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang karena sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang.
13
Dengan demikian UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menjadi landasan hukum tingkat nasional yang mengatur tata ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Di dalam Undang-undang No. 26 tahun 2007 tidak dijelaskan secara rinci mengenai hutan kota, akan tetapi penjelasannya dikaitkan dengan penjelasan hutan secara umum. Dimana landasan hukumnya terdapat pada Pasal 17 ayat (5) bahwa: dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. Dalam ayat (4) dijelaskan bahwa: peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Dimana berdasarkan ayat (1) dan (3) rencana tata ruang yang mencakup struktur ruang dan rencana pola ruang meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya. Berdasarkan pengertian Pasal 17 ayat (1), (3), (4) dan (5) dapat disimpulkan bahwa keberadaan kawasan hutan di daearah terkait tata ruang wilayah adalah penting. Dan dalam konsep hutan kota, maka keberadaan hutan kota adalah penting dalam rencana tata ruang wilayah, khususnya wilayah perkotaan. Dengan demikian Pasal 17 ayat (1), (3), (4) dan (5) dapat dijadikan landasan hukum terhadap keberadaan hutan kota di daerah, khususnya keberadaan hutan kota di kabupaten Cianjur Jawa Barat. Tabel 2. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan UndangUndang Nomor 26 Tahun 2007 No.
Landasan Hukum
1.
Bab VI: Pelaksanaan Penataan Ruang Bagian Kesatu: Perencanaan Tata Ruang Paragraf I: Umum Pasal 17
Penjelasan Ayat 1:
Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. ............................ Ayat 3: Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya. Ayat 4: Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Ayat 5: Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai.
14
3. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur mengenai pola pemanfaatan dan struktur ruang wilayah secara nasional. Di dalam pertauran pemerintah ini juga terdapat penjelasan mengenai keberadaan hutan. Dimana pada pasal 10 ayat (3) huruf e dijelaskan bahwa kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota. Peraturan pemerintah ini dapat dijadikan salah satu landasan hukum keberadaan hutan kota di kabupaten Cianjur. Selanjutnya, dalam pasal 34 ayat (5) juga dijelaskan mengenai kriteria-kriteri kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota (termasuk hutan kota), seperti yang terter dalam Tabel 3. Dan dalam pasal 41 ayat (2) juga dijelaskan langkah pengelolaan kawasan perlindungan seperti yang dimaksudkan dalam pasal 34 ayat (5). Tabel 3. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 No.
Landasan Hukum
Penjelasan
1.
Bab III: Pola Pemanfaatan dan Struktur Ruang Wilayah Nasional Bagian Kedua: Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional Pasal 10
Ayat 3:
2.
Bab IV: Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan Tertentu Bagian Pertama: Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung Paragraf 1: Kriteria Kawasan Lindung Pasal 34
Ayat 5:
Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. sempadan pantai; b. sempadan sungai; c. kawasan sekitar danau/waduk. d. kawasan sekitar mata air; e. kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota. Kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah: a. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/jalan yang berada di kawasan perkotaan; b. hutan yang terletak di dalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0,25 hektar; c. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur; d. jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik;
15
3.
Bab IV: Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan Tertentu Bagian Pertama: Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung Paragraf 2: Pola Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 41
Ayat 2:
e. jenis tanaman untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik. Langkah-langkah pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b berupa: ............................ e. menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara, dan kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan kota, serta untuk mengendalikan tata air, meningkatkan upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di kota.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota Untuk tingkat nasional, peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum keberadaan hutan kota di daerah adalah Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Di dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan secara jelas dan rinci tentang hutan kota, termasuk di dalamnya pengertian hutan kota, tujuan dan fungsi, pengelolaan dan pemanfaatan hutan kota. Berdasarkan PP No. 63 Tahun 2002 tersebut, hutan kota didefinisikan sebagai suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Dengan demikian keberadaan hutan kota terkait statusnya sebagai hutan kota di daerah ditentukan oleh pejabat daerah. Tabel 4. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 No. 1.
2.
