6. Peraturan Perundang-undangan.docx

  • Uploaded by: Mutmaina idris
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 6. Peraturan Perundang-undangan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,410
  • Pages: 17
PERMENKES TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK KEBIDANAN Bidan merupakan seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Proses registrasi atau proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan ,sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya. Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis. Bidan memberikan pelayanan yang berkesinambungan dan bersifat paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya. Pembahasan berikut ini yakni mengenai registrasi dan praktik bidan.

A. PENGERTIAN BIDAN Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun internasional dengan sejumlah praktisi diseluruh Dunia. Pengertian Bidan dan bidang praktinya secara internasional telah diakui oleh Internatinal Confederation of midwives (ICM), Federation Internatinal of Gynaecologist and Obstetrian (FIGO) dan World Health Organization(WHO),sedangkan secara Nasional telah diakui oleh Ikatan Bidan Indonesia(IBI) sebagai organisasi profesi bidan di Indonesia. Definisi Bidan menurut beberapa Sumber : 1. WHO,ICM dan FIGO(1992) Bidan adalah seorang yang diakui secara regular dalam program pendidikan bidan, diakui secara yuridis,ditempatkan dan mendapat kualifikasi serta terdaftar disektor yang memperoleh izin melksanakan praktik kebidanan. 2. Permenkes No.572 /Menkes/PER/VI/1996 pasal 1 ayat 1 tentang registrasi dan praktik bidan “Bidan adalah seorang perempuan yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku”. 3. IBI (2003) Bidan adalah seorang perempuan yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan telah lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku ,dicatat(register) dan diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik. 4. Berdasarkan hasil Rekarnas(2011)disolo definisi bidan perlu disesuaikan berdasarkan hasil kongres ICM diBrisbane (2011) “A Midwife is a person who having been regulary admitted to a midwifery educational programme,duly recognized in the country in which it is located , has successfully completed the prescribed course of studies in midwifery and has acquired the requisite qualification to be registered and/or legally licensed to practice midwifery.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN

1. 2.

3.

4.

5. 6. 7.

TERKAIT

DENGAN

BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti program pendidikan bidan dan lulus ujian sesuai sesai dengan persyaratan yang berlaku. Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan mmemenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang di tetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesi. Surat izin bidan selanjutnya disebut SIB adalah bukti tertulis pemberian kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuuhan kebidanan diseluruh wilayah republik indonesia Praktik bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang di berikan oleh bidan kepada pasien ( individu, keluarga dan masyarakat ) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Surat izin praktik bidan selanjutnya disebut SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan kepada bidan untuk menjalankan praktik bidan Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam melaksanakan profesi secara baik. Organisasi profesi adalah ikatan bidan indonesia (IBI).

BAB II PELAPOR DAN REGISTRASI merupakan proses pendaftaran, pendokumentasian

Registrasi dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya. Dan didalam permenkes No.900/MENKES/SK/VII/2002, telah diatur tentang Pelapor dan Registrasi Bidan. Diantaranya yakni: Pasal 2 (1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah dinyatakan lulus. (2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.

Pasal 3 (1) Bidan yang baru lulus mengajukan permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB selambat-lambatnya 1(satu) bulan setelah menerima ijazah bidan. (2) Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi : a. fotokopi Ijazah Bidan b. fotokopi Transkrip Nilai Akademik c. surat keterangan sehat dari dokter d. pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar; (3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II terlampir. Pasal 4 (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIB. (2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri Kesehatan, dalam waktu selambatlambatnya 1(satu) bulan sejak permohonan diterima dan berlaku secara nasional. (3) Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir. Pasal 5 (1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan. (2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kesehatan malalui Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional. Pasal 6 (1) Bidan lulusan luar negeri wajib melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIB. (2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk pemerintah. (3) Bidan yang telah menyelesaikan adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi oleh pimpinan sarana pendidikan. (4) Untuk melakukan adaptasi bidan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. (5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan : a. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang bersangkutan. (6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi untuk melaksanakan adaptasi.

