2014-1-1-87201-231409103-bab1-08082014055824.pdf

  • Uploaded by: Lisna
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 2014-1-1-87201-231409103-bab1-08082014055824.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 5,954
  • Pages: 31
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah agraria dan berbagai aspeknya tampak makin menarik untuk memahami dinamika sejarah pedesaan di Indonesia. Pertanian dan perkebunan, dua bidang yang mewarnai kehidupan pedesaan, tidak dapat diabaikan begitu saja dalam perkembangan sejarah. Kedua bidang itu mempunyai peranan yang menonjol dari masa ke masa, karena pertanian dan perkebunan selain sebagai sumber bahan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia, juga merupakan sumber komersial yang potensial. Oleh karena itu tidak aneh bila pada masa kolonial Belanda pertanian dan perkebunan dijadikan basis perekonomiannya. Dalam sektor perkebunan khususnya, semasa kolonialsme Belanda di Indonesia, sejak masa VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) sampai politik Etis di awal abad XX telah menunjukkan betapa pentingnya sektor ini sebagai tulang punggung kekuatan ekonomi Belanda. Pada abad XIX perkebunan itu diusahakan besar-besaran oleh Belanda. Selama masa Tanam Paksa (1830-1870) pengelolaan perkebunan dilakukan menurut model VOC secara konservatif, hanya ada sedikit perbedaan. Di masa VOC pengelolaan perkebunan melalui aparat atas birokrasi tradisional pribumi. Selanjutnya setelah masa Liberal (1870-1900) pengelolaan perkebunan dilakukan oleh pihak swasta yang mempunyai modal besar dari Eropa. Kondisi ini tidak banyak berubah hingga berakhirnya kolonialisme belanda pada tahun 1942 (saat awal kekuasaan Jepang di Indonesia).

Dalam sektor pertanian khususnya Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah hindia belanda. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi Industri pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian muncul ide membuat perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit "Deli Dura". Kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet, seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang, Kuala Selangor, Malaya pada. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri penanaman kelapa sawit besar-besaran baru dimulai hingga kemudian dibudidayakan Sulawesi tengah khususnya diwilayah Kecamatan Tiloan kabupaten buol yang dimana perkebunan itu menjadi salah satu investor utama dari penghasilan daerah kabupaten buol. Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).

Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi alternatif. Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia Tenggara yang berasal dari Afrika. Sejarah sosial merupakan kajian sejarah tentang masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan masyarakat, yang mencoba untuk melihat bukti-bukti sejarah dari sudut pandang mengembangkan tren sosial. Sedangkan sejarah ekonomi secara garis besar mempunyai pengertian sebagai kegiatan dan keadaan perekonomian suatu masyarakat pada masa lampau. Secara singkat sejarah ekonomi mempelajari manusia sebagai pencari dan pembelanja. Kebanyakan sejarah sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah ekonomi. Sehingga sejarah sosial dan sejarah ekonomi menjadi semacam dua pembelajaran sejarah yang disatukan menjadi sejarah sosial ekonomi. Secara singkat sejarah ekonomi mempelajari manusia sebagai pencari dan pembelanja. Jadi sejarah ekonomi bukanlah interpretasi ekonomis terhadap sejarah, yang termasuk dalam sejarah pada umumnya. Sejarah ekonomi haruslah spesifik, sejarah dari satuan yang kongkrit dan khusus. Bertitik tolak dari pemikiran tersebut, maka penyusun bermaksud meneliti sejauh mana Dampak sosial ekonomi serta dampak pendidikan terhadap

masyarakat setelah adanya perkebunan kelapa sawit, dengan Formulasi judul Perkebunan Kelapa Sawit Di Kecamatan Tiloan Kabupaten Buol Pada Abad Ke-XX. 1.2. Pembatasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada kajian sosial ekonomi di Kecamata Tiloan Kabupaten Buol Abad ke-XX. Pemilihan fokus penelitian ini berdasarkan pertimbangan sebagai berikut : 1.

Secara spasial mencakup daerah atau lokasi tertentu. Penelitian ini mengambil lokasi Perusahaan di Kecamatan Tiloan. Dipilihnya Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT.HIP di Kecamatan Tiloan sebagai daerah penelitian karena adanya Dampak Sosial Ekonomi serta Dampak Pendidikan terhadap Masyarakat sekitar daerah perkebunan Kelapa Sawit .

2.

Secara temporal pembahasan penelitian ini dimulai pada abad XX Tahun 1995 - 2012 dengan pertimbangan pada

abad XX terjadi transisi dan

perubahan kehidupan sosial ekonomi di Kecamatan Tiloan Kabupaten Buol yang sangat menonjol, dengan demikian periode ini sudah representatif untuk ditelaah secara ilmiah. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini dirumuskan sebagai berikut : 1.

Bagaimana dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap kehidupan sosial ekonomi, masyarakat di kecamatan Tiloan kabupaten buol pada Abad keXX ?

2.

Bagaimana dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap pendidikan masyarakat di kecamatan Tiloan kabupaten buol pada Abad ke-XX ?

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di kecamatan Tiloan kabupaten Buol pada Abad ke- XX. 2. Untuk mengetahui dampak Perkebunan Kelapa Sawit terhadap pendidikan masyarakat di kecamatan Tiloan kabupaten Buol pada Abad ke- XX. Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan dilakukannya penelitian ini, maka manfaat yang diharapkan dapat diperoleh adalah : 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang Perusahaan perkembunan kelapa sawit yang berada di kecamatan Tiloan Kabupaten Buol. 2. Bagi Perusahaan Penelitian ini akan memberikan suatu gambaran yang jelas akan pentingnya pengaruh Sosial Ekonomi terhadap masyarakat sekitar dan tentang pentingnya pengaruh pendidikan terhadap masyarakat sekitar. 3. Bagi Pembaca Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan kajian ataupun study kasus dalam mengevaluasi sistem perekonomian dan pedidikan dalam perusahaan pada

