Alfalah-june20

  • Uploaded by: keluargasutanto
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Alfalah-june20 as PDF for free.

More details

  • Words: 4,061
  • Pages: 12
MEDIA DAKWAH ISLAM

Al Falah KOMUNITAS MUSLIM INDONESIA DI PHILADELPHIA

Adab Bermusyawarah Musyawarah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan. Di rumah, di kampung, kantor, dan di manapun terjadi interaksi sosial, musyawarah kerap kita lakukan. Bagaimana agar hakikat musyawarah yang mengakui ke-dhaif-an (keterbatasan diri) dan sarana memohon petunjuk kepada Allah dan Rasul-Nya ini berjalan lancar dan baik? Di bawah ini ada beberapa catatan: Niat ikhlas Awal dari segalanya adalah niat. Pun demikian dalam bermusyawarah. Niatkan bahwa apa yang akan dilakukannya untuk kemaslahatan, dan karena Allah saja. "Tidaklah iman seseorang itu menjadi lurus hingga lurus hatinya. Tidaklah lurus hatinya hingga lurus lisannya." (HR Ahmad) Mulai dari kanan Pekerjaan sederhana yang kerap terlewatkan adalah memohon izin dan bimbingan Allah dengan bacaan basmallah. Setelah itu, mulailah giliran mengemukakan pendapat yang dimulai dari sebelah kanan. Berikan kesempatan mengemukakan pendapat secara adil kepada masingmasing musyawirin (peserta musyawarah) sehingga tidak ada di antara mereka yang terkurangi hak-haknya.

Volume 2 No.13

Kendalikan Lisan Lidah tidak bertulang, demikian kata orang. Oleh sebab itu, sebelum bicara pikirkanlah secara matang, kendalikan lisan, apakah pendapat yang akan dikemukakan membawa manfaat atau justru melahirkan kemudharatan. Bila pendapat kita tidak diterima, ucapkanlah hamdallah. Sebaliknya, bila diterima, ucapkanlah istighfar `Astaghfirullah hal adzim'. Sebab, bila pun pendapat kita benar, berarti kita telah menunaikan kewajiban, dan bila salah kita terlepas dari bahaya. Bila didapati pembicara yang ngomong keluar dari konteks bahasan, ingatkanlah dengan subhanallah. Dan apabila orang mengemukakan pendapat, dengarkanlah dengan penuh perhatian. Jangan sama sekali memotong pembicaraan orang lain sebelum tuntas. Berdoalah agar Allah meneteskan hidayahnya pada forum musyawarah itu dengan memperbanyak dzikir dan shalawat (QS Al-Ahzab: 41-42 dan 56). Jangan Berfatwa Tanpa Ilmu Allah Swt berfirman: "Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, pengetahuan, dan hati semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya." ( QS AlIsra': 36) …..bersambung ke hal. 8

20 Juni 2008 Kutipan ayat Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar. (QS. 4:2)

Daftar Isi: Renungan

2

Hikmah

3

Akidah

4

MQ

5

Keluarga

6

Artikel

8

Iklan

10

Informasi

12

Hal 2

Volume 2 No.13

RENUNGAN

Istiqomah Apakah yang disebut dengan Istiqamah? Apakah seorang pemuda dapat selalu istiqamah (konsisten) untuk taat kepada Allah Swt. sepanjang usianya? Tentu saja, di sini saya (penulis) tidak bermaksud untuk tergesa-gesa mengambil penilaian, karena siapa di antara kita yang tidak pernah melakukan kesalahan? Akan tetapi, yang kami maksudkan adalah bahwa kebanyakan orang mengawali hidupnya dengan ketaatan kepada Allah Swt. kemudian terjerumus dalam kemaksiatan yang sangat besar. Mungkin pada awalnya di rumah ia dididik dengan sangat baik untuk selalu taat dan mendekatkan diri kepada Allah. Tapi, setelah itu pola hidupnya berbalik arah 180-derajat dari yang pernah ia jalani. Ia menjadi suka mengkonsumsi obat-obatan terlarang, minum minuman keras, dan tidak pernah melaksanakan shalat. Setelah itu, ia kembali lagi ke jalan Allah. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah mungkin kita mendapati seorang pemuda yang begitu pandai menjaga nafsu dan dirinya, sehingga dengan lantang berkata, "Aku tidak pernah melakukan begini atau begitu," dan dia selalu taat kepada Allah? Ataukah hal ini mustahil dan hanya sebatas khayalan belaka? Pada suatu ketika Rasulullah Saw. sedang duduk. Umar bin Khaththab r.a. datang dan melihat rambut Nabi Saw. Kisah ini terjadi pada masa-masa terakhir kehidupan Rasulullah Saw. dan Umar melihat banyak rambut

