262575580-askep-hiv-aids.docx

  • Uploaded by: Jimmy
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 262575580-askep-hiv-aids.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,162
  • Pages: 33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) merupakan salah satu pademi terbesar pada masyarakat modern dan menjadi perdebatan nasional maupun internasional. Jumlah kasus yang dilaporkan masih di bawah perkiraan kejadian yang sebenarnya. Hal ini disebabkan laporan tersebut tidak mencakup remaja terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang asimptomatik dan remaja dengan gejala tidak memenuhi kriteria Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Selain itu laporan juga tidak mencakup remaja tidak terinfeksi tetapi terlibat prilaku penggunaan obat dan seksual yang beresiko tinggi untuk tejadinya infeksi. (Soetjiningsih, 2004) Penyebaran HIV/AIDS Provinsi Kalimantan Barat tergolong tinggi dan cepat persebarannya yang disebabkan karena industri seks komersial yang makin berkembang dan seiring dengan tingginya tingkat penyalagunaan NARKOBA (jarum suntik), berhasil mendongkrak posisi Kalbar dari nomor urutan ke 7 menjadi urutan ke 5 besar tingkat persebaran HIV/AIDS skala Nasional, selain itu, adanya mobilitas/migrasi penduduk dari luar negeri ke Kalimantan Barat yang sangat tinggi, dengan terbukanya jalur penerbangan ke berbagai daerah lain di Indonesia dengan frekuensi yang relatif tinggi, diduga sebagai salah satu sebab mudahnya penularan HIV/AIDS di Kalimantan Barat. Menurut Indonesian Forum Of Parliamantarians On Population And Development (IFFD) pada tahun

1

2011, 148 orang dengan jumlah penderita HIV/ AIDS, dengan 91 orang AIDS dan 57 orang masih dalam program observasi Berdasarkan data IFFD menyatakan, jumlah penduduk presentase terbesar beresiko menderita HIV/AIDS adalah Kota Singkawang dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kerja sama dalam memerangi penyakit ini, oleh karena itu AIDS menjadi salah satu masalah besar di Kalimantan Barat yang harus dilihat sebagai masalah sosial (bukan hanya kesehatan), Sejalan dengan itu penanganannya harus dilakukan secara lintas sector, lintas pelaku dan terkoordinasi, baik secara preventif maupun kuratif.

B. Tujuan Penulisan Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain : 1. Mahasiswa – mahasiswi dapat mengetahui anatomi dan fisiologi sistem imuniologi. 2. Mahasiswa – mahasiswi dapat mengetahui konsep virus HIV. 3. Mahasiswa – mahasiswi dapat mengetahui konsep dasar penyakit AIDS 4. Mahasiswa – mahasiswi dapat mengetahui asuhan keperawatan dengan klien HIV/AIDS

C. Metode Penulisan Metode penelitian dalam paper ini menggunakan metode study kepustakaan yang merupakan kegiatan penelusuran dan penelaahan literaturliteratur. Metode ini diperuntukkan untuk melakukan penelitian yang dianggap

2

sebagai bentuk survey dari data yang sudah ada dengan melacak informasi dari buku-buku, koran, iklan, majalah dan internet.

D. Sistematika Penulisan Makalah ini terdiri dari tiga BAB yang disusun dengan sistematika penulisan sebagai berikut : BAB I

: Pendahuluan yang terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan,

Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II

: Landasan Teori Yang Terdiri Dari anatomi dan fisologi sistem

imunologi , konsep virus HIV, konsep penyakit AIDS, asuhan keperawatan dengan klien HIV/AIDS. BAB III

: Penyajian data dan Pemecahan masalah

BAB IV

: Kesimpulan dan Penutup.

3

BAB II LANDASAN TEORI

A. Anatomi dan fisiologi sistem imunologi Menurut Scanlon, Valeri C. (2006), Sistem Imun adalah sistem pertahanan manusia sebagai perlindungan terhadap infeksi dari makromolekul asing atau serangan organisme, termasuk virus, bakteri, protozoa dan parasit. Sistem kekebalan juga berperan dalam perlawanan terhadap protein tubuh dan molekul lain seperti yang terjadi pada autoimunitas, dan melawan sel yang teraberasi menjadi tumor. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Imunitas sapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk membunuh patogen atau bahan asing lain dan untuk mencegah berlanjutnya kasus penyakit akibat infeksi. Di bawah ini gambar 2.1 merupakan anatomi dan fisiologi pada sistem imunitas tubuh manusia

