303677951-portofolio-dokter-internship-kasus-bedah.docx

  • Uploaded by: Desintha Rachman
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 303677951-portofolio-dokter-internship-kasus-bedah.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,873
  • Pages: 26
Portofolio Dokter Internship Kasus Bedah

Topik:

Kaki Diabetes Penyusun: dr. Ivan Banjuradja

Narasumber: dr. I.B.P. Wiyasa, Sp.B dr. Lintang Bawono, Sp.B

Pendamping: dr. Lince Holsen dr. Clara Yosephine

RSUD Dr. T.C. Hillers Maumere Maumere 2015-2016

Portofolio Bedah Nama Peserta : dr. Ivan Banjuradja Nama Wahana : RSUD T.C. Hillers, Maumere Topik : Kaki Diabetes

Tanggal Kasus : 12 Desember 2015

Nama Pasien : Ny. M.A.M.

Nomor RM : 175.163

Tanggal Presentasi :

Nama Pendamping : Dr. Lince Holsen Dr. Clara Yosephine

Tempat Presentasi : RSUD T.C. Hillers Objek Presentasi : Keilmuan

Keterampilan

Penyegaran

Tinjauan Pustaka

Diagnostik

Masalah

Manajemen

Istimewa

Neonatus

Bayi

Anak

Remaja

Dewasa

Lansia

Bumil

Deskripsi : Tujuan : Bahan Bahasan :

Tinjauan Pustaka

Cara Membahas :

Diskusi

Data Pasien :

Riset

Kasus

Presentasi dan Diskusi

Nama Pasien : Ny. M.A.M.

Nama Klinik : RSUD T.C. Hillers Data Utama untuk Bahan Diskusi

Email

Audit Pos

Nomor Registrasi :175.163

Terdaftar Sejak : 12 Desember 2015

1. Gambaran Klinis: Pasien datang ke IGD RSUD TC Hillers dengan keluhan luka pada kaki kanan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sejak 1 bulan yang lalu, timbul luka di punggung kaki kanan, luka semakin meluas, bernanah, dan berbau busuk. Sejak 2 minggu yang lalu jari-jari kaki mulai bewarna kehitaman. Sejak 2 minggu smrs pasien juga mengaku demam, dirasakan terus menerus, dan nafsu makan semakin menurun. Keluhan lain berupa mual dan muntah diakui oleh pasien. 2 minggu smrs, pasien sempat memeriksakan diri di puskesmas, dilakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dengan hasil 566 mg%. Pasien sempat disarankan untuk dirujuk saat itu ke rumah sakit untuk penanganan berikutnya, namun pasien menolak karena takut. Pasien kemudian diberikan obat-obatan secara oral. Selama minum obat dari puskesmas, pasien merasa tidak ada perubahan, keluhan-keluhan semakin memberat dan akhirnya pasien setuju untuk dirujuk ke rumah sakit. Selama ini pasien mengaku terdapat keluhan rasa lapar dan haus berlebihan, serta frekuensi buang air kecil yang sangat sering. Pada malam hari pasien bisa sampai 2 kali terbangun untuk buang air kecil. Selama ini pasien tidak pernah memeriksakan status kesehatannya karena masalah letak rumah nya yang jauh dari puskesmas. 2. Riwayat Penyakit Dahulu  Riwayat asma (-)  Penyakit jantung sebelumnya (-)  Alergi obat (-)  Riwayat kencing manis tidak diketahui  Riwayat darah tinggi (-)  Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal  Merokok (-)  Konsumsi alkohol (-) 3. Riwayat Sosial Pembiayaan pasien dengan JKN PBI 4. Pemeriksaan Fisik: Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6 = 15 Tanda – tanda vital Tekanan darah

: 130/90 mmHg

Frekuensi nadi

: 80x/menit

Suhu

: 37,8 C

Frekuensi nafas : 18x/menit Status Generalis Mata

: Konjungtiva pucat +/+ ; Sklera ikterik -/- ; Edema palpebra -/-

Leher

: JVP 5-2cmH2O, distensi vena jugular -/-, pembesaran KGB (-)

Thorax 

Jantung

: Bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-)



Paru

: Suara nafas vesikuler +/+, ronkhi -/- ; wheezing -/-

Abdomen

: Datar, soepel, nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar-lien tidak teraba

membesar, Bising usus (+) 5x/menit, Shifting dullness (-) Ekstremitas

: Akral hangat (+), Edema ekstremitas (-), capillary refilling time < 2 detik

Status Lokalis Gambar

Status lokalis 

Status Lokalis : (Regio Pedis Dextra) o Look : Tampak ulkus pada dorsal pedis dextra, diameter 4 cm, dasar jaringan otot, tendon, dan tulang. Pus (+), perdarahan aktif (+). Digiti II,IV,V pedis dextra kehitaman, sugestif gangren. Terdapat kalus pada plantar pedis, disertai penebalan kuku kaki (onikodistrofi). Edema (+)

o Feel : Pemeriksaan Vaskular

Arteri Dorsalis Pedis



Kaki Kanan

Kaki Kiri

Palpasi : teraba

Palpasi : teraba

Sistolik : 160 mmHg

Sistolik : 150 mmHg

ABI :160/130 = 1,2

ABI : 150/130 = 1,15

Pemeriksaan Neurologis

Sensoris: Kesan pemeriksaan sensorik tidak normal pada kedua kaki (NB:permeriksaan sensorik tidak menggunakan monofilamen 10 Gram, namun menggunakan kapas) 5. Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap (12-12-2015) Darah Nilai Normal Leukosit

