The road the righteous travel is like the sunrise, getting brighter and brighter until daylight has come (Proverbs 4:18) The road the righteous travel is like the sunrise, getting brighter and brighter until daylight has come (Proverbs 4:18) 50 th dan Semakin Cermelang Oleh : Sigit Indra Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2008 Hak Cipta 2008 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. Jl. Candi Gebang 52 Jogjakarta 550283 Telp./Fax : 0274-880868 E-mail :
[email protected] Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, Moriel Publishing House “Pada usia segini, aku tidak peduli kalau ada yang agak terlupakan. Dan aku akan terus melupakan bahwa aku lebih dari lima puluh.” UCAPAN TERIMA KASIH Ketika Bp. Drs. Yohanes Purwadi, ketua Biro Pelayanan Gereja Pantekosta EL-Asah Condong Catur, mengungkapkan bahwa beliau bersama-sama dengan para anggota Biro Pelayanan Gereja Pantekosta EL-Asah Condong Catur Jogjakarta akan mengadakan acara ibadah ucapan syukur atas ulang tahun emas Bp. Pdt. Samuel Tandiassa, saya memang terkejut dan sedikit berkeberatan karena waktunya begitu berdekatan dengan acara HUT Gereja yang ke-28, yang baru saja diselenggarakan oleh Biro Pelayanan EL-Asah bersama-sama dengan segenap jemaat. Saya bisa merasakan bahwa acara ”mendadak” ini akan memberatkan jemaat apalagi kita juga sudah mendekati Natal. Tetapi dengan bersemangat, Bp Purwadi bersama-sama seluruh anggota Biro Pelayanan menyatakan kebulatan tekad mereka untuk mengadakan acara Ulang Tahun Emas ini. � � � � � Sehingga, secara diam-diam acara ini mulai dirancang untuk sebuah ’pesta kejutan’. Salah satu tugas saya untuk acara ulang tahun ini adalah mempersiapkan data untuk buku yang akan ditulis tentang kehidupan Samuel. Sungguh satu hal yang sulit karena harus ”diam-diam” sehingga banyak kali saya harus “berbohong” kepadanya untuk menutupi “rahasia-rahasia kejutan” yang akan terkuak saat acara pesta emasnya viii Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang nanti. Tetapi ternyata hal ini akhirnya mulai terbongkar ketika orang-orang yang saya hubungi tidak menelpon langsung ke nomor HP saya tetapi malahan menelpon ke nomor HP-nya Sam........... bahkan ada juga sms yang dikirimkan ke nomornya, wah..... (tapi ini mungkin karena nomor HP kami mirip, hanya beda 1 angka saja). Yang paling lucu adalah ketika Sam sedang asyik nonton TV, saya menelpon abangnya, Pdt. Yunus Tandiassa, saya tidak bisa menahan tertawa ketika saya mendengar cerita Sam saat masih bayi..... Maka masuklah ia dengan tiba-tiba ke ruang kerja saya, dan saya menyanyi dalam hati, ”oh, ooo ... kamu ketahuan.” Ia melihat tulisan saya di notebook dan langsung protes, “Ah bohong itu. Aku aja engga tahu.” Saya langsung menjawabnya, “Yah, mana kamu tahu, kamu masih
1 tahun........ Sudah sana, sana.....ini rahasia,” Jadi ketika buku ini sampai di tangan Anda, maka buku ini merupakan buku yang tidak lagi 100% surprising bagi Samuel. Namun saya yakin buku ini akan tetap memberikan kejutan kepadanya karena ada banyak fakta yang tetap tersembunyi sampai buku ini jadi. Buku ini merupakan hasil kerja sama, hasil karya, dan hasil pikiran dari banyak partisipan. Seperti sebuah kain yang ditenun dari berbagai warna benang dengan kreativitas sampai akhirnya menjadi sebuah kain yang indah. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada orang-orang berikut atas sumbangan-sumbangan yang telah mereka sediakan dengan ketulusan hati. Sigit Indra ix Ucapan Terimakasih Bp. Yohanes Purwadi, atas kreativitas, dorongan, kerja keras, dan kerelaan hati untuk berkarya bagi pelayanan-pelayanan yang diselenggarakan di lingkungan EL-Asah bersama-sama dengan seluruh anggota Biro Pelayanan: Bp dan Ibu Bejo Santoso, Bp & Ibu Benny Yuwono, Bp & Ibu Markus, Bp & Ibu Arif Soegijo Pranoto, Bp & Ibu Hanjoyo, Bp & Ibu Aris Yuswandono, Bp. Marijan, Bp. Honggo Sigit Nurcahyo, Ibu Mamik, dan banyak orang-orang lagi yang tidak mungkin disebut satu per satu. Saya juga berterima kasih kepada Sigit Indra, yang telah menyusun, merancang, dan menuliskan perjalanan hidup Sam dengan data-data yang terbatas dan waktu yang pendek tetapi tetap membuktikan profesionalitas beliau sebagai seorang jurnalis muda yang berbakat dan patut dihargai. Bp. dan Ibu Jozep Edyanto, atas bantuan mereka yang tidak tanggung-tanggung karena rasa cinta mereka terhadap pekerjaan Tuhan, sehingga buku ini terbit, juga untuk hal-hal lainnya yang membuat pelayanan kami berjalan dengan lancar untuk menjadi berkat bagi orang-orang lain. Juga bagi segenap jemaat EL-Asah yang telah berlelah-lelah melalui tenaga, pikiran, dan pengorbanan-pengorbanan mereka sehingga buku ini terbit dan juga untuk acara pesta emas yang luar biasa. Saya juga berterima kasih kepada Bp. Pdt. Soleman Gerardus, Bp. Pdt. Yusak Tuda, Bp. Pdt Andreas Marhain Sumarno, Bp. Pdt.Joshua Kh. Madjid, dr Ampera M. dan seluruh kontributor dalam buku ini seperti yang tercantum di bab terakhir. Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Buku ini dapat terbit karena bantuan dari begitu banyak orang, dan saya sadar bahwa saya akan lupa mencantumkan satu atau beberapa nama dari mereka. Terimalah permohonan maaf saya, bagaimananpun saya sangat bersyukur dan menghargai setiap uluran tangan yang telah Anda sediakan sehingga buku ini diterbitkan. Terima kasih. Tuhan memberkati dan membalas setiap hal yang sudah Anda kerjakan berlipat kali ganda. Sianny Tandiassa, S.Pd., M.A.C.E. Karya ini bukan untuk meninggikan atau memuliakan diri seseorang Tetapi buku ini hadir untuk menceritakan perjalanan ’sekolah’ pengalaman-pengalaman hidup selama 50 th waktu yang sangat lama yang memerlukan perjuangan panjang, kesakitan, dan air mata keindahan pertolongan Tuhan, kepedulian orang-orang yang mengasihi Buku ini diterbitkan untuk kita pelajari karena pengalaman adalah guru yang terbaik untuk membangun kehidupan kita menjadi lebih besar lebih kuat Sianny Tandiassa PENGANTAR
Merekam hidup seseorang lalu menuliskannya bukanlah perkara mudah. Apalagi kehidupan seseorang yang dinamis seperti Om Sam. Perlu waktu panjang dan riset mendalam untuk benar-benar dapat merangkai setiap peristiwa penting dalam kurun waktu setengah abad. Selain dari orang-orang terdekat, penggalian bahan untuk menulis perjalanan hidup juga harus langsung melakukan interview dengan yang bersangkutan. Tapi, karena buku ini hendak dijadikan hadiah kejutan ulang tahun ke lima puluh, tidak ada jalan lain selain melakukan penggalian materi diam-diam. W� � Waktu yang tersedia, kurang dari tiga minggu, tergolong minim untuk mengulas kisah hidup yang penuh liku. Dengan model penggalian bahan seperti itu, tentu tidak seluruh babak dalam hidup Om Sam dapat tersaji. Tapi di sinilah uniknya! Halaman-halaman kertas tidak akan penah cukup memuat perjalanan hidup selama lima puluh tahun. Buku ini hanyalah puzzle, yang baru sebagian kecil kepingannya membentuk sejarah penggembalaan Samuel Tandiassa. xiv Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Masih banyak kepingan cerita lain yang belum terkuak dan tersusun rapi. Nah, mari melengkapi puzzle ini. Yogyakarta, Oktober 2008 Sigit Indra DAFTAR ISI Ucapan Terimakasih vii Pesan xi Pengantar xiii Daftar Isi xv BAB I Life Begin at 50 1 BAB II Dari Makale Hingga Manado 9 BAB III Karya di Jalan Tuhan 25 BAB IV Sepenggal Kisah dari Kemetiran 37 BAB V Selalu di Hati Sahabat 49 BAB SATU LIFE BEGINS AT 50 Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! “TUHAN adalah bagianku,” kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Ratapan 3:22-25 Gereja El-Asah, Condong Catur, Jogjakarta, 15 Oktober 2008 Kendati sederhana, peringatan ulang tahun emas Samuel Tandiassa tetap berlangsung meriah. Banyak jemaat menghadiri perayaan yang digelar di Gereja Pantekosta EL-Asah, Jalan Candi Gebang 52, Condong Catur, Jogjakarta itu. Puji-pujian dilantunkan indah dan pertunjukan drama riwayat Om Sam, panggilan akrab Samuel, dipentaskan dengan bersahaja. � � � � Makanan dan minuman tersaji penuh citarasa. Layaknya acara ulang tahun, ada pula lagu ”happy birthday” dan bingkisan hadiah. Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Penyanyi dan pemain musik menyanyikan lagu-lagu penuh antusias. Aktor dan aktris, meski dadakan dan hanya berlatih beberapa kali, tetap serius melakonkan peran dalam pertunjukan drama. Jemaat dari berbagai penjuru, terutama dari seputaran kawasan Condong Catur dan Cokrodipuran, Yogyakarta, hadir memenuhi bangku-bangku gereja. Semua ingin ikut merayakan hari yang istimewa dalam hidup Samuel Tandiassa.