4

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Imunitas (http://semuana.blogspot.com/feeds/posts/default, diperoleh tanggal 10 maret 2015) Sistem imun terbagi atas dua bagian yaitu sistem imun non spesifik dan sistem imun spesifik, yaitu : 1. Sistem Imun non Spesifik Sistem imun non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme, karena dapat memberikan respons langsung terhadap antigen. (Scanlon, Valeri C. 2006,) Komponen – komponen sistem imun non spesifik dapat dibagi sebagai berikut : a. Pertahanan Fisik dan Mekanis Pertahanan fisik / mekanis terdiri dari kulit, selaput lendir, silia saluran pernapasan, batuk dan bersin, akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam tubuh.

b. Pertahanan bio kimia (bahan larutan) PH asam dari keringat dan sekresi sebaseus, berbagai asam lemak dan enzim mempunyai efek antimikrobial, akan mengurangi kemungkinan infeksi melalui kulit. Bahan yang disekresi mukosa saluran napas dan telinga berperanan pula dalam pertahanan biokimia. c. Pertahanan Humoral ( bahan larutan ) Adapun yang berperan dipertahanan humoral, yaitu :

5

1). Komplemen Meningkatkan fagositosis dan mempermudah destruksi bakteri. 2). Interferon Suatu glikoprotein yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi virus 3). C-Reactive Protein (CRP) CRP dibentuk oleh badan pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang kadarnya cepat meningkat ( 100 x atau lebih) setelah infeksi atau inflamasi akut d. Pertahanan seluler Fagosit, makrofag dan sel NK berperan dalam sistem imun non spesifik seluler. 2. Sistem Imun Spesifik Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Bila sel imun spesifik berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka benda asing terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan olehnya. (Scanlon, Valeri C. 2006) a. Sistem Imun Spesifik Humoral Yang berperan dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B, berasal dari multipoten. Bila sel B dirangsang oleh benda asing, maka sel tersebut akan berfoliperasi dan berkembang menjadi sel plasma yang dapat membentuk antibodi.

6

b. Sistem Imun Spesifik Seluler Yang berperan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T. Pada orang dewasa sel T dibentuk oleh sum-sum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi pada kelenjar timus atau pengaruh faktor asal timus. Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan. c. Organ Limfoid Organ limfoid adalah organ yang diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan proliferasi limfosit. Organ limfoid sekunder diperlukan untuk proliferasi dan diferensiasi limfosit yang sudah disensitisasi (antigen committed lymphocyte).

Menurut Smeltzer, suzanne C, (2001), Terdapat dua tipe utama limfosit dalam sistem imunitas yaitu limfosit T dan limfosit B, atau yang lebih sederhana atau dikenal, sel T dan sel B. Pada embrio, sel T diproduksi dalam sumsum tulang dan timus. Sel T harus berjalan melalui timus, dan sel itu akan dimatang kan oleh hormon timus. Sel T kemudian bermigrasi menuju lien dan nodi limfoidei. Serta noduli limfoidei, tempat sel ditemukan setelah bayi lahir. Sel T dibuat di sumsum tulang dan matang di kelenjar thymus. Nilai normal Limfosit antara 1500 – 4000 sel/mm3. Bagian – bagian dari Limfosit T yaitu:

7

1. Sel T helper/ T pembantu (CD4) adalah sebuah penanda yang berada di permukaan sel-sel darah putih manusia, terutama sel-sel limfosit. CD4 pada orang dengan sistem kekebalan yang menurun menjadi sangat penting, karena berkurangnya nilai CD4 dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit yang seharusnya berperan dalam memerangi infeksi yang masuk ke tubuh manusia. Nilai normal CD4 800 – 1200 sel/ml3 darah. Fungsi: a. Membantu/ mengontrol sistem imun spesifik b. Menstimulasi sel B untuk membelah dan mereproduksi antibody c. Mengaktivasi dua jenis sel T lainnya d. Meaktivasi makrofag untuk bersiap memfagositosis 2. Sel T Killer/T pembunuh/T sitotoksik merupakan reseptor khusus terhadap antigen yang mengaktifasi, bermigrasi ketempat invasi antigen, melepas limfokin, mengundang dan mengaktifkan makrofag, mencegah reproduksi mikroorganis menyerbu, mengikat dan membunuh antigen. Nilai normal nya 78 – 602/mm3. Fungsinya menyerang sel tubuh yang terinfeksi dan sel pathogen yang relatif besar secara langsung 3. Sel T suppressor/T penekan nilai normalnya antara 325 – 997 mm3. Fungsinya menurunkan/menghentikan respon imun.

