LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN PADA KASUS CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DI RUANG INSTALASI RAWAT DARURAT (IRD) NON BEDAH RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Pengertian Chronic Kidney Disease Chronik Kidney Desease adalah : kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal). (Nursalam. 2006) Chronik Kidney Desease adalah: suatu sindrom klinis yang disebabkan oleh penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. ( Slamet Suyono, 2001). Chronik Kidney Desease adalah : gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk memperhatikan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). (Brunner & Suddarth. 2002). Chronik Kidney Desease biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis dan penyakit vaskular , penyakit agen nefrotik dan penyakit endokrin (Marlynn E. Doenges. 2000) Chronik Kidney Desease adalah penyakit ginjal yang tidak dapat pulih, ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian (Susan Martin Tucker, 1998). Dari kelima pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Cronik Kidney Desease adalah suatu gangguan fungsi renal yang progresif irreversible yang disebabkan oleh adanya penimbunan limbah metabolik di dalam darah, sehingga
kemampuan tubuh tidak mampu mengekskresikan sisa- sisa sampah metabolisme dan mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
2. Anatomi Fisiologi Ginjal a. Anatomi Ginjal 1) Makroskopis Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang peritonium (retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjaradrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang
besar. Ginjal dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal) yang membantu meredam guncangan. Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap, dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut papilla renalis. Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores. Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).
2) Mikroskopis Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2 juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995) Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra. Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin. 3) Vaskularisasi Ginjal Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen pada glomerulus (Price, 1995). Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan
dialirkan
kedalam
jalinan
vena
selanjutnya
menuju
vena
interlobularis, vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari 90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995). 4) Persarafan pada ginjal Menurut Price (1995) , Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis (vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal b. Fisiologi Ginjal Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah menyaring/ membersihkan darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2 liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi urin sebanyak 1-2 liter/hari. 1) Fungsi Ginjal Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh, dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang. f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah. g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah merah. 2) Tahap Pembentukan Urine : a) Filtrasi Glomerular Pembentukan
kemih dimulai
dengan
filtrasi
plasma
pada
glomerulus, seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow) adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR = Glomerular Filtration Rate). Gerakan masuk ke kapsula bowman’s disebut filtrat. Tekanan filtrasi berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulus dan kapsula bowman’s, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik filtrat dalam kapsula bowman’s serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi glomerulus tidak hanya dipengaruhi oleh tekanan-tekanan koloid diatas namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler. b) Reabsorpsi Zat-zat yang difilltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : non elektrolit, elektrolit dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
c)
Sekresi Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ion-ion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya bisa hidrogen atau ion kalium kedalam cairan tubular “perjalanannya kembali” jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus disekresi dan sebaliknya. Pilihan kation yang akan disekresi tergantung pada konsentrasi cairan ekstratubular (CES) dari ion-ion ini (hidrogen dan kalium). Pengetahuan tentang pertukaran kation dalam tubulus distalis ini membantu kita memahami beberapa hubungan yang dimiliki elektrolit dengan lainnya. Sebagai contoh, kita dapat mengerti mengapa bloker aldosteron dapat menyebabkan hiperkalemia atau mengapa pada awalnya dapat terjadi penurunan kalium plasma ketika asidosis berat dikoreksi se cara theurapeutik.
3. Etiologi a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik,asidosis tubulus ginjal e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
f.
Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik,nefropati timbale
g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis
4. Klasifikasi Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium : a. Stadium I : Penurunan cadangan ginjal, kreatinin serum dan kadar BUN normal, asimptomatik, tes beban kerja pada ginjal: pemekatan kemih, tes GFR b. Stadium II
: Insufisiensi ginjal, kadar BUN meningkat (tergantung pada
kadar protein dalam diet), kadar kreatinin serum meningkat, nokturia dan poliuri (karena kegagalan pemekatan). Ada 3 derajat insufisiensi ginjal: 1) Ringan : 40% - 80% fungsi ginjal dalam keadaan normal 2) Sedang : 15% - 40% fungsi ginjal normal 3) Kondisi berat : 2% - 20% fungsi ginjal normal c. Stadium III: gagal ginjal stadium akhir atau uremia, kadar ureum dan kreatinin sangat meningkat, ginjal sudah tidak dapat menjaga homeostasis cairan dan elektrolit, air kemih/urin isoosmotis dengan plasma, dengan BJ 1,010 (Smeltzer,2001). K/DOQI merekomendasikan pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG : a. Stadium 1 : kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan LFG yang masih normal ( > 90 ml / menit / 1,73 m2) b. Stadium 2 : Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 6089 mL/menit/1,73 m2 c. Stadium 3
: kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 mL/menit/1,73m2
d. Stadium 4 : kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29mL/menit/1,73m2 e. Stadium 5 : kelainan ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73m2 atau gagal ginjal terminal.
5. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik menurut (Smeltzer, 2001) antara lain : hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sisyem renin - angiotensin – aldosteron), gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iriotasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi). Manifestasi klinik menurut Suyono (2001) adalah sebagai berikut: a. Gangguan kardiovaskuler Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effusi perikardiac dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan irama jantung dan edema. b. Gannguan Pulmoner Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak, suara krekels. c. Gangguan gastrointestinal Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia. d. Gangguan musculoskeletal Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan), burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot – otot ekstremitas) e. Gangguan Integumen kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh. f.
Gangguan endokrin Gangguan seksual : libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolic lemak dan vitamin D.
g. Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam dan basa biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia, hipokalsemia. h. System hematologi anemia yang disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga rangsangan eritopoesis pada sum – sum tulang berkurang, hemolisis akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.
6. Patofisiologi Menurut Brunner dan Suddarth(2002),Slamet Suyono(2001) dan Sylvia A. Price,(2000) adalah sebagai berikut : Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel dari berbagai penyebab diantaranya infeksi, penyakiy peradangan, penyakit vaskular hipertensif, gangguan jaringan penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik (DM, Hipertiroidisme), Nefropati toksik (penyalahgunaan analgesik), nefropati obstruktif(saluran kemih bagian atas dan saluran kemih bagian bawah). Pada saat fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein yang normalnya di ekskresikan kedalam urine menjadi tertimbun didalam darah, sehingga terjadinya uremia dan mempengaruhi sistem sistem tubuh, akibat semakin banyaknya tertimbun produk sampah metabolik, sehingga kerja ginjal akan semakin berat. Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dan penurunan jumlah glomeruli yang dapat menyebabkan penurunan klirens. Substansi darah yang seharusnya dibersihkan, tetapi ginjal tidak mampu untuk memfiltrasinya. Sehingga mengakibatkan kadar kreatinin serum, nitrogen, urea darah (BUN) meningkat. Ginjal juga tidak mampu mengencerkan urine secara normal. Sehingga tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan masukan cairan dan elektrolit sehingga terjadi tahanan natrium dan cairan. (Brunner & Suddarth, 2002).
Asidosis
metabolic
dapat
terjadi
karena
ketidakmampuan
ginjal
mengekspresikan muatan asam yang berlebihan terutama amoniak (NH3) dan mengabsorpsi bikarbonat. Anemia, terjadi akibat rangsangan
eritropoisis
berkurangnya produksi
pada
sumsum
eritropoetin, sehingga
tulang menurun,
hemolisis
akibat
berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik, defisiensi besi, asam folat dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang, perdarahan paling sering pada saluran cerna dan kulit. (Slamet Suyono, 2001) Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat terjadi karena gangguan dalam metabolismenya. Dengan menurunya filtrasi glomerulus dapat mengakibatkan peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Sehingga menyebabkan perubahan bentuk tulang. Penyakit tulang dan penurunan metabolisme aktif vitamin D karena terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon sehingga menyebabkan osteodistrofi (penyakit tulang uremik) Stadium akhir timbul pada sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur. Nilai GFR nya 10 % dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang. Pada keadaan ini kreatnin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita merasakan gejala yang cukup parah karene ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik memepengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisi (Sudoyo, 2006).
