128213117-ilmu-penyakit-dalam-1.doc

  • Uploaded by: Dheo Slow
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 128213117-ilmu-penyakit-dalam-1.doc as PDF for free.

More details

  • Words: 11,591
  • Pages: 53
REUMATOLOGI ANTRITIS PIRAI No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

No. Revisi :

Hal. 1

Penyakit yang disebabkan oleh deposisi kristal-monosidium urat (MSU) yang terjadi akibat supersaturasi cairan ekstra selular dan mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi klinik. Kriteria ACR (1997) 1. Didapatkan kristal monosodium Urat di dalam cairan sendi, atau 2. Di dapatkan kristal monosodium Urat di dalam tofus, atau 3. Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut ; 1. inflamasi maksimal pada hari pertama 2. serangan antritis akut lebih dari 1 kali 3. artritis monoartikular 4. sendi yang terkena berwarna kemerahan 5. pembengkakan dan sakit pada sendi MTP I 6. serangan pada sendi MTP unilateral 7. serangan pada sendi tarsal unilateral 8. Tofus 9. Hiperurisemia 10. pembengkakan sendi asimetris pada gambaran radiologik 11. kista subkortikal tanpa erosi pada gambaran radiologik 12. kultur bakteri cairan sendi negative. 1. Pseudogout, 2. Khusus : Artritis Septik, Artritis Rheumatoid  LED, CRP  Analisis cairan sendi  Asam urat darah dan urin 24 jam  Ureum, kreatinin, CCT  Radiologi sendi

Terapi

1. Penyuluhan. 2. pengobatan fase akut a. kolkisin, Dosis, 0.5 mg diberikan tiap jam sampai terjadi perbaikan inflamasi atau terdapat tanda-tanda toksis atau dosis tidak melebihi 8 mg/24 jam b. obat anti inflamasi non –steroid. c. glukokortikoid dosis rendah bila ada kontraindikasi kolkisin dan obat aintiinflamasi non-steroid 3. Pengobatan hiperurisemia. a. Diet rendah purin. b. Obat pengmbat xantin oksidase (untuk tipe produksi berlebih), misalya allopurinol. c. Obat urikosurik (untuk tipe sekrasi rendah). Obat anti hiperurisemik tidak boleh diberikan pad stadium akut.

Komplikasi

  

Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Bonam Dokter spesialis penyakit dalam dan PPDS penyakit dalam Departemen penyakit dalam-Subbagian Rematologi -

Tofus Deformitas sendi Nefromati gout, gagal ginjal

ATRITIS REUMATOID Pengertian Diagnosis

No.Dokumen : No. Revisi : Hal. 2 Penyakit inflamasi sistemik kronik yang terutama mengenai sendi diartrodial. Termasuk penyakit autoimun dengan etiologi yang tidak diketahui. Kriteria ACR (1987) 1. Kaku pagi, sekurangnya 1 jam 2. Atritis pada sendi sekurangnya 3 sendi 3. Atritis pada sendi pergelangan tangan, metacorkophalanx (MCP) dan poximal Interphalanx (PIP) 4. Atritis yang sistematis. 5. nodul Reumatoid. 6. Faktor Reumatoid serum positif. 7. gambaran radiologik yang spesifik. untuk diagnosis AR, diperlukan 4 dari 7 kriteria tersebut diatas, untuk Kriteria 1-4 harus minimal diderita selama 6 minggu.

Diagnosis Banding Spondiloartropati seronegatif, sindrom Sjogren. Pemeriksaan  LED, CRP Penunjang  Faktor reumatoid serum.hasil positif dijumpai pada sebagian besar kasus (85%), sedangkan hasil negatif tidak menyingkirkan adanya AR  Analisis cairan sendi. Dapat terlihat peningkatan jumlah leukosit di atas. 2.000 /mm3. analisis ini sekaligus digunakan untuk menyingkirkan adanya artropati kristal.  Radiologi tangan dan kaki. Gambaran ini berupa pembengkakan jaringan lunak, diikuti oleh osteoporosis juxtaarticular dan erosi pada bare area tulang. Keadaan lanjut terlihat penyempitan celah sendi, osteoporosis difus,  Biopsi sinovium/nodul reumatoid Terapi  Penyuluhan  Prorteksi sendi, terutama pada stadium akut  Obat anti inflamasi non-steroid  Obat remitif (DMARD), misalnya klorokuin dengan dosis 1x250 mg/hari, metroteksat dosis 7,5-20 mg sekali seminggu, salazopirin dosis 3-4 x 500 mg/hari, garam emas per oral dosis 3-9 mg/hari, atau subkutan dosis awal 10 g, dilanjutkan seminggu kemudian dengan dosis 15 mg/minggu, dan naikkan menjadi 50 mg/minggu selam 20 minggu, selanjutnya diturunkan selama 4 minggu samai dosis kumulatif 2g.  Glukokortikoid, dosis seminimal mungin dan sesingkat mungkin, untuk mengatasi keadaan akut atau kekambuhan  Bila terdapat peradangan yang terbatas hanya pada 1-2 sendi dapat diberikan injeksi steroid intraartikular seperti Triamcinolon acetonide 10 mg tau metilprednisolon 20-40 mg  Fisioterapi, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis.  Operasi untuk memperbaiki deformitas. Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

 Deformitas sendi (boutonnierre, swan neck, deviasi ulnar)  Sindrom terowongan karpal Dubia Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit dalam Departemen Penyakit Dalam_Subbagian Rematologi Departemen bedah-Orthopedi

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

No. Revisi :

Hal.

Penyakit Autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. Kriteria Diagnosis ACR 1982. diagnosis ditegakkan bila didapatkan 4 dari 11 kriteria di bawah ini : 1. Ruam Malar 2. ruam diskoid 3. fotosensivitas 4. ulserasi di mulut atau nasofaring 5. artritis 6. serositis (pleuritis atau perikarditis) 7. kelainan ginjal (proteinuri >0,5 g/hr, atau silinder sel) 8. kelainan neurologi, kejang-kejang atau psikosis 9. kelainan hematologi, anemia hemolitik, atau lekopenia, limfopenia, atau trombopenia. 10. kelainan imunologik, sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti Sm positif, tes serologis untuk sifilis positif palsu. 11. antibodi antinuklear (ANA) positif.

Diagnosis Banding Mixed connecive tissue, sindrom vaskulitis Pemeriksaan  LED, CRP Penunjang  C3,dan C4  ANA, ENA, (anti DNA dan sebagainya)  Coomb test, bila ada AIHA  Biopsi kulit  Penyuluhan  Prorteksi sendi terhadap sinar matahari, sinar ultraviolet, kadang-kadang juga sinar fluoresein  Pada manifestasi non-organ vital (kulit, sendi, fatigue) dapat diberikan klorokuin 4 mg kg/BB/hari  Bila mengenai organ vital, berikan prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 6 minggu, kemudian tappering off  Bila terdapat peradangan terbatas pada 1-2 sendi, dapat diberikan injeksi steroid intraartikular Terapi  Pada kasus berat atau mengancam nyawa dapat diberikan pulse metilprednison 1gr/hari IV selama 3 hari berturut-turut, lalu prednison 40-60 mg/hari per oral  Bila pemberian glukokortikoid selama 4 minggu tidak memuaskan, maka dimulai pemberian imunosupresif lain, misal siklofosfamid 500-1000 mg/m2 sebulan sekali selama 6 bulanm kemudian tiap 3 bulan sampai 2 tahun.  Imunosopresan lain yang dapat diberikan adalah azatioprin siklosporin-A Komplikasi Anemia hemolitik, trombosis, lupus serebal, nefritis lupus, infeksi sekunder, osteonekrosis. Prognosis Dubia Wewenang Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Unit yang Departemen Penyakit Dalam_Subbagian Rematologi menangani Unit terkait Departemen Kulit dan Kelamin

ARTITIS SEPTIK No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

No. Revisi :

Hal.

Artritis yang disebabkan oleh adanya mikroirganisme (bakteri non-gonokokal)   

infeksi

berbagai

Nyeri sendi akut, umumnya mono-artikular Umumnya terdapat penyakit lain yang mendasari Ditemukan bakteri dari kultur cairan sendi

Diagnosis Banding Artritis gonokal, bursitis septic  Analisis cairan sendi  Pewarnaan gram dan kultur cairan sendi Pemeriksaan  LED, CRP, leukosit darah Penunjang  Kultur darah, bila ada tanda-tanda sepsis  Biopsi kulit

Terapi

1. Apsirasi cairan sendi 2. Antibiotik berspektrum luas sebelum ada hasil kultur dan diubah setelah hasil kultur diperoleh. 3. Drainase sendi yang terinfeksi 4. Indikasi tindakan bedah : a. infeksi koksa pada anak-anak b. infeksi mengenai sendi yang sulit dilakukan drainase secara adekuat c. terdapat bukti osteomielitis d. infeksi berkembang ke jaringan lunak sekitarnya

Komplikasi

Osteomielitis, sepsis

Prognosis

Dubia

Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam_Subbagian Rematologi Departemen Bedah – Orthopedi

OSTEOARTRITIS No.Dokumen :

Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

No. Revisi :

Hal.

OA merupakan penyakit degeneratif yang mengenai rawan sendi. Penyakit ini ditandai oleh kehilangan rawan sendi progresif dan tebentuknya tulang baru pada tebekula subkondral dan tepi tulang (osteofit) Osteoartritis 1. Nyeri lutut 2. Salah satu dari 3 kriteria berikut : i. Usia > 50 tahun ii. Kaku sendi < 30 menit iii. Krepitasi + osteofit Osteoartritis sendi tangan 1. Nyeri tangan atau kaku 2. Tiga dari 4 kriteria berikut : a. pembesaran jaringan keras dari 2 atau lebih dari 10 sendi tulang tangan tertentu (DIP II dan III ki&ka, CMC I ki &ka) b. perbesaran jaringan keras dari 2 atau lebih sendi DIP c. pembengkakan pada < 3 sendi MCP d. deformitas pada minimal 1 dari 1o sendi tangan tertentu. Osteoartritis sendi pinggul 1. Nyeri pinggul dan 2. minimal 2dari 3 keriteria dibawah ini : a. LED < 20 mm/jam b. Radiologi, terdapat osteofit pada femur atau asetabulum c. Radiologi; terdapat penyempitan celah sendi (superior, axial, dan / atau medial) Artritis reumatoid, atritis gout, artritis spetic, spondilitis ankilosa  LED, pada OA inflamatif, LED akan meningkat  Analisis cairan sendi  Radiografi sendi yang terserang  Artroskopi

Komplikasi

1. Penyuluhan 2. proteksi sendi terutama pada stadium akut 3. obat antiinflamasi non steroid. Dapat digunakan sepersi sodium diklofenak 50 mg, t.i.d, piroksikak 20 mg o.d, meloksikam, 7,5 mg o.d. dan sebagainya Deformitas sendi

Prognosis

Dubia

Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

Terapi

Departemen Penyakit Dalam_Subbagian Rematologi Departemen Bedah – Orthopedi

SPONDILITIS ANKILOSA No.Dokumen : Pengertian

No. Revisi :

Hal.