Landasan Hukum Bab I: Ketentuan Umum Bagian Kesatu: Pengertian Pasal 1
Bab I: Ketentuan Umum Bagian Kedua: Tujuan dan Fungsi Pasal 2
Penjelasan Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: ............................ 2. Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
16
3.
Bab I: Ketentuan Umum Bagian Kedua: Tujuan dan Fungsi Pasal 3
4.
Bab II: Penyelenggaraan Hutan Kota Bagian Kelima: Pengelolaan Paragraf 4: Perlindungan dan Pengamanan Pasal 26
5.
Bab II: Penyelenggaraan Hutan Kota Bagian Kelima: Pengelolaan Paragraf 5: Pemanfaatan Pasal 27
6.
Bab VI: Sanksi Pasal 37 Bab VII: Ketentuan Peralihan Pasal 38
7.
Fungsi hutan kota adalah untuk: a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; b. meresapkan air; c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan d. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Ayat 1: Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota. Ayat 2: Setiap orang dilarang : a. membakar hutan kota; b. merambah hutan kota; c. menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota, tanpa izin dari pejabat yang berwenang; d. membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; dan e. mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah. Ayat 1: Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga; b. penelitian dan pengembangan; c. pendidikan; d. pelestarian plasma nutfah; dan atau e. budidaya hasil hutan bukan kayu. Ayat 2: Pemanfaatan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 dikenakan sanksi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. Hutan kota yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku dan segera menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
5. Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 Untuk tingkat lokal kabupaten Cianjur, Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 dijadikan sebagai landasan hukum keberadaan hutan kota di seluruh daerah propinsi Jawa Barat. Untuk pengertian hutan kota, dijelaskan pada pasal 1 ayat (12), dimana pengertian tetap mengacu kepada PP No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota. Terkait kebijakan daerah propinsi Jawa Barat, dijelasakan dalam Bab IV Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung Bagian Kesepuluh Hutan Kota Pasal 53. Dimana, dijelaskan bahwa kebijakan pemerintah daerah propinsi
17
Jawa Barat terkait hutan kota yaitu: perlindungan terhadap hutan kota dilakukan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
Tabel 5. Landasan Hukum Hutan Kota Kabupaten Cianjur Berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2006 No.
Landasan Hukum
1.
Bab I: Ketentuan Umum Bagian Pertama: Pengertian Pasal 1
Penjelasan Ayat 10: Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Ayat 11: Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
2.
Bab I: Ketentuan Umum Bagian Kedua: Asas, Maksud, dan Tujuan Pasal 2
Ayat 12: Hutan Kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Ayat 1: Pengelolaan kawasan lindung di Daerah didasarkan atas asas manfaat, keseimbangan, keserasian, keterpaduan dan kelestarian, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan kepentingan umum baik lokal, regional maupun nasional serta nilai-nilai agama dan adat budaya Daerah. Ayat 2: Pengelolaan kawasan lindung dimaksudkan sebagai upaya memulihkan dan memelihara kondisi lingkungan, meningkatkan kelestarian alam dan lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ayat 3: Tujuan pengelolaan kawasan lindung di Daerah adalah: a. Mewujudkan pencapaian kawasan lindung di Jawa Barat seluas 45% pada tahun 2010, yang meliputi kawasan berfungsi lindung di dalam dan di luar kawasan hutan; b. Mewujudkan keseimbangan ekosistem kawasan dan kelestarian lingkungan yang mencakup sumber daya alam, sumber daya air, sumber daya buatan dan nilai sejarah budaya bangsa; c. Mewujudkan pengelolaan kawasan lindung yang bertumpu pada kewenangan Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota dan kearifan nilai budaya setempat; d. Mengangkat, mengakui dan mengukuhkan hak-hak dasar masyarakat adapt di Jawa Barat dalam penyelenggaraan, pelestarian dan pemulihan kawasan lindung;
18
3.
Bab III: Ruang Lingkup Pasal 4
4.
Bab IV: Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung Bagian Kesepuluh: Hutan Kota Pasal 53 Bab IV: Pokok-pokok Kebijakan Pengelolaan Kawasan Lindung Bagian Kesepuluh: Hutan Kota Pasal 54 Bab VI: Penetapan Kawasan Lindung Pasal 64
5.
