10.jenis-jenis Pidana.docx

  • Uploaded by: Nana Annisa
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 10.jenis-jenis Pidana.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,281
  • Pages: 10
Jenis-Jenis Pidana (Hukuman) Menurut ketentuan di dalam Pasal 10 KUHP, hukum Pidana Indonesia hanya mengenal dua penggolongan pidana, yaitu:

a. Pidana Pokok terdiri dari: 1. 2. 3. 4. 5.

Pidana Mati; Pidana Penjara; Pidana Kurungan; Pidana Denda; Pidana Tutupan (KUHP terjemahan BPHN, berdasarkan UU 20 Tahun 1946)

b. Pidana Tambahan terdiri dari: 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman Putusan Hakim Sehubungan dengan jenis – jenis sanksi, pidana tersebut diatas ada beberapa hal yang harus diketahui dan patut dicatat sebagai sesuatu yang penting dalam hal pemidanaan yaitu: 1. KUHP tidak mengenal adanya suatu kumulasi dari pidana pokok yang diancamkan bagi suatu tindak pidana tertentu khususnya pidana penjara dan pidana denda atau pidana kurungan dengan pidana denda, Artinya hakim tidak diperkenankan untuk menjatuhkan 2 jenis pidana pokok secara bersamaan terhadap seorang terdakwa. Menurut MvT penjatuhan dari 2 jenis pidana pokok secara bersamaan bagi seorang yang telah melakukan tindakan pidana tertentu tidak dapat dibenarkan dengan alasan bahwa pidana berupa denda itu mempunyai sifat dan tujuan yang sama. 2. Pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan secara tersendiri, melainkan selalu hanya dapat dijatuhkan bersama-sama dengan penjatuhan pidana pokok. Artinya penjatuhan pidana tambahan akan tergantung pada penjatuhan pidana pokok sehingga hakim tidak dapat menjatuhkan pidana tambahan saja tanpa pidana pokok. Menurut sistem pemidanaan yang dianut dalam hukum pidana kita, pidana tambahan itu adalah bersifat fakultatif artinya hakim tidaklah selalu harus menjatuhkan suatu pidana tambahan pada waktu dia menjatuhkan suatu pidana pokok pada seorang terdakwa sehingga ia bebas untuk menentukan perlu tidaknya untuk menjatuhkan pidana tambahan.

Jenis-Jenis Pidana – A.Mahyani,SH.,MSI.,MH

1

Penjelasan jenis-jenis pidana tersebut diatas sebagai berikut: a. Pidana Pokok 1. Pidana Mati Pidana mati adalah pidana terberat yang pelaksanaannya berupa penyerangan terhadap hak hidup bagi manusia, dimana sesungguhnya hak ini hanya berada ditangan Tuhan, maka tidak heran sejak dulu sampai sekarang menimbulkan pendapat pro dan kontra, bergantung dari kepentingan dan cara memandang pidana mati itu sendiri. Kelemahan pidana mati ini ialah apabila telah dijalankan, maka tidak dapat memberi harapan lagi untuk perbaikan, baik revisi atau jenis pidananya maupun perbaikan atas diri terpidananya apabila kemudian ternyata penjatuhan pidana itu terdapat kekeliruan, baik kekeliruan terhadap orang atau pembuatnya/petindaknya, maupun kekeliruan terhadap tindak pidana yang mengakibatkan pidana mati itu dijatuhkan dan dijalankan dan juga kekeliruan atas kesalahan terpidana. Dalam KUHP, kejahatan yang diancam pidana mati hanyalah pada kejahatan-kejahatan yang dipandang sangat berat saja: a. Pasal 104: Makar dengan maksud untuk membunuh, Presiden atau wakil presiden atau dengan maksud merampas kemerdekaan mereka atau menjadikan mereka tidak mampu memerintah b. Pasal 111 ayat (2): mengadakan hubungan dengan negara asing dengan maksud menggerakkannya untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara, memperkuat niat mereka, menjanjikan bantuan atau membantu mempersiapkan mereka untuk melakukan perbuatan permusuhan atau perang terhadap negara. c. Pasal 124 ayat (3) jo Pasal 129): Dalam masa perang dengan sengaja memberitahukan atau menyerahkan kepada musuh, menghancurkan atau merusak sesuatu tempat atau pos yang diperkuat atau diduduki.. dst... d. Pasal 140 ayat (3) Makar terhadap nyawa atau kemerdekaan raja yang memerintah atau kepala negara sahabat yang berakibat kematian. e. Pasal 340: Dengan sengaja dan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain. f. Pasal 365 ayat (4): kejahatan terhadap harta benda yang menyebabkan kematian korban. g. Pasal 368 ayat (2): tindakan pemerasan yang menyebabkan kematian korban h. Pasal 444: Nahkoda, komandan atau pemimpin kapal dan mereka yang turut serta melakukan perbuatan yang menyebabkan sesorang diatas kapal tersebut diserang hingga menimbulkan kematian. i. Pasal 479 k ayat (2) dan Pasal 479 o ayat (2): tentang kejahatan penerbangan. Ancaman pidana mati di luar KUHP terdapat dalam; a. UU No.21 (Prp)/1959 tentang: Delik Ekonomi, Pasal 1 (ayat (2). b. UU No.22/1997 tentang Narkotika, Pasal 80 ayat (1) (3), Pasal 82 ayat (1). c. UU No.5/1997 tentang Psikotropika, Pasal 59 ayat (2) JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