Spondilitas ankilosa (SA) merupakan penyakit inflamasi sistemik kronik, yang terutama mengenai tulang-tulang aksial. Dikenal dua bentuk yaitu spondilitas ankilosa primer, (idiopatik) dan sekunder yang berkaitan dengan artritis reaktif, psoriasis, atau penyakit kolon inflamatif. Kriteri New York

1. Nyeri pada Vertebra lumbal, atau dorsolumbal 2. Keterbatasan gerak fleksi anterior, fleksi lateral, dan

Komplikasi

ekstensi lumbal 3. Keterbatasan ekspansi, dada sebesar > 2,5 cm pad sela iga IV Diagnosis definitive ditegakkan berdasarkan : 1. Gambaran radiografi sakroilitis bilateral derajat 3-4 ditambah 1 atau lebih criteria di atas, atau 2. Gambaran radiografi sakroilitis bilateral derajat 3-4 atau saktorilitis bilateral derajat 2, ditambah criteria 1 atau criteria 2 + 3 Penyakti reiter, spondiloartropati junrvile, arthritis psoraitic  LED CRP. Seperti halnya AR, LED dan CRP diharapkan meningkat dimana hal ini menunjukkan adanya proses inflamasi.  Faktor rhematiod serum, biasanya negative.  Analisis cairan sendi. Tidak ada parameter spesifik, untuk menyingkirkan kelainan lain.  Radiologi sendi sakroiliakal, vertebra lumbal, dan vertbra torakal.  HLA-B27. hasil positif sangat mendukung kejadian SA. Faktor risiko berkaitan dengan subtype dari HLA-B27.  Penyuluhan  Proteksi sendi, terutama pada stadium akut  Obat antinflamasi non stetroid  Obat remitif (DRMARD) biasanya, salazopirin dengan dosis 2x1 gram/hari\  Fisioterapi yang intensif, terapi okupasi, bila perlu dapat diberikan ortosis  Operasi untuk memperbaiki deformasi Bomboo spine, fraktur dislokasi

Prognosis

Malam

Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

Diagnosis

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang

Terapi

Departemen Penyakit Dalam_Subbagian Rematologi Departemen Rehabilitasi Medik.

SKLEROSIS SISTEMIK Pengertian

Sklerosis Sistemik merupakan penyakit kronik yang mengenal berbagai system organ dan terutama ditandai dengan penbalankulit.penyakit ini dapat difus, terbatas, atau berupa sindrom tumpang tindih, penyakit jaringan ikat yang sulit diterapkan, atau terlokalisir. A. Kreteria mayor Skleroderma prokisal

Diagnosis

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang

Terapi

Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

B. Kriteria minor 1. sklerodaktil 2. pencekungan jari atau hilangnay subtansi jari 3. fibrosis basal di kedua paru diagnosis dietegakkan bila didapat 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor atau lebih. Mixed connective tissue dsease  LED CRP. Peningkatan hasil menunjukkan proses infilamasi aktif.  ANA, anti topo-1 (Scl-70),antibodi antisentromer, anti SS-A, anti SS-B, anti RNP. Diharapkan hasil tersebut positif, terutama anti-topoisomerase 1, RNA polymerase I,III, dan U3 RNP.  Radiologi tangan, toraks  Uji fungsi paru  Ureum dan kreatinion  Biopsi kulit.  Penyuluhan dan dukungan psikolosial  Proteksi terhadap suhu dingin untuk mengatasi fenomena Raynaund  Bila terdapa ulkus atau grangen, harus dirawat dengan baik, dan diberikan antibiotik yang adekuat.  Dapat dicoba D-penisilamin 3 x 250 mg. Bila gagal dapat dicoba DMRAD lain seperti metotreksat  Bila didapatkan gangguan gastrointestinal, dapat diberikan H2 antagonis, omeprazol, dan obat prokinetik.  Pada keadaan krisis renal, dapat diberikan kapotopril, bila fungsi ginjal memburuk, dapat dilakukan dianalisis.  Pada pneumonitis, dapat diberikan glukokortikoid atau siklofosfamid. Hipertensi yang tidak terkontrol, krisis renal, pneumonitis, refluks esofagitis, divertikulosis/. Dubia Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam_Subbagian Rematologi

SIROSIS HATI No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Terapi Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

No. Revisi :

Hal.

Penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya nekrosis, pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Pemeriksaan fisik stigma sirosis (palmar eritema, spider nevi) vena kolateral dinding perut, ikterus, ederma pretibial, asites, splenomegali. Hepatitis kronik aktif Laboratorium darah (DPL, AST, ALT, albuminm CHE, PT, seromarker hepatitis) USG, biopsi hati, endoskopi SCBA, analisa c.asites. Istirahat cukup Diet seimbang (tergantung kondisi klinis) Roboransia Mengatasi penyulit. Hipertensi portal, SBP, hematemesis, sind hepatorenal, gangguan hemostasis, ensefalopati hepatikum. Dubnia ad malam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi

HEPATOMA No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Terapi

Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

No. Revisi :

Hal.

Tumor ganas hati prima Anamnesis : penurunan BB, nyeri perut kanan atas, anoreksia, malaise, benjolan perut kanan atas, Pemeriksaan fisik : hepatomegali berbenjol-benjol, stigma penyakit hati kronik. Laboratorium : peningkatan AFP, PIVKA II, ALP, USG, lesi fokal/difus dihati. Abses hati Laboratorium: FP, PIVKA II, ALP, AST, ALT, seromarker hepatitis USG : lesi fokal/difus CT scan, biopsi hati. Pembehan/reseksi tumor (bila tumor mengenai 1 lobus, ukuran < 3 cm,) Injeksi etanol perkutan dengan tuntunan USG (bila tumor < 3 buah, ukuran < 3 cm, tumor yang residif pasca reseksi hati, tumor residual, pascal embolisasi). Transplantasi hati Kemoembolisasi pada A hepatica. Ensefalopati hepatikum, ruptur tumor spontan, hematemesis melena, kegagalan hati Malam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi Departemen Bedah Digestif

HEPATITIS VIRUS AKUT No.Dokumen : Pengertian

No. Revisi :

Hal.

Pemeriksaan Penunjang

Inflamasi hati akibat infeksi hepatitis yang berlangsung selama < 6 bulan Anamnesis: mual, malaise, anoreksia, urin berwarna gelap, Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali Laboratorium : ALT dan AST meningkat > 3 x N Hepatitis akibat obat, hepatitis alkoholik, penyakit saluran empedu, leptospirosis Laboratorium: AST, ALT, bilirubin, seromarker (igM anti HAV, HbAg, lgM anti HBc, anti HCV, ig M anti HEV.

Terapi

Tirah baring, diet seimbang, pengobatan suportif.

Hepatitis vulminan

Hepatitis fulminan, kolesstatis berkepanjangan, hepatitis kronik

Prognosis

Bonam

Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

Diagnosis Diagnosis Banding

Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi

HEPATITIS VIRUS KRONIK No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

No. Revisi :

Hal.

Suatu sindrom klinis dan patologis yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi, ditandai oleh berbagai tingkat peradangan dan nekrosis pada hati Anamnesis: umumnya tanpa keluhan Pemeriksaan fisik : bisa ditemukan hepatomegali Laboratorium : pertanda virus hepatitis B atau C positif USG : Hepatitis kronik Biopsy hati : peradangan dan fibrosis pada hati

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Perlemakan hati Laboratorium seperti pada hepatitis Akut USG hati Biopsi hati

Terapi Hepatitis vulminan

Hepatisi B kronik : lamivudin Hepatitis C kronik : interveron ∞ + ribavirin Sirosis hati, karsinoma hepatoseluler

Prognosis

20 % akan berkembang menjadi sirosis hati

Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi Departemen Patologi Anatomi

ABSES HATI No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Terapi

Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

No. Revisi :

Hal.

Rongga patologis berisi jaringan nekrotik yang timbul dalam jaringan hati akibat infeksi amuba atau bakteri Anamnesis: demam Pemeriksaan fisik : ikterus, hepatomegali yang nyeri tekan, Nyeri perut kanan atas Laboratorium : luekositosis, gangguan fungsi hati USG : rongga dalam hati Biopsy hati : pus (+) Hepatoma, kolesistitis, TBC hati, aktinomikosis hati Laboratorium : DPL, ALP, bilirubin, serologi amuba USG, kultur cairan pus Tirah baring, diet tinggi kalori tinggi protein Pada abses amuba : metronidazol 4 x 500-750 mg/hari selama 5-10 hari’ Pada abses piogenik : antibiotika spketrum luas, atau sesuai dengan hasil kultur kuman Pada abses campuran : kombinasi mentronidazol dan antibiotika Drainase ciaran abses terutama pad kasus yang gagal dengan terapi konserfativ atau bila abses berukuran besar (>5) Reptur abses (ke pleura paru, pericardium, usus, entraperitoneal atau kulit) pendarahan dalam abses, sepsis Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi

KOLESISTITIS AKUT No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Terapi

Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

No. Revisi :

Hal.

Reaksi inflamasi kandungan empedu akibat infeksi bekterial akut yang disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri tekan dan panas badan. Anamnesis: nyeri epigastrium atau perut kanan atas, dapat menjalar ke daerah scapula kanan, demam Pemeriksaan fisik teraba massa kandung empedu, nyeri tekan disertai tanda-tanda peritonitis local, tanda murphy (+), ikterik bisanya menunjukkan adanya batu di saluran empedu ekstrahepatik. Laboratorium : luekositosis, USG : penebalan dinding kandung empudu, seringkali ditemukan pula hati : pus (+) Angina prekotis, infark miokard akut, apendisitis akut retroseaekal, tukak peptik perforasi, pankreatitis akut, obstruksi intestinal. Laboratorium : DPL, AST, ALT, ALP, bilirubin, kultur darah, USG hati Tirah baring, puasa sampai nyeri berkurang /hilang Pengobatan suportif, (antipiretik, analgetik, pemberian cairan infus dan mengoreksi kelainan elektrolit) Antibiotika parenteral Kolosistektomi bila diperlukan Gangren/empiema kandung empedu, performasi kandung empedu, fistula, peritonitis umum, abses hati, kolesistitis kronik Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi Departemen Bedah Digestik

PERLEMAKAN HEPATITIS NON ALKOHOLIK No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

No. Revisi :

Hal.

Suatu sindrom klinis dan patologis akibat perlemakan hati, ditandai oleh berbagai tingkat perlemakan, peradangan dan fibrosis pada hati. Anamnesis: rasa mengganjal diperut kanan atas Pemeriksaan fisik : kelebihan berat badan USG : gambaranb bright livet Biopsi hati ditemukan perlemkan hati, peradangan lobulus, kerusakan hepatoseluler, hialin mallory dengan atau tanpa fibrosis.

Komplikasi

Hepatisi virus kronik Laboratorium : gula darah, profil lipid, AST, ALT, ALP, gamma GT, seromarker hepatitis, ANA anti ns DNA Biopso hati Mengoreksi faktor risiko (penurunan berat badan, kontrol gula darah, memperbaiki profil lipid dan olah raga). Sirosis hati

Prognosis

Bonam

Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

Terapi

Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi Departemen Patologi Anatomi

TROPIK INFEKSI DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) No.Dokumen : Pengertian Diagnosis

No. Revisi :

Hal.

Penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan Aedes albopictus serta memenuhi kriteria WHO untuk DBD Kriteria diagnosis WHO 1997 untuk DBD harus memenuhi : Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bifasik Terdapat minimal satu dari manifestasi pendarahan berikut ini : o Uji troniquet positif (> 20 petekie dalam 2,54 cm2) o Petekie, ekimosis, atau purpura o Pendaharan mukosa, saluran cerna, bekas suntikan, atau tempat lain o Hematemesis atau melena Trombositopenia (< 100.000/mm3) Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage : o Hematokrit meningkat > 20 % dibanding hematokrit rata-rata pada usia, jenis kelamin dan populasi yang sama. o Hematokrit turun hingga > 20 % dari hematokrit awal, setelah pemberian cairan o Terdapat efusi pleura, efusi perikard, asites dan hipoproteimnemia Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional yang tidak khas, manifestasi pendarahan hanya berupa uji torniquet positif dan atau mudah memar II : derajat 1 disertai pendarahan spontan III : terdapat kegagalan sirkulasi : nadi cepat dan lemah atau hipotensi, disertai kulit dingin dan lembab serta gelisah IV : Renjatan : tekanan darah dan nadi tidak teratur DBD derajat III dan IV digolongan dalam sindrom renjatan dengue

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi

Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Demam akut lain yang bermanifestasi trombositopenia Hb, Ht, lekosit, tormbosit, serologi dengue Nonformakologis : tirah baring, makanan lunak Farmakologis Sistomatis : antipiretik parasetamol bila demam tata laksana terinci dapat dilihat pada lampiran protokol tatalaksana DBD o Cairan intravena : Ringer laktat atau ringer asetat 4-6 jam /kolf koloid plasma ekspander pada DBD stadium III dan IV bila diperlukan o Tansfusi trombosit dan komponen darah sesuai indikasi o Pertimbangan heparinisasi pada DBD stadium III dan IV dengan koagulasi intravaskular diseminata (KID) Renjatan pendaharan, KID Bonam Residen penyakti dalam, spesialis penyakti dalam Departemen penyakit dalam-Subbagian infeksi.