(7) Bidan yang telah melaksanakan adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4. (8) Bentuk permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Formulir IV terlampir. Pasal 7 (1) SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk menerbitkan SIPB. (2) Pembaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain: a. SIB yang telah habis masa berlakunya b. Surat Keterangan sehat dari dokter c. Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar. BAB III MASA BAKTI Pasal 8 Masa bakti bidan dilaksanakan sesuai dengan perundangundangan yang berlaku.

ketentuan

peraturan

BAB IV PERIZINAN Pasal 9 1. Bidan yang menjalankan praktik harus memiliki SIPB 2. Bidan dapat menjalankan praktik pada sarana kesehatan dan / perorangan. Pasal 10 1. SIPB sebagaimana yang dimaksud didalam pasal 9 ayat 1 diperoleh dengan mengajukan permohonan kepada dinas kesehatan kabupaten/ kota setempat. 2. Permohonan sebagai yang dimaksud pada ayat 1 diajukan denga melampirkan persyaratan antara lain meliputi : a. Foto copy SIB yang masih berlaku b. Foto copy ijazah bidan c. Surat persetujuan atasan , bila dalam bentuk pelaksanaan masa bakti atau sebagai pengawai negeri atau pengawai pada sarana kesehatan. d. Surat keterangan sehat dari dokter e. Rekomendasi dari organisasi profesi f. Pas foto 4X6 cm sebanyak 2 lembar 3. Rekomendasi yang diberikan organisasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf e , setelah terlebih dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan ,kepatuhan terhadap kode etik profesi serta kesangguapn melakukan praktik bidan. 4. Bentuk permohonan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 seperti tercantum dalam formulir V terlampir

Pasal 11 1. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembai. 2. Pebaharuan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diajukan kepada kepala dinas kesehatan kabupaten / kota setempat dengan melampirkan : a. Foto copy SIB yang masih berlaku b. Foto copy SIPB yang lama c. Surat ketrangan sehat dari dokter d. Pas foto 4X6 cm sebanyak 2 lembar e. Rekomendasi dari organisasi profesi. f. Pasal 12 1. Bidan pengawai tidak tetap dalam rangka pelaksanaan masa bakti tidak memerlukan SIPB. Pasal 13 1. Setiap bidan yang menjalankan praktik berkewajiban meningkatkan kemampuan keilmuan dan atau keterampilannya melalui pendidikan dan /atau pelatihan BAB V PRAKTIK BIDAN Praktik Bidan adalah serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada pasien (individu, keluarga dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan kemampuannya. Pasal 14 Bidan dalam menjalankan praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi : a. pelayanan kebidanan b. pelayanan keluarga berencana c. pelayanan kesehatan masyarakat. Pasal 15 (1) Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak. (2) Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui dan masa antara (periode interval). (3) Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah. Pasal 16 (1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi : a. penyuluhan dan konseling b. pemeriksaan fisik c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I, preeklamsi

ringan dan anemi ringan. e. pertolongan persalinan normal f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term g. pelayanan ibu nifas normal h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup retensio plasenta, renjatan dan infeksi ringan i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan haid. (2) Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi : a. pemeriksaan bayi baru lahir b. perawatan tali pusat c. perawatan bayi d. resusitasi pada bayi baru lahir e. pemantauan tumbuh kembang anak f. pemberian imunisasi g. pemberian penyuluhan. Pasal 17 Dalam keadaan tidak terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan kemampuannya. Pasal 18 Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 berwenang untuk : a. memberikan imunisasi b. memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan dan nifas c. mengeluarkan placenta secara manual d. bimbingan senam hamil e. pengeluaran sisa jaringan konsepsi f. episiotomi g. penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II h. amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm i. pemberian infus j. pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika dan sedativa k. kompresi bimanual l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan seterusnya m. vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul n. pengendalian anemi o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia q. penanganan hipotermi r. pemberian minum dengan sonde /pipet s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan Formulir VI terlampir t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.

Pasal 19 Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b, berwenang untuk : a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan kondom b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa penyulit e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat. Pasal 20 Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf c, berwenang untuk : a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan anak b. memantau tumbuh kembang anak c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan pertolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. Pasal 21 (1) Dalam keadaan darurat bidan berwenang melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14. (2) Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Pasal 22 Bidan dalam menjalankan praktik perorangan harus memenuhi persyaratan yang meliputi tempat dan ruangan praktik, tempat tidur, peralatan, obat-obatan dan kelengkapan administrasi.

Pasal 23 (1) Bidan dalam menjalankan praktik perorangan sekurang-kurangnya harus memiliki peralatan dan kelengkapan administratif sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Keputusan ini. (2) Obat-obatan yang dapat digunakan dalam melakukan praktik sebagaimana tercantum dalam Lampiran II Keputusan ini. Pasal 24 Bidan dalam menjalankan praktik harus membantu program pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan ibu dan anak serta keluarga berencana. Pasal 25 (1) Bidan dalam menjalankan praktik harus sesuai dengan kewenangan yang diberikan, berdasarkan pendidikan dan pengalaman serta dalam memberikan pelayanan berdasarkan standar profesi. (2) Di samping ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bidan dalam melaksanakan praktik sesuai dengan kewenangannya harus:

a. menghormati hak pasien b. merujuk kasus yang tidak dapat ditangani c. menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundang-undang yang berlaku d. memberikan informasi tentang pelayanan yang akan diberikan e. meminta persetujuan tindakan yang akan dilakukan f. melakukan catatan medik (medical record) dengan baik. Pasal 26 Petunjuk pelaksanaan praktik bidan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III Keputusan ini.