Sel B di produksi di dalam susmsum tulang, sel B kemudian bermigrasi, langsung menuju nodi limfoidei dan noduli limfoidei. Limfosit sel B terbagi atas beberapa bagian yaitu:

8

1. Sel B plasma memproduksi antibodi spesifik sesuai antigen yang mengaktifasi mula – mula dan melepaskannya kedalam darah dan limfe hidup selama 4 – 5 hari 2. Sel B memori memiliki kemampuan mengingat antigen yang mengaktifasi mula – mula sehingga dapat memberikan reaksi yang lebih cepat dan membentuk antibodi dalam jumlah yang lebih besar. Sel B memori cepat bereaksi jika ada infeksi

Saat beraktivitas selama respon imun, beberapa sel B akan menjadi sel plasma yang dinamakan antigen dan antibodi. 1. Antigen Antigen atau imunogen adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan respon imun spesifik pada manusia dan hewan. Perbedaan antara imunogen dan antigen. Imunogen adalah setiap bahan yang dapat menimbulkan respon imun. Sedangkan antigen adalah setiap bahan yang dapat mengikat komponen yang dihasilkan respons imun dengan spesifik misalnya antibodi dan limfosit T. 2. Antibodi Antibodi adalah bahan larut digolongkan dalam protein yang disebut globulin, dan sekarang dikenal dengan imunoglobulin, imunoglobulin (Ig) dibentuk oleh sel plasma yang berasal dari proiferasi sel B akibat adanya kontak dengan antigen. a. Imunoglobulin G (Ig G)

9

Komponen utama serum, dengan berat molekul 160.000 dalton. Ig G berperan pada imunitas seluler karena dapat merusak antigen seluler melalui interaksi dengan sistem komplemen. Ig G berukuran kecil, terbentuk 2 – 3 bulan setelah infeksi, terdapat selam bertahun, tahun. Fungsinya yaitu antibakteri, antivirus, anti toksin, melindungi janin dan bayi b. Imunoglobulin A (Ig A) Ig A dalam serum dapat mengaglutinasikan dan mengganggu motilitas kuman sehingga memudahkan fagositosis.Ig A dapat mengaktifkan komplemen melalui jalur alternatif. Ig A Terdapat di ASI I(Air Susu Ibu), fungsinya melindungi selaput mukosa (hidung, mata, paru – paru, usus) c. Imunoglobulin M (Ig M) Ig M adalah antibodi pertama yang dibentuk dalam respons imun. Ig M dapat mencegah gerakan mikro organisme patogen, memudahkan fagositosis dan merupakan aglotinator kuat terhadap antigen. Ig M terdapat di darah, getah bening dan permukaan sel B, antibody pertama yang di bentuk tubuh jika ada infeksi (bakteri) fungsinya garis depan terhadap bakteri d. Imunoglobulin D (Ig D) lg D ditemukan dengan kadar yang sangat rendah dalam sirkulasi. Ig D tidak mengikat komplemen, mempunyai aktifitas antibiotik terhadap antigen berbagai makanan dan autoantigen seperti komponen nukleus. Ig D terdapat di darah, getah bening dan permukaan sel sel B. Fungsinya

10

merangsang pembentukan antibody oleh sel plasma, membantu sel T menangkap antigen e. Imunoglobulin E (Ig E) lg E dibentuk setempat oleh sel spasma dalam selaput lendir saluran napas dan cerna. Ig. E beredar di dalam darah , terlibat dalm reaksi alergi dan respon imun (Scanlon, 2006)

Gambar 2.2 Molekul Antibody (http://gened.emc.maricopa.edu diperoleh tanggal 10 maret 2015)

B. Konsep Virus HIV 1. Virus HIV Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar-melebar, pada pusat lingkaran terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen fungsional dan struktural. Tiga gen tersebut yaitu gag, pol dan env. gag berarti group antigen, pol mewakili polimerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope (hoffmann, rockstroh, kamps, 2006). Geng geg

11

mengode protein inti. Gen pol mengode enzim reverse transcriptase, protease, dan integrase. Gen env mengonde komponen struktural HIV yang dikenal dengan glikoprotein. Gen lain yang ada dan juga penting dalam replikasi virus, yaitu : rev, nef, vif, vpu, dan vpr 2. Siklus hidup HIV Sel pejamu yang terinfeksi oleh HIV memiliki waktu hidup sangat pendek, hal ini berarti HIV secara terus menerus menggunakan sel pejamu baru untuk mereplikasi diri. Sebanyak 10 miliar virus dihasilkan setiap harinya. Serangan pertama HIV akan tertangkap oleh sel dendrit pada membran mukosa dan kulit pada 24 jam pertama setelah paparan. Sel yang terinfeksi tersebut akan membuat jalur ke nodus limfa dan kadang-kadang ke pembuluh darah perifer selama 5 hari setelah paparan, dimana replikasi virus menjadi semakin cepat. Siklus hidup HIV dapat dibagi menjadi 5 fase, yaitu: a. Masuk dan mengikat b. Reverse transkiptase c. Replikasi d. Budding e. Maturasi