19.47

Darah

3,5-10 x 103 MPV

Nilai Normal 7.9

6,5-11 fL

mm3 Eritrosit

3.94

3,8-5,8 x 106 Neutrofil 0,06

1.5-7.00 103/ mm3

mm3 Hb

9.6

11-16,5 g/dL

Limfosit

1.08

1,2-3,2 103/ mm3

Ht

29.64

35-50 %

Monosit

0.03

0,3-4,8 L 103 mm3

150-350x103

Basofil

0.1

0.0-0.10

Trombosit 523

mm3

H

mm3

Pct

0.41

100-500 L%

MCHC

32.4

31,5-35 g/dL

MCV

75

80-97 fL

RDW

13.8

10-15%

MCH

24.4

26,5-33,5 pq

PDW

35.5

6.5-11 fL

Kimia Darah Gula darah sewaktu : 381 mg/dL Gula darah puasa : 129 mg/dL Gula darah 2 jam Post Prandial : 357 mg/dL Ureum : 47 mg/dL Kreatinin : 1.20 mg/dL SGOT : 26 U/l SGPT : 12 U/l Pembekuan Darah BT/CT : 30”/7.00”

103

6. Diagnosis a. Kaki Diabetes Wagner IV b. Diabetes Mellitus Tipe 2 c. Anemia mikrositik hipokrom et causa Penyakit kronik

7. Tatalaksana 

Hospitalisasi + tirah baring



IVFD Ringer Laktat 1500cc/24 jam



Injeksi Levemir 1x12 unit SC



Injeksi Novorapid 3x8 unit SC



Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram IV



Drip Metronidazole 3x500 mg IV



Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg IV



Injeksi Ketorolac 2x30 mg IV



Injeksi Ranitidine 2x50 mg IV



Rawat luka setiap hari



Diet DM 1600 kalori



Konsul Departemen Bedah, saran  Pro disartikulasi jari II Pedis Dextra



KIE pasien dan keluarga

8. Subyektif Pasien datang ke IGD RSUD TC Hillers dengan keluhan luka pada kaki kanan sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Sejak 1 bulan yang lalu, timbul luka di punggung kaki kanan, luka semakin meluas, bernanah, dan berbau busuk. Sejak 2 minggu yang lalu jari-jari kaki mulai bewarna kehitaman. Sejak 2 minggu smrs pasien juga mengaku demam, dirasakan terus menerus, dan nafsu makan semakin menurun. Keluhan lain berupa mual dan muntah diakui oleh pasien. 2 minggu smrs, pasien sempat memeriksakan diri di puskesmas, dilakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dengan hasil 566 mg%. Pasien sempat disarankan untuk dirujuk saat itu ke rumah sakit untuk penanganan berikutnya, namun pasien menolak karena takut. Pasien kemudian diberikan obat-obatan secara oral. Selama minum obat dari puskesmas, pasien merasa tidak ada perubahan, keluhan-keluhan semakin memberat dan akhirnya pasien setuju untuk dirujuk ke rumah sakit. Selama ini pasien mengaku terdapat keluhan rasa lapar dan haus berlebihan, serta frekuensi buang air kecil yang sangat sering. Pada malam hari pasien bisa sampai 2 kali terbangun untuk buang air kecil. Selama ini pasien tidak pernah memeriksakan status kesehatannya karena masalah letak rumah nya yang jauh dari puskesmas. PEMBAHASAN : Dari anamnesis didapatkan keluhan utama berupa timbulnya luka pada kaki kanan yang semakin meluas sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit.

Gambar 1. Diagnosis Banding Ulkus Kaki Kronik1 Dalam menghadapi keluhan ulkus / luka kronik pada tungkai maka perlu dilakukan anamnesis yang cermat guna membantu menegakkan diagnosis. Adapun 6 poin informasi yang penting untuk didapat berkaitan dengan kasus ulkus kronik pada tungkai adalah sebagai berikut.2 1. Perjalanan lesi (the nature of lesion) Pendeskripsian yang jelas tentang keluhan dan waktu pertama kali lesi tersebut muncul penting untuk didapatkan. 2. Faktor pencetus (Initiating factors) Perlu didapatkan informasi yang jelas mengenai faktor-faktor yang menginisiasi / mencetuskan timbulnya lesi, seperti cedera lokal, infeksi, phlebitis, dan suhu dingin. 3. Perkembangan lesi (Development of lesion) Lesi yang berkembang lambat biasanya disebabkan oleh iskemia atau keganasan, sedangkan lesi yang berkembang cepat biasanya disebabkan oleh stasis atau cedera. 4. Besar nyeri yang timbul (The amount of pain) Lesi iskemik biasanya lebih nyeri dibandingkan karena stasis atau paparan terhadap suhu dingin. 5. Efek postural terhadap nyeri (The effect of posture on pain)