BAB VI PENCATATAN DAN PELAPORAN Pasal 27 (1) Dalam melakukan praktiknya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan pelayanan yang diberikan. (2) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke Puskesmas dan tembusan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. (3) Pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran IV Keputusan ini.

1. 2.

1.

2. 3. 4.

1.

BAB VII PEJABAT YANG BERWENANG MENGELUARKAN DAN MENCABUT IZIN PRAKTIK Pasal 28 Pejabat yang berwenang mengeluarkan dan mencabut SIPB adalah kepala dinas kesehatan kabupaten / kota Dalam hal tidak ada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 kepala dinas kesehtan propinsi dapat menunjuk pejabat lain. Pasal 29 Permohonan SIPB yang disetujui atau di tolak harus di sampaikan oleh kepala dinas kesehatan kabupaten / kota kepada pemohon dalam waktu selambat – lambatnya 1 bulan sejak tanggal permohonan diterima. Apabila permohonan SIPB disetujui, kepada kepla dinas kesehtan kabupaten / kota harus menerbitkan SIPB Apabila permohonan SIPB di tolak, kepala dinas kesehatan kabupaten / kota harus memberikan alasan penolakkan tersebut. Bentuk dan isi SIPB yang disetujui sebagaimana dimaksud pada ayat 2 tercantum dalam formulir VIII terlampir. Pasal 30 Kepala dinas kesehatan kabupaten / kota menyampaikan laporan secara berkala kepada kepala dinas provinsi setempat tentang pelaksanaan pemberian atau penolakan SIPB diwilayahnya dengan tembusan kepada organisasi provinsi setempat.

BAB VIII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 31 (1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka kredit yang besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi. (2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikumpulkan dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan pengabdian masyarakat. (3) Jenis dan besarnya angka kredit dari masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh organisasi profesi. (4) Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan. Pasal 32 Pimpinan sarana kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti melakukan praktik pada sarana kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi. Pasal 33 (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik diwilayahnya. (2) Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun. Pasal 34 Selama menjalankan praktik seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 35 (1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang : a. menjalankan praktik apabila tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik. b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi. (2) Bagi bidan yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau Menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) butir a. Pasal 36 (1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan pelanggaran terhadap Keputusan ini. (2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3(tiga) kali dan apabila peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPB Bidan yang bersangkutan. Pasal 37 Sebelum Keputusan pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika

Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 38 (1) Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan ditetapkan. (2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB. (3) Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan hukum tetap. (4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB. (5) Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai dengan maksud Pasal 48 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara. Pasal 39 Kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat. Pasal 40 (1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. (2) Pencabutan izin sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan Keputusan ini. Pasal 41 (1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang bertugas melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya. (2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan terkait lainnya. BAB IX SANKSI Pasal 42 bidan yang dengan sengaja : 1. Melakukan praktik bidan tampa mendapatkan pengakuan / adaptasi sebagaiman dimaksud dalam pasal 6 dan / atau 2. Melakukan praktik bidan tampa izin sebagaiman dimaksud dalam pasal 9 3. Melakukan dalam praktik tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat 1, ayat 2 dipidanakan sesuai dengan

ketentuan pasal 35 peraturan pemerintah nomor 23 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan. Pasal 43 1. Pimpinan sarana pelayanan kesehatan tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dan / atau memperkerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan pasal 35 peraturan pemerintah nomor 23 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan. Pasal 44 1. Dengna ini tidak mengurangi sanksi sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 42 , bidan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan , teguran tertulis sampai dengan pemncabutan izin. 2. Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 45 1. bIdan yang telah mempunyai surat penungasan dan SIPB berdasarkan peraturan menteri kesehatan nomor 572/menkes/per/VI/1996 tentang registrasi dan praktik bidandianggap telah memiliki SIB dab SIPB berdasarkan ketentuan ini 2. SIB dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berlaku selama 5 tahun dan apabila telah habis masa berlakunya dapat di perbaharui sesuai ketentuan keputusan ini. BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 46 1. Dengan di tetapkan keputusan ini , maka peraturan menteri kesehatan nomor 572/menkes/per/VI/1996 tentang registrasi dan praktik bidan dinyatakan tidak berlaku lagi . Pasal 47 1. Keputusan menteri ini mulai berlaku sejak tanggal di tetapkan, di tetapkan dijakarta tgl 25 juli 2002.