Ucapan selamat serta doa panjang umur mengalir menghampiri Om Sam, gembala GPdI EL-Asah itu. Ada yang langsung dengan berjabatan tangan disertai pelukan hangat, atau ciuman di pipi, ada pula ucapan selamat melalui sms. Hari itu, Samuel Tandiassa genap berusia lima puluh tahun. Sebuah usia yang teramat panjang dalam perjalanan hidup pendeta asal Tana Toraja, Sulawesi Selatan itu. Saat itulah ia memasuki fase kehidupan baru. Ahli-ahli kesehatan dan praktisi kebahasaan kerap menjuluki orang berusia 50 tahun dengan istilah: paruh baya. Istilah ini sepertinya merujuk pada masa-masa menjelang masuk ke taraf usia lanjut atau yang sering disebut lansia (lanjut usia). Lansia (orang di atas 60 tahun) sering dianggap orang yang lemah dan cenderung kurang cekatan dalam berbagai hal. Meskipun rentang 10 tahun termasuk kurun yang lama, namun diakui secara motorik orang yang telah menginjak usia 50 tahun tentu akan berkurang kemampuannya. Bisa jadi persepsi itu benar. Namun secara psikis dan intelektual, orang berusia 50 tahun telah mencapai puncak kematangan kepribadian. Sigit Indra Live Begins at 50 Sebuah artikel ilmiah dalam jurnal Social Science & Medicine, 2008, menyebutkan, orang-orang yang telah menginjak usia 50 tahun lebih banyak terhindar dari resiko depresi dan umumnya telah bangkit dari masa-masa sulit. Artikel yang ditulis berdasarkan penelitian dari University of Warwick dan Dartmouth College di Amerika Serikat itu melibatkan dua juta orang pada 80 negara. Menurut penelitian itu, orang-orang yang memasuki usia 50 tahun umumnya telah mampu menyesuaikan diri dengan kekuatan dan kelemahannya. Umumnya, menurut para ahli, akan terjadi perubahan-perubahan bila seseorang telah memasuki usia setengah abad. Segala sisi kehidupan, mulai dari kebiasaan seharihari hingga cara berpikir dan pandangan hidup, sebagian tidak akan sama ketika orang itu berusia 30an tahun. Pengalaman hidup melewati berbagai rintangan dan masalah, serta pengetahuan yang senantiasa bertambah tentu akan mempengaruhi cara berpikir orang di atas usia lima puluh tahun. Namun kematangan kepribadian itu akan menurun apabila tak diimbangi dengan penambahan ketrampilan dan pengetahuan terus menerus. Panduan penanganan lansia, Departemen Kesehatan RI, 1992, menekankan bahwa meskipun orang telah mencapai usia lanjut namun perkembangan psikologi tetap bersifat dinamis. Artinya, selama individu tersebut masih mau belajar serta menambah keterampilan maka ia akan semakin matang dan mantap kepribadiannya. Keinginan dan hasrat untuk terus belajar dan menambah ketrampilan inilah yang dapat memperpanjang rentang Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang harapan hidup. Riset yang dilakukan Lembaga Kesehatan Dunia (WHO), 1999, menempatkan Jepang sebagai negara dengan usia harapan hidup paling panjang, yakni 74,5 tahun. Meski tingkat kesejahteraan sebuah negara mempengaruhi hal itu, namun panjangnya usia harapan hidup lebih banyak dipengaruhi dalamnya pengetahuan warga di sana dan keinginan besar untuk selalu belajar. Usia harapan hidup di Indonesia, menurut catatan WHO, rata-rata 59,7 tahun dan berada pada urutan 103 dunia. Namun, versi Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut umur harapan hidup 63 tahun untuk pria dan 67 tahun untuk wanita. Ilustrasi ini sekadar ingin menunjukan bahwa kesehatan dan kecerdasan dapat pula terjaga dan stabil, meski orang telah berusia 50 tahun, dengan senantiasa belajar dan menambah pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari, Samuel sepertinya tak jauh dari hasrat untuk belajar. Banyak sumber di sekelilingnya yang bisa dijadikan inspirasi untuk selalu menambah pengetahuan. Ia hobby membaca, itu sudah modal bagus. Dalam seminggu sekurangnya satu buku baru ia baca. Kebiasaan ini berguna untuk menambah wawasan apalagi lingkup pergaulannya, selain dalam pelayanan gereja juga dengan rekan pengajar dan mahasiswa. Para ahli psikologi kerap menuturkan teori bahwa pengalaman masa muda seseorang adalah faktor pembentuk kepribadian seseorang ketika tua. Dari lima pasal
kepripadian dalam bidang psikologi, karakter Sam sepertinya merujuk pada tipe Konstruktif (Constructive Personality). Kepribadian ini cenderung mampu menyesuaikan diri dengan segala perubahan dan dinamika di sekelilingnya. Sigit Indra Live Begins at 50 Masa muda orang-orang dengan kepribadian ini lebih sering berperilaku adaptif dan dinamis. Masa muda yang keras dan penuh perjuangan, bagi Samuel dapat dilewatinya dengan tak banyak berkeluh kesah. Ia mampu melewati rintangan dan kesulitan-kesulitan dengan luwes. � � � � Gambaran ini sepertinya akan terlihat pula ketika ia akan menjalani masa tuanya kelak setelah usia 50 tahun. Orang bertipe konstruktif, menurut ahli psikologi, akan lebih sadar akan kondisinya dan mau menerima kenyataan bahwa segalanya tak akan sama lagi ketika masih muda. Kesadaran ini sepertinya mulai dialami Samuel. Misanya, berangsur-angsur ia mulai mengubah kebiasaan makan. Samuel kini sadar bahwa makanan yang diasupnya bukan melulu demi memuaskan selera tapi lebih penting untuk menjaga kesehatan. Bila di waktu muda, ia doyan makanan pedas dan berlemak seperti masakan Padang, kini ia lebih suka mengkonsumsi menu dari ikan dan sayur mayur serta yang tak pernah ketinggalan adalah pisang goreng sebagai camilan favorit. Ahli-ahli gizi menyatakan bahwa daging kambing dan sapi harus dihindari untuk usia paruh baya. Bagi Samuel saran ini memang mudah ditaatinya karena ia memang tidak suka dengan kedua jenis daging ini seperti kebanyakan orang Toraja yang memang jarang menyantap kedua jenis daging ini�. Padahal kalau melihat kesehatannya, sepertinya tak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi itulah tipe konstruktif yang rela menyesuaikan dengan kondisi dan keadaan. Gangguan kesehatan Sam paling sering adalah masuk angin, sariawan, sakit gigi, dan sakit telinga karena alergi. Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Pernah pula Samuel sakit parah seperti diare hingga harus diinfus selama dua hari. Secara umum kondisi kesehatan Samuel masih tergolong baik. Namun banyak pula hal-hal yang masih tak berubah meski sudah memasuki usia paruh baya. � � Biasanya, hal itu menyangkut kebiasaan sehari-hari dan pengalaman semasa muda. � � � � � � � � Ini terjadi juga kepada Sam. Ia masih tak berubah dengan tata cara makannya yang ogah mengambil sendiri. Bila istrinya tak menyiapkan makanan langsung di piring hingga siap disantap, bisa seharian ia tidak makan. Kebiasaan ini lantaran selama tujuh tahun waktu masih bujangan, Samuel hidup di luar pastori. � � � Ia biasa makan di warung-warung yang non self service. Tanpa disadari kebiasaan itu terbawa hingga kini. Betapa pun makanan itu sudah tersedia di dapur, bila tak siap di piring dan diletakkan di meja makan, pasti tak disentuhnya. Kesukaan Samuel pada baju-baju berwarna cerah ketika masih muda juga kadangkala sering muncul lagi. Sebagai gembala dan karena tuntutan tugas-tugas, Samuel kini lebih sering mengenakan pakaian formal yang cenderung berwarna kalem dan senada. Namun suatu ketika, ia bisa tampil dengan baju berwarna cerah dan meriah. Tanpa disadari, kesukaannya pada Sigit Indra Live Begins at 50 warna bernuansa meriah itu, muncul kembali di masa kini. Pengalaman masa mudanya juga kerap menimbulkan hal yang kontras dengan masa sekarang. Ketika kecil, Samuel hidup di daerah pegunungan berhutan yang kental dengan suasana dan suara-suara alam. Mungkin, karena bertahun-tahun dibesarkan dalam suasana seperti itu membuatnya sedikit jengah. Saat hari libur setiap Senin atau sebulan sekali sengaja meliburkan diri, Samuel lebih suka nongkrong di kafe. Minum kopi dan sedikit camilan lebih melegakan suasana hatinya ketimbang harus jauh-jauh ke gunung atau pantai. Berwisata ke daerah pegunungan atau pantai baginya sudah tak terlalu menarik lagi. Perubahan ini wajar. Boleh jadi itu karena Samuel sadar bahwa otot dan urat-urat
motoriknya sudah tak mau lagi diajak kompromi jika dipakai naik turun gunung. Inilah kepribadian yang mau menyesuaikan dengan keadaan dan tetap berhasrat untuk belajar. Kematangan inilah yang membuat Sam, dalam kadar intelektual, selalu tak merasa lelah dan tua. Selamat Ulang Tahun Om, life begins at 50... BAB DUA DARI MAKALE HINGGA MANADO Ya Allah, Engkau telah mengajar aku sejak kecilku, dan sampai sekarang aku memberitakan perbuatan-Mu yang ajaib; juga sampai masa tuaku dan putih rambutku, ya Allah, janganlah meninggalkan aku, supaya aku memberitakan kuasa-Mu kepada angkatan ini, keperkasaan-Mu kepada semua orang yang akan datang Mazmur 71:17-18 MAKALE adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Wilayahnya berbukit-bukit dan banyak gereja tua tegak memuncaki bukit. Di tengah kota kecil itu, terdapat sebuah kolam besar yang airnya jernih. Beragam jenis ikan hidup di kolam yang seolah menjadi pusat kota Makale itu. Dalam bahasa setempat, Makale berarti ”sebelum matahari terbit”. Nama ini merujuk pada kepercayaan penduduk asli yang percaya bahwa orang 10 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang harus bangun ”sebelum matahari terbit” agar memperoleh rezeki. Bila bangun setelah matahari muncul, warga setempat perrcaya rezeki akan menjauh. Itulah yang membuat warga di Makale punya kebiasaan bangun subuh. Mereka, terutama para petani di sisi luar kota Makale bekerja lebih awal dibandingkan petani daerah lain. Inilah yang membuat kebun-kebun di Makale lebih banyak menghasilkan bermacam-macam sayuran seperti buncis, kubis, dan kangkung, serta buah-buahan tropis seperti wortel, jeruk, pisang, pepaya, tomat, dan kelapa. Samuel berdiri di atas reruntuhan rumah tempat ia dilahirkan di Tombang Makale (Nov. 2007) Di tanah subur ini, di sebuah desa bernama Tombang, lima puluh tahun lalu, lahirlah Samuel Tandiassa. Banyak harapan yang ditanamkan kepada Samuel ketika ia lahir. Ketekunan khas orang Makale diharapkan terus tertanam Sigit Indra 11 Dari malake Hingga Sario dalam kehidupan Sam. Doa keselamatan dan harapan dari seluruh keluarga menyertainya. Apapun rintangannya, Sam diharapkan mampu melewati dan menjadikan rintangan itu sebagai pelajaran untuk dapat melampaui rintangan berikutnya. Samuel Tandiassa yang dilahirkan tepatnya pada 15 Oktober 1958 adalah anak ke lima dari tujuh bersaudara. Ayahnya, Padang Tandiassa, adalah seorang � � petani yang tekun dan piawai bercocok tanam. Ibunya, Ena Malaga, adalah sosok berkepribadian kuat yang selalu berupaya agar seluruh keluarganya berada di jalan Tuhan dan selalu tekun mendoakan keluarganya. Sam memiliki empat kakak: Benyamin, Yohanes, Yunus, dan Beltsazar. Ia juga punya adik bernama Moses dan Naomi. Saat masih balita, apalagi ketika belum genap berusia satu tahun, Sam adalah anak yang sering sakit-sakitan. Tangisannya paling keras di antara seluruh saudaranya. Waktu-waktu petang, adalah jam-jam Sam menangis. Ayah-ibunya, serta kakak-kakaknya dibuat bingung bagaimana harus menenangkan Sam. Begitu seringnya Sam sakit sehingga ia dijuluki ”Sampe”. Dalam bahasa Toraja, Kedua orang tua yang sekarang sudah sepuh 12 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang
sampe berarti ’tersangkut pada sesuatu’ seperti buah yang jatuh lalu tersangkut di atas dahan. Maksudnya, Sam adalah yang ’tersangkut’ untuk tetap hidup. Dari kanan ke kiri: Benyamin (1), Yohanes (2), Pdt. Yunus (3), Naomi (7), Pdt Beltsazar (4), Pdt Samuel (5), Pdt. Moses (6) Saat menginjak usia setahun, Sam mulai jarang menangis. Ibunya bisa sedikit leluasa bepergian ke pasar untuk berjualan aneka panganan dan hasil bumi seperti pisang goreng, kacang goreng, atau kacang tanah. Dari berjualan itulah orang tua Sam berusaha memenuhi kebutuhan anak-anaknya. Betapapun hasilnya jauh dari mencukupi kebutuhan sehari-hari, kerja itu tetap dijalaninya dengan tulus. Sigit Indra 13 Dari malake Hingga Sario Bila tidak ada orangtua di rumah karena pergi bekerja, Yunus, kakak Sam, sering mendapat tugas menjaga Sam. Ketika itu, Sam masih menyusu ASI karena memang begitu kebiasaan ibu-ibu Makale yang menyusui anaknya hingga sang anak berusia 3-4 tahun. � � � � Yunus sering kerepotan bila Sam haus sementara ibunya belum pulang. Dalam situasi itu, tangis Sam akan meledak hingar. Yunus yang juga punya tugas menjaga kakak Sam yang lain, Beltsazar, jadi panik. Segala cara dicobanya untuk menenangkan sang adik, tapi tangis Sam tak kunjung reda. Kalau sudah begini, cara gampang yang ditempuh Yunus adalah membawa Sam ke ibu-ibu tetangga. Para ibu itu, yang masih keluarga dan masih menyusui anak-anak mereka, yang menyumbangkan �persediaan ASI-nya untuk Sam. Kalau sudah begitu Sam bisa tenang hingga kekenyangan dan tertidur lelap. Aksi Perwira Cilik Tahun-tahun berikutnya, terutama saat berusia tiga hingga lima tahun, minyak kelapa selalu dekat dengan Sam. �Itu lantaran Sam sering sakit panas. Sang Ibu kerap berdoa dengan penuh iman sambil mengurapi Sam dengan minyak kelapa. “Obat” ini harus selalu tersedia karena Sam sering sakit tiba-tiba. Kebiasaan itu membuat anggota keluarga sederhana ini khawatir. Namun ketekunan dan doa yang terus menerus dari “Mama” Ena membuat Sam pelan-pelan bisa sembuh. Meski sering sakit, kebiasaan Sam sehari-hari sama seperti anak-anak umumnya, Samuel kecil juga suka bermain. � � � � � � Dari begitu banyak permainan masa kanak-kanak, 14 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang berenang di sungai adalah salah satu yang paling digemari. Sungai sudah jadi ”kawan permainannya” sehari-hari. Bila hendak berangkat sekolah atau ibadah, Sam kecil harus menyeberang sungai. Ia suka bertelanjang kaki dan berbasah-basah melintasi sungai bersama kawan-kawannya. Saat musim hujan, ketika air di sungai naik dan alirannya lumayan deras hingga sulit diseberangi, Sam tetap nekat pergi ke sekolah. Di saat teman-teman seusianya lebih suka membolos, Sam justru memilih melawan arus demi menghindari absen. Begitu pula untuk menghadiri Sekolah Minggu. Sam tak sudi air tinggi dan arus menghalanginya beribadah. Ketekunan inilah yang membuat Sam kecil selalu terpilih untuk mengisi setiap kegiatan Sekolah Minggu. Suatu ketika, saat belum masuk Sekolah Dasar, Sam pernah mengisi sebuah acara perayaan di Sekolah Minggu. Ia memerankan seorang perwira lengkap dengan atribut pedang. Gerakannya lucu dan mengundang tawa. Maklumlah masih bocah. ”Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang?” begitu deklamasi ala Sam mengutip Roma 8:35. Ayat yang juga menjadi lirik dari lagu berjudul ”Aku Pahlawan Kecil, Yesus Panglimaku” itu, dinyanyikan Sam cilik bersama teman-temannya lengkap dengan pedang kayu yang disisipkan diikat pinggangnya, disertai dengan gerakan dan tarian. Sambil bernyanyi, ia berputar-putar, mengacung-acungkan tangan, dan yang bikin kocak: di Sigit Indra 15 Dari malake Hingga Sario
ujung persembahan ini Sam maju ke depan sendirian, mendendangkan ayat tadi, sambil menarik pedangnya lalu mengacungkannya tinggi-tinggi. Penari Favorit Komandan Sayangnya masa kanak-kanak Sam di Makale tak berlangsung lama. Situasi di daerah terpencil itu jauh dari sentosa. � � � � � � Pergolakan politik ketika itu membuat kehidupan ekonomi masyarakat pada umumnya sulit. Pada sekitar tahun 1962, gerakan bermuatan keagamaan pimpinan Andi Sose dari Bugis gencar menyebarkan propaganda dan pengaruh di Makale. Kehidupan sosial masyarakat kerap dihinggapi perasaan waswas dan saling curiga. Ekonomi masyarakat makin terpuruk. Apalagi ketika Kahar Muzakar, pimpinan DI/TII menebar pengaruh hingga ke Makale pada 1964. Bentrokan dan gesekan kecil antar kelompok masyarakat kerap terjadi. Krisis ekonomi makin menjadi-jadi. Lebih-lebih setelah masuknya Partai Komunis Indonesia (PKI). Kondisi perekonomian masyarakat umum tak beranjak mapan. Perkebunan tak memberi hasil dan sektor-sektor perdagangan hanya dikuasasi segelintir orang dari kelompok-kelompok yang bertikai. Situasi ini turut membelit kehidupan keluarga Padang Tandiassa. Kakak dan adikadik serta seorang budhe/tante dari Ena Malaga yang sudah lama bermukim di Sulawesi Tenggara ikut prihatin. Mereka, karena kondisi ekonomi mereka lebih mapan, kemudian memboyong seluruh keluarga Tandiassa ke kediaman mereka di Kecamatan Porehu, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara, pada 1964. 16 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang W ilayah ini merupakan pertanian yang subur yang sudah cukup lama dibuka dan digarap oleh mereka di tengah-tengah daerah yang masih penuh dengan hutan. Mereka menanam padi, jagung, dan kopi. Jaraknya sekitar 360 kilometer dari kota Kendari namun kota terdekatnya adalah Malili-Soroako yang masuk provinsi Sulawesi Selatan. Di situ, keluarga Tandiassa mulai membuka ladang garapan baru. Saat meninggalkan Makale, Sam baru berusia 5 tahun. Ia melanjutkan pendidikan dasarnya di Porehu. Sifatnya yang setia dan terbuka membawanya pada lingkup pergaulan dengan anak-anak dari beragam lapisan dengan lebih banyak teman. Guruguru Sam adalah tentara TNI yang kala itu ditugaskan pula untuk menumpas gerakan Kahar Muzakar. Begitu gampangnya Sam kecil bersosialisasi, Rumah keluarga dari Ibunya Sam di Porehu yang sampai sekarang masih dilestarikan. Rumah ini dikunjungi lagi oleh Sam pada awal November 2007 setelah 40 th meninggalkannya Sigit Indra 17 Dari malake Hingga Sario sampai Komandan Komando Rayon Militer (Koramil) di Porehu mengangkatnya sebagai anak. Di sini Sam diberi nama baru, Ahmad. Sama seperti anak-anak lainnya, Sam aktif dalam berbagai kegiatan sekolah seperti bermain kasti dan menari. Sikap ringan tangan Sam membuat Sam disukai banyak orang termasuk oleh Sang Komandan. Setiap ada acara pentas seni, Samuel selalu menjadi bintang favorit. Sang Komandan Koramil ikut pula melatih Sam menyanyi dan menari. � � � � � � Dari sekian banyak jam terbang Sam tampil di pentas, paling sering ia menari dengan diiringi lagu “...burung nuri, terbang tinggi...” Ia memang selalu terbang tinggi dari tempat itu jauh hidup di rantau. Penuh dengan Roh Kudus Selama di Porehu kondisi kehidupan keluarga Sam tak terlalu berubah banyak. � � � � Kakak Sam, Beltsazar bahkan menderita sakit berkepanjangan karena terserang Malaria. Anehnya, tak ada satupun obat yang mampu menyembuhkannya. Peristiwa ini membuat Mama Sam berkesimpulan: Inilah Sam bersama dengan Tantenya (adik ibunya) dan 3 orang sepupu tetapi juga temantemannya sekolah 18 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang teguran Tuhan. Maklum saja, karena tidak ada gereja di Porehu, keluarga Sam jadi
tidak pernah beribadah. Dua tahun di Porehu, pada 1966, keluarga Sam kembali ke Sulawesi Selatan. Tahun 1967, keluarga Sam pindah lagi ke Pongraka, sebuah desa yang berjarak sekitar 50 km dari kota Palopo, Sulawesi Selatan. � � � Sam sempat beberapa bulan ikut pindah ke Pongraka namun kembali lagi ke Porehu. Ketika di Pongraka, Sam bergereja di bawah penggembalaan Pdt Obed Payung. Ia menjadi kesayangan beberapa gembala daerah situ. Di usia dini Samuel sudah penuh dengan Roh Kudus dan kerap bernubuat. Satu diantaranya terjadi dalam sebuah KKR yang dipimpin oleh Pdt. Da Costa dari Makassar. Pdt. Da Costa saat itu menyarankan orang Kristen sebaiknya tidak memakai pohon Natal, karena ada mitos-mitos penyembahan berhala dibalik pohon Natal. Saat itu Samuel bernubuat “Hai hambaku, beritakanlah Firman dengan berterus terang....” Bagi Pdt Da Costa Bersama B & Ibu Pdt. Da Costa (alm) Sigit Indra 19 Dari malake Hingga Sario nubuatan itu ditafsirkan sebagai dorongan untuk melarang penggunaan pohon Natal di gereja-gereja daerah Sulawesi Selatan. Pada 1969, orangtua Sam mengikuti program transmigrasi lokal. � � � � � � Mereka ditempatkan di Rambakulu, sekitar 40 km dari kota Palopo, Sulawesi Selatan. � � � Sam ikut pindah ke daerah itu setelah menamatkan pendidikan dasar. Selanjutnya ia masuk ke Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP) di Palopo, sekitar 362 kilometer dari kota Makassar, Sulawesi Selatan. Di kota yang bagian baratnya berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja itu, Sam lebih banyak tinggal di Pastori GPdI, Jalan Veteran 34, Palopo, daripada di rumah orangtuanya di Rambakulu. Selama tinggal di pastori, Sam semakin dekat dengan kehidupan pelayanan di gereja. Setiap hari, di luar jam sekolah, Sam membantu pekerjaan rumah tangga di pastori. Mencari kayu bakar adalah salah satu tugas yang harus dikerjakannya. Ia juga tetap rajin melayani dengan bermain gitar untuk ibadah wanita dan persekutuanpersekutuan rumah tangga. Apabila masuk masa-masa Natal, Sam bersama beberapa pengerja berjalan kaki berkilo-kilometer mengunjungi gereja-gereja di wilayah Palopo. Bersama rombongan yang sering berjumlah antara 20 -40 orang ia kerap tidur 20 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang di mana saja, ya di gereja, atau di rumah jemaat, pokoknya nomaden. Tanam Cabe Demi Sekolah Setamat SMEP, Sam berangkat ke Makale. Ia menumpang di kediaman kakak sulungnya, Benyamin Lolopayung, yang telah berkeluarga. Sehari-hari, Benyamin bekerja sebagai staf administrasi sebuah Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA) di Makale. Selain bekerja formal, Benyamin juga bertani. Di Makale, Sam bersekolah di tempat Benyamin bekerja. Untuk membiayai sekolahnya, Sam juga harus bertani, menanam sawi, kobis, kacang tanah, cabe dan jenis tanaman lain. Selain itu, pada hari-hari pasar, sekali seminggu, Sam dan teman-teman pergi ke pasar menjual daun pisang dan daun kluak yang digunakan sebagai pembungkus garam atau ikan. Setelah menyelesaikan pendidikan di SMEA, Sam berencana masuk Sekolah Alkitab. Ia lebih dahulu harus magang sekurangnya setahun, karena memang demikian syaratnya, sebelum dapat menempuh pendidikan Alkitab. Sam kemudian kembali ke Rambakulu, memilih magang di GPdI Rambakulu yang digembalakan oleh Pdt. Obed Payung, S.Th. Selama magang di Rambakulu, Sam sering pulang ke rumahnya karena hanya berjarak sekitar 200 meter dari gereja. Selama magang, Sam sadar bahwa biaya Sekolah Alkitab tidak sedikit. Selama setahun ia mempersiapkan biaya dengan bercocok tanam di lahan milik orangtuanya. Sam menanam kacang tanah, tembakau, dan cabe. Pengalaman Sigit Indra 21 Dari malake Hingga Sario bertani selama hidup bersama kakaknya di Makale, menjadikannya petani handal. Seluruh upaya ini akhirnya mampu membawanya menapak di Sekolah Alkitab GPdI di