Rasa nyeri pada lesi iskemik dapat membaik dengan memposisikan tungkai dalam keadaan dependen. Sedangkan nyeri pada lesi karena stasis biasanya membaik dengan elevasi ekstremitas. 6. Efek pengobatan (The effect of treatment) Lesi iskemik dan keganasan biasanya tidak menunjukan perbaikan yang cepat dengan pengobatan. Dari anamnesis juga didapatkan perjalanan pertama kali muncul nya luka, yaitu sejak 1 bulan yang lalu, timbul luka di punggung kaki kanan, luka semakin meluas, bernanah, dan berbau busuk. Sejak 2 minggu yang lalu jari-jari kaki mulai bewarna kehitaman. Semakin luas nya luka disertai timbulnya nanah dan bau busuk menunjukan adanya suatu proses infeksi yang progresif pada luka tersebut. Sejak 2 minggu smrs pasien juga mengaku demam, dirasakan terus menerus, dan nafsu makan semakin menurun. Keluhan lain berupa mual dan muntah diakui oleh pasien. Keluhan-keluhan seperti demam, mual-muntah, nafsu makan menurun menunjukkan gejala sistemik dari infeksi yang terjadi pada luka di kaki kanan. 2 minggu smrs, pasien sempat memeriksakan diri di puskesmas, dilakukan pemeriksaan kadar gula darah sewaktu dengan hasil 566 mg% Informasi riwayat hiperglikemia membantu menunjukan arah diagnosis, disertai dengan gejala-gejala klasik penyakit diabetes yang dialami oleh pasien seperti polifagia, poldipsi, dan poliuri. Sehingga dari hasil informasi di atas, diagnosis mengarah ke kaki diabetes. Setelah diagnosis terarah ke kaki diabetes harus diperoleh informasi-informasi lainnya seperti, evaluasi mengenai penyakit DM, kontrol gula darah, serta komplikasinya. Harus diteliti pula mengenai riwayat merokok, status gizi, dan lain-lain. Aktivitas sehari-hari, pemakaian sepatu, riwayat pajanan bahan kimia, kalus, infeksi, gejala neuropati, klaudikasio, kelainan bentuk kaki, dan riwayat luka harus ditanyakan secara cermat. Tanyakan pula menenai charcoat foot dan riwayat keluarga.1,2,4

9. Obyektif Pada pemeriksaan status generalisata didapatkan tanda-tanda gejala sistemik seperti demam. Didapatkan juga konjungtiva pucat yang mengarahkan adanya permasalahan anemia pada pasien dimana perlu dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan hasil sebagai berikut.



Status Lokalis : (Regio Pedis Dextra) o Look : Tampak ulkus pada dorsal pedis dextra, diameter 4 cm, dasar jaringan otot, tendon, dan tulang. Pus (+), perdarahan aktif (+). Digiti II,IV,V pedis dextra kehitaman, sugestif gangren. Terdapat kalus pada plantar pedis, disertai penebalan kuku kaki (onikodistrofi). Edema (+) o Feel : Pemeriksaan Vaskular

Arteri Dorsalis Pedis



Kaki Kanan

Kaki Kiri

Palpasi : teraba

Palpasi : teraba

Sistolik : 160 mmHg

Sistolik : 150 mmHg

ABI :160/130 = 1,2

ABI : 150/130 = 1,15

Pemeriksaan Neurologis Sensoris: Kesan pemeriksaan sensorik tidak normal pada kedua kaki

(NB:permeriksaan sensorik tidak menggunakan monofilamen 10 Gram, namun

menggunakan kapas)

PEMBAHASAN : Pemeriksaan fisik terdiri atas beberapa jenis, meliputi pemerikssaan vaskular, neuropati, kulit, tulang dan otot, serta sepatu atau alas kaki.1,2 Perabaan pulsasi arteri tungkai merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Selain itu, ada atau tidaknya perubahan warna kulit, suhu, dan edema juga harus diperhatikan. Pemeriksaan neurologi harus meliputi saraf sensorik, motorik, dan otonom. Dalam meneliti kelainan motorik, dapat ditemui lengkung longitudinal kaki yang lebih meninggi, sehingga terjadi peningkatan tekanan pada kaput metatarsal I. Kelemahan nervus peroneal dapat menyebabkan foot drop. Pemeriksaan sensoris dilakukan dengan monofilamen Semmes Weinstein 10g.1,4 Alas kaki pasien juga harus diperiksa. Perhatikan jenis sepatu, bentuk dan jenis insole, kecocokan dengan bentuk kaki, serta ada atau tidaknya benda asing di dalam alas kaki.1

Gambar 3. Pemeriksaan Monofilamen2

Gambar 4. Kaki Nekrotik2

Setelah itu, dapat dilakukan pemeriksaan penunjang. Seluruh faktor yang berperan penting dalam penyembuhan luka harus diteliti, seperti faktor hemostasis, fungsi ginjal, jantung, hati, dan paru-paru. Ada atau tidaknya infeksi pada luka juga harus diteliti, jika ada, dilakukan kultur pus luka. Foto polos pedis dapat dilakukan untuk deteksi osteomielitis. Faktor vaskular juga harus diteliti dengan cermat melalui beberapa pemeriksaan, seperti ABI (ankle brachial index, butuh penilaian lanjut jika ABI <0,7, toe blood pressure <40 mmHg atau TcPO2 <30 mmHg), USG Doppler, dan arteriografi.1

10.