umumnya. Melalui penelitian ini diharapkan pembaca dapat memperoleh masukan yang berarti dalam mengimplementasikan sistem perekonomian dan pendidikan dalam masyarakat serta masalah-masalah yang mungkin akan dihadapi dimasa mendatang. 4. Bagi Ilmu Pengetahuan, Khususnya dalam bidang pendidikan sejarah, penelitian ini diharapkan akan menambah perbendaharaan karya ilmiah, khususnya mengenai aspek prekonomian dan pendidikan, dengan harapan akan bermanfaat sebagai bahan masukan berupa studi kasus yang dapat dipelajari dan dipahami oleh masyarakat ilmah maupun masyarakat pada umumnya. 1.5. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian sejarah (historical method). “ Pengertian metode penelitian sejarah disini adalah suatu proses menguji dan menganalisa secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau „‟. (Gottschalk, 1985 : 32). Menurut Garraghan (Wiyono, 1990: 6) metode penelitian sejarah adalah „‟suatu kumpulan yang sistematis dari prinsip-prinsip dan aturan-aturan yang dimaksudkan untuk membantu dengan secara efektif dalam pengumpulan bahanbahan sumber dari sejarah „‟, dalam menelaah / menilai sumber-sumber itu secara kritis, dan menyajikan suatu hasil sinthese (yang biasanya dalam bentuk tertulis) dari hasil - hasil yang dicapai. Sebagai sebuah karya tulis ( skripsi ) yang kerangka penulisannya mengacu atau berpatokan pada aturan-aturan yang didasarkan pada obyek kajian dan para informan kemudian didukung oleh teori-teori dari para ahli,

oleh karena itu peneliti menggunakan kajian Historis. Melihat kelemahan baik dari struktur maupun penulisan dalam sebuah hasil penelitian maka penulis mengacu pada metode penulisan sejarah. Metode itu sendiri berarti suatu cara prosedur, atau teknik untuk mencapai seseuatu tujuan secara efektif dan efisien. Metode, karenanya merupakan salah satu ciri kerja ilmiah. Metode harus dibedakan dengan metodologi. Apabila metodologi sebagi “science of methods” lebih banyak berkaitan dengan kerangka referensi, maka metode bersifat lebih praktis; ialah memberikan petunjuk mengenai cara, prosedur, atau teknik pelaksanaannya secara sistematis. Metodologi sejarah adalah seperangkat sistem yang berisi asas-asas atau norma-norma, aturan-aturan dan prosedur, metode dan teknik yang harus diikuti untuk mengumpulkan segala kemungkinan saksi mata (witness) tentang suatu masa atau peristiwa, untuk mengevaluasi kesaksian (testimony) tentang saksi-saksi tersebut, untuk menyusun fakta-fakta yang telah diuji dalam hubungan-hubungan kausalnya dan akhirnya menyajikan pengetahuan yang tersusun mengenai peristiwa-peristiwa tersebut (Lucey dalam Helius Sjamsuddin,

1996 : 16).

Metode sejarah dapat diartikan sebagai metode penelitian dan penulisan sejarah dengan menggunakan cara, prosedur, atau teknik yang sistematis sesuai dengan asas-asas dan aturan ilmiah sejarah (A. Daliman, 2012 : 27). Sesungguhnya tidak luput dari kelemahan yang tentunya sangat mempengaruhi baik obyektivitas penulisan maupun orisinalitas penulisan, meskipun demikian untuk tetap mengedepankan keilmiahan maka penulis merujuk kepada beberapa referensi sebagai acuan untuk menetapkan metodologi

penulisan yang telah mendekati obyek kajian. Sebagai penelitian sejarah, maka metodologi yang digunakan adalah metodologi penelitian sejarah. Secara umum penerapan metode penulisan sejarah yang mengacu pada prosedur

penelitian

sejarah

menuntut

kejelian

dan

kemampuan

untuk

mengkolaborasikan beberapa kerangka metode yang telah dipakai oleh penulis sebelumnya, seperti sejarawan Nugroho Notosusanto (1971:

17)

yang

memaparkan kerangka penulisan sejarah sebagai berikut : 1) Heuristik, yakni kegiatan menghimpun jejak-jejak sejarah masa lampau; 2) Kritik, yakni menyelidik apakah itu sejati baik bentuk-bentuk maupun isinya; 3) Interpretasi, yakni menetapkan makna dan saling hubungan dari fakta-fakta yang diperoleh; 4) Penyajian, yakni menyampaikan sintesa yang diperoleh dalam bentuk kisah. Penelitian ini dilakukan dengan cara meninjau masalah-masalah dari perspektif sejarah berdasarkan dokumen dan literatur yang ada. Empat langkah kegiatan dalam metode penelitian sejarah, yaitu : 1. Heuristik Heuristik adalah kegiatan mencari sumber-sumber dan menghimpun bahanbahan sejarah atau jejak-jejak masa lampau yang otentik dengan cara mencari dan mengumpulkan berbagai sumber sejarah untuk dijadikan sebagai bahan penulisan sejarah. Diartikan pula sebagai usaha yang dilakukan untuk menghimpun data dan menyusun fakta–fakta sejarah yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Sumber sejarah yang dipakai adalah sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber asli dalam arti kesaksiannya tidak berasal dari

sumber lain melainkan berasal dari tangan pertama. “Sumber primer adalah sumber yang diperoleh melalui kesaksian daripada seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon„‟, yakni orang atau alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya

atau

lebih

dikenal

dengan

saksi

pandangan

pertama

(Gottschalk,1985:35). “ Sumber sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi pandangan pertama yakni seseorang yang tidak hadir dalam peristiwa kisah tersebut „‟. (Gottschalk, 1985 : 35). Sumber sekunder dengan kata lain adalah sumber yang berasal dari seseorang yang bukan saksi hidup atau tidak sejaman dengan peristiwa tersebut. Penulis mendapatkannya sumber sekunder ini melalui buku-buku mengenai kehidupan sosial ekonomi masyarakat serta data – data dari Pemerintah Daerah kabupaten Buol. Peneliti juga menggunakan sumber lisan yang dapat membantu peneliti dalam penelitian. Sumber lisan merupakan sumber tradisional sejarah dalam pengertian luas. Sumber ini bersifat tua karena waktu pikiran manusia yang mulai tumbuh, waktu kebudayaan mulai lahir dan serempak dengan itu bahasa mulai digunakan. Warisan atau sumber lisan masih dipakai sebagai bahan pelengkap, bahan perbandingan atau bahan yang dapat ditarik kesimpulan tentang hal yang telah berlalu dalam penulisan metode ilmiah. Peneliti menggunakan sumber lisan berupa cerita sejarah dari para tokoh masyarakat yang berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi kecamatan Tiloan untuk mengungkap dampak dan pengaruh sosial

ekonomi dan pendidikan dengan didirikannya perusahaan perkebunan kelapa sawit PT.HIP di Kecamatan Tiloan. Teknik yang dipakai penulis dalam pengumpulan sumber adalah sebagai berikut: a.