DEMAM TIFOID No.Dokumen : Pengertian Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi

No. Revisi :

Hal.

Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella Typi Anamnesis : demam naik secara bertangga lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama sore/malam hari, sakit kepala nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare. PF: febris, kesadaran berkabut, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1 o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 x /menit), lidah yang berselaput (kotor di tengah tepi dan ujung merah, serta termor) hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, roseolae (jarang ada orang indonesia) Lab: dapat ditemukan lekopeni, lekositosis, atau lekosit normal, aneosinofilia, limfopenia, peningkatan LED, anemia ringan, trombositopenia, gangguang fungsi hati Kultur darah (biakan empedu) positif atau peningkatan titet uji. Widal > 4 kali lipat setelah 1 minggu memastikan diagnosis. Kultur darah negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Uji widal tunggal dengan liter antibodi O 1/320 atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas menyokongh diagnosis. Hepatitis tifosa bila memenuhi 3 atau lebih kriteria Khosla: hepatomegali, ikterik, kelainan laboratorium (antara lainL bilirubin >30,6 umol/l, peningkatan SGOT/SGPT, penurunan indeks, kelainan Histofatologi. Tifoid Karier : ditemukannya kuman salmonella typhi dalam biakan feses atau urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid. Infeksi virus, malaria DPL. Tes fungsi hati, serologi, kultur darah (biakan empedu) Nonofarmakolgia : tirah baring, makanan lunak rendah serat Farmakologis : Sistomatis Antimikroba o Pilihan utama:kloramfenikol 4x500 mg sampai dengan 7 hari bebas demam Alternatif lain : o Tiamfenikol 4x500 mg (komplikasi hematologi lebih rendah dibandingkan kloramfenikol) o Kontrimoksazal 2 x 2 tablet selama 2 minggu o Ampisilin dan amoxilin 50-150 mg/kg BB selama 2 minggu o Sefalosponin generasi III, yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc selama ½ jam perinfus sehari, selama 3-5 hari Dapat pula diberikan sefataksin 2-3 x 1 ram sefaperazon 2x1 gram Fluorokuinolon (demam umumnya lisis pada hari III atau menjelang hari IV):  norfloksasin 2x400 mg/hari selama 14 hari  Siprofloksasin 2x500 mg/hari selama 6 har  Ofloksasin 2 x400 mg/hari selama 7 hari  Pefloksasin 2 x400 mg/hari selama 7 hari  Fleroksasin 400 mg/hari selama 7 hari Kasus toksis tifoid (demam tifoid disertai gangguan kesadaran dengan atau tanpa kelainan neurologis lainnya dan hasil pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal). Langsung diberikan kombinasi kloramfenikol 4 x 500 mg dengan ampisilin 4x1 gram dan dexametason 3x5 mg. Kombinasi antibiotika hanya diindikasikan pada toksik tifoid, peritonitis atau perforasi ranjatan septik. Kasus tifoid karier : Tanpa kolelitiasis  pilihan rejimen terapi selama 3 bulan : o Ampisilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari o Amoksilin 100 mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari o Kotrimoksazol 2 x 2 tablet /hari Dengan kolelitiasis  kolesistektomi + regimen tersebut di atas selama 28 hari atau kolesistektomi + salah satu rejimen berikut :

o Siprofloksasin 2 x 700 mg/hari o Norfloksasin 2 x 100 mg /hari Dengan infeksi schistosoma haematobium pada traktus urinarius  eradikasi schistosoma haematobium: o Prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal, atau o Metrofonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis interval 2 minggu Setelah eradikasi berhasil, diberikan rejimen terapi untuk tifoid karier seperti di atas. Perhatian : pada kehamilan fluorokuinolon dan kotrimozaksol tidak boleh digunakan, Klorameinikol tidak dianjurkan pada trisemester III. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada semester I. Obat yang dianjurkan golongan besat laktam, ampisilin, amoksilinm dan sefalosporin generasi III (Seftriakson) Komplikasi

Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Intestinal : pendarahan intestinal, perforasi usus, ileus paralitik pankreatis. Ekstra-intestinal : kardiovaskular (kegagalan koordinasi parifer, miokarditis, trombosis, tromboflebitis, hematologik (anemia hemolitik, trombositopenia, KID), paru, (pneumonia, empiema pleuritis), hepatobiler, (hepatitis, kolesistitis) ginjal 7 (glomerulonefritis) pielonefritis, perinefritis), tulang osteomielitis, periostitis, spondilitis, artritis, neuropsikiatrik (toksid tifoid). Bonam Residen penyakti dalam, spesialis penyakti dalam Departemen penyakit dalam-Subbagian Rematologi Departemen bedah-Subbagian Bedah Digestif

LEPTOSPIROSIS No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang

Terapi

Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

No. Revisi :

Hal.

Penyakit zoonosis yang disebabkan oleh spirokaeta patogen dari famili leptospiracese Anamnesis: demam tinggi, menggigil, sakit kepala, nyeri otot, mual muntah, diare, PF : injeksi konjungtiva, ikterik, fotofobia, hepatomegali, splenomegali, penurunan kesadaran Lab: dapat ditemukan lekositosis, peningkatan amilase, lipase dan CK, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal Serologi leptospira positif, (tiler, 1 > 100 atau terdapat peningkatan > kali pada tiler ulangan). Hepatitis tifosa, ikterus obstruktifm malarie, kolangitis, hepatitis fulminan. DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, amilase, lipase, serologi leptospira. Nonfarmologis: tirah baring, makanan/cairan terhantung pada koplikasi organ yang terlibat. simtomatis antimikroba o pilihan utama penisilin G4 x1.5 juta nit selama 5-7 hari o Alternatif: tetrasiklin, eritromiskin, doksisiklin, sefalosporin generasi III, fluorokuinolon Gagal ginjal, pankreatitis, miokarditis, pendarahan masif meningitis aseptik. Bonam Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam Departemen Penyakit Dalam-Subbagian Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Subbagian Ginjal Hipertensi

SEPSIS DAN RENJATAN SEPTIK No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis

No. Revisi :

Hal.

Sepsis : sidrom respon inflamasi sistemik (SRIS) yang disebabkan oleh infeksi. Renjatan septik sepsis dengan hipotensi, ditandai dengan penurunan TDS <90 mmHg atau penurunan >40 mmHg dari TD awal, tanpa adanya obatanobatan yang dapat menurunkan TD. 1. SRIS ditandai dengan 2 gejala atau lebih berikut ; suhu bagian > 38o C atau 36o C frekuensi denyut jantung >90 x /menit frekuensi pernapasan >24x/menit atau paCO2 <32 tor hitungh lukosit >12 000 /mm2 3 atau <4.000/mm atau adanya 10% sel batang 2. Ada fokus infeksi yang bermakna untuk menyebabkan sepsis 3. Gangguan fungsi organ atau kegagalan fungsi organ termasuk penurunan kesadaran, gangguan fungsi hati, ginjal paru, paru, dan asidosis metabolik

Diagnosis Banding

Renjatan kardiogenik, renjatan hipovolemik

Pemeriksaan Penunjang

DPL, tes fungsi hati, ureum, kreatinin, gula darah, AGD, elektrolit, kultur darah dari infeksi fokal (urin., pus, sputum, dll) disertai uji kepekaan mikroorganisme terhadap anti mikroba foto toraks. o Eradikasi fokus infeksi o Anti mikroba empirik, sesuai dengan :  tempat infeksi  dugaan kuman penyebab  profil anti mikroba (farmakokinetik dan farmakodinamik) anti mikroba definitif, bila hasil kultur mikro organisme telah dketahui, antimikroba dapat diberikan sesuai hasil uji kepekaan mikroorganisme. o Suportif, resusitasi ABC, oksigenasi, terapi cairan vasopresor/inotropik, dan transfusi (Sesuai indikasi) pada renjatan septik diperlukan untuk mendapatkan respon secepatnya.  Resusitasi cairan Hipovolomia pad sepsis segere diatasi dengan pemberian cairan kristalioid atau koloid. Volume cairan yang diberikan mengacu pada respon klinis (respon terlihat dari peningkatan tekanan darah penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaank kulitt, dan ekstremitas, produksi urin, dan perbaikan kesadaran) dan perlu diperhatikan ada tidaknya tanda kelebihan cairan (peningkatan JVP, ronki, galop, S 31 san penurunan saturasi oksigen). Sebaiknya dievaluasi dengan CVP (dipertahankan 10-12 cmH2O) dengan mempertimbangankan kebutuhan kalori perhari.

Terapi



Oksigenasi sesuai kebutuhan. Ventilator diindkasikan pada hipoksemia yang progresif, hiperkapnia, gangguan neurologis, atau kegagalan otot pernapasan  Bila hidrasi cukup tetapi pasien tetapi hipotensi, diberikan vasoaktif untuk mencapai tekanan darah sistolik >90 mmHg atau MAP 60 mmHg clan urin dipertahankan >30 mi/jam. Dapat digunakan vasopresor seperti dopamin dengan dosis >8 mcglkgBB/menit, norepinefrin 0,03-1,5 mcglkgBB/menit, fenilefrin 0,5-8 mcg/kgBI3/menit, atau epinefrin 0,11-0,5 mcglkgBB/menit. Bila terdapat disfungsi miolkard, dapat digunakan inotropik sepertidobutamin dengan dosis 2-28 mcglkgBB/menit, dopamin 3-8 mcglkgBB/menit, epincfrin 0,10,5 mcglkgBB/menit, atau fosfodiesterase inhibitor karririricr, dan.  Transfusi komponen darah sesuai indikasi  Koreksi gangguan metabolik: elektrolit, guia darah, clan asidosis metabolik (secara erripiris dapat diberikanbila pH < 7,2 atau bikarbonat serum < 9 mEq/1, dengan disertai upaya perbaikan hemodinamilk)  Nutrisi yang adekuat Terapi suportif terhadap gangguan fungsi ginjal  Kortikosteroid bila ada kecurig3an insufisiensi adrenal  Bila terdapat KID clan didapatkan bukti terjadinya tromboemboli, dapat diberikan heparin dengan dosis 100 IU/kgBB bolus, dilanjutkan 15-25 IU/kgBB/jam dengan infus kontinu, dosis lanjutan disesuaikan urtuk tercapai target aPTT 1,55-2 kaii kontrol atati antikoagulan- lainnya. Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit Terkait

Gagal napas, gagal ginjal gagal hati, KID, renjatan septik ireversibe! Dubia ad malam Dokter Spesialis Penyakit Dalam clan PPDS Penyakit Dalam Departemen Hmu Penyakit Dalarn - Subbagian Tropik Infeksi Departemen Anestesi 1 ICU, Departernen Bedah

FEVER UNKNOWN ORIGIN No.Dokumen : Pengertian

No. Revisi :

Hal.

