6049 Prizila Gryntari.docx

  • Uploaded by: PrizilaZila Gryntari
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 6049 Prizila Gryntari.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,128
  • Pages: 34
i

i

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ANTHRAX

OLEH : PRIZILA GRYNTARI FEBRIANTI NIM. P27820116049

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN SOETOMO SURABAYA 2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan Rahmat dan Karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan tugas Keperawatan Medikal Bedah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Anthrax” ini dengan baik dan tepat waktu meski masih banyak kekurangan didalamnya. Tanpa mengurangi rasa terimakasih, saya mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari semua pihak yang telah membantu dalam penyelasaian tugas ini. Saya berharap makalah ini dapat berguna menambah wawasan dan pengetahuan para pembaca. Saya menyadari di dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya berharap ada kritik dan saran yang membangun demi perbaikan pembuatan makalah ini di waktu yang akan datang.

Surabaya, 08 Februari 2019

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Halaman Sampul Kata Pengantar ............................................................................................... ii Daftar Isi........................................................................................................ iii Bab 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang ................................................................................... 1 1.2.Rumusan Masalah .............................................................................. 2 1.3.Tujuan Penulisan ................................................................................ 2 1.4.Manfaat Penulisan .............................................................................. 2 Bab 2 Pembahasan 2.1.Laporan Pendahuluan Athrax 2.1.1. Definisi ................................................................................... 4 2.1.2. Epidemiologi .......................................................................... 4 2.1.3. Etiologi ................................................................................... 6 2.1.4. Patofisiologi ........................................................................... 8 2.1.5. Manifestasi klinis ................................................................. 10 2.1.6. Pathway ................................................................................ 10 2.1.7. Tanda dan gejala .................................................................. 11 2.1.8. Pemeriksaan penunjang........................................................ 12 2.1.9. Cara pencegahan .................................................................. 13 2.1.10. Penatalaksanaan ................................................................... 14 2.1.11. Pencegahan dan Pengobatan ................................................ 15 2.2.Asuhan Keperawatan 2.2.1. Pengkajian ............................................................................ 20

iii

iv

2.2.2. Diagnose ............................................................................... 23 2.2.3. Intervensi .............................................................................. 23 2.2.4. Implementasi ........................................................................ 25 2.2.5. Evaluasi ................................................................................ 26

Bab 3 Penutup 3.1.Kesimpulan ...................................................................................... 27 3.2.Saran ................................................................................................. 27 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28

iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Antraks merupakan salah satu penyakit zoonosis tertua yang disebabkan oleh kuman bacillus anthracis, suatu basil yang dapat membentuk spora dan ditularkan melalui kontak dengan binatang yang terinfeksi atau bahan dari binatang yang terkontaminasi. Anthraks adalah penyakit yang jarang terjadi dan biasanya didapatkan dengan menghirup udara, menelan makanan, masuk melalui kulit yang bersentuhan dengan endospore dari Bacillus anthracis. Penyakit ini pernah menjadi epidemic, misalnya pada tahun 1600an sebagai epidemi di Eropa dan dikenal sebagai black bane disease. Kemudian pada tahun 1979, epidemi di Zimbabwe melibatkan tidak kurang dari 6000 penderita. Pada tahun itu pula terjadi kecelakaan instalasi militer di Rusia yang menyebabkan 66 kematian manusia akibat antraks pulmonal (Sjahrurachman, 2007). Penyakit zoonosis ini menyerang hampir semua negara Afrika dan Asia, beberapa negara di Eropa (Inggris, Jerman dan Italia), beberapa negara bagian Amerika Serikat (South Dakota, Nebraska, Louisiana, Arkansas, Texas, Misissipi dan California) dan beberapa daerah di Australia (Victoria dan New South Wales) (Adji dan Natalia, 2006). Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) menyebutkan selama periode tahun 2002 hingga tahun 2007 kasus penyakit antraks pada manusia di Indonesia mencapai 348 orang dengan kematian mencapai 25 orang, kasus tersebut terjadi di 5 provinsi yang termasuk sebagai daerah endemis antraks di Indonesia yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang setelah tahun 2000 selalu terjadi kasus antraks pada manusia. Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor (2007) melaporkan selama periode tahun 2001 hingga tahun 2007 di Kabupaten Bogor pada manusia telah terjadi 97 kasus penyakit antraks dengan kematian mencapai 8 orang (Basri dan Kiptiyah, 2010). Infeksi anthraks pada manusia terjadi melalui 3 cara yaitu, ihalasi, melalui kulit, dan gastrointestinal. Sangat jarang terjadi untuk kasus antraks inhalasi.

1

2

Antraks inhalasi diperkirakan sebagai penyebab morbiditas dan mortalitas selama penggunaan Bacillus anthracis sebagai senjata biologi. Kutaneus antraks adalah bentuk antraks yang paling sering terjadi, dengan diperkirakan sekitar 2000 kasus yang dilaporkan setiap tahunnya. Epidemic terbesar terjadi di Zimbabwe antara tahun 1979 dan tahun 1985. Meskipun anthraks gastrointestinal jarang terjadi, outbreaks secara terus-menerus dilaporkan di Afrika dan Asia setelah memakan daging yang terkontaminasi dan tidak dimasak dengan baik. Ketidaktahuan masyarakat tentang penyebab dan penularan antraks dari hewan ke manusia menyebabkan semakin meluasnya bahaya anthraks di seluruh penjuru dunia. Sehingga anthraks dapat digolongkan dalam kasus penyakit universal dimana semua orang dapat terkena anthraks secara mudah dan cepat meluas.perlu tindakan lebih lanjut oleh pemerintah terutama kementerian kesehatan agar dapat menanggulangi penyakit anthraks ini agar tidak terjadi lagi, khususnya di wilayah Indonesia dengan menjalankan kegiatan pemeriksaan dan penyuluhan tentang bahaya anthraks. 1.2.Rumusan Masalah “Bagaimanakah asuhan keperawatan pada pasien dengan Anthraks?” 1.3.Tujuan Penulisan 1.3.1. Tujuan Umum Mengidentifikasi Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anthraks 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi penyakit anthraks pada manusia 2. Mengidentifikasi asuhan keperawatan teori penyakit anthraks pada manusia 1.4.Manfaat Penulisan 1. Bagi penulis Untuk mengetahui asuhan keperawatan penyakit anthraks yang menyerang manusia.