Studi Pustaka „‟Studi Pustaka yaitu proses mencari informasi, menelaah, dan

menghimpun data sejarah yang berupa buku-buku, referensi, surat kabar, majalah dan sebagainya untuk menjawab pertanyaaan yang ada kaitannya dengan permasalahan yang akan diteliti‟‟ (Gottschalk, 1985: 46). Studi pustaka ini banyak bersumber pada buku. Buku yang telah ditemukan oleh peneliti antara lain dalah tentang sosial ekonomi atau yang ada kaitannya dengan perkembangan sosial ekonomi. Penulis dalam penelitian ini mendapatkan sumber-sumber/ buku–buku yang ada dan ditemukan di Perpustakaan Universitas Negeri Gorontalo, Perpustakaan Jurusan Sejarah Universitas Negeri Gorontalo, Perpustakaan Kecamatan Tiloan dan Perpustakaan Daerah Kabupaten Buol. b.

Studi Lapangan Studi Lapangan yaitu suatu upaya untuk menghimpun jejak dengan cara

terjun langsung di lapangan. Teknik ini bermanfaat untuk bahan perbandingan antara data dari berbagai sumber tertulis dengan keadaan yang sesungguhnya di lapangan. Penulis melakukan pengamatan langsung di Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit PT.HIP di Kecamatan Tiloan serata pada lingkungan masyakata di

Kecamatan Tiloan Kabupaten Buol; termasuk pengamatan terhadap kehidupan masyarakat sekitar perusahaan. c.

Wawancara Menurut Koentjaraningrat, (1986 :129). „‟wawancara adalah usaha untuk

mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat beserta pendirian-pendiriannya”. Teknik wawancara bertujuan untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah yang benar-benar dapat dipercaya dan dapat dipertanggung jawabkan dari para pelaku sejarah atau saksi sejarah. Wawancara selain itu juga merupakan alat informasi berupa tanggapan pribadi, pendapat, atau opini serta keyakinaan. Penulis dalam hal ini mencari sumber berupa informasi dari para pelaku sejarah yaitu orang-orang/tokoh masyarakat yang mengetahui seluk beluk tentang kondisi sosial ekonomi pada abad XX termasuk pengaruh dan dampak dari perkembangan sosial ekonomi yang terjadi pada kehidupan masyarakat sekitarnya meliputi segi ekonomi, sosial dan pendidikannya. Adapun para informan yang di wawancarai adalah beberapa tokoh masyarakat Kecamatan Tiloan yang tersebar di 9 Desa, Kepala – Kepala Desa, dan beberapa pedagang sebagai pelaku ekonomi pasar yang ada di Pasar Tradisional Awal sentral. Langkah-langkah yang digunakan dalam wawancara : (1) membuat rambu-rambu pertanyaan sebagai pedoman wawancara, (2) menetapkan dan menghubungi tokoh-tokoh peristiwa, (3) pelaksanaan wawancara tanpa mengadakan perjanjian terlebih dahulu, dan (4) pengolahan hasil wawancara dengan cara mengambil keterangan-keterangan yang relevan.

2. Kritik Sumber Tahap ini merupakan tahap penilaian atau tahap pengujian terhadap sumber-sumber sejarah yang berhasil ditemukan dari sudut pandang nilai kebenarannya. Kritik sumber adalah suatu kegiatan untuk mendapatkan data yang tingkat kebenarannya atau kredibilitasnya tinggi dengan melalui seleksi data yang terkumpul. Kritik sumber in terbagi menjadi dua, yaitu kritik sumber ekstern dan kritik sumber intern. a.

Kritik Ekstern Kritik ekstern atau kritik luar dilakukan untuk meneliti keaslian sumber,

apakah sumber tersebut valid, asli dan bukan tiruan. Sumber tersebut utuh dalam arti belum berubah baik bentuk dan isinya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Sartono Kartodirdjo (1992:16) sebagai berikut : “Kritik ekstern meneliti apakah dokumen tersebut autentik, yaitu kenyataan identitasnya, jadi bukan tiruan atau palsu. Kesemuanya dilakukan dengan meneliti bahan yang dipakai, jenis tulisan, gaya bahasa dan lain sebagainya”. Kritik ekstern juga adalah kritik yang menilai apakah sumber yang didapat merupakan sumber yang dikehendaki, sumber asli, atau turunan, sumber itu lengkap, atau sudah berubah. Kritik ekstern berusaha menjawab pertanyaan tentang keaslian dari sumber sejarah. Kritik intern adalah kritik yang menilai apakah isinya relevan dengan permasalahan dan dapat dipercaya kebenarannya. Dalam penelitian ini, sumber yang digunakan adalah sumber yang berkaitan dengan sejarah Kecamatan Tiloan.

b.

Kritik Intern Pada tahap kritik intern penulis melakukan pengecekan dan pembuktian

terhadap sumber-sumber yang diperoleh. Apakah sumber-sumber tersebut isinya dapat diterima sebagai sebuah kebenaran. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara membandingkan antara sumber satu dengan sumber yang lain dimana sumber tersebut sama-sama berkaitan dengan masalah yang dikaji. Contohnya adalah penulis melakukan pengecekan mengenai hasil wawancara antara tokoh masyarakat Kecamatan Tiloan satu dan lainnya, apakah semuanya dapat memberikan informasi yang benar dan dapat dipercaya berkaitan dengan masalah yang dikaji. Pada saat ini sesungguhnya kita dapat mengukur keabsahan suatu sumber yang kemudian akan dikomparasikan dengan sumber satu dengan yang lainnya dan tentunya dengan masalah yang sama. Hasil dari kritik sejarah tersebut, baik kritik ekstern maupun intern akan diharapkan pada data yang akurat, kredibel yang kemudian disebut dengan fakta sejarah. Sedangkan fakta sejarah menurut Gootschalk (1986:96) “sebagai suatu unsur yang dijabarkan secara langsung atau tidak langsung dari dokumen-dokumen sejarah dan dianggap kredibel setelah pengujian yang seksama sesuai dengan hukum-hukum metode sejarah”. Setelah mendapatkan data yang akurat melalui tahapan kritik ekstern dan kritik intern, maka selanjutnya diadakan interpretasi terhadap fakta sejarah tersebut.