FUO klasik : infeksi, neoplasme, penyakit kolagen Demam > 38,3 o C selama lebih dari 3 minggu, sudah dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atai minimal 3 kali knjungan Pasien rawat jalan tetapi belum dapat Ditentukan periyebab demam FUO klasik : -> infeksi Demaim >38,3oC selama 4 minggu atai lebith pada pasien rawat jalan atau minimal 4 hari pada pasien yang dirawat dengan hasif pertumbuhan mikroorganisme negatif dari dugaan fokus infeksi F110 pada pasien netropenia Gumiah lekosit .;

PMN. < 500/mm3 4 inveksi Demam >38,30C, da!l:im 3 hari perawatlan perturi-ibuhan mikroc;rganisme masih negatif dart dugaan fokus infeks; FUO pada geriatri: --), neeplasma, penyakit kolagen, infeksi Demam >38,30C, dalam 3 hari perawatan atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan belum dapat ditentukan penycb3b dari demam FU0 pada pasien pediatri (usia -,18 tahtin): -~ fn£lckt-i, penyakit kolagen, naoplasma Demam >38,30C selama lebih dari 8 hari, sudah. dilakukan pemeriksaan intensif selama 3 hari bila pasien dirawat atau minimal 3 kali kunjungan pasien rawat jalan tetapi belum dapat ditentukan penyebab demam FUO pada pasien nosokorrtial: 4 infeksi Dem.am >38,3.1C timbut pada pasien yang dirawat di RS cian pada saat muiai dirawat serta pada masa perrTluiaa.i perawatan tidak tedangkit infeksi, penyebab dernam tak diKetahui dalam waktu 3 hari termasuk hasil perturnbuhan mikroorganismenegatif dari dugnan fokt is infeksi F110 iatrogenik: Demam >38,130C akibat peiiggursaan obat: penisilin, sefalosporin, sulfenamicia, atropin, fenitoin. prckR;.nami,4. a an-ifoterisin, interferon, interleukin, rifampisin, INH, makrolida: klindamisin, vankornisin, amino likc3ida, alloptirinol Diagnosis

Anamnesis dan PIF: cermat, teliti, dan berulang riwayat penyakit secara terperinci: pola demarn, ada tidaknya infeksi saluran nanas atas, infeksi saluran napas bawah, kaku leher, nven perut, disuria atau sakit pinggang, diare, abses atau radang tonsil dan otot, nyeri dan pembengkakan sendi, atau tanpa kelainan spesifik riwayat pekerjaan, perjalanan, kontak dengan orang sakit atau hewan, trauma fisik atau bedah, obat-obatan (termasuk rokok, alkohol, narkoba), keadaan kulit paseien , Kelenjar getah bening, lubang orifices pasien, Lab: sesuai mikroorganisme dan organ terkait

Diagnosis Banding Perneriksaan Penunjang

Lab: sesuai mikroorganisme dan orgah terkait Infeksi, penyakit kolagen, neooiasma, efek samping obat

Kornplikasi Prognosis

pemeriksaan hematologi, kimia darah, UL, mikrobiologi, imunologi, radiologi, EKG, biopsi jaringan tubuh, pencitman, sidikan (scanning), endoskopilperitoneoskopi, ang-1 afi, limfografi, tindakan bedah (laparatomi pei cobaan), uji Pengobatan - Simtornatis - Uji terapeutik dengan intibiotika, kortikosteroid, atau obat antiinflarnasi nonsteroid tidak dianjurkan kecuali bila penyakil. progresif dan potensial fatal sehingga terapi empirik diparlukan Sepsis, renjatan sepsis Dubia

Wewenang Unit yang menangani

DoMer Spesialis Penyakit Dalam dan PPIDS Penya,,~it Dalam Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Subbagian Tropik Infeksi

Terapi'

Unit Terkait

MALARIA No.Dokumen : Pengertian

Diagnosis Banding Penneriksaan Penunjang Terapi

No. Revisi :

Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodiurn falsiparum, Plasmodium vivax. malariae dan ditularkan melatui gigitan nyamuk anopheles Anainnesis: riwayat demam intermiten atau terus menerus, riwayat dari atau pergi ke da (keadaan menggigil yang dikuti dengan demarn dan kemudian timbul keringat yang banya malaria mungkir tidak ada, diare dapat merupakan gejala utama) PF: konjungtiva pucat, sklera ikterik, splenomegali Lab: sediaan darah tebal clan tipis ditemukan plasmodium, serologi malaria (+) [sebagai penu

Malaria berat: ditemukannya P. falsiparuni dalam stadium aseksual disertai satu atau leb;h g 1. Malaria serebrai: koma dalam yang tak dapat/sulit dibangunkan dan bukan disebabkan oleh penyakit lain 2. Anemia berat (normositik) pada keadaan >10.0001ul. (Hb <5 g/dI atau hematokrit <1 5%) 3. Gagal ginial akut (urin <400 ml/24 j3m pada orang dewasa, atau <12 m]lkgBB pada a disertai kreatinin >3 mg/dl) 4. Edema parulacute respiratory distress syndrome (ARDS) 5. Hipoglikemia (gula darah < 40 g/dl) 6. Gagal sirkulasi atau syok (tekanan sistolik <70 mmHg, disertai kerimgat. dingin atau p Kulit-mukosa >1`C) 7. Perdarahan spontan dad hidung, gusi, saluran cerna, dan lateu disertai ganguan koal 8. Kejarg berulang lebih dari 2 kali dalam 24 jam setelah pendinginan pada hipertermia 9. Asidernia (pH 7,25) atau. asidesis (bikarbonatt plasma <15 mEq/1) 10. Hemogiobinuria makroskopik oleh karena infeksi. malaria akut (bukan karena efek s dengan defisierisi G6PD) 11. Diagnosis pasca-kematian dengan ditemukannya P. falsiparurn yang padat pada pembuluh darah kapiler jaringan otak. Beberapa keadaan yang juga digolongkan sebagai malaria berat sesuai dengan gambaran kf 1. Gangguan kesadaran 2. Kelemahan otot tanpa kelainan neurologis (tak bIsa duduk/jalan) 3. hiperparasitemia >5% pada daerah hipoendemik atau daerah tak stabil malaria. 4. Ikterus (bilirubin >3 mg/dl) 5. Hiperpireksia (temperatur rektal >40oC) InfeKsi virus, dern.am tifoid toksk, hepatitis fulminan, leptospirosis, ensefalitis

Darah tebal clan tipis malaria, serologi ma!arti, -DPL, tes sungsi ginjal. tes fungsi hati, gula d rontgen toraks, EKG a.Daerah sensitif klorokuin:

klorokuin basa 150 mg:

Hari 1: 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian), hari II &III : 2 tab!et atau Hari 1& II : 4 tablet,

Terapi radikal: primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari Bila gagal dengan terapi klorokuin selama 7 hari,

b.Daerah resisten kiorokuin Klorokuin basa 150 mg: Hari 1: 4 tablet + 2 tablet (6 jarn kemudian), hari 1WIL 2 tablet aiau Hari W1: 4 tablet, dosis tunggal) Terapi radikal: primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari II.

Infeksi P. P. Falsiparum dan P. vivax

faisiparum

ringanisedang,

-

Kiorokuin basa 150 mg: Hari 1: 4 tablet + 2 tablei (6 jarr kem.,-jdian), hari III&III: 2 tablet atau Hari I dan II : 4 tablet, hari Ill: 2 tablet

-

Bila perlu teraphi radikal: Falsiparum: primakuin 45 mg (dosis tunggal); infeksi campur: primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari bila resisten dengan pengobatan ters kina sulfet 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari

Ill. Malaria berat

-

Drip kina H(C.1 500 mg (10 mg/kg1313) dalam 250-500

(maksimum 2000 mg) dengall pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12 jam oral atausai-cipai hitung parasit malaria sest2ai target (totalp,-,,mberian parenteral cl per ora!glkgBW24 iam diberikan 3kali sehari)

- Pengobatan dergar. kina dapai dikombinasikan dengan tetrasikiin 94 mglkgBB di glkgBB sekali sehari

klorokuin basa 150 mg: Hari 1: 4 tablet + 2 tablet (6 jam kemudian), hari II &III : 2 tab!et atau Hari 1& II : 4 tablet, hari III: 2 tablet Terapi radikal: primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari Bila gagal dengan terapi klorokuin --> kina sulfat 3 x 400-600.mg/hari i selama 7 hari, c.Daerah resisten kiorokuin Klorokuin basa 150 mg: Hari 1: 4 tablet + 2 tablet (6 jarn kemudian), hari 1WIL 2 tablet aiau Hari W1: 4 tablet, hari Ill: 2 tablet ditambah SP 3 tablet dosis tunggal) Terapi radikal: primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari II.

Infeksi P. faisiparum P. Falsiparum dan P. vivax

ringanisedang,

infeksi

campur

-

Kiorokuin basa 150 mg: Hari 1: 4 tablet + 2 tablei (6 jarr kem.,-jdian), hari III&III: 2 tablet atau Hari I dan II : 4 tablet, hari Ill: 2 tablet

-

Bila perlu teraphi radikal: Falsiparum: primakuin 45 mg (dosis tunggal); infeksi campur: primakuin 1 x 15 mg selama 14 hari bila resisten dengan pengobatan tersebut: SP 3 tablet (dosis tunggal) atau kina sulfet 3 x 400-600 mg/hari selama 7 hari

Ill. Malaria berat

-

Drip kina H(C.1 500 mg (10 mg/kg1313) dalam 250-500 m D5% diberikan dalam 6-8 jam (maksimum 2000 mg) dengall pemantauan EKG dan kadar gula darah tiap 8-12 jam sampai pasten dapat minum obat per oral atausai-cipai hitung parasit malaria sest2ai target (totalp,-,,mberian parenteral clan per ora: selama 7 haridengan closis per ora!glkgBW24 iam diberikan 3kali sehari)

- Pengobatan dergar. kina dapai dikombinasikan dengan tetrasikiin 94 mglkgBB diberikan 4 kaii sehari atau ksisiklin 3 glkgBB sekali sehari

Teraph.

Perhatian: SP tidak boleh diberikan pada bayi clan ibu hamil. Primakuin tidak boleh diberikan pada.. ibu hamil, bayi, clan penderita defisiensi G6PD. Klorokuin tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong. Pada pernberian kina parenteral, bila obat sudah diterima selama 48 jam letapit belum ada perbaikan dan atau terdapat gangguan fungsi ginjal, maka dosis selanjutnya diturunkan sampai 30-50%. Kortikosteroid merupakan kontraindikasi pada malaria serebral. Femantauan pengobatan: hitung parasit minimal tilap 24 jam, target hitung parasit pada H1 50% HO jan H3 <25% HO. Pemer;ksaan diusang sampai dengan tidak d;lemukan parasit malaria dalam 3 kali pemeriKSaan berturut-turut. Pencegahan: klorokuin basa 5 mg/kgBB, maksimal 300 mg/minggu atau SP dengan dosis sulfadoksin 10-15 mg/kgBB atau pirimetamin 0,5-0,75 mg/kgBB diminum tiap minggu sejak 1 minggu sebelum masuk daerah endemik sampai dengan 4 minggu setelah meninggalkan daerah endemik Komplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit Terkait

Malaria befat, renjatan, gagai itapas, gagal ginja! Akut Malaria falsiparum ringan/sedang, malaria vivax, atau malaria ovale: bonam. Malaria berat: dubia ad malam Dekter Spesia'tiq Penyakit Dal3M, PPIDS Penyakit Dalam Departemen Hmu Penyakit Dalam subbaglan Tropik Infeksi Departemen Anestesi 1 ICU, Departemen Ilmu Penyakit Dalam - Subbagian Ginjal Hipertensi 1 Unit hemodialisis, Departemen Parasitologi, Departemen Neurologi

INTOKSIKASI OPIAT No.Dokumen : Pengertian

No. Revisi :

Hal.

