Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia
LAPORAN AKHIR
REKRUTMEN DAN KARIR DI BIDANG PERADILAN
Disusun oleh:
Kelompok Kerja A.2 Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report EXECUTIVE SUMMARY Konteks Studi Masyarakat menyoroti sistem dan praktek penegakan hukum di bidang peradilan yang berlangsung selama ini lebih banyak berkaitan dengan ruang lingkup tugas hakim. Oleh sebab itu, penelitian tentang REKRUTMEN DAN KARIR DI BIDANG PERADILAN ini dibatasi pada rekrutmen dan karir profesi hakim. Sampai saat ini dalam rekrutmen dan karir hakim belum didasarkan pada norma-norma profesionalisme atau kemampuan pribadi hakim yang bersangkutan, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan di dalam proses peradilan yang melahirkan putusan hakim yang kurang mencerminkan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Akibat lebih lanjut dari keadaan tersebut, terjadi turunnya kadar kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan. Misalnya, pengangkatan hakimhakim untuk mengisi Mahkamah Agung yang telah dilakukan dengan fit and proper test oleh DPR dirasakan masih belum dapat menghasilkan hakim agung yang baik, karena proses rekrutmen dengan cara tersebut sarat dengan muatan kepentingan politik yang ikut mempengaruhinya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan sistem peradilan yang baik perlu diwujudkan suatu sistem rekrutmen dan karir hakim yang baik. Diharapkan, hakim sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum dapat menjadi benteng atau pelarian terakhir (the last resort) bagi para pencari keadilan (justiciable). Hakim harus mempunyai kemampuan profesional serta moral dan integritas yang tinggi agar mampu mencerminkan rasa keadilan, memberikan manfaat dan kepastian hukum. Selain itu hakim harus mempunyai kemampuan untuk berkomunikasi serta menjalankan peranan dan statusnya yang dapat diterima oleh masyarakat, hakim juga harus mempunyai iman dan taqwa yang baik. Dalam usaha memenuhi persyaratan di atas, dibutuhkan suatu pedoman yang baru yang pada gilirannya akan dapat diperoleh hakim yang berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela. Hal tersebut mengingat tugas hakim selain bersifat praktis, rutin, juga bersifat ilmiah dan mulia. Sifat pembawaan tugas hakim yang demikian itu, menyebabkan hakim harus selalu mendalami perkembangan ilmu pengetahuan hukum dan kebutuhan hukum masyarakat, hakim juga harus memantapkan pertimbanganRekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
ii
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report pertimbangan sebagai dasar menyusun putusannya, sehingga hakim dapat ikut berperan aktif dalam reformasi hukum. Dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim bebas. Kebebasan hakim dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi dan lainnya. Namun, kebebasan tersebut tidak mutlak sifatnya karena tugas hakim adalah menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasardasar serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga keputusannya mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. Hal tersebut berarti kebebasan hakim dibatasi oleh Pancasila, undang-undang, kepentingan para pihak dan ketertiban umum. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi hakim saat ini belum seperti yang diharapkan. Terbukti dengan adanya banyak laporan dan pengaduan tentang proses penanganan perkara, penyalahgunaan kekuasaan hakim pada khususnya atau peradilan pada umumnya. Masyarakat memberi sorotan pada cara dan hasil kerja hakim sebagai tumpuan dan sekaligus sebagai benteng terakhir dalam penegakan hukum dan keadilan. Bertolak dari uraian di atas, maka permasalahan pokok yang dapat dirumuskan adalah bagaimana sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Selanjutnya permasalahan pokok ini diurai menjadi masalah-masalah: apakah sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini sudah tepat; faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi, dan nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim; apakah sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini sudah layak; dan bagaimanakah upaya meningkatkan ketertarikan sarjana hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim. Maksud penelitian ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek dalam merumuskan (memformulasikan) sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Di samping itu, penelitian ini bertujuan untuk: 1. mengkaji sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini; 2. mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi. Korupsi dan nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim; 3. mengkaji layak tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini; Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
iii
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report 4. mengkaji upaya meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim. Sasaran penelitian ini adalah memberi masukan berbagai aspek perumusan sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat, yang dirinci sebagai berikut: 1. sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini; 2. faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi. Korupsi dan nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim; 3. layak tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini; dan 4. upaya-upaya untuk meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim. Metode kajian yang digunakan adalah kombinasi antara metode kajian normatif dan metode kajian empiris. Mengingat terbatasnya waktu dan biaya, lokasi penelitian dan penentuan responden ditetapkan secara perposif, yaitu: lokasi dalam negeri: Medan, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Ujung Pandang. Untuk lokasi luar negeri: Kuala Lumpur (Malaysia), Rotterdam, Den Haag, Leiden dan Utrecht (Netherland). Responden untuk lokasi dalam negeri meliputi tiga komunitas, yaitu: komunitas hakim (50 orang), komunitas aparat penegak hukum non hakim yang terdiri dari jaksa, polisi dan advokat/pengacara praktik (100 orang) dan komunitas Sarjana Hukum non penegak hukum (100 orang). Di samping itu juga dilengkapi dengan responden pencari keadilan (20 orang). Untuk lokasi luar negeri yang digunakan sebagai lokasi studi komparatif, ditetapkan untuk responden dan bidang yang terbatas. Untuk penelitian kepustakaan digunakan alat studi dokumen, sedangkan untuk penelitian lapangan digunakan alat studi dokumen, kuesioner dan pedoman wawancara. Kemudian, keseluruhan hasil penelitian dianalisis secara kualitatif, dan sejauh menyangkut institusi dianalisis dengan metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan, maka dapat dikonstatir adanya kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, serta faktor-faktor kunci keberhasilan, dan isu strategis sistem peradilan saat ini, khususnya yang berkaitan dengan rekrutmen dan Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
iv
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report karir hakim. Isu strategis yang dirumuskan sekaligus diajukan sebagai rekomendasi yang dapat ditarik berdasarkan hasil penelitian tentang adalah sebagai berikut: Kekuatan (Strengths): 1.
Banyaknya lulusan yang idealis dan berkualitas tersebar di seluruh Indonesia, yaitu ada 186 PT Hukum (belum termasuk PT Syariah), yang berarti out put cukup banyak, termasuk yang berminat menjadi hakim.
2.
Adanya 4 pilar penegak hukum, yang dapat saling mengawasi.
3.
Bnyaknya jumlah pengadilan yang hampir merata di seluruh wilayah RI, yang berarti sesuai dengan kebutuhan di tiap Kabupaten/Kota ada pengadilan tingkat pertama.
4.
Hakim sebagai pejabat Negara.
5.
Gaji hakim terlepas dari struktur gaji PNS.
Kelemahan (Weaknesses): 1.
SDM yang telah direkrut kurang dibina.
2.
Sistem rekrutmen cenderung tertutup dan kurang berorientasi untuk mendapatkan SDM yang baik, serta ada indikasi adanya KKN.
3.
Sistem mutasi dan promosi tidak berjalan dengan baik, kurang adil dan kurang berorientasi pada kecakapan, serta adanya indikasi KKN.
4.
Penyebaran hakim, dan karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan riil, sehingga seringkali rationya tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus ditangani di satu pengadilan: perkara sedikit banyak hakim yang nganggur; sebaliknya perkara sangat besar hakim tidak cukup waktu untuk beristirahat.
5.
Kurang adanya koordinasi dalam penerimaan Hakim Agung non karir dan fit and proper test kurang tepat.
6.
Mekanisme pengawasan tidak jelas dan tidak tegas, termasuk penerapan sanksi (baik berupa penghargaan maupun yang berupa hukuman).
7.
Adanya praktek KKN dalam penanganan perkara yang banyak terungkap dan terekspos.
8.
Sarana dan prasarana yang kurang memadai, sehingga sering menghambat kelancaran penyelesaian perkara di pengadilan.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
v
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report 9.
Dewan Kehormatan Hakim tidak berfungsi efektif.
Peluang (Opportunities): 1.
Semakin maraknya tuntutan reformasi peradilan.
2.
Banyaknya PT yang membuka Program S-2, S-3 telah membuka kesempatan dan mempermudah untuk mengikuti studi lanjut, baik di dalam maupun di luar negeri.
3.
Era globalisasi dan pasar bebas mengakibatkan persoalan hukum menjadi semakin luas dan kompleks.
4.
Perkembangan ilmu hukum dan bidang hukum yang semakin luas dan mendalam.
5.
Banyaknya perkara yang diajukan ke pengadilan, yang cenderung meningkat.
6.
Kompetisi
antara hakim dari lingkungan peradilan yang satu dengan
lingkungan peradilan yang lain. 7.
Berlakunya UU No. 35 Tahun 1999 menuntut segera diadakannya perubahan/pengalihan urusan organisasi, administrasi dan finansiil dari Departemen tertentu kepada Mahkamah Agung.
8.
Adanya Kewajiban Mahkamah Agung untuk menyampaikan Laporan Tahunan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Tantangan (Threats) : 1.
Niat Pemerintah yang rendah untuk memberantas KKN.
2.
Masih tingginya pengaruh Pemerintah, DPR, dan pers (media cetak
dan
elektronik) terhadap peradilan. 3.
Pengaruh luar negeri dalam sistem peradilan masih cukup tinggi.
Critical Succes Factor (CSF): 1.
SDM yang berkualitas cukup banyak.
2.
Kesempatan meningkatkan ilmu dan ketrampilan luas dan terbuka.
3.
Banyaknya jumlah pengadilan.
4.
Sistem satu atap di bawah Mahkamah Agung.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
vi
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Kesimpulan Kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim. Kelemahan sistem rekrutmen dan karir hakim yang ada, antara lain: (1) sistem rekrutmennya cenderung tertutup dan kurang berorientasi untuk mendapatkan SDM yang baik, terdapat indikasi adanya KKN; (2) kurang pembinaan terhadap hakim yang ada; (3) sistem mutasi dan promosi hakim dan jabatannya tidak berjalan dengan baik, kurang adil, kurang berorientasi pada kecakapan, terdapat adanya indikasi KKN; (4) jumlah pengadilan, hakim, dan karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan riil, rasionya tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus ditanganinya; (5) kurang koordinasi dalam rekrutmen Hakim Agung non karir demikian pula fit and proper testnya kurang tepat; (6) kurang jelas dan tidak tegas dalam mekanisme pengawasan, pemberian penghargaan, maupun penerapan sanksi hukuman terhadap kinerja hakim; (7) adanya indikasi KKN dalam penanganan perkara; dan (8) kurang memadainya sarana dan prasarana yang ada. Faktor-faktor penyebab KKN dalam rekrutmen dan karir hakim Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN dalam Proses Rekrutmen Hakim, antara lain: kekuasaan yang sentralistik; pengawasan yang lemah; tidak transparan; tidak ada pengawasan dari masyarakat; adanya hubungan kekeluargaan; adanya hubungan teman; adanya praktek jual beli kursi jabatan; aturan main yang tidak jelas; adanya keterlibatan/keterkaitan Departemen Kehakiman dan HAM; jarang diumumkan dalam tenggang waktu yang layak; belum optimalnya test kemampuan; birokrasi yang berbelit belit; masih adanya pengaruh internal. Dalam karir hakim, Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN antara lain: ketidakjelasan aturan; keterlibatan/keterkaitan Departemen Kehakiman dan HAM; tidak transparan; tidak fair; birokrasi yang berbelit-belit; masih adanya pengaruh internal; penilaian yang kurang obyektif; penempatan yang tidak jelas kriterianya; mentalitas pejabat atasan; belum ada aturan senioritas yang ketat; pengaruh budaya; lemahnya sistem pengawasan.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page vii
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Kelemahan sistem penggajian profesi hakim Sistem penggajian profesi hakim yang berlaku selama ini relatif belum layak, namun relatif kurang berpengaruh terhadap terjadinya KKN serta praktek mafia di bidang peradilan. Kondisi demikian disebabkan antara lain: gaji hakim seperti diatur dalam sistem penggajian hakim secara nominal memang lebih besar dari pada gaji pegawai negeri sipil lainnya, tetapi besaran nominal gaji profesi hakim tersebut ternyata belum layak. Kelayakan ini didasarkan pada kenyataan bahwa gaji hakim tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan hidup minimal jasmani dan rohani bagi hakim dan keluarganya. Kurang tertariknya sarjana hukum/syariah yang baik menjadi hakim Para sarjana hukum/syariah yang berkualitas banyak yang tidak berminat menjadi hakim, dengan berbagai alasan antara lain: pertimbangan gaji, yakni gaji profesi lain (misalnya profesi notaris, pengacara, dan di perusahaan swasta) lebih menjanjikan; pertimbangan faktor substantif, yakni berprofesi sebagai hakim itu berat, dan kemungkinan penugasan/penempatan calon hakim di daerah terpencil; pertimbangan faktor persaingan, yakni ketatnya persainagn dan tidak transparannya proses rekrutmen; dan pertimbangan faktor lain, yakni tidak jelasnya sistem rekrutmen hakim. Rekomendasi 1.
Perlu
diambil
kebijakan -kebijakan
utama
dalam
rangka:
untuk
mengoptimalisasi pembinaan SDM hakim; untuk mengeliminasi faktor-faktor timbulnya KKN dalam sistem rekrutmen dan karir hakim; untuk perbaikan sistem mutasi/promosi hakim yang lebih adil, yang berorientasi pada kecakapan; untuk menetapkan rasio jumlah hakim dan karyawan dengan jumlah perkara di suatu pengadilan; untuk merumuskan konsep, perencanaan, pelaksanaan, persiapan SDM dan pranata hukum
untuk
perbaikan sistem rekrutmen dan karir hakim 2.
Dalam rangka mengeliminasi dan mencegah terjadinya KKN dalam proses rekrutmen hakim, antara lain perlu persiapan untuk mengkaji faktor-faktor yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen hakim, baik prosedur maupun timnya; perlu mereduksi kekuasaan yang sentralistik, memperkuat
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page viii
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report pengawasan,
transparan,
meningkatkan
pengawasan
masyarakat,
mengeliminir adanya hubungan keluarga/ teman, mencegah praktek jual beli kursi jabatan, mengeliminir keterlibatan pemerintah, menyediakan tenggang waktu
pengumuman
kemampuan,
rekrutmen
mengeliminir
yang
pengaruh
layak, internal,
mengoptimalkan memperjelas
test
aturan
permainan. 3.
Dalam rangka menetapkan sistem penggajian, perlu persiapan untuk mengkaji sistem penggajian profesi hakim yang layak, baik konsep, komponen maupun bentuknya, termasuk prosedur dan timnya, dengan mendasarkan pada prinsip yang semata-mata tidak didasarkan atas pemenuhan kebutuhan hidup minimal jasmani dan rohani bagi hakim dan keluarganya; dan perlu dibentuk tim independen untuk merumuskan konsep gaji yang layak, termasuk komponen-komponen gaji yang layak, antara lain gaji pokok, tunjangan, fasilitas perumahan, transportasi, biaya kesehatan, biaya pendidikan anak dan sebagainya.
4.
Dalam rangka mendapatkan bibit-bibit unggul yang profesional, perlu dijalin kerjasama baik dengan perguruan tinggi yang berkualitas guna mendapatkan bibit unggul, maupun dengan lembaga-lembaga profesi hukum lain seperti kantor notaris, kantor advokat dan lembaga-lembaga profesi hukum lainnya guna mendapatkan bibit yang profesional.
Rencana Aksi Rencana aksi jangka pendek 1.
Diusulkan kepada Presiden untuk segera mengambil kebijakan tentang perbaikan terhadap faktor-faktor kelemahan sistem rekrutmen dan karir hakim.
2.
Diusulkan segera dibentuk tim-tim independen untuk melakukan kajian atas faktor -faktor yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen hakim pada instansiinstansi yang berkompeten.
3.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk mengambil langkahlangkah persiapan.
4.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk segera melakukan operasional pemanfaatan hasil kajian tersebut.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
ix
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
5.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk melakukan sosialisasi mengenai rekrutmen hakim yang jelas dan terprogram, mengumumkannya dalam tenggang waktu yang layak kepada publik, transparan dan bebas dari KKN.
6.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten segera mempersiapkan program rekrutmen hakim yang jelas, berkesinambungan.
Rencana aksi jangka panjang 1.
Diusulkan kepada Presiden dan DPR untuk mengambil langkah kebijakan yang konkret dan tepat untuk perbaikan atas faktor-faktor kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim, yang meliputi pembentukan perangkat pranata hukum yang lebih komprehensif, kondusif, efektif dan efisien, termasuk di dalamnya pengalokasian dana yang memadai.
2.
Diusulkan kepada instansi terkait dan berkompeten, untuk mengambil inisiatif mengadakan gelar wacana (seminar/workshop), sosialisasi program sampai dengan realisasi program perbaikan sistem rekrutmen dan karir hakim.
3.
Diusulkan kepada instansi yang berkempeten untuk melakukan perencanaan dan realisasi atas program perbaikan tersebut secara berkesinambungan dan konsisten.
4.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk meninjau ulang dan memperbaiki peraturan hukum berkaitan dengan rekrutmen hakim yang berpeluang terjadinya KKN.
5.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk meninjau ulang dan memperbaiki perangkat hukum berkaitan dengan karir hakim yang berpeluang terjadinya KKN.
6.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk memanfaatkan hasil kajian yang berkaitan dengan sistem penggajian hakim yang layak
7.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk memanfaatkan hasil kajian yang dilakukan oleh tim independen yang dituangkan dalam perangkat peraturan perundang-undangan.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
x
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report 8.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan tinggi hukum yang berkualitas tinggi dan dengan lembaga-lembaga profesi hukum.
9.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk membentuk tim seleksi independen yang berkualitas, profesional, transparan, bebas KKN, memiliki dedikasi,
integritas
dan moralitas yang tinggi. -----------------------------
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
xi
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa bahwa atas rahmat dan karunianya maka Laporan Akhir penelitian tentang REKRUTMEN DAN KARIR DI BIDANG PERADILAN ini dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan. Laporan Akhir penelitian ini disusun dalam rangka memenuhi Surat Perjanjian Melaksanakan Studi Untuk Menyusun Rekomendasi Guna Keperluan Komisi Hukum Nasional, Nomor: PERJ-14/KK/KHN/I/2002 tertanggal 11 Januari 2002 antara Ketua Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia selaku Pihak Pertama dengan Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Ex Officio Penanggung Jawab Kelompok Kerja selaku Pihak Kedua. Tim Peneliti Fakultas Hukum UGM terd iri atas 9 (sembilan) orang peneliti, yaitu: Dr. Mohd Burhan Tsani, S.H., M.H., Dr. Bernadus Sukismo, S.H., M.H., Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M., Kunthoro Basuki, S.H., M.Hum., Herry Iswanto, S.H., S.U., Sutanto, S.H., M.S., Sigid Riyanto, S.H., M.Si., Tata Wijayanta, S.H., dan Eddy O.S. Hiariej, S.H.; serta dibantu 2 (dua) orang staf, yaitu: Damari Pranowo, S.H. dan Bambang Suwondo, S.H. Maksud dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek dalam memformulasikan sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini, mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme dalam rekruitmen dan karir hakim, mengkaji layak dan tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini, dan mengkaji upaya peningkatan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim. Di samping itu, sasaran utama dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan mengenai berbagai aspek dalam perumusan suatu sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat, yang dirinci menjadi beberapa bagian, yaitu mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku hingga saat ini, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim, layak dan tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini; dan upaya-upaya untuk meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page xii
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Penelitian ini menggunakan metode kajian kombinasi antara metode kajian normatif dan metode kajian empiris. Untuk penelitian kepustakaan digunakan alat studi dokumen, sedangkan untuk penelitian lapangan digunakan alat-alat studi dokumen, kuesioner dan pedoman wawancara. Keseluruhan hasil penelitian tersebut dianalisis secara kualitatif, dan sejauh menyangkut institusi dianalisis dengan metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Penentuan lokasi dan responden dalam penelitian lapangan di dalam negeri ditetapkan secara purposif. Lokasi penelitian di dalam negeri meliputi: Medan, DKI Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Ujung Pandang. Responden untuk lokasi dalam negeri meliputi tiga komunitas, yaitu: komunitas hakim (50 orang), komunitas aparat penegak hukum non hakim yang terdiri dari jaksa, polisi dan advokat/pengacara praktik (100 orang) dan komunitas Sarjana Hukum non penegak hukum (100 orang). Di samping itu juga dilengkapi dengan responden pencari keadilan (20 orang). Untuk penelitian di luar negeri ditetapkan responden dan bidang yang terbatas, dan digunakan sebagai lokasi studi komparatif. Penelitian di luar negeri dilakukan di Belanda dan Malaysia. Penelitian di Belanda, yang dilaksanakan dari tanggal 2 sampai dengan 11 Juni 2002, melakukan wawancara di Rechtbank Rotterdam dengan Mr. H.C. Naves (Rechter en coordinerend vice -president); di Recht Faculteit, Rotterdam Universiteit dengan Prof. Jaap W. de Zwaan (Dean), Prof. Mr. M.A. Loth (Guru besar yurisprudensi dan teori hukum), dan Prof. Dr. Hans de Doelder (Guru besar hukum pidana dan hukum acara pidana); di Recht Faculteit, Utrecht Universiteit dengan Dr. G.H. Addink dan Drs. Philips Langbroek (Dosen Ilmu Politik dan Ahli Manajemen Organisasi Peradilan); di Recht Faculteit, Leiden Universiteit dengan Dr. Adrian W. Bedner (Peneliti Senior pada Van Volenhoven Institute); dan di Raad voor de Rechtspraak,
Department
Van
Justitie
dengan
Drs.
Elko
R.
Van
Winzum
(Clustercoordinator personeel en organisatie) dan Yinka Tempelman (staf). Kemudian Penelitian di Malaysia, yang dilaksanakan dari tanggal 28 Mei sampai dengan 2 Juni 2002, melakukan wawancara di Asia-Europe Institute University of Malaya dengan Dr. Shamsulbahriah Ku Ahmad (Ass Prof), Dr, Giovanni Capanneli, Maimuna Hamid Meriem, dan Nur Rafeeda Daud (Deputy Prog Officer); di Faculty of Law, University of Malaya dengan Prof. Dr. Badariah Sahamid (Dean), Dr Md. Khalil Rustan, LLB, LLM. (Timbalan Dekan Hal Ehwal Pelajar), Johan Shamsuddin Sabarudin, LLB, LLM. (Staf Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page xiii
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Bidang Pengkhususan Pengantar Kepada Sistem Umdang-undang, Undang-undang dan Masyarakat, dan Undang-undang Perlembagaan), Norbani Mohamed Nazeri, LL.B., LL.M. (Staf Bidang Pengkhususan Undang-undang Jenayah dan Undang-undang dan Kebajikan Juvana); dan di International Islamic University of Malaya dengan Prof. Dr. Nikahmad Kamal B. Nik Mahmod, LL.B., LL.M., DSLP., Ph.D. (Dean), dan Prof. Dr. Mahamad Arifin (Timbalan Dekan I). Dengan maksud untuk mendapatkan masukan dan menambah bobot hasil penelitian ini, maka selain penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan di 4 (empat) lokasi dan studi komparatif di 2 (dua) negara, pada setiap proses penyusunan laporanlaporannya, yaitu Laporan Awal, Interim Report, Laporan Akhir (Draft Pertama), dan Laporan Akhir (Draft Kedua), diselenggarakan serangkaian kegiatan colloquium dan workshop. Pada kegiatan -kegiatan tersebut menghadirkan para pakar dan atau pejabat/aparat yang terkait dengan materi penelitian, yaitu: pada Colloquium tanggal 31 Januari 2002, yang diselenggarakan di Fakultas Hukum UGM menghadirkan Nara Sumber: Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., H.M. Hatta, S.H., C.N., dan M. Fajrul Falaakh, S.H., M.A., M.Sc. Pada Workshop I tanggal 22 Mei 2002 menghadirkan nara sumber selaku pembicara, yaitu: Mujowiyono, S.H. (Kakanwil Kehakiman dan HAM DIY), Sahlan Said, S.H. (Hakim Senior PN Magelang), Garda Utama Siswadi, S.H. (Advokad di Yogyakarta), dan Jeremias Lemek, S.H. (Advokad di Yogyakarta). Workshop I ini diselenggarakan di Hotel Radisson Yogyakarta dan dihadiri oleh kurang lebih 120 peserta yang berasal baik dari kalangan akademisi maupun dari kalangan praktisi (PN, PT, PTA, PA, Kejaksaaan Negeri/Tinggi, Kanwil Departemen Kehakiman dan HAM, Notaris, dan Pengacara) se DIY. Kemudian pada Workshop II tanggal 31 Juli 2002 menghadirkan Keynote speaker Prof. Dr. Bagir Manan, S.H., MCL (Ketua MA. RI), serta pembicara-pembicara Toton Suprapto, S.H. (Ketua IKAHI), Prof. Mardjono Reksodiputro (berhalangan hadir), S.H., M.A., Henry Panggabean, S.H., MS. (Hakim Agung), Bambang Widjoyanto, S.H., Dr. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Soedjono, S.H. (Ketua IKADIN), serta Sutito, S.H. (SGS Consulting). Workshop II diselenggarakan di Sahid Jaya Hotel, Jakarta, dihadiri oleh sekitar 175 peserta dari kalangan yang sama dengan Workshop I untuk wilayah DKI, ditambah dengan hakim -hakim agung. Laporan Akhir ini disusun meliputi bagian -bagian sebagai berikut: pada Bab pertama memuat konteks studi dari penelitian ini. Bab kedua sampai dengan Bab Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page xiv
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report keenam adalah analisis dari hasil penelitian ini, yang terdiri d ari kajian historis terhadap sistem rekrutmen dan karir hakim; potensi perbuatan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam rekrutmen dan karir hakim; sistem penggajian profesi hakim; minat lulusan sarjana hukum yang baik untuk meniti karir sebagai hakim; dan hasil dari comparative study. Kemudian Bab ketujuh adalah kesimpulan dari penelitian ini, dan Bab kedelapan merupakan rekomendasi yang ditawarkan untuk mengembangkan sistem rekrutmen dan karir hakim di masa mendatang. Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih kepada Komisi Hukum Nasional (KHN) yang telah mempercayakan pekerjaan yang sangat berat ini kepada kami Tim Peneliti Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Sungguhpun demikian, kami merasa bangga karena pekerjaan ini sangat penting artinya bagi pengembangan sistem rekrutmen dan karir hakim, dan umumnya bagi tegaknya sistem peradilan di Republik yang kita cintai ini. Tak lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada para nara sumber dan semua pihak yang telah memberi masukkan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik dan lancar. Demikian, semoga hasil studi dan rekomendasi-rekomendasinya bermanfaat bagi Komisi Hukum Nasional, dan dapat menjadi sumbangan dalam perumusan sistem rekrutmen dan karir hakim di masa mendatang. Yogyakarta, 10 Januari 2003 Kelompok Kerja A.2. Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan Ketua,