Malino, Sulawesi Selatan, hingga lulus pada Oktober 1975. Di Malino, kota di lereng gunung Tinggimoncong yang berjarak 60 kilometer dari Makassar, Samuel menjalani studi Alkitab dengan penuh sukacita. Setelah kelas 1, Sam diminta oleh Pdt Nicky Sumual untuk menjadi pengerja di GPdI Sario di Manado. Sam tak menolak. Ia tahu bahwa ini sudah jalan Tuhan yang ia pilih dan harus ditempuh. Selama di GPdI Sario dibawah penggembalaan Pdt Nicky Sumual, Samuel terus belajar sambil bekerja membantu pelayanan. Sam dan Pdt. Nicky Sumual (alm) dan Ibu pada th 1991 saat ia bertemu dalam acara Mubes GPdI Pekerjaan rutinnya setiap hari ialah mengantar jemput anak-anak Pdt. Nicky pergi dan pulang sekolah serta mengantar Ibu Sumual berbelanja ke pasar. Karena pastori 22 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang dihuni oleh kurang lebih 20 orang yang terdiri dari keluarga Pdt. Nicky Sumual dengan 4 orang anak juga para pengerja, maka kebutuhan belanja untuk makan seharihari begitu banyak. Antar jemput Sam, baik ke sekolah maupun ke pasar, menggunakan sepeda motor. Jadi, selama pelayanan di Sario, hidup Sam lebih banyak berada di atas motor dari pada di dalam gereja. Saking lincahnya mengendarai motor, Sam sampai berani ikut lomba motorcross. Temannya yang kerja di bengkel mensuport Sam dengan menyediakan motor trail Yamaha. Sam nekat masuk ke arena motor cross layaknya crosser. Walaupun akhirnya tidak jadi juara, tapi ia puas karena dari pengalaman itu mentalitas keberanian dan percaya diri Sam semakin kuat. Bila Pdt. Nicky Sumual, biasanya lebih akrab disapa Om Nicky, pergi dalam rangka penginjilan ke daerah-daerah lain, Sam tampil memimpin pujian di gereja. Segala macam alat musik ia pelajari hingga hampir semua alat musik yang ada di gereja dikuasainya. Sayangnya, kesempatan untuk berkhotbah jarang didapat karena begitu banyaknya pengerja di GPdI Sario sehingga untuk tiba gilirannya butuh waktu yang lama. Karakter Tahan Banting Berada di bawah bimbingan Pdt. Nicky Sumual yang tegas sekurangnya ikut membentuk karakter Sam. Selain jadi tahan banting, Sam juga diajarkan untuk tidak bersungutsungut dalam mengerjakan segala sesuatu. Pernah suatu ketika Sam merasakan bogem mentah Om Nicky. Ceritanya, setelah lelah karena melayani persekutuan di luar daerah, Sigit Indra 23 Dari malake Hingga Sario Sam pulang berboncengan dengan Ibu Sumual. Saking letihnya, Sam lantas menuju kamarnya. Ia langsung pulas begitu kepalanya menyentuh bantal. Tapi belum genap satu menit merasakan nyamannya kasur kapuk, suara keras Om Nicky membangunkannya. Pendeta itu meminta Sam mengambil arkodeon yang tertinggal di tempat kebaktian malam itu juga. Sam baru sadar. Arkodeon gereja yang dibawa temannya dan ia boncengkan waktu berangkat untuk persekutuan tadi masih tertinggal. Sedangkan temannya pulang dengan membonceng orang lain tetapi tidak membawa arkodeon itu. Rasa capek yang amat sangat dan lembutnya kasur membuatnya ogah beranjak. Tapi gelegar suara Om Nicky menghentaknya. Sam kesal karena merasa bukan kesalahannya yang mengakibatkan arkodeon tertinggal. Malam itu juga, Sam mengambil motor di ruang tamu pastori. Tidak seperti biasanya, kali ini motor tak dituntun ke luar ruangan lebih dulu, melainkan langsung distarter dan digas di dalam ruang tamu. Suara motor yang keras membuat semua penghuni pastori yang sudah terlelap melonjak kaget. Apalagi saat mantan crosser itu memainkan gas dan langsung tancap meninggalkan kepulan asap di ruang tamu. Om Nicky cuma bisa menggeleng-gelengkan kapala. Ia menunggu 24 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang sampai Sam pulang. Ketika yang ditunggu nongol di balik pintu, Om Nicky langsung melepaskan tinju sambil menghardik, ”Ngana (kamu-red) ini sudah bangunkan semua
orang di rumah”. W alau tegas namun Om Nicky termasuk orang yang murah hati. Ia, suatu ketika saat musim liburan, bersedia membelikan Sam tiket pesawat untuk pulang. Ia merasa kasihan melihat Sam yang trauma naik kapal barang berhari-hari hingga mabuk laut. Sam gembira bukan kepalang bisa pulang naik pesawat. Setelah hampir sebulan pulang, Om Nicky mulai gelisah. Ia mengirim telegram melalui Pdt da Costa di Makassar supaya Sam cepat pulang. Ketika itu belum ada pager apalagi sms dari handphone. Tapi yang dikirimi telegram membalas dengan mengirimkan telegram lagi. Isinya: ”Saya belum bisa kembali karena tidak punya uang untuk membeli tiket pesawat”. Walah! Om Nicky pun lantas mengirimi Sam uang. Sam kian gembira karena bisa pulang pergi naik pesawat. Padahal kala itu sebenarnya ia punya uang untuk membeli tiket ke Manado. Tahun ketiga menjadi pengerja di GPdI Sario, Sam memohon kepada Pdt Nicky Sumual untuk bisa sekolah lagi. Keinginan itu dikabulkan Om Nicky karena menilai Sam memang pantas untuk menempuh pendidikan terbaik. Pada 1978, Om Nicky mengirim Sam untuk menemui Pdt. R Gideon Sutrisno di Yogyakarta. Pdt Gideon adalah kepala Sekolah Alkitab GPdI Salatiga. Ia mengantarkan putra Makale itu ke Salatiga untuk memulai kehidupan lebih mendalam sebagai pelayan Tuhan. BAB TIGA KARYA DI JALAN TUHAN Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman II Timotius 11:9 Tahun 1980-an menjadi kurun penting bagi sejarah Gereja Pantekosta EL-Asah. Pada masa itulah dimulai perintisan pelayanan ibadah di kawasan Perumnas, Condong Catur, Jogjakarta. Ketika itu wilayah di bilangan utara Jogjakarta itu tidaklah seperti sekarang. Angkutan umum hanya lewat satu-satu. Suasananya begitu sepi, bahkan bisa dibilang mencekam. Jalan lingkungan masih kecil dan masih banyak sawah serta kebun tebu dibandingkan permukiman. 26 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Lokasi yang termasuk pelosok itu tak menghentikan keinginan Samuel Tandiassa untuk membuka persekutuan doa bagi jemaat Pantekosta. Sebenarnya, perkenalan Sam dengan kawasan Condong Catur terjadi setahun sebelumnya. Ketika itu Juli 1979, ia yang menjadi pengerja di GPdI Lempuyangan ditugaskan Pdt. R. Gideon Sutrisno untuk melayani upacara penguburan Bambang Edi Susanto, putra Wahidi, jemaat GPdI Lempuyangan yang tinggal di Jalan Cempaka, Perumnas Condong Catur. Pada acara doa-doa selanjutnya -sebagaimana tradisi Jawa ada peringatan tiga hari setelah meninggal, tujuh, empat puluh, hingga seratus hari- Sam semakin akrab dengan jemaat Pantekosta yang tinggal di Condong Catur sekaligus semakin mengenal lokasi di situ. Ketika itu Sam sudah “jatuh cinta’ dan ia mengimani bahwa Tuhan memiliki rencana agung yang mengatur segala sesuatunya di balik seluruh peristiwa. Bolak-balik Sam melakukan survey lokasi di Condong Catur. Hasil pengamatan meneguhkan hatinya untuk membuka persekutuan jemaat di Perumnas, Condong Catur. Pada Sigit Indra 27 Karya di Jalan Tuhan awal 1980 dimulailah karya itu dengan merintis kelompok persekutuan jemaat baru. Sam mencari informasi dari beberapa gereja diantaranya GPdI Lempuyangan, GPdI Gedong Kuning, dan GPdI Onggobayan- dan dari jemaat Pantekosta yang telah ia kenal untuk mengumpulkan anggota baru. Akhirnya lima keluarga yang mukim di seputaran kawasan Condong Catur bersedia bergabung. Mereka adalah keluarga Wahidi, keluarga R. Petrus Soemardjo, keluarga
Sutianto, keluarga R. Prodjo Soedjono, dan keluarga Ny Parjan. Meski sedikit, himpunan keluarga ini cukup untuk menggelar sebuah persekutuan doa. Kegiatan pertama persekutuan ini digelar di rumah keluarga R. Petrus Soemardjo di Jl Mawar, Perumnas, Condong Catur, Jogjakarta. Hijrah ke Gorongan Samuel Tandiassa, ketika itu masih menjadi pengerja di GPdI Lempuyangan di bawah Penggembalaan Pdt. 28 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang R. Gideon Sutrisno. Pelayanan itu langsung dilakukan setelah ia lulus dari Sekolah Alkitab GPdI Salatiga, Jawa Tengah, pada 1979. Ketika menggalang jemaat persekutuan baru di Condong Catur, Samuel masih terlibat penuh dengan pelayanan di Lempuyangan. Dukungan penuh dari Gembala GPdI Lempuyangan dan komitmennya untuk membuka persekutuan baru membuatnya semakin bersemangat. Ia tak gentar menghadapi preman dan gali yang ketika itu kerap berkeliaran di seputaran Condong Catur. Para preman kerap ikut naik ke angkutan umum dan memeras para penumpang atau memaksa penumpang membayar bangku yang kosong. Bila menolak penumpang akan dipaksa diturunkan di jalan. Penumpang tak bisa menolak karena angkutan umum, mobil Colt, menjadi satu-satunya tumpuan menuju kawasan Perumnas. Perayaan Natal pertama persekutuan Condong Catur digelar di kediaman keluarga R. Petrus Soemardjo di Jl Mawar. Meski sederhana namun perayaan itu membawa kesan dalam bagi Samuel. Respon dan inisiatif anggota persekutuan membuatnya semakin giat memberikan pelayanan. Pelan-pelan jemaat bertambah hingga rumah keluarga R. Petrus Soemardjo tak mampu lagi menampung seluruh kegiatan. Sigit Indra 29 Karya di Jalan Tuhan Pada 1981, tempat persekutuan bagi orang dewasa pindah ke rumah keluarga Sutianto di Jalan Lely I, Perumnas Condong Catur. Meski hanya menempati teras dan ruang tamu namun ibadah tetap berlangsung dengan hikmat dan penuh sukacita. Untuk kegiatan sekolah minggu tetap menggunakan rumah Keluarga R. Petrus Soemardjo. Semakin hari jemaat di Condong Catur semakin bertambah. Hingga tiba saat Natal di tahun itu, jumlah jemaat mencapai sekitar seratus orang termasuk anak-anak. Di kediaman Keluarga R. Petrus Soemardjo ibadah Natal persekutuan Condong Catur berlangsung dipimpin Pdt R. Gideon Sutrisno. Tahun berikutnya jemaat semakin bertambah dan rumah keluarga R. Petrus Soemardjo sudah tak cukup lagi. Sam bersama anggota persekutuan ibadah kemudian mengadakan beberapa kali pertemuan dan sepakat untuk mencari tempat baru. Akhirnya tempat baru yang dicari diperoleh dengan jalan mengontrak sebuah rumah di wilayah Gorongan, tak jauh dari lokasi Perumnas. Seluruh kegiatan ibadah kemudian diboyong ke tempat baru itu. Beberapa keluarga ikut bergabung dalam persekutuan di Gorongan. Beberapa pemuda juga ikut terlibat dan menggabungkan diri sehingga setiap kali ibadah dihadiri antara 25 hingga 40 jemaat. Menetap di Dusun Dero Tahun-tahun berikutnya Sam terus memberikan pelayanan penggembalaan di Gorongan. Sempat pada pertengahan 1982, penggembalaan diserahkan kepada Pdt. Petrus Tolanda. Namun karena kondisi kesehatan beliau harus 30 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang mendapat perawatan intensif, maka sesudah Natal 1982 Pdt. Petrus Tolanda harus pulang ke Sulawesi Selatan. Selepas itu, penggembalaan kembali dipegang Samuel. Pada 1983 dimulailah fase baru pelayanan Samuel. Ketika itu, Keluarga Sutianto membeli sebidang tanah, 8 x 40 meter, di Dusun Dero, Condong Catur. Sebagian tanah itu, berukuran 4 x 12 meter, dipinjamkan agar dapat dijadikan tempat ibadah. Kerelaan keluarga Sutantio yang patut dihargai ini ditanggapi Samuel dengan sukacita. Ia segera menghimpun seluruh jemaat persekutuan untuk mewujudkan sebuah gereja.