3. Interpretasi Setelah melalui tahapan kritik sumber, kemudian dilakukan interpretasi atau penafsiran fakta sejarah yang diperoleh dalam bentuk penjelasan terhadap fakta tersebut subyektif mungkin. Hal ini juga dipaparkan oleh Gootschalk (1986:96) : „‟Fakta-fakta itu merupakan lambang atau wakil daripada sesuatu yang pernah nyata ada, tetapi fakta itu tidak memiliki kenyataan obyektif sendiri„‟. Dengan kata lain, fakta-fakta itu hanya terdapat pada pikiran pengamatan sejarawan. Karenanya disebut subyektif yakni tidak memihak sumber, bebas dari seseorang, sesuatu pertama kali harus menjadi obyek ia harus mempunyai eksistensi yang merdeka. Tahapan ini menuntut kehati-hatian dan integritas seorang penulis untuk menghindari interpretasi yang subyektif terhadap fakta. Sebagaimana dijelaskan oleh Moh. Ali (1961:38) bahwa : „‟Tafsiran (interpretasi) itu adalah sejarah menurut paham seseorang yang dapat menangkap rangkaian peristiwa kejadian‟‟. Tangkapan sejarah yang ada dalam jiwa manusia-manusia semuanya, yaitu sejarah menurut tangkapan kalbu manusia dan bukan sejarah sebagai sejarah kejadian-kejadian di luar jiwa manusia. Agar tangkapan kalbu itu dapat dikenal dan dipelajari lagi oleh orang lain, maka tangkapan itu harus diwujudkan (diberi bentuk konkrit) dalam bentuk cerita yang pada umumnya ditulis. Hal tersebut di atas, menurut Moh. Ali (1961 : 63) yakni „‟ subyektif dalam arti yang sebenarnya berdasarkan kejujuran, yaitu hajat dan tekad tidak akan berlaku curang, tidak menipu, menyatakan sesuatu sebagai konsekuensi keyakinannya „‟. Hal ini dimaksudkan untuk memberi arti terhadap aspek yang

diteliti sejujur mungkin mengaitkan antara fakta satu dengan yang lainnya agar ditemukan simpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah. 4. Historiografi Historiografi merupakan langkah perumusan cerita sejarah ilmiah, disusun secara logis menurut urutan kronologis dan sistematis yang jelas dan mudah dimengerti, pengaturan bab atau bagian yang dapat menggabungkan urutan kronologis dan tematis. „‟Hal ini disebabkan penelitian sejarah sekurangkurangnya harus memenuhi empat hal yaitu : detail faktuil yang akurat, struktur yang logis, dan penyajian yang terang dan halus‟‟. (Gottschalk, 1985: 131). Masalah pendekatan dapat disebut sebagai permasalahan inti dari metodologi dalam ilmu sejarah. Penggambaran mengenai suatu peristiwa sangat tergantung pada pendekatan, ialah dari segi mana memandangnya, dimensi mana yang diperhatikan, unsur-unsur mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya. Penelitian mengenai dinamika sosial ekonomi di Kecamatan Tiloan ini peneliti memfokuskan pada bidang sejarah ekonomi dengan menggunakan beberapa pendekatan. Kartodirdjo dalam buku Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah (1992) membahas mengenai pendekatan ekonomi yang mengungkapkan bahwa kompleksitas sistem ekonomi dengan sendirinya menuntut pula pendekatan ilmuilmu sosial seperti antropologi, sosiologi dan sebagainya. Untuk menjelaskan relevansi metodologi sejarah dengan pendekatan ilmu sosial perlu bertolak dari konsep sejarah sebagai sistem. Konsep sistem sendiri mencakup prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) Suatu sistem terdiri atas unsur - unsur atau aspek-aspek yang

merupakan satu kesatuan; (2) Fungsi-fungsi unsur - unsur tersebut saling pengaruh-mempengaruhi

dan

ada

saling

ketergantungan,

bersama-sama

mendukung fungsi sistem; (3) Saling ketergantungannya disebabkan karena setiap unsur memiliki dimensi-dimensi unsur lain; (4) Dalam mendeskripsi unsur-unsur serta saling pengaruhnya tidak ada satu faktor atau dimensi yang deterministik; (5) Dalam studi sejarah pendekatan sistem yang sinkronis sifatnya perlu diimbangi oleh pendekatan diakronis. Berangkat dari konsep ekonomi sebagai pola distribusi alokasi produksi dan konsumsi dalam pendekatan sistem, maka jelaslah bahwa pola itu berkaitan, bahkan sering ditentukan oleh sistem sosial serta stratifikasinya. Korelasinya faktor sosial itu lebih lanjut jelas pula dengan sistem politik atau struktur kekuasaanya. Akhirnya kesemuanya dipengaruhi oleh faktor kultural, dengan demikian fungsi ekonomi tidak terlepas dari fungsi-fungsi sosial dan politik serta kulturnya. Sejarah ekonomi dalam perkembangannya mengalami diferensiasi dan subspesialisasi, antara lain dengan timbulnya: (1) sejarah pertanian, (2) sejarah kota, (3) sejarah bisnis, (4) sejarah perburuhan, dan (5) formasi kapital. Perubahan ekonomi dari ekonomi tradisional yang bersifat pedesaan, primitif dan petani, menuju ke ekonomi kolonial dengan masuknya peraturan-peraturan ekonomi kolonial dan pada akhirnya ekonomi kapitalis tidak menunjukkan tingkatan yang sepadan. Perubahan dari ekonomi pasar ke ekonomi warung dan ke ekonomi toko serta ke ekonomi toserba (department strore) tidak mempunyai laju yang sama di setiap lokalitas. Bahkan di suatu lokalitas ciri-ciri ekonomi agraris seperti dalam