7. Pathway/WOC Chronic Kidney Disease
8. Pemeriksaan Penunjang Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi antara lain : a. Pemeriksaan lab.darah 1) Hematologi : Hb, Ht, Eritrosit, Lekosit, Trombosit 2) RFT ( renal fungsi test ) : ureum dan kreatinin 3) LFT (liver fungsi test ) 4) Elektrolit : Klorida, kalium, kalsium 5) koagulasi studi : PTT, PTTK 6) BGA b. Urine 1) urine rutin 2) urin khusus : benda keton, analisa kristal batu c. Pemeriksaan kardiovaskuler 1) ECG 2) ECO d. Radidiagnostik 1) USG abdominal 2) CT scan abdominal 3) BNO/IVP, FPA 4) Renogram 5) RPG ( retio pielografi )
9. Komplikasi a. Hiperkalemia: akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolik, katabolisme dan masukan diit berlebihan. b. Asidosis metabolic, osteodistropi ginjal, sepsis, neuropati perifer, hiperuremi, anemia akibat penurunan eritropoetin,
c. Perikarditis : Efusi pleura dan tamponade jantung akibat produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat, d. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem reninangiotensin-aldosteron.
10. Penatalaksanaan Menurut Sylvia Price (2000) adalah sebagai berikut : a. Penatalaksanaan Medis 1) Obat anti hipertensi yang sering dipakai adalah Metildopa (Aldomet), propanolol dan klonidin. Obat diuretik yang dipakai adalah furosemid (lasix). 2) Hiperkalemia akut dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin intravena yang memasukan K+ ke dalam sel, atau dengan pemberian kalsium glukonat 10% intravena dengan hati-hati sementara EKG terus diawasi. Bila kadar K+ tidak dapat diturunkan dengan dialisis, maka dapat digunakan resin penukar kation natrium polistiren sulfonat (Kayexalate). 3) Pengobatan untuk anemia yaitu : rekombinasi eritropoetin (r-EPO) secara meluas, saat ini pengobatan untuk anemia uremik : dengan memperkecil kehilangan
darah,
pemberian
vitamin,
androgen
untuk
wanita,
depotestoteron untuk pria dan transfusi darah. 4) Asidosis dapat tercetus bilamana suatu asidosis akut terjadi pada penderita yang sebelumnya sudah mengalami asidosis kronik ringan, pada diare berat yang disertai kehilangan HCO3. Bila asidosis berat akan dikoreksi dengan pemberian pemberian NaHCO3 parenteral. 5) Dialisis : suatu proses dimana solut dan air mengalir difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. 6) Dialisis peritoneal : merupakan alternatif dari hemodialisis pada penanganan gagal ginjal akut dan kronik.
7) Pada orang dewasa, 2 L cairan dialisis steril dibiarkan mengalir ke dalam rongga peritoneal melalui kateter selama 10-20 menit. Biasanya keseimbangan cairan dialisis dan membran semipermeabel peritoneal yang banyak vaskularisasinya akan tercapai setelah dibiarkan selama 30 menit. 8) Transplantasi ginjal : prosedur standarnya adalah memutar ginjal donor dan menempatkannya pada fosa iliaka pasien sisi kontralateral. Dengan demikian ureter terletak di sebelah anterior dari pembuluh darah ginjal, dan lebih mudah dianastomosis atau ditanamkan ke dalam kandung kemih resipien. b. Penatalaksanaan Keperawatan Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, penimbangan berat badan setiap hari, batasi masukan kalium sampai 40-60 mEq/hr, mengkaji daerah edema. c. Penatalaksanaan diit Tinggi karbohidrat, rendah protein, rendah natrium, batasi diit rendah protein sampai mendekati 1 g / kg BB selama fase oliguri. Untuk meminimalkan pemecahan protein dan untuk mencegah penumpukan hasil akhir toksik. Batasi makanan dan cairan yang mengandung kalium dan fosfor (pisang, buah dan jus-jusan serta kopi).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Keperawatan a. Pengkajian Primer Pengkajian
cepat
untuk
mengidentifikasi
dengan
segera
masalahaktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :
A = Airway dengan kontrol servikal Kaji :
-
Bersihan jalan nafas
-
Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas-
-
Distress pernafasan
-
Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi Kaji :
-
Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
-
Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
-
Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation Kaji :
-
Denyut nadi karotis
-
Tekanan darah
-
Warna kulit, kelembaban kulit
-
Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability Kaji :