Hasil rembugan dan diskusi yang panjang akhirnya berujung manis. Pada 28 Maret 1983, pembangunan Gereja Condong Catur dimulai. Peletakan batu pertama dilakukan Pdt. R. Gideon Sutrisno dan kepala Dusun Dero. Setelah lima bulan bekerja keras akhirnya pada 5 Agustus 1983, gereja Condong Catur berdiri dan diresmikan penggunaanya. Puji Tuhan. Sigit Indra 31 Karya di Jalan Tuhan Pada masa-masa itu, Samuel juga sedang pada masa-masa awal menempuh studi di Akademi Bahasa Asing (ABA) Jogjakarta. Sebagai hamba Tuhan, ia ingin menambah penguasaannya terhadap bahasa asing karena itu akan semakin berguna untuk menjelajahi literatur kekristenan dan memperluas wawasan. Disela-sela kesibukannya memberikan pelayanan dan penggembalaan di gereja Condong Catur, Samuel dengan segenap upaya berusaha agar studinya berjalan mulus. Ia selalu tekun dalam doa dan bersemangat menjalankan pela-yanan sekaligus tak lelah belajar. Studi di bahasa asing diselesaikan dengan memuaskan pada 1986. Samuel berhak atas gelar B.A (Bachelor of Arts). Pada tahun itu pula, ia didukung anggota jemaat persekutuan, mampu membeli sebagian tanah keluarga Sutantio yang terletak di belakang gereja. Di atas lahan berukuran 8 x 13 meter itu kemudian dibangun rumah tempat tinggal. Semakin Terasa Sempit Empat tahun setelah menamatkan pendidikan bahasa asing, Samuel kemudian masuk ke Sekolah Tinggi Teologia INTHEOS, Seminari Pasca Sarjana Anugerah di Solo, Jawa Tengah, pada 1990. Ia lulus dengan IPK 3,39 pada 1995 dan berhak menyandang gelar Master of Arts melalui seremoni wisuda pada 1996. Di antara waktu-waktu studinya, Wisuda Intheos 1996 32 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Samuel terus memberikan pelayanan di Condong Catur. Ia harus pintar-pintar membagi waktu agar tidak menomorduakan pelayanan ataupun studi. Dari tahun ke tahun perkembangan gereja El-Asah menunjukan grafik menggembirakan. Perkembangan wilayah di situ yang mengarah pada banyak dibangunnya hunian dan kampus-kampus membuat banyak penduduk baru berbondong-bondong datang. Kawasan yang semula sepi dan ”angker” berubah menjadi area yang lumayan ramai dan hidup. Warung-warung mulai banyak dibuka. Toko-toko kelontong sedikit demi sedikit mulai tumbuh di sepanjang jalan Candi Gebang. Penduduk, baik dari dalam maupun luar Jogjakarta, banyak yang bermukim di perumahan-perumahan baru. Mahasiswa, kebanyakan dari luar daerah, tak sedikit pula yang memenuhi tempat kost atau pondokan karena banyak kampus baru dibuka. Situasi ini mempengaruhi perjalanan gereja EL-Asah. Pada tahun sekitar tahun 1992, daya tampung gereja makin lama kian terasa sempit hingga harus diperluas ke samping, meski secara darurat. Mengantisipasi perkembangan ini Jemaat kemudian merencanakan untuk merenovasi gereja. Perluasan gereja direncanakan mengambil lokasi rumah sehingga rumah harus dibongkar agar luas keseluruhan gereja mencapai 8 x 23 meter. Panitia pembangunan kemudian dibentuk. Mereka menyiapkan gambar-gambar rancangan gedung gereja yang baru dan juga melibatkan jemaat untuk menggalang dana. Sigit Indra 33 Karya di Jalan Tuhan Pada 1994, sisa tanah milik keluarga Soetianto yang terletak tepat di sebelah selatan gereja akhirnya berhasil dimiliki. Renovasi gereja baru sepertinya tinggal menunggu waktu. Namun Tuhan merencanakan hal lain. Pada Juli 1996, keluarga Basuki Nugroho, membeli sebidang tanah seluas 800 meter persegi tepat di sebelah utara gedung gereja. Melalui kesepakatan keluarga akhirnya tanah tersebut dipinjamkan untuk di atasnya dapat dibangun gereja. Segala rencana yang telah disusun dari awal berubah total. Rancangan gereja harus digambar ulang karena lahan yang tersedia cukup untuk membangun gedung gereja berukuran 11 x 33 meter. Susunan panitia semakin
34 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang dipersolid. Semua izin-izin disiapkan. Pada 1996, dimulailah pembangunan gereja. Hingga pertengahan tahun 1997 pembangunan gereja sudah menyerap dana sebesar Rp 225 juta dimana sekitar 70% dari biaya itu berasal dari keluarga Basuki Nugroho. Awal Perjuangan Panjang Akhir tahun 1997, pembangunan gereja selesai. Meski belum seluruhnya sempurna, gereja sudah dapat digunakan. Pintu-pintu masih belum terpasang, begitu pula jendela. Lantai masih berlapis semen dan belum semua dinding dilapisi cat. Namun itu semua tak mengurangi sukacita Samuel berikut seluruh jemaat. Dari waktu ke waktu perbaikan dilakukan di GPdI EL-Asah sejalan dengan terus memberikan pelayanan yang tebaik untuk Tuhan. Di tengah kesibukan sebagai gembala, Samuel tetap bersemangat untuk selalu belajar. Pada tahun 2004, ia masuk ke Sekolah Tinggi Teologia Baptis Indonesia di Semarang, Jawa Tengah. Samuel mengambil program S3 bidang Pelayanan Kristen. Studi ini ditempuhnya dengan mulus. Ia berhasil lulus dengan IPK 3,68 pada Oktober 2006 dan berhak atas gelar doktor. Sigit Indra 35 Karya di Jalan Tuhan Sejalan dengan itu, materi pelayanan di GPdI El-Asah juga semakin matang. Khotbahkhotbah yang disampaikan Samuel semakin didasari oleh referensi yang dalam dan penghayatan filsafat yang memadai. Kajian-kajian yang ia lakukan selama studi rupanya ikut mempengaruhi cara pandang Samuel terhadap pelayanan gereja. Kedewasaan ini semakin memberikan warna lain bagi perkembangan GPdI El-Asah. Kegiatan demi kegiatan semakin dimatangkan dari waktu ke waktu. Setiap tahun perayaan Natal digelar di Gereja El-Asah dengan meriah. Puji-pujian rutin dipanjatkan melalui serangkaian ibadah. Setiap Minggu, seperti lazimnya gereja, diadakan ibadah umum yang dimulai pukul delapan pagi dan lima sore. Ibadah sekolah minggu digelar mulai pukul 8.30. Kaum wanita melaksanakan kegiatan ibadah setiap Selasa mulai jam enam sore. NATAL pertama 1997 di gereja yang baru. Lantai dan pintu-pintu belum terpasang 36 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Sedangkan ibadah pemuda-remaja dijadwalkan dimulai 17.30 setiap hari Sabtu. Setiap Kamis, diadakan persekutuan wilayah di rumah-rumah jemaat. Setiap tahun, jemaat El Asah tak lupa menggelar ibadah dalam rangka ulang tahun Gereja. Dalam rangka Peringatan Ulang Tahun Gereja juga digelar pasar murah yang menjual aneka bahan pokok yang ditujukan bagi warga sekitar gereja sebagai bentuk kepedulian sosial gereja terhadap masyarakat umum. Samuel Tandiassa tak pernah mengira ia berhasil mencapai semua ini. Dalam keyakinannya, bukan oleh karena dirinya atau siapapun, namun hanya karena Kuasa dan Kekuatan Roh Tuhan semua dapat berjalan. Ia membiarkan dirinya selalu teguh dalam jalan pelayanan dan berlaku sesuai Alkitab. Selebihnya, pasti Tuhan akan mengatur dan memberikan yang terbaik bagi hamba Allah. Baginya: semua ini bukanlah akhir sebuah pencapaian, melainkan awal dari perjuangan panjang. BAB IV SEPENGGAL KISAH DARI KEMETIRAN KIDUL .... aku sendiri tidak menganggap, bahwa aku telah menangkapnya, tetapi ini yang kulakukan: aku melupakan apa yang telah dibelakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah,
yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus Filipi 3:13-14 Rumah itu boleh jadi tak bisa disebut sederhana. Meski luasnya seratus meter persegi lebih, namun hanya satu meter saja tinggi dindingnya yang terbuat dari batu bata. Selebihnya hanya dinding gedhek dari anyaman bambu. Cahaya matahari tersaring kecil-kecil menerobos masuk 3 8 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang ke dalam ruangan karena gentengnya tak seluruhnya utuh. Bila malam tiba, angin menggelitik menusuk dari celah-celah dinding. Dinginnya bukan main! Tapi kalau hari sudah siang. Giliran badan kegerahan karena panas tak terkira. Apabila musim hujan datang alamat penghuni rumah kerepotan. Atapnya yang bocor mengucurkan air hujan dimana-mana. Persediaan ember dan baskom sampai habis untuk mewadahi tetesan hujan. Belum lagi tempias air yang jatuh dari genteng dan tritisan, yang membuat lantai plesteran semen di rumah itu lembab dan basah. Tanah di halaman becek. Kalau ingin menuju ke rumah harus melompat-lompat karena menghindari genangan air. Begitulah suasana kediaman Samuel Tandiassa yang terletak di bilangan Kemetiran Kidul, Yogyakarta, pada sekitar tahun 1984. Di rumah yang sekaligus digunakan sebagai gereja itu, Samuel menempati sebuah bilik kecil untuk ruang tidur sekaligus ruang kerja, bahkan kadang-kadang juga berfungsi sebagai ruang makan. Rumah itu memang tak bisa disebut