C. Konsep Dasar AIDS 1. Pengertian Penyakit AIDS. AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency

12

Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. (Sudoyo, 2006) 2. Penyebab Penyakit AIDS AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) disebabkan oleh virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus). Virus ini diketemukan oleh

Montagnier,

sehingga

pada

waktu

itu

dinamakan

LAV

(Lymphadenophaty Associated Virus) (Daili, 2006). HIV dapat ditularkan dengan cara : a. Rute yang diketahui beresiko tinggi (Semen, Sekresi Vagina) 1) Hubungan seksual 2) Homo seksual, biseksual (rute utama) 3) Hetero seksual (laki-laki perempuan atau sebaliknya). b. Darah (melalui darah murni komponen seluler, plasma, faktor pembeku) 1) Transfusi darah atau komponen darah 2) Jarum suntik yang dipakai bersama-sama 3) Tusukan jarum suntik (resiko rendah) c. Perinatal 1) Intra plasenta 2) Menyusui 3. Gejala-Gejala Yang Ditimbulkan Oleh HIV/AIDS Menurut Nursalam (2007) gejala-gejala klinis pada stadium AIDS antara lain: a. Gejala utama / mayor:

13

1) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan 2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus – menerus 3) Penurunan berat badan lebih dari 10 % dalam 3 bulan 4) Penyakit pernafasan: TBC b. Gejala minor 1) Batuk kronis selama lebih dari satu bulan 2) Infeksi pada mulut dan tenggorokan disebabkan oleh jamur candida albican 3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh tubuh 4) Munculnya herpes zoster berulang dan bercak – bercak gatal diseluruh tubuh.

Sementara Menurut Daili (2003) manifestasi klinis yang sesuai dengan perjalanan penyakit AIDS dan lebih bermanfaat bagi kepentingan klinik diuraikan dalam fase – fase berikut ini: a. Infeksi akut : CD4: 750 – 1000 Gejala infeksi akut biasanya akan timbul setelah masa inkubasi selama 1– 3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, gejala kulit (bercak – bercak), gejala syaraf (sakit kepala), gangguan gastroiintestinal (nausea, vomitus). Gejala diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya virus dan berlangsung kira – kira 1 – 2 minggu. b. Infeksi kronis asimptomatik: CD4 > 500/ ml

14

Setelah infeksi akut berlalu maka setelah 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat dalam tubuh. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih berada pada tingkat 500/ml. c. Infeksi kronis simptomatik Fase ini dimulai rata – rata sesudah 5 tahunan terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas penderita 1) Penurunan imunitas sedang: CD4 200 – 500 Pada awal sub – fase ini timbul penyakit – penyakit yang lebih ringan misalnya herpes zoster atau herpes simplek 2) Penurunan imunitas berat: CD4 < 200 Pada sub fase ini terjadi infeksi opurtunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita seperti: Tuberkulosis. Keganasan juga timbul pada sub fase ini meskipun sering pada fase yang lebih awal.

4. Patofisiologi Peran penting sel T dalam “menyalakan” semua kekuatan limfosit dan makrofag, membuat sel T penolong dapat dianggap sebagai “tombol utama” sistem imun. Virus AIDS secara selektif menginvasi sel T penolong, menghancurkan atau melumpuhkan sel-sel yang biasanya megatur sebagian besar respon imun. Virus ini juga menyerang makrofag, yang semakin melumpuhkan sistem imun, dan kadang-kadang juga masuk ke sel-sel otak,

15

sehingga timbul demensia (gangguan kapasitas intelektual yang parah) yang dijumpai pada sebagian pasien AIDS. Dalam tubuh ODHA, partikel virus bergabung dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. Dari semua orang yang terinfeksi HIV, sebagian berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, 50% berkembang menjadi AIDS sesudah 10 tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian meninggal. Gejala yang terjadi adalah demam, nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, dimulailah infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel setiap hari. Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bisa mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4 sekitar 109 setiap hari. Virus HIV menular melalui enam cara penularan, yaitu : 1. Hubungan seksualitas dengan pengidap HIV/AIDS Hubungan seksual secara vaginal, anal, oral dengan penderita HIV tanpa perlindungan bisa menularkan HIV. Selama hubungan seksual berlangsung, air mani, cairan vagina, dan darah dapat mengenai selaput lendir vagina, penis, dubur, atau mulut sehingga HIV yang terdapat dalam cairan tersebut masuk kedalam aliran darah. 2. Ibu pada bayinya Penularan HIV dari ibu bisa terjadi pada saat kehamilan (in utero). Berdasarkan laporan CDC amerika, prevelansi penularan HIV dari ibu kebayi adalah 0,01% - 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20%-35%,