Sekretaris,
Dr. B. Sukismo, S.H., M.H. NIP. 130 812 363
Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M. NIP. 131 598 151
Penanggungjawab, Dekan Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada
Dr. Mohd. Burhan Tsani, S.H., M.H. NIP. 130 604 609
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
xv
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report DAFTAR ISI
Halaman Judul
i
Executive Summary
ii
Kata Pengantar
xii
Daftar Isi BAB I
xvi Konteks Studi A. Latar Belakang B. Ruang Lingkup Permasalahan
1 1 7
C. Maksud dan Tujuan D. Sasaran E. Metode Penelitian
7 8 9
Rekrutmen dan Karir Hakim: Perspektif Historis
12
A. B. C. D.
Tinjauan Yuridis Historis Dasar Rekrutmen Hakim Rekrutmen Hakim Mutasi dan Promosi Rekrutmen Hakim Agung
14 16 22 25
BAB III
Potensi Perbuatan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme dalam Rekrutmen dan Karir Hakim A. Potensi KKN Dalam Rekrutmen Hakim B. Potensi KKN Dalam Karir Hakim
29 31 35
BAB IV
Sistem Penggajian Profesi Hakim A. Kriteria Penggajian Profesi Hakim B. Sistem Penggajian C. Pegawai Negeri Yang Menjadi Pejabat Negara D. Gaji Pegawai Negeri Sipil Dan Hakim Dewasa Ini E. Penggajian Dan Profesionalisme Kinerja Hakim
38 38 40 40 41 41
F. Pro -kontra Upaya Perbaikan Penghasilan Hakim Dimasa Mendatang
43
Minat Lulusan Sarjana Hukum yang baik Untuk Meniti Karir Sebagai Hakim A. Gambaran Umum B. Pengertian Minat D. Pengisian Formasi Hakim
48 48 50 52
BAB II
BAB V
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page xvi
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report BAB VI
Bab VII
Rekrutmen dan Karir Hakim: Perspektif Komparatif A. Amerika Serikat B. Malaysia C. Jerman D. Belanda
55 55 57 60 61
E. Jepang
66
Kesimpulan
70
Bab VIII Rekomendasi
77
Lampiran-Lampiran: 1) Struktur Organisasi Tim Peneliti 2) Jadwal Penelitian 3) Daftar Pustaka
89 93 95 97
---------------------------------
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page xvii
BAB I KONTEKS STUDI A. Latar Belakang Penegakan hukum melalui pengadilan yang disoroti oleh masyarakat lebih banyak berkaitan dengan ruang lingkup tugas hakim. Oleh sebab itu penelitian tentang Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan dibatasi pada rekrutmen dan karir hakim. Sampai saat ini dalam rekrutmen dan karir hak im dirasakan belum didasarkan pada profesionalisme serta moral dan integritas yang tinggi dari pribadi yang bersangkutan, sehingga pada akhirnya menghasilkan penyimpangan di dalam proses peradilan yang terlihat dari putusan hakim yang kurang mencerminkan rasa keadilan dan kepastian hukum. Rekrutmen hakim cenderung masih dilakukan secara tertutup yang membuka peluang terjadinya KKN. Hal tersebut ditunjukkan adanya laporan beberapa kasus dugaan suap kepada hakim, termasuk kepada Hakim Agung seperti yang dilaporkan oleh Tim Gabungan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas laporan tersebut belum ada tindakan konkrit sampai diproses secara hukum melalui pengadilan, yang terjadi justru saksi pelapor diproses di pengadilan dan akhirnya dijatuhi pidana. Di samping itu adanya kasus yang tidak tuntas yang melibatkan pihak yang cukup banyak, seperti kasus Pulosroyo. Indikasi-indikasi ini mengakibatkan turunnya pamor dan wibawa pengadilan di mata masyarakat, dan langsung atau tidak langsung telah berimbas pada pelaksan aan rekrutmen dan karir hakim selama ini. Implikasi turunnya kadar kepercayaan masyarakat terhadap hakim tersebut telah menimbulkan kecenderungan atau pola bagi para pencari keadilan yang tidak puas terhadap putusan hakim pada khususnya atau tindakan pengadilan pada umumnya untuk mengajukan perkaranya kepada instansi lain, seperti DPRD, DPR dan Ombutsman. Padahal pengadilan adalah sebagai lembaga pemutus perkara dan gerbang terakhir penegakan hukum serta keadilan yang sangat dinantikan oleh masyarakat pada umumnya dan pencari keadilan pada khususnya. Adanya pola baru dalam pengangkatan hakim pada Mahkamah Agung yang dilakukan dengan fit and proper test oleh DPR merupakan upaya untuk menuju pada sistem rekruitmen dan karir hakim tersebut. Namun, upaya tersebut nampaknya masih
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report perlu untuk dikaji lebih lanjut, yaitu apakah hasilnya dapat memberikan dampak sebagaimana yang diharapkan, dan bisa mempengaruhi sistem pengangkatan hakim pada tingkat yang lebih rendah. Hal ini mengingat bahwa dalam praktiknya fit dan proper test pengangkatan Hakim Agung tersebut masih dipengaruhi atau sarat dengan kepentingan politik. Sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum, tugas hakim sungguh sangat berat. Hakim diharapkan dapat menjadi benteng atau pelarian terakhir (the last resort) bagi para pencari keadilan (justiciable). Hakim harus mempunyai kemampuan profesional, serta moral dan integritas yang tinggi yang mencerminkan rasa keadilan, memberikan manfaat dan menjamin kepastian hukum. Hakim dituntut mampu berkomunikasi serta
menjaga peran, kewibawaan dan statusnya dihadapan
masyarakat. Selain itu, tanggung jawab hakim berat karena harus bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, para pihak, masyarakat, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu pengetahuan hukum. Mengingat beratnya tanggung jawab itu maka adanya profesionalisme dan integritas pribadi belumlah cukup, hakim harus juga mempunyai iman dan taqwa yang baik. Dalam usaha memenuhi persyaratan di atas dibutuhkan suatu sistem rekrutmen dan karir hakim yang baik yang dapat menciptakan kondisi yang kondusif terbentuknya hakim yang berwibawa, jujur, adil dan berkelakuan tidak tercela. Tugas hakim kecuali bersifat praktis rutin, juga bersifat ilmiah. Sifat tugas hakim yang demikian ini, membawa konsekuensi bahwa hakim harus selalu mendalami perkembangan ilmu hukum dan kebutuhan hukum masyarakat. Dengan cara itu, akan memantapkan pertimbangan-pertimbangan sebagai dasar penyusunan putusannya. Dengan cara ini pula hakim dapat berperan aktif dalam reformasi hukum yang sedang dituntut oleh masyarakat saat ini. Dalam memeriksa dan memutus perkara hakim bebas. Namun, kebebasan hakim tersebut dipengaruhi oleh sistem pemerintahan, politik, ekonomi dan sebagainya (Mertokusumo, 1973). Kebebasan hakim diberikan dalam rangka mengemban tugas untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dengan jalan menafsirkan hukum dan mencari dasar-dasar serta asas-asas yang jadi landasannya, melalui perkara-perkara yang dihadapkan kepadanya, sehingga keputusannya
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
2
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report mencerminkan perasaan keadilan Bangsa dan Rakyat Indonesia (Penjelasan Pasal 1 UU No. 14 Tahun 1970). Dengan kata lain, kebebasan hakim berarti harus memperhatikan Pancasila, undang -undang, kepentingan para pihak dan ketertiban umum. Kenyataan menunjukkan bahwa kondisi hakim saat ini belum seperti yang diharapkan masyarakat, terbukti adanya laporan, pengaduan tentang proses penanganan perkara, penyalahgunaan kekuasaan hakim pada khususnya atau peradilan pada umumnya. Masyarakat memberi sorotan pada cara dan hasil kerja hakim karena masyarakat pada umumnya atau justiciable pada khususnya menempatkan hakim sebagai tumpuan dan sekaligus sebagai benteng terakhir dalam penegakan hukum dan keadilan. Sistem penggajian profesi hakim yang layak juga merupakan faktor yang dapat mempeng aruhi ketertarikan Sarjana Hukum yang baik untuk meniti karir sebagai hakim. Sistem penggajian yang dipakai saat ini kurang sesuai dengan beban tanggung jawab hakim, sehingga dapat menyebabkan kurang minatnya Sarjana Hukum yang baik untuk meniti karir sebagai hakim. Sebagai titik tolak dalam melaksanakan penelitian ini adalah studi kasus terhadap seorang dosen senior yang semula adalah seorang hakim senior, yaitu Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Beliau lulus sarjana hukum pada tahun 1958, dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. Dalam penuturannya, begitu lulus sebagai sarjana hukum ia langsung melamar menjadi hakim. Lamaran tersebut ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Yogyakarta. Pada saat itu ia langsung diterima dan sekaligus ditugaskan untuk magang menjadi hakim selama enam (6) bulan. Dalam pengalamannya selama menjalani tugas sebagai magang hakim, ia melaksanakan tugas sebagai Panitera. Hal ini terjadi secara kebetulan, karena ditugaskannya dirinya sebagai panitera pengadilan itu menjadikan iri bagi pihak pihak lainnya. Sistem rekrutmen hakim saat itu sesungguhnya secara langsung, dalam arti bagi pelamar hakim yang dinyatakan diterima, maka yang bersangkutan diangkat langsung sebagai hakim, tanpa melalui prosedur magang dan atau menjalani pro fesi sebagai panitera dan sebagainya. Banyak di antara para pelamar hakim yang dinyatakan diterima sesungguhnya ingin meniti karirnya mulai dari bawah, antara lain tugas-tugas sebagai panitera. Selama menjalani tugas sebagai panitera pengadilan, ia
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
3
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report pernah juga suatu ketika ditugaskan sebagai pembela gratis dalam perkara pembunuhan. Setelah 6 (enam) bulan menjalani tugas sebagai magang hakim selesai, ia langsung diangkat sebagai hakim. Dalam hati kecilnya sesungguhnya semula ia tidak bercita-cita untuk menjadi hakim. Dengan demikian tugasnya atau profesinya sebagai hakim itu terjadi secara kebetulan saja, dalam arti begitu lulus sarjana hukum langsung mengajukan lamaran untuk menjadi hakim, dan setelah diterima dan diangkat, profesi sebagai hakim tersebut dihayati sewajarnya tanpa pesimistis dan tanpa optimistis. Dalam meniti karirnya sebagai hakim, ia menuturkan pengalamannya bahwa untuk kenaikan pangkat seorang hakim diprasyaratkan adanya eksaminasi putusan pengadilan yang telah dibuatnya sejumlah 9 (sembilan) perkara (pidana dan perdata). Eksaminasi putusan pengadilan tersebut dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi setempat, hasil eksaminasi tersebut bersifat rahasia dan tidak diberitahukan kepada hakim yang putusannya dieksaminasi. Ia berpendapat bahwa untuk kenaikan pangkat (karir) seorang hakim, eksaminasi atas putusan yang pernah dibuatnya perlu dilakukan, dengan argumentasi bahwa dalam suatu putusan pengadilan selain memuat mengenai pertimbangannya juga mengenai diktumnya. Pertimbangan putusan hakim berkaitan dengan hukum meteriil dan hukum formil, sedangkan putusannya sendiri dalam kaitannya dengan manajemen berkaitan dengan IQ (Intelectual Quotient), jangan semata-mata rasional saja, tetapi rasa itu harus ada (Jawa: roso pangroso). Dalam teori membuat putusan, banyak literatur antara lain van Apel Doorn, bahwa hukum itu alogis tetapi penggarapannya logis. Mengapa alogis karena hukum itu normatif dan mengandung nilai, karena mengandung nilai maka sarat dengan emosi. Emosi bukan berarti marah, tetapi yang dimaksud adalah ketajaman emosional
atau
kecerdasan
emosional.
Dalam
menjatuhkan
putusan
harus
dipertimbangkan dengan hati nurani, jangan semata-mata rasional saja. Dalam
kaitannya
dengan
rekrutmen
hakim
ia
berpendapat
perlu
dipertimbangkan faktor intelektualitas dan integritas (kejujuran). Intelektualitas dikaitkan dengan kemampuan penguasaan hukum materiil dan formal serta kemampuan melakukan penemuan hukum.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
4
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Lebih lanjut ia memprihatinkan kemampuan para hakim dewasa ini, dalam hal penemuan hukum. Dalam ketentuan Pasal 27 Undang -Undang No. 14 Tahun 1970 ditegaskan bahwa hakim wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini mengandung makna bahwa menggali hukum itu berarti menemukan hukum. Hasil penemuan hukum dapat dijadikan sarana untuk pembinaan karir hakim, misalnya kenaikan pangkat meloncat dan sebagainya. Dalam praktek penemuan hukum oleh hakim itu, dapat dipandang sebagai suatu terobosan, tetapi tidak setiap terobosan itu merupakan suatu jurisprudence, karena sering kali terobosan itu justru mengecewakan. Terlebih akhir-akhir ini banyak didapati putusan hakim, baik hakim tingkat pertama, hakim banding bahkan hakim agung yang terkesan cenderung terlalu simpel dan langsung, misalnya mengenai putusan pembatalan. Dalam putusan pembatalan hanya diputus batal, tanpa diberi pertimbangan dan alasan mengapa batal. Oleh karena itu dalam rekrutmen hakim perlu diprasyaratkan adanya faktor-faktor: a. intelektualitas (yang terkait dengan kemampuan penguasaan hukum materiil, hukum formil dan penemuan hukum secara tepat dan benar); b.integritas (kejujuran); c. pendidikan, penataran, refresing, rapat-rapat berkala, dan diklat; d. langkah-langkah efisiensi dan efektifitas kelas-kelas diklat. Ia mengatakan bahwa sebutan wilayah kerja hakim yang basah dan kering atau sebutan Jawa dan Luar Jawa, yang menjadi rumor dikalangan hakim pada prinsipnya memang ada. Justru inilah yang menyebabkan hakim enggan dipindahkan dari tempat kerja semula ke tempat kerja yang lainnya. Sebagai contoh ada seorang hakim di Jawa dipindahkan ke Irian Jaya dengan janji bahwa tugas di Irian Jaya direncanakan hanya 1 (satu) tahun saja, melainkan kenyataannya sampai 12 tahun, dan bahkan ia sampai mati di Irian Jaya. Dahulu seakan-akan ada perebutan kewenangan antara Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman. Dengan demikian promosi dan atau mutasi untuk karir hakim tidak jelas sistem dan kriterianya. Dalam kaitannya dengan isu suap bagi kalangan peradilan khususnya hakim, ia menyatakan bahwa sesungguhnya sejak dahulu memang ada. Di Amerika ada suap, di Belanda ada suap, tetapi tidak separah era pasca tahun 1970 atau separah era yang sekarang ini. Ia mengatakan, idealnya sistem rekrutmen hakim dilaksanakan dengan menggunakan sistem satu atap, namun
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
5
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report demikian untuk merubah sistem dua atap menjadi sistem satu atap perlu didukung dengan penelitian yang seksama, sehingga tidak terkesan gegabah. Dalam kaitannya dengan sistem rekrutmen hakim yang baik, ia berpendapat bahwa sebelum seseorang diangkat menjadi calon hakim (Cakim), perlu dididik terlebih dahulu dan harus diberikan kemungkinan semacam percobaan. Salah satu faktor yang menentukan seseorang lulus atau tidak lulus dalam masa percobaan untuk diangkat menjadi Cakim adalah psikotes, karena dari hasil psikotes ini dapat diketahui motivasi seseorang dalam menjalani profesi sebagai hakim. Terus terang diakuinya, bahwa ia sendiri menjadi hakim tidak didasarkan atas motivasi, tetapi juga tidak ada jaminan bahwa mereka yang mempunyai motivasi penuh untuk menjadi hakim, setelah diangkat menjadi hakim kemudian tidak akan alih profesi ke profesi yang lain. Dalam kenyataannya seseorang yang memiliki motivasi penuh untuk menjadi hakim, setelah diangkat menjadi hakim ada kemungkinan juga dikemudian hari melakukan alih profesi, namun setidak-tidaknya dengan adanya motivasi itu akan menjadikan lebih sreg (mantap), artinya masalah atau isu suap dan sebagainya dalam praktek peradilan, menjadi tidak begitu krusial. Dalam pengalamannya menjalani profesi hakim dirasakan menyenangkan (enjoy). Tetapi setelah tahun 1970 ia melihat praktek-praktek tidak terpuji, misalnya seorang Ketua PN enggan untuk dipindahkan dari Jawa ke luar Jawa. Untuk itu yang bersangkutan berusaha menghadap (sowan ) ke MA, sehingga akhirnya tidak jadi dipindahkan. Praktek KKN semacam itu diduga masih berlangsung sampai saat ini, sehingga menyebabkan dunia peradilan tidak kondusif. Bertolak dari kenyataan itu, ia berpendapat bahwa sistem rekrutmen dan karir hakim perlu untuk dibenahi. Dalam pengalaman pribadinya selama menjalani profesi hakim, ia pernah ditawari untuk dipindahkan ke Makasar. Waktu itu yang menjadi Ketua Mahkamah Agung Oemar Seno Aji. Atas tawaran itu ia memikirkan (merenungkan) dan mengingat anak-anaknya masih kecil dan masih memerlukan pendampingan seorang ayah, di samping itu ia meragukan atas tawaran mutasi dan promosi jabatan serta kepangkatan tersebut, kalau pejabat yang menawari tersebut masih menjabat tidak begitu krusial, tetapi apabila suatu ketika pejabat yang menawari tersebut diganti pejabat, mungkin saja komitmen dan kebijakannya berubah yang tidak sesuai dengan
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
6
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report aspirasinya, jelas hal demikian akan menimbulkan masalah pribadinya. Oleh karena itu ia berkeberatan atas tawaran mutasi dan promosi jabatan serta kepangkatan tersebut. Dalam penuturan pengalamannya, setelah ia berkeberatan untuk mutasi dan promosi jabatan serta kepangkatan ke Makasar, ia ditawari lagi untuk mutasi dan promosi jabatan serta kepangkatan ke Semarang, namun ia tetap berkeberatan dan meragukan sistem dan kriteria rekrutmen dan karir hakim yang ada saat itu. Atas dasar pertimbangan, alasan dan keraguan mengenai ketidak jelasan sistem dan kriteria mutasi jabatan serta kepangkatan hakim tersebut, maka sekali lagi ia tetap berkeberatan dan memutuskan untuk berhenti menjalani profesi sebagai hakim. Pada tahun 1972 resmi mengajukan berhenti sebagai hakim dan alih profesi menjadi pendidik pada Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, sampai sekarang.
B. Ruang Lingkup Permasalahan
Bertolak dari latar belakang permasalahan di atas, maka ruang lingkup permasalahan pokoknya adalah bag aimana sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat? Kemudian, berdasarkan ruang lingkup permasalahan pokok tersebut dijabarkan sub -sub masalahnya sebagai berikut: 26.3. a. Apakah sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama
ini sudah tepat? 26.4. b. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim? 26.5. c. Apakah sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini sudah layak? 26.6. d. Bagaimanakah upaya meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim? C. Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengkaji berbagai aspek dalam memformulasikan sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat. Di samping itu, penelitian ini juga bertujuan antara lain untuk:
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
7
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
a. mengkaji sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku selama ini; b. mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme dalam rekruitmen dan karir hakim; c. mengkaji layak dan tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini; d. mengkaji upaya peningkatan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim. D. Sasaran
Sasaran utama dari penelitian ini adalah untuk memberi masukan berbagai aspek dalam perumusan suatu sistem rekrutmen dan karir hakim yang tepat, yang selanjutnya dirinci sebagai berikut: a. sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku hingga saat ini; b. faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kolusi, korupsi dan
nepotisme dalam rekrutmen dan karir hakim; c. layak dan tidaknya sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini; dan d. upaya -upaya untuk meningkatkan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik guna meniti karir sebagai hakim. E. Metode Penelitian 1. Desain Metode pengkajian yang digunakan adalah kombinasi antara metode kajian normatif dan metode kajian empiris. Pada metode kajian normatif, bahan-bahan hukum yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan 4 (empat) model pendekatan yakni: pendekatan peraturan perundang -undangan (statutory approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan konsep (conceptual approach), pendekatan komparasi (comparative approach), sesuai dengan kebutuhannya. Pada metode kajian empiris, data dicari dari keterangan para responden, yang dilaksanakan dengan cara sebagai berikut: Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
8
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report 1) Wawancara Mendalam (in -depth interviews). Wawancara mendalam terhadap responden tertentu (terutama nara sumber) adalah dalam rangka untuk menangkap pendapat, pemikiran dan perasaan mereka yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. 2) Survei Terbatas. Idealnya, survei dilakukan untuk seluruh populasi. Namun, karena keterbatasan waktu dan biaya, survei ini dilakukan terhadap sejumlah responden yang terbatas. 2. Sampel dan Daerah Penelitian Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di empat lokasi dalam negeri yaitu: Medan, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Ujung Pandang; dan 2 (dua) lokasi luar negeri, yaitu: Kuala Lumpur (Malaysia), serta Rotterdam, Den Haag, Leiden, dan Uttrecht (Netherlands). Untuk 2 (dua) lokasi luar negeri, yang dimaksudkan sebagai lokasi studi komparatif, ditetapkan untuk responden dan bidang yang terbatas. Adapun responden dari lokasi penelitian dalam negeri dibagi menjadi 3 (tiga) komunitas, yaitu komunitas hakim, komunitas aparat penegak hukum non hakim, dan komunitas Sarjana Hukum non aparat penegak hukum dan pencari keadilan. Responden komunitas hakim secara keseluruhan ditentukan sebanyak 50 (lima puluh) orang, yang berasal dari Mahkamah Agung, Pengadilan Tinggi (PT), Pengadilan Tinggi Agama (PTA), Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), Mahkamah Militer Tinggi (Mahmilti) dan Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Agama (PA), Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dan Mahkamah Militer (Mahmil). Responden komunitas aparat penegak hukum non hakim yang terdiri dari jaksa, polisi, dan advokat (pengacara praktek) secara keseluruhan ditentukan sebanyak 100 (seratus) orang. Responden jaksa sebanyak 34 (tiga puluh empat) orang berasal dari Kejaksaaan Agung (Kejagung), Kejaksaan Tinggi (Kejati), Kejaksaan Negeri (Kejari) dan Oditurat Militer (Odmil). Responden polisi sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang berasal dari MABES POLRI, POLDA, dan POLRES. Kemudian, untuk responden advokat (pengacara praktek) sebanyak 33 (tiga puluh tiga) orang yang tersebar di keempat lokasi penelitian.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
9
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Responden komunitas Sarjana Hukum non aparat penegak hukum dan pencari keadilan, yang terdiri dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang hukum, pencari keadilan (justiciable), Sarjana Hukum (pencari kerja), dan Dosen Fakultas Hukum ditentukan sebanyak 100 (seratus) orang tersebar di keempat lokasi penelitian. Khusus untuk lokasi penelitian di DKI Jakarta, selain data yang diperoleh dari responden tersebut juga dicari data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Mahkamah Agung; Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia; Departemen Agama; dan Departemen Pertahanan. Secara keseluruhan, dalam penelitian ini diambil responden sejumlah 250 orang dari berbagai bidang seperti yang telah disebutkan di atas. 3. Alat dan Teknik Pengumpulan Data 1) Studi Pustaka. Studi pustaka, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri (Malaysia dan Belanda), diarahkan untuk mengumpulkan dan menganalisis bahan-bahan hukum (bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder). 2) Wawancara mendalam (in-depth interviews). Wawancara terhadap para nara sumber dilaksanakan dengan menggunakan pedoman wawancara, yang dikaitkan dengan permasalahan penelitian. 3) Survei Terbatas. Instrumen yang digunakan dalam survei ini adalah kuesioner yang dikembangkan dengan mengacu pada Terms of Reference. 4. Pengumpulan Data Data yang dicari dalam penelitian ini adalah informasi mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim yang berlaku, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN, sistem penggajian bagi hakim yang berlaku saat ini terutama yang berkaitan dengan kelayakan gaji dan ketertarikan Sarjana Hukum yang baik terhadap profesi hakim dan upaya-upaya untuk meningkatkan ketertarikan tersebut. 1) Wawancara Mendalam. Wawancara mendalam dilaksanakan terhadap 9 (sembilan) nara sumb er. 2) Survei Terbatas. Survei terbatas dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap pra-survei dan tahap pelaksanaan. Tahap pra-survei dilaksanakan untuk Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
10
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report mencari data awal mengenai permasalahan penelitian. Tahap pelaksanaan di masing-masing lokasi penelitian dilaksanakan sesuai dengan jadual yang telah ditentukan, yaitu: penelitian di dalam negeri dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2002, sedangkan penelitian di luar negeri dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan Mei 2002. 5. Analisis Data Keseluruhan data yang diperoleh dengan metode kajian normatif maupun empiris dianalisis secara kualitatif, dan sejauh menyangkut institusi dianalisis dengan metode SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats). Analisis SWOT dilakukan dengan cara mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi dalam penyusunan dan pelaksanaan suatu kegiatan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. BERBAGAI PELUANG
Mendukung strategi: Turn around
Mendukung strategi: Agresif
KELEMAHAN INTERNAL
KEKUATAN INTERNAL
Mendukung strategi: Defensif
Mendukung strategi: Diversifikasi
BERBAGAI ANCAMAN
----------------------------
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
11
BAB II REKRUTMEN DAN KARIR HAKIM: PERSPEKTIF HISTORIS Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004 (Tap MPR No. IV/MPR/ 1999) antara lain menentukan bahwa sasaran pembangunan bidang hukum adalah terwujudnya sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia berdasarkan keadilan dan kebenaran. Salah satu upaya untuk memantapkan sistem hukum nasional adalah adanya penyelenggaraan peradilan yang bersih, jujur dan bertanggung jawab. Dalam Tap MPR No. VIII/MPR/2000 tentang Laporan Tahunan Lembagalembaga Tinggi Negara Pada Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memberikan pernilaian bahwa Laporan Tahunan MA (MA) masih bersifat normatif dan secara umum kurang mengungkapkan daya dan upaya penegakan supremasi hukum, di samping itu kinerja MA masih lamban sehingga terjadi penumpukan perkara. Oleh sebab itu direkomendasikan agar MA melakukan pembenahan dalam rangka peningkatan kinerjanya dalam penegakan hukum; segera melaksanakan UU No. 35 Tahun 1999; dan memantapkan kemandiriannya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta menjadikan MA bebas dari KKN. Rekomendasi dari MPR ini sangat beralasan, oleh sebab itu harus diperhatikan dan dilaksanakan oleh MA adalah sebagai puncak dari semua lingkungan peradilan di Negara Republik Indonesia. Mengingat beratnya tanggung jawab hakim, maka hakim haruslah terseleksi dari sarjana hukum yang berkualitas, berbudi pekerti luhur, mempunyai dedikasi tinggi. Sebagai penegak hukum dan keadilan, hakim harus dapat berdiri tegak dan mandiri dalam memberikan keadilan. Keadilan yang diberikan adalah Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang terpilih dan terpanggil, yakni mereka yang benar-benar mempunyai panggilan jiwa dan hati nurani sebagai hakim. Tugas hakim tidak dapat dilakukan oleh orang orang yang panggilan jiwanya semata-mata hanya sebagai penguasa apalagi sebagai pengusaha, sehingga dapat mempengaruhi kemandirian dan kebebasan para hakim serta tidak sempurnanya penegakan hukum dan keadilan.1
1
Ismail Saleh, Varia Peradilan Tahun III No. 32 Mei 1988, IKAHI, Jakarta.
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Konstatasi MPR sangat beralasan karena berdasarkan fakta bahwa tingkat ketidakpercayaan publik kepada hakim sudah sangat parah. Untuk itu perlu adanya refleksi bagi para hakim untuk menata diri. Ada dua upaya yang dapat ditempuh yaitu mengembalikan nurani para hakim agar lebih membela kepentingan rakyat (hakim yang humanis) dan perlu diciptakan code of role yang jelas sehingga dapat dijadikan panduan. Untuk itu perlu dilakukan reformasi bagi para hakim, hakim harus “dibersihkan” dan dari sinilah penegakan hukum akan dimulai. Berkaitan dengan hal itu, rekrutmen dan pembinaan karir hakim haruslah dibenahi atau harus direformasi.
Pada Workshop tanggal 22 Mei 2002 di Yogyakarta terungkap bahwa lembaga peradilan (c.q. MA) itu yang lebih dahulu harus dibenahi, sehingga akuntabilitasnya dapat diterima publik. Tindakan konkrit harus dilakukan dan harus dapat diakses publik, sebaliknya pihak di luar penyelenggara kekuasaan kehakiman juga harus wawas diri, harus memberi kesempatan kepada MA dan tidak boleh terus-menerus menghujadnya. Belum adanya tindakan konkrit, khususnya terhadap orang dalam (c.q. hakim dan karyawan pengadilan) yang diindikasikan melanggar hukum atau melakukan tindakan yang seharusnya tidak dilakukan oleh aparat penegak hukum juga terungkap dalam Workshop tersebut. Perbaikan dalam bidang peradilan, yang cukup penting adalah SDM-nya, salah satu unsurnya adalah hakim. Perjalanan karir hakim, meliputi: rekrutmen, pengangkatan, pemberhentian, mutasi, promosi (jabatan dan kenaikan pangkat). Setelah UU No. 35 Tahun 1999 berlaku semuanya itu menjadi tugas dan kewenangan MA. Siklus perubahan (termasuk SDM) melalui empat tingkatan, yaitu perubahan-perubahan: pengetahuan (knowledge change), sikap (attitudinal change), perilaku (behavior change), dan prestasi grup atau prestasi organisasi (group or organization performance change).2 Dengan mendasarkan pada siklus perubahan ini, maka dalam rekrutmen kemampuan penguasaan ilmu hukum cukup penting, dan bagi yang sudah menjadi hakim perlu dibina secara berkesinambungan ditingkatkan penguasaan kemampuan ilmu hukum dan ketrampilan teknis. Pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (Diklat), itu sebagai upaya peningkatan kinerja hakim.3 Upaya peningkatan kualitas hakim tersebut, tentunya harus tetap berorientasi pada fungsi, tugas dan tanggung jawab hakim sebagai benteng terakhir dalam penegakan hukum, tidak bertentangan dengan kebebasan hakim dan dimaksudkan juga untuk meningkatkan kualitas dari putusan hakim. Di samping itu, faktor-faktor penunjang lainnya harus diperhatikan, yaitu antara lain: manajemen dan pengawasan terhadap kinerja hakim secara proporsional dan profesional, serta penerapan lembaga reward and punishment secara tepat dan adil. Soehardi Sigit, 1983, Seri Manajemen – Teori Kepemimpinan Dalam Manajemen, Armurrita, Yogyakarta, hal. 48-49. 3 Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara No. 540/XIII/10/6/2001. 2
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
13
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
A. Tinjauan Yuridis Historis Dasar Rekrutmen Hakim Berdasarkan Ketetapan MPR RI No. IX/MPR/2000 tentang Penugasan Badan Pekerja Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Untuk Mempersiapkan Rancangan Perubahan Undang Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, diadakan perubahan BAB IX Kekuasaan Kehakiman, menjadi Kekuasaan Kehakiman dan Penegakan Hukum, yang tadinya hanya 2 pasal (Pasal 24 dan 25) sekarang menjadi: Pasal 24, 24A, 24B, , 25, 25A, 25B, 25C dan 25D. Dalam rancangan perubahan diatur juga adanya Dewan Kehormatan Hakim, Mahkamah Konstitusi dan Kejaksaan, serta Dewan Perwakilan Daerah. Namun dalam Sidang Tahunan tahun 2002 diadakan perubahan lagi BAB IX tantang Kekuasaan Kehakiman yang memuat Pasal 24, 24A, 24B, dan 24C.4 Untuk waktu sekarang, syarat dan tata cara pengangkatan, pemberhentian serta pelaksanaan tugas Hakim: di lingkungan Peradilan Umum berdasarkan UU No. 2 Tahun 1986; di lingkungan Peradilan Agama berdasarkan UU No. 7 Tahun 1989; dan di lingkungan peradilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU No. 5 Tahun 1986. Mengingat beberapa peraturan perundang-undangan tersebut dibentuk berdasarkan UU No. 14 Tahun 1970 yang telah dirubah berdasarkan UU No.35 Tahun 1999, maka tentunya perlu ada reformasi di bidang kekuasaan kehakiman dengan memisahkan fungsi yudikatif dan eksekutif. Paling lambat 5 tahun sejak tanggal 31 Agustus 1999 (berlakunya UU No.35 Tahun 1999), secara bertahap akan terjadi pengalihan organisasi, administrasi dan finansiil dari Departemen yang sekarang masih menangani hal-hal yang berkaitan dengan jabatan hakim kepada MA. MA sebagai puncak peradilan mempunyai fungsi, yaitu: peradilan atau mengadili
(justitiele),
pengawasan
(toeziende),
mengatur
(regelende),
nasihat
(advieserende) dan administratif (administratieve). Berdasarkan fungsi-fungsi yang dimiliki tersebut, MA mempunyai tugas dan tanggungjawab yang cukup berat dalam penegakan
hukum
di
Indonesia.
UU
No.
35
Tahun
1999
mempertegas
penyelenggaraan kekuasaan kehakiman satu atap di bawah MA. MA sebenarnya telah
4
Harian Kompas, Senin tanggal 12 Agustus 2002
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
14
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report menyadari kepercayaan tersebut, hal itu antara lain terbukti telah disiapkan Draft Rencana Strategis (Strategic Action Plan = SAP) Tahun 2001 – 2005. Dengan berlakunya UU No. 35 Tahun 1999, berarti sudah ada perangkat hukum yang akan mengantar terbentuknya peradilan satu atap di bawah MA. Mengingat kepercayaan dan keyakinan masyarakat terhadap peradilan di Indonesia telah terkikis, bahkan agak krisis sebagai akibat kelambatan penyelesaian perkara dan merebaknya KKN di bidang peradilan, maka salah satu faktor yang sangat penting untuk terciptanya peradilan yang baik adalah membina SDM-nya, khususnya SDM hakim, sebab melalui putusan hakimlah masyarakat atau khususnya justisiabel akan menilai kekuasaan kehakiman. Hakim haruslah dibina agar mempunyai keahlian, kecakapan dan ketrampilan yang memadai, serta moral yang baik, untuk perekrutan SDM hakim baru haruslah benar-benar direncanakan dan disaring secara ketat. Perlu disusun pola manajemen rekrutmen dan pembinaan karir (mutasi dan promosi) hakim. Secara sederhana manajemen dapat diartikan suatu pencapaian tujuan melalui pelaksanaan fungsi-fungsi tertentu.5 Kalau draft RENSTRA MA telah disetujui atau disahkan, maka harus ditindaklanjuti dengan disusun RENOP dan RENTA, misalnya RENSTRA untuk jangka waktu 10 tahun, RENOP untuk jangka waktu 5 tahun dan RENTA untuk jangka waktu 1 tahun. Rekrutmen, mutasi dan promosi hakim sebagai bentuk perencanaan personalia harus benar-benar direncanakan dengan mempertimbangkan kegiatan-kegiatan organisasi secara keseluruhan, yaaitu harus diawali dari 1. perencanaan SDM hakim, yang mempertimbangkan kualitas dan kuantitasnya; 2. penarikan hakim yang dibutuhkan, apakah akan diambil dari karyawan pengadilan yang potensial atau Sarjana Hukum/Syariah baru atau praktisi yang telah berpengalaman; 3. Seleksi; 4. pengenalan dan orientasi agar mereka yang diterima sebagai Cakim mengenal ruang lingkup bidang kerjanya; 5. latihan dan pengembangan untuk meningkatkan kualitas dan profesionalisme hakim; 6. penilaian yang meliputi upaya untuk mutasi dan promosi karir hakim.