C. KETENTUAN PIDANAAN Tidak Memberi Pertolongan Pertama Kepada Pasien Pasal 190 1. Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/tenaga kesehatan yang melakukan praktik/pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja TIDAK memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). 2. ditentukan bahwa dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian,pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan/tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Tanpa Izin Melakukan Praktik Pelayanan Kesehatan Tradisional Pasal 191 1. menentukan bahwa setiap orang yang tanpa izin melakukan praktik pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (1) sehingga mengakibatkan kerugian harta benda, luka berat atau kematian dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Tindak pidana yang tercantum dalam Pasal ini merupakan tindak pidana materiil. Ancaman hukumannya jauh lebih ringan jika dibandingkan dengan ancaman hukuaman yang tercantum dalam Pasal 190 ayat(2),meskipun keduanya dapat mengakibatkan kematian. Memperjual Belikan Organ atau Jaringan Tubuh Pasal 192 1. menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja memperjual belikan organ atau jaringan tubuh dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Menghalangi Program Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif Pasal 200 menentukan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian air susu ibu eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal 128 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

2. PERATURAN UNDANG – UNDANG TENTANG ABORSI Aborsi dilarang oleh UU, kecuali berdasarkan indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.Itupun hanya dapat dilakukan setelah persyaratan yang ditentukan UU dipenuhi. Aborsi yang tidak sesuai dengan ketentuan UU merupakan tindak pidana.

Pasal 75 dinyatakan sebagai berikut: (1). Setiap orang dilarang melakukan aborsi (2). larangan pada ayat (1) dpt dikecualikan berdasarkan: Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik beratdan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang (4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah Pasal 76 Aborsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 hanya dapat dilakukan: 1. Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dlm hal kedaruratan medis Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri 2. Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan 3. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri

Pasal 77 Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk bertanggung jawab serta bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 194 (ketentuan pidana) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) depidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denta paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)

Berikut dijelaskan beberapa pasal dalam Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur abortus Provocatus: Pasal 229 1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati dengan diberitahukan atau ditimbulkjan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan. Maka orang tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah. 2) Jika yang bersalah berbuat demikian demi mencari keuntungan , menjadikan pebuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atrau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga. 3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian Pasal 346 Seorang wanita yang sengaja menggugurkan, menghabisi nyawa kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 347 1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pi penjara paling lama dua belas tahun. 2. Jika perbuatan itu menyebabkan matinya orang tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun Pasal 348 1. Siapa yang dengan sengaja menggugurkan atau menghabisi nyawa kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan. 2. Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita teersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Pasal 349 Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut haki untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.

3. PERATURAN UNDANG-UNDANG TENTANG BAYI TABUNG 1. Pengertian Bayi Tabung Fertilisasi In Vitro – transfer embrio, Proses pembuahan diluar tubuh / pertemuan antara sperma dan ovum dilakukan di luar tubuh yaitu di dalam tabung (piring petri). Suatu usaha jalan pintas untuk mempertemukan sel telur (ovum) dengan sel jantan (sperma) di luar tubuh manusia (in vitro), yaitu dalam tabung gelas dan kemudian setelah terjadi pembuahan dimasukkan kembali ke dalam rahim wanita sehingga dapat tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya janin biasa. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia, Undang-Undang RI No 36/2009.

Pasal 127 1. Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dgn ketentuan: 2. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dlm rahim istri darimana ovum berasal 3. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan 4. PERATURAN PERUNDANG - UNDANGANTENTANG ADOPSI 1. Pengertian Adopsi Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang atau lembaga organisasi ketangan orang lain secara sah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA Pasal 39 (1) Pengangkatan anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (2) Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. (3) Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat (4) Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat

Pasal 40 (1) Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya (2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan

Pasal 41

(1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP No 54 Tahun 2007) Standar praktik kebidanan a. Standar I : metode asuhan. Metode asuhan meliputi : pengumpulan data , penentuan diangnosa , perencanaan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi b. Standar II : pengkajian. Pengmpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan c. Standar III : diagnosis kebidanan. Diagnosis kebidanan di rumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan d. Standar IV : rencana asuhan. Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan e. Standar V : tindakan . tindakan kebidanan di laksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien. f. Standar VI : partisipasi klien. Tindakan kebidanan dilakukan bersama – sama atau partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. g. Standar VII : pengawasan. Monitorin /pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien. h. Standar VIII : evaluasi. Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring denga tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang tidak di rumuskan. i. Standar IX : dokumentasi Asuhan kebidanan di Dokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhankebidanan yang diberikan.

Related Documents

Peraturan
November 2019 46
Peraturan
June 2020 34
Peraturan Phk
November 2019 39

More Documents from "RATNA MUSTIKA"

June 2020 26
Degerlik_bulma
June 2020 19
June 2020 14
June 2020 26
June 2020 28