2

d. UU No.31/1999 tentang Korupsi, Pasal 2 e. UU No.20/2000 tentang Pengadilan HAM, Pasal 8 dan Pasal 9. f. UU No.1 (Prp)/2002 tentang Terorisme, Pasal 15 dan Pasal 16 Disamping itu, sesungguhnya pembentuk KUHPidana sendiri telah memberikan suatu isyarat bahwa pidana mati harus dengan sangat hati-hati, tidak boleh gegabah. Isyarat itu adalah bahwa bagi setiap kejahatan yang diancam dengan pidana mati, selalu diancam juga dengan pidana alternatifnya, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara waktu setinggi-tingginya 20 tahun. Dengan disediakannya pidana alternatifnya, maka bagi hakim tidak selalu harus menjatuhkan pidana mati bagi kejahatan-kejahatan yang diancam dengan pidana mati tersebut. Berdasarkan kebebasan hakim, ia bebas dalam memilih apakah akan menjatuhkan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara sementara waktu, begitu juga mengenai berat ringannya apabila hakim memilih pidana penjara sementara, bergantung dari banyak faktor yang dipertimbangkan dalam peristiwa kejahatan yang terjadi secara konkret.

2. Pidana Penjara Pidana penjara adalah bentuk pidana yang berupa pembatasan kebebasan bergerak yang dihukum dengan menutup atau menempatkan terpidana didalam sebuah LAPAS dengan mewajibkannya untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku didalam LAPAS tersebut. Pengaturan tentang pidana penjara didalam Pasal 12 KUHP: a. Pidana penjara seumur hidup; dan b. Pidana penjara selama waktu tertentu, yang lamanya: 1) paling pendek satu hari dan paling lama lima belas tahun; 2) boleh dikenakan dua puluh tahun dalam hal: a) kejahatan yang pidananya hakim boleh memilih antara pidana mati, pidana penjara seumur hidup, dan pidana penjara selama waktu tertentu, atau antara pidana penjara seumur hidup dan pidana penjara selama waktu tertentu; atau b) dalam hal batas 15 tahun dilampaui sebab tambahan pidana karena perbarengan, pengulangan atau karena ditentukan Pasal 52 Menurut Andi Hamzah, pidana penjara merupakan bentuk pidana yang berupa kehilangan kemerdekaan. Pidana penjara atau pidana kehilangan kemerdekaan itu bukan hanya dalam bentuk pidana penjara tetapi juga berupa pengasingan. Pidana seumur hidup biasanya tercantum di pasal yang juga ada ancaman pidana matinya (pidana mati, seumur hidup atau penjara dua puluh tahun). Lamintang menyatakan bahwa bentuk pidana penjara adalah merupakan suatu pidana berupa pembatasan kebebasan bergerak dari seorang terpidana, yang dilakukan dengan menutup orang tersebut dalam sebuah Lembaga Permasyarakatan dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan tata tertib yang berlaku di dalam lembaga permasyarakatan yang dikaitkan dengan suatu tindakan tata tertib bagi mereka yang telah melanggar peraturan tersebut.” JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