hubungan kerja, bakulan masih berlaku di tengah-tengah kota. Perubahan pasaran masing-masing juga tergantung seberapa jauh derajat penguasaan dari pasar yang didominasi oleh usaha-usaha besar dan kapital besar jika dibandingkan dengan operasi dari usaha kecil dengan kapital rendah. Burger mengemukaan adanya dualisme pasar semacam itu, menurut Burger bahwa lalu lintas pasar yang ada di Jawa, mengenal pekan pasar tradisional lima hari adalah sesuatu yang tua, lebih tua daripada kapitalisme tinggi. Pasar-pasar erat hubungannya satu sama lain dan merupakan suatu jaringan pasar yang meliputi seluruh Jawa, serta mempunyai hubungan pula dengan pulau-pulau lain dan dengan pasar dunia. Lalu lintas ini bukan bersifat kapitalis tinggi saja, ada juga lalu lintas non-kapitalis dan kapitalisme perdagangan. Berbeda dengan Boeke yang melihat pasaran dalam negeri terlalu sepihak, yaitu sebagai lalu lintas dalam batas desa, ditambah lalu lintas dengan lingkungan kapitalis tinggi, yang diartikan terlalu sempit. Pendekatan Sosilogi pada penelitian ini menitik beratkan pada bentuk proses sosial, yaitu interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan - hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antar kelompok manusia maupun antar orang perorangan dengan kelompok manusia dalam aktivitas pasar maupun kegiatan di luar pasar. Pendekatan Sosilogi juga digunakan dalam melihat berbagai perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat kecamatan Tiloan akibat adanya aktivitas dan interaksi yang terjadi di pasar, baik perubahan yang terjadi secara lambat maupun secara cepat.

Studi tentang kehidupan sehari-hari dalam suatu komunitas, pranata atau lembaga-lembaga, sistem ekonomi, sosial, politik, struktur masyarakat, struktur kekuasaan, golongan sosial, kesemuanya memerlukan pendekatan antropologi sosial di satu pihak dan pendekatan sejarah dilain pihak. Antropologi ekonomi menitikberatkan perhatiannya pada keterlibatan manusia itu dalam upaya mempertahankan hidupnya yang merupakan perwujudan nilai-nilai budaya yang selama ini dianut oleh sebagian masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Sulawesi, khususnya masyarakat Kecamatan Tiloan. Buku Metodologi Sejarah (2003) karya Kuntowijoyo membahas secara singkat sejarah ekonomi. Menurutnya, sejarah ekonomi mempelajari manusia sebagai pencari dan pembelanja. Sejarah ekonomi bukanlah interpretasi ekonomis terhadap sejarah. Sejarah ekonomi haruslah spesifik. Sektor ekonomi yang dikenal dalam ekonomi pedesaan tentu saja yang berhubungan pertanian, perdagangan, peternakan dan industri rumah tangga. Lembaga-lembaga ekonomi seperti kredit, koperasi, lumbung desa, bank sudah banyak dikenal dalam ekonomi pedesaan, terutama atas campur tangan kekuasaan negara. Munculnya antropologi dan sosiologi ekonomi merupakan usaha untuk menumbuhkan antara ekonomi dengan sistem budaya dan sosial. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu dengan digunakannya beberapa pendekatan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan ekonomi, maka akan membantu penelitian ini dalam bidang produksi, distribusi dan konsumsi serta sistem tukar menukar yang terjadi di masyarakat Kecamatan Tiloan.

Sosiologi ekonomi, tokoh seperti Neil J. Smelser, telah berusaha untuk mempertemukan antara sosiologi dan ekonomi. Tulisannya terutama menarik untuk studi mengenai masyarakat industrial, sekali pun juga banyak hal dikemukakannya mengenai perubahan ekonomi dari ekonomi petani ke ekonomi industri dan hubungannya dengan struktur sosial. R.H. Tawney mengatakan bahwa sosilogi menaruh perhatian terutama pada hal-hal yang umum, klasifikasi dari masyarakat dan lembaganya, sedangkan sejarawan menaruh perhatian terutama dengan hal – hal khusus sekali pun tidak hanya sampai di situ saja. Sejarawan pun juga harus mampu mensistemasikan semesta fakta – fakta konkret yang kacau dengan menggunakan hipotesa – hipotesa. „‟ Sejarawan berhubungan dengan sequences (urutan kejadian), bukan semata – mata dengan peristiwa – peristiwa lepas, tetapi sebagai fase – fase atau tingkatan dalam perkembangan ekonomi. (Kuntowijoyo, 2003:106) Hubungan antara faktor ekonomi dan non – ekonomis, patut disebut di sini nama Max Weber yang menulis The Protestant Ethics and the Spirit of Capitalism. tulisan ini yang kemudian mengilhami Geertz dalam mengulas mengenai peranan kaum Muslim Reformis dalam mengorganisasikan kembali ekonomi pasar menjadi ekonomin toko, semacam revolusi komersial. Selain etika agama, juga faktor psikologis mempunyai pengaruh dalam pertumbuhan ekonomi. Sekalipun sejarawan akan menggunakan teori dalam penulisannya, tetapi sejarawan lain dengan teori sosial dalam banyak hal. Teori sosial hanya menaruh perhatian pada segmen waktu yang singkat, mengasumsikan bahwa sistem hukum dan politik tetap, sedangkan sejarawan terutama membicarakan periode yang lebih

panjang dengan tekanan pada struktur yang institusional. Mengenai sistem pasar misalnya, sejarawan juga ingin melihat kakuatan – kakuatan apa yang ada dibelakangnya. Dalam hal ini Kuntowijoyo, (2003: 106) mengemukakan bahwa “Sejarawan mempelajari kondisi, struktur kelas, dan kabijakan negara”. Namum sejarawan juga menjadi teori sosial pada waktu ia membicarakan proses jangka pendek dan melakukan seleksi, klasifikasi, dan memberi makna. “Berbeda dengan sejaran sosial, atau teori ekonomi yang membicarakan tentang bentuk, sejarawan ekonomi menjadi semacam ekonomi terapan” T.S. Asthon (dalam Kuntowijoyo, 2003: 108). Lebih dari itu, sejarawan selalu merasa perlu untuk mencari struktur yang mendasari permukaan kajadian – kajadian, dan struktur itu selalu labih dari semata – mata bersifat ekonomis, dan itulah sebabnya sejarawan dapat kembali pada “political economy” seperti yang didefinisikan oleh Karl Polanyi bahwa “ekonomi adalah instituted process”. (Karl Polanyi dalam Kuntowijoyo, 2003: 108). Sejarawan yang sanggup mengangkat diri- dari tingkat mikro ke pemahaman masalah ekonomi makro tidak akan mejadi sekedar antikuarianisme. Pengangkatan diri “ke atas” ini dapat dikerjakan melalui tiga cara. 1. Sejarah yang bersifat lokal dapat diangkat menjadi sejarah nasional, dengan menjadikan lokalitas sebagai bagian dari keseluruhan sistem ekonomi nasional.