Assessment

Diagnosis pada pasien adalah sebagai berikut. a. Kaki Diabetes pedis dextra Wagner IV b. Diabetes Mellitus Tipe 2 c. Anemia mikrositik hipokrom et causa Penyakit kronik Pembahasan : Diagnosis Kaki Diabetes Wagner IV ditegakkan berdasarkan ditemukannya ulkus pada regio pedis dexra dan penyakit diabetes melitus pada pasien. Klasifikasi kaki diabetes Wagner IV didasari hasil pemeriksaan status lokalis pada pasien yaitu sebagai berikut. Klasifikasi Kaki Diabetes Wagner Grade

Lession

0

No open lession, may have deformity or cellulitis

I

Superficial ulcer

II

Deep ulcer to tendon or joint capsule

III

Deep ulcer with abscess, osteomyelitis, joint sepsis

IV

Local gangrene

V

Gangrene of entire foot

Pada pedis dextra terdapat gangren lokal di digiti II,IV,V. Sehingga menurut klasifikasi Wagner, termasuk Wagner Grade IV. Selain klasifikasi Wagner, terdapat klasifikasi-klasifikasi lain yang dapat digunakan dalam mendiagnosis kaki diabetes, seperti klasifikasi Texas dan PEDIS. Klasifikasi Texas Modifikasi1 Stadium

Tingkat

A

0 = tanpa tukak atau pasca tukak, kulit intak/utuh tulang 1 = luka superfisial, tidak sampai tendon atau kapsul sendi 2 = Luka sampai tendon atau kapsul sendi 3 = Luka sampai tulang/sendi

B

1 = infeksi kulit dan jaringan subkutan

Infeksi

2 = eritema >2cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda SIRS (-) 3 = infeksi dengan manifestasi sistemik: demam, leukositosis, shift to the left, instabilitas metabolik, hipotermia, azotemia

C

1 = terdapat tanda dan gejala PAD tetapi belum critical limb ischemia

Iskemi

2 = critical limb ischemia

D

B1 = infeksi kulit dan jaringan subkutan

Infeksi dan

B2 = eritema >2cm atau infeksi meliputi struktur subkutan, tanda SIRS (-)

Iskemi

B3 = infeksi dengan manifestasi sistemik: demam, leukositosis, shift to the left, instabilitas metabolik, hipotermia, azotemia C1 = terdapat tanda dan gejala PAD tetapi belum critical limb ischemia C2 = critical limb ischemia

Berdasarkan klasifikasi Texas, maka klasifikasi kaki diabetes pada pasien adalah III-D Klasifikasi PEDIS3 Impaired Perfusion

1= tidak ada 2= PAD + tetapi tidak critical 3= critical limb ischemia

Size/Extent in mm2

1= fullthickness superfisial, tidak lebih dalam dari dermis

Tissue Loss/Depth

2= ulkus dalam, di bawah dermis, meliputi struktur subkutan, fasia, otot, atau tendon 3= seluruh lapisan kaki terlibat, termasuk tulang dan sendi

Infection

1= tidak ada tanda dan gejala infeksi 2= infeksi kulit dan jaringan subkutan 3= eritema >2 cm atau infeksi yang meliputi struktur subkutan. Tidak ada tanda sistemik respons inflamasi 4= infeksi dengan manifestasi sistemik: demam, lekositosis, shift to the left, instabilitas metabolik, hipotensi, azotemia

Impaired Sensation

1= absent 2= tidak ada

Berdasarkan klasifikasi PEDIS, maka klasifikasi assessment kaki diabetes pada pasien adalah sebagai berikut. 

P = 1 = Tidak ada kelainan perfusi



E = 1500 mm2



D = 3= Ulkus melibatkan seluruh lapisan kaki, termasuk tulang dan sendi



I = 4 = Infeksi dengan manifestasi sistemik



S = x = Ada kelainan sensoris, namun tidak diperiksa dengan monofilamen Semmes Weinstein 10 gram. P1E1500mm2D3I4Sx

11.

Planning 

Hospitalisasi + tirah baring



IVFD Ringer Laktat 1500cc/24 jam



Injeksi Levemir 1x12 unit SC



Injeksi Novorapid 3x8 unit SC



Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram IV



Drip Metronidazole 3x500 mg IV



Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg IV



Injeksi Ketorolac 2x30 mg IV



Injeksi Ranitidine 2x50 mg IV



Rawat luka setiap hari



Diet DM 1600 kalori



Pro disartikulasi digiti II pedis dextra



KIE pasien dan keluarga

Pembahasan : Secara garis besar, pengelolaan pada kasus kaki diabetik mencakup 2 kelompok besar, yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan progresinya menuju ulkus yang dikenal sebagai pencegahan primer serta pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah atau dikenal sebagai pencegahan sekunder. Pengelolaan kaki diabetes tidak dapat diperankan oleh satu bidang tertentu dalam dunia kedokteran, namun menjadi sebuah bentuk kerja sama multidisiplin di antara seluruh bidang ilmu yang terkait. Pencegahan Primer Berdasarkan risiko terjadinya masalah pada kaki seorang penyandang diabetik, Frykberg membuat klasifikasi kaki menjadi: 