3

2. Bagi Masyarakat Untuk mengetahui penyakit anthraks mulai dari pengertian, tanda gejala, cara penularan, hingga pengobatan. Agar lebih mengerti cara mencegah terjadinya antraks. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Untuk mengembangkan pengetahuan tentang penyakit anthraks agar dapat mencegah penularan dan penyebaran. Memberikan warning pada masyarakat untuk dapat mengurangi bahaya anthraks pada kehidupan.

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1. Laporan Pendahuluan Anthraks 2.1.1. Definisi Anthraks Anthraks disebut juga Malignant Pustule, Malignant Oedema, Charbone, Woosolter Disease. Penyakit anthraks adalah penyakit pada binatang (Zoonotik) ternak dan binatang buas yang ditularkan ke manusia. Anthraks juga merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh Bacillus anthracis yang sangat mematikan dan bentuknya paling ganas dan menyebabkan wabah sesuai dengan Undangundang Nomor 4 Tahun 1984 tentang wabah penyakit menular dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010. Anthraks paling sering menyerang herbivore yang telah dijinakkan, namun juga dapat menjangkiti manusia karena terekspose hewan-hewan yang dijangkiti, jaringan hewan yang tertular, atau spora anthraks dalam kadar tinggi. Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antar sesama manusia.

2.1.2. Epidemiologi Anthraks Kejadian luar biasa epizootik pada herbivora pernah terjadi pada tahun 1945 di Iran yang mengakibatkan 1 juta domba mati. Program vaksinasi pada binatang secara dramatis menurunkan mortalitas pada binatang piaraan. Walaupun demikian spora antraks tetap ada dalam tanah pada beberapa belahan dunia. Di Amerika Serikat dilaporkan 18 kasus antraks inhalasi dari tahun 1900 – 1976. Hampir semua kasus terjadi pada pekerja yang mempunyai risiko tertular antraks, seperti tempat pemintalan bulu kambing atau wool atau penyamakan kulit. Tidak ada kasus antraks inhalasi di AS sejak tahun 1976. Secara alamiah antraks kulit merupakan bentuk yang paling sering terjadi dan diperkirakan terdapat 2000 kasus pertahunnya di seluruh dunia.

4

5

Pada umumnya penyakit timbul setelah seseorang terpajan dengan hewan yang Sejak September 2001 tercatat 12 kasus antraks di AS, dua kasus inhalasi (satu kasus fatal) terjadi pada pekerja penerbit tabloid di Boca Raton, Florida, empat kasus inhalasi antraks (dua kasus fatal) terjadi pada pekerja pengirim surat di Washington DC, Trenton, New Jersey. Enam kasus lainnya menderita antraks kulit. Dari surat kabar dilaporkan 28 orang di kantor senat terpapar antraks pada swab nasal. terinfeksi antraks. Di AS dilaporkan 224 kasus antraks kulit dari tahun 1944-1994. Centers for diseases Control and Prevention (CDC) melaporkan kejadian antraks kulit dari tahun 1984-1993 hanya tiga orang, dan satu kasus dilaporkan terjadi pada tahun 2000.6 Kejadian luar biasa terjadi di Zimbabwe pada tahun 1978-1980 yang mengakibatkan 10.000 orang terjangkit antraks kulit terutama pada pekerja perkebunan. Kejadian di Indonesia Menurut Sumanegara 1958, kejadian Anthrax di Indonesia pada sapi, kerbau, kambing, domba dan babi antara tahun 1906 sampai 1957, terdapat di daerah-daerah : 1. Sumatra dan Kalimantan : Jambi, Palembang, Padang, Bengkulu, Buktitinggi, Sibolga dan Medan. 2. Jawa dan Madura : Jakarta, Purwakarta, Bogor, Priangan, Banten, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Surakarta, Bayumas, Madiun, dan Bojonegoro. 3. Nusa Tenggara : Di semua pulau seperti di Sumbawa, Sumba, Lombok, Flores, Timur Roti dan juga Bali. 4. Sulawesi : Sulawesi Selatan, Menado, Donggala dan Palu. Dibeberapa tempat di Jawa Barat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir telah terjadi lima kali wabah yaitu tahun 1996 di kabupaten Purwakarta, Subang, Bekasi dan Karawang, tahun 1997 di kabupaten Purwakarta, Subang dan Karawang, tahun 1999 di kabupaten Purwakarta, Subang dan Bekasi, tahun 2000 di kabupaten Purwakarta, dan tahun 2001 di kabupaten Bogor seiring dengan mendekatnya Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha di tiga kecamatan yaitu Citeureup,

6

Cibinong dan Babakan Madang yang mengakibatkan 2 orang meninggal dunia.

2.1.3. Etiologi Anthraks Bacillus anthracis, kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-sudut berderet sehingga tampak seperti ruas bamboo atau susunan bata, membentuk spora yang bersifat gram positif. Basil berbentuk vegetative bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup untuk berkompetisi dengan organisme saprofit. Basil antraks tidak tahan terhadap oksigen, oleh karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di tempat terbuka, kuman tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dengan membentuk sebuah spora. Apabila hewan mati karena antraks dengan suhu badannya antara 28-30oC, basil antraks tidak akan didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi dengan suhu 5-10oC pembusukan tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil antraks dapat keluar dari bangkai hewan dan suhu luar diatas 20oC, kelembaban tinggi basil tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka hasil antraks akan membentuk spora secara perlaan-lahan (Christie, 1983). Secara alamiah, manusia dapat terinfeksi apabila terjadi kontak dengan binatang yang terinfeksi antraks atas produk binatang yang terkontaminasi kuman antraks. Walaupun jarang terjadi, penularan melalui gigitan serangga juga dapat terjadi. Penyebaran spora melalui aerosol potensial digunakan pada peperangan dan bioterorisme. Antraks yang terjadi pada kulit merupakan penyakit yang paling sering terjadi, dan ditandai dengan adanya lesi, kulit terlokalisasi dengan eschar (ulkus nekrotik) sentral dikelilingi edema non pitting. Antraks inhalasi ditandai dengan mediatinitis hemoragik, infeksi sistemik yang progresif, dan mengakibatkan angka kematian yang tinggi.