2. Sejarah yang membicarakan masalah – masalah khusus, seperti misalnya sebuah komoditi tertentu, dapat diangkat sebagai bagian dari keseluruhan sistem ekonomi. 3. Dan ini sangatlah penting, mengangkat sejarah ke arah pembentukan teori, hitungan terakhir sejarah ekonomi marupakan bagian dari sejarah. (Kuntowijoyo, 2003:108) Pendekatan ekonomi banyak digunakan untuk menganalisa permasalahan yang merupakan bagian dari sejarah sosial ekonomi, misalnya perekonomian dalam peranannya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Kehidupan sosial ekonomi merupakan kehidupan sosial yang dipengaruhi adanya faktor-faktor ekonomi dan harus dicukupi supaya orang dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Ekonomi dalam tulisan ini disorot karena permasalahan yang diangkat merupakan bagian dari sejarah sosial ekonomi yang menyangkut masalah kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Fenomena ekonomi dalam kehidupan sosial merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi. G. Kartasapoetra (1980: 36). Mengidentifikasikan „‟perkembangan dengan istilah pembangunan, yaitu sebagai urutan dari berbagai perubahan secara sistematis yang mencakup tentang perubahan tertentu‟‟. Perkembangan diartikan sebagai proses menuju kearah yang lebih baik, sedangkan definisi kata berkembang mempunyai arti yang lebih besar dan lebih maju apabila dibandingkan dengan kondisi saat ini. Dengan demikian perkembangan dapat dikategorikan sebagai perubahan yang direncanakan (perubahan berencana).

Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pola tingkah laku individu, orientasi dan peranannya dalam kehidupan sehari - hari. Hasil penulisan tersebut merupakan hasil dari penemuan sumber-sumber yang diseleksi melalui kritik, kemudian diinterpretasikan, lalu disintesa dan selanjutnya disajikan secara deskriptif. 1.6. Kerangka Teori Usaha untuk mengarahkan penelitian ini supaya tidak menyimpang dari sasaran dan memudahkan pemahaman, maka diperlukan penjelasan mengenai pendekatan yang digunakan. Sejalan dengan perkembangan ilmu sejarah sampai saat ini telah muncul berbagai cabang ilmu sejarah „‟ menurut tema-tema yang memberikan sifat atau karaktistik tertentu pada berbagai ragam historiografi yang dihasilkan ‟‟. (helius sjamsuddin, 2007: 306). Di antaranya ada yang dikatagorikan sebagai sejarah sosial, sejarah ekonomi, sejarah politik, sejarah kebudayaan, sejarah mentalitas, sejarah intelektual, sejarah demografi dan lain sebagainya. Sedangkan dalam tulisan ini akan dibahas mengenai sejarah dengan mengunakan pendekatan sejarah sosial masyarakat yang sering juga disebut sejarah masyarakat yang terpinggirkan. Sehingga masyarakat dalam penulisan sejarah tidak sebagai manusia-manusia tanpa sejarah. Adapun definisi sejarah sosial dan atau sosiologi sejarah sebagai sejarah masyarakat, seringkali para sajarawan sendiri membuat definisi masing-masing yang tidak jauh berbeda, namun maksudnya sama yaitu mengkaji masyarakat.

Beberapaa definisi yang di maksud tentang sejarah sosial memenurut beberapa ahli adalah sebabai berikut: 1. G. M. Trevelyan

(Sjamsuddin: 2007) menyebut sejarah rakyat dengan

menghilangkan politiknya(the histoty of a people with the politics left out) 2. Asa Briggs (Sjamsuddin: 2007) menyebutkan bahwa sejarah sosial mengkaji sejarah dari orang-orang miskin atau kelas bawah, gerakan-gerakan sosial, sebagai kegiatan manusia seperti tingkah laku, adat-istiadat, kehidupan sehari-hari, sejarah sosial dalam hubungan dengan sejarah ekonomi 3. Desin Smith (Helius Sjamuddin:2007) mendefinisikan sejarah sosial sebagai kajiaan tentang masa lalu untuk mengetahui bagaimana masyarakatmasyarakat bekerja dan berubah. Sehubungan dengan beberapa definisi sejarah sosial diatas, ada kalanya juga sejarah sosial juga diartikan sebagai „‟ sejarah berbagai gerakan sosial, antara lain mencakup gerakan petani, buruh, mahasiswa, proses sosial dan lain sebagainya „‟. (Sartono Katordirdjo, 1993: 158). Hal ini dikemukakan oleh Koetjaraningrat (1987: 146) lebih melihat masyarakat sebagai satu sistem adat istilah yang bersifat kontinyu, oleh suatu rasa identitas yang sama artinya masyarakat merupakan suatu pergaulan hidup bersama, dalam suatu bentuk interaksi , masyarakat merupakan wadah dan wahana majemuk (plural Suku, Agama, Istiadat, dan lain-lain). Di mana di dalamnya terdapat ikatan-ikatan berupa interaksi, kegiatan, tujuan, keyakinan, dan tindakan

yang

cenderung

memiliki

kesamaan

dalam

pelaksanaannya.”.