Sensasi normal tanpa deformitas



Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi



Insensititivas tanpa deformitas



Iskemia tanpa deformitas



Kombinasi / komplikata Pencegahan kaki diabetik biasanya dilakukan sesuai dengan keadaan risiko kaki. Pada

kelompok risiko kategori 3 dan 5, diperlukan pemilihan alas kaki yang tepat untuk melindungi kaki yang telah menjadi insensitif. Demikian pula halnya pada pasien dengan faktor risiko 2 dan 5, agar tekanan pada kaki dapat lebih merata. Pada faktor risiko 4, diperlukan latihan khusus untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.3 Di samping itu, pada seluruh kelompok risiko, salah satu poin kunci pencegahan primer ulkus DM adalah penyuluhan. Adapun penyuluhan harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dan diingatkan kembali tanpa bosan. Penyuluhan juga dibarengi dengan pemeriksaan rutin pada kaki penyandang DM setelah kaus kaki dan sepatu dilepas.3 Senam kaki juga disarankan untuk memperkuat otot-otot di sekitar kaki maupun tungkai bawah serta melenturkan sendi dan ligamen di sekitar kaki, di samping membantu melancarkan aliran darah ke kedua kaki. Senam dilakukan secara teratur senayak 3-5 kali seminggu.1

Pencegahan Sekunder Untuk dapat mengelola kasus kaki diabetik secara lebih komprehensif, dilakukan kontrol terhadap setidaknya 6 faktor, yaitu kontrol metabolik, vaskular, luka, mikrobiologik / infeksi, tekanan, serta edukasi. Kontrol Metabolik, merupakan upaya kendali pada kadar glukosa darah pasien agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor terkait hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Hal ini umumnya dicapai dengan penggunaan insulin. Di samping itu, dilakukan pula koreksi kadar albumin serum, kadar Hb, serta derajat oksigenasi jaringan.1,3 Kontrol Luka, merupakan bentuk upaya perawatan luka. Prinsip terpenting yang harus diketahui adalah luka memerlukan kondisi optimal / kondusif. Setelah dilakukan debridemen yang baik dan adekuat, maka jaringan nekrotik akan berkurang dan dengan sendirinya produksi pus dari ulkus juga akan berkurang. Di samping itu, debridemen juga berfungsi untuk mengurangi tekanan pada luka, mengurangi bengkak, membuat lingkungan menjadi aerob,

mempermudah swab, dan membuat luka kronik menjadi akut kembali. Tahapan ini kemudian dapat dilanjutkan dengan dressing yang disesuaikan dengan keadaan dan letak luka. Pada luka yang masih produktif, dipakai dressing dengan komponen penyerap seperti carbonated dressing dan alginate dressing mengingat sifatnya yang absortif. Bila luka tersebut terinfeksi, dapat digunakan hydrophilic fiber dressing atau silver impregnated dressing dengan efek kerja dari kandungan antibiotik di dalamnya. Bila luka telah relatif baik, dilakukan hydrocolloid dressing dengan sifat yang impermeabel sehingga dapat mempertahankan lingkungan lembab yang dapat dipertahankan selama beberapa hari. 1,3,6 Kontrol Mikrobiologik atau Kontrol Infeksi, merupakan pengetahuan mengenai jenis mikroorganisme pada ulkus, dengan demikian dapat pula dilakukan penyesuaian antibiotik yang digunakan dengan tetap melihat hasil biakan kuman dan resistensinya. Pada ulkus DM, umumnya pola kuman yang ditemukan polimikrobial dengan kombinasi gram positif, gram negatif, serta anaerob. Oleh karena itu, mutlak diberikan antibiotik dengan spektrum luas misalnya golongan sefalosporin dikombinasikan dengan metronidazol. 1,3 Kontrol Tekanan / Mekanik, merupakan salah satu bentuk modifikasi yang penting untuk proses penyembuhan luka mengingat setiap kaki digunakan untuk berjalan dan menahan berat badan luka akan sulit menyembuh. Untuk mencapai keadaan non weight-bearing, dapat dilakukan modifikasi non surgikal maupun surgikal. Secara non surgikal, kaki diistirahatkan serta dapat diberikan removable cast walker, total contact casting, temporary shoes, felt padding, crutches, wheelchair, electric carts, dan craddled insoles. Secara surgikal, dapat dilakukan dekompresi ulkus / abses melalui insisi, serta koreksi bedah untuk setiap bentuk deformitas yang terjadi pada kaki.

1,3

Adapun pada pasien degan kaki DM, terdapat kriteria sepatu yang aman

untuk digunakan, yaitu: 

Ruang jari kaki pada sepatu (toe box) cukup lebar sehingga tidak terjadi penekanan.



Panjang sepatu diukur dari tumit sampai 0,5 inch dari ujung jari kaki terpanjang.



Lebar sepatu diukur dari kaput metatarsal I-V.



Memiliki tali atau sabuk pengaman sehingga kaki terfiksasi dalam sepatu dan mengurangi geseakan antara kaki dan lapisan dalam sepatu selama berjalan.



Tinggi hak sepatu tidak lebih dari 5 cm untuk mengurangi tekanan berlebihan pada bagian metatarsal.