7

Bacillus antracis penyebab penyakit antraks mempunyai dua bentuk siklus hidup, yaitu fase vegetatif dan fase spora: a. Fase Vegetatif Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer. Jika spora antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah biak) atau keadaan lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk vegetatif, kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah.Bentuk vegetatif biasa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya.Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase tertidur (dorman/tidak aktif).Jika kemudian dalam fase tertidur itu terjadi kontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri antraks membentuk spora (prosesnya disebut sporulasi). Pada fase ini juga dikaitkan dengan penyebaran antraks melalui serangga, yang akan membawa bakteri dari satu inang ke inang lainnya sehingga terjadi penularan antraks kulit, akan tetapi hal tersebut masih harus diteliti lebih lanjut. b. Fase Spora Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini bakteri dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali menjadi bentuk vegetatif dan memasuki inangnya.Hal ini dapat terjadi karena daya tahan spora antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak ramah termasuk panas, radiasi ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia. Hal itu terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan, atau karena ukurannya yang sangat kecil terhirup.Begitu spora antraks memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke bentuk vegetatif.

8

2.1.4. Patofosoilogi Penularan pada manusia bisa lewat kontak langsung spora yang ada di tanah, tanaman, maupun bahan dari hewan sakit (kulit, daging, tulang atau darah). Mengonsumsi produk hewan yang kena anthrax atau melalui udara yang mengandung spora, misalnya, pada pekerja di pabrik wool atau kulit binatang. Karenanya ada empat tipe anthrax, yaitu anthrax

yang

menyerang

kulit,

pencernaan/anthrax

usus,

pernapasan/anthrax paru dan anthrax otak. Anthrax otak terjadi jika bakteri terbawa darah masuk ke otak. Masa inkubasi anthrax kulit sekitar dua sampai lima hari. Mulamula kulit gatal, kemudian melepuh yang jika pecah membentuk koreng hitam di tengahnya. Di sekitar koreng membengkak dan terasa nyeri. Pada anthrax yang telah memasuki tubuh manusia dalam 24 jam sudah tampak tanda demam. mual, dan muntah darah pada anthrax usus, batuk, sesak napas pada anthrax paru, sakit kepala dan kejang pada anthrax otak. Jika tak segera diobati, pasien yang terinfeksi bisa meninggal dalam waktu satu atau dua hari saja. Obat yang digunakan untuk menangani kasus antraks, yakni penisilin dan derivatnya. Apabila menemukan seseorang dengan gejala yang mengarah pada penyakit antraks ini, sebaiknya penderita segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit. Untuk mencegah individu yang sehat tertular anthrax, dianjurkan untuk membeli daging dari tempat pemotongan resmi, memasak daging secara matang untuk mematikan kuman, serta mencuci tangan sebelum makan. Tingkat Kematian Manusia Akibat Anthrax Mencapai 18 Persen. Penyakit Anthrax memang layak ditakuti karena sangat mematikan. Sapi, domba atau kambing yang terserang, akan menemui ajal dalam hitungan jam. Kemampuan membunuh yang sangat cepat ini justru ada baiknya, karena penularan penyakit anthrak sangat lambat dan tak meluas (endemik, sporadik). Lain dengan flu yang bisa mewabah hampir di semua

muka

bumi

dengan

begitu

cepatnya.

Penyakit Anthrax termasuk kelompok penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (Zoonosis). Penyakit ini paling sering menyerang

9

ternak herbivora terutama Sapi, domba, Kambing dan selalu berakhir pada kematian. Sasaran berikutnya kuda dan babi. Hewan kelompok omnivora ini bisa lebih bertahan sehingga sebagian penderita selamat dari maut. Serangan pada ayam, belum pernah ada laporan. Berdasar penelitan yang selama ini telah dilakukan, pada manusia, dilaporkan tingkat kematian mencapai 18 persen (dari 100 kasus, 18 penderita meninggal). Penyebab Anthrax, bernama Bacillus anthracis, dapat bersembunyi dalam tanah selama 70 tahun. Bila situasi lingkungan cocok bagi pertumbuhan kuman, misalnya karena tergenang air, Basil antraks akan keluar dari tanah dan menyerang hewan yang ada di sekitarnya. Karenanya, tanah yang tercemar merupakan sumber infeksi dan bersifat bahaya laten. Kumannya dapat terserap akar tumbuh-tumbuhan hingga mencapai daun maupun buah sehingga akan menginfeksi ternak maupun manusia yang mengkonsumsinya. Sumber infeksi lainnya adalah bangkai ternak pengindap anthrax. Miliaran B.anthracis memadati darah (septisemia), organ-organ dalam. Pokoknya seluruh tubuh bangkai, termasuk benda yang keluar dari bangkai, mengandung kuman penyebab anthrax. Dalam 1 mililiter darah setidaknya mengandung 1 miliar B anthracis. Bila B anthracis aktif bersinggungan dengan Oksigen, segera mengubah diri dalam bentuk spora yang memiliki daya tahan hidup lebih tinggi. Dalam bentuk spora ini, kuman penyebab anthrax dapat bertahan hidup sampai 70 tahun di dalam tanah. Spora-spora tersebut dapat diterbangkan angin, atau dihanyutkan aliran air kemudian mencemari apa saja (air, pakan, rumput, peralatan, kendaraan, hewan dan sebagainya). Spora B anthracis yang menempel pada pakan atau air minum dan benda lainnya, bila termakan atau terhirup pernafasan atau menempel pada kulit yang luka akan berubah menjadi bentuk aktif dan masuk ke dalam jaringan serta berkembang biak. Sejak kuman masuk ke dalam tubuh ternak sampai menimbulkan gejala sakit yang disebut masa inkubasi memerlukan waktu antara 1 – 2 minggu