AL FALAH Buletin Al Falah adalah media dakwah islam yang diterbitkan oleh komunitas muslim Indonesia di Philadelphia dengan tujuan untuk menegakkan Ukhuwah Islamiyah di antara umat muslim Indonesia di Philadelphia.

uban di kepada Nabi Saw. "Ya Rasulullah, Kamu telah beruban." Kata Umar bermaksud mencandai beliau. "Benar kamu, hai Umar. Surat Hud telah mampu membuatku beruban." "Mengapa begitu, ya Rasulullah?" "Ya Umar, dalam surat tersebut ada sebuah ayat yang membuatku beruban." "Ayat yang manakah itu, ya Rasulullah?" "Yaitu firman Allah Swt., 'Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.'" (QS. Hud [11]: 112) Renungkanlah, bagaimana mungkin orang sekaliber Nabi Saw. dapat dibuat beruban oleh ayat ini, padahal di antara kita ada orang yang sebentar saja tidak pernah memperhatikan ayat ini, bahkan mungkin di antara kita ada orang yang sama sekali belum pernah mendengar ayat ini. Ada seorang lelaki yang mendatangi Rasulullah Saw. sembari berkata, "Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu ajaran dalam Islam yang tidak akan aku tanyakan lagi kepada siapa pun setelah kamu ini." Beliau bersabda, "Katakan aku beriman kepada Allah kemudian istiqamahlah!" (HR. Imam Ahmad dalam Kitab Musnadnya dari Abdullah bin Sufyan, dari ayahnya) (Disarikan dari Kalam minal Qalb, karya Amru Khalid). (Sumber: www.kaunee.com)

Dewan Redaksi: Choirul Abidin, Aditya Setiwan, Subarman Basarah, Adji Ardianto. Redaksi menerima sumbangan artikel/tulisan/ Caption describing berita. Saran dan kritik membangun juga sangat picture or graphic. kami harapkan. Kirimkan ke [email protected]

Volume 2 No.13

Hal 3

HIKMAH

Tanpa Perantara ''Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku dekat.'' (QS Al-Baqarah [2]: 186). Allah amat dekat pada hamba-Nya yang memanjat permohonan kepada-Nya. Allah akan menjawab setiap "pertanyaan" yang diajukan oleh hamba-Nya, maka tiada seorang pun yang dapat menjadi perantara, sekalipun beliau adalah Rasulullah SAW, sebab yang demikian Allah SWT telah memberikan tasji' (stimulus) kepada seluruh makhluk. Allah SWT selalu menebar rasa kasih sayangNya kepada seluruh makhluk-Nya, namun kebanyakan umat manusia enggan untuk mengerti dan memahami maksud proses interaksi dengan diri-Nya. Pemahaman tentang tiada perantara hamba dengan Tuhan-Nya ini mutlak diperlukan sebagai penanaman diri seorang hamba untuk menunjukkan kedekatan dengan-Nya. Pendekatan dengan sebuah 'tatapan muka' merupakan cerminan adanya iradah (keinginan) untuk mengeliminasi anggapan tentang tiadanya 'prosedur birokrasi' yang justru akan memberikan implikasi positif bagi seorang hamba yang berkeinginan untuk mendapatkan kepastian 'jawaban' dari Tuhannya. Kepastian tentang 'jawaban' dengan menggunakan perantara besar kemungkinan dapat salah diinterpretasikan untuk mendapatkan keuntungan yang ingin ia peroleh.