Intoksikasi aKibat penggunaan obat golongan opiat,-Morfin, Metidin, heroin, opium, pentazokain, kodein, loperamid, deketrometorfan Anamnesis: informasi mengenai sefuruh obat yang digunakan, sisa obat yang ada

Diagnosis

PIF: pupil miosis-pin point pupil, depresi napas, penurunan kesadarart, nadi lemah, hipotensi, tanda edem3 paru, needle track sign, sianosis, spasme saluran cerna dan bilier, kejang Lab: opiat urin positif atau kadar dalam darah tinggi

Diagnosis Banding

Intoksikasi obat sedatif: barbiturat, benzodiazepin, etanol

Pemeriksaan Penunjang

opiat urin/darah, AGE'% elektrolit, gula dwah, rontgen toraks A. Penanganan kegawatan: resusiiasi A-B-C (.iirway, breathing, circulation) dengan mernparhatikan prinsip kewaspadaan universal Sabaskan jalan napas, berikan oksigen sesuai kebutuhan, pemasangan infus dan pemberian cairan sesuai kebutuhan. B. Pernberian antidotnalokson 1. Tanpa hipoventi!asi: desis awal diberikan 0,4 mg IV pelan-pelan atau diencerkan 2. Dengan hipoventilasi: dosis awal diberik3n 1-2 mg N pelan-pelan atau diencerkan. 3. Bila tak ada respon, diberikan nalokson 1-2 mg IV tiap 5-10 menit hinc pga timbul respon (perbaikan kesadaran,hilangnya depresi pernapasan, diatasi pupil) & tau telah mencapai dosis. maksimal 10 mg. bila tetap tak ada respon, diagnosis intoksikasi opiat parlu dikaji ulang, lapor konsulen Tim Narkoba Bagian lPD RSCM. 4. Efek nalokson beckurang dalam 20-40 merlit dan pasien dapat jatuh kedalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat tanda vital, kesadaran, dan perubahan pupil selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalarn 500 ml D35% atau NaCI 0,9% diberikar dalam 4-6 jam. 5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan epiat urin dan ! akukan rontgen toraks. 6. Pertimbangan, pernasangan ETT bila pernapasan tak adekuat setelah pemberikan nalokson yang optimal, oksigenasi kurang meski ventilasi cukup, atau hipoventilasi menetap setelah 3 jam pemberian nalokson yang optimal

7. Pasien dipuasakan 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilork, bila diperlukan dapat dipasang NGT untuk mencegah aspirasi atau bilas lambung pada intoksikasi opiat oral 8. Activated charcoal dapat diberikan pada intoksikasi peroral dengan rnemberikan 240 ml cairan dengan 30 gram charcoal, dapat diberkan sampai 100 gram 9. Bila terjadi keiang dapat diberikan diazepam IV 5-10 mg dan dapat didang bila perlu. Pasien dirawat da dikonsultasikan ke TIM Narkoba Bagian lPD RSCM untuk penilaian keadaan klinis dan rencana rehabilitasi.

Komplikasi:

Aspirasi, gagal napas, edema paru akut Prognosis

Dubia Wewena.ig

DoMer Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam Unit vang ric-nangani

Departemen Penyakit Dalam - Subbagian Tropik infeksi Unit Terkait

Departemen Anestesi 1 ICU, Tim Narkoba Bagian lPD RSCOM

INTOSIKASI ORGANOFOSFAT No. dokumen Pengertian

No. Revisi

Intoksikasi akibat zat yang mengandung orqanofosfat Anamnesis: riwayat minumlkontak mengandung organofosfat, muntah

Diagnosis

Hal.

dengan

zat

yang

PF: bradikardia, pupil miosis, penurunan kesade!ran, tandatanda aspirasi Lab: pemeriksaan bahan muntah atau darah mengandung organofossfat

Diagnosis Banding Pemeriksaan Penunjang Terapi Kornplikasi Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit Terkait

DPL, elektrolit, rontgen toraks, EKG, perleriksaan organofosfat - Bilas fambung melalui NGT - Atropinisasi Gagal napas, b!ok AV Dubia DoMer Spesialis Penyakit Dalam, PPDS Penyakit Dalam Departe.!ien limu Penyakit Dalam - Subbagian Tropik Infeksi

METABOLIK ENDOKRINOLOG1 DIABETES MELLITUS Suatu kelompok penyakit meiabolik yang ditandail oleh hiperglikemia akibat defek pada: 1. kerja Ansulin (resistensi insL 2. produksi glukosa hepatik) dan perifer ( ntot clan. lernak) 3. sekresi insulin oleh sel beta pankreas 4. atau keduanya Klasifikasi DM: I. DM tipe 1 ( destruksi sel , umumnya diikuti defisiensi insulin bsolut): • Immune-mediated, • Idiopatik Pengertian

II.

DM tipe 2 ( beivanasi mulai dari yang: predominan resistensi insuiin den.gan defisiensi insulin relatif prederninan detek sekretorik dengan resistensil insulin) Ill. Tipe spesifik lain: Defek genetik pada fungsi sel  Defek genetik pada kerja insulin Pjnyakit eksokrin pankreas Endokrinopatl Diinduksi obat atau zat kimia Infeksi Bentuk tidak lazim dari iminune mediated DM  Sindrom genetik lain, yang kadang b erkaitan dengan DM IV. DM gestasion31

      

Terdiri dari:

-

Diagnoses

Diagnosis DM Diagnosis komplikasi GM, Diagnosis penyakit penyerta Pernantauan pengendalian DM

Anamnesis: Keluhan khas 0M o poliuria, o polidipsia, o polifagia, o penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan tidak khas DM    

lemah, kesernutan, gatal, mata kabur,

disfungsi ereksi pada pria, pruritus vulvae pada wanita.

  Faktor resiko DM tipe 2:         

Usia > 45 tahun, 3erat badan lebih: > 110 % BB idaman atau IMT > 23 kg/m2 Hipertensi (TD > 140190 mmHg Riwayat DM dalam garis keturunan Riwayat abortus beruiang, melahirkan bayi cacat, atau BB lahir bayi > 4.000 gram Riwayat DM gestasional Riwayat TCT atau GIDIPT Penderita penyakitjantung kororier, tuberkulosis, nipertiroidisme Kolesterol HDL < 35 moldL dan, abu trigliserida 250 mg/dL

Anamnesis kcmplikasi DM (lihat Kumplikasi). Perneriksgan fisik lenqkap. Termasuk • TB, BB, TD, lingkar pinggang. • Tanda neuropat; • Mata (visus, lensa mata clan retina) • Gigi mulut • Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki), kulit clan kuku Kriteria diagnostik DM clan gangguan toleransi glukosa: 1. KadaF glukosa clwah sewaktu (plasma vena) > 200 mg/dL Atau 2. Kadar glukosa daral i puasa (plasma vena) >126 mg/dL Atau 3. Kadar glukosa plasma > 200 mgldL pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada TTGO Pemeriksaan laboratorioum :  Hb, leukosit,hitung jenis leukosit, LED  Kadar glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan  Urinahsis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur  Kreatinin  SGPT, Albumin/Globulin  Kolesterol Total, kolestero! LDL. kolesterol HDL-triglisorida  A1c  Albuminun mikro Pemeriksaan penuffiang lain:  EKG  Foto thuraks  Funduskopi

Diagnosis banding Pemeriksaan penunjang

Hiperglikemia reaction Toleransi glukosa terganggu (TGT=IGT) Glukosa darah puasa terganggu (GIDPT=IFG) Pemeriksaan laboratorium: Hb, leukosit, billing jenis leukosit, LED  Glukosa darah puasa dan 2 jam sesudah makan  Urinaiisis rutin, proteinuria 24 jam, CCT ukur  Kreatinin  SGPT, Albumin/Globulin  Kolesterol Total, kolesterol LDL, kolesterol HDL, trigliserida  A,Ci  Albuminuri mikro Pemeriksaan penuniang lain:   

Terapi

EKG Foto thoraks Funduskopi

Edukasi Meliputi pernallaman tentang:  Penyakit DM  Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM  Penyulit DM  Infervensi farmakoiogis dan nonfarmakologis  Hipoglikamia  Masalah khusus yang dihadapi  Cara mengembangkan sistern pendukung dan mengajarkan keterampilan  Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan Perencanaan Makan Standar yang dianjurkan adalah makanan Cangan komposisi:  Karhohidrat 60-70%  Protein 10-15%  Lemak 20-25% Jumlah kandungan kolesterol disarankan < 300 mg/hari. Diusahakan lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jertuh (MUFA = Mono Unsaturated Fatty Acid), dan membatasi PUFA (Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jurnlah kandungan serat + 25 g/hr, Diutamakan serat larut. Jurnlah kafori basal per hari:  

Laki-laki : 30kal/kg BB idaman Wanita : 25 kal/kg BB idaman

Penvesuaian (ternadap kalori basal 1 hari):  Status gizi:  BD gemuk  BB febih

-20% -10%

 BB kurang   operasi,dll): 



 Ringan  Sedang  Berat Hamil:  u trimester 1, 11  ci trimester Ill 1 laktasi

+20% Umur > 40 tahun - 5% Stres metabolik (infeksi, + (10 s/d 30 %) Aktifitas: + 10 % +20% +30% + 300 kal + 500 kal

Rumus Broca Berat bardan idaman (TB -100) – 10 % *Pria < 160CM dan wanita < 150 cm, 6 dak dikurangi 10 % lagi. BB kurang : < 90 % BB iciaman Bbriormal : 90-110% BB idaman Bblebih : 110-120% BB idaman Gemuk : > 120 % BB idarnan Latilhan Jasmani Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit). Prinsip: CONTINUOUS - RYTHMICAL - INTERVAL PROGRESSIVE - ENDURANCE Intervensi Farmakologis Obat Hioglikemia Oral (01-10): Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue)  Sulfonilurea  Glinid  Penambah sensitivitas terhadap insulin  Metformin,  Tiazolidindon  Penghambat absorpsi glukosa  Penghambat glukosidase alfa 

Insulin Indikasi:  Penurunan berat ba&n yang cepat  Hiperglikemia berat yang disertai ketosis  KGt'oasidosis diabetik  Hipergiikernia hiperosmolar non ketotik  Hipeig!ikemia dengan asidosis laktat  Gagal dengan kombinasi CHO dosis hampir maksimal  Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar: IMA, stroke)  Kehamilan dengan DM 1 diabelies melitus gestasional

yang tidak terkendah dengan perencanaan makan Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat Kontraindikasi dan atau atergi terhadap OHO Terapi Kornbinasi Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian dinakkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Atau dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah beium tercapai, perlu kombinasi dua keiompok obat hipoglikemik orjI yang berbeda mekanisme kerjanya, Pengelolaan DM tipe 2 Gemuk: Non-farmakologis evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan klinis): Sasaran tidak terrapai: Pengkanan kernbali terlaksana, non-farmakologis). evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan klinis) Sasaran tidak tercapai: + 1 macam OHO Biguanid 1 Penghambat G1l  evaluasi2-4ininggu(sesua eadaan klinis) Sasaran tidak tercapai: kombinasi 2 macam OHO, antara: Biguanid 1 Penghambat glukosidase  / glitazon  evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan klinis): Sasaran tidak tercapai: kombinasi 3 macam OHO : Biguanid + Penghangbat glukosidase +  fitazon atau Terap: Kombinasi OHO siang hari + lisulin malam evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan K;nis): Sasaran terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai: kombinasi 4 mo-cam OHO: Biguanid + Penghambat glukosidase cc + Glitazon + Secretagogue Atau : Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan klinis): Sasaran terapi, kombinasi 4 OHO tidak tercapai: Insulin Atau: Terapi Kornbinasi OHO slang hari + Insulin malam Sasaran Terapi Kombinasi OHO + Insulin tidak tercapai: Insulin Bila sasaran tercapai: teruskan terapi terakhir. Pengelolaan DM tipe 2 Tidak Gemuk : Non-farmakologis  Evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan, 7 klinis): Sasaran tidak tercapai : Non-farmakologis + secretagogue evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan klinis): Sasaran tidak tercapai: kombinasi 2 macam OHO, antara: Secretagogue + Penghambat glukosidase a 1 Biguanid + Glitazon evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan klinis): Sasaran tidak teccapai: kornbinasi 3 macam OHO: Secretagogue + Penghambat glukosidase  + Biguanid 1 Glitazon Atau : Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan klinis).Sasat an terapi kombinasi 3 OHO tidak tercapai. kornbinasi 4 macam OHO: Secretagogue + Pengharnbat glukosidase  + Biguanid + Glitazon Atau :

Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam evaluasi 2 - 4 minggu (sesuai keadaan.klinis): Sasaran terapi kornbipasi 4 OHO tidak tercapai: Insulin Atau: Terapi Kombinasi OHO siang hari + Insulin malam Sasaran Terapi Kornbinasi OHO + insulin tidak tercapai: Insulin Bila sasaran tercapai: teruskan tetapi terakhir Penilaian hasil terapi. 1. Pemeriksaan Glukosa Darah 2. Pemeriksaan A1C 3. Pemeriksaan Glukosa Darah Mandiri 4. Pemeriksaan Glukosa Grin 5. Penentuan Benda Keton Kriteria Pengendalian DM ( lihat tabel lampiran) Komplikasi A. Mut:  Ketoasidosis diabetik  Hipernsmolar nosi ketotik  Hipoglikernia B. Kronik:  Makroangiopati:  Penibuluh koroner  Vaskular perifer  Vaskular otak  Mikroangiopati:  Kapiler retina  Kapiler renal  Neurcipatti  Gahunqan:  Kardiopati: PJK, kardiomicp-iti  Rentan infeksi  Kalki diabetik  Disfungsi ereksi Prognosis Dubia Wewenang Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPIDS Penyakit Dalam Unit yang menangani Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen llmu Penyakit Dalam FKUI 1 R.SUPN C~A Unit terkait  Divisi Ginjal Hipertensi, Departernen Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN CM.  Divisi Kardiologi, Departemen iinnu Penyakit Dclarn FKUI /RSUPN CM.  Begian Patologi Klinik F1KU1 1 RSUPN CM  Bagian Miata FKU! 1 RSUPN CM  Bagian Gizi RSUPN CM. Referensi : 1. PERKENI. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. 2002. 2. PERKENI. Petunjuk Pengelolaan Diabetes klelitus Tipe 2. 2002. 3. The Expert Committee on The Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Report of The Expet-L Comm~ttee on The Diagnosis and Classification of Diabetes MeHitus. Diabetes Care, Jan 2003;26(Suppi. l):S5-20. 4. Suyono S. Type 2 Diabetes Mellitus is a P-CP.11 Dysfunction. Prosiding Jakarta Diabetes Meeting 2002: The Recent Management in Diabetes and Its Complica~ior.s : From Molecularto Clinic. Jaki-ta, 2-3 Nov 2002.Simposiilrr. Current Treatment in. Internal Medicine 2000.Jakarta, 11-12 November 2000:,185-99.

Keterangan: TB = tinggi badan BB = berat badan IMT = indeks massa tubuh TD = tekanan darah TTGO = Tes Toleransi Glukosa Oral Tabel : Kriteria Pengendalian PM GID puasa (mgldL) GID 2 jam pp (mgIdL) A1C (%) Kolesterol total mgldL) Kolesterol LDL mgIcIL) Kolesterol HDL (mgldL) Trigliserida IMT Tekanan darah

Baik 80-109 80-144 < 6,5 < 0c < 100 > 45 < 150 18,5-22,9 < 130180

Sedang 110-125 145-179 6,5-8 200-239 100-129 150-199 23-25 130-140 80-90

Buruk 126 >- 180 >8 ~t 240 >- 130 >- 200 > 25 > 140 190

TIROTOKSIKOSIS Pengertian

Pengertian Suatu keadaan dimana didapatkan kelebihan hormon tiroid. Berh.ubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bil-c suatu jaringan memberikan hormon tiroid berfebihan. Tirotoksikosis  Kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme  Kelainar yang tidak berhubungan dengan Hipertiroidisme = tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid = akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan. Etiologi screening dari tirotoksikosis ialah hipertiroidisme karena penyakit Graves, struma multinodosa toksik (Piummer), dan denoma Oksik Penyebab lain ialah tiroidisme, penyakit trofoblastik, penyakit trofoblastik, pemakaian berlebihan yodium, obat hormon tiroid dll. Krisis tiroid keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan mengancam jiwa. Urnumnya timbul pada pasicn dengan dasar penyakit Graves atau strurip m.ultirociuia-, toksik, clan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi,  operasi,  trauma,  zat kontras beriodium,  hipoglikemia,  parfus,  stres emosi,  penghentian obat anti-tiroid,  terapi 1,3  ketoasidosis diabei,,'kum,  Lomboemboli paru,  CVD/stroke,  palpasi tiroid terlalu kuat. Geiala dan tanda Tirotoksikosis:  Hiperaktivas  Palpitasi  Berat badan turun  Nafsu makan meningkat  idak 'Whan Panas, banyak  keringat  Mudah lelah  BAII sering  Oligomenore 1 amenore dan  libido turun  Takikardia  Fibrilasi atrial  Tremor halus

   

Refleks meningkat Kulit hangat & basah Rambut rontok Bruit

Gambaran klinis Graves:  Struma Difus  Mrotoksikosis,  045,almopati/Eksotvalmus  Dermopati lokal  Thyroid acropachy Laboratorium:  TSHs rendah  T4 atau FT4 tinggi  Pada T3 toksikosis: T3 atau FT3 meningkat Penderita yang dicurigai krisis tiroid, Anamnesis:  Riwayat penyakit hipertiroidisme dengdr, gejaia yang khas  Berat badan turun  Perubahan suasana hati, bingung  Diare  Amenorea Pemeriksaan fisk  Gejala & tanda khas hipertiroidisme, karena Graves atau  yang lain  Sistem saraf pusat terganggu: delirium, koma  Deniarr, tinggi s/d 40 OC  & Takikardi2 s/d 130-200 xlm  Sering: fibrilasi atrial dengan respons ventrikular cepat  Dapat memperlihatkan gaga] jantung kongestif  Dapat ditemukan ikterus Laboratorium:  TSHs sangat renciah  T4 / FT4 1 T3 tinggi  Anemia normokrom normositik, limfositosis relatif  Hiperglikemia  Peningkatan enzim transaminase hati  Azctemia prerenal EKG : sinus takikardia atau fibrilasi atrial den-nan respons ventrikuiar cepat. Diagnosis Banding Hipertiroidisme  Penyakit Graves  Struma Multinodosa toksik  Adenoma toksik  Metastasis karsinoma tiroid fungsional  Struma ovarii  Mutasi reseptor TSH  Obat kelebihan iodium (fenomena Jod Basedow)

Tirotoksikosis tanpa hipertiroidisme  Tiroiditis subakut  Tiroiditis silent  Destruksi tiro;,d karena: amiodarona, radiasi, infark adenoma  Asupan homon limid be., iebilan Itirotoksik~-.sis lactitial Hiperfiroidisme seklunder  Adenoma hipofisis yang mensekresi TSH  Sindrom resistensi hormon tiroid  Turnor tumor yang mensekres HCG  Tirotoksikosis gestasional Pemeriksaan penunjang

Terapi

Laboratorium:  TSHs  T4 atau FT4  T3 alkau FT,3  TSH RAb  Kadar !aukosit bila timbul infeksi pada awal pemakaian obat antitiroid) Sidik Tiroid / thyroid scan: terutama membedakan penyakit Plummer dari penyakit Graves dengan komponen nodosa EKG Foto thoraks Tata laksana Penyakit Graves. OBAT ANTITIROID  PTU dosis awal 300 - 600 mg 1 hari, dosis maksimal 2.000 mg/hari.  Metirr.3701 dnsis awal 20 - 30 mg 1 hari. !ndikasi:  Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang  remisi pada pasien muda dengan struma ringan-sedang dan sedang  Untuk niongendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau sesudah.pengcDatan yodium i-adioaktif  Persiapan tiroidektotomi  Pasien hamil, lanjut usia  Krisis tiroid Penyekat adrenergik P: pada awal terapi, sementara menunggu pasien menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu pernbenian antitiroid. Propanolol dosis 40 – 200 mg dalam 4 dosis Pada awal pengobatan, pasien kontrol setelah 4-6 minggu.Setelah eutiroid, pemantauan set;.aD 3-6 bulan sekali: memantau oejala dan tanda klinis, serta lab FT4/T4/T3 dan TSHs. keadaan eutiroid selarria 12-24 bulan. kemudian pengobatan dihentikan, dan dinilai apakah terjadi 7emisi. Dikatakan remisi apabila setelah 1 tahun obat antitiroid dihentikan, pasien mash dalam keadaan eulklitroid, walaupun kemudian hari dapat tetap eutiroid atau teriadi relaps.

Tindakan bedah Indikasi:  Pasien usia muda dengan struma besar dan tidak respons dengan antitiroid  Wanita hamil trimester kedua yang memerlukan obat dosis tinggi  Alergi terhadap obat antitiroid, dan tidak dapat menerima yodium radioaktif  Adenoma toksik struma multinodosa toksik  Graves yang berhubungan dengan satu atu lebih nodul RADIOABLAS1 Indikasi:  Pasien berusia >35 tahun  Hipe-itiroidisme yang kambuh setelah dioperasi  Gagal mencapai remisi setelah pemberian obat antitiroid  Tidak mampu atau tidak mau terapi obat antitiroid  Adenoma toksik struma multinodosa toksik Tatalaksana Krisis tiroid: (terapi segera mulai bila dicurigai krisis tiroid) 1. Perawatan suportif  Kornpres dingin, antipiretik (asetarritiofeii)  Memperbaiki gangguan kaseimbangan cairan dan elektrolit: infus Dextrose 5 % dan NaCI 0,9 %,  Mengatasi gagal jantung: 02, diuretik, digitalis 2. Antagonis aktivitas hormon tiroid:  Blokade produksi hormon firoid: Propiltiourasil (PTU) dosis 300 mg tiap 4-6 ;am PO. Alternatif: Metimazol 20-30 mg tiap 4 jam PO. Pada keadaar, sangat berat: dapat per NGT, PTU 600 - 1.000 mg atau metimazol 60100 mg.  Blokade ekskresi hormon tiroid: Solutic Lugol (saturated solution of porassium iodida) 8 teies tiap 6 jam  + - blocker: Propanolol 60 mg tiap 6 jam PO, dosis disesuaikan respons (target: frekuensi jantung < 90 x/m).  Glukokortikoid: Hidrokoi'Lison 100-5-00 mg IV tiap 12 jam. Bila refrakter terhadap terapi diatas: plasmaferesis, dialisis peritoneal. 3. Pengobatan terhadap faktor presipitasi: antibiotik, dll.