Selanjutnya Durkheim (dalam Basrowi 2005:40) mengatakan, bahwa “masyarakat

bukanlah hanya sekedar suatu penjumlahan individu semata, melainkan suatu sistem yang dibentuk dari hubungan antara mereka (anggota masyarakat), sehingga penampilan suatu realita tertentu yang mempunyai ciri-ciri sendiri. Suatu kelompok atau group juga merupakan suatu masyarakat karena memenuhi syarat-syaratnya, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan adanya adat-istiadat serta sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan adanya

kontinuitas, serta adanya rasa identitas yang mempersatukan

semua anggota (Koentjoroningrat 2009:125). Hal demikian senada dangan pendapatnya Ralph Linton (dalam Basrowi, 2005:38) menyatakan bahwa “masyarakat adalah sekelompok manusia yang telah cukup lama dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya sebagai salah satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu”. Dari beberapa pendapat para ahli di atas, Abdul Syani (1995:48), menyimpulkan bahwa: “Masyarakat bukan sekedar kupulan manusia semata tanpa ikatan, akan tetapi terdapat hubungan fungsional antara suta sama lainnya. Setiap individu memepunyai kesadaran akan keberadaannya di tengah-tengah individu lainnya. Setiap pergaulan didasarkan atas kebiasaan atau lembaga kemasyarakatan yang hidup dalam masyarakat yang bersangkutan. Relp Linton (dalam H.R. Warsito 2012:115), mengemukakan masyarakat adalah “setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu“.Pembangunan perkebunan kelapa sawit bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan dan

keterbelakangan khususnya di

daerah pedesaan, di

samping itu juga

memperhatikan pemerataan perekonomian antar golongan dan antar wilayah. Pembangunan pertanian yang berbasis perkebunan dalam arti luas bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sehingga terjadi suatu perubahan dalam pola hidup masyarakat di sekitarnya. Menurut Lembaga Pertahanan Nasional Republik Indonesia (2004), Pembangunan Wilayah Perbatasan Negara kesatun Republik Indonesia (NKRI) guna meningkatkan kesehjatraan masyarakat memperioritaskan empat bidang yaitu bidang Ideologi dan Politik, Bidang Sosial dan Budaya, Bidang Pertahanan dan Keamanan, serta Bidang Ekonomi. Dalam proses pembangunan Bidang ekonomi, yang perlu dilakukan adalah penguatan ekonomi wilayah berbasis Ekonomi kerakyatan yang mampu mengolah dan memanfaatkan sumber kekayaan Alam yang ada denga salah satu tujuan utama yang ingin dicapai adalah terciptanya lapangan pekerjaan misalnya sector pertanian khusunya subsector perkebunan. Dan salah satu yang menjadi subsektor perkebunan adalah perkebunan kelapa Sawit. Tulisan ini mencoba mengidentifikasi dampak pembangunan perkebunan kelapa sawit terhadap percepatan pembangunan ekonomi masyarakat di pedesaan. Kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit diharapkan dapat mengangkat perekonomian masyarakat khususnya mereka yang bermata pencaharian dari sektor pertanian. Dampak dari pembangunan tersebut akan terlihat dari beberapa indikator, antara lain:

1. Angka multiplier effect ekonomi yang diciptakan dari kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit di pedesaan 2. Indek kesejahteraan masyarakat pedesaan sebagai akibat dari pembangunan perkebunan kelapa sawit. 3. Indek kesenjangan ekonomi antar golongan dan antar wilayah. Hasil penelitian Almasdi Syahza (2005), pembangunan perkebunan kelapa sawit di Kcamatan Tiloan membawa perubahan besar terhadap keadaan masyarakat pedesaan. Di samping itu dengan berkembangnya perkebunan kelapa sawit juga merangsang tumbuhnya industri pengolahan yang bahan bakunya dari kelapa sawit. Pembangunan perkebunan kelapa sawit mempunyai dampak ganda terhadap ekonomi wilayah, terutama sekali dalam menciptakan kesempatan dan peluang kerja. Pembangunan perkebunan kelapa sawit ini telah memberikan tetesan manfaat (trickle down effect), sehingga dapat memperluas daya penyebaran (power of dispersion) pada masyarakat sekitarnya. Semakin berkembangnya perkebunan kelapa sawit, semakin terasa dampaknya terhadap tenaga kerja yang bekerja pada sektor perkebunan dan sektor turunannya. Dampak tersebut dapat dilihat dari peningkatan pendapatan masyarakat petani, sehingga meningkatnya daya beli masyarakat pedesaan, baik untuk kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Dampak terhadap masyarakat sekitar pengembangan perkebunan kelapa sawit, tercermin dalam terciptanya kesempatan kerja bagi masyarakat tempatan. Begitu juga timbulnya kesempatan berusaha, seperti: membuka kios makanan dan minuman, jasa transportasi, industri rumah tangga, erta jasa perbankan. Semuanya

ini akhirnya menimbulkan munculnya pasar-pasar tradisional di daerah permukiman

dan

pedesaan.

Dengan

demikian

pendapatan

dan

tingkat

kesejahteraan masyarakat meningkat. Dari sisi lain menyebabkan pola konsumsi dan pendidikan masyarakat akan meningkat pula Skripsi yang berjudul Perkebunan Kelapa Sawit Dikecamatan Tiloan Kabupaten Buol Pada Abad ke-XX. penulis menerapkan pendekatan ilmu sosial dan ekonomi. Beberapa konsep sosiologi digunakan untuk menganalisa data, antara lain konsep perkembangan dan dampak yang berkaitan dengan masalah skripsi yang dibahas. Sosiologi ekonomi, tokoh seperti Neil J. Smelser, telah berusaha untuk mempertemukan antara sosiologi dan ekonomi. Tulisannya terutama menarik untuk studi mengenai masyarakat industrial, sekali pun juga banyak hal dikemukakannya mengenai perubahan ekonomi dari ekonomi petani ke ekonomi industri dan hubungannya dengan struktur sosial. R.H. Tawney mengatakan bahwa sosilogi menaruh perhatian terutama pada hal-hal yang umum, klasifikasi dari masyarakat dan lembaganya, sedangkan sejarawan menaruh perhatian terutama dengan hal – hal khusus sekali pun tidak hanya sampai di situ saja. Sejarawan pun juga harus mampu mensistemasikan semesta fakta – fakta konkret yang kacau dengan menggunakan hipotesa – hipotesa. „‟ Sejarawan berhubungan dengan sequences (urutan kejadian), bukan semata – mata dengan peristiwa – peristiwa lepas, tetapi sebagai fase – fase atau tingkatan dalam perkembangan ekonomi. (Kuntowijoyo, 2003:106)