INTERMEZO

Kedudukan yang dimiliki oleh seseorang tidak dapat menjadi sarana pendekat bagi orang lain kepada Tuhannya, melainkan apabila orang tersebut beramal dengan anggota badannya atau hartanya untuk mendapatkan kedekatan dengan Tuhannya. Amalan tersebut harus disertai dengan niatan yang ikhlas karena Tuhannya untuk mencari keridhaan-Nya. Hal ini pernah dikisahkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim kepada tiga orang yang terjebak di dalam sebuah gua yang tertutup oleh batu besar. Kemudian, ketiga orang tersebut berinisiatif dengan menjadikan amalan shalihnya sebagai perantara agar Allah Ta'ala dengan kuasa-Nya sudi untuk membukakan pintu gua, maka Allah Ta'ala memperkenankannya sehingga ketiganya dapat keluar dari gua. Allah Ta'ala tidak pernah memerintahkan kepada seseorang hamba untuk dapat bertaqarrub (mendekatkan) kepada Tuhan-Nya, melainkan dengan keimanan dan amal shalih. Allah Ta'ala mencintai seorang hamba yang ber-taqarrub dengan-Nya melalui amal shalih, seperti shalat, puasa di bulan Ramadhan, zakat, haji, dan ibadah-ibadah sunah, serta menjauhi amal perbuatan yang dibenci oleh Tuhannya untuk menunjukkan bahwa ia menunjukkan untuk berkeinginan mendapatkan 'jawaban' atas apa yang dimunajatkan tanpa harus melalui sebuah perantara. (Sumber: republika online)

Volume 2 No.13

Hal 4

AKIDAH

Awas Hati-hati: RIYA’ Di antara jenis riya’ ialah sebagi berikut. 1). Riya Yang Berkaitan Dengan Badan Misalnya dengan menampakkan kekurusan dan wajah pucat, agar penampakan ini, orang-orang yang melihatnya menilainya memiliki kesungguhan dan dominannya rasa takut terhadap akhirat. Dan yang mendekati penampilan seperti ini ialah dengan merendahkan suara, menjadikan dua matanya menjadi cekung, menampakkan keloyoan badan, untuk menampakkan bahwa ia rajin berpuasa. 2). Riya Dari Sisi Pakaian Misalnya, membiarkan bekas sujud pada wajah, mengenakan pakaian jenis tertentu yang biasa dikenakan oleh sekelompok orang yang masyarakat menilai mereka sebagai ulama, maka dia mengenakan pakaian itu agar dikatakan sebagai orang alim. 3). Riya Dengan Perkataan Umumnya, riya’ seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang menjalankan agama. Yaitu dengan memberi nasihat, memberi peringatan, menghafalkan hadits-hadits dan riwayat-riwayat, dengan tujuan untuk berdiskusi dan melakukan perdebatan, menampakkan kelebihan ilmu, berdzikir dengan menggerakkan dua bibir di hadapan orang banyak, menampakkan kemarahan terhadap kemungkaran di hadapan manusia, membaca Al-Qur’an dengan merendahkan dan melembutkan suara. Semua itu untuk menunjukkan rasa takut, sedih, dan khusyu’ (kepada Allah, pent). 4). Riya’ Dengan Perbuatan Seperti riya’nya seseorang yang shalat dengan berdiri sedemikian lama, memanjangkan ruku, sujud dan menampakkan kekhusyu’an, riya’ dengan memperlihatkan puasa, perang (jihad), haji, shadaqah dan semacamnya.

5). Riya’ Dengan Kawan-Kawan Dan TamuTamu Seperti orang yang memberatkan dirinya meminta kunjungan seorang alim (ahli ilmu) atau ‘abid (ahli ibadah), agar dikatakan “sesungguhnya si Fulan telah mengunjungi si Fulan”. Atau juga mengundang orang banyak untuk mengunjunginya, agar dikatakan “sesungguhnya orang-orang baragama sering mendatanginya”. PERKARA YANG DISANGKA RIYA DAN SYIRIK, PADAHAL BUKAN ! 1). Pujian Manusia Untuk Seseorang Terhadap Perbuatan Baiknya Dari Abu Dzar, dia berkata : Ditanyakan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Beritakan kepadaku tentang seseorang yang melakukan amalan kebaikan dan orang-orang memujinya padanya!” Beliau bersabda : “itu adalah kabar gembira yang segera bagi seorang mukmin” [HR Muslim, no. 2642, Pent) 2). Giatnya Seorang Hamba Melakukan Ibadah Pada Saat Dilihat Oleh Orang-Orang Yang Beribadah Al-Maqdisi rahimahullah berkata : Terkadang seseorang bermalam bersama orangorang yang melaksanakan shalat tahajjud, lalu mereka semua melakukan shalat di sebahagian besar waktu malamnya, sedangkan kebiasaan orang itu melakukan shalat malam satu jam, sehingga ia pun menyesuaikan dengan mereka. Atau mereka berpuasa, lalu ia pun berpuasa. Seandainya bukan karena orang-orang itu, semangat tersebut tidak muncul. Mungkin ada seseorang yang menyangka bahwa (perbuatan) itu merupakan riya’, padahal tidak mutlak demikian. Bahkan padanya terdapat …bersambung ke Hal. 10