Bahan untuk insole / alas kaki lunak



Sepatu dibeli pada sore/malam hari mengingat secara relatif kaki lebih membengkak setelah beraktivitas seharian



Penggunaan kaus kaki atau stoking untuk mencegah luka lecet pada kaki.1 Kontrol Edukasi, berupa penyuluhan pada penyandang DM beserta anggota keluarganya

terkait segala upaya yang dapat dilakukan guna mendukung optimalisasi penyembuhan luka, termasuk di antaranya kondisi saat ini, rencana diagnosis dan terapi, serta prognosis. 1,3 Kontrol Vaskular, merupakan salah satu faktor kunci untuk kesembuhan luka. Terkait diagnosis kondisi vaskular, dapat dilakukan pemeriksaan sederhana berupa pemeriksaan warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior, serta pengukuran tekanan darah. Di samping itu, dapat pula dilakukan pemeriksaan mulai dari yang bersifat non invasif seperti Ankle Brachial Index (ABI) hingga invasif seperti arteriografi. 1,3 Terkait kontrol vaskular, dapat dilakukan modifikasi faktor risiko berupa penghentian merokok, kendali hiperglikemia, hipertensi, dan dislipidemia, serta program berjalan. Terapi medikamentosa disinyalir juga mendapatkan tempat untuk memperbaiki kondisi vaskular yang ada. Untuk setiap penyandang DM dengan penyakit vaskular perifer, disarankan pemberian anti platelet (aspirin 75 mg sehari atau clopidogrel 75 mg sehari bila tidak toleran terhadap aspirin) dan golongan statin. Apabila ditemui kemungkinan kesembuhan luka yang rendah atau ditemui klaudikasio intermitten hebat, dapat dianjurkan tindakan revaskularisasi atas dasar hasil pemeriksaan arteriografi yang telah dilakukan. Untuk oklusi yang panjang, dianjurkan operasi bedah terbuka sedangkan untuk oklusi yang penddek dapat dipikirkan prosedur endovaskular – PTCA. Untuk keadaan yang bersifat akut, dapat dilakukan tromboarterektomi. 3 Dewasa ini, terdapat kemajuan pesat terkait dengan metode revaskularisasi yang dapat dilakukan, misalnya terapi oksigen hiperbarik yang dikatakan dapat memperbaiki vaskularisasi dan okisgenasi jaringan luka pada kaki sebagai sebuah terapi ajuvan.3 Dengan pemberian oksigen bertekanan tinggi, diharapkan kadar oksigen dalam darah akan menjadi lebih tinggi, demikian pula dengan kapasitas difusinya ke dalam jaringan. Pada kadar oksigen yang lebih tinggi, stimulasi neovaskularisasi, replikasi fibroblas, serta fagositosis akan berjalan dengan lebih baik.6,7 Keenam jenis kontrol ini menjadi pedoman utama dalam penanganan kaki diabetik dalam konteks rawat jalan maupun rawat inap. Secara ringkas, algoritma tatalaksana ulkus DM

dijelaskan pada bagan 3. Adapun rawat inap terutama diindikasikan pada ulkus yang mencapai lapisan subkutan atau lebih dalam disertai adanya gejala SIRS. Pada kasus-kasus rawat inap, antibiotik yang digunakan biasanya merupakan antibiotik jenis kombinasi dengan tindakan nekrotomi serta kontrol hiperglikemia yang lebih agresif, umumnya menggunakan insulin.1

Terapi nutrisi mutlak diperlukan guna menunjang proses penyembuhan luka. Adapun rekomendasi gizi yang diberikan ialah makanan yang sehat dan seimbang dngan cukup energi dan protein. Perhitungan kecukupan kalori pada penatalaksanaan ulkus DM wajib memperhitungkan faktor infeksi atau stres yang lebih tinggi pada pasien rawat inap, dengan kalori basal dihitung dengan mengalikan berat badan ideal pasien dengan 30 kcal pada laki-laki

atau 25 kcal pada perempuan. Untuk proses penyembuhan luka, diperlukan sekitar 1,5-2 gram protein per kg berat badan per hari. Karbohidrat disarankan menyusun sekitar 45-65% dari kebutuhan kalori karena bila tidak terpenuhi akan memperberat hipoalbuminemia akibat pemecahan protein. Asam lemak esensial dikatakan dapat mempengaruhi penyembuhan luka melalui sinstesis sel baru, sehingga diberikan sebanyak 20-25% dari kebutuhan energi, degan asam lemak jenuh < 7%, lemak tidak jenuh < 10%, dan sisanya lemak tidak jenuh tunggal. Mikronutrien sepertu vitamin dan mineral juga dibutuhkan, misalnya vitamin A, vitamin B kompleks, vitamin C, vitamin E, vitamin K, besi, seng, selenium, dan lain-lain.1 Tindakan Pembedahan pada Kaki Diabetik Di bidang bedah, terapi surgikal umumnya lebih banyak ditujukan dalam bentuk nekrotomi jaringan nekrotik / debridemen.1 Apabila selama debridement tulang dapat divisualisasi atau dipalpasi, dapat dicurigai terjadinya osteomielitis. Terapi bedah dapat diklasifikasikan sebagai: 