3

Dengan adanya pembatasan ruang gerak tersebut, maka secara otomatis ada beberapa hak-hak kewarganegaraan yang juga ikut terbatasi, seperti hak untuk memilih dan dipilih (dalam kaitannya dengan pemilihan umum), hak memegang jabatan publik, dan lain-lain. Masih banyak hak-hak kewarganegaraan lainnya yang hilang jika seseorang berada dalam penjara sebagaimana yang dinyatakan oleh Andi Hamzah yaitu pidana penjara disebut pidana kehilangan kemerdekaan, bukan saja dalam arti sempit bahwa ia tidak merdeka bepergian, tetapi juga narapidana itu kehilangan hak-hak tertantu seperti : a. Hak untuk memilih dan dipilih (lihat Undang-Undang Pemilu). Di negara liberal sekalipun demikian halnya. Alasannya ialah agar kemurnian pemilihan terjamin, bebas dari unsur-unsur immoral dan perbuatanperbuatan yang tidak jujur; b. Hak untuk memangku jabatan publik. Alasannya ialah agar publik bebas dari perlakukan manusia yang tidak baik; c. Hak untuk bekerja pada perusahaan-perusahaan. Dalam hal ini telah dipraktikkan pengendoran dalam batas-batas tertentu; d. Hak untuk mendapat perizinan-perizinan tertentu misalnya saja izin usaha, praktik (dokter, pengacara, notaris, dan lain-lain); e. Hak untuk mengadakan asuransi hidup; f. Hak untuk tetap dalam ikatan perkawinan. Pemenjaraan merupakan salah satu alasan untuk minta perceraian menurut hukum perdata; g. Hak untuk kawin, meskipun adakalanya seseorang kawin sementara menjalani pidana penjara, namun itu merupakan keadaan luar biasa dan hanya bersifat formalitas belaka; dan h. Beberapa hak sipil yang lain.

3. Pidana Kurungan Pidana kurungan jangka waktunya lebih ringan dibandingkan urutan ketiga dengan pidana penjara. Lebih tegas lagi hal ini ditentukan oleh Pasal 69 ayat (1) KUHP, bahwa berat ringannya pidana ditentukan oleh urutan-urutan dalam Pasal 10 KUHP, yang ternyata pidana kurungan menempati urutan ketiga, dibawah pidana mati dan pidana penjara. Pidana kurungan diancamkan kepada delik-delik yang dipandang ringan seperti delik culpa dan pelanggaran: Pidana kurungan adalah bentuk-bentuk dari hukuman perampasan kemerdekaan bagi si Terkuhum dari pergaulan hidup masyarakat ramai dalam waktu tertentu dimana sifatnya sama dengan hukuman penjara yaitu merupakan perampasan kemerdekaan seseorang.

Pidana kurungan terdiri dari: a. Pidana Kurungan (Kurungan principle) Lamanya minimal 1 hari maksimum 1 tahun. Menurut Pasal 18 ayat (2) dapat ditambah menjadi 1 tahun 4 bulan, jika terdapat pemberatan, yang disebabkan oleh concursus (perbarengan) atau residive (pengulangan) atau karena ketentuan dalam Pasal 52 dan Pasal 52a. JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

4

b. Pidana Kurungan Pengganti (Kurungan subsidair) Disebut juga kurungan pengganti denda, karena pidana denda yang dijatuhkan tidak dibayar oleh terpidana, atau tidak membayar harga taksiran yang ditentukan dari barang rampasan yang belum disita atau tidak diserahkan terpidana. Juga biaya pengumuman hakim yang dibebankan pada terpidana tidak dibayar. Lama kurungan pengganti minimal 1 hari maksimum 6 bulan dan dapat ditambah sampai 8 bulan dalam hal gabungan tindak pidana, pengulangan tindak pidana dan aturan pelanggaran dalam Pasal 52 KUHP.