Hal 5

Volume 2 No.13 MANAJEMEN QALBU ( KH Abdullah Gymnastiar )

Menjauhi Hal yang Kurang Bermanfaat Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, "Di antara (tanda) baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan perkara yang tak berguna baginya". (Hadis hasan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan lainnya). Penjelasan: Salah satu keistimewaan Rasulullah SAW adalah kemampuan beliau untuk mengungkapkan suatu masalah dengan kata-kata singkat namun padat akan makna. Dalam hadis ini Rasulullah SAW hanya mengungkapkan beberapa patah kata, tapi maknanya-menurut Abu Hurairah-mencakup seluruh kebaikan dunia dan seluruh kebaikan akhirat. Apa yang diungkapkan Abu Hurairah mendapat dukungan dari para ulama yang bersepakat bahwa hadis ini kedudukannya sangat tinggi (mulia) dalam Islam. Sebagian di antara mereka berkata bahwa hadis ini mencakup setengah dari agama. Alasannya, karena agama itu terdiri dari dua hal, yaitu al-fi'lu (melakukan, berbuat sesuatu) dan at-tarqu (meninggalkan sesuatu). Imam Hambali mengungkapkan bahwa hadis itu termasuk ke dalam kaidah-kaidah adab atau etika yang sangat agung dalam Islam. Betapa tidak, di dalamnya mencakup dua adab utama yang harus dimiliki seorang Muslim, yaitu meninggalkan perkara tak bermanfaat yang secara tidak langsung mengharuskan pula melakukan segala hal yang bermanfaat (amal shalih). Bahaya keterlenaan Hadis ini adalah salah satu fondasi dalam menegakkan bangunan umat yang padu (ummatan waahidan). Terbentuknya sebuah umat yang kuat harus diawali dengan membangun individu-individunya agar berakhlak mulia. Dan di antara karakter mulia tersebut adalah ketika dia tidak disibukkan dengan halhal sepele dan tidak bermanfaat. Allah SWT berfirman, ''Beruntunglah orang-orang yang

beriman, (yaitu) mereka yang khusyuk dalam shalatnya, dan mereka yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tidak berguna.'' (QS Al-Mu'minun: 1-3). Ketika seseorang sudah larut dalam masalah sepele dan kurang bermanfaat, sadar atau tidak, ia akan kehilangan waktu untuk berpikir dan berbuat dalam kerangka yang lebih luas. Akhirnya, banyak tenaga, waktu, maupun potensi diri yang terbuang percuma. Padahal, keterlenaan inilah yang akan mengawali hancurnya sebuah umat. Ketika setiap orang sudah tidak berperhatian lagi dengan waktu dan segala potensi yang dimilikinya, maka dia akan sulit bersaing demi meraih kejayaan di dunia dan akhirat! Hal ini bertentangan dengan firman Allah SWT, ''Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan Mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.'' (QS Al-Baqarah: 148). Rasulullah SAW pun sempat menasihati Abu Dzar Al-Ghifari, "Cukuplah kejelekan seseorang ketika dia tidak mengetahui dirinya sendiri dan suka melakukan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk dirinya. Wahai Abu Dzar, tidak ada akal seperti melakukan perencanaan, tidak ada wara' seperti menjaga diri, dan tidak ada kebaikan seperti budi pekerti yang baik". Tatkala seseorang menyibukkan diri dengan hal yang tidak bermanfaat, menurut Rasulullah SAW, maka kesibukan hakikatnya tersebut telah menunjukkan lemahnya keimanan orang yang bersangkutan. Padahal Allah SWT akan meminta pertanggungjawaban manusia atas sekecil apapun amal yang dilakukannya. Difirmankan, ''Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat balasannya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah-pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula (QS AlZalzalah: 7-8). Wallahu a'lam bish-shawab.