Komplikasi

Prognosis

Unit yang menangani

Unit terkait

Penyakit Graves: penyakit jantung hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi karena agranulositosis pada pengobaten dengan obat antitiroid. Krisis timid: moctalitas Dubia ad bonam. MortalitRs krisis tiroid dengan pengobitan adekuat - 10 -15 %. Wewenang Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPIDS_Penyakit Dalam Divisi Metabolik Ericlokrinologi, Dept limu Penyakit Daiam FKUI / RSUPN CM  Departemen Patologi Klinik FK1.11 / RSUPN CM  Sub Bagian Kedokteran Nulklir, Departemen Radiologi FKUI / RSUPN CM  Sub Bag. Bedah Tumor, Departemen Bedah FKUI / RSUPN CM

Referensi: 1. Sumual A, Pandelaki K. Hipertiroidisme. Dalam Waspadji S, et al. (eds). Buku Ajar 11mu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jakarta, Balai Penerbit 17KUL 166-72. 2. Jameson jL, Weetman AP. Disorders & the Thmid Gland. In Braunwald E, Fatici AS, Hauser SL, Lon.go DL, Jarnesor. JIL. Harrisons Principlos fof Internal Medicine.15 th ed. New York: McgrawHill,2001-2060. 3. Suyono S, Subekti 1. Krisis Tiroid. Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:78-82. 4. Suyono S, Subekti 1. Patogenesis dan Gambaran Klinis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003. Waspadji S. Pengelolaan medis Penyakit Graves. Makalah Jakarta Endocrinology Meeting 2003. Jakarta, 18 Oktober 2003.

KETO-ASIDOSIS DIABETIKUM (KAD ) Pengertian

Diagnosis

Diagnosis Banding

Pemeriksaan Penunjang

Kondisi dekompensasi metabolik akibat defisiei-isi ins, llin absowt atau relatif dan merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang serius. Gambaran klinis utama KAD adalah hiperglikemia, ketosis, dan asidosis metabolik. Faktor pencetus.  Infeksi,  Infark miokard akut  Pankreatitis akut  Pengguriaan obat golongan steroid  Penghentian atau pengurangan dosis insu~in. Klinis:  Keluhan poliuri, polidipsi  Riwayat berhenfi menyuntik insulin  Demam / infeksi  Muntah  Nyori perut  Kesadaran: CM - delirium - korna  Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul)  Dehidrasi ( tumor kulit, lidah dan bibir kering)  Dapat disertai syok hipovolemik Kriteria a-iagnosis: Kadar gluksoa : > 250 mg/dL PH : < 7,35 HCO3 : rendah Anion Cap tinggi : tinggi Keton serum : positif, dan atau ketoryuria Ketosis diabetik :  Hiperglikemia, hiperosmolar non ketotik /hyperglycemia  Hyperosmolar state  Ensefalopati uremikum, asidosis urernikum  Minum alkohol, Ketosis alkoholik  Ketosis hipoglikemia  Ketosis starvasi  Asidosis !aktat  Asidosis hiperkioremik  Kelebihan salisilat  Drug-induced sacidosis  Ensefalopati karena Infeksi  Trauma kapitis Pemriksaan cito:  Gula darah  Elektrolit  Ureum, kreatinin  Aseston darah  Urine rutin  Analisa gas darah  EKG Pemantauan :  Gula darah tiap jam :  Na+ , K+, Cl, tiap 6 jam selama 24 jam, selanjutnya sesuai keadaan  Analisa gas darah : bila PH < 7 saat masuk  diperiksa setiap 6 jam s/d > 7.1 selanjutnya setiap hari sampai stabil Pemeriksaan  Kultur darah  Kultur urin  Kultur pus Terapi Akses IV 2 jalur, salah satunya dicabang dengan 3 way: 1.

Cairan: NaCI 0,9 % diberikan ± 1-2- L pada 1 jam pertama, lalu ± 1 L pada jam kedua, lalu ± 0,5 L pada jam ketiga dan keempat, dan ± 0,25 L pada jpm L-,e;ima dan keenam, se!anjutnya sesuai kebutuhan.  Jumlah cairan yang diberikan dalam g 5 jam seCar 5 L. Ika 

2.      

Na+ > 155 mEq/L ganti cairan dengan NaCI 0,45 Jika GD < 200 mg/dL ganti cairan dengan Dextrose 5 % Insulin (regular insulin = RI): Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan RI bobs 180 mU/kgBB IV, dilanjutkan: RI drip 90 mU/kgBB/jam,da!am, NaCI 0,9 Jika GD < 200 mg/dL kecepatan dikurangi RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam NaCI 0,9 % Jika GD stabil 200 - 300 mg/IdL selama 12 jam RI drip 1 -2 Uljam IV, disertai sliding scale setiap 6 jam:

GD RI (mqldL) (Unit, subkutan) < 200 0 200 -250 5 250 -30C 10 300 -350 15 > 350 20  Jika. kadar GD ada yang < 100 mg/dL: drip M dihentikan  Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin sehari  dibaqi 3 dosis sehar subkutar,

sebelum makan ( bila pasien sudah makan).

Ill. Kalium  Kalium (K Cl) drip dimulai bersamaan dengan drip Ri, dengan dosis 50 mEq / 6 jam. Syargt: tidak ada gagal ginjal, tidak ditF,-nukan gelombang T yang iancip dan tinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekuat 

Komplikasi

Prognosis Wewenang Unit yang Menangani Unit terkait

Bila kadar K' pada pemeriksaan elektrolit kedua < 3,5 drip KCI 75 mEq/6jam 3,0-4,5 drip KCI 50 mEq/6jam 4,5-6,0 drip KCI 25 mEq/6jam > 6,0 drip distop  Bila sudah sadar, diberik3n, K' cral selama seminggu. IV. Bicarbonat Drip 100 mEq bila pH < 7,0, dis(disertai KCl 26 mEq drip. 50 mEq bila pH 7,0 - 7,1, disertai KCI 13 mlq drip, Juga diberikan pada asiciosis laMat clan hiperkalemi Yang mengancam V. Tata laksana Umijm-. O2 biia P02 < 80 rnmHg Antibiotika adekuat Heparin: bila ada DIC, atau hiperosmolar ( > 380 mOsm/L) Terapi disesuaikan dengan pemantagan klinis:  Tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi pernapasan, temperatur setiap jam,  Kesadaran setiap jam,  Kea-.aan hidrasi turgor lidah) setiap jam  Produksi urin setiap jam, balans cairan  Cairan infus yang masuk setiap jam, Dan nemant2uan laboratorik (lihat pemeriksaan penunjang). Syok hipovolemik Edema paru Hiper-trigliseridemia Infark miolkard akut Hipoglikemia Hipokalemia Hiperkloremia Edema otak Hipokalsemia Dubia ad malam. Tergantung pada usia, komorbid. adanya infark miokard akut, sepsis, syok Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam dengan konsultasi pada konsulen Penyakit Dalam  Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen ilmu Penyakit Dalam FKIU/ RSUPN CM.  Departemen Patologi Klinik FKUI/RSUPN CM

Referensi: 1 PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2. 2002. 2. Waspadji Kegawatan pada Diabetes Melitus. Dalam Prosiding Simposium Penatalaksanaan Kedaruratan di Sidang limu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:833. 3, Soawondo P. Ketoasidosis Diabetik. Dalarn Prosiding Simposium Penatalaksana3c( Kedaruratan di Bidang Ilmu Penyakit D31am. Jakarta, 15-16 April 2000:89-96. 4. Kitabchi AE, Umpierrez GE, Murphy MB, Barrett EJ, Kreisberg RA, Malonc J1, et al. Management of Hyperglycemic Crises in P3tients With Diab6'Les. Diabetes Care, Jan 2001;24(l):131-51.

HIPOGLIKEMIA Pengertian

Kadar glukosa darah < 60 mg/dL, atau kadar glukosa darah < 30 mg/dL derigan gejala klinis. Hipoglikemia pada DM terjadi karena:  Kelebihan obat 1 dosis obat: terutama insulin, atau obat hipoglikemik oral.  Kebutuhan tubuh akan insulin yang relatif menurun: gagal ginjal kronilk, pasca persalinan.  Asupan inakan tidak adekuat: jumlah kalori atau waktu makan ticlak tepat.  Kegiatan jasmani berlebihan.

Diagnosis

Gejala dan tanda klinis :  Stadium parasimpatik - lapar, mual, tekanan darah turun  Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesullian n,eiig~iltuiig sei-rieritara.  Stadium simpatik: kering3t dingin pada muka, bibir atau tangan gemetar  Stadium gangguan otak berat: tidak sadar, dengan atau tanpa kejang Anamnesis:  Penggunaan preparat insulin atau obat hilpoglikemik oral: dosis terakhir, vvakiu pemakaian terakhir, perubahan dosis.  Waktu, makan terakhir, jijmlah asupcn gizi.  Riwavat jenis pengobatan clan dosis sebelumnya.  Lama menderita DIVi, komplikasi DM.  Penyakit penyerta: ginjal, hati, dll.  Penggunaan obat sisternik lainnya: penahambat adrenergik  , dll Pemeriksaan :  Pucat, diaphores;s.  Tekanan darah  Frakuensi denyut jantung  Penurunan kesadaran  Defisit neurologik fokal transien

Diagnosis banding

Trias Whipple untuk hipoglikernia secara umum: 1. Gejala yang konsisten dengan hipoglikernia, 2. Kadar glukosa plasma rendah 3. Gcjaia mereda setelah kadar glukos plasma m--ningkat Hipoglikemia karena  Obat:  (Swing): insulin, sulfolurea, alkohol,  (kadang): kinin, pentamidine  (jarang): salisilat, sulfonamid  Hiperinsulinismo endogen:  Insulinoma

Kelainan sel  jenis lain Sekretagogue: sulfonilurea Autoimun Sekresi insulin ektopik Penyakit Kritis  hati  Gagal hati  Gagal ginjal  Gagal jantung  Sepsis  Starvasi dan inanisi  Defibiensi endokrin:  Kortisol, growth hoiinoi-ie  Glukagon, epinefrin  Tumor non-sel :  Sarkorna  Tumor adrenokortikal, hepatoma  Leukemia, firnforna, melanoma  Pasca-prandial:  Reaktif (setelah gaster)  Diinduksi alkohol Kadar glukosa darah (GD) Tes fungsi ginjal Tes fungs hati     

Pemeriksaan penunjang Terapi

Stadium permulaan (sadar)  Berikan gula murni 30 gram (2 sendok makan)atau sirop /permen gula murni (bukan pemanis pengganti gula atau gula diet/gula diabetes) dan makanan yang mengandung karbohidrat.  Stop obat hipoglikemik sementara  Pantau glukosa darah setiap 1-2 jam  Pertahankan GD sekitar 200 mg/dL (bila sebelumn\ya tidak sadar)  Cari penyebab Stadium lanjut (koma hipoglikemi atau tidak sadar + curiga hipoglikemia) : 1. Diberikan larutan dekstrosa 40 % sebanyak 2 flakon (=50 mL) bolus intra vena 2. Diberikan cairan destrosa 10 % per infus, 6 jam per kolf 3. Periksa GD sewaktu (GDs), kalau memungkinkan dengan glukometer  Bila GDs < 50 mg/dL  bolus dektrosa 40 % 50 mL IV  Bila GDs < 100 mg/dL  bolus dektrosa 40 % 25 IV  4. Pemeriksa GDs setiap 1 jam setelah pemberian dekstrosa 40 % :  Bila GDs < 100 mg/dL  bolus dektrosa 40 % 25 mL IV  Bila GDs 100-200 mg/dL  tanpa bolus dektrosa 40 %  Bila GDs > 200 mg/dL  pertimbangkan menurunkan kecepatan drip desktrosa 10 % 5. Bila GDs > 100 mg/dL sebanyak 3 kali beruturut-turut. Pemantaun GDs setiap 2 jam. Dengan protokol sesuai diatas

 

GID RI (mg/ldL) (Unit, subkutan) < 200 0 200 - '250 5 250-300 10 300-350 15 > 350 20 Bila hipoglikemia belum teratasi, dipertimbangkan pemberian antagonis insulin, seperti: adrenalin, kortison dosis tinggi, atau glukagon 0,5-1 mg / IM (bila penyebabnya insulin) Bila pasien belum sadar, GDs sekitar 200 mg/dL hidrokortison 100 mg per 4 jam selama 12 jam atau deksametason 10 mg IV bolus dilanjutkan 2 mg tiap 6 jam dan Matinol 1,5 g/kgBB IV setip 6-8 jam. Dicari penyebab lain kesadaran menurun.