10

2.1.5. Manifestasi Klinis 1. Antraks Kulit Antraks tipe ini bermula dengan rasa gatal yang kemudian menjadi vesikel, lalu pecah dan terbentuk ulkus yang ditutupi kerak hitam kering (eschar). 2. Antraks Gastrointestinal Gejala antraks ini bermula dengan sakit perut yang hebat, mual, muntah, dan demam. 3. Antraks Paru Gejalanya tidak khas, bisa berupa batuk, lesu, lemah dan tanda-tanda bronchitis lainnya. 4. Antraks Otak Tipe ini sangat jarang ditemukan, biasanya merupakan komplikasi dari tipe lainnya.

2.1.6. Pathway Antraks

11

2.1.7. Tanda dan Gejala Manusia yang terinfeksi dan menderita penyakit antraks ditandai dengan gejala: suhu badan tinggi, mual-mual dan terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar leher, dada dan ketiak. Rata-rata masa inkubasi antraks lebih dari 7 hari, bisa juga 60 hari bahkan lebih tergantung lamanya gejala terbentuk. Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit, antraks saluran pencernaan, antraks paru dan antraks meningitis. a. Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax) Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari membesar menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam, kering yang disebut Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai juga dengan demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe regional.Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%. b. Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax) Masa inkubasi 2-5 hari.Penularan melalui makanan yang tercemar kuman atau spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan yang kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks.Penyakit ini dapat berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam waktu kurang dari 2 hari.Angka kematian tipe ini berkisar 25-75%. Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat, mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis

akut

yang

kadang-kadang

disertai

darah,

hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembesaran

12

kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering dijumpai pendarahan gastrointestinal. c. Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax) Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks paru-paru sesuai dengan tanda-tanda bronchitis.Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor, keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat.Kematian biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul. d. Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax) Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta akut yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan kesadaran dan kaku kuduk. 2.1.8. Pemeriksaan Penunjang Kelainan kulit berupa ulkus yang dangkal disertai krusta hitam yang tidak nyeri patut dicurigai suatu antraks kulit. Ditemukannya basil Gram positif pada pemeriksaan cairan vesikel merupakan temuan yang khas pada antraks kulit tetapi diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila biakan kuman positif. Karena mirip penyakit gastrointestinal lainnya maka antraks gastrointestinal sering sulit didiagnosis. Adanya riwayat makan daging yang dicurigai mengandung kuman antraks disertai dengan gejala nause, anoreksia, muntah, demam, nyeri perut, hematemesis, dan diare (biasanya disertai darah) sangat membantu penegakan diagnosis penyakit antraks. Dari pewarnaan Gram yang dilakukan, bahan diambil dari darah dan atau cairan asites, dapat ditemukan basil antraks. Untuk pemeriksaan biakan, bahan diambil dari apusan faring (antraks faring), darah, dan cairan asites. Diagnosis antraks inhalasi juga sulit ditegakkan. Seseorang yang tiba-tiba mengalami gejala seperti flu yang mengalami perburukan

13

secara cepat dan disertai hasil pemeriksaan foto toraks menunjukkan pelebaran mediastinum, infiltrat, dan atau efusi pleura, sangat patut dicurigai menderita antraks inhalasi (apalagi bila pada penderita tersebut juga ditemukan antraks kulit). Pada pewarnaan Gram bahan diambil dari darah, cairan pleura, cairan serebrospinalis, dan lesi kulit, dapat ditemukan basil antraks. Untuk pemeriksaan biakan bahan diambil dari darah, cairan pleura, cairan serebrospinalis, dan lesi kulit. Pada pemeriksaan langsung pewarnaan Gram dari lesi kulit, cairan serospinal atau darah yang mengandung kuman antraks akan menunjukkan basil besar, encapsulated, dan Gram positif. Pada kultur darah tampak pertumbuhan pada agar darah domba berupa koloni nonhemolitik, besar, nonmotil, Gram positif, berbentuk spora, dan tidak tumbuh pada agar Mac Conkey. Nilai prediksi pemeriksaan kultur apusan hidung (swab nasal) untuk menentukan antraks inhalasi belum diketahui dan belum pernah diuji. Oleh karena itu CDC tidak menganjurkan pemeriksaan tersebut sebagai pemeriksaan diagnostik klinis. Tes serologis berguna secara retrospektif dan membutuhkan dua kali pengambilan yaitu pada fase akut dan penyembuhan. Pemeriksaan dengan menggunakan cara ELISA untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen protektif dan antigen kapsul

2.1.9. Cara Penularan Penyakit yang ditimbulkan oleh Bacillus anthracis yaitu antraks kulit, saluran pencernaan, saluran pernapasan, dan dapat sampai ke otak yang disebut antraks otak atau meningitis. Antraks kulit terjadi karena disebabkan infeksi pada kulit sehingga spora Bacillus anthracis dapat masuk melalui kulit.Antraks saluran pencernaan yang disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang tebawa oleh makanan yang telah terinfeksi

dan

sampai

ke

saluran

pencernaan.Antraks

saluran

pencernaan yang disebabkan karena spora Bacillus anthracis yang terhirup.

14

Adapun pada manusia penularan penyakit antraks seringnya melalui hal-hal sebagai berikut : a. Kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah atau rumput, hewan yang sakit, maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit seperti kulit, daging, tulang dan darah. b. Bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora Antraks. c. Memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.