6.
Kawasan Lindung di daerah meliputi: ........ (j) hutan kota Perlindungan terhadap hutan kota dilakukan untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya.
Kriteria hutan kota adalah suatu hamparan yang berada pada tanah negara maupun tanah hak di wilayah perkotaan dengan luasan sekurang-kurangnya 2.500 m² dengan ketentuan persentase luas hutan kota sekurang-kurangnya 10% dari luas wilayah dan atau disesuaikan dengan kondisi setempat. Hutan kota sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 dan Pasal 54 meliputi: a. Hutan Kota Babakan Karet, terletak di Kabupaten Cianjur; b. Lain-lain hutan kota, tersebar di Kabupaten/Kota.
6. Rencana Strategis Pembangunan Pemerintah Kabupaten Cianjur Fokus pembangunan yang menjdi perhatian pemerintah kabupaten cianjur bertumpu pada 3 (tiga) bidan strategis yakni : a. Bidang Ekonomi Meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui peningkatan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana dasar, dengan sasaran yang di capai : 1. Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang transportasi melalu perbaikan, pemeliharaan dan peningkatan jaringan dan jembatan 2. Peningkatan cakupan air bersih dan air beku bagi kebutuhan masyarakat pada sektor pertanian melalui pemeliharaan dan perbaikan jaringan-jaringan irigasi 3. Meningkatan pembangunan dalam lingkup pertanian dan perkembangan sub system pemasaran agribisnis secara terpadu. 4. Berkembangnya potensi-potensi kepariwisataan yang berbasis potensi dan budaya masyarakat. 5. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan mutu SDM Nelayan. 6. Meningkatnya mutu industri kecil dan menengah serta meluasnya akses pemasaran. 7. Meningkatnya pemenuhan kebutuhan jaringan listrik terutama pada daerahdaerah potensi ekonomi dan secara teknis dapat dijangkau.
19
8. Meningkatnya mutu pengolahan lingkungan pemukiman, lingkungan hidup, dan pengendalian tata ruang daerah.
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat Meningkatkan mutu kehidupan sosial dan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan Sumber Daya Manusia yang berkelanjutan dengan sasaran yang ingin di capai : 1. Meningkatnya upaya pelayanan kesehatan masyarakat melalui pemenuhan kebutuhan faksin dan obat-obatan, peningkatan kuantitas dan kualitas sumbersumber daya pelayanan kesehatan seperti prasarana / sarana dan tenaga medis meningkatnya pengolahan kuantitas dan kualitas institusi pelayanan keluarga berencana serta peningkatan pemberdayaan perempuan 2. Meningkatnya pelayanan pendidikan melalui penambahan dan revitalisasi prasarana / sarana pendidikan dengan sistem imbal swadaya dan bantuan penuh, pemenuhan tenaga pendidikan secara kuantitas serta berkembang mutu pendidikan luar sekolah 3. Meningkatnya kuantitas dan kualitas prasarana / sarana keagamaan dan aktivitasnya serta meluaskan sosialisasi dan penerapan Gerakan Pembangunan Akhlakulkarimah. 4. Meluasnya lapangan kerja baru berbasis kompetensi dan berorientasi kepada kebutuhan
pasar,
pemasaran
tenaga
kerja,
penempatan,
penyaluran,
pendayagunaan tenaga kerja, kemitraan kerja dan perlindungan tenaga kerja dalam mendapatkan hak-haknya sesuai dengan norma-norma ketenagakerjaan di dalam maupun di luar negeri.
c. Bidang Pemerintahan Meningkatkan kemampuan manajerial dan teknis serta profesionalisme aparatur dalam rangka membangun kinerja pemerintah daerah yang akuntabel dengan sasaran yang ingin di capai. 1. Meningkanya kinerja dan profesionalisme aparatur yang berorientasi kepada pelayanan masyarakat 2. Terlaksananya rasionalisasi kelembagaan kepegawaian
20
3. Meningkatnya pengembangan produk-produk hukum daerah yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat disertai penegakkannya secara konsisten dan konsekwen. 4. Meningkatnya penyediaan prasarana dan sarana aparatur pemerintah 5. Berkembangnya pelaksanaan
mutu
pemilu
kehidupan
2004
serta
berdemokrasi. meningkatnya
Khususnya mutu
dalam
pengembangan
komunikasi dan informasi.