sederhana. Ia lebih pas disebut gubuk, yang kini oleh Samuel dikenang sebagai gubuk derita. Meski hanya gubuk, tapi kenangan dan jasa rumah itu sungguh tak terperi. ”Gereja” itu termasuk saksi sejarah dari tumbuhnya jemaat Pantekosta di Jalan Cokrodipuran 3, Jogjakarta saat ini. � � � � Masa-masa mengurus ”gubuk derita” itu, termasuk dalam lima lokasi riwayat perintisan Samuel. Sebelum tinggal di Kemetiran, perintisan dimulai dengan Sigit Indra 39 Sepenggal Kisah dari Kemetiran menggunakan sebuah rumah di kawasan Pringgokusuman, Jogjakarta pada awal 1980. Di tempat itu, ibadah persekutuan dimulai dengan sekitar 20 jemaat. Mereka merupakan jemaat Pantekosta di sekitar Pringgokusuman dan sebagian berasal dari GPdI Lempuyangan. Pelayanan di tempat itu dilakoni Samuel hingga sekurangnya empat tahun. Karena keadaan menuntut dibukanya tempat baru, Samuel kemudian mencari rumah dan sampailah ia di rumah bambu tadi. Jam Weker Alami W alau dibuntuti embel-embel ”derita”, hidup di Gereja Pantekosta Kemetiran Kidul itu tak selamanya menderita. Banyak kenangan di tempat itu yang tak mungkin dilupakan Samuel. Setiap hari ada saja jemaat yang menghadiahi makanan. Menunya berbeda-beda. Lumayanlah! Di waktu-waktu pagi di saat akan diadakan bidstond pagi jam 05.00, Samuel juga tak perlu repot-repot menyiapkan jam weker supaya bisa bangun pagi. Ibu-ibu -malah lebih pas disebut nenek-nenek- sudah datang subuh-subuh dan ngerumpi di teras gereja. Ada saja bahan yang diobrolkan. Mulai dari harga-harga di pasar, cucu si anu yang sudah bisa berjalan, tetangga si itu yang agak aneh, sayur ini yang paling pas buat om gembala, sampai firman Allah, tak luput dari pembahasan. Bila jam sudah hampir menunjukkan jam 5 tetapi pintu gereja belum dibuka maka mereka kemudian mengetuk-ketuk pintu gereja dan juga jendela kamar Sam. Inilah jam weker alami. 40 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Sam terbangun. Bukan karena ketukan itu, tapi karena suara ngobrol yang surround diselingi canda dan taburan tawa. Setelah pintu dibuka, persiapan ibadah pun
dimulai. Lantai dibersihkan dan tikar pun dibentangkan sehingga mereka mereka bisa duduk dan memulai doa pagi mereka. Mereka biasanya mengawali dengan melantunkan pujian, mendengarkan renungan singkat dan kemudian menyanyi dan menaikkan doa-doa mereka sampai waktu menunjukkan pk. 06.00. Puji-pujian disajikan tanpa harus menyiapkan sound system karena tanpa alat ini suara mereka di pagi hari itu sudah memenuhi dari sudut ke sudut ruangan bahkan tembus keluar karena dinding-dinding gedhek yang dilapisi papan di dalamnya itu hanya dinding tipis. Gereja Kemetiran menjadi tempat bernaung Samuel hingga menjelang masa bujangnya berakhir. � � Banyak cerita yang ia jalani selama merintis persekutuan di tempat itu. Selama tinggal di Kemetiran, Sam juga merintis persekutuan doa jemaat Pantekosta di beberapa tempat lain. Belum lagi kegiatan dan konsentrasinya untuk menjalani studi. Bisa dibayangkan bagaimana kesibukannya pada waktu itu. Gubuk derita juga menjadi saksi pernikahan Samuel dengan Sianny, Sigit Indra 41 Sepenggal Kisah dari Kemetiran istrinya saat ini. Sebagian masa-masa penjajakan dan pacaran dengan calon istri juga terjalin dalam suasana pelayanan di Kemetiran Kidul. Samuel mempersunting Sianny pada 22 Juli 1990. Pemberkatan pernikahan digelar di GPdI Lempuyangan, dipimpin oleh Pdt. R. Gideon Sutrisno. Setelah pemberkatan acara pernikahan Sam dan Sianny dilanjutkan dengan menggelar resepsi di gedung Kagama, Bunderan UGM, Yogyakarta. Gubukku Istanaku Usai resepsi di Kagama, pesta pernikahan ulang digelar lagi di sore harinya. Kali ini giliran gubuk derita yang menjadi tempatnya. Begitu antusiasnya jemaat di situ, namun kapasitas gereja tak mencukupi, membuat resepsi digelar dua kali. Walaupun sederhana, acara resepsi di Kemetiran tetap berjalan khidmat. Tenda dipasang mulai dari mulut gang. Para tamu membludak hingga memenuhi teras gereja. Kursi-kursi terisi penuh. Ruang dalam dipercantik dengan dekorasi kain warna merah dan putih hasil karya kaum muda dari Condong Catur dan Kemetiran Kidul. Tetapi, di bulan Juli itu tiba-tiba datang hujan.................. Derasnya hujan seperti tak mau peduli. Guyuran air di halaman membuat butir-butir tanah berlompatan. Tamu-tamu di teras berkerumun ke bagian tengah karena menghindari tempias air hujan. Dinding anyaman bambu perlahan-lahan lembab lalu akhirnya basah. Udara dingin menusuk. Sebagian tamu yang duduk memilih mengangkat kaki, selain meringkuk agar tak kedinginan, juga sekalian menghindari telapak kaki memijak lantai kayu yang telah basah. 42 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Tapi, walaupun hujan datang, the show must go on… �Acara resepsi tetap berlangsung meriah. Ucapan selamat dan doa melingkupi kedua mempelai. Salam hangat tercurah dari seluruh jemaat dan tamu undangan. Semoga kedua mempelai hidup bahagia dan senantiasa diberkati Tuhan. Sam dan Sianny tak henti menebar senyum. Kebahagiaan dan cinta bersemai di hati. Bagi keduanya, gubuk derita hari itu sudah tampak bak istana. Pada 1991, pelayanan di Kemetiran Kidul dipindahkan ke sebuah rumah di Jalan Letjen Suprapto 119, Yogyakarta. Tempat ini dibeli dari seorang warga di Jogjkarta. Kegiatan ibadah kemudian dialihkan berangsur-angsur di rumah ini. Semula, semua terlihat berjalan baik. Namun Tuhan rupanya memiliki rencana lain. Belakangan, muncul masalah seputar kepemilikan rumah tersebut. Keponakan bekas pemilik lama rumah itu mengklaim sebagai pemilik sah. Ia menuntut balik kepemilikan rumah yang sudah dijual pamannya kepada Samuel. Masalah Sigit Indra 43 Sepenggal Kisah dari Kemetiran seputar warisan ini mencapai jalan buntu hingga akhirnya dibawa ke pengadilan. Vonis pengadilan memenangkan sang keponakan. Samuel tak bisa berbuat apa-apa selain menyerahkan rumah tersebut. Eksekusi rumah tak bisa ditawar lagi. � � Seluruh barang-barang segera dikeluarkan. Sam menitipkan barang-barang miliknya lebih dulu di kepala RT
setempat, karena tak tahu harus diletakan dimana. Sam tak berdaya menghadapi ini. Namun ia masih bisa ”men� � � � � untut” sang pemilik lama. Dari upaya itu, bekas pemilik rumah menyerahkan rumah yang telah ia beli dari hasil penjualan rumah kepada Samuel. Bahu-membahu Bersama Jemaat Persoalan ini begitu panjang dan berbelit-belit. Begitu banyak tenaga dan biaya untuk menyelesaikan semuanya. Tapi Sam percaya, di balik semua peristiwa, selalu terkandung maksud dan rencana Allah. Usai digusur, Sam kembali lagi menghuni gubuk-deritanya karena memang tempat itu belum habis masa kontraknya. Setelah di Kemetiran, Sam kemudian hijrah ke Jalan Candi Gebang, Condong Catur, Yogyakarta, karena rumah di belakang gereja di Condong Catur telah selesai dibangun sejak pada pertengahan 1989. Pelayanan di Kemetiran Kidul setelah habis masa kontrak tempatnya kemudian berge44 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang ser ke Jalan Letjen Suprapto 83 Yogyakarta menempati sebuah rumah kontrakan sederhana. Beberapa tahun menjalankan pelayanan dan ibadah persekutuan jemaat Pantekosta di situ, pada 2005 kemudian pindah lagi menggunakan sebuah rumah di Jalan Cokrodipuran 3, Yogyakarta. Sayangnya pada 2008, pelayanan di Cokrodipuran terhenti. Sang pemilik rumah berniat menjual rumahnya. Padahal ketika itu, masa kontrak rumah belum habis. Pemilik meminta Sam membeli rumah itu saja dan mematok harga Rp 750 juta! Harga yang jauh di atas harga pasaran itu tak mungkin dijangkau. Masamasa itu Sam begitu bingung mencari tempat ibadah bagi sekitar 100 jemaat. Bahkan sampai saat harus benar-benar ke luar rumah, ia sendiri belum tahu di mana ibadah akan dilakukan minggu depan. Dalam doanya, Sam berharap Tuhan membantu membukakan jalan. Sepanjang malam ia bertekun dalam doa, dan di detik-detik akhir, Tuhan akhirnya memberi kesempatan. Seorang dermawan yang pemurah berkenan meminjamkan ruangan di lantai tiga ruko di Jalan Gandekan Lor 15, Yogyakarta. Ibadah bisa berlanjut dan pelayanan bisa berjalan kembali. Namun, bagi jemaat yang sudah sepuh alias tua, beribadah di Gandekan Lor memerlukan perjuangan karena harus naik tangga hingga lantai tiga. Tapi seluruh jemaat menjalani itu dengan sukacita. Dari rentetan peristiwa ini, Tuhan memiliki rencana lain. Setelah tiga bulan menjalankan pelayanan di Gandekan Lor, rumah yang sebelumnya digunakan ibadah di Sigit Indra 45 Sepenggal Kisah dari Kemetiran Jalan Cokrodipuran oleh pemiliknya bersedia dilepas dengan harga Rp 400 juta. Hal ini terjadi karena selain karena memang seperti itulah harga pasarannya, juga karena tidak laku-laku. Konon, keangkeran rumah itu yang membuat para peminat mundur teratur. Bagi Sam dan Sianny ini justru kesempatan. Bersama para jemaat mereka bahu-membahu mengupayakan membeli rumah tersebut walaupun masih dibayangbayangi oleh kekurangan dana yang cukup besar, Rp. 300 juta. Sam dan Sianny mulai menghitung berapa ”kekuatan dana” yang bisa dihimpun oleh mereka bersama-sama dengan jemaat tetapi ketakutan justru muncul. Namun di tengah-tengah suasana yang mengkuatirkan ini, tangan Tuhan kembali bekerja ketika seorang anak Tuhan menyatakan bahwa beliau bersedia mendukung dana yang masih diperlukan untuk membayar kredit per bulan! Sungguh pertolongan Tuhan senantiasa tepat pada waktunya. Akhirnya, pada 18 Maret 2008 rumah di Cokrodipuran berhasil dibeli dengan jalan menyicil kepada sebuah bank swasta selama 12 tahun. Jemaat senang, gembala pun tenang. Puji Tuhan. Halleluya... 46 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Sigit Indra 47