2.1.10. Penatalaksanaan a. Pengobatan Pemberian antibiotik intravena direkomendasikan pada kasus antraks inhalasi, gastrointestinal dan meningitis. Pemberian antibiotik topikal tidak dianjurkan pada antraks kulit. Antraks kulit dengan gejala sistemik, edema luas, atau lesi di kepala dan leher juga membutuhkan antibiotic intravena. Walaupun sudah ditangani secara dini dan adekuat, prognosis antraks inhalasi, gastrointestinal, dan meningeal tetap buruk. B.anthracis alami resisten terhadap antibiotik yang sering dipergunakan pada penanganan sepsis seperti sefalosporin dengan spektrum yang diperluas tetapi hampir sebagian besar kuman sensitif terhadap penisilin, doksisiklin,

siprofloksasin,

klindamisin,

rifampisin,

kloramfenikol, vankomisin, imipenem,

aminoglikosida,

sefazolin, sefazolin,

tetrasiklin, linezolid, dan makrolid. Bagi penderita yang alergi terhadap penisilin maka kloramfenikol, eritromisin, tetrasikilin, atau siprofloksasin dapat diberikan. Pada antraks kulit dan intestinal yang bukan karena bioterorisme, maka pemberian antibiotik harus tetap dilanjutkan hingga paling tidak 14 hari setelah gejala reda. Jenis antibiotik yang dapat digunakan. Oleh karena antraks inhalasi secara cepat dapat memburuk, maka pemberiaan antibiotik sedini mungkin sangat perlu. Keterlambatan pemberian

15

antibiotik sangat mengurangi angka kemungkinan hidup. Oleh karena pemeriksaan mikrobiologis yang cepat masih sulit dilakukan maka setiap orang yang memiliki risiko tinggi terkena antraks harus segera diberikan antibiotik sambil menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Sampai saat ini belum ada studi klinis terkontrol mengenai pengobatan antraks inhalasi. Untuk kasus antraks inhalasi Food and Drug Administration (FDA)

menganjurkan penisilin, doksisiklin,

dan

siprofloksasin sebagai antibiotik pilihan.

2.1.11. Pencegahan dan Pengobatan Terdapat lima langkah dalam penanganan kasus penyakit Anthraks pada manusia, diantaranya : 1. Langkah Pencegahan Langkah pencegahan dimaksudkan agar ternak-ternak yang ada tidak tertular penyakit antraks selama jangka waktu tertentu. Dengan meningkatkan kekebalan ternak setelah dilakukan suntikan pencegahan menggunakan vaksin tertentu secara periodik.Untuk kawasan endemik antraks, vaksinasi seharusnya diulang setiap tahun secara kontinyu. Keberhasilan langkah ini sangat ditentukan oleh kemudahan dan ketersediaan vaksin.Untuk itu, Dinas Peternakan atau Pertanian harus bertanggung jawab dalam pengadaan vaksin. Pemberian vaksin antraks, kepada : a. Orang yang bekerja langsung di laboratorium b. Orang yang bekerja dengan kulit atau bulu hewan yang diimpor atau di daerah dimana standar tidak cukup untuk mencegah infeksi spora antraks c. Orang yang menangani produk hewan yang berpotensi terinfeksi di daerah daerah insiden tinggi d. Anggota militer yang dikerahkan ke daerah daerah dengan resiko tinggi untuk terkena e. BioThrax atau Antraks vaksin diserap a. Dibuat oleh Bioport dan jalur paparan tidak penting

16

f. Diberikan secara subkutan 5 mL pada minggu 0,2 dan 4 dan pada bulan 6, 12, dan 18 serta dosis tinggi pada interval 1 tahun. 2. Langkah Pengobatan a. Profilaksis Setelah Terpajan Karena antraks berasal dari bioterorisme mungkin dilakukan perubahan strain yang resisten terhadap beberapa antibiotik maka siprofloksasin

merupakan

obat

pilihan

utama.

Mengingat

kemungkinan adanya β-laktamase maka oleh CDC pemberian amoksisilin sebagai profilaksis setelah pajanan hanya dapat diberikan setelah 10-14 hari pemberian fluorokuinolon atau doksisiklin atau bila terdapat kontraindikasi terhadap dua jenis tersebut (misalnya ibu hamil, menyusui, usia < 18 tahun, atau terdapat intoleransi). Mengingat kemungkinan adanya perubahan strain yang resisten terhadap beberapa antibiotik pada bioterorisme maka kelompok kerja pertahanan sipil di AS yang terdiri atas para ahli menganjurkan pemberian siprofloksasin (doksisiklin sebagai alternatif) sebagai salah satu obat dari rejimen kombinasi antibiotik yang diberikan pada ibu hamil penderita antraks inhalasi. Selain itu kelompok kerja tersebut juga menganjurkan pemberian siprofloksasin (doksisiklin sebagai alternatif) pada ibu hamil untuk pengobatan infeksi antraks inhalasi pada kejadian massal atau profilaksis setelah pajanan. Pada ibu hamil, bila doksisiklin yang diberikan, maka pemeriksan fungsi hati secara periodik harus dilakukan. Peniciline masih merupakan antibiotika yang paling ampuh, dengan cara pemberian tergantung tipe dan gejala klinisnya, yaitu: 1) Antraks Kulit 2) Procain Penicilline 2 x 1,2 juta IU, secara IM, selama 5-7 hari 3) Benzyl Penicilline 250.000 IU, secara IM, setiap 6 jam, sebelumnya harus dilakukan skin test terlebih dahulu. 4) Apabila hipersensitif terhadap penicilline dapat diganti dengan tetracycline, chloramphenicol atau erytromicine. 5) Antraks Saluran Pencernaan & Paru

17

b. Vaksinasi Di AS pemberian vaksin antraks (anthrax vaccine adsorbed/AVA) terhadap kelompok risiko tinggi terpajan spora sudah rutin dilakukan. Sebanyak 0,5 ml AVA yang disuntikkan secara subkutan diberikan pada minggu ke 0, 2, dan 4, dan bulan ke 6, 12, dan 18, selanjutnya booster dilakukan setiap tahun.1 Para ahli yang terdapat pada kelompok kerja pertahanan sipil di AS mengemukakan bahwa pada penduduk yang terpajan kuman antraks akibat bioterorisme maka pemberian antibiotik selama 60 hari setelah pajanan ditambah dengan vaksinasi akan memberikan proteksi yang optimal. c. Pengendalian Infeksi dan Dekontaminasi Belum pernah ada laporan yang mengatakan adanya transmisi antraks dari manusia ke manusia baik di komunitas maupun di rumah sakit. Oleh karena itu penderita antraks dapat dirawat di ruang rawat biasa

dengan

tindakan

pencegahan

yang

umum

dilakukan.