Kelas 1 (elektif, untuk menangani deformitas tanpa gangguan sensasi)



Kelas 2 (profilaktif, untuk mengurangi risiko ulserasi atau reulserasi pada pasien dengan gangguan sensoris, namun tanpa luka terbuka)



Kelas 3 (kuratif, unntuk membantu penyembuhan luka terbuka)



Kelas 4 (emergent, untuk menghentikan progresi infeksi akut) 5

Pada bidang vaskular, dilakukan penilaian apakah terdapat penyakit aterokslerotik pada semua kasus. Dalam hal ini, dilakukan pemeriksaan pada seluruh arteri kaki yang dapat diperiksa. Bila diperlukan, dapat dilakukan restorasi perfusi melalui rekonstruksi distal, misalnya berupa bypass atau angioplasti perifer dan rekanalisasi segmen yang teroklusi. Adapun indikasi pembedahan ini ialah rasa nyeri yang sama sekali tidak dapat ditahan pada saat istirahat atau malam hari, luka kompleks / sulit dikontrol, dan gangren.6 Amputasi umumnya merupakan pilihan terakhir pada penanganan kaki diabetik mengingat sifatnya yang permanen. Amputasi umumnya dilakukan untuk alasan live saving, terutama untuk mencegah penyebaran asendens dari infeksi atau kematian jaringan.5 Indikasi amputasi ekstremitas bawah umumnya adalah komplikasi diabetes melitus, umumnya berupa gangren pedis, ulkus yang tidak menyembuh, serta nyeri saat istirahat yang sama sekali tidak

tertangani (60-80%), infeksi non diabetik dengan iskemia (15-25%), iskemia tanpa infeksi (510%), osteomielitis kronik (3-5%), trauma (2-5%), dan lain-lain. Prosedur ini dapat dilakukan setinggi digital tertentu, trans metatarsal, Syme’s, below knee, disartikulasi lutut, suprakondilar, paha tengah, paha tinggi, dan disartikulasi panggul.8

Adapun pengelolaan kasus kaki diabetes pada pasien adalah sebagai berikut. 1. Hospitalisasi  Pasien dirawat sesuai indikasi yaitu terdapat ulkus yang dalam, melibatkan jaringan otot dan tulang, serta terdapat gejala infeksi sistemik (SIRS) pada pasien. 2. Kontrol metabolik 

Injeksi Levemir 1x12 unit SC



Injeksi Novorapid 3x8 unit SC

Upaya kontrol metabolik bertujuan untuk mengontrol kadar gula darah sesuai target. 3. Kontrol vaskular Pada pasien kontrol vaskular dilakukan melalui penilaian denyut nadi arteri dorsalis pedis dan ankle brachial index. Pemeriksaan lain baik invasif maupun noninvasif tidak dilakukan karena keterbatasan fasilitas. 4. Kontrol luka Pada pasien dilakukan perawatan luka setiap hari. Dilakukan debridement dan nekrotomi dimana dengan tindakan ini diharapkan produksi pus akan berkurang. 5. Kontrol mikrobiologik / infeksi 

Injeksi Ceftriaxone 2x1 gram IV



Drip Metronidazole 3x500 mg IV Idealnya dilakukan penyesuaian antibiotik yang digunakan dengan tetap melihat hasil biakan kuman dan resistensinya. Namun secara empirik dimana pada ulkus DM, umumnya pola kuman yang ditemukan polimikrobial dengan kombinasi gram positif, gram negatif, serta anaerob. Oleh karena itu, mutlak diberikan antibiotik dengan spektrum luas misalnya golongan sefalosporin dikombinasikan dengan metronidazol.

6. Kontrol tekanan Pada pasien kontrol tekanan / mekanik dilakukan secara non-surgical yaitu tirah baring (kaki diistirahatkan) dan surgical, yaitu dekompresi ulkus.

7. Kontrol edukasi Kepada pasien dan keluarga dilakukan komunikasi-informasi-dan edukasi (KIE) mengenai diabetes, komplikasi kaki diabetes, pentingnya kontrol gula darah, rencana tindakan bedah, dan kemungkinan perburukan yang dapat terjadi bila tindakan bedah tidak dilakukan. Adapun pada pasien diet yang diberikan berupa diet DM dengan jumlah 1600 kalori/hari. Jumlah ini didasari perhitungan kebutuhan kalori pasien (berat badan 50 kg). Terapi simptomatik lain yang diberikan pada pasien antara lain sebagai berikut. 

Injeksi Asam Tranexamat 3x500 mg IV Asam Tranexamat adalah antifibrinolitik. Mencegah bekuan darah untuk terurai terlalu cepat sehingga dapat membantu mengurangi perdarahan yang berlebihan.