Hubungan antara faktor ekonomi dan non – ekonomis, patut disebut di sini nama Max Weber yang menulis The Protestant Ethics and the Spirit of Capitalism. tulisan ini yang kemudian mengilhami Geertz dalam mengulas mengenai peranan kaum Muslim Reformis dalam mengorganisasikan kembali ekonomi pasar menjadi ekonomin toko, semacam revolusi komersial. Selain etika agama, juga faktor psikologis mempunyai pengaruh dalam pertumbuhan ekonomi. Sekalipun sejarawan akan menggunakan teori dalam penulisannya, tetapi sejarawan lain dengan teori sosial dalam banyak hal. Teori sosial hanya menaruh perhatian pada segmen waktu yang singkat, mengasumsikan bahwa sistem hukum dan politik tetap, sedangkan sejarawan terutama membicarakan periode yang lebih panjang dengan tekanan pada struktur yang institusional. Mengenai sistem pasar misalnya, sejarawan juga ingin melihat kakuatan – kakuatan apa yang ada dibelakangnya. Dalam hal ini Kuntowijoyo, (2003: 106) mengemukakan bahwa “Sejarawan mempelajari kondisi, struktur kelas, dan kabijakan negara”. Namum sejarawan juga menjadi teori sosial pada waktu ia membicarakan proses jangka pendek dan melakukan seleksi, klasifikasi, dan memberi makna. “Berbeda dengan sejaran sosial, atau teori ekonomi yang membicarakan tentang bentuk, sejarawan ekonomi menjadi semacam ekonomi terapan” T.S. Asthon (dalam Kuntowijoyo, 2003: 108). Lebih dari itu, sejarawan selalu merasa perlu untuk mencari struktur yang mendasari permukaan kajadian – kajadian, dan struktur itu selalu labih dari semata – mata bersifat ekonomis, dan itulah sebabnya sejarawan dapat kembali pada “political economy” seperti yang didefinisikan oleh Karl Polanyi bahwa

“ekonomi adalah instituted process”. (Karl Polanyi dalam Kuntowijoyo, 2003: 108). Sejarawan yang sanggup mengangkat diri- dari tingkat mikro ke pemahaman masalah ekonomi makro tidak akan mejadi sekedar antikuarianisme. Pengangkatan diri “ke atas” ini dapat dikerjakan melalui tiga cara. 1) Sejarah yang bersifat lokal dapat diangkat menjadi sejarah nasional, dengan menjadikan lokalitas sebagai bagian dari keseluruhan sistem ekonomi nasional. 2) Sejarah yang membicarakan masalah – masalah khusus, seperti misalnya sebuah komoditi tertentu, dapat diangkat sebagai bagian dari keseluruhan sistem ekonomi. 3) Dan ini sangatlah penting, mengangkat sejarah ke arah pembentukan teori, hitungan terakhir sejarah ekonomi marupakan bagian dari sejarah. (Kuntowijoyo, 2003:108) Pendekatan ekonomi banyak digunakan untuk menganalisa permasalahan yang merupakan bagian dari sejarah sosial ekonomi, misalnya perekonomian dalam peranannya untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Kehidupan sosial ekonomi merupakan kehidupan sosial yang dipengaruhi adanya faktor-faktor ekonomi dan harus dicukupi supaya orang dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Ekonomi dalam tulisan ini disorot karena permasalahan yang diangkat merupakan bagian dari sejarah sosial ekonomi yang menyangkut masalah kesejahteraan masyarakat pada umumnya. Fenomena

ekonomi dalam kehidupan sosial merupakan alat untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi. G. Kartasapoetra (1980: 36). Mengidentifikasikan „‟perkembangan dengan istilah pembangunan, yaitu sebagai urutan dari berbagai perubahan secara sistematis yang mencakup tentang perubahan tertentu‟‟. Perkembangan diartikan sebagai proses menuju kearah yang lebih baik, sedangkan definisi kata berkembang mempunyai arti yang lebih besar dan lebih maju apabila dibandingkan dengan kondisi saat ini. Dengan demikian perkembangan dapat dikategorikan sebagai perubahan yang direncanakan (perubahan berencana). Sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pola tingkah laku individu, orientasi dan peranannya dalam kehidupan sehari - hari. Dalam penulisan skripsi ini sosiologi berguna untuk melihat persoalan yang muncul dengan adanya dampak dan pengaruh sosial ekonomi, khususnya terhadap masyarakat di Kecamatan Tiloan. 1.7 Sistematika Penulisan Secara garis besar sistematika penulisan skripsi yang berjudul “Perkebunan Kelapa Sawit Dikecamatan Tiloan Kabupaten Buol Pada Abad ke-XX.”. Terbagi dalam beberapa bab dan Agar lebih terarahnya penulisan ini, maka perlu mencantumkan sistematika penulisan sebagai berikut : Bab I. membahas tentang pendahuluan yang di dalamnya terdapat uraian pokok mengenai latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, kerangka teori dan sistematika penulisan.

Bab II. Gambaran Umum Objek Penelitian, bab ini berisi : Letak Geografis Kecamatan Tiloan, Kondisi Geografis, Kondisi Ekonomi Kecamatan Tiloan, Pemerintahan, Kependudukan, Pendidikan, Sistem Mata Pencaharian, dan Sosial Budaya. Bab III. Membahas sekilas tentang Tinjauan Singkat Sejarah Perusahaan perkebunan Kelapa sawit. Bab IV. perkebunan kelapa sawit dikecamatan tiloan kabupaten buol pada abad ke-xx., bab ini berisi: dampak dan pengaruh dari berdirinya perusahaan perkebunan kelapa sawit PT.HIP terhadap kehidupan sosial ekonomi, dan pendidikan masyarakat di Kecamatan Tiloan. Bab V. Penutup merupakan bagian akhir dari isi skripsi ini yang berupa simpulan dan saran. Bagian akhir skripsi yang berisi tentang daftar pustaka dan lampiran. Daftar pustaka yang dimaksud merupakan buku–buku yang secara eksplisit dijadikan acuan dalam penelitian. Sedangkan lampiran berisi dokumen, gambar/peta, daftar yang benar–benar diperlukan sebagai penjelas dari isi skripsi.

More Documents from "Lisna"