T. Hani Handoko, 1990, Manajemen Edisi II, BPFE, Yogyakarta, dalam hal. 23 – 25 antara lain menguraikan bahwa ada lima fungsi yang paling penting, yaitu: planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), staffing (penyusunan personalia), leading (pengarahan), dan controlling (pengawasan) kegiatan-kegiatan organisasi. 5
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
15
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Dengan berpedoman pendapat T. Hani Handoko tentang beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi karyawan,6 maka untuk mendapatkan SDM hakim yang baik, artinya: jujur, berkelakuan tidak tercela dan cakap, antara lain dalam seleksi perlu diperhatikan atau ditanyakan: a. latar belakang pribadi, yang mencakup pendidikan dan pengalaman masa lalu; b. bakat dan minat, ini untuk memperkirakan minat dan kapasitasnya sebagai hakim; c. sikap dan kebutuhan, ini untuk memprediksikan tanggung jawab dan wewenang hakim; d. kemampuan analitis dan manipulatif, ini untuk mempelajari kemampuan pemikiran dan penganalisaan; e. ketrampilan dan kemampuan teknik, ini untuk menilai kemampuan dalam penyelesaian perkara; f. kesehatan phisik dan mental, ini untuk mengetahuai kemampuan phisik dan keteguhan moral dan iman. B. Rekrutmen Hakim Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data,7 bahwa secara historis hakim-hakim di lingkungan peradilan umum dapat dibagi dalam 4 lapis, yaitu: lapis pertama – sejak menjelang kemerdekaan - hakim direkrut dari para teoritisi, sebagian dari mereka para profesor menurut responden hakim – kualitas putusannya sangat baik, termasuk dalam lapis pertama adalah Pro. Dr. Soepomo, Prof. Djojodiguno, Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro; lapis kedua sekitar tahun 1950 – an angkatan Prof. Subekti, SH, Prof. Asikin Kusumaatmadja, SH dan Purwata Gandasubrata, SH, kualitas putusan masih baik; lapis ketiga sekitar awal tahun 1960-an s/d akhir tahun 1960 kualitas putusan relatif masih baik; lapis keempat menjelang 1965 dan dilanjutkan dengan rekrutmen hakim dengan sistem Cakim pada tahun 1971. pada lapis keempat rekrutmen hakim menjadi kurang baik, sebab sudah mulai ada penerimaan yang disertai dengan pembayaran sejumlah uang. Seperti halnya di lingkungan peradilan umum (termasuk lingkungan peradilan tata usaha negara), di lingkungan peradilan agama juga dapat dibuat pelapisan, yaitu: lapis pertama sebelum berlakunya UU No. 1 Tahun 1974, hakim-hakim PA diambil dari para Kyai yang sangat menguasai hukum Islam (sebagai hakim honorer) hal. 241 – 242. Kesimpulan diambil berdasarkan informasi dari Sukartono, seorang hakim senior Pengadilan Tinggi Makassar, hasil wawancara tanggal 19 dan 21 Maret 2002. 6 Ibid., 7
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
16
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report sedangkan khusus Ketua PA sebagai PNS yang diangkat negara, dedikasi hakim cukup tinggi; lapis kedua dari periode tahun 1974 – 1975 hakim-hakim PA direkrut dari mereka yang telah bekerja di lingkungan DEPAG, mereka langsung diangkat menjadi hakim PA relatif dedikasinya juga tinggi; lapis ketiga mulai tahun 1976 hakimhakim PA direkrut dengan cara seleksi dan ada yang diikuti dengan sistem Cakim selama 1 tahun. Perekrutan hakim di lingkungan peradilan agama tidak banyak mendapatkan sorotan dari masyarakat, sebab relatif perkara yang ditangani hakim lebih sedikit dan tidak berkaitan dengan uang atau harta benda dan sebelum + tahun 1987 gaji hakim PA sama dengan PNS biasa dan tidak mendap atkan tunjangan hakim. Dari hasil penelitian diperoleh data bahwa beberapa responden Hakim Tinggi dilingkungan peradilan umum dan Hakim Agung karir yang berasal dari lingkungan peradilan umum, mereka pada umumnya mengatakan bahwa saat penerimaannya dulu sangat mudah, tidak ada test masuk, belum melalui sistem Cakim dan tidak mengikuti pendidikan khusus sebagai hakim (8.00%), sedangkan selebihnya (92.00%) menyatakan mengikuti pendidikan khusus, magang sebagai Cakim, telah menjadi karyawan pengadilan/karyawan DEPAG atau sebagai anggota militer yang diangkat sebagai Hakim Militer. Di antara responden dalam menyebutkan lama waktu mengikuti pendidikan khusus, magang sebagai Cakim dan lamanya menjadi karyawan pengadilan/karyawan DEPAG tidak ada keseragaman atau bervareasi. Dari responden hakim yang menjadi hakim melalui tes diperoleh informasi, bahwa untuk menjadi hakim harus melalui tahapan-tahapan penyaringan. Untuk waktu sekarang,8 ada tiga tahap penyaringan, yaitu: Penyaringan Tahap I, meliputi: pendaftaran pelamar dan seleksi administrasi, dilanjutkan dengan ujian tulis pengetahuan umum, apabila lulus, maka akan ditetapkan sebagai calon pegawai negeri,
dilanjutkan
dengan
pendidikan
dan
pelatihan/orientasi/magang
di
pengadilan selama kurang lebih satu tahun;. Dalam tahap ini ada ujian di akhir periode, apabila si calon lulus maka akan diangkat sebagai pegawai negeri;
Ditjen Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Dep. Keh. RI, 1995, Pola Pembinaan Peradilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan tata Usaha Negara. Hal. 37 – 39. Dalam kata pengantar Buku Pola ini dimaksudkan sebagai pengganti Buku-buku Pola tentang Penyempurnaan Pembinaan Peradilan yang ditetapkan dengan Surat Keputusan Men. Keh. RI tanggal 28 – 2 – 1976 No. JS.4/2/13, tanggal 4 – 8 – 1977 No. JS. 1/7/5, tanggal 18 – 2 – 1978 No. JS. 1/3/16 dan tanggal 23 – 3 – 1976 No. JB. 1/1/5. 8
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
17
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Penyaringan Tahap II, yaitu ujian tulis Ilmu Hukum; Penyaringan Tahap III, yaitu ujian lisan kepribadian/psikotes. Selanjutnya bagi mereka yang lulus penyaringan Tahap II dan Tahap III dinyatakan sebagai Cakim dengan Surat Keputusan dan mereka akan mengikuti Diklat Cakim di Pusdiklat Departemen (Dep. Kehakiman dan HAM) di Jakarta. Bagi yang tidak lulus penyaringan Tahap II dan Tahap III disalurkan menjadi Panitera Pengganti setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan. Status Calon PNS dijalankan dalam waktu 1 sampai dengan 2 tahun. Status sebagai Cakim dijalankan dalam waktu 1 sampai dengan 3 tahun. Ketentuan tersebut ternyata sedikit berbeda dengan temuan hasil penelitian, dari 50 responden hakim ada 17 responden hakim (34.00%) yang pernah magang sebagai Cakim dengan pengalaman magang tidak sama, yaitu: 1 responden (2.00%) magang sela Cakim ma 3 bulan; 4 responden (8.00%) magang selama 2 tahun; 6 responden (12.00%) magang selama 3 tahun; dan 6 responden (12.00%) magang selama 4 tahun. Bagi Cakim, praktik di pengadilan selama 2 tahun (dengan tugas mempelajari administrasi umum dan administrasi peradilan, mengikuti sidang-sidang sebagai Panitera Pengganti dan evaluasi serta laporan), setelah itu mengikuti pendidikan dan pelatihan sebagai Cakim di Pusdiklat selama 1 tahun. Setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut, dan memenuhi syarat-syarat lain yang ditentukan diusulkan pengangkatannya menjadi hakim. Menurut ketentuan Pasal 31 UU No. 14 Tahun 1970 Hakim diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Negara. Yang mengajukan usul pengangkatan hakim adalah Departemen yang bersangkutan berdasarkan persetujuan MA, sedang untuk menjadi Hakim Agung yang mengusulkan adalah DPR setelah mendengar pendapat MA dan Pemerintah. Ketentuan pasal ini berlaku untuk semua hakim, dan sekaligus menjadi dasar pengaturan bagi undang-undang yang lahir kemudian berdasarkan UU No. 14 Tahun 1970 tersebut. Berdasarkan pengalaman responden hakim yang mengikuti tes, diperoleh data ada 54.00% responden hakim yang menganggap bahwa materi tes belum cukup dan masih harus ditambah beberapa materi yang lain. Responden yang menjadi hakim dengan dites semuanya menjawab bahwa mereka juga ikut psikotes. Berdasarkan pengalaman dari responden yang mengikuti psikotes diperoleh data bahwa pihak yang melakukan psikotes yang banyak disebutkan adalah team dari PTN (44.44%) dan psikolog
dari
UI
(38.89%),
dan
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
materi
yang
10/10/03
banyak
disebutkan
adalah :
Page
18
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report kepribadian/Emotional Question (E.Q) (80.56%); Inteligence Question (I.Q) (75.00%); kejujuran (63.89%); dan keteguhan sikap dan konsistensi dalam menjawab (30.56%). Dengan demikian sebenarnya soal kepribadian, kejujuran sudah mendapatkan perhatian pada saat psikotes.9 Untuk rekrutmen hakim perlu dipikirkan, berdasarkan hasil penelitian khusus untuk lingkungan peradilan umum (jumlah PN dan PT ada 351) dan lingkungan peradilan tata usaha negara (jumlah PTUN dan PTTUN ada 157) jumlah hakim yang ada sekitar 2820 orang, yang ideal jumlahnya adalah sekitar 5235 orang. Pengisian kekurangan hakim tersebut tentunya harus benar-benar selektif, perlu kriteria yang jelas. Harus ditetapkan kriteria yang jelas, sehingga diperoleh hakim yang berkulitas dan bermoral yang tinggi. Banyak responden yang mengakui bahwa rekrutmen yang ada sekarang banyak mengandung kelemahan dan rentang KKN. Ada ide, dari Dirjen. Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan HAM - agar sekian persen dari kebutuhan hakim itu ditempuh dengan pola penelusuran sejak calon masih mahasiswa dari Fakultas Hukum/Perguruan Tinggi Hukum yang berkualitas, dan sisanya diumumkan untuk perekrutan secara umum. Ide pembibitan sejak dini juga sejalan dengan pendapat dari nara sumber Wakil Ketua Mahlamah Agung.10 Harkristuti Harkrisnowo mengatakan bahwa banyak Cakim yang pengetahuan hukumnya sangat rendah, oleh karena itu dalam rekrutmen perlu ditentukan kriteria akademik yang jelas, misalnya persyaratan Indek Prestasi tertentu dan tingkat akreditasi dari universitas calon yang bersangkutan.11
Salah satu syarat dari beberapa syarat untuk dapat diangkat sebagai hakim adalah bahwa calon harus berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela. Syarat tersebut sebenarnya dapat menjadi sifat seorang hakim yang dilambangkan sebagai: 1. Kartika (=bintang, yang melambangkan Ketuhanan Yang Maha Esa) berarti mensyaratkan bahwa seorang hakim harus beragama dan beribadah menurut agamanya masing-masing; 2. Cakra (=senjata ampuh Dewa Keadilan yang mampu memusnahkan segala kebatilan, kezaliman dan ketidakadilan) yang berarti adil; 3. Candra (=bulan yang menerangi segala tempat yang gelap, sinar penerangan dalam kegelapan) berarti bijaksana dan berwibawa; 4. Sari (=bunga yang semerbak wangi mengharumi kehidupan masyarakat) berarti berbudi luhur atau berkelakuan tidak tercela; dan 5. Tirta (=air yang membersihkan segala kotoran di dunia) berarti mensyaratkan bahwa seorang hakim harus jujur. 10 M. Taufik, WAKA MARI, hasil wawancara tanggal 8 April 2002. 11 Dalam tanggapan selaku pembanding atas Kajian Hasil Penelitian Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan pada Workshop II di Jakarta tanggal 31 Juli 2002. 9
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
19
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Untuk waktu sekarang, rekrutmen hakim di semua lingkungan peradilan secara umum sama dalam pelaksanaannya, yaitu: rekrutmen dilakukan secara tertulis, setelah lulus seleksi ditingkatkan dengan sistem pelatihan. Cara rekrutmennya, masing masing sesuai dengan lingkungan dari departemen yang membawahi lingkungan masing-masing peradilan yang bersangkutan. Dari penelitian diperoleh informasi bahwa sistem rekrutmen belum dapat diakses oleh masyarakat secara luas. 12 Hal tersebut memang dibenarkan oleh Dirjen Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan pertimbangan terbatasnya dana untuk rekrutmen dan jumlah hakim yang akan direkrut pada periode tersebut, maka pengumunan dibuat dalam jangka waktu yang pendek. Mengenai persyaratan hakim, Pasal 3 Undang-undang No. 13 Tahun 1965 antara lain menentukan bahwa hakim adalah seorang Sarjana Hukum, dan dapat juga ahli hukum yang bukan Sarjana Hukum, yang diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Kehakiman atau Presiden atas usul Ketua MA menurut ketentuan yang berlaku. Pasal 28 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1965, yang antara lain ditetentukan bahwa pelamar berumur serendah-rendahnya 25 tahun. Dalam UU No. 2 Tahun 1986 bagian menimbang huruf c, antara lain ditentukan bahwa UU No. 13 Tahun 1965 ternyata tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UU No. 14 Tahun 1970. Persyaratan untuk menjadi hakim yang berlaku untuk lingkungan Peradilan Umum sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 14 UU No. 2 Tahun 1986 tidak banyak berbeda dengan yang berlaku di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 14 UU No. 5 Tahun 1986. Di lingkungan Peradilan Agama berdasarkan UU UU No. 7 Tahun 1989 antara lain memuat ketentuan bahwa untuk menjadi hakim di
lingkungan Peradilan Agama
pelamar harus beragama Islam, di samping itu pelamar Sarjana Syari’ah atau Sarjana Hukum yang menguasai Hukum Islam. Rekrutmen hakim yang telah berlangsung sekarang ad a indikasi adanya KKN, hal itu terbukti dari 230 responden non yustisiabel ada 55.66% mengatakan pernah mengetahui adanya KKN dalam rekrutmen hakim, data itu diperkuat pendapat dari 20 12 P. Efendi Lotulung, op. cit, hasil wawancara tanggal 3 Juli 2002 di Jakarta, menyebut dengan istilah model dadakan (mendadak).
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
20
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report responden yustisiabel yang semuanya mengatakan percaya adanya KKN dalam rekrutmen hakim. Oleh sebab itu, banyak yang menyarankan agar sebelum seseorang menjabat sebagai hakim, Cakim tersebut harus mendaftarkan kekayaannya kepada KPKPN setempat. Hal tersebut untuk mencegah atau setidak -tidaknya untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya KKN, jadi dapat dianggap sebagai salah satu bentuk pengawasan prefentif. Dalam Perubahan Keempat UUD 1945 yang disahkan 10 Agustus 2002 tidak dimuat lagi ketentuan seperti yang diatur dalam Pasal 24 ayat (2) dan Pasal 25 UUD 1945 (asli). Hal tersebut dapat menimbulkan persoalan, mengingat hakim -hakim di bawah MA di semua lingkungan peradilan telah ditetapkan sebagai pejabat negara. Dalam perubahan keempat tersebut sama sekali tidak diatur bagaimana syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim, juga tidak ada pengaturan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 (asli). Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 Perubahan Keempat adalah sebagai pengaturan untuk badan-badan pengadilan lain di luar lingkungan peradilan yang disebutkan dalam Pasal 24 ayat (2) Perubahan Keempat.13 Mengingat tidak ada ketentuan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka menimbulkan pertanyaan: 1. Apakah berarti nantinya tidak akan ada lagi perubahan terhadap beberapa undang-undang yang mengatur susunan, kekuasaan dan syaratsyarat menjadi hakim pada lingkungan peradilan yang ada ?; 2. Apakan UU No. 14 Tahun 1970, UU No. 2 Tahun 1986, UU No. 5 Tahun 1986 dan UU No. 7 Tahun 1989 serta undang -undang lain yang mengatur kekuasaan kehakiman tidak perlu dirubah untuk disesuaikan dengan UU No. 35 Tahun 1999 dan dengan UUD 1945 yang baru ?. Berdasarkan data dari responden dan informasi/pendapat dari nara sumber untuk perbaikan rekrutmen hakim, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Pimpinan yang merekrut haruslah mempunyai kemampuan managerial, tidak cukup hanya mempunyai kemampuan ilmu pengetahuan hukum, oleh sebab itu perlu ditetapkan sistem rekrutmen yang baik dan terencana. 2. Sistem rekrutmen hakim harus dirubah, dan perlu dipikirkan adanya ketentuan yang tegas, siapa yang akan direkrut dan siapa yang akan menjadi Tim perekrut serta siapa yang akan menjadi Pengawasnya.
13 Perubahan
UUD 1945 Keempat disahkan 10 Agustus 2002.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
21
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report 3. Orang yang melamar seharusnya sudah tahu apakah tugas dan kewajiban hakim, bahwa tugas mengadili menyangkut intelektualitas dan intuisi, oleh karena itu psikotes perlu sekali. Dalam rekrutmen faktor mental atau moral adalah lebih diutamakan, dan hakim harus taat beribadah. 4. Untuk jumlah tertentu (misalnya 25% dari kebutuhan hakim) perlu perekrutan hakim mulai dilakukan sejak yang bersangkutan masih di Perguruan Tinggi. Khusus untuk perekrutan dari sarjana baru, haruslah ditentukan lebih dahulu sistem penataran atau training, oleh sebab itu perlu dipersiapkan buku training yang baik, yang inovatif.14 5. Untuk penempatan hakim magang perlu ditentukan di pengadilan yang relatif dekat dengan tempat asal calon peserta sehingga dapat meringankan beban ekonomisnya dan tidak ditentukan secara acak. 6. Perekrutan hakim non karir untuk Hakim Tingkat I dan Hakim Tinggi dirasa masih kurang tepat, yang perlu direkomendasikan adalah untuk Hakim Agung. C. Mutasi dan Promosi Dari penelitian diperoleh data dari pendapat 50 responden hakim, bahwa sistem mutasi Hakim tingkat pertama dan Hakim Tinggi yang sekarang berlaku, lebih banyak yang mengatakan tidak tepat (Hakim tingkat pertama ada 60.00% dan Hakim Tinggi 52.00%) dibandingkan dengan yang mengatakan tepat (Hakim tingkat pertama ada 40.00% dan Hakim Tinggi 48.00%). Pendapat dari 69 responden (Penegak Hukum non Hakim dan Umum) yang mengatakan bahwa mereka tidak sependapat dengan mutasi selama 5 tahun, maka harus dirubah, di antara alasan yang banyak disebutkan adalah: bahwa mutasi paling lama tiap 3 tahun sekali (30.43%); mutasi 5 tahun memberi kesempatan hakim untuk KKN (20.29%); waktu 5 tahun terlalu lama dan membuat jenuh (15.94%). 14
Berkaitan dengan materi tes, hasil penelitian mengusulkan agar ditambah pemahaman
tentang kesadaran hukum, nilai keadilan dan kebenaran, serta penemuan hukum, dari 230 responden (tidak termasuk responden yustisiabel) ada yang mengatakan sangat setuju (68.70%) dan ada yang mengatakan setuju (27.39%). Lihat selanjutnya Tabel XLVIII pertanyaan angka 8.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
22
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Dalam mutasi apakah perlu mendengar pendapat dari pihak luar atau tidak, secara khusus ditanyakan kepada 180 responden (Penegak Hukum non Hakim dan Umum) dan diperoleh data: yang mengatakan tidak perlu (50.56%) lebih banyak dibandingkan yang mengatakan perlu (37.22%). Untuk sistem promosi menjadi Hakim Tinggi dan untuk menjadi Hakim Agung Karir secara khusus ditanyakan kepada 50 responden hakim, diperoleh hasil, bahwa sistem yang berlaku sekarang lebih banyak keuntungannya (untuk Hakim Tinggi ada 66.00% dan untuk Hakim Agung ada 56.00%) dibandingkan yang mengatakan tidak ada keuntungannya (untuk Hakim Tinggi ada 34.00% dan untuk Hakim Agung ada 44.00%). Namun pendapat dari responden hakim tidak sesuai atau tidak signifikan deng an pendapat dari keseluruhan 230 responden non yustiabel (sebagian responden Hakim, Penegak hukum non Hakim dan Umum) yang menghendaki agar sistem promosi yang sekarang berlaku perlu dirubah. Penerapan sanksi sebagai mekanisme pengawasan yang berupa sanksi positif (penghargaan) dan sanksi negatif (hukuman) atau dikenal dengan sebutan punishment and reward, itu penting sekali bagi perjalanan karir hakim. Bagi hakim yang jelas melanggar sumpah atau melakukan tindakan tercela harus dikenai sanksi (negatif) mulai dari tegoran sampai pada pemecatan, sebaliknya bagi hakim yang berprestasi haruslah diberi penghargaan, kalau perlu dipromosikan sebagai Hakim Agung. P. Efendi Lotulung berpendapat bahwa ukuran hakim yang berprestasi itu bukan sematamata karena dapat menjatuhkan hukuman yang berat, putusan yang tidak pernah dibatalkan dan lain sebagainya. Itu semua adalah ukuran yang sifatnya relatif, yang belum tentu dapat diterima oleh dunia akademisi. Hakim yang berprestasi adalah hakim yang dapat memberikan temuan -temuan yang berupa teori-teori. Temuan yang berupa doktrin atau teori baru, kalau itu sering diikuti oleh hakim lain, maka lamalama akan menjadi yurisprudensi, dan suatu ketika kalau itu diikuti oleh pembentuk undang akan menjadi undang -undang yang mempunyai daya mengikat umum.15 Dari hasil wawancara mendalam dengan beberapa orang responden dan nara sumber diperoleh informasi/pendapat bahwa dalam promosi harus berdasarkan kualitas dan prestasi hakim, dan tidak semata-mata berdasarkan senioritas/pangkat,
15
P. Efendi Lotulung, op. cit., hasil wawancara tanggal 3 Juli 2002 di Jakarta.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
23
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report dasarnya harus adanya pengusulan dari bawah, kalau hakim PN dari KPN, kalau hakim tinggi dari KPT. Khusus promosi hakim karir untuk menjadi Hakim Agung, batasan umur dalam Pasal 7 UU No. 14 Tahun 1985 haruslah dirubah, sebab kalau mendasarkan pasal tersebut, mungkin calon dari hakim karir hanya sekitar 2 s/d 3 orang calon. Untuk fit and proper test menjadi Hakim Agung haruslah dibuat kriteria yang jelas, baik yang menyangkut materinya, maupun pihak yang melakukannya, dan hal itu haruslah dibersihkan dari unsur-unsur politis. Atas dasar pendapat dari para responden dan juga nara sumber seperti telah diuraikan di atas, maka cukup alasan yang kuat untuk menyimpulkan bahwa sistem promosi yang berlaku sekarang harus dirubah. Dalam mutasi dan promosi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1. Untuk promosi perlu mendasarkan usulan atau penilaian dari bawah, c.q. KPN dan KPT sesuai dengan hakim yang akan dipromosikan. Sedangkan untuk promosi Hakim Agung karir sebaiknya melalui fit and proper test. Ketentuan dan tata cara fit and proper test hendaknya diperlakukan sama dengan perekrutan Hakim Agung non karir. 2. Sesuai dengan sistem hukum yang berlaku, dalam hal mutasi dan promosi, MA haruslah didengar. 3. Mekanisme mutasi dan promosi yang ada sekarang tidak berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena ada yang ditentukan dari pusat, dan suara pengadilan di tempat hakim yang bersangkutan bertugas tidak atau kurang didengar. Oleh sebab itu, sistem mutasi dan promosi yang berlaku sekarang harus dirubah. 4. Dalam mutasi haruslah memperhatikan dan mempertimbangkan lama waktu hakim bertugas di suatu tempat dan jangan sampai ada hakim yang terlalu lama di satu pengadilan. 5. Untuk mempromosikan seorang hakim haruslah mempertimbangkan track record hakim, harus mendengar pendapat pimpinan pengadilan di mana hakim yang bersangkutan ditempatkan. 6. Dalam mutasi dan promosi perlu juga mempertimbangkan pendidikan tambahan yang dimiliki oleh hakim yang bersangkutan, perlu disediakan dana dan dorongan dari pihak departemen. Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
24
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report 7. Perlu dibentuk Dewan Kehormatan Hakim yang independen, atau dibentuk Komisi yudisial yang independen, yang mempunyai kewenangan membuat rapor hakim, memberikan rekomendasi yang akan digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam mutasi dan promosi hakim. 8. Perlu adanya manajemen putusan dan sistem kontrol yang ketat maupun penerapan sanksi secara tegas kepada hakim yang melakukan tindakan indisipliner.
Pelaksanaan
fungsi
pengawasan
oleh
organisasi
yang
bersangkutan, hendaknya dapat diakses publik. Untuk meningkatkan kredibilitas pengawasan perlu tambahan dari kalangan aparat penegak hukum dan perguruan tinggi. D. Rekrutmen Hakim Agung Pengangkatan Hakim Agung berdasarkan U U No. 14 Tahun 1985. Adapun persyaratan untuk diangkat menjadi Hakim Agung diatur dalam Pasal 7, yang antara lain ditentukan bahwa yang dapat diangkat menjadi Hakim Agung bukan hanya dari jenjang hakim karir melalui promosi, tetapi juga melalui rekrutmen Hakim Agung non karir. Persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7, oleh kalangan hakim karir dirasa tidak adil, oleh sebab itu harus direvisi, sebab sangat berat bagi hakim karir untuk dapat menjadi Hakim Agung, dan diusulkan agar syarat pengabdian dihitung berapa tahun sejak yang bersangkutan menjabat sebagai hakim dan bukan seperti yang ditentukan oleh Pasal 7 UU No. 14 Tahun 1985. Untuk rekrutmen Hakim Agung yang berasal dari non karir perlu fit and proper test, yang dilaksanakan secara proporsional dan harus berdasarkan kriteria yang jelas dan dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan sehingga dapat teruji integritas, kejujuran, latar belakang, kemampuan dan lain-lainnya. Untuk mengetahui kelayakan seseorang perlu proses dan terbebas dari unsur politis agar dicapai hasil yang objektif. Dalam hal ini MA haruslah diden gar, lembaga yang melakukan haruslah dibenahi lebih dahulu, dan terlebih dahulu haruslah dibuat tata tertibnya. Diadakan fit and proper test oleh DPR adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 8 UU No. 14 Tahun 1985. Berdasarkan pasal tersebut berarti pengangkatan Hakim Agung
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
25
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report dari jalur karir maupun dari jalur non karir oleh Presiden harus berdasarkan usul dari DPR setelah mendengar MA.16 Diangkatnya Hakim Agung non karir di samping untuk lebih meningkatkan kualitas putusan juga tentunya untuk mengurangi bertumpuknya perkara di MA, namun ternyata jumlah perkaranya tidak banyak berkurang Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa dalam penanganan perkara di tingkat kasasi semua Hakim Agung dapat ikut menjadi anggota Majelis dan dianggap mampu untuk mengadilinya, dengan perkataan lain tidak ada sistem kamar. Dengan demikian pernilaian dari Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia bahwa terjadinya penumpukan perkara disebabkan karena kinerja MA yang lamban, kecenderungan pengajuan proses hukum ke tingkat kasasi, kurang profesionalnya penanganan di MA, masih terdapatnya indikasi KKN, dan pengaruh pihak -pihak lain di luar MA, adalah cukup beralasan. Agar kualitas putusan menjadi lebih baik di MA perlu diadakan sistem kamar. Sistem kamar tidak harus permanen, artinya selama menjadi Hakim Agung tidak hanya bertugas dalam satu kamar, jadi dapat dipindah untuk jangka waktu tertentu, misalnya 3 tahun sekali. Sistem kamar yang tidak permanen juga dikemukakan oleh Ketua MA, yang antara lain dikatakan bahwa sistem kamar itu bukan berarti untuk selama menjadi Hakim Agung akan dikurung dalam satu kamar, tetapi akan dilakukan perpindahan untuk sekian tahun dapat dirubah atau dipidah Hakim Agung dari kamar yang satu ke kamar yang lain .17 1. Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi adalah sebagai suatu lembaga yang diingikan agar segera dibentuk, untuk melengkapi lembaga-lembaga tinggi negara yang ada berdasarkan UUD 1945. Dalam Perubahan UUD 1945 Ketiga yang disahkan tanggal 10 November
Kalau Rancangan Perubahan UUD 1945 disetujui khususnya yang berkaitan dengan Pasal 24 UUD 1945, maka yang mengangkat dan memberhentikan Hakim Agung adalah MPR atas usul Komisi Judisial. Ketua dan Wakil Ketua MA dipilih sendiri oleh MA dari Hakim Agung, lihat selajutnya uraian di muka. 17 Bagir Manan, op., cit., wawancara tanggal 31 Juli 2002 di Jakarta. 16
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
26
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report 2001 dan selanjutnya diperkuat lagi dalam Perubahan UUD 1945 Keempat yang disahkan tanggal 10 Agustus 2002. 18 Terlepas adanya kritik yang menggambarkan kelemahan -kelemahan yang ada, yang pasti adanya Mahkamah Konstitusi adalah suatu langkah maju, dan kewenangannya tidak akan overlapping dengan kewenangan yang dimiliki MA. Mengingat tugas dan wewenang yang diberikan cukup berat, maka dalam perekrutannya betul-betul harus selektif dan harus dilakukan melalui fit and proper test. Untuk pelaksanaan fit and proper test harus dipersiapkan dengan baik dan ditentukan siapa yang diberi wewenang untuk melakukan dan menilainya, agar betul-betul dilakukan secara obyektif. 2. Dewan Kehormatan Hakim (DKH) MA mempunyai fungsi pengawasan (toeziende functie), hal tersebut seperti yang ditentukan oleh Pasal 32 UU No. 14 Tahun 1985. Sebagai puncak peradilan dari semua lingkungan peradilan di seluruh Indonesia, MA harus menjaga agar peradilan diselenggarakan dengan saksama dan sewajarnya, perbuatan-perbuatan hakim juga diawasi
dengan cermat oleh MA. Untuk tingkat di bawah, kewenangan untuk
melaksanakan pengawasan oleh MA dapat didelegasikan kepada Pengadilan di Tingkat Banding di semua lingkungan peradilan. Sistem pengawasan ini sangat penting untuk dapat menentukan apakah pihak yang mendapat limpahan kewenang an tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Adanya pengawasan yang memadai dapat mendukung keberhasilan dari suatu aktivitas atau suatu program, termasuk juga dalam rekrutmen, mutasi dan promosi. Hal itu berarti kalau semua aktivitas atau program yang sudah direncanakan dengan baik, sedang atau telah dilakukan, harus dilakukan pengawasan dan dievaluasi tingkat keberhasilannya. Pengawasan juga meliputi pengawasan terhadap sikap dan perilaku dari para hakim dan para karyawan pengadilan. Untuk mempromosikan seorang hakim, tentunya harus juga didasarkan atas evaluasi (eksaminasi) terhadap beberapa putusan yang dijatuhkan. Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan yang represif perlu menghidupkan Dewan Kehormatan Hakim
18
Bunyi selengk apnya Pasal 24C lihat uraian sebelumnya.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
27
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report (DKH) yang independen dengan unsur wakil penegak hukum dan Perguruan Tinggi Hukum. Banyaknya pendapat yang mengusulkan agar DKH lebih diefektifkan, mengingat DKH yang ada sekarang belum mampu bekerja optimal dan keputusannya kurang tegas atau belum diikuti tindakan konkrit oleh pengambil kebijakan. Adanya prakarsa pembentukan Komisi Yudisial tetap dipertahankan, hal itu terbukti dalam Perubahan UUD 1945 Keempat yang disahkan 10 Agustus 2002, lembaga tersebut
tetap dipertahankan. Komisi Yudisial sebagai lembaga yang
mandiri, di samping mempunyai wewenang mengusulkan pengangkatan Hakim Agung, juga mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.19 Dari ketentuan tersebut berarti yang diawasi Komisi Yudisial adalah semua hakim dari semua lingkungan peradilan dari dari semua tingkatan peradilan, mestinya juga termasuk Hakim Agung dan Hakim Konstitusi. Apabila masudnya tidak demikian, mestinya ada ketentuan tegas yang sifatnya membatasi kewenangan dari Komisi Yudisial tersebut.