-
Tingkat kesadaran
-
Gerakan ekstremitas
-
GCS atau pada anak tentukan respon : A = Alert V = Verbal, P = Pain/respon nyeri U = Unresponsive
-
Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure Kaji :
-
Tanda-tanda trauma yang ada
b. Pengkajian Sekunder (secondary survey) Pengkajian sekunder dilakukan setelah masalah ABC yang ditemukan pada pengkajian primer diatasi. Pengkajian sekunder meliputi pengkajian obyektif dan subyektif dari riwayat keperawatan (riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit terdahulu, riwayat pengobatan, riwayat keluarga) dan pengkajian dari kepala sampai kaki. 1) Pengkajian Riwayat Penyakit :
Keluhan utama dan alasan pasien datang ke rumah sakit
Lamanya waktu kejadian samapai dengan dibawa ke rumah sakit
Tipe cedera, posisi saat cedera dan lokasi cedera
Gambaran mekanisme cedera dan penyakit yang ada (nyeri)
Waktu makan terakhir
Riwayat
pengobatan
yang
dilakukan
untuk
mengatasi
sakit
sekarang,imunisasi tetanus yang dilakukan dan riwayat alergi klien.
Metode pengkajian yang sering dipakai untuk mengkaji riwayat klien : S
(signs and symptoms) tanda dan gejala yang di observasi dan dirasakan klien
A
(Allergis) alergi yang dimiliki klien
M
(medications) tanyakan obat yang telah diminum klien untuk mengatasi keluhan
P
(pertinent past medical hystori) riwayat penyakit yang di derita klien
L
(last oral intakesolid or liquid) makan/minum terakhir, jenis makanan
E
(event leading toinjury or illnes) pencetus/kejadian penyebab keluhan
Metode yang sering dipakai untuk mengkaji nyeri : P
(provoked) : pencetus nyeri, tanyakan hal yang menimbulkan dan mengurangi nyeri
(quality)
Q
kualitas nyeri (radian)
R
arah perjalan nyeri (Skala)
S
skala nyeri 1-10 (Time)
T
lamanya nyeri sudah dialami klien
c. Pemeriksaan Fisik 1) Kepala
: edema muka terutama daerah orbita, mulut bau khas urine
2) Dada
: pernafasan cepat dan dalam, nyeri dada
3) Perut
: adanya edema anasarka (ascites)
4) Ekstremitas : edema pada tungkai, spatisitas otot 5) Kulit
: sianosis, akral dingin, turgor kulit menurun
d. Pemeriksaan diagnostic 1) Pemeriksaan Urine a) Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam atau urine tak ada (anuria) b) Warna : Secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus bakteri, lemah, partikel koloid, fosfat atau urat. c) Berat jenis : Kurang dari 1,05 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). d) Osmolaritas : Kurang dari 300 mosm / kg menunjukkan kerusakan tubular dan rasio urine serum sering 1 : 1. e) Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.stadium satu CCT(4070ml/menit), stadium kedua, CCT (20-40ml/menit) dan stadium ketiga, CCT(5 ml/menit) f) Natrium : Lebih besar dari 40 g/dl, karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium. (135-145 g/dL)
g) Protein : Derajat tinggi proteinuria (3 – 4 + ) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada. 2) Darah a) BUN/Kreatinin : Meningkat, biasanya meningkat dalam proporsi, kadar kreatinin 10 mg/dl. Diduga batas akhir mungkin rendah yaitu 5 b) Hitung darah lengkap : Ht namun pula adanya anemia Hb : kurang dari 7 – 8 9/dl, Hb untuk perempuan (13-15 g/dL), laki-laki (13-16 g/dL) c) SDM : Waktu hidup menurun pada defesiensi eriropoetin seperti pada azotemia. 3) GDA : a) PH : penurunan asidosis (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresi hidrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme protein. Bikarbonat menurun PCo2 menurun natrium serum mungkin rendah (bila ginjal ”kehabisan” natrium atau normal (menunjukkan status difusi hipematremia) b) Kalium : Peningkatan normal (3,5- 5,5 g/dL) sehubungan dengan rotasi sesuai dengan perpindahan selular (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis SDM) pada tahap akhir pembahan EKG mungkin tidak terjadi sampai umum gas mengolah lebih besar. c) Magnesium / fosfat meningkat di intraseluler : (27 g/dL), plasma (3 g/dL), cairan intersisial (1,5 g/dL). d) Kalsium : menurun. Intra seluler (2 g/dL), plasma darah (5 g/dL), cairan intersisial (2,5 g/dL) e) Protein (khususnya albumin 3,5-5,0 g/dL) : kadar semua menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine pemindahan cairan penurunan pemasukan atau penurunan sintesis karena asam amino esensial.