Volume 2 No.13

Hal 6

WANITA DAN KELUARGA

Anak Sebagai Amanah dan Lahan Tafakur Kondisi bangsa kita yang sedang sakit ini adalah sebuah cerminan bahwa keluargakeluarga yang membentuk bangsa kita ini kurang sehat karena siapapun yang menjadi penyebab rusaknya negeri ini dulunya pasti anak-anak yang sempat dididik dalam sebuah keluarga. Dua hal yang bisa kita ambil hikmah mengapa negeri kita diuji seperti ini. Pertama, nila-nilai yang berlaku di keluargakeluarga yang ada di bangsa kita tidak tepat. Kedua, sistem pendidikan yang diterapkan di negeri ini juga belum tepat, sehingga harus dievaluasi ulang. Menyalahkan, mengutuk dan mencaci tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah. Kalau kita belum bisa mengubah negara, marilah kita mulai dari mengubah keluarga kita. Peran anak bagi orang tua adalah sebagai amanah, cobaan, lahan tafakur, investasi pahala, dan indikator kesuksesan dunia akhirat. Pertama anak itu adalah amanah, bukan milik kita. Milik Allah segala yang ada di langit dan di bumi, termasuk anak-anak kita. Kita jangankan membuat anak, menggambar anak saja belum tentu sanggup, bahkan membuat satu helai saja rambut tidak sanggup. Bagusnya jangan membuat sombong dan kekurangannya jangan membuat minder, kemudian melihat anak orang lain jangan iri, karena semuanya milik Allah. Umurnya Allah yang menentukan. Matimatian kita ingin anak panjang umur, kita tak berdaya kalau pemiliknya akan mengambil. Walaupun penguasa negara, tak dapat menguasainya kalau Allah tak menghendaki. Yang penting bagi kita adalah menyikapi amanah ini dengan sebaik-baiknya. Kedua, anak sebagai cobaan (sudah diuraikan minggu kemarin). Ketiga, anak sebagai lahan tafakkur. Alang-

kah bahagianya jikalau Allah mengaruniakan kepada kita hati yang bening. Gelas bening yang berisi air bening, jika ada satu butir debu saja di dalamnya, maka kita mudah melihatnya. Begitu pula orang tua yang memiliki hati yang bersih, kalau melakukan kesalahan, maka ia bisa merasakannya, tidak sibuk menyalahkan anak, tetapi sibuk mengevaluasi diri. Alangkah beruntungnya orang yang berhati bersih, seperti gelas bening yang di dalamnya ada cahaya. Selain bisa menerangi seisi gelas, juga bisa menerangi sekitarnya. Kalau kita ingin selalu mendapatkan ilmu, maka rahasianya adalah bersihkan hati kita. Begitupula orang tua yang berhati bersih, setiap kejadian apapun senantiasa menjadi ilmu yang merupakan cahaya bagi dirinya dan sekitarnya. Ilmu tidak datang dari orang yang lebih tua saja, bahkan bisa datang dari anak-anak kecil. Betapa banyak yang bisa kita tafakuri dari perilaku anak-anak kita. Mereka jangan hanya dijadikan objek untuk mengekspresikan harapan kita kepada mereka, tetapi perilaku mereka pun harus menjadi pelajaran bagi kita. Banyak yang bisa kita renungkan dari sikap anak kecil itu, baik sisi positif maupun negatifnya. Pertama, anak kecil itu tidak panik dengan rezekinya, tetapi mengapa setelah dewasa banyak yang menjadi licik bahkan ada yang korupsi. Kita tidak usah risau dengan rezeki. Yang harus dirisaukan itu benar tidaknya cara kita menjemput rezeki kita. Kedua, anak kecil itu memiliki semangat pantang menyerah. Ketika anak belajar berjalan, dia jatuh bangkit. Tidak ada anak yang menyerah, hingga akhirnya bisa berjalan. Ini ilmu buat kita. Kegagalan itu bu-

Hal 7

Volume 2 No.13 kan jatuh, tetapi kegagalan yang sebenarnya adalah kalau kita tidak pernah mau berbuat. Ketiga, anak kecil itu pemaaf. Mereka begitu mudah untuk memaafkan dan berdamai, tetapi mengapa banyak orang yang semakin tua semakin pendendam. Keempat, polos (apa adanya). Anak kecil itu tidak banyak beban dalam hidupnya karena mereka jujur sehingga merdeka hidupnya. Kita banyak menderita dalam hidup ini karena sering ingin kelihatan lebih baik dari kenyataan yang sebenarnya, sehingga malah menimbulkan masalah baru. Selain itu, kita juga bisa menafakuri kelakuan jelek anakanak kita untuk melihat apakah kita kekanakkanakan atau tidak. Ada beberapa perilaku anak kecil yang jangan ditiru, misalkan anak