16

sedangkan kalau gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50% . 3. Darah dan produk darah yang tercemar HIV/AIDS Sangat cepat menularkan HIV karena virus langsung masuk ke pembuluh darah dan menyebar keseluruh tubuh. 4. Pemakaian alat kesehatan yang tidak steril Alat pemeriksaan kandungan seperti spekulum, tenakulum, dan alat-alat lain yang menyentuh darah, cairan vagina atau air mani yang terinfeksi HIV, dan langsung digunakan untuk orang lain yang tidak terinfeksi bisa menularkan HIV. 5. Alat-alat untuk menoreh kulit Alat tajam dan runcing seperti jarum, pisau, silet, menyunat seseorang, membuat tato, memotong rambut, dan sebagainya bisa menularkan HIV sebab alat tersebut dipakai tanpa disterilkan terlebih dahulu. 6. Menggunakan jarum suntik secara bergantian Jarum suntik yang digunakan di fasilitas kesehatan, maupin yang digunakan oleh para pengguna narkoba sangat berpotensi menularkan HIV. Selain jarum suntik, pada para pemakai IDU (injecting drug user) secara bersama-sama juga menggunakan tempat penyampur, pengaduk, dan gelas pengoplos obat, sehingga berpotensi tinggi untuk menularkan .

17

Pathway HIV

Hubungan sex

Perinatal ( ibu pada bayi )

Darah

Menghancurkan Sel T / CD4

HIV dengan DNA Bergabung

CD4 menurun

Gejala Mayor -

Pola nafas tidak efektif

Gejala Minor

Demam Diare kronis Berat badan menurun TBC

Defisit volume cairan

-

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Batuk kronis Inspeksi mulut dan rongga Kelenjargetah bening bengkak Herpez zorter

Perubahan mukosa oral

Skema 2.1 Patofisiologi asuhan keperawatan HIV/AIDS (Sumber: Nursalam, 2007) 18

Resiko terjadinya infeksi

5. Komplikasi a. Oral Lesi Terjadi kandidia, herpes simplek, sarkoma kaposi, HPV oral, gingivitis,

peridonitis

Human

Immunodeficiency

Virus

(HIV),

leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi. b. Neurologik Kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV) pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan, disfasia, dan isolasi social. Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia,

ketidakseimbangan

elektrolit,

meningitis/ensefalitis.

Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total/parsial. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis. Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus (HIV) c. Gastrointestinal Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma,dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan, anorksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik, demam atritis. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan diare.

19

d. Respirasi Infeksi karena pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides dengan efek nafas pendek, batuk, nyeri, hipoksia, keletihan, gagal nafas. e. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan sepsis. f. Sensorik Pada pandangan terjadi sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan. Pada pendengaran terjadi otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek nyeri. 6.

Penatalaksanaan HIV/AIDS Belum ada obat untuk penyembuhan AIDS, jadi yang dilakukan adalah pencegahan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Tapi apabila terinfeksi HIV (Human Immunodeficiency Virus) maka ada beberapa penatalaksanaan yaitu: a. Penatalaksanaan medis 1) Pengendalian Infeksi Opportunistik Meliputi penyakit infeksi Oportunistik yang sering terdapat pada penderita infeksi HIV dan AIDS.

20

a) Tuberkulosis, sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat

kembali. Dosis INH 300 mg setiap hari dengan vit B6 50 mg paling tidak untuk masa satu tahun. b) Toksoplasmosis, sangat perlu diperhatikan makanan yang

kurang masak terutama daging yang kurang matang. Obat: TMP-SMX 1 dosis/hari. c) CMV, virus ini dapat menyebabkan Retinitis dan dapat

menimbulkan kebutaan. Ensefalitis, Pnemonitis pada paru, infeksi saluran cernak yang dapat menyebabkan luka pada usus. Obat: Gansiklovir kapsul 1 gram tiga kali sehari. d) Jamur, jamur yang paling sering ditemukan pada penderita