------------------------
19 Perubahan
Keempat UUD 1945, Pasal 24B.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
28
BAB III POTENSI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME (KKN) DALAM REKRUTMEN DAN KARIR HAKIM Korupsi dalam perspketiff hukum, merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh orang dan atau korporasi, dengan atau tanpa menyalah gunakan kekuasaan atau kewenangan yang dimilikinya, sehingga dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.20 Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dengan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat dan atau negara. Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara. 21 Seperti telah dikemukakan pada Bab -bab sebelumnya, akhir -akhir ini badan peradilan banyak mendapat sorotan dari masyarakat. Banyak oknum pengadilan yang dindikasikan melakukan tindakan tercela KKN, sehingga menurunkan kepercayaan dan wibawa hukum. Insan-insan penegak hukum sudah tidak lagi bicara tentang etika dan filosofi keadilan, dengan alasan (misalnya para pengacara) kalau mereka tetap mempertahankan integritas, mereka khawatir kantornya akan sepi. Untuk menjadi advokat yang hebat, sekarang tidak hanya diperlukan untuk pandai bicara, pandai berargumentasi, pandai mencari dasardasar hukum bagi pembelaan kliennya, tetapi harus juga mempunyai jaringan yang luas dengan para penegak hukum lain, seperti polisi, jaksa dan hakim.22 Banyak pengacara hitam yang melakukannya tanpa merasa bersalah. Ketika dikonfrontir soal kebiasaan menyuap dan menyogok hakim dengan enteng mereka menjawab “I am not the only one“. Ada hubungan yang sifatnya simbiotik mutualistik antara pengacara hitam dengan hakim-hakim yang korup.23
UU No. 31 th 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 28 th 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN. 22 Kompas Minggu, Tarif itu sudah puluhan milyard, Tanggal 17 Maret 2002, hal.28. 23 Todung Mulya Lubis, “Peradilan Bebas dan Mandiri”, Makalah yang disampaikan dalam acara ulang tahun ICM, Tanggal 30 April 2002. 20 21
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Berdasarkan hasil wawancara dengan para narasumber, mafia peradilan memang ada, buruknya putusan hakim dipengaruhi oleh pelbagai faktor dan semua unsur aparat penegak hukum ikut terlibat di dalamnya.24 Sebesar 45% respoden pencari keadilan menyatakan mereka pernah dimintai uang, sedangkan 55% lainya menyatakan tidak pernah. Pihak-pihak yang meminta uang adalah, pengacara, polisi, jaksa, hakim bahkan panitera dan pegawai pengadilan. KKN mengakibatkan putusan hakim tidak mencerminkan rasa keadilan. Hanya 10% rersponden yang menyatak an putusan hakim sudah mencerminkan rasa keadilan, 30% menyatakan baru sebagaian sedang lainya (60%) menyatakan sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan. Dari sisi hakim, adanya praktek -praktek tidak terpuji tersebut tidak mustahil karena tidak baiknya sistem rekrutmen dan karir hakim yang ada. Diindikasikan bahwa selama ini telah terjadi KKN dalam proses rekrutmen dan karir hakim. Sejumlah 42,1% responden menyatakan, bahwa sangat percaya ada unsur KKN dalam rekrutmen hakim, sejumlah 31,6% menyatakan percaya, 15,8% kurang percaya sedang 10,5 menyatakan tidak percaya. Mengenai karir hakim, secara normatif mestinya hakim pada pengadilan yang lebih tinggi memiliki kemampuan yang lebih tinggi. Namun kenyataan menunjukkan bahwa kualitas hakim pada pengadilan yang lebih tinggi tidak selalu mempunyai kualitas lebih baik dari pada hakim yang lebih rendah. Sejumlah 45% responden menyatakan tidak percaya hakim yang lebih tinggi berkualitas lebih baik, sedangkan 55% responden menyatakan percaya. Hal ini disebabkan karena di dalam karir hakim terdapat unsur KKN, sejumlah 42,1% responden menyatakan sangat percaya, sejumlah 31,6% menyatakan percaya, 15,8% kurang percaya sedang 10,5 menyatakan tidak percaya. Menurut Romli, citra buruk praktik peradilan ini bersumber pada masalah rekrutmen calon hakim, mutasi hakim, manajemen penanganan perkara dan pengawasan terhadap proses peradilan.25
Ahwil Luthan, dalam wawancara Tanggal 9 April 2002. Romli Atmasasmita, 1998, Pemikiran Konseptual Mengenai Kerangka Peningkatan Kualitas Penegakan hukum di Dalam Proses Peradilan, Jakarta, hal. 2. 24 25
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 30
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
A. Potensi KKN Dalam Rekrutmen Hakim 1.Rekrutmen calon hakim. Tugas hakim bukan semata-mata sebagai penerap hukum (Undang-undang) atas perkara-perkara yang masuk/dibawa di pengadilan, tetapi harus sebagai agent of solution, yang di dalamnya mencakup penemuan dan pembaharuan hukum.26 Hakim yang ideal selain memilki kecerdasan yang tinggi, dia harus memiliki kepekaan terhadap nilai-nilai keadilan, mampu mengintegrasikan nilainilai agama, kesusilaan, sopan santun serta adat-istiadat ke dalam hukum positif yang tercermin dalam setiap putusan yang dilahirkannya. Sebagaimana telah dipaparkan pada bab sebelumnya, seorang hakim juga harus mempunyai moral dan integritas yang tinggi. Untuk itu, rekrutmen merupakan fase yang krusial. Apabila pilihan yang dilakukan keliru akibatnya akan buruk bagi dunia penegakan hukum. Hasil penelitian menunjukkan sistem rekrutmen hakim sekarang ini berpotensi atau memberi peluang adanya KKN. Sejumlah 55,64% dari total responden menyatakan pernah mendengar, sedangkan 44,36% menyatakan tidak pernah mendengar adanya KKN. Namun untuk responden hakim, sejumlah 82% menyatakan tidak pernah mendengar, sedangkan 18% pernah mendengar. Untuk responden penegak hukum non hakim dan umum, sejumlah 66,11% menyatakan pernah mendengar, sedangkan 33,89% menyatakan tidak pernah mendengar ada unsur KKN dalam rekrutmen hakim. Perbedaan angka yang signifikan dari responden hakim tersebut memberi gambaran di satu sisi mungkin karena loyalitas atau kesetiaan terhadap korps, atau mungkin memang perbandingan antara jumlah yang masuk dengan cara KKN lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang masuk sesuai dengan cara yang telah ditentukan. Namun fakta tersebut setidak -tidaknya menunjukkan bahwa sistem rekrutmen yang ada sekarang ini memang berpotensi atau memberi peluang adanya KKN. Pernyataan ini didukung oleh pendapat dari narasumber yang mengungkapkan bahwa dalam rekrutmen tidak jarang menerima surat 26
Bambang Wijayanto, dalam wawancara Tanggal 8 April 2002.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 31
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
permintaan baik dengan surat atau sekedar memo atau telpon dari pihak lain agar dapat meluluskan seorang atau beberapa calon. Ketika ada permintaan semacam itu yang bersangkutan memang tidak bisa menutup mata maupun hatinya, yaitu jika memang persyaratan minimal dapat dipenuhi, maka permintaan tersebut bisa dipenuhi. Seorang narasumber lainnya juga memberikan keterangan, bahwa secara tidak sengaja dia mendengar rapat penerimaan calon hakim, salah seorang peserta rapat menyatakan telah menerima beberapa permintaan, permintaan tersebut diseleksi, dan sebagian harus dinyatakan diterima. Dalam sistem penerimaan calon hakim yang bersifat tertutup memang memungkinkan panitia untuk menerima peserta seleksi yang sebenarnya tidak lulus. Menurut para responden, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya kecurangan dalam sistem rekrutmen tersebut adalah: a.
kekuasaan yang sentralistik;
b.
pengawasan yang lemah;
c.
kurang atau tidak transparan atau tidak ada pengawasan masyarakat;
d. hubungan saudara dan hubungan pertemanan; e.
praktek jual beli kursi;
f.
aturan mainnya tidak jelas atau birokrasi yang berbelit-belit;
g.
pengaruh internal atau karena melibatkan Dep Kehakiman dan HAM;
h.
tidak diumumkan secara luas;
i.
tidak ada test kemampuan.
Seorang narasumber menyatakan bahwa upaya yang dapat digunakan untuk menekan unsur KKN dalam rekrutmen adalah dengan pengawasan, tranparansi, dan akuntabilitas publik.27 Upaya ini merupakan bagian yang sangat penting untuk mengurangi terjadi kesalahan dan penyalahgunaan wewenang. Pelaksanaan pengawasan yang paling ideal adalah dari dalam atau lembaga seprofesi, karena hal yang demikian itu akan menambah kewibawaan dari profesi tersebut. Kalau terdapat pelanggaran hukum maupun kode etik mestinya tidak sungkan -sungkan untuk menerapkan, tetapi dalam kenyataannya pengawasan dari dalam tidak efektif. Sistem waskat (pengawasan melekat), maupun 27Bambang
Wijayanto, dalam wawancara Tanggal 8 April 2002.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 32
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
pengawasan dari unsur inspektorat tidak mampu berbuat banyak terhadap pelanggaran-pelanggaran karena masih ada unsur sungkan terhadap yang diawasi atau bahkan melindunginya karena merupakan satu profesi, korp atau sesama aparat pemerintah. Di negara seperti Indonesia ini sebaiknya pengawasan tetap melekat dalam organisasi yang bersangkutan, namun anggotanya ditambah dengan orang-orang yang memiliki kredibilitas, moral, kemampuan dan komitmen yang tinggi dalam penegakan hukum. Orang tersebut sebaiknya juga yang sudah teruji dan terbukti dari aktivitas-aktivitas yang pernah dilakukan, dan yang penting adalah dapat melaksanakan pekerjaan secara baik dan konsisten. Orang yang direkrut dapat berasal dari Perguruan Tinggi, LSM, maupun mantan-mantan pejabat. Pihak masyarakat harus dapat memperoleh informasi/mengakses proses penentuan (rekrutmen) calon hakim. Proses dan rationalitas pengambilan kebijakan dalam rekrutmen harus transparan serta dapat dipertangungjawabkan kepada masyarakat. Bentuk transparansi antara lain dilakukan dengan cara memberikan kemudahan bagi anggota masyarakat untuk mengakses setiap proses pengambilan keputusan, serta menciptakan aturan (sistem seleksi) yang lebih terbuka. Sebelum para hakim diangkat diumumkan melalui media massa agar masyarakat mengetahui para calon hakim dan sekaligus diberi kesempatan bagi anggota masyarakat yang hendak mengajukan keberatan. Seluruh proses rekrutmen hakim hendaknya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat (akuntabilitas publik) terutama kualitas hakim yang diperoleh dan seluruh biaya yang diperlukan untuk rekrutmen hakim. Selain yang telah dijelaskan di atas, untuk mengurangi unsur KKN dalam rekrutmen hakim pendapat responden bervariasi, dari yang mengusulkan untuk lebih mengutamakan moral, mempunyai komitmen keadilan, menggunakan deteksi kebongongan, menghilangkan campur tangan Departemen, menjalani psikotes, sampai dengan yang mengusulkan untuk mengganti hukum yang ada dengan hukum agama. Dalam sistem seleksi tahap berikutnya, yang tidak kalah pentingnya adalah pada fase pendidikan calon hakim dan fase magang di Pengadilan. Menurut para Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 33
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
tentor, harus segera dibenahi kurikulum dan materi pembekalan bagi calon hakim. Materi bahan ajar harus disesuaikan dengan kebutuhan, sistem militer dihilangkan, dan menambah materi yang terkait dengan mental dan kejujuran, yang kemudian dilakukan psikotes lagi. Demikian pula pada fase magang di pengadilan, apabila di lingkungan pengadilan di tempat cakim magang banyak praktek jual beli perkara, maka tidak mengherankan jika cakim tersebut dapat atau ikut terlibat atau setidak -tidaknya terpengaruh dalam permainan mafia peradilan tersebut. 2. Rekrutmen Hakim Agung. Cara rekrutmen hakim agung saat sekarang ini sudah diterapkan cara seleksi khusus, yaitu dengan fit and proper test. Semua calon hakim agung baik yang berasal dari hakim karir maupun non karir harus mengikuti tes tersebut . Mengenai adanya hakim agung non karir, sebagian responden hakim menyatakan tepat (36%), dan 64% lainnya menyatakan tidak tepat. Sistem rekrutmen hakim pada MA yang melibatkan DPR merupakan upaya yang cukup maju, tetapi dalam pelaksanaannya masih mengandung unsur KKN. Alasan responden yang menyatakan usulan pengangkatan hakim agung oleh DPR sudah tepat adalah: (a) sesuai dengan kebutuhan, (b) DPR lebih tahu, (c) sudah melibatkan wakil rakyat, (d) sistemnya sudah cukup baik, namun peranan DPR dalam fit and proper test harus dibatasi.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 34
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Adapun alasan yang dikemukakan oleh mereka yang menganggap usulan pengangkatan hakim oleh DPR tidak tepat dan terdapat nuansa KKN adalah, (a) peluang KKN dengan parpol dan anggota DPR. (b) adanya muatan politis, yaitu mempromosikan mereka yang memiliki kesamaan ideologi, padahal belum ten tu cakap, jujur dan disiplin, (c) tidak melibatkan MA padahal penilaian kerja ada di MA, penilaian sebaiknya orientasi bidang tugas bukan dari teoritis, (d) masih subyektif, perlu dibentuk judicial commisi, (e) belum dilakukan oleh lembaga yang independen (f) belum ada pola yang jelas dan kenyataannya sering tidak didasarkan tetapi dominan pada hal-hal yang bersifat non teknis, (g) semata- mata untuk kemandirian hakim yang bebas dari campur tangan pihak lain, sehingga rekrutmen dan karir hakim tidak perlu campur tangan kekuasaan eksekutif dan yudikatif, (h) pemilihan tidak sistem target, yaitu lebih menitik beratkan kualitas dari pada kuantitas, selain itu juga belum ada sistem pembinaan karir, promosi maupun mutasi, (i) dilaksanakan oleh lembaga politik (DPR) yang tidak profesional, (j) masih bersifat coba-coba, (l) tidak diuji kemampuan ilmiahnya secara tepat. B. Potensi KKN Dalam Karir Hakim Karir seseorang hakim dimulai sejak diangkat sebagai hakim dan ditempatkan di suatu pengadilan klas II b. Secara berjenjang pangkat seorang hakim dimulai sebagai hakim pratama golongan ruang III a, pangkat penata muda dan selanjutnya sampai hakim utama dengan golongan ruang IV e dan pangkat pembina utama. Seorang hakim juga akan mengalami mutasi dari satu pengadilan negeri ke pengadilan negeri lainnya. Dalam waktu tertentu seorang hakim juga akan meningkat karirnya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu menjadi wakil ketua atau ketua pengadilan, kemudian sebagai hakim pengadilan tinggi, dan seterusnya menjadi hakim agung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem mutasi hakim sekarang ini berpotensi adanya KKN. Hampir semua responden memang tidak melihat secara langsung alat bukti tentang adanya praktek KKN, tetapi mereka setuju bahwa hal itu ada. Mereka menyatakan bahwa banyak faktor penyebabnya, antara lain: (a) karena aturannya tidak jelas, (b) melibatkan departemen, (c) tidak transparan, (d) tidak fair, (e) birokrasi berbelit -belit, (f) masih ada pengaruh internal, (g) pernilaian kurang objektif, (h) tidak jelas kriteria penempatannya, (i) mental pejabat atasan, (j) belum ada senioritas yang ketat, (k) seleksi kurang ketat, (l) pengaruh budaya, dan karena (m) lemahnya sistem pengawasan. Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 35
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Di bidang promosi, para responden juga setuju dan sekaligus pernah mendengar adanya unsur KKN. Sejumlah 74% responden menyatakan terdapat unsur KKN, 17,39% menyatakan tidak terdapat, dan 0,87% tidak menjawab. Dijelaskan pula oleh salah seorang narasumber bahwa seorang hakim agar kariernya lancar senantiasa harus memahami dan melaksanakan istilah S3 (Sowan, sungkem dan setor). Seorang hakim juga harus tanggap jika ada seorang pimpinan yang menanyakan “apakah kamu sedang menangani perkara X”, dia harus mengetahui maksud di balik pertanyaan itu, jika tidak akan mengalami hambatan dalam kariernya.28 Mutasi merupakan bentuk promosi (peningkatan jenjang karier), akan tetapi sekaligus sebagai bagian dari risiko dan keharusan sebagai hakim. Bagi seorang hakim mutasi/rotasi ada keuntungannya karena bertugas terlalu lama di satu daerah akan merasa jenuh, ilmunya tidak berkembang serta adanya pengaruh dari lingkungan setempat. Namun mutasi dalam kenyataannya tidak sesederhana itu karena akan terkait dengan keluarga, kondisi lingkungan yang akan ditempati, perumahan dan lain sebagainya. Dengan adanya berbagai kepentingan dan pertimbangan ini, tidak mengherankan apabila ada keinginan oknum hakim yang berusaha untuk tidak segera dimutasi, kalaupun dimutasi menginginkan ditempatkan pada kondisi yang lebih baik. Responden hakim yang pernah bertugas di wilayah terpencil menyatakan, bahwa fasilitas jalan, penerangan, pendidikan, kesehatan, hiburan sangat minim, perkara yang masuk sangat sedikit. Jika ada tempat tinggal terkadang sangat jauh sehingga mengganggu pelaksanaan tugasnya. Belum lagi jika menghadapi persoalan yang menyangkut etnis, hakim terkadang ditekan oleh sekelompok etnis tertentu dan jiwanya terancam. Bagi hakim yang ditugaskan di perkotaan (lebih-lebih kota besar), meskipun berbeda juga akan menghadapi suatu persoalan. Mereka akan menghadapi persoalan biaya hidup yang mahal. Sementara itu gaji hakim ditetapkan sama di seluruh Indonesia, mereka dibedakan hanya berdasarkan pangkat, ruang, jabatan dan kelas pengadilan.
28
Silaban, dalam wawancara Tanggal 17 April 2002.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 36
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Selain beberapa penjelasan di atas, para responden juga menjelaskan bahwa potensi KKN dalam karir dan mutasi hakim adalah disebabkan karena tidak jelasnya pola pembinaan yang sampai sekarang masih ada di dua instansi (MA dan Departemen) Adanya dua instansi ini menimbulkan doubel standar dalam sistem penilaian. Disamping itu, dalam praktiknya penilaian serta pengawasan oleh hakim, termasuk oleh dewan kehormatan, tidak dilaksanakan dengan baik. Pengawasan terhadap hakim dalam lingkungan kehidupan tidak berjalan. Tidak ada catatan secara khusus atas penilaian secara khusus tentang putusan hakim yang pernah dibuat. Kenaikan pangkat tidak berdasarkan pernilain fungsinya sebagai hakim, dasar kenaikan pangkat hakim disamakan dengan PNS lainnya. Untuk mengurangi potensi KKN dalam karir hakim, seyogyanya seluruh kriteria yang diperlukan harus jelas, terukur, serta ada kepastian hukum. Bagi hakim yang memenuhi persyaratan segera dinaikan. Kalau ada persyaratan non teknis seyogyanya juga harus transparan. Agar sistem dapat berjalan dengan baik, harus ada pengawasan dan ketegasan sanksi hukum maupun kode etik bagi setiap pelanggarnya. Pengawasan cukup dilakukan oleh lembaga pengawas yang ada ditambah dengan beberapa orang dari luar organisasi seperti dari perguruan tinggi atau dari anggota masyarakat yang kredibel dan mempunyai keahlian yang sesuai dengan bidang tugasnya. Lembaga ini melaporkan dan mempertanggung jawabkan hasil pengawasanya kepada pemerintah dan masyarakat. Akhirnya, gaji termasuk komponen yang sangat signifikan terhadap kinerja maupun karier hakim. Menurut beberapa responden, mereka setuju agar gaji hakim dibedakan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah, terdapat angka pernyataan 56,96% yang menyatakan setuju dan 43,04% yang menyatakan tidak setuju.
-------------------------
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 37
BAB IV SISTEM PENGGAJIAN PROFESI HAKIM Makna sistem dalam sistem penggajian dapat diambil analogi dengan makna sistem dalam sistem hukum. Menurut Bruggink, sistem diartikan sebagai keseluruhan aturan yang berlaku pada suatu masyarakat (komunitas) tertentu, dalam suatu hubungan yang saling berkaitan, dan dalam lingkup yang terbatas.29 Sementara itu, profesi hakim adalah pekerjaan menghakimi yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian khusus.30 Dengan
demikian
sistem
penggajian
profesi
hakim,
diartikan
sebagai
keseluruhan aturan penggajian yang berlaku pada komunitas hakim dalam suatu hubungan yang saling berkaitan, dalam lingkup pekerjaan menghakimi yang dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan mengandalkan suatu keahlian khusus.
A.
Kriteria Penggajian Profesi Hakim
Kriteria yang dijadikan dasar penggajian kepada hakim adalah pangkat dan masa kerja golongan ruang.31 Hakim diangkat dalam pangkat tertentu berdasarkan peraturan perundang -undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS), 32 setelah memenuhi persyaratan pengangkatan hakim sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.33 PNS yang bersangkutan mengucapkan sumpah untuk menduduki jabatan hakim.34 Hakim yang diangkat dalam suatu pangkat, diberikan gaji pokok berdasarkan golongan ruang yang ditetapkan untuk pangkat
29 J.J.H. Bruggink, 1993, Rechtsreflecties, Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Kluwer, Deventer, hal. 96 30 Magnis-Suseno, et. al., 1991, Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswa, APTIK -Gramedia, Jakarta, hal. 70 31 Gunarso, 2000, “Sistem Penggajian Pegawai”, Makalah pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Peduli Bangsa tanggal 3 Maret 2000, di Yogyakarta, hal. 1, PP No. 8 Tahun 2000 Tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama, Pasal 1 jo. Pasal 4 32 PP No. 8 Tahun 2000, ibid., Pasal 3 ayat (1) dan (2) 33 PP No. 8 Tahun 2000, ibid., Pasal 3 ayat (3) 34 PP No. 8 Tahun 2000, op. cit., Pasal 5
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report itu,35 dan pemberian gajinya diberikan mulai bulan berikutnya. Hakim yang diangkat dalam suatu pangkat yang lebih tinggi dari pangkat lama, diberikan gaji pokok baru berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan dalam golongan ruang menurut pangkat lama. 36 Demikian pula halnya hakim yang diturunkan pangkatnya ke dalam suatu pangkat yang lebih rendah dari pangkat semula, diberikan gaji pokok berdasarkan pangkat baru yang segaris dengan gaji pokok dan masa kerja golongan dalam golongan ruang menurut pangkat lama.37 Hakim diberikan kenaikan gaji berkala dan tunjangan keluarga sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi PNS. Di samping gaji pokok, kepada hakim diberikan tunjangan jabatan hakim (tunjangan jabatan fungsional hakim) dan tunjangan jabatan lainnya (tunjangan jabatan struktural pengadilan) misalnya kalau yang bersangkutan menjabat sebagai Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan. Perbaikan sistem penggajian hakim telah dilakukan oleh pemerintah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2001 serta Keputusan Presiden No. 65 Tahun 2001. Upaya perbaikan gaji hakim di Indonesia sebenarnya telah dirintis semenjak sekitar tahun 1987. Pada waktu itu gaji hakim sama dengan gaji PNS, hanya tunjangannya saja yang berbeda. Semenjak tahun 1999 dengan adanya UndangUndang No. 43 Tahun 1999, gaji hakim berbeda secara signifikan denga gaji PNS, karena hakim diangkat statusnya menjadi pejabat negara tertentu.38 Tunjangan hakim berjenjang sesuai dengan tingkat pengadilannya. Tunjangan hakim pada pengadilan tingkat banding lebih tinggi dari pada tunjangan hakim pada pengadilan tingkat pertama, meskipun jabatan, pangkat, golongan/ruangnya sama. 39 Perbedaan besarnya tunjangan pimpinan pengadilan, dapat terjadi karena adanya perbedaan kelas pengadilan dan tingkatan pengadilan.40 Perbedaan besarnya
35 Gunawan, 2000, “Hakim dan Gajinya”, Makalah pada Seminar Sehari yang disele nggarakan Forum Cinta Bangsa, tanggal 10 April 2000, di Surabaya hal. 2 36 Rinno, 20000, “Kinerja Hakim”, Makalah pada Seminar Sehari yang diselenggarakan Forum Peduli Peradilan tanggal 17 Mei 2000, di Klaten, hal. 3 37 Herjuno, 2000, “Peradilan Indonesia Dewasa Ini”, Makalah pada Seminar Sehari yang diselenggarakan Lembaga Advokasi Rakyat tanggal 17 Juli 2000, di Surabaya, hal. 2 38 Wawancara dengan H. Samsu, Ketua Muda Mahkamah Agung RI 39 Keputusan Presiden RI No. 89 Tahun 2001 Tentang Tunjangan Hakim, Pasal 2 dan Pasal 3 40 Keppres No. 89 Tahun 2001, ibid.,
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03
Page
39
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report tunjangan pimpinan pengadilan juga dapat terjadi karena perbedaan jabatan fungsional, pangkat, golongan / ruang hakim yang menjabatnya.41 Dengan demikian dapat diketahui bahwa meskipun jabatan pimpinan pengadilan yang dijabatnya sama, sedangkan kepangkatan dan golongan / ruang pejabatnya berbeda, maka akan berbeda pula besarnya tunjangan jabatan pimpinan pengadilan yang diterimanya. 42
B.
Sistem Penggajian
Sistem penggajian terhadap pegawai dapat dikelompokkan menjadi: (1) sistem skala tunggal. (2) sistem skala ganda, dan (3) sistem skala gabungan.43 Sistem penggajian ini juga diterapkan terhadap PNS. Maksud dan tujuan diselenggarakannya sistem penggajian profesi PNS, didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan PNS, agar PNS berhak memperoleh gaji yang layak dan adil sesuai dengan tanggung jawabnya. Untuk itu Negara dan Pemerintah wajib mengusahakan dan memberikan gaji yang adil sesuai standar yang layak kepada PNS. 44
C.
Pegawai Negeri Sipil Yang Menjadi Pejabat Negara
Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Agung pada Mahkamah Agung serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua Badan Peradilan adalah pejabat negara. 45 PNS yang diangkat menjadi pejabat negara, diberhentikan dari jabatan organiknya selama menjadi pejabat negara tanpa kehilangan statusnya sebagai PNS, 46 sedangkan PNS yang diangkat menjadi “pejabat negara tertentu”, tidak perlu diberhentikan dari jabatan organiknya.47 PNS yang diangkat menjadi pejabat negara, setelah selesai menjalankan tugasnya dapat diangkat kembali dalam jabatan 41 Keppres
No. 89 Tahun 2001, ibid., No. 89 Tahun 2001, ibid., 43 G.N. Utomo, 2000, “Kesejahteraan Pegawai Dulu Dan Sekarang”, Makalah pada Seminar Sehari yang diselenggarakan Forum Pemerhati Nasib Pegawai tanggal 12 Oktober 2000, di Klaten, hal. 1 44 D.D. Kiswantoro, 2000, “Sistem Penggajian Pegawai Dewasa Ini”, Makalah pada Seminar Sehari yang diselengarakan Forum Cinta Republik tanggal 15 September 2000, di Yogyakarta, hal. 2 45 UU No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok Pokok Kepegawaian, Pasal 11 46 D.D. Kiswantoro, 2000, op.cit., hal 2 47 G.N. Utomo, 2000, op.cit., hal. 1 42 Keprres
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03
Page
40
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report organiknya. 48 Yang dimaksud dengan pejabat negara tertentu adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, Hakim Agung pada Mahkamah Agung, serta Ketua, Wakil Ketua dan Hakim pada semua badan peradilan.49 Dengan demikian dapat diketahui bahwa hakim mempunyai kedudukan ganda, yakni di samping berkedudukan sebagai PNS, ia juga berkedudukan sebagai “pejabat negara tertentu”. Sehubungan dengan itu relevan kiranya di samping membahas sistem penggajian profesi hakim juga membahas sistem penggajian profesi PNS sebagai pembanding. D. Gaji Pegawai Negeri Sipil Dan Hakim Dewasa Ini Perkembangan terakhir menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara gaji pokok PNS dan gaji pokok hakim.50 Hal ini nampak dalam penyesuaian gaji pokok lama ke dalam gaji pokok baru bagi PNS dan hakim.51 Berdasarkan hasil komparasi penyesuaian gaji pokok antara PNS dan hakim tersebut dapat diketahui bahwa: a. Gaji pokok hakim dewasa ini jauh lebih besar dari pada gaji pokok PNS; b. Terdapat indikasi baru bahwa sistem penggajian profesi hakim yang semula mengacu kepada sistem penggajian profesi PNS, sekarang memiliki sistem penggajian tersendiri. E. Penggajian Dan Profesionalisme Kinerja Hakim Widjoyanto pada intinya menjelaskan bahwa sistem penggajian hakim bukanlah satu-satunya cara untuk menjamin bahwa besarnya gaji (penghasilan) yang diberikan kepada hakim dapat membebaskan hakim dari godaan -godaan yang menimpa dirinya, yang pada gilirannya dapat mempengaruhi kualitas putusannya.