kecil itu senang pamer. Ini banyak yang terbawa sampai tua. Anak kecil juga suka memaksa dan ingin menang sendiri. Kalau mempunyai keinginan harus diikuti, jika tidak maka ia akan memaksanya tanpa mempedulikan apapun. Menurut pengakuan beberapa koruptor kecil-kecilan mereka melakukannya karena dipaksa oleh istrinya. Ini perilaku anak kecil. Ya Allah, muliakan bangsa ini dengan Engkau muliakan keluarga-keluarganya. Cahayai rumah tangga bangsa ini dengan cahaya hidayah-Mu. Jadikan bangsa ini bangsa rahmatan lil alamiin, bukti dari kebenaran agama-Mu. ( KH Abdullah Gymnastiar)

Membuat Istri Menjadi Lebih Baik Istri adalah merupakan unsur yang paling menentukan bagi masa depan anak. Anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya dengan ibunya daripada bapaknya. Oleh karena itu mereka sangat dipengaruhi oleh sikap dan tingkah laku ibu daripada ayah. Maka apabila suami berusaha untuk menjadikan istrinya menjadi lebih baik, berarti dia sedang berusaha untuk memperbaiki generasi masa depan. Diantara kiat-kiat untuk membuat istri lebih baik adalah: 1.

Menganjurkan bangun malam untuk shalat Tahajud

2.

Membaca Al-Qur’an tiap hari meskipun hanya satu atau dua halaman

3.

Menghafal surat, ayat baru minimal dua bulan sekali.

4.

Menghadiri pengajian-pengajian secara rutin, minimal seminggu sekali

5.

Menghafalkan zdikir dan do’a pada kesempatan tertentu

6.

Menganjurkannya untuk banyak mengeluarkan sadakah

7.

Membaca buku-buku Islam yang membermanfaat

8.

Mendengarkan kaset, CD, Youtube yang bermanfaat

9.

Memilihkan teman-teman yang sholihah baginya, untuk mempereat ukhuwah Islamiyah dan bisa bertawaso bilhaq (saling menasehati untuk mengikuti yang hak).

10. Saling bertukar pikiran dalam masalah agama dan pendidikan anak 11. Menjauhkan dari segala keburukan dan pintu-pintunya 12. Mengurangi menonton TV dan mendengarkan musik (Mohammad Joban)

Volume 2 No.13

Hal 8

ARTIKEL UTAMA

Adab Bermusyawarah Begitupun, jangan membantah argumentasi orang lain tanpa mempelajari permasalahannya. Barangsiapa tidak tahu, tidak patut baginya memberi koreksi kepada orang yang tahu. Janganlah bersikap fanatik terhadap suatu pendapat yang tanpa disadari pemahaman, petunjuk, dan bukti. Imam Malik pernah ditanya, dan menjawab: "Saya tidak tahu." Ia menjauh dari berfatwa tanpa ilmu. Allah Maha Pengasih kepada siapa saja yang memahami kadar kemampuan dirinya. Jangan Mendominasi

….sambungan hal. 1 bahwa bila urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, tunggulah kehancurannya. Hindari Permusuhan Terkadang suasana musyawarah memanas oleh perdebatan dan perbedaan faham. Bila sudah demikian, berhati-hatilah dengan tipu daya iblis yang membisikkan seolah-olah kita berbicara kebenaran, padahal sesungguhnya nafsu. "Sesungguhnya, larangan yang pertama ditujukan kepadaku setelah penyembahan berhala adalah perdebatan (yang dibarengi dengan permusuhan)." (HR Imam Bazar dan Thabrani dengan sanad lemah).

Janganlah mendominasi pembicaraan hanya karena ingin dikenal pandai bicara dan luas wawasan. Mendominasi pembicaraan bukanlah tanda keluasan wawasan seseorang, tetapi ketamakan. "Dan sesungguhnya orang yang paling Aku benci dan paling jauh majelisnya dari-Ku pada hari kiamat adalah orang-orang yang berlebihan dalam bicara, yang suka mengungguli orang lain dengan perkataannya dan yang menunjuk-nunjukkan mulut besarnya dengan omongan untuk menampakkan kelebihan di hadapan orang lain." (HR Ahmad dan Tirmidzi)

Tidak jarang musyawarah menjadi ajang `pembantaian' bagi orang lain. Seolah-olah musyawarah itu kesempatan membuka kelemahan orang lain, di hadapan orang banyak. Hal ini sangat tidak sesuai dengan akhlaq Islam. Hindarilah sikap melampaui batas; membuka aib dan merendahkan sesama Muslim (QS 49: 11-12).