21
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 1. Peraturan perundangan yang terkait hutan kota di kabupaten Cianjur propinsi Jawa Barat, yaitu: -
Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
-
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
-
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
-
Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota
-
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 2 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung
2. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota, definisi hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohonpohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang 3. Rencana strategis pemerintah kabupaten Cianjur, difokuskan dalam 3 hal yaitu: bidang ekonomi, bidang kesejahteraan masyarakat, dan bidang pemerintahan.
Saran Dalam upaya pembangunan daerah, keberadaan hutan kota sangat diperlukan dan penting peranannya dalam menjaga keseimbangan lingkungan perkotaan. Berdasarkan hal tersebut penulis menyarankan dalam rencana pembangunan daerah keberadaan dan status hukum hutan kota sangat diperlukan untuk menjamin secara hukum keberlangsungan hutan kota.
22
DAFTAR PUSTAKA
[Departemen PU] Departemen Pekerjaan Umum. 2005. Profil Kabupaten/Kota. Kota Cianjur Jawa Barat. Http://www.ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jabar/cianjur.pdf [Selasa, 20 November 2007]. [Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005a. Perkembangan. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_23_3.html [Selasa, 20 November 2007]. [Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005b. Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://www.puncakview.com/Profile_Kab.Cianjur.htm [Selasa, 20 November 2007]. [Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005c. Sekilas Cianjur. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_15_3.html [Selasa, 20 November 2007]. [Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005d. Sekilas Cianjur. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_18_3.html [Selasa, 20 November 2007]. [Pemkab Cianjur] Pemerintah Kabupaten Cianjur. 2005e. Fokus Pembangunan. Kantor Informasi dan Komunikasi Kabupaten Cianjur. Artikel. Http://cianjur.go.id/Ver.2.0/Content_Nomor_Menu_22_3.html [Selasa, 20 November 2007]. Tinambunan, R. S. 2007. Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Tesis. Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Http://www.damandiri.or.id/detail.php?id=458 [Minggu, 23 September 2007].
23
Lampiran 1: Kutipan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Undang Undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor 41 TAHUN 1999 (41/1999) Tanggal 30 September 1999 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a.
b.
c. d.
e.
f.
Bahwa hutan, sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, merupakan kekayaan yang dikuasai oleh Negara, memberikan manfaat serbaguna bagi umat manusia, karenanya wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara optimal, serta dijaga kelestariannya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, bagi generasi sekarang maupun generasi mendatang; Bahwa hutan, sebagai salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal, dijaga daya dukungnya secara lestari, dan diurus dengan akhlak mulia, adil, arif, bijaksana, terbuka, profesional, serta bertanggung-gugat; Bahwa pengurusan hutan yang berkelanjutan dan berwawasan mendunia, harus menampung dinamika aspirasi dan peran serta masyarakat, adat dan budaya, serta tata nilai masyarakat yang berdasarkan pada norma hukum nasional; Bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8) sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip penguasaan dan pengurusan hutan, dan tuntutan perkembangan keadaan, sehingga perlu diganti; Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu ditetapkan undang-undang tentang Kehutanan yang baru.
Mengingat : 1. 2.
3. 4.
5. 6. 7.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan; serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia; Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034); Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,
24
........................................ Bab II Status dan fungsi Hutan Pasal 9 1. 2.
Untuk kepentingan pengaturan iklim mikro, estetika, dan resapan air, di setiap kota ditetapkan kawasan tertentu sebagai hutan kota. Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah. ........................................