Sepenggal Kisah dari Kemetiran “Gubug Derita” tampak dari belakang” “Gubug Derita” tampak dari depan” Pasang tenda setiap ibadah BAB V SELALU DI HATI SAHABAT Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara. Amsal 18:24. GAYANYA santai. Murah senyum pula. Kepada siapapun dia tidak kikir sapa. Bila bersalaman, kadang badannya akan agak sedikit menunduk. Mungkin itu karena sudah 29 tahun dia tinggal di Jogjakarta dan terpengaruh dengan kebiasaan orang Jawa. Tutur katanya ramah. Meski lumayan lincah berbahasa Jawa tapi dialek aslinya masih terdengar bahwa ia bukan orang Jawa. Dialah: Samuel Tandiassa, gembala GPdI ELAsah, Condong Catur, Jogjakarta. Bila berada di atas mimbar segala kesan-kesan itu nyaris berubah. Gaya khotbahnya serius. Tangannya kesana-kemari, mengikuti intonasi kata-kata. Suaranya bisa menggelegar, bisa pula halus mendayu. Meja mimbar kadang-kadang 5 0 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang kena gebrak bila ia memberi penekanan pada khotbah. Begitu bersemangatnya Samuel menyampaikan firman Allah, hingga mampu menyedot perhatian jemaat.Bukan cuma cara Samuel menyampaikan Firman Tuhan yang membuat orang terkesan. Banyak hal dalam hidup Samuel yang membuat orang-orang yang mengenalnya terkesan. Samuel tak cuma dikenal sebagai Pendeta sebuah gereja di Condong Catur. Pria kelahiran Makale, Tana Toraja, Sulawesi Selatan itu juga dikenal sebagai pelajar, guru, penulis, teman diskusi, sahabat, dan banyak hal-hal lain yang membuatnya menjadi figur yang sulit dilupakan. Sebagai pelajar Samuel dikenal sebagai sosok yang tekun dan pantang menyerah. Hasrat belajarnya kuat mendalami rahasia Firman Allah. Ia sudi menjalani apapun demi dapat mempelajari Alkitab. Menurut Pdt. Joshua Kh Madjid MSc, MM, PhD, sewaktu menjadi mahasiswa di Malino Evangelism Center di Malino, Sulawesi Selatan, Samuel paling sering berdiskusi tentang pelajaran Alkitab. Sigit Indra 51 Selalu di Hati Sahabat Joshua Kh Madjid adalah sahabat Sam ketika belajar Alkitab di Malino. Setelah menyelesaikan studi di tempat itu mereka berpisah. Komunikasi terputus, baru pada 1980-an, Joshua mengetahui bahwa Sam sudah mukim di Jogjakarta dari Majalah Cresendo. Namun dua sahabat ini baru bisa bertemu muka dan kembali menjalin diskusi bertahun-tahun kemudian, seperti dituturkan Joshua sebagai berikut: “Tahun 1994 saya berkunjung ke Jogja dan beribadah di Gereja lama yang kecil tapi padat, juga di Pringgokusuman di mana jemaat rata-rata berbahasa Jawa. Saya bersyukur dan senang bisa komunikasi lagi dengan beliau. Penuh dedikasi dan komitmennya jelas untuk meneliti dan menumbuhkembangkan visinya melalui generasi baru yang ditempa di beberapa Sekolah Teologia”. Pertemuan itu membawa kesan mendalam. Joshua dan Samuel terus berkomunikasi baik melalui telepon maupun dengan email, mengenai perkembangan gereja di Indonesia. Joshua juga menjadi partner Samuel untuk membahas segala macam materi filsafat. Mengenai hal itu dituturkan Joshua seperti ini: ”...Kami terus berdiskusi soal perkembangan Gereja di Indonesia, beliau menekuni filsafat, dikenal baik di Yogya dan Jawa Tengah. Menjelang akhir program Doktoratnya, kami saling tukar pendapat dan koreksi tentang materi-materi filsafat, baik dengan telpon maupun surel (surat elektronik-red)”. 52 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang
Hasrat Pantang Menyerah Sebagai pelajar yang tekun, rekan-rekan seangkatan Samuel juga mengenal kebiasaannya. Awal-awal Sekolah Alkitab di Malino, Sam dikenal sebagai orang yang lugu. Joshua menyebut Sam: seorang pemuda desa yang penampilannya beda daripada yang lain, rapi dan menyukai warna-warna cerah. Selain penampilan, Sam juga dikenal sebagai orang yang pantang menyerah dan mempunyai hasrat kuat meskipun kadang-kadang hal itu diluar kemampuannya. Hal itu, misalnya, diutarakan Pdt Yusak Tuda, teman seangkatan di Malino, yang sekarang Ketua MD Sulawesi Tenggara. “Broer Samuel saat di sekolah Alkitab tahun 1975 angkatan kedua, adalah seorang yang lugu, rendah hati, dan sederhana. Hal yang paling saya ingat adalah saat ia berpuasa selama 1 minggu. Tetapi saat hari kelima saya menyuruhnya berhenti puasa karena wajahnya sudah pucat pasi. Dan ia mengikuti saran saya.” Kebiasaan Sam berpuasa juga diutarakan Pdt. Soleman Geradus, teman seangkatan di Sekolah Alkitab Malino. Kekuatan menjalani ibadah itu membuat Ketua MD Bengkulu ini terkesan. Ia juga menilai Samuel adalah seorang yang cerdas. Hal itu diutarakannya sebagai berikut: ”Samuel seorang yang cerdas, pendiam, dan rendah hati. Yang paling saya ingat dan terkesan sampai sekarang Di antara teman-teman sekolah, ia seorang yang paling tahan berpuasa sampai berhari-hari dibandingkan teman-temannya, bahkan sampai 1 minggu.” Sigit Indra 53 Selalu di Hati Sahabat Banyak yang menilai dalam bidang pendidikan Samuel sudah mencapai pada taraf dimana tak banyak orang lain mencapainya. Namun Samuel tak pernah menganggap apa yang telah dicapainya selama ini lebih baik dibandingkan dengan orang yang tak berpendidikan sekalipun. Baginya, deretan gelar akademik sama sekali tak berarti bila tak digunakan untuk kemuliaan Allah. Karena itu, Samuel dalam setiap kesempatan selalu berupaya menggunakan ilmunya demi memperkuat karya Tuhan. Menjauhi Tafsir Keliru Ia juga rela belajar dari siapapun. Baginya, segala sesuatu pasti bisa menghasilkan hikmah tergantung darimana perspektifnya. Prinsip itu begitu kuat dan teguh dipegangnya. Himawati, mantan pengerja di GPdI EL-Asah yang kini menjadi ibu gembala GPdI Onggobayan, Jogjakarta mengungkapkan bahwa Samuel adalah hamba Tuhan yang selalu mau belajar dan mempunyai prinsip yang kuat. Memiliki prinsip yang kuat juga diakui Pdt. Eliezer Untung, S.Th. Lulusan ATHASSalatiga dan INTHEOS - Surakarta dan mantan pengerja di GPdI EL-Asah, Condong Catur, Jogjakarta itu mengatakan, akibat prinsip itulah Samuel menjadi orang yang disegani. Eliezer yang kini menjadi Gembala Sidang di Mengkendek Tana Toraja dan Pembantu Rektor di STT Pantekosta Tana Toraja yang juga dipimpin oleh Pdt. Samuel Tandiassa mengungkapkan hal itu sebagai berikut. ”Di mata saya Om Samuel itu pintar, buktinya beliau mampu menyelesaikan studinya dengan 54 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang cepat. Pribadinya punya prinsip, pemimpin yang tegas dan disegani, wawasan luas namun terbuka dan senang bercanda. Saya paling terkesan dengan pribadi Om yang kutu buku dan suka belajar.” Begitu banyak buku-buku yang ia baca, diskusi-diskusi yang ia jalani, makalahmakalah yang ia susun, seminar-seminar yang ia ikuti, atau gagasan-gagasan yang ia tulis, bagi Sam, tidak akan ada artinya bila semuanya tak digunakan demi kebesaran Allah. Itulah sebab, Sam dalam tugas penggembalaannya di Gereja EL-Asah, Condong Catur, Jogjakarta, juga rutin menulis buku. Tulisan dan gagasannya tentang segala sesuatu, misalnya, soal penyelamatan, penebusan, hingga mengkaji karya-karya Rasul selalu ia bersihkan dari unsur penafsiran. Seutuh-utuhnya, ia berusaha agar pemikirannya hanya berdasarkan datadata biblikal. Konsep ini bertujuan agar doktrin dari Alkitab murni terjaga dan tidak melenceng atau menimbulkan penafsiran yang keliru bagi pembaca.
