1810-pai

  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1810-pai as PDF for free.

More details

  • Words: 392
  • Pages: 1
Minggu, 18 Oktober 2009

BACAAN RENUNGAN PAGI

PEMILIK DARI SEGALA SESUATU YANG TIDAK BISA DIBELI “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” Matius 5 : 5. Terjemahan biasa dari ayat ini, “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi,” telah menuntun pada ejekan dan cemoohan. Di duniakita mengetahui bahwa orang yang lemah lembut akan tidak mewarisi apa pun; mereka terinjak-injak. Orang-orang menilai ketegasan dan keagresifan. Kelemahlembutan tidak diindahkan karena itu lemah. Tetapi dari sudut pandang Alkitabiah, sudut pandang kasih karunia, kelemahlembutan bukanlah kelemahan. Orang yang paling terkenal dalam Perjanjian Lama adalah Musa, yang disebut orang paling lemah lembut di bumi (Bilangan 12:3). Dan Perjanjian Baru berpusat pada diri dan pekerjaan Yesus Kristus, yang tidak merangkul status Ilahi tetapi merendahkan diri menjadi seorang manusia, dan “taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib!” (Filipi 2:8). Pemikiran bahwa kelemahlembutan berarti menjadi seperti keset kaki sama sekali kehilangan sasarannya. Bukan menjadi seorang yang tidak berarti, orang lemah lembut justru orang kuat yang mencapai banyak hal, sebagaimana yang dilakukan Musa, yang menuntun bangsanya kepada kebebasan, atau Yesus, yang menyelamatkan seluruh manusia. Semakin seorang mengosongkan dirinya sendiri, terhadap kesombongan, ambisi, dan meraih ketenaran dan kemenangan pribadi, Allah semakin bisa menggunakan dia untuk melakukan hal besar. Ini artinya, orang lemah lembut itu lebih besar. “Sifat manusia selalu bergumul untuk dinyatakan, siap untuk bertanding; tetapi dia belajar mengenai Kristus dikosongkan dari diri, dari kesombongan, dari cinta akan keunggulan, dan ada ketenangan di dalam jiwa. Diri diserahkan kepada urusan Roh Kudus. Kemudian kita tidak ingin untuk memperoleh tempat tertinggi. Kita tidak berambisi untuk mendesak dan mendorong diri kita sendiri supaya diperhatikan; tetapi kita merasa bahwa tempat kita yang tertinggi adalah di kaki Juruselamat kita. Kita melihat Yesus, menunggu tangan-Nya untuk memimpin, mendengar suara-Nya untuk membimbing.” (Khotbah di Atas Bukit, hlm. 24.25). Ini artinya mempunyai pengertian realistis terhadap kekuatan dan kelemahan kita, merasa terisi dengan hanya siapa kita adanya. Harga diri kita tidak lagi tergantung pada apa yang kita lakukan tetapi pada siapa kita, karena kita ini adalah anak-anak Allah. Kita ini bernilai tak terhingga bagi Allah. Dan orang yang lemah lembut itu sesungguhnya mewarisi bumi. Bukan hanya negeri yang lebih baik ke mana kita pergi, tetapi bahkan sekarang kekayaan dari kerajaan kasih karunia – “Segala sesuatu yang tidak bisa dibeli”.

Sumber : disalin kembali dari buku Renungan Pagi

PEMUDA ADVENT INDONESIA e-mail : [email protected]