Menghindari kontak terhadap penderita hanya diberlakukan pada penderita antraks kulit dengan lesi yang berair. Pakaian yang terkena cairan lesi kulit atau alat-alat laboratorium yang terkontaminasi sebaiknya dibakar atau dimasukkan ke dalam autoklaf. Dekontaminasi dapat dilakukan dengan memberikan larutan sporosidal yang biasa dipakai di rumah sakit pada tempat yang terkontaminasi. Bahan pemutih atau larutan hipoklorit 0,5% dapat dipergunakan untuk dekontaminasi. Pencegahan Pada manusia : 1) Tidak memakan daging tercemar Anthrax. 2) Tidak menyembelih hewan yang sakit, atau jatuh karena sakit. 3) Tidak memanfaatkan atau bersentuhan dengan daging, jerohan, kulit, tanduk tulang, dan rambut atau bagian tubuh lainnya dari hewan/ternak penderita Anthrax. 4) Mencuci bersih bahan makanan sebelum dimasak.

18

5) Memasak daging dan jerohan sampai matang, karena spora dapat dimusnahkan pada suhu 90oC selama 45 menit atau 100oC selama 10 menit. 6) Mencuci tangan sebelum makan. 7) Pengobatan

dengan

serum

dan

atau

kombinasi

antibiotik

(penicillium, Streptomycin, Oxitetracyclin, Chloramphenicol) atau terapi (Sulametazine, Sulafanilamide, Sulafapyridin dan lain-lain). 8) Melakukan vaksinasi setelah sembuh. 3. Langkah Pengawasan Langkah ini untuk memantau kesehatan ternak secara umum di suatu wilayah (dukuh, desa, kecamatan), khususnya terhadap penyakit antraks.Petugas Dinas Peternakan/Pertanian harus mampu merangkul seluruh anggota kelompok tani ternak di wilayahnya agar mau melaporkan

kondisi

kesehatan

ternaknya

dari

waktu

ke

waktu.Peternak harus diyakinkan bahwa ternak yang keluar (dijual) atau yang masuk (dibeli) benar-benar dalam keadaan sehat. Pengawasan lalu lintas ternak antarprovinsi hendaknya lebih diperketat, agar ternak-ternak yang sakit tidak berpindah wilayah sehingga penyebaran penyakit dapat dicegah.Pemerintah hendaknya menerapkan

dengan

ketat

pengawasan

kesehatan

masyarakat

veteriner, dengan penyembelihan ternak dilakukan di Rumah Pemotongan

Hewan

melalui

pemeriksaan

kesehatan

prapenyembelihan dan pasca penyembelihan .Hanya daging yang berasal dari ternak yang sehat yang boleh diperdagangkan dan dikonsumsi.Pelanggaran dari larangan ini dapat dikenakan pidana berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. 4. Langkah Pembinaan dan Bimbingan Hubungan baik antara petugas atau tim pembina dan pembimbing dengan masyarakat peternak harus tetap dipelihara dan dipupuk, melalui kegiatan pendidikan atau pelatihan, penyuluhan maupun sarasehan secara berkala, utamanya di kawasan endemik antraks.

19

Langkah pembinaan dan pembimbingan tersebut antara lain dengan mengadakan kegiatan: 1. Sosialisasi Undang-undang Republik Indonesia No 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 22 Tahun 1983

tentang

Kesehatan

Masyarakat

Veteriner.

Sosialisasi

hendaknya dilakukan secara menarik sehingga hak dan kewajiban peternak dapat dipahami dan disadari dengan baik. 2. Penyuluhan tentang manajemen zooteknis ternak potong (sapi, kerbau, kambing, domba dan babi) dengan tekanan pada manajemen pencegahan dan penanganan penyakit. 3. Pelatihan usaha ternak potong guna meningkatkan keterampilan peternak, meliputi: sistem perkandangan, pakan, pemeliharaan, penyakit dan penanggulangannya, pengaturan produksi/panen serta analisis ekonomi. Dengan kegiatan ini maka peternak akan merasa diperhatikan dan menjadi lebih tahu sehingga lebih mudah dilibatkan dalam upaya pengendalian

penyakit

antraks.(Dr.Ir.

Djarot

Harsojo

Reksowardojo MS/ Fakultas Peternakan Undip-35) 5. Langkah Penanganan terhadap Kawasan Penyakit Antraks: a. Penutupan wilayah terhadap lalu lintas (keluar-masuk) ternak maupun lalu lintas umum. b. Mengisolasi ternak yang sakit pada suatu tempat yang terpindah dari lalu lintas ramai. c. Penyucihamaan ternak yang sakit, dengan cara: lantai ditaburi kapur, membuka atap kandang hingga sinar matahari dapat menjangkau seluruh luasan kandang selama pengistirahatan kandang dan gunakan desinfektan yang sesuai untuk seluruh permukaan dan bagian kandang. d. Segera lakukan vaksinasi terhadap seluruh ternak yang masih sehat di seluruh kawasan.