Disahkan di Jakarta, Pada tanggal 30 September 1999 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE
Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 30 September 1999 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd. MULADI LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 167 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan I, LAMBOCK V. NAHATTANDS
25
Lampiran 2: Kutipan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan berciri Nusantara, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber daya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana, berdaya guna, dan berhasil guna dengan berpedoman pada kaidah penataan ruang sehingga kualitas ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya demi terwujudnya kesejahteraan umum dan keadilan sosial sesuai dengan landasan konstitusional Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa perkembangan situasi dan kondisi nasional dan internasional menuntut penegakan prinsip keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, kepastian hukum, dan keadilan dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang yang baik sesuai dengan landasan idiil Pancasila; c. bahwa untuk memperkukuh Ketahanan Nasional berdasarkan Wawasan Nusantara dan sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan ruang, maka kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah dan antara pusat dan daerah agar tidak menimbulkan kesenjangan antardaerah; d. bahwa keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif, dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan; e. bahwa secara geografis Negara Kesatuan Republik Indonesia berada pada kawasan rawan bencana sehingga diperlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan dan penghidupan; f. bahwa Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang sehingga perlu diganti dengan undang-undang penataan ruang yang baru; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang- Undang tentang Penataan Ruang; Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 25A, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG. ........................................
26
BAB VI PELAKSANAAN PENATAAN RUANG Bagian Kesatu Perencanaan Tata Ruang Paragraf 1 Umum ........................................ Pasal 17 (1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan rencana pola ruang. (2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan prasarana. (3) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya. (4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. (5) Dalam rangka pelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dalam rencana tata ruang wilayah ditetapkan kawasan hutan paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai. (6) Penyusunan rencana tata ruang harus memperhatikan keterkaitan antarwilayah,antarfungsi kawasan, dan antarkegiatan kawasan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan peraturan pemerintah. ........................................ Disahkan di Jakarta Pada tanggal 26 April 2007 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta Pada tanggal 26 April 2007 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. HAMID AWALUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR 68 Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat, ttd. Wisnu Setiawan
27
Lampiran 3: Kutipan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
b.
sebagai negara kepulauan merupakan sumber daya alam yang perlu dikelola secara terkoordinasi dan terpadu dengan sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam pola pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional sehubungan dengan hal tersebut pada huruf a, dan sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang merupakan pedoman perumusan kebijakan pokok pemanfaatan ruang wilayah nasional, serta penataan bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia dengan letak dan kedudukan yang strategis ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II;
Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL ........................................ BAB III POLA PEMANFAATAN DAN STRUKTUR RUANG WILAYAH NASIONAL ........................................ Bagian Kedua Pola Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional ........................................ Pasal 10 (1) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 meliputi : a. kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam; d. kawasan pelestarian alam; e. kawasan cagar budaya; f. kawasan rawan bencana alam; g. kawasan lindung lainnya. (2) Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. kawasan hutan lindung;
28
(3)
(4)
(5)
(6) (7)
(8)
b. kawasan bergambut; c. kawasan resapan air. Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. sempadan pantai; b. sempadan sungai; c. kawasan sekitar danau/waduk. d. kawasan sekitar mata air; e. kawasan terbuka hijau kota termasuk didalamnya hutan kota. Kawasan suaka alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. cagar alam; b. suaka margasatwa; Kawasan pelestarian alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. taman nasional; b. taman hutan raya; c. taman wisata alam. Kawasan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tidak terbagi lagi dalam kawasan yang lebih kecil. Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi antara lain kawasan rawan letusan gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, serta gelombang pasang dan banjir. Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi : a. taman buru; b. cagar biosfir; c. kawasan perlindungan plasma nutfah; d. kawasan pengungsian satwa; e. kawasan pantai berhutan bakau. ........................................ Bab IV
Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan Tertentu Bagian Pertama Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung Paragraf 1 Kriteria Kawasan Lindung Pasal 34 ........................................ (5) Kriteria kawasan lindung untuk kawasan terbuka hijau kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) huruf e adalah: a. lokasi sasaran kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota antara lain di kawasan permukiman, industri, tepi sungai/pantai/jalan yang berada di kawasan perkotaan; b. hutan yang terletak di dalam wilayah perkotaan atau sekitar kota dengan luas hutan minimal 0,25 hektar; c. hutan yang terbentuk dari komunitas tumbuhan yang berbentuk kompak pada satu hamparan, berbentuk jalur atau merupakan kombinasi dari bentuk kompak dan bentuk jalur; d. jenis tanaman untuk hutan kota adalah tanaman tahunan berupa pohon-pohonan, bukan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik; e. jenis tanaman untuk kawasan terbuka hijau kota adalah berupa pohon-pohonan dan tanaman hias atau herba, dari berbagai jenis baik jenis asing atau eksotik maupun jenis asli atau domestik.