f) Osmolalitas serum : lebih besar dari 285 mos m/kg. Sering sama dengan urine Kub Foto : menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandug kemih dan adanya obstruksi (batu) g) Pielogram retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter 4) Arteriogram ginjal : Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravakuler massa. Sistrouretrografi berkemih : menunjukkan ukuran kandung kemih, refiuks kedalam ureter, rebonsi. 5) Ultrasono ginjal : Menentukan ukuran ginjal dan adanya massa. Kista obstruksi pada saluran kemih bagian atas. 6) Biopsi ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan pelvis ginjal : keluar batu hematuria dan pengangkatan tumor selektif 7) EKG : Mungkin
abnormal
menunjukan
ketidak
keseimbangan
elektrolit
asam/basa. 8) Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal, dan tangan : Dapat menunjukkan deminarilisasi, kalsifikasi.
2. Diagnosa Keperawatan a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluan urin, retensi cairan dan natrium. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis c. Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah. d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll).
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis . f.
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan ureum di kulit
3. Intervensi Keperawatan Diagnosa 1 : Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urin, retensi cairan dan natrium. Kriteria Hasil :
Terbebas dari edema,efusi,anasarka
Bunyi nafas bersih, tidak adanya dipsnea
Terbebas dari distensi vena jugularis
Memelihara tekanan vena sentral,tekanan kapiler paru,aoutput jantung dan vital sign DBN
Intervensi : a. Kaji status cairan ; timbang berat badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema R/ : pengkajian merupakan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi. b. Batasi masukan cairan R/ : pembatasan cairan akan menentuka berat tubuh ideal, haluaran urin,dan respon terhadap terapi. c. Identifikasi sumber potensial cairan R/ : sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi. d. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan cairan R/ : pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan. e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi R/ : mempercepat pengurangan kelebihan cairan
Diagnosa 2 : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru, asidosis metabolic, pneumonitis, perikarditis Kriteria Hasil :
Tidak ada dispnea
Kedalaman nafas normal
Tidak ada retraksi dada / penggunaan otot bantuan pernafasan
Intervensi : a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya crakles R/ : Menyatakan adanya pengumpulan secret b. Ajarkan pasien nafas dalam R/ : Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2 c. Atur posisi senyaman mungkin R/ : Mencegah terjadinya sesak nafas d. Batasi untuk beraktivitas R/ : Mengurangi beban kerja dan mencegah terjadinya sesak atau hipoksia e. Kolaborasi pemberian oksigen R/ : mengurangi sesak
Diagnosa 3 : Gangguan Perfusi jaringan berhubungan dengan perubahan ikatan O2 dengan Hb, penurunan konsentrasi Hb dalam darah. Criteria Hasil :
Membran mukosa merah muda
Conjunctiva tidak anemis
Akral hangat
TTV dalam batas norma
Intervensi : a. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil, temperatur ekstremitas). b. Kaji nyeri c. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan
d. Atur posisi pasien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk memperbaiki sirkulasi. e. Monitor status cairan intake dan output f.