52
Demikian pula
Saleh pada intinya menjelaskan bahwa apapun alasannya pembaharuan dan perbaikan sistem penggajian profesi hakim perlu segera dilaksanakan, dengan pertimbangan bahwa profesi hakim sangat berat, sangat rentan terhadap godaan -godaan, penentu akhir nasib seorang pencari keadilan, oleh karena itu agar hakim tetap tegar tidak
48 Gunawan Nugroho, 2001, “Perbaikan Nasib Pegawai”, Makalah, pada Seminar Sehari yang disele nggarakan Forum Advokasi Rakyat tanggal 18 Februari 2001, di Surakarta, hal. 2 49 Gunawan Nugroho, ibid., hal. 3 50 Keppres No. 64 Tahun 2001 tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil, PP No. 6 Tahun 1997 tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil dan Hakim (lama), PP No. 26 Tahun 2001 tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil (baru), PP No. 27 Tahun 2001 tentang Gaji Pokok Hakim (baru) 51 PP No. 6 Tahun 1997, ibid., 52 Wawancara dengan Bambang Widjoyanto, Narasumber.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03
Page
41
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report mudah terpengaruh adanya godaan-godaan tersebut, para hakim perlu mendapatkan gaji (penghasilan) yang layak.53 Hakim dalam melaksanakan profesinya yang luhur secara baik dituntut moralitas yang tinggi dari hakim itu sendiri, yang mengandung ciri-ciri seperti diungkapkan Magnis Suseno, yakni : (1) berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai dengan tuntutan profesi (2) sadar akan kewajiban, dan (3) memiliki idealisme yang tinggi.54 Hakim sebagai subyek pengambil keputusan dalam penanganan suatu perkara, ia berangkat dari kesadaran moralnya sendiri yang disebut suara hati. 55 Magnis berpendapat bahwa suara hati adalah kesadaran moral, sedangkan Thomas Aquinas mengatakan bahwa suara hati adalah pertimbangan akal yang ditanamkan Tuhan pada manusia, tentang apa yang baik dan apa yang buruk. Dalam kesempatan lain Immanuel Kant berpendapat bahwa suara hati adalah kenyataan dari budi kesusilaan.56 Suara hati bukanlah subyektivitas mutlak, tidak otomatis dapat muncul. Suara hati memerlukan nalar, dan nalar itu baru dapat dilakukan dengan baik apabila mendapatkan informasi atau data secara optimal. Hal ini berarti bahwa dapat saja terjadi suara hati pun keliru apabila tidak didukung oleh informasi atau data yang memadai. 57 Dengan demikian bukankah gaji (penghasilan) yang sangat minim (terbatas) bagi hakim dapat mempengaruhi suara hatinya dalam menjalankan profesinya. Hakim dalam melaksanakan profesinya terikat pada nilai-nilai sebagai berikut: 1. Profesi hakim adalah profesi yang mandiri; 2. Nilai keadilan; 3. Nilai keterbukaan; 4. Nilai kerja sama korps; 5. Nilai pertanggungjawaban horizontal dan vertikal; 6. Nilai obyektifitas. 58 53 Hasil
diskusi dengan Abdul Rachman Saleh, Hakim Agung. F. Magnis-Suseno, 1991, Etika Dasar : Masalah-Masalah Filsafat Moral, cet. Ke3, Kanisius, Yogyakarta, hal. 53 55 F. Magnis-Suseno,ibid., hal. 53 56 H.M. Said, 1980, Etika Masyarakat Indonesia, cet. Ke-2, Pradnja Paramita, Jakarta, hal. 70 57 Darji Darmodihardjo dan Shidarta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hal. 247 58 Ibid., hal. 254 54
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03
Page
42
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Hakim dalam melaksanakan profesinya selain terikat pada enam nilai tersebut juga terikat pada “ kode kehormatan hakim”, yakni bahwa hakim mempunyai lima sifat yang disebut : kartika – cakra – candra – sari – tirta, baik di dalam maupun di luar kedinasan. 59 F. Pro -kontra Upaya Perbaikan Penghasilan Hakim Di Masa Mendatang Adanya wacana untuk memperbaiki sistem penggajian profesi hakim, menimbulkan sikap dan opini publik yang pro dan kontra. Sikap dan opini publik yang pro didasarkan atas argumentasi bahwa meskipun bersifat relatif, upaya perbaikan gaji profesi hakim, besar atau kecil tetap mempunyai pengaruh terhadap produktivitas, kualitas dan profesionalisme kinerja hakim. Di sisi lain sikap dan opini yang kontra didasarkan atas berbagai argumentasi antara lain: perbaikan gaji hakim tidaklah serta merta mengakibatkan hakim menjadi lebih baik, gaji hakim dinaikkan tetapi toh peluang terjadinya suap tetap merajalela dimana-mana, gaji yang besar mempengaruhi minat para Sarjana Hukum untuk menjadi hakim, namun apakah hal ini juga dapat menjamin adanya kejujuran, yang sering terjadi justru orang yang sudah kaya masih juga mencuri.60 R.M. Sudikno Mertokusumo, menjelaskan bahwa dalam penetapan gaji hakim, harus dipertimbangkan skala nasional, sehingga harus ada standar gaji nasionalnya. Namun demikian gaji yang besar belum menjamin dapat mencegah terjadinya KKN, karena dalam hal ini yang penting adalah moralitas hakim itu sendiri.61 Demikian pula Sukartomo, berpendapat bahwa persoalan gaji tidak mutlak menentukan kualitas seo rang hakim, karena yang terpenting adalah mentalitas hakim itu sendiri. 62 Lain halnya dengan H. Samsu, ia menjelaskan bahwa sebenarnya gaji hakim dewasa ini sudah baik. Memang kalau dibandingkan dengan gaji hakim di luar negeri, gaji hakim di Indonesa berada dibawahnya, tetapi kalau dibandingkan dengan gaji PNS lainnya, gaji hakim jauh lebih baik.63 Ahwil Luthan, mengemukakan pendapatnya bahwa gaji aparat yang relatif kecil tidak perlu dikhawatirkan, karena kondisi tersebut hampir sama untuk seluruh negara, namun demikian pendapatan seorang aparat secara logika akan berpengaruh terhadap kinerjanya, meskipun hal itu bukan satusatunya faktor agar seorang aparat dapat berprestasi. 64 Ukuran gaji yang layak didasarkan atas pemenuhan kebutuhan hidup minimal aparat yang bekerja pada sesuatu tempat. Lotulung, mengemukakan pendapatnya bahwa gaji hakim di Indonesia dewasa ini sudah lebih tinggi dibandingkan dengan gaji PNS lainnya. Namun kalau dibandingkan dengan gaji hakim di luar negeri, gaji hakim di Indonesia masih terlalu rendah. Ia berpendapat bahwa gaji disebut layak apabila gaji tersebut dapat memenuhi kebutuhan minimal yang berkaitan dengan kebutuhan jasmani dan rohani. 65 Supraptini Sutarto, juga menyampaikan pendapatnya bahwa sejak dahulu penghasilan 59 Ibid.,
hal. 255
60 Pendapat Floor
Workshop tanggal 22 Mei 2002, Yogyakarta , 2002 dengan R.M. Sudikno Mertokusumo. 62 Wawancara dengan Sukartomo, Wakil Ketua PT Ujungpandang 63 Wawancara dengan H. Samsu, Ketua Muda MA RI 64 Wawancara dengan Ahwil Luthan, IRJEN POLRI. 65 Wawancara dengan P. Effendi Lotulung, Hakim Agung. 61 Wawancara
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03
Page
43
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report hakim memang sudah lebih besar dibandingkan dengan penghasilan pegawai negeri lainnya, tetapi dengan melihat beban kerja hakim, gaji hakim dewasa ini dirasakan masih kurang.66 Mengenai memadai tidaknya gaji hakim dewasa ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden, 26 responden (52%) menilai kalau gaji/tunjangan hakim tidak memadai. Beberapa alasan dikemukakan bahwa gaji hakim Indonesia terendah di ASEAN, fasilitas perumahan dan kesejahteraan masih kurang (10%), hakim tidak boleh merangkap jabatan sehingga tidak ada waktu mencari pekerjaan tambahan, untuk mutasi dan promosi masih memerlukan pengeluaran ekstra dan fasilitas masih kurang memadai, perlu tunjangan kepada hakim Mahkamah Militer demi pemerataan masing-masing 8%, gaji hakim pas-pasan dan terendah dibanding negara lain (6%). Disamping itu gaji hakim dinilai belum sesuai dengan beratnya tugas dan tanggungjawab hakim 6%, sarana hakim tidak menunjang karena banyaknya aturan yang harus ditaati (4%) dan gaji tidak mendukung jabatan (2%). Pendapat lain dikemukakan oleh 23 responden (46%) yang menilai gaji/tunjangan hakim cukup memadai. Alasan yang dikemukakan adalah gaji hakim sudah cukup hanya fasilitas yang perlu ditingkatkan (28%), melihat keuangan negara (6%), sudah memenuhi kebutuhan standar (4%). Untuk alasan lainnya yaitu sejak kenaikan tunjangan fungsional (Agustus 2001) dapat memenuhi kebutuhan minimal, mengingat kondisi keuangan negara pegawai negeri harus menahan diri, perlu tunjangan khusus bagi hakim yang banyak menangani perkara atau yang dinas di daerah terpencil, hakim pengadilan tingkat I dan II fasilitas perlu ditingkatkan masingmasing 2%. Hanya ada satu responden (2%) yang berpendapat kalau gaji/ tunjangan hakim sangat memadai karena fasilitas sudah cukup seperti misalnya peralatan kantor, mobil dan rumah dinas. Mengenai perlu dan tidaknya gaji/tunjangan hakim di masa datang ditingkatkan, dari 230 responden, yang menjawab sangat setuju berjumlah 55 responden (23,91%) yang terdiri dari 18 responden (7,28%) Hakim (A), 24 responden (10,43%) Penegak Hukum non Hakim (B), dan 13 responden (5,66%) umum (C). Ada 72 responden (31,30%) yang terdiri dari 23 responden (10,00%) A, 27 responden (11,73%) B, dan 22 responden (9,57%) C yang menyatakan setuju ditingkatkan. Sedangkan yang menyatakan tidak setuju ada 72 responden (31,30%) yang terdiri dari 8 responden (3,48%) A, 34 responden (34,78%) B, dan 30 responden (13,04%) C, yang menyatakan sangat tidak setuju yang terdiri dari 1 responden (0,43%) A, 15 responden (6,52%) B, dan 15 responden (6,52%) C. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka dapat diketahui bahwa untuk responden Hakim (A) 41 responden (17,82%) setuju untuk diadakan peningkatan gaji/tunjangan sedangkan untuk responden Penegak Hukum non Hakim (B) antara yang setuju dan tidak setuju mempunyai jumlah yang hampir sama, yaitu 51 = 49 (22,17% = 21,38%). Untuk responden umum (C) sebagian besar tidak setuju 45 responden (19,56%) untuk diadakan peningkatan. Untuk menjawab permasalahan peningkatan gaji/tunjangan hakim ternyata masih menimbulkan pen dapat pro dan kontra.
66 Wawancara
dengan Supraptini Sutarto, Hakim Agung.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03
Page
44
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Mengenai perlunya gaji/tunjangan di bedakan kondisi masing-masing daerah diperoleh hasil penelitian dari 230 responden, 40 responden (17,39%) menyatakan sangat setuju dengan perincian 7 responden (3,04%) A, 15 responden (6,52%) B, dan 18 responden (7,82%) C, yang menyatakan setuju 81 responden (35,21%) yang terdiri dari 19 responden (8,26%) A, 35 responden (15,21%) B, dan 27 responden (11,73%) C. Responden yang menyatakan tidak setuju sejumlah 85 responden (36,95%) yang terdiri dari 20 responden (8,69%) A, 42 responden (18,26%) B, dan 23 responden (10%) C, dan ada 23 responden (10%) yang menyatakan sangat tidak setuju yang terdiri dari 3 responden (1,3%) A, 8 responden (3,48%) B, dan 12 responden (5,21%) C, serta 1 responden (0,43%) abstain. Dari data tentang penyesuaian gaji/tunjangan hakim dengan kondisi masingmasing daerah tersebut, dari responden A lebih banyak yang menyetujui 26 responden (11,3%). Dari kalangan Aparat Penegak Hukum Non Hakim mempunyai prosentase yang sama antara yang setuju dan tidak setuju dan untuk responden umum lebih banyak yang berpendapat setuju untuk dilakukan penyesuaian 45 responden (19,56%). Oleh karena itu dapat disimpulkan perlu diadakan penyesuaian gaji/tunjangan hakim dengan kondisi masingmasing daerah. Mengenai ada tidaknya pengaruh sistem penggajian terhadap terjadinya KKN dan mafia peradilan dari 230 responden, ada 37 responden (16,08%) yang menyatakan sangat setuju yang terdiri dari 5 responden (2,17%) A, 20 responden (8,69%) B, dan 12 responden (5, 21%) C, sedangkan 73 responden (31,73%) menyatakan setuju yang terdiri dari 14 responden (6,08%) A, 29 responden (12,6%) B, dan 30 responden (13,04%) C. Ada 96 responden (41,73%) yang menyatakan tidak setuju yang terdiri dari 25 responden (10,86%) A, 45 responden (19,56%) B, dan 26 responden (11,3%) C, sedangkan yang menyatakan sangat tidak setuju sejumlah 22 responden (9,56%) yang terdiri dari 4 responden (1,73%) A, 6 responden (2,6%) B, dan 12 responden (5,21%) C. Mengenai pengaruh sistem penggajian dengan terjadinya KKN dan mafia peradilan dapat disimpulkan bahwa lebih besar responden hakim (A), penegak hukum non hakim (B), dan umum (C), berpendapat relatif tidak ada pengaruh antara sistem penggajian dengan terjadinya KKN dan mafia peradilan. Untuk itu perubahan penggajian relatif tidak dapat dipakai sebagai upaya untuk menekan terjadinya KKN dan mafia peradilan. Namun demikian patut mendapatkan perhatian bahwa hakim merupakan jabatan yang layak untuk diberikan suatu sistem penggajian yang relatif tinggi.
-------------------------
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan 10/10/03
Page
45
BAB V MINAT LULUSAN SARJANA HUKUM YANG BAIK UNTUK BERKARIR SEBAGAI HAKIM Pendidikan hukum dilaksanakan oleh pendidikan tinggi. Menurut Pasal 16 ayat (1) UU No. 2/1989, pendidikan tinggi adalah kelanjutan pendidikan menengah, yang dalam ayat (2)-nya dijelaskan bahwa satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi (berbentuk akademi, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas). Pendidikan hukum dilaksanakan oleh universitas atau sekolah tinggi (negeri/swasta). Data di Depdiknas ada 26 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 157 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) terbagi dalam 9 Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis), yang hampir semuanya memiliki fakultas hukum. Telah banyak lulusan (Sarjana Hukum) yang dihasilkan oleh PTN dan PTS tersebut, dan setiap tahunnya terus bertambah. Dari 183 pendidikan hukum, berdasarkan data di Depdiknas selama kurun waktu 1998 –2001, telah diluluskan 57.792 lulusan. Kualifikasi lulusannya dibagi dalam 3 kriterium :(1) memuaskan dengan Indeks Prestasi (IP) 2.50–2.99; (2) sangat memuaskan dengan IP 3.00–3.49; dan (3) dengan pujian (cumlaude) dengan IP 3.50 ke atas. Para Sarjana Hukum (SH) tersebut terjun di berbagai bidang pekerjaan, tetapi sebagai akibat rusaknya kondisi hukum di Indonesia, ada kecenderungan semakin sedikit lulusan SH yang yang berminat menjadi hakim.67 Dalam penelitian ini, yang disebut lulusan SH yang baik adalah mereka yang ber IP di atas 3.00, serta memiliki moral dan integritas yang tinggi. A. Gambaran Umum Untuk menghadapi persoalan hukum di masa datang, sebenarnya Pemerintah telah mengupayakan peningkatan profesionalisme terhadap aparat penegak hukum, antara lain dengan mengadakan berbagai pelatihan oleh lembaga-lembaga yang terkait. Namun, mengenai peningkatan sumber daya manusia ini, hasil penelitian menunjukkan bahwa Departemen Kehakiman dan HAM ternyata kurang bersikap proaktif. Ijin bagi mereka yang ingin melanjutkan kuliah S-2 dan S-3 memang telah dipermudah, dan telah ada beberapa hakim dari lingkungan peradilan umum dan dari peradilan tata usaha
67
Kompas, 2002, Kelamnya Dunia Penegak Hukum, Jakarta, 31 Maret.
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
negara yang memanfaatkan kesempatan ini atas biaya sendiri,68 tetapi secara dinas belum banyak 69. Menurut Taufik dan Soekartomo, kenyataan ini disebabkan oleh dana yang ada di MA sangat terbatas sehingga lembaga ini belum mampu untuk mengkuliahkan para hakimnya ke jenjang yang lebih tinggi (S -2) apalagi S-3. Soekartomo dengan nada protes juga menjelaskan bahwa untuk fasilitas operasional Pengadilan Tinggi saja sangat kecil apalagi untuk membiayai sekolah, misalnya mobil operasional untuk PT Makasar hanya ada satu meskipun sebenarnya di Kantor Wilayah Kehakiman ada tujuh buah mobil. Kanwil juga memiliki gedung perkantoran dan rumah dinas yang lebih baik dibandingkan gedung pengadilan dan rumah dinas bagi para hakim. Mengenai rumah dinas ini, banyak para hakim yang lebih senang mengkontrak rumah daripada memperbaiki dan menempati rumah dinas yang rusak. Di samping itu, dibandingkan dengan instansi penegak hukum yang lain (Kejaksaan, misalnya), Pengadilan mendapatkan jatah dana anggaran yang lebih kecil. Misalnya: PN Serang Jawa barat hanya mendapat jatah anggaran 22 juta/tahun sementara Kejaksaan Negeri mendapatkan 65 juta/tahun. Persoalan peningkatan kualitas sumberdaya manusia di peradilan umum dan peradilan tata usaha negara di atas ternyata berbeda dengan alasan hakimhakim Pengadilan Agama (PA), yang termotivasi untuk belajar S-1 dan S-2 di Fakultas Hukum karena sebagai lulusan Fakultas Syariah (Drs) sadar bahwa untuk mengerti hukum dan peraturan perundangan mereka harus belajar di Fakultas Hukum (SH).70 Dengan alasan ini Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) PA mengadakan kerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Muhamadiyah Yogyakarta (UMY) untuk mendidik para hakim PA tersebut. 71 Perbandingan lain adalah Kejaksaan Agung yang mengadakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan program S-2 bagi para jaksa. 72 Untuk itu, akan lebih ideal jika kemudian Depkeh dan HAM mengikutinya. Pada sisi yang lain, untuk mengisi formasi hakim ternyata tidak mudah, terutama untuk mendapatkan hakim yang baik. Berdasarkan survey dari FH UI disebutkan bahwa sebagian besar mahasiswa FH UI tidak berminat menjadi hakim. 73 Hal ini antara lain disebabkan oleh kenyataan bahwa beberapa tahun terakhir ini hakim banyak mendapatkan sorotan masyarakat karena banyak putusannya yang
Misalnya pada Program S-2 Magister Hukum Bisnis FH UGM, beberapa mahasiswanya adalah hakim dengan biaya sendiri. 69 Wawancara dengan M. Taufik, S.H., Mhum (Wakil Mahkamah Agung RI), dan Soekartomo, S.H (Wakil Ketua PT Makasar). 70 Wawancara dengan Drs. Suryadi, S.H., Mhum (Puslitbang/Diklat MA RI). 71 Hakim-hakim lulusan FH UMY ini tersebar di seluruh PA, PTA dan MA, di antaranya adalah Drs. Suryadi, S.H., Mhum dan Drs Syamsuhadi, S.H., Mhum (Hakim Agung). 72 Kerjasama untuk menyekolahkan para jaksa ini di antaranya dilakukan kerjasama dengan FH UNDIP Semarang dan FH UGM. 73 Rival G, dkk, 1997, “Kecenderungan Mahasiwa Fakultas Hukum untuk Menekuni Profesi Hakim, Jaksa dan Pengacara”, Makalah yang disampaikan dalam temu Ilmiah Nasional Mahasiswa hukum Indonesia, di Yogyakarta, 17 – 20 Maret 1997, hal. 3 68
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
49
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
dirasakan kurang memuaskan, ataupun dianggap menyimpang dari ketentuan hukum dan berbau KKN. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa minat untuk menjadi hakim tidak tinggi, yaitu dari 180 respond en ternyata hanya 41 orang (22.98%) melamar hakim dan 139 orang (77,02%) tidak melamar. Untuk itu, harus dilakukan upaya dan dicari cara untuk menelusuri minat atau mencari bibit-bibit unggul dalam rangka mendapatkan lulusan SH yang baik yang berminat menjadi hakim. B. Pengertian Minat Seperti telah dikemukakan di atas, untuk mendapatkan hakim yang baik ternyata tidak mudah. Tidak hanya bagaimana meningkatkan kemampuan mereka, tetapi juga untuk mencari lulusan SH yang baik yang berminat menjadi hakim. Minat74 adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu hal; dan dapat juga diartikan sebagai gairah atau keinginan. Minat dapat ditumbuh kembangkan meskipun sebelumnya belum ada minat. Sebagian hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak hakim yang awalnya tidak berminat menjadi hakim. Alasan mereka bermacam-macam, ada yang hanya asal dapat pekerjaan karena mencari pekerjaan sulit. Ada juga responden yang semula cita-citanya ingin menjadi politikus, guru, dan sebagainya. Demikian pula ada responden yang semula keinginannya menjadi Pegawai Pemerintah Daerah, akhirnya menjadi hakim yang handal.75 Hakim Agung Drs. Syamsu Hadi, S.H., M.Hum mengatakan bahwa setelah lulus Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta awalnya ingin menjadi guru, namun setelah belajar hukum di Pendidikan Hakim Indonesia Negeri (PHIN) ia mulai tertarik dan berminat menjadi hakim. Idealnya mereka yang sejak awal berminat atau bercita-cita menjadi hakim akan menjadi hakim yang lebih baik dibandingkan yang tidak. Minat menjadi hakim b erarti kecenderungan hati yang tinggi dari seseorang untuk menjadi hakim. Minat pada bidang pekerjaan dapat diketahui lewat suatu proses pengamatan, dengan cara melakukan psikotes, ataupun dengan cara-cara lainnya. Soekartomo menjelaskan Moeliono, dkk, 1998, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Wawancara dengan Supraptini Sutarto, S.H (Hakim Agung); Zober Djayadi, S.H (Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan); Drs Syamsuhadi, S.H., Mhum (Ketua Muda MARI); dan dengan Soekartono, S.H. 74 75
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
50
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
bahwa ketika dirinya menjabat di PT DIY sebenarnya pernah mengusulkan dilakukan penelusuran minat atau penjaringan bibit -bibit unggul dengan cara diadakan kerjasama dengan Perguruan Tinggi yang sejak awal memantau dengan memberi beasiswa ikatan dinas hakim bagi mahasiswa yang bersangkutan. Setelah mereka lulus, untuk menjadi hakim mereka yang merupakan bibit unggul ini tidak perlu melakukan test tertulis tetapi langsung menjalani psikotes saja. 76 Psikotes penting untuk mengetahui kepribadian, kejujuran, keteguhan, daya tahan, dan sebagainya dari calon hakim yang bersangkutan.77 Hasil penelitian menunjukkan bahwa minat menjadi hakim ternyata rendah, yaitu dari 180 responden (penegak hukum non hakim dan umum), yang pernah melamar hakim dan tidak diterima terdapat 41 orang (22,78%), sementara 139 orang tidak pernah melamar menjadi hakim. Dari 41 responden yang melamar dan tidak diterima menjadi hakim disebabkan karena tidak lulus tes sebanyak 14 orang (34,15%), telah diterima/menjadi Pegawai Negeri Sipil di instansi lain 4 orang 9,76%) dan selebihnya 23 orang (56,09%) tidak memberikan alasan. Sementara dari 139 responden (77,22%) yang tidak pernah melamar menjadi hakim menyatakan bahwa mereka belum tertarik menjadi hakim sebanyak 54 orang (38,85%), sudah menjadi PNS di instansi lain 30 orang (22,30 %), rekrutmen tidak jelas dan tertutup 8 orang (6,47 %), mengatakan tanggung jawab sebagai hakim kepada Tuhan Yang Maha Esa sangat berat 8 orang (6,47 %), dan selebihnya yakni 39 orang (26,21 %) tidak memberikan alasan. Untuk persoalan ketidak tertarikan lulusan SH yang baik meniti karir menjadi hakim, 117 responden penegak hukum non hakim dan umum memberikan alasan sebagai berikut: 1. Sejumlah 33 orang (33,33%) menyatakan banyak profesi lain yang lebih menjanjikan, seperti notaris, pengacara dan konsultan hukum. 2. Sejumlah 12 orang (10,26 %) menyatakan untuk menjadi hakim harus siap mental dalam mengambil keputusan. 76 Wawancara dengan Soekartomo, S.H.; Drs. M. Taufik, S.H., MHUm; So ejatno, S.H (Dirjen Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan HAM); dan Drs Syamsuhadi, S.H., Mhum. 77 Wawancara dengan Prof. Dr. RM Sudikno Mertokusumo (Guru Besar FH UGM); Drs. M. Taufik, S.H. MHum; dan Soejatno, S.H.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
51
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
3. Sejumlah 7 orang (5,98 %) berpendapat minat adalah hak asasi dan bersifat subjektif, dan gaji hakim kecil dan penempatannya di d aerah terpencil. 4. Sejumlah 6 orang (13 %) menyatakan rekrutmen hakim tidak jelas dan persaingan ketat, cara penerimaan tidak obyektif. 5. Sejumlah 53 orang (45,3%) tidak memberikan alasan. C. Pengisian Formasi Hakim Dalam hal ini, yang dimaksudkan dengan formasi hakim adalah susunan atau jumlah hakim yang dibutuhkan. Menurut Soejatno, sampai tahun 2005 kebutuhan hakim berjumlah 5.235 orang, sedangkan berdasarkan data April 2002 terdapat sekitar 2.900 hakim Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara. 78 Hal ini berarti masih dibutuhkan 2.335 orang, ditambah dengan kebutuhan untuk mengisi formasi yang pensiun pada tahun 2004 sebanyak 500 orang. Rekuitmen cakim sebaiknya dilakukan melalui cara kombinasi dengan cara penelusuran minat atau pencarian bibit-bibit unggul dan dengan cara seleksi melalui proses tes atau ujian penerimaan. Cara pertama dilakukan sebagai jaminan bahwa pada suatu periode penerimaan cakim telah didapat sejumlah lulusan SH yang baik, sedangkan cara yang kedua dilakukan untuk menjaring mereka (khususnya para lulusan SH yang baik) yang semula tidak tertarik untuk mengikuti seleksi. Sebagaimana telah dijelaskan di muka, cara penelusuran minat atau pencarian bibitbibit unggul dapat dilakukan melalui kerjasama antara lembaga-lembaga terkait (misalnya Mahkamah Agung ataupun Departemen Kehakiman dan HAM) dengan perguruan tinggi. Dalam kerjasama tersebut, perguruan tinggi bertugas mengamati dan menjaring mahasiswa/winya yang berprestasi (misalnya IP 3.00 ke atas) dan berminat menjadi hakim dari sejak semester awal (misalnya semester III). Mahasiswa/wi yang terpilih kemudian diberi beasiswa sebagai ikatan dinas oleh lembaga-lembaga yang mencari bibit -bibit unggul tersebut. Selain kriteria IP yang tinggi, tentunya perlu juga untuk difikirkan mengenai metode pemenuhan kriteria moral dan integritas yang tinggi. Hasil penelitian, baik yang didapat dari wawancara, jawaban responden, ataupun dalam workshop78
Wawancara dengan Soejatno, S.H.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
52
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
workshop yang diselenggarakan, terungkap bahwa lulusan SH yang memiliki IP yang tinggi tidak menjamin menjadi aparat penegak hukum, khususnya hakim, yang baik. Untuk menjadi hakim yang baik, diperlukan persyaratan (bahkan mungkin menjadi syarat utama) memiliki moral dan integritas yang tinggi. Kenyataan menunjukkan bahwa pemberian matakuliah agama di bangku kuliah belum cukup membekali para aparat penegak hukum memiliki moral yang baik. Seorang narasumber79 menyatakan bahwa matakuliah yang berupa praktek pelatihan yang menunjukkan adanya “dilema” dalam implementasi hukum merupakan salah satu cara bagi para mahasiswa/wi mengetahui mana yang benar/baik dan yang salah/buruk, sekaligus juga sebagai media untuk memupuk integritas mereka nantinya dalam menjalankan profesinya. Untuk itu, hendaknya lembaga-lembaga pencari bibit unggul tersebut mengadakan kerjasama dengan perguruan-perguruan tinggi (PTN maupun PTS) yang dapat memenuhi persyaratan -persyaratan tertentu. Persyaratan utamanya adalah PTN dan PTS yang memiliki tradisi akademik yang baik dan mampu menyelenggarakan praktek pelatihan yang menunjukkan adanya “dilema” dalam m i plementasi hukum. Kemudian, tidak menutup kemungkinan dalam perjanjian kerjasamanya ditambahkan klausul agar perguruan tinggi yang bersangkutan menyelenggarakan matakuliah matakuliah lainnya yang dibutuhkan mahasiswa/wi untuk meniti karir di lembagalembaga pencari bibit unggul tersebut. Dengan cara ini, pengisian kebutuhan formasi sebanyak 2.335 hakim sampai tahun 2005, atau untuk memenuhi kebutuhan hakim pada tahun-tahun selanjutnya termasuk pengisisan formasi hakim yang pensiun, tidak saja akan diselenggarakan secara sistemik dan terencana tetapi juga akan didapatkan cakim -cakim yang nantinya akan menjadi hakim yang baik.