29
........................................ Bab IV Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung, Kawasan Budi Daya dan Kawasan Tertentu Bagian Pertama Kriteria dan Pola Pengelolaan Kawasan Lindung Paragraf 2 Pola Pengelolaan Kawasan Lindung Pasal 41 (1) Langkah-langkah pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a berupa: a. mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidroorologis tanah di kawasan hutan lindung sehingga ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan air permukaan selalu dapat terjamin; b. mengendalikan hidrologi wilayah, berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir, serta untuk melindungi ekosistem yang khas di kawasan bergambut; c. memberikan ruang yang cukup bagi resapan air hujan pada kawasan resapan air untuk keperluan penyediaan kebutuhan air tanah dan penanggulangan banjir, baik untuk kawasan bawahannya maupun kawasan yang bersangkutan. (2) Langkah-langkah pengelolaan kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b berupa: a. menjaga sempadan pantai untuk melindungi wilayah pantai dari kegiatan yang mengganggu kelestarian fungsi pantai; b. menjaga sempadan sungai untuk melindungi sungai dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas air sungai, kondisi fisik pinggir dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai; c. menjaga kawasan sekitar danau/waduk untuk melindungi danau/waduk dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat mengganggu kelestarian fungsi danau/waduk; d. menjaga kawasan sekitar mata air untuk melindungi mata air dari berbagai usaha dan/atau kegiatan yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya; e. menjaga kawasan terbuka hijau kota termasuk di dalamnya hutan kota untuk melindungi kota dari polusi udara, dan kegiatan manusia yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan kota, serta untuk mengendalikan tata air, meningkatkan upaya pelestarian habitat flora dan fauna, meningkatkan nilai estetika lingkungan perkotaan dan kenyamanan kehidupan di kota. ........................................ Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1997 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA ttd. SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 1997 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA ttd. MOERDIONO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 96
30
Lampiran 4: Kutipan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota Peraturan Pemerintah No. 63 Tahun 2002 Tentang Hutan Kota PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Hutan Kota; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034); 3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 4. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3469); 5. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 6. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations Framework Convention on Climate Change (Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Perubahan Iklim) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3557); 7. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 8. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 9. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2002 tentang Dana Reboisasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4207);
31
MEMUTUSKAN : Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HUTAN KOTA. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan : (1) Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. (2) Hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. ........................................
Bagian Kedua Tujuan dan Fungsi Pasal 2 Tujuan penyelenggaraan hutan kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Pasal 3 Fungsi hutan kota adalah untuk: a. memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika; b. meresapkan air; c. menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota; dan d. mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. ........................................ BAB II PENYELENGGARAAN HUTAN KOTA Bagian Kelima Pengelolaan Paragraf 4 Perlindungan dan Pengamanan Pasal 26 (1) Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan atau penurunan fungsi hutan kota. (2) Setiap orang dilarang : a. membakar hutan kota;
32
b. c. d. e.
merambah hutan kota; menebang, memotong, mengambil, dan memusnahkan tanaman dalam hutan kota, tanpa izin dari pejabat yang berwenang; membuang benda-benda yang dapat mengakibatkan kebakaran atau membahayakan kelangsungan fungsi hutan kota; dan mengerjakan, menggunakan, atau menduduki hutan kota secara tidak sah. Paragraf 5 Pemanfaatan Pasal 27
(1) Hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan : a. pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga; b. penelitian dan pengembangan; c. pendidikan; d. pelestarian plasma nutfah; dan atau e. budidaya hasil hutan bukan kayu. (2) Pemanfaatan hutan kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3. ........................................ BAB VI SANKSI Pasal 37 Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 dikenakan sanksi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 38 Hutan kota yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku dan segera menyesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. ........................................ Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 November 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd MEGAWATI SOEKARNOPUTRI Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 November 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd BAMBANG KESOWO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 119
33