AIDS adalah jamur Kandida. Obat : Nistatin 500.000 u per hari Flukonazol 100 mg per hari. 2) Terapi AZT (Azidotimidin) Obat ini menghambat replikasi antiviral HIV dengan menghambat enzim pembalik transcriptase. 3) Terapi Antiviral baru atau Obat Anti Retro Virus (ARV) Untuk

meningkatkan

aktivitas

sistim

imun

dengan

menghambat replikasi virus atau memutuskan rantai reproduksi virus. Terapi seumur hidup, mutlak perlu kepatuhan karena resiko cepat terjadi resisten bila sering lupa minum obat. 4) Vaksin dan rekkontruksi virus. Vaksin yang digunakan adalah Interveron

21

b. Penatalaksanaan Keperawatan 1) Aspek Psikologis, meliputi perawatan personal dan dihargai, mempunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalahmasalahnya, jawaban-jawaban yang jujur dari lingkungannya, tindak lanjut

medis,

mengurangi

penghalang

untuk

pengobatan, pendidikan/penyuluhan tentang kondisi mereka. 2) Aspek Sosial, seorang penderita HIV AIDS setidaknya membutuhkan bentuk dukungan dari lingkungan sosialnya. Dimensi dukungan sosial meliputi 3 hal: a) Emotional support, miliputi; perasaan nyaman, dihargai, dicintai,

dan diperhatikan b) Cognitive support, meliputi informasi, pengetahuan dan nasehat c) Materials support, meliputi bantuan/pelayanan berupa sesuatu

barang dalam mengatasi suatu masalah. 3) Dukungan emosional, mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap pasien dengan HIV AIDS yang bersangkutan. 4) Dukungan informatif, mencakup pemberian nasehat, petunjuk, sarana.

22

D. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASEIN AIDS 1. PENGKAJIAN Pengkajian yang dilakukan pada pasien yang mengalami HIV/AIDS menurut Nursalam (2007), yaitu: a. Data demografi, riwayat keturunan dan demograf b. Aktifitas /istirahat : Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhadap aktifitas, kelelahan yang progresif. Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhadap aktifitas c. Sirkulasi Proses penyembuhan luka yang lambat, perdarahan lama bila cedera, takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver menurun, pengisian kapiler memanjang d. Integritas ego Faktor stress yang berhubungan dengan kehilangan: dukungan keluarga, hubungan dengan orang lain, pengahsilan dan gaya hidup tertentu. Mengkhawatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat badan. Merasa tidak berdaya, putus asa, rasa bersalah, kehilangan control diri, dan depresi. Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis, kontak mata kurang e. Eliminasi. Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih. Faeces encer disertai mucus atau darah. Nyeri tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah warna urin. f. Makanan/cairan Klien merasa tidak ada nafsu makan, mual, muntah, penurunan BB yang cepat, bising usus yang hiperaktif, turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput putih/perubahan warna mucosa mulut, adanya gigi yang tanggal.

23

g. Hygiene Tidak dapat menyelesaikan ADL, memeperlihatkan penampilan yang tidak rapi. h. Neurosensorik Klien mengalami pusing,sakit kepala. Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi, kelemahan otot, tremor, penurunan visus. Bebal, kesemutan pada ekstrimitas. Gaya berjalan ataksia. i. Nyeri/kenyamanan Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.Sakit kepala, nyeri dada pleuritis. Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan ROM. j. Pernapasan Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non, sesak pada dada, takipnou, bunyi napas tambahan, sputum kuning. k. Keamanan Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses penyembuhan, dan demam berulang l. Seksualitas Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido, penggunaan kondom yang tidak konsisten, lesi pada genitalia, keputihan. m. Interaksi sosial Isolasi, kesepian, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tidak terorganisir 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN Menurut Nursalam (2007) diagnosa keperawatan pada pasien yang mengalani HIV/AIDS, yaitu: a. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan b. Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik. c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b/d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.

24

d. Perubahan membran mukosa oral b/ddefisit imunologis dan timbulnya lesi penyebab patogen e. Resiko terjadinya infeksi b/d depresi sistem imun, aktifitas yang tidak terorganisir C. RENCANA KEPERAWATAN Rencana keperawatan menurut Doengoes (2001) sesuai diagnosa yang didapat pada pasien yang mengalami HIV/AIDS, yaitu: 1. Dx. 1. Pola nafas tidak efektif b/d penurunan ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan. Tujuan: klien akan mempertahankan pola nafas yang efektif Tindakan: a. Auskultasi bunyi nafas tambahan. b. catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan penggunaan otot asesoris. c. berikan posisi semi fowler d. lakukan section bila terjadi retensi sekresi jalan nafas e. Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.