------------------
79
Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth, Hoogleraar Inleiding tot de Rechtswetenschap en Rechsteorie (guru besar yuirsprudensi dan teori hukum) Recht Faculteit, Rotterdam Universiteit, Belanda, 4 Juni 2002. Prof.Loth juga adalah anggota komisi negara yang bertugas menyeleksi calon hakim.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
53
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
BAB VI SISTEM REKRUTMEN DAN KARIR HAKIM: PERSPEKTIF KOMPARATIF “… comparative law is not a body of rules and principles, comparative law is the technique of dealing with actual foreign law elements of a legal problem …” 80 Upaya menegakkan hukum sebagai salah satu pilar demokrasi, paling tidak dipengaruhi oleh empat faktor. Pertama, hukum itu sendiri. Kedua, profesionalisme aparat penegak hukum. Ketiga, sarana dan prasarana yang cukup memadai. Keempat atau yang terakhir dan yang tidak kalah pentingnya adalah persepsi masyarakat terhadap hukum. 81 Keempat faktor ini satu dan lainnya saling mempengaruhi. Dalam relevansinya dengan profesionalisme hakim dalam melaksanakan tugasnya sebagai pembentuk hukum tidaklah mungkin dipisahkan dengan sistem rekrutmen dan karir hakim yang secara komprehensip tidak terlepas dari sistem hukum yang berlaku di suatu negara. Dalam bab ini kajian komparatif mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim dibahas dengan melihat perbandingan hukum di beberapa negara yaitu: Amerika, Malaysia, Jerman, Belanda dan Jepang. Seperti yang telah disinggung di atas, perbandingan hukum adalah teknik atau cara menggarap unsur hukum asing yang aktual dalam suatu masalah hukum. Perbandingan hukum sebagai suatu metode mengandung makna pendekatan mendalam agar lebih memahami suatu objek atau masalah yang diteliti. A. Amerika Serikat Amerika Serikat adalah negara Anglo Saxon yang hampir murni menerapkan ajaran separation of power dari Montesquieu yang memisahkan kekuasaan negara menjadi tiga bagian, masing-nasing adalah executive power, legislative power dan judicative power. 82 Dalam konstitusinya secara jelas dinyatakan judicial power adalah kekuasaan yang berada di satu tangan yakni Mahkamah Agung yang tidak dapat
80 Rudolf D. Schlessinger C ( omparative Law, 1959) dalam Barda Nawawi Arief, 1994, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 4. 81 Soerjono Soekanto, 1985, Efektifitas Hukum dan Peran Sanksi, Remaja Karya, hal.27. 82 Montesquieu, 1993, Membatasi Kekuasaan: Telaah Mengenai Jiwa Undang-Undang, PT Gramedia Pustaka Utama, hal. 17.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
54
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
dicampuri oleh kekuasaan negara yang lain.83 Kekuasaan kehakiman tersebut selain mendapatkan legitimasi konstitusi, juga ditunjang oleh pola rekrutmen dan sistem karir termasuk didalamnya adalah masa jabatan seorang hakim dan besarnya gaji yang diperoleh. Sudah menjadi suatu trade mark di Amerika, bahwa profesi hakim adalah profesi yang mulia dan terhormat. Proses rekrutmen hakim di Amerika begitu ketat dengan melalui ujian terbuka yang mana masyarakat luas dapat mengakses jalannya ujian tersebut. Bahkan untuk menjadi hakim pada Mahkamah Agung, para calon hakim agung didengar dan diuji komitmennya terhadap hukum dan keadilan oleh Komisi Hukum Senat sehingga masyarakat tahu benar perihal kualitas dan komitmen hakim tersebut.84 Dampaknya mereka yang menjadi hakim sudah dibekali dengan komitmen yang kental terhadap hukum dan keadilan di Amerika. Selanjutnya perihal masa jabatan hakim di Amerika ada berbagai sistem yang diterapkan dan hal ini tergantung dari masing-masing negara bagian. Ada yang menerapkan masa jabatan dengan sistem kontrak untuk masa waktu tertentu atau dapat juga untuk menangani kasus-kasus tertentu seperti hakim ad -hoc. Ada juga yang menerapkan masa jabatan sampai pada usia pensiun. Namun ada juga yang menerapkan masa jabatan tanpa mengenal usia pensiun. Usia pensiun itu berkisar antara 55 – 70 tahun. Hakim Agung yang bertugas pada Mahkamah Agung federal tidak mengenal usia pensiun dan bisa terus bekerja sepanjang ia mampu. Ia baru berhenti dari jabatannya sebagai Hakim Agung, apabila mengundurkan diri atau meninggal dunia. 85 Kedudukan hakim yang mandiri di Amerika juga dipengaruhi oleh sistem gaji dan tunjangan yang pada umumnya lebih tinggi dari profesi aparat penegak hukum lainnya. Hal ini dimaksud agar ada keseimbangan antara beban tanggung jawab yang ada pada mereka dengan gaji dan tunjangan yang diperoleh sehingga mereka dapat hidup secara layak dan berkecukupan. Tidak jarang merek a pun berasal dari kalangan
83 Konstitusi
Amerika, Pasal III. T. Mulya Lubis, “Penegakan Hukum Di Indonesia, Amerika Dan Jerman Dalam Perbandingan Kasar”, Makalah Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia Dengan Tema Pembinaan dan Peningkatan Profesionalisme Aparat Penegak Hukum Sebagai Salah Satu Unsur Pembangunan Hukum Nasional , Universitas Gadjah Mada, 17 Maret 1997, hal. 5. 85 Ibid, hal. 6. 84
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
55
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
ekonomi yang sudah mapan sehingga mereka sulit untuk melakukan praktek -praktek kolusi dan korupsi dalam menangani suatu perkara. B. Malaysia86 1. Sistem Peradilan Secara garis besar peradilan di Malaysia dibagi atas dua, yaitu pengadilan tingkat federal dan pengadilan di negara-negara bagian (subordinate court ). Pengadilan tingkat federal ini terbagi atas dua yaitu Pengadilan Banding
yang disebut Mahkamah
Rayuan (appeal court ) dan Pengadilan Tinggi (high court). Sedangkan pengadilan rendah juga dibagi atas dua yakni Pengadilan Magistrate’s (magistrate’s court) dan Pengadilan Session (session court). Disamping itu di Malaysia juga terdapat
Mahkamah
Persekutuan atau yang disebut dengan Federal Court (Pengadilan Federal). Putusan
Pengadilan Federal ini mengikat dan berlaku di seluruh wilayah negara federal. Yurisdiksi Pengadilan Federal ini adalah memeriksa, mengadili dan memutuskan banding atas putusan Pengadilan Banding maupun putusan Pengadilan Tinggi. Selain itu juga mempunyai kekuasaan judicial review dan berewenang menyelesaikan sengketa antar Negara Bagian atau antara Negara Federal dengan Negara Bagian. 87 Pengadilan Banding (appeal court) hanya ada satu di Malaysia dan berkedudukan di Kuala Lumpur dengan yurisdiksi memeriksa, mengadili dan memutus perkara terhadap putusan Pengadilan Tinggi (high court). Sementara Pengadilan Tinggi di Malaysia hanya ada dua yaitu Pengadilan Tinggi Malaya dan Pengadilan Tinggi Sabah dan Serawak dengan yuridiksi memeriksa, mengadili dan memutus perkara terhadap putusan Pengadilan Session. Kualifikasi perkara yang dapat diadili tergantung dari besarnya nilai gugatan atau tingginya hukuman pidana yang dapat dijatuhkan. Pengadilan Magistrate’s sebagai pengadilan terendah hanya dapat menjatuhkan hukuman penjara tidak lebih dari 10 tahun atau denda tidak melebihi 25.000.RM. Tulisan mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim di Malaysia adalah berdasarkan hasil penelitian di Asia-Europe Institute University of Malaya, Menteri di Jabatan Perdana Menteri Malaysia, University of Malaya dan Islam International Malaysia University dari tanggal 28 Mei sampai dengan 2 Juni 2002. Selain itu tulisan ini juga didasarkan pada Konstitusi Malaysia. 87 Sharifah Suhana Ahmad, 1999, Malaysian Legal System, Malayan Law Journal Sdn Bhd, hal. 89. 86
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
56
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Namun dalam kenyataannya pengadilan ini hanya menjatuhkan pidana maksimal 5 tahun penjara atau denda maksimal 10.000.RM atau hukuman rotan 12 kali. Sedangkan Pengadilan Session boleh men jatuhkan hukuman pidana penjara maksimal atau denda maksimal 250.000.RM. Akan tetapi Pengadilan Session sebagai pengadilan tertinggi pada Pengadilan Rendah, tidak boleh menjatuhkan hukuman mati.88 Demikian pula perihal banding atau hak untuk merayu, di Malaysia terdapat ketentuan bahwa banding terhadap putusan pengadilan hanya dapat dilakukan dua kali. 2. Rekrutmen, Karir Dan Penggajian Hakim Hakim pada semua tingkatan peradilan termasuk presiden atau ketua masingmasing pengadilan diangkat oleh Yang Dipertuan Agong atas dasar nasehat Perdana Menteri setelah berkonsultasi dengan Majelis Raja-Raja (conference of rules). Kualifikasi untuk menjadi hakim adalah warga negara Malaysia dan berpengalaman 10 tahun sebagai pengacara pengadilan yang bersangkutan atau seorang pegawai pengadilan atau pegawai pelayanan hukum Negara Federal atau pegawai pelayanan hukum suatu Negara Bagian. Selain cara seperti yang telah disebut di atas, khusus untuk pengangkatan hakim di Pengadilan Federal – dengan
tanpa memperhatikan isi
konstitusi – Yang Dipertuan Agong atas nasehat Ketua Pengadilan Federal dapat menunjuk untuk masa jabatan yang sudah ditentukan, siapapun yang mempunyai pengalaman tinggi menjabat di bidang peradilan di Malaysia untuk ditunjuk sebagai Hakim Pengadilan Federal. Hakim di Pengadilan Session dan Pengadilan Magistrate’s berstatus sebagai civil servant (pegawai negeri sipil) sehingga sistem rekrutmen, karir, promosi jabatan dan sistem penggajian tergantung dari masing-masing negara bagian. Namun pada umumnya untuk menjadi hakim di Pengadilan Session, minimal seseorang telah menjadi hakim di Pengadilan Magistrate’s selama satu tahun dan ditunjuk oleh Komisi Negara Bagian yang bersangkutan. Seorang lulusan sarjana hukum dapat menjadi hakim pada Pengadilan Session setelah lulus seleksi dan mengikuti pendidikan selama 9 bulan, sedangkan untuk Pengadilan Magistrate’s, setelah mereka memenuhi syarat 88 Tun Mohamed Suffian, 1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, hal. 83 – 85. Lihat juga Sharifah Suhana Ahmad, 1999, Malaysian Legal System , Malayan Law Journal Sdn Bhd, hal. 92 – 94.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
57
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
tertentu kemudian mengikuti tes. Peserta yang dinyatakan lulus tes kemudian mengikuti pelatihan selama enam bulan. Berdasarkan uraian tersebut di atas jelas bahwa rekrurtmen hakim di Malaysia bersifat tertutup, namun itu semua dikembalikan kepada Yang Dipertuan Agong. Karir seorang hakim sangat tergantung dari atasannya, dalam hal ini adalah presiden atau ketua masing-masing pengadilan. Pemindahan hakim baik secara horizontal maupun vertikal dilakukan oleh Yang Dipertuan Agong atas rekomendasi Ketua Pengadilan Federal, sesudah berkonsultasi dengan Ketua Pengadilan Tinggi yang bersangkutan. Demikian pula halnya pengangkatan seorang hakim banding menjadi hakim Pengadilan Federal, diajukan oleh Ketua Pengadilan Banding setelah berkonsultasi dengan Ketua pengadilan Federal. 89 Hakim di pengadilan tingkat federal memegang jabatannya sampai berusia 65 tahun. Apabila seorang hakim ingin mengundurkan diri, maka ia harus menulis surat kepada Yang Dipertuan Agong. Seorang hakim dapat saja diberhentikan apabila Ketua Pengadilan Federal sesudah berkonsultasi dengan Perdana Menteri mengajukan ke Yang Dipertuan Agong bahwa hakim tersebut perlu diberhentikan dengan alasan melanggar ketentuan kode etik atau ketidakmampuan jasmani maupun rokhani, atau sebab lain yang mengakibatkan hakim tersebut tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.90 Mengenai kepangkatan hakim ditentukan oleh Yang Depertuan Agong atas dasar nasehat Perdana Menteri sesudah berkonsultasi dengan Ketua Pengadilan Federal. Demikian pula halnya dengan penetapan kode etik hakim ditentukan oleh Yang Dipertuan Agong atas dasar rekomendasi Ketua Pengadilan Federal, Presiden Pengadilan Banding atau Ketua Pengadilan Tinggi sesudah berkonsultasi dengan Perdana Menteri. Perihal penggajian hakim untuk pengadilan tingkat federal ditentukan oleh parlemen dengan suatu undang-undang yang juga mengatur term of office (pedoman tugas) hakim pengadilan tingkat federal termasuk penggajian dan hakhak pensiun seorang hakim sehingga tidak boleh merugikan hakim yang bersangkutan. Gaji hakim pengadilan tingkat federal relatif tinggi dengan kisaran 89 Tun Mohamed Suffian, 1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, hal. 64 – 65. 90 Tun Mohamed Suffian,1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, hal. 62.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
58
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
13.000. – 15.000.RM. Kisaran tersebut di bawah gaji Perdana Menteri atau setidaknya sama dengan menteri dalam Kabinet Negara Federal. Sementara untuk gaji, pedoman tugas termasuk hak -hak pensiun hakim di pengadilan rendah (Pengadilan Session dan Pengadilan Magistrate’s) ditentukan oleh masing-masing negara bagian dan diperlakukan seperti civil servant lainnya. C. Jerman Jerman adalah negara yang mewarisi tradisi Eropa Kontinental dengan sistem pemerintahan parlementer. Dalam konstitusi Jerman yang disebut the Basic Law , dijelaskan bahwa kebebasan dan kemandirian kehakiman hanya tunduk pada hukum.91 Kendatipun kekuasaan kehakiman tidak dapat diintervensi oleh siapa pun akan tetapi Jerman punya karakteristik tersendiri yang hampir sama dengan Indonesia, karena di luar Mahkamah Konstitusi yang sama sekali terpisah dari eksekutif, pengadilan-pengadilan lain termasuk pengadilan di negara bagian (Laender) berada di bawah kekuasaan eksekutif (Departemen Kehakiman). Akan tetapi hal ini tidak membuat para hakim dapat diintervensi oleh eksekutif, sebab di Jerman ada tradisi hukum yang sangat kuat di samping kontrol pers dan masyarakat secara terusmenerus.92 Pola rekrutmen hakim di Jerman dilakukan secara ketat dan terbuka yang berasal dari para sarjana hukum yang terbaik dan memiliki integritas moral yang tinggi. Selanjutnya sistem hakim karir di Jerman dikenal sangat melembaga, namun peluang terhadap hakim non karir tetap terbuka. Bahkan ada hal yang unik di Jerman yang mana adanya hakim awam (layman )
yang tidak memiliki latar belakang sebagai
seorang sarjana hukum. Hakim yang bukan berasal dari kalangan hukum ini dimaksudkan agar bisa menangkap esensi keadilan dalam perspektif yang kaku dan formalistik.93 Masa jabatan hakim di Jerman adalah sampai pada usia pensiunnya 68 tahun dan hal ini berlaku bagi semua hakim baik pada pengadilan tingkat pertama, pengadilan banding maupun hakim pada mahkamah konstitusi. Masa jabatan hakim
Konstitusi Jerman, Pasal 92. Lubis, op.cit, hal. 4 93 Ibid, hal. 6 91
92 Mulya
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
59
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
yang cenderung lama sampai pada usia pensiun juga dibarengi dengan sistem gaji dan tunjangan yang cukup memadai. Sama seperti di Amerika dan Malaysia, hal ini dimaksudkan agar dalam menjalankan tugasnya di pengadilan, hakim betul-betul mandiri dan tidak terpengaruh oleh kekuasaan manapun termasuk godaan uang dan harta kekayaan lainnya. D. Belanda94 1. Sistem Peradilan Secara garis besar peradilan di Belanda terdiri atas tiga tingkat yang secara implisit tertuang dalam Artikel 2, Wet op de Rechtelijke Organisatie yang menyatakan “De tot rechtelijke macht behorende gerechten zijn: a. de rechtbanken; b. de gerechtshoven; en de Hoge Raad”. 95 Sistem tingkatan semacam ini baru diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2002. Sebelumnya, berdasarkan Wet op de Rechtelijke Organisatie (Stb.1827, 20), kekuasaan kehakiman dilakukan oleh kantongerechten, rechtbanken, gerechtshoven dan Hoge Raad. 96 Kantongerecht (sub-district court) khusus untuk mengadili perkara-perkara ringan termasuk pemeriksaan pra peradilan dan selalu diadili oleh hakim tunggal (junus judex). Namun saat ini kantongerecht yang jumlah keseluruhannya sebanyak 62, merupakan salah satu kamar yang terdapat dalam rechtbank. Pemeriksaan perkara pada rechtbank dapat dilakukan oleh hakim tunggal namun juga dapat dilakukan oleh hakim majelis. Selanjutnya satu gerechtshove membawahi beberapa rechtbank yang pemeriksaan perkaranya dilakukan oleh hakim majelis yang terdiri atas 3 orang. Setiap perkara yang diputus oleh rechtbank dapat dimintakan banding ke gerechtshove bahkan sampai pada tingkat kasasi ke Hoge Raad dengan pemeriksaan perkara oleh hakim majelis yang terdiri atas 5 orang.
Tulisan mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim di Belanda adalah berdasarkan hasil penelitian di Rotterdam Universiteit, Rechtbank Rotterdam, Utrech Universiteit, Leiden Universiteit dan Department Van Justitie serta Raad voor de Rechtspraak, Belanda dari tanggal 2 sampai dengan 11 Juni 2002. 95 Rechtbank dapat disamakan dengan PN atau district court tersebar di 19 district. Sedangkan Gerechtshove atau appeal court dapat disamakan dengan PT yang terdapat di 5 kota, yaitu: Amsterdam, Den Haag, Stragen Hogenbosch, Arnem dan Liuwarden. Sementara Hoge Raad atau supreme court dapat disamakan dengan MA yang berkedudukan di Den Haag. 96 Coolen, G.L., 2000, Militaire straf – en strafprocesrecht, derde druk, Tjeenk Willink Zwole, hal.149. 94
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
60
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Dibandingkan dengan sistem peradilan yang ada di Indonesia, terdapat beberapa perbedaan. Pertama, peradilan di Indonesia dibagi atas empat jenis peradilan, yaitu peradilan umum, agama, tata usaha negara dan militer. Di Belanda dalam sebuah rechtbank mempunyai 5 kamar, masing-masing adalah civil law (civiel recht), family law (familie recht), criminal law (straf recht), administrative law (administrative recht) dan kantongerecht. Sementara peradilan agama tidak terdapat di Belanda dan peradilan militer97 merupakan peradilan khusus yang tidak dimasukkan dalam undang-undang kekuasaan kehakiman. Kedua, semua jenis peradilan di Indonesia bermuara pada Mahkamah Agung, sedangkan di Belanda khusus untuk perkara administrasi bermuara pada Raad Van State. 98 Kendatipun demikian, dalam beberapa tahun terakhir ini di Belanda muncul pemikiran bahwa khusus untuk perkara administrasi seyogyanya bermuara pada Hoge Raad. 99 Ketiga adalah mengenai struktur dalam suatu pengadilan. Di Indonesia struktur dalam suatu pengadilan biasanya terdiri atas ketua, wakil ketua dan para hakim. Sedangkan di Belanda struktur dalam suatu pengadilan terdiri atas President, Coordinerend Vice President dan Vice President yakni ketua seksi (kamar) yang ada di masing-masing rechtbank dan Rechter atau hakim. Struktur pengadilan di Belanda semacam ini adalah konsekuensi logis dari adanya kamar-kamar dalam setiap rechtbank. 2. Rekrutment Hakim 97 Peradilan militer adalah terjemahan dari militaire strafrechtspraak yang memiliki perbedaan prinsip dengan peradilan militer di Indonesia. Militaire strafrechtspraak ini mengadili militer yang masih aktif dengan menggunakan wetboek van militaire strafrecht (Kitab undangundang hukum pidana militer). Akan tetapi hakim yang memeriksa terdiri atas dua orang hakim sipil dan satu orang hakim militer dengan ketua majelis hakim seorang sipil. Lebih lanjut dapat dilihat dalam Coolen, G.L., 2000, Ibid., hal. 148 – 151. 98 Raad Van State dapat disamakan dengan Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di Indonesia atau Conseil D’ Etat yang terdapat di Perancis. Akan tetapi DPA tidak diberi kewenangan untuk memeriksa perkara administrasi, sedangkan Raad Van State maupun Couseil D’ Etat, selain memberikan nasehat kepada Raja/Ratu/ Presiden, juga diberi kewenangan memeriksa dan mengadili perkara administrasi pada tingkat akhir atau kasasi. Bahkan Counseil D’ Etat di Perancis diberi kewenangan pengujian yustisial terhadap perbuatan administrasi negara. Lebih lanjut lihat dalam, Bagir Manan, “Pengujian Yustisial Peraturan PerundangUndangan Dan Perbuatan Administrasi Negara Di Indonesia”, Bahan kuliah umum di Universitas Atmajaya, Yogyakarta, 19 Februari 1994, hal. 7. 99 Wawancara dengan Adrian W. Bedner, Senior Researches Faculty of Law, Van Volenhoven Institute, Leiden Universiteit, Belanda, 10 Juni 2002.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
61
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Rekrutment untuk menjadi hakim di Belanda dapat melalui dua pintu. Pintu pertama adalah yang fresh graduate. Pintu kedua adalah yang berasal dari profesi lain.100 Namun menurut Naves, untuk menjadi hakim ada tiga pintu dan yang merupakan pintu ketiga adalah mereka yang berasal dari asisten hakim atau panitera pengadilan.101 Akan tetapi syarat mutlak untuk menjadi hakim di Belanda harus memilki ijazah sarjana hukum atau yang disebut meester inderechten (Mr).102 Bagi mereka yang melalui Pintu Pertama dan diterima sebagai calon hakim, disebut dengan istilah RAIO (Rechtelijke Amptenar In Opleiding). Selama 6 tahun, para RAIO ini mengikuti training dalam 4 tahap. Pertama, mengikuti latihan praktek selama 26 bulan di rechtbank dengan perincian: 6 bulan sebagai register di devisi hukum pidana, 10 bulan sebagai register di devisi hukum sipil dan 10 bulan sebgai register di devisi hukum administrasi. Pada tahap kedua, para RAIO ini selama 12 bulan bekerja di kantor public prosecutors atau penuntut umum. Kemudian pada tahap ketiga, para RAIO ini dapat memilih dari dua opsi untuk mengikuti pelatihan selama 10 bulan. Opsi pertama adalah sebagai register di rechtbank, sedangkan opsi kedua adalah sebagai public prosecutor. Tahap keempat atau tahap akhir yang dilalui oleh para RAIO ini adalah pelatihan eksternal selama 24 bulan. Setelah 72 bulan (6 tahun), barulah RAIO ini menjalankan tugas dan fungsinya sebagai hakim.103Ada dua catatan terhadap rekrutmen hakim melalui pintu pertama ini atau melalui RAIO. Pertama, melalui RAIO ini seseorang dapat menjadi hakim, namun dapat juga menjadi jaksa. Kedua, sebagai konsekuensi yang pertama, acap kali mereka yang awalnya berminat sebagai hakim, tiba-tiba beralih profesi sebagai jaksa ketika mengikuti pelatihan RAIO pada tahap kedua yang mana mereka magang di kantor penuntut umum (jaksa) selama 12
Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth, Hoogleraar Inleiding tot de Rechtswetenschap en Rechsteorie (guru besar yuirsprudensi dan teori hukum) Recht Faculteit, Rotterdam Universiteit, Belanda, 4 Juni 2002. Prof.Loth juga adalah anggota komisi negara yang bertugas menyeleksi calon hakim. 101 Wawancara dengan Mr. H.C. Naves, Rechter en coordinerend vice-president Rechtbank Rotterdam, Belanda, 4 Juni 2002 102 Sebenarnya apa yang dikemukakan Naves secara prinsip sama dengan Loth sebab pada dasarnya pintu ketiga untuk menjadi hakim yang berasal dari kalangan pengadilan seperti asisten hakim dan panitera dapat digolongkan ke dalam pintu kedua untuk menajdi hakim, yakni profesi hukum lainnya. 103 Raad Voor de Rechtspraak, Admission Requirement For RAIO Training, hal 2 dan 4. 100
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
62
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
bulan.104 Pintu kedua untuk menjadi hakim adalah mereka yang berasal dari luar RAIO, bisa seorang akademisi, advocat, konsultan hukum atau profesi hukum lainnya dengan syarat pertama, harus memiliki pengalaman kerja minimal 6 tahun dan kedua, harus mengikuti training selama 12 bulan. 105 Hal ini dimaksud agar seorang hakim ketika dia memeriksa, mengadili dan memutus perkara telah memiliki wawasan luas yang diperoleh selama 6 tahun sebagai RAIO atau pengalaman kerja 6 tahun untuk profesi lainnya. Prosedur untuk menjadi hakim baik melalui pintu pertama maupun pintu kedua harus melalui beberapa tahap. Pertama, mengajukan lamaran sebagai hakim ke rechtbank yang dituju atau ke komisi nasional yang bertugas untuk menyeleksi hakim. Tahap kedua adalah tes kemampuan. Ketiga adalah tes kemampuan analisis. Keempat adalah personal interview. Kelima adalah detailed personality test . Keenam adalah pertemuan antara komisi seleksi dengan para calon dan mendiskusikan perihal hukum yang bersifat umum, motivasi, pandangan calon terhadap fungsi peradilan dan perhatian terhadap maslah social kemasyarakatan. Tahap ketujuh atau yan g terakhir adalah wawancara akhir. Semua peserta akan mengikuti tahapan rekrutmen mulai dari tahap pertama sampai dengan tahap kelima. Setelah tahap kelima, hanya peserta yang lolos saja yang dapat mengikuti tahap keenam. Para peserta yang lulus sebagai RAIO maupun yang mengikuti training 12 bulan – bagi mereka yang berasal dari profesi lain – akan detempatkan di rechtbank. Rekrutmen hakim di Belanda diumumkan secara luas melalui media masa dan RAIO serta training hakim diadakan dua kali dalam setahun yaitu pada bulan April dan Oktober.106 2. Sistem Karir Dan Gaji Hakim Di satu sisi rekrutmen dan karir hakim sangat otonom. Artinya, diterimanya seseorang menjadi hakim, baik pada rechtbank maupun gerechtshove tergantung pada rechtbank dan gerechtshove yang bersangk utan (tempat diajukan lamaran). Namun, di sisi lain jenjang karir hakim di Belanda bersifat individual. Artinya, jenjang karir
Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth. Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth & dengan Mr. H.C. Naves. 106 Wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth. 104 105
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
63
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
tersebut ditentukan oleh hakim itu sendiri.107 Apabila seorang hakim di suatu rechtbank ingin pindah ke rechtbank lainnya atau ingin pindah ke jenjang yang lebih tinggi, misalnya ke gerechtshove, maka lamaran cukup diajukan kepada rechtbank atau grechtshove yang dituju. Sifat individual yang ada pada sistem karir di Belanda memungkinkan seseorang yang sudah bertugas sebagai hakim di gerechtshove dapat saja mengajukan lamaran untuk kembali menjadi hakim pada rechtbank. Sedangkan perihal sistem gaji hakim, sudah ada standarnya dan diberlakukan secara nasional. Lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini:108 Jabatan President Coordineren Vice President Vice President Rechter Gerechts Auditeur RAIO
Rechtbank Gaji/tahun dalam Golden 200.000. 180.000.
Gerechtshove Gaji/tahun dalam Golden 220.000. 200.00.
Hoge Raad Gaji/tahun dalam Golden 250.000.
160.000. 145.000. 120.000. 90.000.
180.000. 160.000.
220.000. 200.000.