Evaluasi nadi, oedema
g. Berikan therapi antikoagulan.
Diagnosa 4 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang inadekuat (mual, muntah, anoreksia dll). Kriteria hasil :
Nafsu makan meningkat
Tidak terjadi penurunan BB
Masukan nutrisi adekuat
Menghabiskan porsi makan
Hasil lab normal (albumin, kalium)
Intervensi : a. Awasi konsumsi makanan / cairan R/ : Mengidentifikasi kekurangan nutrisi b. Perhatikan adanya mual dan muntah R/ : Gejala yang menyertai akumulasi toksin endogen yang dapat mengubah atau menurunkan pemasukan dan memerlukan intervensi c. Berikan makanan sedikit tapi sering R/ : Porsi lebih kecil dapat meningkatkan masukan makanan d. Berikan perawatan mulut sering R/ : Menurunkan ketidaknyamanan stomatitis oral dan rasa tak disukai dalam mulut yang dapat mempengaruhi masukan makanan e. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet sesuai terapi R/ : memenuhi nutrisi pasien secara adekuat
Diagnosa 5 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan/kelemahan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis. Kriteria Hasil :
Klien mampu beraktivitas minimal
Kemampuan aktivitas meningkat secara bertahap
Tidak ada keluhan sesak nafas dan lelah selama dan setelah aktivits minimal
Intervensi : a. Kaji kemampuan pasien melakukan aktivitas b. Jelaskan pada pasien manfaat aktivitas bertahap c. Evaluasi dan motivasi keinginan pasien untuk meningktkan aktivitas d. Tetap sertakan oksigen saat aktivitas
Diagnosa 6 : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penumpukan ureum di kulit Kriteria Hasil :
Kulit tidak kering
Hiperpigmentasi berkurang
Memar pada kulit berkurang
Intervensi : a. Kaji terhadap kekeringan kulit pruritus, ekskoriasi, dan infeksi R/ : perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas kelenjar keringat atau pengumpulan kalsium dan fosfat pada lapiran kutaneus b. Kaji terhadap adanya ptekie dan purpura R/ : perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan penuruna jumlah dan fungsi platelet akibat uremia c. Monitor lipatan kulit dan area yang edema R/ : area-area ini sangat mudah terjadi injury d. Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih R/ : mencegah infeksi
e. Kolaborasi dalam pemberian obat antipruritis sesuai pesanan R/ : mengurangi stimulus gatal pada kulit
4. Implementasi Keperawatan Pelaksanaan merupakan langkah keempat dalam tahap proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam pelaksanaan rencana tindakan keperawatan terdapat dua jenis tindakan, yaitu tindakan jenis mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2008)
5. Evaluasi Keperawatan Hasil yang diharapkan setelah pasien gagal ginjal kronis mendapatkan intervensi adalah sebagai berikut : a. Tidak terjadi kelebihan volume cairan b. Pola nafas kembali efektif c. Peningkatan perfusi jaringan d. Asupan nutrisi tubuh terpenuhi e. Terpenuhinya aktivitas sehari-hari f.
Peningkatan integritas kulit
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Anatomi Fisiologi Ginjal. http://nursingbegin.com/anatomifisiologi-ginjal/. Diakses pada 27/05/2013 pukul 20.00 Anonym. 2012. Askep CKD (Chronic Kidney Disease). http://sumbberilmu.blogspot.com/2012/12/askep-ckd-chronik-kidneydesease.html. diakses pada 27/05/2013 pukul 20.00 Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC Mugenz, Elix. 2013. Askep CKD. http://askepsnh.blogspot.com/2013/03/askepckd.html. diakses pada 27/05/2013 pukul 20.15 NANDA. 2009. Nursing Diagnoses-Definitions & Classificaions. Philadelphia : Mosby Company Syahbandi, Reza. 2013. Askep CKD (Chronic Kidney Disease). http://nersrezasyahbandi.blogspot.com/2013/02/askep-ckd-chronic-kidneydisease.html. diakses pada 27/05/2013 pukul 20.00