2. Dx 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status hipermetabolik. Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat Tindakan : a. Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang. b. Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat, pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan. c. Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus. d. Timbang BB setiap hari. e. Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.

3. Dx 3. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d hambatan asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik. Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.

25

Tindakan: a. Auskultasi

bising

usus

karena

Hipermetabolisme

saluran

gastrointestinal akan menurunkan tingkat penyerapan usus. b. Timbang BB setiap hari BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat c. Hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan. d. Berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol. e. Berikan makanan yang mudah dicerna dan tdk merangsang Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pd dinding usus akan kurang. f. Rencanakan makan bersama keluarga/org terdekat. Barikan makan sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi) g. Sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit Kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian makanan. h. Kolaborasi berikan NPT (hiperalimentasi/intralipid) sesuai petujuk. i. Berikan obat-obatan sesuai petujuk misalnya suplemen vitamin. 4. Dx 4.

perubahan membran mukosa oral berhubungan dengan defisit

imunologis dan timbulnya lesi penyebab patogen. Tujuan: untuk memperbaiki atau mempertahankan keutuhan mukosa oral Tindakan: a. Kaji membran mukosa/ catat seluruh lesi oral. Perthatikan keluhan

myeri, bengkak dan sulit mengunyah atau menelan. b. Berikan peawatan oral setiap hari dan setelah makan, gunakan sikat gigi

halus, pasta gigi non abrasif, obat pencuci mulut non alkohol dan pelembab bibir. c. Cuci lesi mukosa oral dengan menggunakan hidrogen peroksida d. Dorong pemasukan oral sedikitnya 2500 ml/hari.. e. Dorong pasien untuk tidak merokok.

26

5. Dx 5: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun, aktifitas yang tdk terorganisir Tujuan: Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi (tdk ada demam, sekresi tdk purulent) Tindakan: a. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasien. b. Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup. c. Informasikan perlunya tindakan isolasi. d. Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.

e. Observasi

kulit/membrane

mucosa

kemungkinan

adanya

lesi

/perubahan warna. f. Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan menggunakan wadah tersendiri.

27

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Penyajian Data Menurut Data yang di keluarkan masing-masing pemerintahan internasional. Di benua Afrika 1,6 juta orang meninggal setiap tahun karena terinfeksi HIV/AIDS, sementara di Asia sekitar 8,3 juta orang terinfeksi HIV/AIDS.Di Indonesia, menurut data dari Departemen Kesehatan akhir Maret 2014 Kasus AIDS mencapai 11.868 sedangkan infeksi HIV sebanyak 6.130. (Widiyatna, 2009, http://komunikasi.um.ac.id, diperoleh tanggal 06 April 2015) Penyebaran HIV/AIDS Provinsi Kalimantan Barat tergolong tinggi dan cepat persebarannya yang disebabkan karena industri seks komersial yang makin berkembang dan seiring dengan tingginya tingkat penyalagunaan NARKOBA (jarum suntik), berhasil mendongkrak posisi Kalbar dari nomor urutan ke 7 menjadi urutan ke 5 besar tingkat persebaran HIV/AIDS skala Nasional, selain itu, adanya mobilitas/migrasi penduduk dari luar negeri ke Kalimantan Barat yang sangat tinggi, dengan terbukanya jalur penerbangan ke berbagai daerah lain di Indonesia dengan frekuensi yang relatif tinggi, diduga sebagai salah satu sebab mudahnya penularan HIV/AIDS di Kalimantan Barat. Menurut Indonesian Forum Of Parliamantarians On Population And Development (IFFD) pada tahun 2011, 148 orang dengan jumlah penderita HIV/ AIDS, dengan 91 orang AIDS dan 57 orang masih dalam program observasi

28

Berdasarkan data Indonesian Forum Of Parliamantarians On Population And Development (IFFD) menyatakan, jumlah penduduk prosentase terbesar beresiko menderita HIV/AIDS adalah Kota Singkawang dikarenakan kurangnya pengetahuan dan kerja sama dalam memerangi penyakit ini, oleh karena itu AIDS menjadi salah satu masalah besar di Kalimantan Barat yang harus dilihat sebagai masalah sosial (bukan hanya kesehatan), Sejalan dengan itu penanganannya harus dilakukan secara lintas sector, lintas pelaku dan terkoordinasi, baik secara prepentif maupun kuratif. Guna menekan penyebaran HIV / AIDS, selain perawat tidak lupa peran dari tenaga kesehatan lain dan diperlukan kerja sama dari peran serta keluarga yang komprehensif dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat dunia, mulai dari negara, LSM, masyarakat internasional dan PBB.