Selanjutnya perihal hakim agung pada Hoge Raad, direkrut atau dipilih oleh tweede kamer (parlement) Belanda. Parlemen memilih hakim agung berdasarkan daftar calon yang diusulkan oleh Hoge Raad. Daftar calon tersebut diumumkan secara luas melalui media masa. Biasanya parlemen memilih berdasarkan nomor urut yang ada pada daftar calon. 3. Komisi Yudisial (Raad Voor De Rechtspraak) Lembaga baru yang bernama Raad voor de Rechtspraak (dapat disamakan dengan komisi yudisial di beberapa negara) baru berlaku efektif sejak 1 Januari 2002. Lembaga ini dibentuk untuk mengurus administrasi peradilan termasuk mengurus keuangan, peningkatan pelayanan dan keamanan adiministrasi peradilan serta memodernisasi kekuasaan pengadilan . Selain itu, lembaga ini juga berfungsi sebagai ‘jembatan’ antara
107 Wawancara dengan Prof. Dr. Hans de Doelder, Hoogleraar Starfrecht en Strafprocesrecht (Guru besar hukum pidana dan hukum acara pidana), Roterrdam Universiteit, Belanda, 5 Juni 2002. Prof. Doelder juga adalah hakim part time pada Rechtbank Roterrdam. 108 Tabel digambar di papan tulis oleh Naves, pada saat wawancara.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
64
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
rechtbank dan gerechshove di satu sisi dengan Ministeri van Justtitie dan parlemen di lain sisi. 109 Semboyan Raad voor de Rechtspraak adalah “dari pengadilan untuk pengadilan”. Keanggotaan lembaga ini terdiri atas 5 orang anggota yang masa jabatannya 6 tahun dan dapat ditunjuk kembali oleh Ratu. Komposisi kelima anggota tersebut adalah: 3 orang hakim senior, seorang dari departemen keuangan yang berfungsi sebagai direktur keuangan, dan seorang dari Ministeri van onderwijs (menteri pendidikan) Belanda. Lembaga tersebut terdiri atas 5 bagian yaitu bagian kabinet, informasi dan masalah hukum. Bagian manajemen, bagian anggaran dan urusan keuangan. Bagian operasi dan bagian servis fasilitas internal. Raad voor de Rechtspraak ini juga dibentuk atas dasar krititikan bahwa para hakim di Belanda meskipun mereka sangat mahir dalam bidang hukum dan bekerja profesional, namun mereka dianggap tidak cakap dalam hal manajemen.110 E. Jepang111 Perihal rekrutmen hakim di Jepang secara formal ditunjuk oleh Perdana Menteri dan kabinet. Namun dalam prakteknya, rekrutmen hakim di semua tingkatan peradilan dilakukan oleh dan atas rekomendasi Chief of Justice (Ketua Mahkamah Agung) dan Sekretaris Jenderal Legal Training and Research Institute. Setiap tahunnya lulusan dari fakultas hukum ternama di Jepang, yang berjumlah kurang -lebih 20.000. orang, mengikuti ujian nasional untuk menjadi hakim. Biasanya yang lulus ujian sekitar 700 orang. Bentuk ujiannya adalah soal pilihan ganda dan wawancara.112
109 Wawancara dengan Drs. Elko R. Van Winzum, clustercoordinator personeel en organisatie, Raad voor de Rechtspraak, Belanda, 10 Juni 2002. Lihat juga: Raad voor de Rechtspraak, Council for the Judiciary, hal. 3; dengan Prof. Mr. M.A. Loth; dengan Mr. H.C. Naves; dan wawancara dengan Adrian W. Bedner. 110 Raad voor de Rechtspraak, Council for the Judiciary, hal. 6. Wanwancara dengan Drs. Philips Langbroek, Dosen Ilmu Politik dan Ahli Manajemen Organisasi, Utrecht Universiteit, Belanda, 6 Juni 2002; Wawancara dengan Drs. Elko R. Van Winzum; dan wawancara dengan Prof. Mr. M.A. Loth. 111 Bahan mengenai sistem rekrutmen dan karir hakim di Jepang, penulis peroleh dari Dr. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A. dalam Workshop Rekrutmen dan Karir Hakim di Bidang Peradilan, kerjasama Fakultas Hukum UGM dan Komisi Hukum Nasional, Jakarta, 31 Juli 2002. 112 David M, O’Brien, 2002, Judicial Selection And Promotion: Japan and The United States, University of Virginia, hal.1.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
65
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Peserta yang lulus ujian selanjutnya mengikuti pelatihan pada Legal Training and Research Institute di bawah bimbingan Ketua Mahkamah Agung dan Sekretaris Jenderal lembaga tersebut selama 2 tahun yang per 4 bulan melakukan tour of duty di 4 tempat. Pertama ditempatkan di kantor pengacara. Setelah itu di kantor kejaksaan selanjutnya di pengadilan pidana dan pengadilan perdata masing-masing selama 4 bulan. Sebelum lulus dari pelatihan tersebut, para peserta boleh mengajukan lamaran untuk jabatan hakim.113 Selanjutnya barulah seseorang menempuh karirnya sebagai hakim yang dimulai dengan magang sebagai asisten hakim selama 10 tahun. Namun dalam kenyataannya setelah 5 tahun magang sebagai asisten hakim, mereka dapat menjadi anggota pada majelis hakim di distric court atau memimpin sidang dalam family court atau sumarry court yang menggunakan hakim tunggal (junus judex). Setelah 10 tahun magang, mereka akan diangkat kembali sebagai hakim penuh pada distric court. Selama meniti karir sebagai hakim seseorang dapat ditugaskan di beberapa peradilan atau posisi lainnya dalam peradilan termasuk pada Legal Training and Research Institute. Seorang hakim boleh pindah dari distric court ke high court , namun sebelumnya selama lebih dari 5 tahun hakim tersebut harus magang pada high court. Dalam masa magang ini, hakim yang bersangkutan duduk di sebelah kiri majelis hakim yang memeriksa perkara. Setelah lebih dari 5 tahun barulah hakim tersebut secara penuh menjadi hakim pada high court dan dalam mengadili perkara ia diperkenankan duduk di sebelah kanan Ketua majelis hakim. Kemudian barulah hakim tersebut dapat diangkat untuk memimpin majelis hakim yang menyidangkan suatu perkara. Mengenai rekrutmen pada Mahkamah Agung, secara hukum para hakim yang akan bertugas di Mahkamah Agung ditunjuk oleh Perdana Manteri dan kabinet, tetapi dalam kenyataannya penyeleksian hakim aguag dilakukan oleh Ketua Mahkamah Agung dan Sekeretaris Jenderal Legal Training and Research Institute. Mereka yang diseleksi sebagai hakim agung adalah orang-orang yang punya visi dan padangan luas mengenai hukum. Selain itu usia minimum untuk menjadi hakim agung adalah 40 tahun disertai dengan pengalaman 10 sampai 20 tahun dalam 113 Banidingkan dengan seorang calon hakim di Belanda yang mengikuti pelatihan RAIO (Rechter Ambtenar In Opleiding) selama 6 tahun dan melakukan tour of duty baik di Rechtbank (pengadilan negeri), maupun sebagai jaksa dan akhirnya pelatihan eksternal sebagai konsultan hukum , pengacara atau berkarir di LSM sehingga total pelatihan adalah 72 bulan.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
66
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
berbagai profesi hukum. Secara singkat mereka yang terpilih sebagai hakim agung sebanyak 15 orang dengan rasio: 6 orang hakim karir, 4 orang pengacara, 2 orang birokrat, 2 orang jaksa dan 1 orang profesor hukum dari kalangan perguruan tinggi.114 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil beberapa analisis sebagai berikut: Pertama, sistem rekrutmen dan karir hakim yang sangat tertutup dan hirarkis sebagai akibat dari Jepang adalah negara penganut Kedaulatan Tuhan yang kekuasaanya diserahkan kepada kaisar dan berpaham integralistik.115 Kedua, sebagai konsekuensi yang pertam a, Jepang sangat kental dengan budaya patronase sehingga apa yang dikatakan oleh pemimpin harus ditaaati oleh yang dipimpin dan ini berlaku pada semua level di sana. Akan tetapi budaya patronase ini diimbangi oleh semangat bushido 116 yang melekat pada setiap individu. Ketiga atau yang terakhir, adalah masalah kesadaran hukum masyarakat, sesuatu yang acap kali dilupakan tetapi sangat urgen. Dalam pembangunan di Jepang, SDM jauh lebih diutamakan dibandingkan dengan membangun sebuah sistem. Ketertiban masyarakat bukan disebabkan oleh hukum perundang-undangannya, melainkan oleh keberhasilan membangun sumber daya manusiannya. Oleh karena itu menurut Satjipto Rahardjo – dengan mengambil perbandingan Amerika – perbedaan antara sumber daya manusia Jepang dan Amerika, akhirnya menentukan perbedaan kinerja hukum di kedua negara tersebut. Secara ekstrim, seandainya hukum di Amerika di hapus, maka akan muncul suasana seperti di era the wild wild west . Namun sebaliknya sekalipun hukum di Jepang dihapus,
David, M. O’ Brien, Op.cit. hal. 4-6 & 8. Paham integralistik atau paham kekeluargaan yang berada di Jepang ini dipakai sebagai acuan oleh Prof Mr. Soepomo untuk meletakkan dasar -dasar negara Indonesia pada saat menjelang dan awal kemerdekaan dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namun ajaran yang diteorikan oleh pemikir Jerman, G.F.W.Hegel, ini oleh Soepomo dikemas dalam suatu faham religio-kultural Jawa tentang manunggaling kawulo lan gusti. Lihat: M. Fajrul Falaakh, “Faham Kerakyatan, Negara Hukum, dan MPR: Ketegangan Paradigma dalam Konstitusi”, KOMPAS, 12 Agustus 2002, hal. 4. Lihat juga pidato Soepomo pada tanggal 31 Mei 1945 dalam Muhammad Yamin, 1959, Naskah – Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama, hal.109-121. 116 Dalam bahasa Jepang, bushido berarti ‘jalan ksatria’. Istililah ini telah lazim dipakai sejak tulisan-tulisan Nitobe Inazo. Sifat-sfat ini adalah untuk menjunjung tinggi tanah air, keluarga kaisar (Shinto) dan beberapa azas kesusilaan. Lihat: Todung Sutan Gunung Mulia dan Hidding, K.A.H., 1961, Ensiklopedia Indonesia, N.V.Penerbitan W.Van Hoeve, Bandung – ‘sGravenhage, hal. 267. 114 115
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
67
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
maka negeri itu akan tetap tertib dan teratur sebab ketertiban itu sudah berakar pada sikap dan perilaku orang Jepang.117 ------------------------------
117 Satjipto Rahardjo, Sistem Hukum Nasional Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi, Makalah pada Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 17 – 20 Maret 1997.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
68
BAB VII KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan sebagaimana tertuang di dalam Bab bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Pengaturan tentang sistem rekrutmen dan karir hakim
Pengadilan sebagai benteng terakhir bagi yustisiabel, maka perlu diselenggarakan peradilan yang baik, yaitu: yang sederhana, cepat dan biaya ringan, serta bebas, bersih, jujur, adil dan bertanggung jawab. Salah satu unsur yang sangat penting untuk menyelenggarakan peradilan yang baik adalah diperlukan SDM (terutama hakim) yang baik, artinya hakim yang jujur, berkelakuan tidak tercela dan cakap. Hakim sebagai salah satu unsur aparat penegak hukum memegang peranan yang sangat penting, sebab melalui putusannya akan dapat diketahui apakah hukum dan keadilan sudah dilaksanakan sebagaimana seharusnya dan sesuai dengan kesadaran hukum masyarakat. Untuk mendapatkan hakim yang baik perlu dikaji mulai dari perekrutan hakim sampai dengan perjalanan karir hakim. Berdasarkan hasil penelitian dan setelah dilakukan kajian secara historis atas segala sesuatu yang telah terjadi, yang selanjutnya dihubungkan dengan apa yang diharapkan untuk waktu yang akan datang, berikut ini adalah beberapa hal yang berkaitan dengan identifikasi keadaan peradilan kita, khususnya yang berhubungan dengan rekrutmen dan karir hakim, berdasarkan unsur unsur kekuatan, kelemahan, peluang, dan tantangan yang pada akhirnya dicoba dicari isu strategisnya.
a. Identifikasi persoalan hakim/pengadilan yang ada Banyaknya kritikan, cemoohan, hujatan kepada pengadilan disebabkan beberapa faktor, yang secara keseluruhannya dapat dikonstatir adanya kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, serta isu-isu strategisnya. Faktor-faktor tersebut antara lain: pertama, tuntutan masyarakat atas SDM di pengadilan yang dianggap kurang memenuhi syarat dikarenakan kejujuran dan mental yang diragukan; kedua, kemampuan profesional dan ilmu pengetahuan yang kurang memadai atau kurang
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
sesuai dengan perkara yang diperiksa, telah mempengaruhi sikap, perilaku individual dan perilaku kelompok yang kurang kondusif; ketiga, lambannya penyelesaian perkara, terutama jika ada upaya hukum, sehingga masih bertumpuknya perkara di Mahkamah Agung (sisa akhir bulan Januari 2002 = 16.444 perkara); keempat, kurang profesionalnya penanganan perkara, dan masih terdapatnya indikasi KKN, dan adanya pengaruh dari pihak luar dalam proses peradilan; kelima, sistem rekrutmen, mutasi dan promosi yang tidak berjalan baik, tidak adil, tanpa perencanaan yang baik dan kurang dapat diakses publik, dan keenam, adanya indikasi merebaknya KKN dalam rekrutmen, mutasi dan promosi, serta dalam penyelesaian perkara. b. Unsur kekuatan d alam sistem rekrutmen dan karir hakim Dari hasil penelitian, dapat diketahui adanya beberapa unsur kekuatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan sistem rekrutmen dan karir hakim di masa depan, yaitu pertama, banyak Perguruan Tinggi Hukum yang tersebar di seluruh Indonesia, yaitu ada 186 (belum termasuk Perguruan Tinggi Syariah), yang berarti out put cukup banyak, termasuk yang berminat menjadi hakim; kedua, studi lanjut di bidang hukum cukup banyak dan terbuka baik di dalam negeri maupun di luar negeri; dan ketiga, jumlah pengadilan yang cukup banyak dan hampir merata di seluruh wilayah RI, artinya sesuai dengan kebutuhan di tiap Kabupaten/Kota ada pengadilan tingkat pertama. c. Unsur kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim Perlu disadari dan perhatian yang serius bahwa ternyata cukup banyak unsur kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim yang ada sekarang, yaitu; pertama, SDM yang telah direkrut kurang dibina; kedua, sistem rekrutmen cenderung tertutup dan kurang berorientasi untuk mend apatkan SDM yang baik, serta ada indikasi adanya KKN; ketiga, sistem mutasi dan promosi tidak berjalan dengan baik, kurang adil dan kurang berorientasi pada kecakapan, serta adanya indikasi KKN; keempat, jumlah pengadilan, hakim, dan karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan riil, sehingga rationya tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus ditangani, di satu pengadilan volume perkara sedikit sehingga banyak hakim yang “nganggur”, dan pada pengadilan lain volume perkara sangat besar sehingga hakim tidak Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
71
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
mempunyai cukup waktu untuk beristirahat; kelima, kurang adanya koordinasi dalam penerimaan Hakim Agung non karir dan fit and proper test kurang tepat; keenam, mekanisme pengawasan tidak jelas dan tidak tegas, termasuk dalam penerapan sanksi (baik berupa penghargaan maupun yang berupa hukuman); ketujuh, adanya KKN dalam penanganan perkara, yang banyak terungkap dan terekspos; dan kedelapan, sarana dan prasarana yang kurang memadai, kesembilan, Dewan Kehormatan Hakim tidak berfungsi efektif. d. Unsur Peluang dalam sistem rekrutmen dan karir hakim Beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan dalam mengembangkan sistem rekrutmen dan karir hakim, antara lain: pertama, semakin maraknya tuntutan reformasi peradilan; kedua, banyaknya Perguruan Tinggi yang membuka Program Studi S.2, S.3, dan kesempatan untuk mengikuti studi lanjutan baik di dalam maupun di Luar Negeri semakin mudah dan terbuka; ketiga, era globalisasi dan pasar bebas mengakibatkan komunikasi dan bisnis semakin meningkat, yang berakibat persoalan hukum menjadi semakin luas dan kompleks; dan keempat, berlakunya UU No. 35 Tahun 1999 menuntut segera diadakannya perubahan/ pengalihan urusan organisasi, administrasi dan finansiil dari Departemen tertentu kepada Mahkamah Agung. e. Unsur tantangan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim Upaya untuk mengembangkan sistem rekrutmen dan karir hakim diperkirakan akan menghadapi tantangan-tantangan sebagai berikut: pertama, tuntutan masyarakat agar dalam rekrutmen, mutasi dan promosi dapat diakses publik; kedua, tuntutan masyarakat agar putusan hakim berbobot, tepat adil, dan mencerminkan kesadaran hukum masyarakat serta mudah diakses publik; ketiga, kompetisi antara hakim dari lingkungan peradilan yang satu dengan lingkungan peradilan yang lain; keempat, Perkembangan ilmu hukum dan bidang hukum yang semakin luas dan mendalam; dan kelima, adanya kewajiban Mahkamah Agung untuk menyampaikan Laporan Tahunan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
f.
Isu Strategis dalam sistem rekrutmen dan karir hakim
Berdasarkan identifikasi faktor-faktor internal (Kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan tantangan) setelah diberi bobot dan diranking, selanjutnya dianalisis. Dari hasil analisis diperoleh faktor-faktor kunci keberhasilan (critical succes factor), yaitu: SDM yang berkualitas cukup banyak, kesempatan meningkatkan ilmu dan ketrampilan luas dan terbuka, banyaknya jumlah pengadilan, dan sistem satu atap di bawah Mahkamah Agung. Berdasarkan hal tersebut, maka dalam usaha menciptakan hakim yang baik dan atau peradilan yang baik sesuai
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
72
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
dengan tuntutan reformasi di bidang peradilan atau demi terwujudnya good judicative governance dapat dikemukakan beberapa isu strategis sebagai berikut: pertama, membuat perencanaan yang baik yang meliputi fungsi –fungsi organisasi, dalam bentuk RENSTRA, RENOP dan RENTA serta LAKIP MA; kedua, rekrutmen, mutasi dan promosi harus dilakukan secara selektif dan lebih berorientasi pada faktor kecakapan dan mental yang baik; ketiga, penyelesaian perkara di Mahkamah Agung berdasarkan spesialisasi hakim, perlu ada sistem kamar; keempat, menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk pembinaan personil; kelima, mengoptimalkan fungsi pengawasan oleh Dewan Kehormatan Hakim atau lembaga baru (Komisi yudisial jika terbentuk) dengan menerapkan punishment and reword, keenam,
mengefektifkan kinerja Pusat Studi/pelatihan, dan aktivitas pembinaan lain secara berkala dan berkesinambungan, ketujuh, merubah beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan UU No. 35 Tahun 1999. 2. Persoalan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) di bidang peradilan, khususnya dalam rekrutmen dan karir hakim. Dalam proses peradilan sekarang ini terdapat indikasi terjadinya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang melibatkan seluruh jajaran penegak hukum (polisi, jaksa, hakim, panitera, dan penasehat hukum). Akibat dari keadaan tersebut, keputusan hakim sering dirasakan kurang memuaskan oleh para pencari keadilan. Meskipun jumlahnya relatif kecil, terdapat praktek KKN dalam proses rekrutmen dan karir hakim. Ada beberapa bentuk praktek KKN yang dilakukan, antara lain memberi sejumlah uang, hubungan keluarga, dan aspek politik. Di bawah ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN, baik dalam rekrutmen dan karir hakim. a. Faktor-faktor yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen (1)
kekuasaan yang sentralistik;
(2)
pengawasan yang lemah;
(3)
tidak transparan;
(4)
tidak ada pengawasan dari masyarakat;
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
73
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
(5)
hubungan saudara;
(6)
hubungan teman;
(7)
praktek jual beli kursi;
(8)
aturan mainnya tidak jelas;
(9)
karena melibatkan Departemen Kehakiman dan HAM;
(10) jarang diumumkan; (11) tidak ada test kemampuan; (12) birokrasi berbelit -belit; (13) masih dipengaruhi faktor internal. b. Faktor-faktor yang menyebabkan KKN dalam karir hakim (1)
aturan tidak jelas;
(2)
melibatkan departemen;
(3)
tidak transparan;
(4)
tidak fair;
(5)
birokrasi berbelit -belit;
(6)
masih ada pengaruh internal;
(7)
pernilaian kurang obyektif;
(8)
penempatan yang tidak jelas kriteranya;
(9)
mental pejabat atasan;
(10) belum ada aturan senioritas yang ketat; (11) seleksi kurang ketat’; (12) pengaruh budaya; (13) lemahnya system pengawasan. 3. Pengaturan tentang sistem penggajian profesi hakim Gaji (penghasilan) profesi hakim sebagaimana terdapat dalam sistem penggajian profesi hakim yang berlaku sekarang ini secara nominal memang lebih besar dari pada gaji (penghasilan) profesi pegawai negeri sipil lainnya, tetapi besaran nominal gaji tersebut ternyata relatif belum layak. “Kelayakan” ini didasarkan pada kenyataan
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
74
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
bahwa gaji (penghasilan) profesi hakim tersebut belum dapat memenuhi kebutuhan minimal jasmani dan rohani bagi hakim dan keluarganya. Di samping itu, sistem penggajian profesi hakim tersebut relatif kurang berpengaruh terhadap terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta praktek mafia di bidang peradilan. Demikian pula besarnya gaji (penghasilan) profesi hakim bukan merupakan satu-satunya cara dan media yang dapat menjamin kualitas kinerja hakim seperti yang diharapkan. 4. Minat Sarjana Hukum yang baik untuk meniti karir sebagai hakim Untuk mendukung penegakkan hukum di Indonesia, kebutuhan calon hakim (cakim) sampai dengan tahun 2005 sebenarnya masih relatif cukup banyak. Namun, (lulusan) sarjana hukum/syariah yang berkualitas baik, khususnya lulusan dari Perguruan Tinggi terkemuka di Indonesia yang memiliki Indeks Prestasi Komulatif (IPK) tinggi, tidak banyak yang berminat untuk meniti karir sebagai hakim. Dalam hal ini, perlu dikemukakan bahwa sebenarnya IPK tinggi belum cukup un tuk digunakan sebagai kriteria/parameter bagi (lulusan) sarjana hukum/syariah yang baik, tetapi harus dilengkapi dengan kriteria memiliki “moral dan integritas” yang tinggi. Rendahnya minat (lulusan) sarjana hukum/syariah yang baik untuk menjadi hakim ter sebut terutama didasarkan atas pertimbangan penghasilan, yaitu dengan membandingkan bahwa banyak profesi lain yang lebih menjanjikan, seperti notaris, pengacara/konsultan hukum, ataupun dengan bekerja di perusahaan -perusahaan swasta. Selain itu, ada yang memberikan alasan berkaitan dengan hal yang substantif, yaitu bahwa berprofesi sebagai hakim itu berat, mereka harus siap mental ketika akan mengambil keputusan. Dalam kaitannya dengan proses rekrutmen dan karir hakim, rendahnya minat tersebut juga disebabkan oleh alasan karena sistem rekrutmen yang tidak jelas dan persaingan yang cukup ketat, serta penempatan cakim di daerah terpencil. Keadaan di atas tentunya sangat memprihatinkan mengingat peradilan yang baik itu perlu hakim yang baik, sedangkan hakim yang baik mestinya berasal dari mereka (lulusan) sarjana hukum/syariah yang baik. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai upaya meningkatkan minat bagi (lulusan) Sarjana Hukum/Syariah yang baik untuk
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
75
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
meniti karir menjadi hakim. Dalam hal ini, upaya penelusuran minat sejak awal (sejak mahasiswa) merupakan cara yang cukup efektif untuk dapat dilaksanakan. Untuk itu, perlu dilakukan kerjasama antara Perguruan Tinggi penyelenggara pendidikan hukum dengan instansi terkait, misalnya dengan Departemen Kehakiman dan HAM, bagi calon-calon hakim Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara; Departemen Agama, bagi calon-calon hakim Peradilan Agama; dan Departemen Pertahanan dan Keamanan, bagi calon-calon hakim militer maupun Mahkamah Agung RI. Para calon mahasiswa Fakultas Hukum/Syariah yang berminat menjadi calon hakim minimum harus sudah mencapai 120 SKS dan memiliki indeks prestasi minimum 3. Bagi para mahasiswa yang memenuhi syarat seperti tersebut di atas dapat mengikuti test psikhologi, untuk dapat mengetahui seberapa jauh minat mereka untuk menjadi calon hakim. Setelah lulus, mereka diikat dengan beasiswa dari Departemen Kehakiman dan HAM. Kemudian setelah lulus S1 diberikan rekomendasi oleh Dekan setempat bahwa mereka patut/layak untuk diterima menjadi cakim, dan bilamana perlu mereka juga harus mengikuti test seleksi secara nasional. --------------------------------
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
76
BAB VIII REKOMENDASI No. 1.
Diagnosis
Rekomendasi
Rencana Aksi
Sistem Rekrutmen dan Karir Hakim.
1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Sistem rekrutmen dan karir hakim yang
Perlu pembaharuan sistem rekrutmen Diajukan usul kepada Presiden dan dan karir hakim yang berlaku selama DPR untuk meninjau ulang pranata ini, khususnya untuk calon-calon hukum yang ada dan sekaligus hakim mendatang, yang pada membentuk pranata hukum yang gilirannya dapat diwujudkan hakim baru berkaitan dengan sistem yang layak, profesional, rekrutmen dan karir hakim yang berpengetahuan luas dan tinggi, layak. berdedikasi dan bermoral, jujur, adil, terbebas dari KKN 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
berlaku selamai ini be lum tepat. Eksistensi hakim/pengadilan yang ada selama ini menimbulkan banyak kritikan, cemoohan dan hujatan. Hal tersebut disebabkan berbagai faktor, yang keseluruhannya dapat dikonstatir adanya kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Faktor-faktor tersebut antara lain: pertama, tuntutan masyarakat atas sumber daya manusia (SDM hakim/pengadilan yang dianggap kurang memenuhi syarat, diragukan mengenai kejujuran dan mentalitasnya; kedua, kemampuan profesional dan ilmu pengetahuan SDM hakim/pengadilan yang kurang memadai atau kurang sesuai dengan perkara yang diperiksanya, telah mempengaruhi sikap,
Perlu dilakukan seleksi ulang untuk pengadaan hakim yang layak, profesional, berpengetah uan luas dan tinggi, berdedikasi dan bermoral, jujur, adil, terbebas KKN, dari kalangan hakim yang ada selama ini.
Diajukan usul kepada Presiden dan DPR untuk mengambil kebijakan seleksi ulang terhadap para hakim yang ada, yang lulus ditempatkan kembali sebagai hakim, sedang yang tidak lulus dipensiunkan dini atau dipekerjakan sebagai non hakim. 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report perilaku individual dan perilaku kelompok menjadi kurang kondusif; ketiga, lambannya penyelesaian perkara; keempat, adanya indikasi pengaruh dari pihak luar dalam proses peradilan; kelima, sistem rekrutmen, mutasi dan promosi hakim tidak berjalan baik, tidak adil, tanpa perencanaan yang matang, dan kurang dapat diakses oleh publik; dan keenam terdapat adanya indikasi korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam rekrutmen, mutasi, dan promosi hakim dalam jajaran pengadilan maupun dalam penyelesaian perkara.
1.a.
Perlu dilakukan publikasi yang cukup Diajukan usul kepada instansi terkait waktu tentang rencana rekrutmen agar perencanaan dan pelaksanaan cakim, kemudian diikuti dengan seleksi rekrutmen dan karir hakim, dapat yang ketat mengenai kemampuan diakses dengan mudah oleh publik penguasaan ilmu pengetahuan hukum, dan para hakim itu sendiri. kejiwaan (moralitas, integritas dan kejujuran) dengan melibatkan tim yang profesional dan independen. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
Perlu dilakukan reformasi mengenai Diajukan usul kepada Presiden dan sistem rekrutmen dan karir hakim yang DPR agar diambil langkah baru yang ada selama ini, baik perencanaan mensyaratkan cakim telah maupun pelaksanaannya, agar dapat mempunyai pengalaman bidang diwujudkan hakim yang berkualitas, profesi hukum profesional, adil, jujur dan terbebas dari dalam kurun waktu tertentu dan indikasi KKN dan perbuatan tercela untuk dapat diangkat sebagai hakim lainnya. perlu magang antara 5-6 tahun. Kekuatan dalam Sistem Rekrutmen dan 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun) Karir Hakim. Perlu dijalin kerjasama antara instansi Diusulkan kepada instansi yang komFaktor kekuatan tersebut antara lain: yang melakukan rekrutmen hakim penten untuk melakukan rekrutmen pertama, banyak terdapat perguruan tinggi dengan kalangan perguruan tinggi hakim, bertukar pengalaman tentang hukum yang tersebar di seluruh Indonesia, hukum yang ada. kurikulum yang relevan dengan yang berarti cukup banyak lulusannya yang kalangan perguruan tinggi hukum dapat direkrut menjadi hakim; kedua, cukup banyak tersedia dan terbuka program 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun) diadakan peningkatan Diusulkan kepada instansi yang studi lanjut bagi lulusan perguruan tinggi Perlu kemampuan pengetahuan para hakim kompeten untuk diadakan program hukum, baik di dalam maupun d i luar studi lanjut bagi para hakim yang negeri; ketiga, cukup banyak terdapat dengan program studi lanjut. memenuhi persyaratan. pengadilan yang jumlahnya hampir merata di seluruh wilayah RI, yang berarti hampir 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
78
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report di tiap kabupaten/kota ada pengadilan Perlu dilakukan penjaringan minat Diusulkan agar penjaringan tidak tingkat pertama. untuk meniti karir sebagai hakim, baik semata-mata sentralistik, tetapi secara umum maupun melalui kampus. supaya dimungkinkan juga secara desentralistik. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu diadakan apresiasi yang layak Diusulkan pembentukan tim khusus bagi hakim yang berprestasi, antara lain yang mengurusi apresiasi kepada studi lanjut dan penempatannya pada para hakim yang berprestasi. pengadil an yang tepat dengan keahliannya. 1.b. Kelemahan dalam Sistem Rekrutmen dan 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun)
Karir Hakim. Faktor
kelemahan
tersebut
antara
lain:
pertama, SDM hakim yang telah terekrut kurang
pembinaannya;
kedua,
sistem
rekrutmennya cenderung tertutup dan kurang berorientasi untuk mendapatkan SDM yang baik,
terdapat
indikasi
adanya
KKN
meskipun tidak keseluruhan-nya; ketiga,
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Perlu diambil kebijakan antara lain Diusulkan kepada Presiden untuk optimalisasi pembinaan terhadap SDM segera mengambil langkah kebijakan hakim; transparansi dalam rekrutmen guna perbaikan terhadap faktorhakim, eliminasi timbulnya potensi faktor kelemahan dalam sistem KKN dalam sistem rekrutmen dan karir rekrutmen dan karir hakim. hakim; perbaikan sistem mutasi /promosi hakim dan jabatannya, agar lebih ad il, lebih berorientasi kepada kecakapan; penyela rasan rasio jumlah hakim/karyawan dengan perkara yang harus di selesaikan oleh hakim. 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
Page
79
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
sistem mutasi dan promosi hakim dan Perlu jabatannya kurang
tidak
adil,
berjalan
kurang
dengan
baik,
berorientasi
pada
kecakapan, terdapat adanya indikasi KKN meskipun tidak keseluruhannya; keempat, jumlah pengadilan, hakim, dan karyawan kurang sesuai dengan kebutuhan riil, rasionya tidak sebanding dengan jumlah perkara yang harus ditanganinya (di suatu pengadilan tertentu volume perkara sangat sedikit sehingga terdapat banyak hakim yang “nganggur”, tetapi pada pengadilan yang lainnya volume perkaranya sangat besar , sehingga para hakimnya nyaris tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menyelesaikan tugasnya secara profesional dan untuk beristirahat); kelima, kurang adanya koordinasi dalam rekrutmen Hakim Agung non karir demikian pula fit and proper test nya kurang tepat; keenam , mekanisme pengawasan, pemberian penghargaan, maupun penerapan sanksi hukuman terhadap kinerja hakim tidak jelas dan tidak tegas; ketujuh, dalam penanganan perkara terdapat indikasi adanya KKN, meskipun tidak keseluruhannya; kedelapan, sarana dan prasarana yang ada kurang memadai.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
diambil kebijakn untuk Diusulkan kepada Presiden dan DPR memperbaiki faktor-faktor kelemahan untuk dapat mengambil langkah dalam sistem rekrutmen dan karir kebijakan yang konkret dan tepat hakim, antara lain: untuk perbaikan atas faktor-faktor Peningkatan koordinasi dalam kelemahan dalam sistem rekrutmen rekrutmen Hakim Agung non karir, dan karir hakim, yang meliputi perbaikan sistem fit and proper test, pembentukan perangkat pranata perbaikan mekanisme pengawasan hukum yang lebih komprehensif, terhadap kinerja hakim/pengadilan, kondusif, efektif dan efisien, pemberian penghar gaan terhadap termasuk di dalamnya pengalokasian hakim yang berprestasi dan penerapan dana yang memadai. sanksi hukuman yang tegas kepada para hakim yang nyata-nyata melak ukan perbuatan melawan hukum dan perbuatan tercela lainnya. 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu diambil langkah -langkah kongkrit perbaikan atas faktor-faktor kelemahan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim, yang meliputi konsep, perencanaan, pelaksanaan, SDM dan perangkat pranata hukumnya.