20

e. Jangan melakukan otopsi atau bedah mayat karena berisiko tinggi terhadap penyebaran f. Yakinkan tidak ada ternak sakit yang disembelih dan dagingnya dikonsumsi oleh masyarakat. Bila ada, segera bawa konsumen ke rumah sakit untuk mendapat penanganan atau perawatan selanjutnya. g. Bakar bangkai ternak yang mati sampai habis atau kubur pada kedalaman 2,50 m di dalam tanah. Sebelum bangkai ditimbun dengan tanah, tutuplah dengan kapur atau disiram dengan larutan formalin. h. Bunuh segera ternak yang dalam keadaan sakit parah. i. Obati ternak yang terserang pada gejala awal dan isolasikan. j. Tutup padang atau lapangan penggembalaan dari aktivitas merumput. 2.2. Asuhan Keperawatan Teori Klien dengan Antraks 2.2.1. Pengkajian Pengkajian menurut Doengoes (2000) : 1. Identitas Penyakit antraks seringkali terjadi menyerang hewan herbivore dan manusia, tidak bergantung pada usia. Segala usia dapat terkena antraks. Antraks biasanya terjadi di daerah endemic antraks. Di Indonesia sebagian besar daerahnya pernah terserang Antraks. 2. Keluhan Utama Demam dengan suhu > 38oC disertai menggigil, batuk, mual-mual dan terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar leher, dada dan ketiak. 3. Riwayat Kesehatan a. Riwayat penyakit sekarang Demam tinggi, menggigil, batuk, dan mual.

21

b. Riwayat penyakit dahulu Berkontak dengan hewan yang terkena bakteri Antraks dalam beberapa hari terakhir, riwayat bertempat tinggal atau mengunjungi tempat endemic wabah Antraks. 4. Pola-pola Kesehatan a. Aktivitas latihan Penurunan

aktivitas

dikarenakan

keadaan

yang

tidak

memungkinkan untuk beraktivitas berat. b. Persepsi diri Mengalami ansietas karena mempersepsikan menderita penyakit menular, langka dan sulit disembuhkan. c. Integritas ego Status emosi menolah dan marah. d. Eliminasi Ketidakmampuan defekasi, diare sebanyak 3 kali dalam sehari, e. Nutrisi metabolic Mengalami penurunan nafsu makan, terlihat pucat dan lemah. f. Persepsi sensori Pasien yang menderita Anthraks kebanyakan tidak mengerti awal mula penyebaran Anthraks dan cara pencegahannya. g. Kognitif perseptual Mengalami pergolakan batin (sikap tidak menerima penyakit yang diderita) dan ansietas. h. Istirahat tidur Mengalami insomnia karena kecemasan yang berlebihan karena penyakitnya. i. Seksualitas Biasanya lebih menghindari kontak fisik dengan orang yang tidak menderita Anthraks. j. Koping stress Bagaimana seseorang penderita Antraks dapat memanajemen stress nya dengan koping yang berbeda-beda pada setiap individunya.

22

5. Pengkajian Fisik a. Keadaan Umum : Tampak lemah, nyeri kepala, dan demam b. Tanda Vital : Tekanan Darah

: Rendah (<120/80 mmHg)

Nadi

: Cepat dan lemah (>100x/menit)

Pernapasan

: Meningkat (>20x/menit)

Suhu

: Meningkat (>37,5oC)

c. Pemeriksaan Head to Toe 1) Kepala Inspeksi : Bentuk kepala lebih simetris, biasanya terdapat lesi tetapi hanya sedikit. 2) Wajah Inspeksi : Wajah terlihat pucat dan lemah. 3) Mata Inspeksi : kesimetrisan bentuk mata, apakah terdapat lesi pada mata atau tidak, reflek cahaya, sclera ikterik atau tidak, konjungtiva pucat. 4) Hidung Inspeksi : pernapasan cuping hidung/normal Palpasi : tidak ada nyeri tekan 5) Mulut Inspeksi : mukosa bibir lembab, bibir kering, kebersihan mulut dan gigi. 6) Leher Inspeksi : adanya bendungan vena jugularis/tidak, biasanya terdapat lesi pada leher. Palpasi : biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid. 7) Dada Inspeksi : ada/tidaknya pernapasan dengan otot bantu Auskultasi : terdengar suara stridor, dispnea 8) Abdomen Palpasi : biasanya ditemukan distensi abdomen, nyeri tekan.

23

Auskultasi : peningkatan/penurunan bising usus. 9) Ekstremitas Inspeksi : terjadi kelemahan ekstremitas bawah 10) Integument Inspeksi : terdapat lesi kulit primer yang tidak nyeri dan papula yang gatal. Terdapat ulkus nekrotik (eschar).

2.2.2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan anthraks, diantaranya adalah : 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan napas ditandai dengan terdengar stridor, dyspnea, batuk dengan sputum purulent, pemeriksaan radiologi tampak pelebaran mediastinum, efusi pleura. 2. Diare b.d peningkatan motilitas gastrointestinal ditandai dengan BAB cair dan lebih dari 3 kali/hari, suara usus hiperaktif dan nyeri perut. 3. Kerusakan integritas jaringan b.d iritan toksin bakteri aktraks ditandai dengan adanya lesi kulit primer yang tidak nyeri dan papula yang gatal, vesikel yang berisi cairan jernih, vesikel mengalami nekrosis sentral menimbulkan eschar (ulkus nekrotik) kehitaman yang khas dikelilingi edema dan vesikel keunguan. 4. Hipertermi b.d peningkatan metabolic ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (36,5 – 37,5oC), RR meningkat 28x/menit, dan kulit berwarna kemerahan. 5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh 6. Gangguan citra tubuh.

2.2.3. Intervensi 1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d obstruksi jalan napas ditandai dengan terdengar stridor, dyspnea, batuk dengan sputum

24

purulent, pemeriksaan radiologi tampak pelebaran mediastinum, efusi pleura. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien mendapatkan kepatenan jalan napas. Kriteria Hasil : a. Tidak ada penumpukan secret b. Tidak ada batuk c. Tidak terdengar suara napas tambahan Intervensi : a. Pastikan jalan napas pasien bebas, apabila memungkinkan pasang Endotracheal tube (ETT) b. Berikan O2 sesuai dengan kebutuhan klien c. Memposisikan pasien agar mendapatkan ventilasi yang adekuat d. Memberikan nebulasi untuk mengeluarkan dahak e. Melakukan fisioterapi dada apabila diperlukan f. Mengeluarkan secret dengan batuk efektif atau suction g. Auskultasi suara napas, catat apabila ada suara napas tambahan. h. Memonitor status respirasi i. Kolaborasikan pemberian terapi untuk mengeluarkan secret. 2. Diare b.d peningkatan motilitas gastrointestinal ditandai dengan BAB cair dan lebih dari 3 kali/hari, suara usus hiperaktif dan nyeri perut. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan klien tidak mengalami diare dan dehidrasi Kriteria Hasil : a. Konsistensi feses lembek, frekuensi 1x sehari b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi c. Tanda vital dalam batas normal Intervensi : a. Berikan cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi

25

b. Pantau intake dan output sebagai upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses. c. Memberikan informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan pengganti. d. Kaji tanda vital, tanda dan gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium

penilaian

status

hidrasi,

elektrolit

dan

keseimbangan asam basa. e. Kolaborasi pelaksanaan terapi definitif pemberian obat-obatan secara kausal, penting setelah penyebab diare diketahui. 3. Hipertermi b.d peningkatan metabolic ditandai dengan peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (36,5 – 37,5oC), RR meningkat 28x/menit, dan kulit berwarna kemerahan. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, diharapkan klien tidak mengalami hipertermi. Kriteria Hasil : a. Suhu dalam batas normal (36,5-37oC) b. Tanda vital dalam batas normal. c. Tidak ada tanda-tanda infeksi Intervensi : a. Memantau kenaikan dan penurunan suhu secara periodic b. Memonitor warna dan suhu kulit c. Memonitor intake dan output cairan d. Kolaborasi pemberian obat antipiretik e. Kolaborasi pemberian cairan intravena

2.2.4. Implementasi Implementasi merupakan suatu pengelolaan dari intervensi keperawatan yang telah dibuat sebelumnya yang dibuat secara mandiri dan berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya.

26

2.2.5. Evaluasi Evaluasi merupakan tahap akhir asuhan keperawatan dan berisikan catatan perkembangan pasien yang telah diberikan asuhan keperawatan oleh perawat. Untuk evaluasinya adalah : a. Mampu melakukan aktifitas sehari-hari dengan mandiri atau tanpa bantuan. b. Suhu tubuh klien normal (36,5-37oC) c. Tanda vital tetap berada pada rentang normal d. Pernapasan dalam batas normal (>20x/menit) e. Tidak ada batuk dan tidak ditemukan suara napas tambahan f. Tidak terjadi nyeri tekan pada abdomen g. Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi h. Tidak mengalami penurunan berat badan dan anoreksia.

BAB 3 PENUTUP 3.1. Kesimpulan Antraks merupakan penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi. Spora tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia. Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia terinfeksi antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang tercemar spora antraks. Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu. Penularan penyakit antraks pada manusia pada umumnya karena manusia mengonsumsi daging yang berasal dari ternak yang mengidap penyakit tersebut. Meskipun hanya mengonsumsi dalam jumlah kecil, Bacillus anthracis mempunyai daya menimbulkan penyakit sangat tinggi. Terlebih pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah akibat: kelaparan, defisiensi vitamin A, keracunan (alkohol), kepayahan, iklim yang jelek (sangat dingin/panas) dan cekaman (stres). Disamping itu penularan pada manusia dapat melalui luka. Seyogianya peternak yang memiliki luka pada bagian tubuhnya tidak masuk kandang ternak atau merawat ternak yang diduga terserang penyakit antraks. Penularan penyakit dari manusia ke manusia jarang terjadi meskipun ada kontak langsung dengan penderita. Cara penanggulangan antraks dapat melalui upaya – upaya , antara lain pemberian vaksin kepada orang – orang yang dapat menjadi agent penular antraks, pemberian obat misalnya penicilin dengan dosis yang tepat, melakukan pengawasan, bimbingan dan penyuluhan.

3.2. Saran Masyarakat dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ternak harus berhati – hati.Selalu memakai alat pelindung diri dan menjaga hygiene perorangan agar tidak terkena spora Bacillus anthracis. Banyak membaca informasi tentang antraks diharapkan dapat lebih meningkatkan pemahaman dan pecegahan secara dini. Jika terjadi infeksi segera di bawa ke Rumah Sakit agar segera mendapatkan pertolongan dan di harapkan tidak menular kepada yang lain.

27

28

DAFTAR PUSTAKA

Boston, MA 02114-2696. Children And Antrax : A fact Sheet For Clinicion, Nov 7 Th, 2001, U.S Deparrtment Of Health and Human Services, CDC, Atlanta. Laporan Tahunan Hasil Penyidikan Penyakit Hewan di Indonesia Periode Tahun 1983-1984.1985. Direktorat Kesehatan Hewan : Jakarta. Schnurrenberger, Paul, R and William, T, Hubbert. 1991. Ikhtisar Zoonosis. Penerbit ITB : Bandung Soedarto. 2003. Zoonosis Kedokteran. Airlangga University Press: Surabaya. Subronto. Ilmu Penyakit Ternak (mamalia) volume I. Gadjah Mada Univesity Press: Yogyakarta. Sumber Halaman 19-26 2000. Pemberantasan Penyakit Menular. James Chin, MD, MPH Editor Editor Penterjemah : Dr. I NYOMAN Tri Akoso Budi, dr. 2009. Epidemiologi dan Pengendalian Anthrax (penyakit menular pada hewan dan manusia). Yogyakarta: Penerbit KANISIUS (IKAPI). Soeharsono. 2002. Zoonosis penyakit menular pada hewan ke

manusia.

Yogyakarta: Penerbit KANISIUS (IKAPI). FK UB. 2016. Skin infection: it’s must know diseases. Malang: Penerbit UB Press. Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku diagnose keperawatan Edisi 8. Definisi dan klasifikasi. Jakarta: EGC. Nurarif, Huda. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnose medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Related Documents

6049 Prizila Gryntari.docx
October 2019 21
6049
April 2020 7
6049 A1
August 2019 18

More Documents from "Florence Lee"

6049 Prizila Gryntari.docx
October 2019 21
Sejarah
October 2019 63