29

B. Pemecahan Masalah Berdasarkan data di atas untuk memecahkan masalah tentang HIV/AIDS dapat dilakukan upaya-upaya sebagai berikut : 1. Pemberian penyuluhan kesehatan disekolah dan dimasyarakat harus menekankan bahwa mempunyai pasangan seks yang berganti-ganti serta penggunaan alat suntik bergantian dapat meningkatkan resiko terkena infeksi HIV. 2. Satu-satunya jalan agar tidak terkena infeksi adalah dengan tidak melakukan hubungan seks atau hanya berhubungan seks dengan satu orang yang diketahui tidak mengidap infeksi. Pada stuasi lain, kondom lateks harus digunakan dengan benar setiap kali seseorang melakukan hubungan seks secara vaginal, anal atau oral. Kondom lateks dengan pelumas berbahan dasar air dapat menurunkan resiko penularan melalui hubungan seks. 3. Memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang akan mengurangi penularan HIV. 4. Menyediakan fasilitas konseling dan testing HIV dimana identitas penderita dirahasiakan atau dilakukan secara anonimus serta menyediakan tempattempat untuk melakukan pemeriksaan darah. 5. Setiap wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk melakukan tes HIV sebagai kegiatan rutin dari standar perawatan kehamilan. Ibu dengan HIV positif harus dievaluasi untuk memperkirakan kebutuhan mereka terhadap terapi ARV seperti zidovudine (ZDN) untuk mencegah penularan HIV melalui uterus dan perinatal.

30

6. Sikap hati-hati harus dilakukan pada waktu penanganan,pemakaian dan pembuangan jarum suntik atau semua jenis alat-alat yang berujung tajam lainnya agar tidak tertusuk. Petugas kesehatan harus menggunakan sarung tangan lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya untuk menghindari kontak dengan darah atau cairan yang mengandung darah. Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh petugas kesehatan harus dicuci dengan air dsan sabun segera mungkin. 7. Berbagai peraturan kebijakan yang telah dibuat oleh USFDA, untuk mencegah kontaminasi HIV pada plasma dan darah. Semua darah donor harus diuji antibodi HIV nya.

31

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan Dari pembahasan dalam paper di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa AIDS merupakan kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) yang termasuk famili retroviridae. AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. Penyebab penyakit AIDS adalah virus yang disebut HIV (Human Immunodeficiency Virus ). Masyarakat Perlu kewaspadaan yang tinggi terhadap penyakit AIDS. B. Saran Dalam upaya mengatasi penyakit AIDS ada beberapa saran dari penulis yang dapat diikuti, diantaranya : 1. Bagi setiap masyarakat hendaknya mau menerapkan pola hidup sehat serta menjaga Sistem kekebalan atau sistem imun karna sistem ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan zat asing lain dalam tubuh. 2. Hendaknya diberikan penyuluhan dan bimbingan terhadap para siswa di sekolah tentang penyakit AIDS.

32

DAFTAR PUSTAKA

Daili dkk, 2006, Penyakit Menular Seksual, edisi II,Jakarta, FKUI Doengoes, E. Marlyn. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan: Konsep, Aplikasi, dan penatalaksanaan, Ed 3. Jakarta: EGC http://semuana.blogspot.com/feeds/posts/default, diperoleh pada tanggal 10 maret 2015 IFPPD 2011, http://www.IFPPD (Indonesian Forum Of Parliamantarians On Population And Development).org Manjoer Arief, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, edisi ketiga, Jilid II, jakarta, Media Aesculapius Nursalam. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Selemba Medika Patricia A. Potter, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktek, edisi IV, volume I, Jakarta, EGC Scanlon, Valerie C, 2006, Buku Ajar Anatomi Dan Fisiologi, edisi III, Jakarta, EGC Smeltzer, suzanne C, 2001, Buku Ajaran Keperawatan Medikal Bedah Bruner Dan Suddarth, edisi VIII, volume III, EGC, Jakarta Smeltzer, suzanne C, 2008, Textbook Of Medical – Surgical Nursing, edisi VIII, volume III, wolters kluwer, Philadelpia Soetjiningsih, 2004, Tumbuh Kembang Remaja Dan Permasalahannya, cetakan I, Jakarta, Sagung Seto Sudoyo, Aru W, dkk, 2006, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Jakarta, FKUI

33

More Documents from "Jimmy"

Surat Peminjaman.docx
December 2019 17
Tugas Geografi.docx
November 2019 29
Franquicias Final.docx
April 2020 12
Caratula.docx
April 2020 12
1st Assignment.docx
May 2020 10