Komplikasi Prognosis Wewenang

Mortalitas Dubia Dokter Spesialis Penyakit Dalam dan PPDS Penyakit Dalam

Unit yang menangani

Divisi Metabolik Endokrinologi, Departemen limu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN CIM. Departemen Patologi Klinik FKUI/RSUPN CM Departemen Neurologi FKUI/RSUPN CM

Unit Terkait

Referensi: 1. PERKENI. Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2002. Waspadji S. Kegawatan pada Diabetes MelitOs. Dalam Prosiding -Simposium Penatalaksanaan 2. KedarurAtan di Bidang limu Penyakit Dalam. Jakarta, 15-16 April 2000:83-8. 3. Cryer PE. Hypoglycemia. In Braunwald E, Fauci AS, Kasper DIL, Hauser SL, Longo DL,Jameson JIL. Harrison's Principles of Ionternal Medicine. 15 th ed. New York : McGraw-Hill, 2001:2138-43.

DISLIPIDEMA Pengertian

Kelainan metabolisme lipid yang ditandai oleh kelainan (peningkatan lau penurunan) fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang tama adalah kenaikan kadar koleste,ol total, kenaikan kadar trigliserid serta penurunan kadar kolesterol HDL Dalam proses terjadinya aterosklerosis ketiganya mempunyai peran penting dan berk;iitan, Sehingga dikenal sebagai triad lipid. Secara klinis, dikLasifikasikan menjadi:  Hiperkolesterolemia  Hipertrigliseridemia  Carnpuran hiperkolesterolemia dan hiper-trigliseridemia

Diagnosis Klasifikasi kadar kolesterol: Kolesterol LDL < 100 mgldL 100 - 129 rrg/dL 130 - 159 mg/dL 160 - 189 mg/dL >190 mg/dL Kolesterol total: < 200 mgldL 200 - 239 mgldL > 240 mgldL Kolesterol HDIL < 40 mg/dL >60 mg/dL

Klasifikasi: Optimal Hampir optimal Borderline, tinggi

Tinggi Sangat tinggi Idaman Borderline tinggi

tinggi Rendah Tinggi

Untuk mengevaltlasi resiko nenyakit jantung koroner (PJK), diperhatikan faktor-faktor resiko lainnya:  Faktor resiko positif: Merokok Umur ( pria > 45 tahun, wanita > 55 tahun) Kolesterol HDL rendah Hipertensi ( TD >- 140190 atau dalam terapi antihipertensi) Riwayat M dini daiam keluarga (first degree: pria < 55 tahun, wanita < 65 tahun)  Faktor resiko negatif: Kolesterol HDL tinggi: mengurangi 1 faktor resiko dari perhitungan total ATP III menggunakan Framingham Risk Score (FRS) Untuk Menghitung besarnya resiko PJK pada pasien dengan > 2 faktor resiko, meliputi: umur, kadar kolesterol total, kolesterol HDL; kebiasaan merokok. Dan hipertensi. Penjumlahan skor pada FRS akan wenghasilkan angka persentase resiko PJK dalam 10 tahun terdiri dari : Ekivalan resiko PJK mengandung resiko keJadian koconer mayor yang sebanding dengan kejadian PJK, Vakni > 20 % dalam 10 tahun, terdiri dari:

-

Bentuk klinis lain dari aterosklerosis: penyakit arteri perifer, aneurisma aorta abdominalis, penyakit arteri karotis yang simptomatis Diabetes Faktor resiko multipel yang mempunyai resiko PJK' dalam 10 tahun > 20 %. Peningkatan kadar trilliserida juga merupakan faktor resiko independen untuk terjadinya M. Faktor yang mempen-aaruhi tingginya trigliserida:  Obesitas, berat badan lebih  Inaktivitas fisik  Merokok  Asupan alkohol berlebih  Diet tinggi karbohidrat ( > 60 % asupan energi),  Penyakit DIV1 tipe 2, gagal ginjal  kronik, sindrom nefrotik Obat: kortikosteroid, estrogen, retinoid, penghambat adrenergi bota dosis tinggi  Kelainan genetik (riwayat keluarga) Kfasifikasi (derajat ipertrigliseridemia): - Normal : < 150 - Borderfine-tinggi : 150 - 199 mgld L - Tinggi : 200 - 499 mgldL - Sangat tinggi : > 500 mgldL

Diagnosis Banding

Hiperkolesterolemia sekunder, karena: Hiputiroidisme, Penyakit hati obstruksi, Sindrom nefrotik, Anoreksia nervosa, Porfiria intermiten akult, Obat : progestin, sikiosporin, thiazide Hipertrigliseridemia sekunder, karena: Obesitas D N1 Gagal ginjal kronik Lipodistrofi Glycogen storage disease Alkohol Bedah bypass ileal Stress Sepsis Kehamilan Obat: estrogen, isotretinoin, penghamba! beta, glukokortikoid, resin penqikat bile-acid, thiazide Hepatitis akut Lupus eritematosus sistemik Gammopati monoklonal: myelorna multipel, limforria AIDS: inhibitor protease HDL rendah sekunder, karena: Malnutrisi Obesitas Merokok Penghambat beta Steroid anabolik.

Periksaan Penunjang

Terapi

Skrining dianjurkan pada sernua pasien berlisia > 20 tahun, setiap 5 tahun sekali: • Kadar kolesterol total • Kadar kolesterol LDL • Kadar kolesterol HDL • Kadar trigliserida Kadar glukosa darah Tes fungsi hati Urine lengkap Tes fungsi ginjal, TSH EKG Untuk hiperkolesterolemia: Penatalaksanaan Non-farmakologis (Peruhahan Gaya Hidup): • Diet, dengan kornposisi:  Lemak jenuh <7% kalori total  PUFA hingga 10 % kalori total  MUFA hingga 10 % kalori tota!  Lemak total 25-35% kalori total  Karbohidrat 50-60 kalori total  Protein hingga 15 % kalori total  Serat 20 - 30 g 1 hari ci Kolesterol < 200 mg/hari  Latihan jasm;Rni  Penurunan berat bad.an bagi yang gemuk  Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alkohol Pemantauan profil lipicd diiakuk.an setap 6minggu. Bila target sudah tercapai (lihat iabel tarclet di bawah ini), pemantauan sctiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu PGH, target belum tercapai: intensifkan penurunan lemak jenuh dan kolesterol, tambahkan stanollsteroid nabati, tingkatkan Ikonsumsi serat, dan kerjasama dengan dietisien. Bila seteiah 6 minggu berikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolesterol LDL, makp ferapi fatmakologis mulai dilberikan, dengan tetap meneruskan pengaturan makan dan latihan jasmani. Terapi Farmakologis: Gologan statin : - Simvastatin 5 -10 mg - Lovastaiin 10 - 80 mg - Pravastatin 10 - 40 mg - Fluvastatin 20 - 80 mg

-

Atorvastatin 10 - 80 mg  Golongan bile acid sequestrant: - Cholestyramine 4 - 16 g  Goicngan nicotinic acid: Nicotinic acid (immediate release) 2 x 100 mg s/d 1, 5 – 3 g

Kategori Resiko

Target Kulesterol LDL (Mg/dL) : Target Kadar LDL Kadar LDL LDL untuk mulai untuk mulai PGH terapi farmakologis

PJK atau Ekivalen PJK (FRS > 20 %) Faktor resiko

100

130

> 130 (100-129: opsional)

130

> 130

Faktor resiko

i60

> 160

130 (FRS 10-20 %) 160 (FRS 1< 10 %) > 190 (160-169: opsiona:)

Terapi hiperkolesterolemia untuk pencegahan primer, dimulai dengan sta,lfi atau hile acid sequestrant atau nicotinic acid. Fernantauin profil lipid diiaku~a.n setiap 6 minggu. Bila target sudah tercapai (lihat tabel target di atas), pemantauan setiap 4-6 bulan. Bila setelah 6 minggu terapi, target belum tercapai: intensifkan/naikkan dosis statin atau kombinasi dengan yang lain. Bila setelah 6 minqgu bprikutnya terapi non-farmakologis tidak berhasil menurunkan kadar kolestero! LDL, maka terapi farmakologis di:intensifkan. Pasien dengan PJK, kejadian koroner mayor atau dirawat untuk prosedur koroner, diberi terapi obat saat pulanq dari R8 jika kolesterol LDL > 100 rng/dL.

Korriplikasi

Prognosis Wewenang Unit yang menangani Unit terkait

Pasien dengan hipertrigliseridemia: Penatalaksanaar non-farmakologis sesuai di atas. Penatalaksanaaan farmakologis: T a r g e t t e r a p i: Pasien dengan trigliserida bordetline tinggi atau tinggi: tujuan utama terapi adalah mencapai target kolesterol LDL. Pasien dengan trigliserida tinggi: target sekunder adalah kadar kolesterol non-HDL, yakni sebesar 30 mgldL lebih tinggi, dari target kadar kolesterol LDL (lihat tabel di atas). Pendekatan terapi obat: 1. Obat penurun kadar ko;esterol LDL, atau 2. Ditambahkan obat fibrat atau nicotinic acid Golongan ibrat terdiri dari: - Gernfibrozil 2 x 600 mg atau 1 x 900 mg - Fenofibrat 1 x 200 mg Penyebab primer dari dislipidemia sekunder, juga harus ditata laksana. Aterosklerosis Penyakit jantung kcroner Stroke Pankireatitis akut Dubia ad Bonam Dokter Spesialis Penyakit Daiam dan PPIDS Penvakit Dalam Departemen 11mu Penyakit Dalarn Divisi Metabolik Endokrin Departemen Patologi Klinik FK1-11 1 RSUPN CM

Referensi: 1.PERKENI. Konsensus Pengelolaan Dislipidemia pada Diabetes Melitus di Indonesia. 1995. 2.Expert Panel on Detection. Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults. Executive Summary of the Third Report of the National Choiesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel 111). JAMA, May 16, 2001;285(19):2486-97. 3.Serniardji G. National Cholesterol Education Program - Adult Treatment Panel Ill (NCEP-ATP Ill): Adakah Inal yang baru? Makalah Siang Klinik Bagian Metabolik Endokrinologi-Bagian limu Penyakit Dalam, 2002. 4.Gin-berg HN, Goldberg 1J. Disorders of Lipoprotein Metabolism. In Br-unweld E, Fauci AS, Kaspor OL, H3user SIL, Longo DIL, Jameson JIL. Harrison's Principles of Internal Medicine. 1 &h ed. New York: McGraw-Hill, 2001:2245-57. 5.Suyono S. Tempi Dislipidemia, Bagaimana Memililinya dan Sampai Kapan? Prosiding Simposium Current Treatment in Internal Medicine 2000. Jakarta, 1-12 Nobvember 2000:185-99. Keterangan Kcles!erol HDL -- koiesferol high density lipoprotein Kolesterol LDL = kolesterol low density lipopi-otein PGH - perubahan gaya hidup M U FA = mono unsaturated fatty acid PUFA = poly unsaturated fatty acid

More Documents from "Dheo Slow"