Diusulkan kepada instansi terkait dan berkompeten, untuk segera mengambil inisiatif gelar wacana (seminar/ workshop), sosialisasi program sampai dengan realisasi program perbaikan sistem rekrutmen dan karir hakim. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu diambil langkah -langkah Diusulkan kepada instansi yang perbaikan dan kelengkapan sarana dan berkempeten untuk segera prasarana serta peman tapan program- melakukan perencanaan dan realisasi program yang ada atas program perbaikan tersebut secara berkesinambungan dan konsisten.
Page
80
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
No.
Diagnosis
Rekomendasi
1.c.
Peluang Dalam Sistem Rekrutmen Dan Karir Hakim. Faktor peluang tersebut antara lain: pertama, semakin maraknya tuntutan reformasi peradilan; kedua, persoalan hukum menjadi semakin luas dan kompleks; ketiga, berlakunya UU No. 35 Tahun 1999 menuntut segera diadakannya perubahan/pengalihan urusan organisasi, administrasi dan finansiil peradilan dari Departemen Kehakiman dan HAM kepada Mahkamah Agung.
Rencana Aksi
1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu dilakukan upaya optimalisasi pemanfaatan peluang yang bersifat positif dan sebaliknya optimalisasi eliminasi peluang yang bersifat negatif.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk segera mengkaji tentang reformasi peradilan, kompleksnya persoalan hukum dan pengurusan organisasi, administrasi dan finansiil peradilan oleh MA 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu diambil kebijakan tegas, baik Diusulkan kepada instansi yang pemanfaatan maupun eliminasi berkompenten untuk melakukan peluang tersebut upaya optimalisasi hasil kajian. 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu segera dilakukan kajian Diusulkan kepada instansi yang mendalam dampak positif maupun berkompeten untuk mempersiapkan negatif atas peluang yang ada. prosedur dan tim kajian tentang reformasi peradilan, kompleksnya persoalan hukum dan pengurusan organisasi, administrasi dan finansiil peradilan oleh MA. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu pemanfaatan hasil kajian tersebut Diusulkan kepada instansi yang sesuai dengan keperluannya. kompeten untuk melaksanakan hasil kajian sesuai dengan keperluannya.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
81
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
No.
Diagnosis
Rekomendasi
1.d. Tantangan Dalam Sistem Rekrutmen Dan Karir Hakim. Faktor tantangan tersebut antara lain : pertama, adanya tuntutan masyarakat agar dalam rekrutmen, mutasi, promosi hakim dan jabatannya dilakukan secara transparan, bebas KKN, dapat diakses dan dapat dikontrol oleh publik; kedua, adanya tuntutan masyarakat agar putusan hakim / pengadilan berbobot, tepat, adil, mencerminkan kesadaran hukum masyarakat dan mudah diakses oleh publik; ketiga, adanya kompetisi antara hakim dari lingkungan peradilan yang satu dengan lingkungan peradilan yang lain; Keempat, adanya perkembangan ilmu hukum dan bidang hukum yang semakin luas dan mendalam; Kelima, adanya kewajiban Mahkamah Agung untuk menyampaikan Laporan Tahunan pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Rencana Aksi
1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu segera dilakukan antisipasi atas faktor-faktor tantangan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim yang ada selama ini.
Diusulkan kepada instnasi yang berkompeten untuk mempersiapkan studi antisipasi atas faktor-faktor tantangan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim. 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu adanya usaha keras dan serius dari pihak -pihak yang terkait dengan pelaksanaan rekrutmen dan karir hakim untuk lebih tranparan, jauh dari KKN, dapat mewujudkan putusan hakim/ pengadilan yang berbobot, tepat dan adil, berkompetisi secara sehat, mengikuti dan menghayati perekembangan hukum yang semakin kompleks dan mempertanggungjawabkan kinerjanya.
Diusulkan kepada instansi yang kompeten untuk mengambil langkah kebijakan yang dapat menggerakkan dan mengarahkan para pejabat yang terkait dengan pelaksanaan rekrutmen dan karir hakim, agar dapat lebih transparan, jauh dari KKN, dapat mewujudkan putusan hakim/pengadil an yang berbobot, tepat dan adil, berkompetisi secara sehat, mengikuti dan menghayati perkembangan hukum yang semakin kompleks serta mempertanggung jawabkan kinerjanya. 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
Page
82
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Masing-masing pihak yang terkait dalam pelaksanaan sistem rekrutmen dan karir hakim perlu memberanikan diri mengambil sikap mengatasi tantangan tersebut secara proporsional.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten untuk mempersiapkan prosedur dan tim studi antisipasi terhadap faktor-faktor tantangan dalam sistem rekrutmen dan karir hakim yang menggerakkan dan mengarahkan para pejabat yang terkait dalam pelaksanaan sistem rekrutmen dan karir hakim, masingmasing agar memberanikan diri mengambil sikap mengatasi tantangan tersebut secara proporsional. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu adanya keteladanan unsur Diusulkan kepada para pejabat pimpinan dalam mengatasi tantangan- atasan yang terkait dengan tantangan tersebut. pelaksanaan sistem rekrutmen dan karir hakim, agar mau dan mampu memberikan teladan dalam mengatasi faktor-faktor tantangan tersebut.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
83
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
No.
Diagnosis
2.a.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya KKN dalam Proses Rekrutmen Hakim, antara lain: kekuasaan yang sentralistik; pengawasan yang lemah; tidak transparan; tidak ada pengawasan dari masyarakat; adanya hubungan kekeluargaan; adanya hubungan teman; adanya praktek jual beli kursi jabatan; aturan main yang tidak jelas; adanya keterlibatan/keterkaitan Departemen Kehakiman dan HAM; jarang diumumkan dalam tenggang waktu yang layak; belum optimalnya test kemampuan; birokrasi yang berbelit-belit; masih adanya pengaruh internal
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
Rekomendasi
10/10/03
Rencana Aksi
1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu persiapan untuk mengkaji faktorfaktor yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen hakim, baik prosedur maupun timnya.
Diusulkan segera dibentuk tim dan prosedur pengkajian untuk melakukan kajian atas faktor-faktor yang menyebabkan KKN dalam proses rekrutmen hakim, kepada instansi yang berkompeten. 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu memanfaatkan hasil kajian untuk Diusulkan segera memanfaatkan mengeliminir, mencegah terjadinya hasil kajian dan dikemas dalam KKN dalam proses rekrutmen hakim, bentuk peraturan perundang antara lain perlu mereduksi kekuasaan undangan, kepada instansi yang yang sentralistik, memperkuat berkompeten. pengawasan, transparan, meningkatkan pengawasan masyarakat, mengeliminir adanya hubungan keluarga/teman, mencegah praktek jual beli kursi jabatan, mengeliminir keterlibatan pemerintah, menyediakan tenggang waktu pengumuman rekrutmen yang layak, mengoptimalkan test kemampuan, menyederhanakan birokrasi, mengeliminir pengaruh internal, memperjelas aturan permainan. 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
Page
84
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Perlu persiapan untuk mengambil Diusulkan kepada instansi yang tindakan pencegahan terjadinya KKN berkompeten untuk mengambil dalam rekrutmen hakim. langkah -langkah persiapan. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu meninjau ulang perangkat Diusulkan kepada instansi yang hukum berkaitan dengan rekrutmen berkompeten untuk meninjau ulang hakim yang berpeluang terjadinya dan memperbaiki peraturan hukum KKN, untuk kemudian diperbaiki. yang berpeluang untuk terjadinya KKN, berkaitan dengan rekrutmen hakim.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
85
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
No
Diagnosis
Rekomendasi
Rencana Aksi
2.b. Faktor-faktor
yang menyebabkan KKN 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun) Dalam Proses Meniti Karir Hakim, antara Perlu persiapan untuk mengkaji faktor- Diusulkan segera dibentuk tim lain: aturan tidak jelas; adanya faktor yang menyebabkan KKN dalam independen dan prosedur pengkajian keterlibatan/keterkaitan Departemen Kehakiman dan Ham; tidak transparan; tidak fair; birokrasi yang berbelit-belit; masih adanya pengaruh internal; penilaian yang kurang obyektif; penempatan yang tidak jelas kriterianya; mentalitas pejabat atasan; belum ada aturan senioritas yang ketat; seleksi kurang ketat; pengaruh budaya; lemahnya sistem pengawasan.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
proses meniti karir hakim, prosedur maupun tim-nya
baik atas faktor-faktor yang menyebabkan KKN dalam proses meniti karir hakim kepada instansi yang berkompeten. 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun)
Perlu memanfaatkan hasil kajian untuk Diusulkan segera memanfaatkan mengeliminir, mencegah terjadinya hasil kajian yang dikemas dalam KKN dalam proses meniti karir hakim, bentuk peraturan perundang antara lain: perlu memperjelas aturan, undangan, kepada instansi yang mengeliminir keterlibatan pemerintah, berkompeten. mengupayakan transparansi dan fair play, menyederhanakan birokrasi, menghapus adanya pengaruh internal, melakukan penilaian yang lebih obyektif, memperjelas kriteria penempatan, membina mentalitas/moralitas pejabat atasan, mempertegas aturan senioritas, melakukan seleksi yang ketat, mengembangkan budaya anti KKN, memperkuat sistem pengawasan. 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun)
Page
86
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Perlu persiapan melakukan operasional Diusulkan kepada instansi yang pemanfaatan hasil kajian, guna berkompeten untuk segera mencegah terjadinya KKN dalam melakukan operasional pemanfaatan proses meniti karir hakim. hasil kajian tersebut. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu meninjau ulang perangkat Diusulkan kepada instansi yang hukum berkaitan dengan proses meniti berkompeten untuk meninjau ulang karir hakim yang berpeluang terjadinya perangkat hukum berkaitan dengan KKN, untuk kemudian diperbaiki. proses meniti karir hakim yang berpeluang terjadinya KKN, untuk kemudian diperbaikinya.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
87
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
No. 3.
Diagnosis
Rekomendasi
Rencana Aksi
Sistem Penggajian Profesi Hakim Yang 1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu persiapan untuk pengkajian Diusulkan kepada instansi yang sistem penggajian profesi hakim yang berkompeten untuk segera Sistem penggajian profesi hakim yang layak, baik konsep, komponen maupun membentuk tim pengkajian dan berlaku selama ini relatif belum layak dan bentuknya, termasuk prosedur dan melakukan langkah-langkah relatif kurang berpengaruh terhadap tim-nya. persiapan. terjadinya KKN serta praktek mafia di . bidang peradilan. Kondisi demikian disebabkan antara lain: Gaji (penghasilan) 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun) profesi hakim sebagaimana terdapat dalam Perlu memanfaatkan hasil kajian sistem Diusulkan kepada instansi yang sistem penggajian profesi hakim yang penggajian profesi hakim yang layak, berkompeten untuk memanfaatkan berlaku selama ini secara nominal memang yang semata-mata tidak didasarkan hasil kajian berkaitan dengan sistem lebih besar dari pada gaji (penghasilan) atas pemenuhan kebutuhan hidup penggajian profesi hakim yang layak profesi pegawai negeri sipil lainnya, tetapi minimal jasmani dan rohani bagi besaran nominal gaji profesi hakim tersebut hakim dan keluarganya, kemudian ternyata belum layak. “Kelayakan” ini digunakan untuk memperbaiki sistem didasarkan pada kenyataan bahwa gaji penggajian profesi hakim yang ada (penghasilan) hakim tersebut belum dapat selama ini. memenuhi kebutuhan hidup minimal 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun) jasmani dan rohani bagi hakim dan Perlu segera dibentuk tim independen Diusulkan kepada instansi yang keluarganya; yang ditugasi untuk merumuskan berkompeten untuk segera Sistem penggajian profesi hakim tersebut konsep gaji yang layak bagi hakim dan menugaskan kepada tim independen relatif kurang berpengaruh terhadap keluarga nya, komponen -komponen untuk melaksanakan tugasnya. terjadinya KKN dan praktek mafia di bidang penggajian yang layak, bentuk gaji peradilan, karena terjadinya KKN dan yang layak (gaji pokok, tunjangan, praktek mafia di bidang peradilan tersebut, fasilitas perumahan, transportasi, biaya tidak semata-mata dipengaruhi oleh faktor kesehatan, biaya pendidikan anak dan sistem penggajian profesi hakim saja, lain sebagainya).
Berlaku Selama Ini
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
88
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report melainkan masih banyak faktor-faktor lain 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun) yang mempengaruhinya Perlu meninjau ulang perangkat Diusulkan kepada instansi yang hukum berkaitan dengan sistem berkompeten untuk memanfaatkan penggajian profesi hakim yang ada hasil kajian yang dilakukan oleh tim selama ini, kemudian diperbaiki independen, dikemas dalam berdasarkan hasil kajian tim perangkat peraturan perundang independen tersebut, dituangkan undangan. dalam perangkat peraturan hukum dan diberlakukan bagi hakim yang benarbenar lulus seleksi, baik seleksi awal maupun seleksi ulang.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
89
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
No. 4.
Diagnosis
Rekomendasi
Upaya Meningkatkan Keterkaitan Sarjana Hukum Yang Baik Guna Meniti Karir Sebagai Hakim. Para sarjana hukum/syariah yang berkualitas baik tidak banyak yang berminat untuk meniti karir sebagai hakim, dengan berbagai alasan antara lain: pertimbangan gaji/penghasilan, yakni bahwa gaji/penghasilan profesi lain lebih menjanjikan misalnya profesi notaris, pengacara, bekerja di perusahaanperusahaan swasta; pertimbangan faktor substantif, yakni bahwa berprofesi sebagai hakim itu berat mereka harus siap mental ketika akan mengambil putusan; pertimbangan faktor tidak jelasnya sustem rekrutmen hakim; pertimbangan faktor persaingan yang cukup ketat dan tidak transparannya proses rekrutmen; dan pertimbangan kemungkinan penugasan/penempatan calon hakim di daerah terpencil.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Rencana Aksi
1. Rekomendasi Kebijakan Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu segera diadakan sosialisasi mengenai rekrutmen hakim yang jelas dan terprogram, diumumkan dalam tenggang waktu yang layak kepada publik, transparan dan bebas dari KKN.
Diusulk an kepada instansi yang berkompeten untuk sosialisasi mengenai rekrutmen hakim yang jelas dan terprogram, mengumumkannya dalam tenggang waktu yang layak kepada publik, transparan dan bebas dari KKN. 2. Rekomendasi Kebijakan Jangka Panjang (5-10 tahun) Perlu dijalin kerja sama dengan : Diusulkan kepada instansi yang lembaga pendidikan tinggi hukum berkompeten untuk menjalin kerja yang berkualitas tinggi guna sama dengan lembaga-lembaga mendapatkan bibit-bibit unggul, pendidikan tinggi hukum yang lembaga-lembaga profesi hukum yang berkualitas tinggi dan dengan bonavide (kantor notaris, kantor lembaga-lembaga profesi hukum. advokat dan lain sebagainya) guna mendapatkan bibit-bibit yang profesional. 1. Rekomendasi Teknis Jangka Pendek (1-2 tahun) Perlu segera dipersiapkan program rekruitmen hakim yang jelas, berkesinambungan, dan sistem penggajian yang menjanjikan.
Diusulkan kepada instansi yang berkompeten segera mempersiapkan program rekrutmen hakim yang jelas, berkesinambungan dan sistem penggajian profesi hakim yang menjanjikan. 2. Rekomendasi Teknis Jangka Panjang (5-10 tahun)
Page
90
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report Perlu segera dibentuk tim seleksi independen yang berkualitas, profesional, transparan, bebas KKN, memiliki dedikasi, integritas dan moralitas yang tinggi.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
Diusulk an kepada instansi yang berkompeten untuk membentuk tim seleksi independen yang berkualitas, profesional, transparan, bebas KKN, memiliki dedikasi, integritas dan moralitas yang tinggi.
91
Lampiran-Lampiran
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Lampiran 1 Struktur Organisasi Tim Peneliti
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
93
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Struktur Organisasi Tim Peneliti Kelompok Kerja A.2. KHN Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
“Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan” Panitia Pengarah
: Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A. Prof. Mardjono Reksodiputro, S.H., M.A. Frans Hendra Winata, S.H., M.H. Muhammad Fajrul Falaakh, S.H., M.A. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D. Suhadibroto, S.H.
Sub Panitia Pengarah
: Abdul Hakim Garuda Nusantara, S.H., LL.M. Bambang Widjoyanto, S.H., LL.M. M.H. Silaban, S.H. Abdul Rahman Saleh, S.H., M.H. Bachtiar Sitanggang, S.H. Daniel Panjaitan, S.H., LL.M. R. Dwiyanto Prihartono, S.H. Ifdhal Kasim, S.H. Isnanu Chalid, S.H. Kitty Sugondo Kramadibrata, S.H. Rita Serena Kalibonso, S.H. LL.M. Timbul Thomas Lubis, S.H., LL.M. Hamid Chalid, S.H., LL.M. T. Rifqi Thantawi
Penanggungjawab Ketua Tim Sekretaris Peneliti
: : : :
Staf Administrasi
: Damari Pranowo, S.H. Bambang Suwondo, S.H.
Dr. Mohd Burhan Tsani, S.H., M.H. Dr. B. Sukismo, S.H., M.H. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LL.M. Kunthoro Basuki, S.H., M.Hum. Herry Iswanto, S.H., S.U. Sutanto, S.H., M.S. Sigid Riyanto, S.H., M.Si. Tata Wijayanta, S.H. Eddy O.S. Hiariej, S.H.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
94
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Lampiran 2 Jadwal Penelitian
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
95
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Jadwal Penelitian Januari
Uraian 1
2
3
Februari 4
1
2
3
Maret 4
1
2
3
April 4
1
2
3
Mei 4
1
2
3
Juni 4
1
2
3
Juli 4
1
2
3
Agustus 4
1
Validasi Proposal & Persiapan Tim Persiapan Materi Diskusi Internal Colloquium 1 Pertemuan 1 dg subkomisi Penelitian di Jkt, Medan, DIY, Ujungpandang Laporan Sementara Pertemuan 2 dg Subkomisi Persiapan Workshop 1 Workshop 1 Pertemuan 3 dg subkomisi Penelitian di Malaysia & Belanda Colloquium 2 Analisis Rancangan I Lap Akhir Pertemuan 4 dg subkomisi Persiapan Workshop 2 Workshop 2 Rancangan II Lap Akhir Lap Akhir
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
96
2
3
4
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Lampiran 3 Daftar Pustaka
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
97
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Sharifah Suhana, 1999, Malaysian Legal System, Malayan Law Journal Sdn Bhd. Ali, Acmad, “Sebelum dan Setelah Tommy Soeharto Tertangkap”, KOMPAS , 2 Desember. Arief, Barda Nawawi, 1994, Perbandingan Hukum Pidana, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Atmasasmita, Romli., 1998,. Pemikiran Konseptual Mengenai Kerangka Peningkatan Kualitas Penegakan hukum di Dalam Proses Peradilan, Jakarta. Basuki, Kunthoro, 1994, Peranan Tuntutan Subsidiair dan Hubungannya dengan Kebebasan Hakim dalam Menyelesaikan Perkara Perdata Khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta, Thesis Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta. Brasz, HA., 1999.,dalam Strategi Pemberantasan Korupsi Nasional, BPKP, Jakarta. Bruggink, J.J.H., 1993, Rechtsreflectie, Grondbegrippen uit de rechtstheorie, Kluwer, Deventer. Coolen, G.L., 2000, Militaire straf – en strafprocesrecht, derde druk, Tjeenk Willink Zwole. Darmodiharjo, Darji, dan Shidarta, 1995, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa Dan bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Darwata, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Wijaya, Surabaya, 1987. David M, O’Brien, 2002, Judicial Selection And Promotion: Japan and The United States, University of Virginia. De Groot, L.E.-Van Leeuwen, 1991, De Rechtelijke Macht In Nederland, Gouda Quint. De Werd, Marcus Fransiscus Johanes Maria, 1994, De Benoeming Van Rechters, Gouda Quint, Arnhem. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, 1995, Pola Pembinaan Peradilan di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta. Elzinga, D.J., Van Rest, P.H.S., de Valk, J, 1995, Het Nederlandse Politierecht, Tjeenk Willink Zwole. Executive Sumarry, 1998, Pokok-pokok Pikiran Untuk Menanggulangi Kolusi dan Korupsi di Pengadilan Dalam Rangka Menegakan Peradilan yang Bebas, Adil, Bersih dan Berwibawa, Jakarta. Falaakh, M. Fajrul dan kawan -kawan (Tim Peneliti Fakultas Hukum UGM), 2001, Implikasi Reposisi TNI – Polri Di Bidang Hukum, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. -------, “Faham Kerakyatan, Negara Hukum, dan MPR: Ketegangan Paradigma dalam Konstitusi”, KOMPAS , 12 Agustus 2002.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
98
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Ginting,R & Santoso, Bambang, 2002, Analisis Kritis Terhadap Kebijakan Penanggulang Korupsi di Indonesia dan Upaya Penanggulangannya, Surakarta. Gunarso, 2000, Sistem Penggajian Pegawai, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Peduli Bangsa, pada tanggal 3 Maret 2000, di Yogyakarta. Gunawan, 2000, Hakim Dan Gajinya, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Cinta Bangsa, pada tanggal 10 April 2000 di Surabaya. Handoko, T. Hani, 1990, Manajemen Edisi II, BPFE. Yogyakarta. Herjuno, 2000, Peradilan Indonesia Dewasa Ini, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Lembaga Advokasi Rakyat, pada tanggal 17 Juli 2000 di Surabaya. Hiariej, Eddy O.S., “Pertanggungjawaban Habibie Layak Ditolak”, (Wawancara) Kedaulatan Rakyat, 13 September 1999. -------, Problematika Legislasi Di Indonesia, diskusi terbatas mengenai Pengembangan Kapasitas Legislasi, Kerjasama Badan Legislasi DPR dengan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 27 – 28 Juni 2002 Ibrahim, Ahmad Mohamed dan Ahilemah Joned, 1986, Sistem Undang-Undang Di Malaysia, Dewan Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia. Kiswantoro, D.D., 2000, Sistem Penggajian Pegawai Dewasa Ini, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Cinta Republik, pada tanggal 15 September 2000, di Yogyakarta. Kompas Minggu, Tarif itu sudah puluhan milyard, Tanggal 17 Maret 2002. Kompas, 2002, Kelamnya Dunia Penegak Hukum, Jakarta, 31 Maret 2002. Kompas, tanggal 12 Agustus 2002. Konsorsium Reformasi Hukum Nasional Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan, 1999, Menuju Independensi Kekuasaan Kehakiman, LeIP, Jakarta. Lembaga Kemitraan Bagi Pembaharuan Tata Pemerintahan di Indonesia, 2002, Survai nasional menganai korupsi, Laporan akhir Februari 2002. Loth, M.A., 2001, Rechtsfilosofie & Rechtstheorie, Ritterdam. Lubis, Todung Mulya, 2002, Peradilan Bebas dan Mandiri , disampaikan dalam acara ulang tahun ICM, T anggal 30 April 2002. -------, “Judicial Corruption: Jalan Tak Ada Ujung”, KOMPAS, 30 Juli 2002. -------, Penegakan Hukum Di Indonesia, Amerika Dan Jerman Dalam Perbandingan Kasar, Makalah Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia Dengan Tema “ Pembinaan dan Peningkatan Profesionalisme Aparat Penegak Hukum Sebagai Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page
99
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
Salah Satu Unsur Pembangunan Hukum Nasional” Universitas Gadjah Mada, 17 Maret 1997. Manan, Bagir, 1994, Pengujian Yustisial Peraturan Perundang-Undangan Dan Perbuatan Administrasi Negara Di Indonesia. Mertokusumo, Sudikno, 1973, Sejarah Peradilan dan Perundang-undangan sejak 1942, PT. Gunung Agung, Jakarta. ------, 2002, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Keenam, Cetakan Pertama, Penerbit Liberty, Yogyakarta. ------, 1998, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta. ------, 1999, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Liberty Yogyakarta. ------, 1973, Sejarah Peradilan dan Perundang-undangan sejak 1942,,PT. Gunung Agung, Jakarta. Ministry of Justice, 1999, The Court System in the Netherlands, Administration Of Justice – Legal Assistance. Moeliono, Anton, M., Dkk, 1988, Kamus Besar Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta. Montesquieu, 1993, Membatasi Kekuasaan: Telaah Mengenai Jiwa Undang-Undang, PT Gramedia Pustaka Utama. Mulia, Todung Sutan Gunung dan Hidding, K.A.H., 1961, Ensiklopedia Indonesia, N.V.Penerbitan W.Van Hoeve, Bandung – ‘s-Gravenhage. Nugroho, Gunawan, 2001, Perbaikan Nasib Pegawai, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Advokasi Rakyat pada tanggal 18 Februari 2001 di Surakarta. Panggabean, Henry P., 2002, Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktik Sehari-hari, Pustaka Sinar harapan, Jakarta. Raad Voor de Rechtspraak, 2002, Admission Requirement For RAIO Training, The Netherlands. Raad voor de Rechtspraak, 2002, Council for the Judiciary, The Netherlands. Rahardjo, Satjipto, Sistem Hukum Nasional Ditinjau Dari Perspektif Sosiologi, Makalah pada Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta, 17 – 20 Maret 1997. Rinno, 2000, Kinerja Hakim, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Peduli Peradilan, pada tanggal 17 Mei 2000 di Klaten. Rival G, dkk, 1997, Kecenderungan Mahasiswa Fakultas Hukum UI untuk Menekuni Profesi Hakim, Jaksa dan Pengacara, Makalah yang disampaiakan dalam Temu Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum Indonesia di Yogyakarta, 17-20 Maret 1997. Riyanto, Sigit dan Eddy O.S. Hiariej, Fungsi Kepolisian Dalam Penyelenggaraan Keamanan : Perspektif Komparatif, Makalah Lokakarya Desentralisasi Keamanan, Yogyakarta, 27-29 April 2001. Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 100
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
-------, Fungsi Polri Dalam Sistem Peradilan Sipil Pasca Pemisahan TNI – Polri, makalah pada semiloka “Implikasi Reposisi TNI – Polri Dalam Bidang Hukum”, Yogyakarta, 22-23 November 2000. Said, H.M., 1980, Etika Masyarakat Indonesia, cet. Ke-2, Pradnja Paramita, Jakarta. Saleh, Ismail, 1988, dalam Kata Sambutan HUT ke XXXV IKAHI dimuat dalam Varia Peradilan Tahun III No. 32 Mei 1988. Sigit, Soehardi, 1983, Seri Manajemen – Teori Kepemimpinan Dalam Manajemen , Armurrita, Yogyakarta. Soekanto, Soerjono, 1985, Efektifitas Hukum dan Peran Sanksi , Remaja Karya. Suffian, Tun Mohamed, 1990, Pengenalan Sistem Undang-Undang Malaysia, Bahasa Dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia.
Dewan
Suseno, Magnis, F., 1991, Etika Dasar : Masalah-Masalah Pokok Etika Moral, Cet. Ke-3, Kanisius, Yogyakarta. -------, K. Berkeus, E. Sumaryono, I.B. Sugiharto, F. S. Teti, L.M. Soegiharto, R.R. Riantobi, 1991, Etika Sosial, Buku Panduan Mahasiswo, APTIK – Gramedia, Jakarta. Utomo, G.N., 2000, Kesejahteraan Pegawai Dulu Dan Sekarang, Makalah, disampaikan pada Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Forum Pemerhati Nasib Pegawai, pada tanggal 12 Oktober 2000, di Klaten. Van Der Pot, Donner, 1995, Handboek Van Het Nederlandse Staatsrecht, dertiende druk, W.E.J. Tjeenk Willink Zwolle. Widjojanto, Bambang, 2000, Mengetuk Hati Nurani Hakim, Jawa Pos, 3 April 2000. Yamin, Muhammad, 1959, Naskah – Persiapan Undang-Undang Dasar 1945, Jilid Pertama. DAFTAR PERATURAN 1.
Badan Kepegawaian Negara, Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 157 Tahun 2000 tertanggal 30 Oktober 2000 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyesuaian Gaji Pokok Hakim Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1994 Tentang Peraturan Gaji Hakim ke dalam Gaji Pokok Hakim Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2000 Tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama.
2.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2001 Tentang Penyesuaian Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1997 tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil dan Hakim (lama), Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 Tentang Gaji Pokok Pegawai Negeri Sipil (baru), Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2001 Tentang Gaji Pokok Hakim (baru)
3.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2001 tertanggal 18 Mei 2001.
4.
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2001 Tentang Tunjangan Hakim.
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 101
A.2 – Meningkatkan Kemampuan Sistem Peradilan – Final Report
5.
Konstitusi Amerika.
6.
Konstitusi Jerman.
7.
Konstitusi Malaysia.
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama.
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.
10.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2001 tentang Peraturan Gaji Hakim Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Agama.
11.
Undang Undang Dasar 1945.
12.
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah.
13.
Undang-undang Nomor 12 tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia Dahulu tentang Dasardasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah untuk Seluruh Indonesia.
14.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi.
15.
Undang-undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 tentang Majelis Pendidikan Nasional.
16.
Undang-undang Nomor 19 PRPS Tahun 1965 tentang Pokok -Pokok Sistem Pendidikan Nasional Pancasila.
17.
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman.
18.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
19.
Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
20.
Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
21.
Undang-undang Republik Indonesia No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undangundang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian (Lembaran Negara Tahun 1999 No. 169, Tambahan Lembaran Negara No. 3890).
22.
UUD 1945 Amandemen Ketiga, 2001, Sekretariat Jenderal MPR-RI.
23.
Wet op de Rechtelijke Organisatie. -------------------------
Rekrutmen dan Karir di Bidang Peradilan
10/10/03
Page 102