Rendah Hati

Memahami Perbedaan

Bila kita mengetahui ada orang yang lebih berkompeten dan lebih ahli, lebih baik kita mendengar darinya daripada berbicara. Ingat pesan Hasan bin Ali ra kepada anaknya: "Wahai anakku, jika engkau mengikuti pembicaraan ulama, hendaknya engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara. Belajarlah menjadi pendengar yang baik sebagaimana engkau menjadi pembicara yang baik. Dan janganlah memotong pembicaraan meskipun panjang lebar, hingga ia menyelesaikannya sendiri."

Perbedaan pendapat bukanlah persoalan yang membahayakan, jika didasari keikhlasan dan diterima dengan lapang dada, sikap toleran, dan kasih sayang. Imam Abu Hanifah berkata: "Pendapat kami benar, namun memiliki kemungkinan salah, dan pendapat orang lain salah namun memiliki kemungkinan benar."

Tidak (selalu) Suara Terbanyak Kebenaran tidak selalu dapat diukur dari suara terbanyak. Apalagi bila hal itu menyangkut keahlian. Karena itu pendapat seorang yang ahli tidak bisa dikalahkan oleh peserta lain yang banyak, yang sesungguhnya tidak berkompeten terhadap hal itu. Ini bukan diskriminasi. Bukankah pendapat seorang dokter-dokter tentang hal ihwal penyakit seorang pasien tidak bisa dianulir oleh pendapat para jururawat atau seluruh pegawainya meskipun mereka semua unjuk gigi tidak sependapat? Rasulullah saw pernah bersabda,

Bukan 'Pembantaian'

Tidak perlu khawatir, terimalah hasil musyawarah yang mungkin berbeda dengan pendapat kita, karena Rasulullah memberi jaminan: Bila ijtihad kita benar, kita akan dapat dua pahala. Sebaliknya, bila salah, (juga) tetap akan dapat satu pahala. Tutup dengan Istighfar Setelah tahap-tahap musyawarah dianggap selesai, agar majelis kita tidak bernilai laghah (sia-sia), tutuplah kegiatan majelis tersebut dengan memohon ampun kepada Allah Swt dengan doa majelis, Subhanakalahuhumma rabbana wabihambika asyahadu alla ilaha illa anta ashtaghfiruka wa atuubu ilaik, mungkin ada keteledoran, kegegabahan, atau kealpaan yang dilakukan pada saat berlangsung musyawarah.

Hal 9

Volume 2 No.13 AKIDAH

Awas Hati-hati: RIYA’ perincian, bahwasanya setiap mukmin menyukai beribadah kepada Allah Ta’ala, tetapi terkadang banyak kendala yang menghalanginya. Dan kelalaian telah menyeretnya, sehingga dengan menyaksikan orang lain itu, maka kemungkinan menjadi faktor yang menyebabkan hilangnya kelalaian tersebut, kemudian ia dapat menguji urusannya itu, dengan cara menggambarkan orang-orang lain itu berada di suatu tempat yang dia dapat melihat mereka, namun mereka tidak dapat melihatnya. Jika dia melihat jiwanya ringan melakukan ibadah, maka itu untuk Allah. Jika jiwanya merasa berat, maka keringanan jiwanya di hadapan orang banyak itu merupakan riya’. Bandingkan (perkara lainnya) dengan ini” [7] Aku katakan : Kemalasan seseorang ketika sendirian datang masuk dalam konteks sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “(Sesungguhnya srigala itu hanyalah memakan kambing yang menyendiri), sedangkan semangatnya masuk ke dalam bab melaksanakan sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “(Hendaklah kamu menetapi jama’ah) [8] 3). Membaguskan Dan Memperindah Pakaian, Sandal Dan Semacamnya Di dalam Shahih Muslim, dari Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda. “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan seberat biji sawi”. Seorang laki-laki bertanya : “ Ada seseorang suka bajunya bagus dan sandalnya bagus (apakah termasuk kesombongan?)”. Beliau menjawab : “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” [HR Muslim no. 2749, Pent] 4). Tidak Menceritakan Dosa-Dosanya Dan Menyembunyikan Ini merupakan kewajiban menurut syari’at atas setiap muslim, tidak boleh menceritakan kemaksiatan-kemaksiatan berdasarkan sabda Nabi