Model tulisan Samuel selalu berupaya untuk menghadirkan prinsip rasionalitas, azas sebab dan akibat, serta sintesa dialektika yang bersandar pada hukum-hukum Alkitab. Meski kajiannya berupaya semurni mungkin mengambil dari Alkitab, Samuel tetap tak mau jumawa untuk mengatakan bahwa pemikirannyalah yang paling benar. Ia hanya berpedoman, ”Kalau bukan Alkitab, apalagi dasar pemikiran yang paling benar.” Selain dalam bentuk buku cetakan, tulisan-tulisan Samuel juga diterbitkan dalam bentuk majalah ”Suara EL-Asah”. Pembaca majalah ini telah menyebar hingga ke daerahSigit Indra 55 Selalu di Hati Sahabat daerah pelosok. Sam cukup gembira akan hal ini. Menjadi saluran berkat Allah bagi orang lain melalui tulisan rasanya sungguh membahagiakan. Inilah rahasia kekuatan dan pelecut semangat Samuel untuk tetap terus menulis. Sumbangsih Lewat Tulisan Harapan agar Samuel terus menulis juga banyak diserukan para sahabat. Bahkan kakak kandung Samuel, Pdt Yunus Tandiassa juga menaruh harapan sama. Yunus juga berharap Sianny Tandiassa, istri Samuel, juga terus-menerus menulis buku sebanyak-banyaknya, karena ini akan banyak memberikan sumbangsih gagasan bagi perkembangan Gereja. Harapan Yunus itu diungkapkan seperti ini. “Bukunya (Samuel-red) punya daya tarik sejak awal sampai akhir karena saat membaca saya selalu penasaran dengan gagasannya. Saya berharap melalui buku-bukunya, Samuel memberi pendeta-pendeta lain wawasan yang baru dan kekuatan”. Pdt. Andreas Marhain Sumarno, M.A., M.Si. juga berharap Samuel terus menerbitkan buku-buku. Gembala dari GPdI Anugrah, Salatiga, Jawa Tengah itu sangat terkesan dengan gagasan yang ditulis Samuel. Tulisan-tulisan Sam sanggup memperkaya pengetahuan pembaca dan membuka wacana baru. Mengenai hal itu, Andreas menuturkannya sebagai berikut. Dalam dunia jurnalis, Om (Samuel-red) adalah salah satu orang yang gemar menulis buku teologia yang menjadi sumbangsih bagi perkembangan pendidikan Sekolah Teologia. 56 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Salah satu bukunya yang saya sukai adalah Teologia Paulus. Samuel juga menjadi guru, yang menurut Andreas, setia terus mengajar. Sampai saat ini, Samuel masih mengajar di Akademi Teologia Salatiga dan Sekolah Tinggi Teologia Salatiga. Dalam dunia pendidikan, Andreas menyebut Sam orang yang sukses, cerdas, dan semangat dalam belajar. Kedisiplinannya tinggi dan gigih dalam pelayanan. Ia bisa juga berperan sebagai guru yang menjaga akhlak dan moral dan ikut membentuk karakter seseorang. Beberapa orang yang pernah dekat atau terlibat pelayanan di Gereja EL-Asah mengakui hal itu. David Pawoko, ex pemuda EL-Asah Condong Catur dan aktivis gereja, mengakui Samuel sebagai guru dan pembentuk karakternya. Hal itu bukanlah sebuah kebetulan karena ia percaya Tuhan telah memakai Samuel untuk membentuk kepribadiannya. Kesan itu diutarakan David seperti ini. Om Samuel seorang pribadi yang extraordinary, cerdas, pantang menyerah, realistis, multi talenta dan visioner... namun tetap sederhana dan bersahaja. Bukan suatu kebetulan jika kita pernah bersama, Tuhan telah banyak memakai Om untuk membentuk karakter saya. Terus maju Om. God will use you more powerfully through TRUST, OBEDIENCCE and HUMILITY. Betapapun pembentukan karekter orang lain itu bukan merupakan sasaran pekerjaan Samuel, namun hamba Tuhan itu percaya bahwa pengaruh itu semoga akan membawa dampak yang baik. Anggoro Utomo, S.T., mantan pengurus komisi pemuda dan aktivis GPdI ELSigit Indra 57 Selalu di Hati Sahabat Asah Condong Catur yang sekarang bekerja di Lion Air di Jalan Gajah Mada, Jakarta
Pusat, itu menilai gaya kepemimpinan Om Sam telah ikut membentuk kehidupannya. Pengakuan itu sebagai berikut. “Om Samuel itu, radikal, militan, dan agak egosentris, but I am what I am now, Om Sam took parts on my life (Om Sam membentuk kehidupan saya) –karena ajaranajarannya selama kira-kira 6 tahun saya di EL-Asah”. Bersedia Menerima Kritik Setelah mengenal Samuel, biasanya orang akan tahu betapa bahwa Samuel adalah pribadi yang selalu mau belajar untuk berkembang. Orang juga tahu setelah lama mengenal Sam, bahwa yang bersangkutan adalah figur yang supel dan ramah. Memang, kesan-kesan itu muncul setelah lama mengenalnya. Pada saat pertama bertemu atau berkenalan dengan Samuel banyak orang mengakui kesan yang timbul jauh dari kenyataan. “Menyeramkan, karena orangnya disiplin waktu dan sulit diajak kerjasama”. Begitu Yuni Yuswandono, aktivis di GPdI EL-Asah, menggambarkan figur Samuel saat pertama kali bertemu sekitar 27 tahun lalu saat ia masih anak-anak. Seiring dengan seringnya Yuni membantu kegiatan pelayanan gereja, kesan itu pun luntur. Samuel dimata Yuni adalah gembala yang tidak mudah sakit hati, selalu semangat, dan setia, serta pantas dijadikan panutan. Saat ini, Samuel, masih menurut Yuni, juga lebih low profile dan selalu penuh semangat. Kesan pertama Samuel 58 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang yang lain dari sekarang juga diungkapkan Benny Yuwono, S.S. jemaat di GPdI EL-Asah sejak ia masih remaja hingga sekarang telah berkeluarga dengan dua orang anak. Katanya, saat mengenal Samuel pertama kali ia mengira Samuel adalah seorang yang keras. Namun setelah menyelami kehidupan Samuel, ternyata tak seluruhnya keras. Samuel hanya keras pada prinsip dan keteguhan hatinya untuk selalu memuliakan Tuhan. Saat ini, menurut Benny, yang paling mengesankan dari seorang Samuel adalah bahwa beliau seorang hamba Tuhan yang sangat konsisten dan mempunyai keteguhan atas prinsip-prinsip Alkitab. Karakternya kuat. Itulah sebabnya apa yang diutarakan Samuel akan selalu mendapat perhatian serius. Benny mengungkapkan kekagumannya terutama disebabkan pada hal berikut. ”Hikmat atau kepandaiannya selalu semakin bertambah dalam menyingkap rahasia Firman Tuhan” Dari begitu banyak hal mengesankan dalam diri Samuel, tetap membuat Samuel rendah hati. Ia mau menerima kritik, apapun bentuknya, demi perbaikan pelayanan terus menerus. Saran-saran dari beberapa rekan sepelayanannya juga ia terima sebagai masukan. Misalnya, Yuni Yuswandono yang mengkritik betapa Samuel sering kurang memberi perhatian dan jarang mau menegur orang lain langsung pada yang bersangkutan tapi lebih sering menggunakan orang lain. Sedangkan Benny Yuwono menyampaikan hal yang kurang ia sukai dari Samuel seperti ini. ”Tolong perhatikan penampilan rambut. Kalau rambut sudah panjang sepertinya harus secepatnya dicukur” Sigit Indra 59 Selalu di Hati Sahabat Bila dijabarkan lengkap bisa tak cukup lembar-lembar halaman mengungkap pribadi seorang Samuel Tandiassa. Semua rekan, sahabat, murid-murid, guru, dan jemaat, yang pasti selalu mendukung langkah Samuel. Teruslah berkarya, bekerja di jalan Tuhan, dan senantiasa setia sebagai Hamba Tuhan. Doa semua rekan, sahabat, serta jemaat akan selalu terucap dari hati yang paling tulus. Berikut ini adalah sedikit dari begitu banyak ucapan selamat dan kesan-kesan terhadap penggembalaan Samuel Tandiassa yang sayang untuk dilewatkan: Kedekatanku dengan Pdt. Dr. S. Tandiassa, M.A. telah terjalin sejak th 1998 hingga kini. Dari perkenalan dalam kurun satu dasa warsa tersebut telah menorehkan berbagai kenangan manis. Kenangan-kenangan masnis tersebut adalah rangkaian perjalanan visioner beliau dalam merubah paradigma para hamba-hamba Tuhan yang ada di wilayah Sulawesi Selatan dan Tana Toraja pada khususnya dalam rangka membangun
mentalitas SDM para hamba Tuhan di wilayah ini. Dr. Tandiassa memulai kiprahnya dengan melibatkan diri dalam institusi pendidikan Tinggi Teologia dengan beberapa hamba Tuhan lainnya untuk mendirikan Sekolah Tinggi Teologia Pantekosta Lemo Tana Toraja di mana Dr. Tandiassa menjadi ketua dan saya menjadi ketua Yayasan Bukit Ajaib Lemo Tana Toraja. Hingga kini institusi pendidikan teologia ini telah mencetak ratusan hamba Tuhan yang setia dan tegar melayani di ladang Tuhan yang tentunya dengan paradigma baru alkitabiah yang saintifik, kritis, komprehensif, dan 60 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang karismatik yang tetap mengedepankan karya-karya agung Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus. Selain terjun dalam dunia pendidikan tinggi teologia, Dr. Tandiassa juga secara rutin dan berkala mengadakan seminar-seminar rohani dengan tema utama pencerahan iman dan pandangan futuristik yang akan membawa umat Tuhan lebih bebas dan merdeka menikmati berkat-berkat Tuhan yang tersedia bagi umat-Nya tanpa harus terbelenggu teologia dogmatik yang mengedepankan pikiran dan perasaan yang kaku dan emosional tanpa didukung oleh kajian-kajian kritis teologis yang akurat. Beliau juga secara aktif menulis berbagai judul buku rohani, majalah dan artikel-artikel rohani yang sarat dengan muatan perubahan paradigma teologis tersebut. Yang menarik dan membuat saya kagum adalah bahwa Dr. Tandiassa dalam merangkai perjalanan visionernya dalam membangun mentalitas SDM para hamba Tuhan di daerah SULSEL dan Tana Toraja pada khususnya adalah semua sarana akomodasi dan transportasi ditanggung sendiri tanpa sepeserpun mengharapkan biaya-biaya dari pihak-pihak lain yang di daerah yang dijadikan sasaran pelayananya. Dan lebih dari itu sepengetahuan saya, belum pernah hamba Tuhan ini menerima persembahan dari hasil pelayanannya di Tana Toraja pada khususnya. Dari berbagai kesempatan dalam bermitra dengan Dr. Tandiassa, saya dapat menarik beberapa kesimpulan yang tentunya bukan isapan jempol belaka karena telah didukung oleh bukti-bukti empirik selama kurun waktu satu dasa warsa ini yaitu: Sigit Indra 61 Selalu di Hati Sahabat Dr. Tandiassa adalah sosok hamba Tuhan yang energik, revolusioner, dan rendah hati. Memiliki wawasan keilmuan di bidang teologia dan penegetahuan umum yang handal yang selalu dipakai untuk pencerahan dan pengembangan mental SDM para umat Tuhan dan para pelayan Tuhan. Memiliki integritas diri yang tinggi dalam menjunjung tinggi visi dan misi pelayanannya. Seorang pemimpin masa depan yang cerdas dan karismatik dengan pola-pola manajemen pelayanan yang handal dan visioner. dr. AMPERA MATIPPANNA, M.H., Dr. (cand). Kepala Puskesmas Sa’dan Malimbong, dosen pada Universitas Veteran RI Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan FAMIKA-Sungguminasa Kab. Gowa, AKBID Sinar Kasih Enrekang dan AKBID Bhakti Nusantara Rantepao Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Om Samuel adalah sosok gembala yang serba bisa, pembawaannya kalem, tenang tapi bisa menyelesaikan semua masalah... khotbahnya tegas, lugas, dan jelas. Maju terus dalama pelayanan, semoga Om bisa menjadi yang terbaik sesuai yang direncakan.... selamat! Tuhan memberkati pelayanan Om dan Tante Samuel. Hari Tito, Musisi, Pelayanan Musik GPdI EL-Asah, Condong Catur, Yogykarta. 62 Sigit Indra 50 th dan Semakin Cemerlang Selama Om Samuel menjadi gembala sidang di GPdI EL-Asah Pringgokusuman, beliau adalah sosok gembala yang tidak pernah lupa akan domba-domba. Pada saat jemaat
memiliki masalah, beliau selalu memberikan jalan keluar yang membuat jemaat memiliki semangat lagi, selalu memberikan motivasi, dan yang pasti beliau tidak pernah lupa mendoakan semua jemaatnya. Semoga melalui hari ulang tahun ini beliau tetap maju dalam pelayanan. God bless you. Nurrita, S.E. jemaat Cokrodipuran, Jogjakarta Om kalau berkhotbah selalu membangun rohani jemaat dan memberikan yang terbaik bagi kami. Doa kami bagi Om di hari depan agar Om semakin sabar dan bijaksana. Terima kasih atas pelayanan Om. Semoga hari depan lebih baik dan semua itu untuk kemuliaan Tuhan. Terima kasih. Tuhan memberkati pelayanan Om. Diah, jemaat EL-Asah Cokrodipuran sejak awal 1990 hingga kini Bekerja di Santa Ana, Jalan Colombo, Jogjakarta Om adalah sosok pribadi yang sederhana, berkomitmen tegas dengan kharisma urapan yang kuat. Selamat Ulang Tahun ke 50, sukses selalu, may God bless you forever. Pdm. Gideon Sele, S.Th. eks mahasiswa di ATHAS, sekarang pelayanan di GPdI, Jalan Diponegoro 11, Cepu, Jawa Tengah Sigit Indra 63 Selalu di Hati Sahabat Om itu manusia biasa yang apa adanya, pekerja keras, ulet, agak ambisius untuk mencapai impian. Ekspresif juga kalau khotbah. Semoga makin tambah usia ibarat padi makiin berisi makin menunduk. Om makin bijaksana dan rendah hati dalam segala hal. Tetap sehat dan tetap semangat. Dian Christine Fitrasari, S.S. Komisi Pemuda EL-Asah, Condong Catur, Yogykarta. Tidak hanya pembimbing tapi juga sahabatku. Aku dibaptis beliau menjadi milik Kristus 13 Desember 1983 di GPdI Hayam Wuruk. Sejak saat itu beliau jadi pembimbingku dan aku sering ikut pelayanan beliau di persekutuan keluarga di Concat juga di Kemetiran. Doi memang top abiss. Happy birthday bro! Markus Ibnu ‘Ibe’ Atmadja, Ex pemuda Kemetiran Kidul sekarang guru bahasa Inggris di Jogjakarta