Injeksi Ketorolac 2x30 mg IV



Injeksi Ranitidine 2x50 mg IV

Pertimbangan Amputasi Pada pasien dilakukan operasi disartikulasi digiti II pedis dextra. Dalam pengelolan kaki diabetes, amputasi merupakan konsekuensi langkah yang diambil atas berbagai alasan dan dapat merupakan bagian dari pembedahan kuratif maupun emergensi. Indikasi dari amputasi sendiri termasuk membuang jaringan yang mengalami gangren atau infeksi, sering untuk mengontrol atau menghentikan penyebaran infeksi. Selain itu amputasi juga diindikasikan untuk menghilangkan bagian dari kaki yang sering mengalami ulserasi, dan membuat sebuah unit fungsional yang dapat mengakomodasi baik alas kaki yang normal atu dimodifikasi. Secara umum, amputasi seyogyanya dilakukan pada daerah kaki dimana merupakan titik keseimbangan antara panjang tungkai sertai fungsi dengan kapasitas daerah pembedahan untuk sembuh secara primer. Perkembangan terakhir di bidang bedah vaskular dapat menggeser level daerah amputasi menjadi lebih distal (limb sparing). Kapasitas untuk mengembalikan perfusi distal menggunakan teknik endovaskular atau bedah bypass pembulh darahm secara signifikan berpotensial menggeser amputasi ke daerah yang lebih distal. Target Pemilihan Level Amputasi : 1. Membuat bagian distal amputasi yang secara mudah dapat diakomodasi oleh alas kaki 2. Membuat bagian distal yang dapat bertahan dan tidak mudah rusak dengan tekanan

eksogen 3. Membuat bagian distal yang tidak menyebabkan ketidakseimbangan dinamik dan otot Pencegahan terhadap amputasi pada kasus kaki diabetes dapat dilakukan melalui pendekatan berbagai keilmuan. Pencegahan dapat dibagi menjadi pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Dimana kedua pencegahan ini harus selalu berjalan secara beriringan. Pencegahan terjadinya kaki diabetes dan progresinya menuju ulkus yang dikenal sebagai pencegahan primer serta pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah atau dikenal sebagai pencegahan sekunder. Pengelolaan kaki diabetes tidak dapat diperankan oleh satu bidang tertentu dalam dunia kedokteran, namun menjadi sebuah bentuk kerja sama multidisiplin di antara seluruh bidang ilmu yang terkait. Pencegahan Primer Berdasarkan risiko terjadinya masalah pada kaki seorang penyandang diabetik, Frykberg membuat klasifikasi kaki menjadi: 

Sensasi normal tanpa deformitas



Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi



Insensititivas tanpa deformitas



Iskemia tanpa deformitas



Kombinasi / komplikata Pencegahan kaki diabetik biasanya dilakukan sesuai dengan keadaan risiko kaki. Pada

kelompok risiko kategori 3 dan 5, diperlukan pemilihan alas kaki yang tepat untuk melindungi kaki yang telah menjadi insensitif. Demikian pula halnya pada pasien dengan faktor risiko 2 dan 5, agar tekanan pada kaki dapat lebih merata. Pada faktor risiko 4, diperlukan latihan khusus untuk memperbaiki vaskularisasi kaki.3 Di samping itu, pada seluruh kelompok risiko, salah satu poin kunci pencegahan primer ulkus DM adalah penyuluhan. Adapun penyuluhan harus dilakukan pada setiap kesempatan pertemuan dan diingatkan kembali tanpa bosan. Penyuluhan juga dibarengi dengan pemeriksaan rutin pada kaki penyandang DM setelah kaus kaki dan sepatu dilepas.3 Senam kaki juga disarankan untuk memperkuat otot-otot di sekitar kaki maupun tungkai bawah serta melenturkan sendi dan ligamen di sekitar kaki, di samping membantu melancarkan aliran darah ke kedua kaki. Senam dilakukan secara teratur senayak 3-5 kali seminggu.1

Pencegahan Sekunder Untuk dapat mengelola kasus kaki diabetik secara lebih komprehensif, dilakukan kontrol terhadap setidaknya 6 faktor, yaitu kontrol metabolik, vaskular, luka, mikrobiologik / infeksi, tekanan, serta edukasi. Daftar Pustaka 1. Yunir E, Purnamasari D, Ilyas E, Widyahening IS, Mardai RA, Sukardji K. Pedoman penatalaksanaan kaki diabetik. Jakarta: Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2008. 2.

Wounds International Group. Best practice guidelines: wound management in diabetic foot ulcers. London: Wounds International. 2013; p. 2-20

3. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing. 2009; p. 1933-36. 4. Apelqvist J, Bakker K, Houtum WHV. Practical guidelines on the management and prevention of the diabetic foot. Diabetes Metab Res Rev 2008; 24(1):181-187 5. Frykberg RG, Zgonis T, Armstrong DG, Driver VR, Giurini JM, Kravitz SR, et al. Diabetic foot disorders: a clinical practice guideline. Journal of Foot and Ankle Surgery 2006; 45(5):6-19. 6. Rowe VL. Diabetic Ulcers Treatment & Management. 2012. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/460282-treatment#showall. Accessed Januari 28, 2014. 7. Tongson L, Habawel DL, Evangelista R, Tan JL. Hyperbaric oxygen therapy as adjunctive treatment for diabetic foot ulcers. Wounds International 2013; 4(4): 8-10. 8. Giglia J, Jarboe M. Lower Extremity Amputation. In: Greenfield’s Surgery: Scientific Principles and Practice [e-book]. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.2006. Pendamping,

dr. Lince Holsen

Pendamping,

dr. Clara Yosephine

More Documents from "Desintha Rachman"