....sambungan hal. 4 Shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Semua umatku akan diampuni (atau : tidak boleh dighibah) kecuali orang yang melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan. Dan sesungguhnya termasuk melakukan kemaksiatan dengan terang-terangan, yaitu seseorang yang melakukan perbuatan (kemaksiatan) pada waktu malam dan Allah telah menutupinya (yakni, tidak ada orang yang mengetahuinya, Pent), lalu ketika pagi dia mengatakan : “Hai Fulan, kemarin aku melakukan ini dan itu”, padahal pada waktu malam Allah telah menutupinya, namun ketika masuk waktu pagi dia membuka tirai Allah terhadapnya” [HR Al-Bukhari, no. 6069, Muslim no. 2990, Pent] Menceritakan dosa-dosa memiliki banyak kerusakan, (dan) bukan di sini perinciannya. Di antaranya, mendorong seseorang untuk berbuat maksiat di tengah-tengah hamba dan menyepelekan perintah-perintah Allah Ta’ala. Barangsiapa menyangka bahwa menyembunyikan dosa-dosa merupakan riya’ dan menceritakan dosa-dosa merupakan keikhlasan, maka orang itu telah dirancukan oleh setan. Kita berlindung kepada Allah darinya. 5). Seorang Hamba Yang Meraih Ketenaran Dengan Tanpa Mencarinya Al-Maqdisi berkata : “Yang tercela, ialah seseorang mencari ketenaran. Adapaun adanya ketenaran dari sisi Allah Ta’ala tanpa usaha menusia untuk mencarinya, maka demikian itu tidak tercela. Namun adanya ketenaran itu merupakan cobaan bagi orang-orang yang lemah (imannya, Pent)” [9] Demikian, beberapa penjelasan berkaitan dengan riya’. Semoga Allah Azza wa Jalla menjauhkan kita semua dari sifat buruk ini, baik dalam perkataan maupun perbuatan, serta semoga menjadikan kita termasuk orangorang yang ikhlas dalam beramal. (Sumber: Majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XII/1429H/2008M )

Hal 10

Volume 2 No.13

RUANG IKLAN

Hal 11

Volume 2 No.13

RUANG IKLAN

Kunjungi youtube-nya anak bangsa

www.suara-bangsaku.com

Untuk Pemasangan Iklan Hubungi Adji di 267.255.6140

Mari Kita Makmurkan Mesjid Al Falah Komunitas Muslim Indonesia di Philadelphia 1603 17th Street, Philadelphia, PA 19145

SHALAT MAGHRIB DAN ISYA BERJAMAAH Mesjid dibuka setiap hari jam 7.30 malam s/d selesai shalat Isya. Mari kita melaksanakan shalat Maghrib dan Isya berjamaah.

KELAS MEMBACA AL QURAN Setiap hari Sabtu, jam 5.00 sore s/d Maghrib. Untuk pemula maupun yang ingin memperlancar. Kelas ini terbuka bagi umum, anak-anak, remaja, maupun dewasa dan tanpa dipungut bayaran. Untuk informasi lebih lanjut dan penjemputan, hubungi: Gunawan (267-266-0134) / Barman (267-475-7081) / Aditya (267-2050520).

PENGAJIAN MINGGUAN Setiap hari Sabtu, jam 8.30 malam (selesai Maghrib) s/d Isya. Membahas Fiqh, Tauhid, Tafsir Alquran dan masalah-masalah islam sehari-hari. Untuk dewasa maupun untuk anak-anak. Untuk informasi lebih lanjut dan penjemputan, hubungi: Gunawan (267-266-0134) / Barman (267-475-7081) / Aditya (267-205-0520).

LAPORAN KEUANGAN BULAN MEI 2008 PENDAPATAN

AMT($)

PENGELUARAN

AMT($)

1. 2. 3.

4,880.20 600.00 5,577.00

1. 2. 3.

26.00 13.00 1,009.68

Saldo awal Sewa Apt. Infaq & Shadaqah

4. 5. 6. TOTAL

11,057.20

Aksesoris Komputer Duplikasi Kunci Bahan Material untuk renovasi Basement Mortgage Biaya Rekening Saldo Akhir

TOTAL

753.10 27.00 9,228.42 11,057.20

Kunjungi website muslim Indonesia di Philadelphia — www.indophila.org

More Documents from "keluargasutanto"

Alfalah-june20
October 2019 5