Perbedaan pidana penjara dan pidana kurungan: a. Pidana penjara dapat dijatuhkan dalam LAPAS dimana saja sedangkan pidana kurungan tidak dapat dijalankan diluar daerah dimana ia bertempat tinggal atau berdiam waktu pidana itu dijatuhkan. Namun Pasal 28 KUHP menyatakan pidana penjara dan pidana kurungan dapat dilaksanakan di satu tempat, asal saja terpisah b. Orang yang dipidana penjara pekerjaaannya lebih berat daripada pidana kurungan (Pasal 19 KUHP) dan tanpa waktu bekerja tiap hari bagi terpidana penjara selama 9 jam sedangkan bagi pidana kurungan hanya 8 jam. c. Orang – orang yang dipidana kurungan mempunyai hak pistole yaitu hak untuk memperbaiki keadaannya dalam rumah penjara atas biaya sendiri sedangkan terpidana penjara tidak memiliki hak tersebut (Pasal 23 KUHP)

4. Pidana Denda Pidana denda merupakan bentuk pidana tertua bahkan lebih tua dari pidana penjara, mungkin setua dengan pidana mati. Pidana denda adalah kewajiban seseorang yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar sejumlah uang tertentu oleh karena ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat dipidana. Menurut Lamintang pidana denda dapat dijumpai di dalam Buku I dan Buku II KUHP yang telah diancamkan baik bagi kejahatan-kejahatan maupun bagi pelanggaran-pelanggaran. Pidana denda ini juga diancamkan baik satu-satunya pidana pokok maupun secara alternatif dengan pidana penjara saja, atau alternatif dengan kedua pidana pokok tersebut secara bersama-sama. Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran atau kejahatan ringan. Oleh karena itu pula pidana denda dapat dipikul oleh orang lain selain terpidana. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak ada larangan jika denda ini secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana. Dalam KUHP pengaturan pidana denda ini diatur dalam Pasal 30 dan 31 KUHP. Pidana Denda mempunyai sifat perdata, mirip dengan pembayaran yang diharuskan dalam perkara perdata terhadap orang yang melakukan perbuatan yang merugikan orang lain. Perbedaannya ialah, denda dalam perkara pidana dibayarkan kepada negara atau masyarakat dan bila tidak dibayar, dapat diganti dengan pidana kurungan. Pidana tetap dijatuhkan walaupun terpidana telah

JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

5

membayar ganti kerugian secara perdata kepada korban. Pembayaran tersebut akan diperhitungkan Hakim sebagai hal yang meringankan. Denda juga dijatuhkan dalam perkara administrasi dan fisk, misal denda terhjadap penyelundupan atau penunggak pajak

5. Pidana Tutupan Berdasar Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946 hukum pidana mengenal suatu jenis pidana pokok yang baru yaitu Pidana Tutupan. Pidana tutupan ini pada hakekatnya adalah pidana penjara, namun dalam hal imengadili orang yang melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana penjara terdorong oleh maksud yang patut dihormati (Pasal 2 ayat (1) UU 20/1946) maka hakim boleh menjatuhkan pidana tutupan. Pidana Tutupan biasanya disediakan bagi para politisi yang melakukan kejahatan yang disebabkan oleh ideologi yang dianutnya. Tetapi dalam praktik peradilan dewasa ini, tidak pernah ketentuan tersebut diterapkan. Menurut Andi Hamzah, Pidana Tutupan harus diletakkan pada nomor 3, dibawah Pidana Penjara, karena lebih berat daripada pidana kurungan, apalagi pidana denda.

b. Pidana Tambahan Pidana tambahan adalah pidana yang bersifat menambah pidana pokok yang dijatuhkan, tidak dapat berdiri sendiri kecuali dalam hal-hal tertentu dalam perampasan barang-barang tertentu. Pidana tambahan ini bersifat fakultatif artinya dapat dijatuhkan tetapi tidaklah harus. Dengan kata lain, pidana tambahan hanyalah bersifat accecories yang mengikut pada pidana pokok. Ada hal-hal tertentu dimana pidana tambahan bersifat imperatif, yaitu dalam Pasal 250 bis, 261 dan Pasal 275 KUHAP. Pidana tambahan sebenarnya tidak bersifat preventif. Ia bersifat sangat khusus sehingga sering sifat pidananya hilang dan sifat preventif inilah yang menonjol. Pidana tambahanpun termasuk dalam kemungkinan mendapat Grasi.

Pidana tambahan terdiri dari: 1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu Menurut ketentuan Pasal 35 ayat (1) KUHP, hak-hak yang dapat dicabut oleh hakim dengan suatu putusan pengadilan adalah: a. Hak memegang jabatan pada umumnya atau jabatan yang tertentu; b. Hak untuk memasuki angkatan bersenjata; c. Hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan berdasarkan aturan-aturan umum; d. Hak menjadi penasehat (raadsman) atau pengurus atas penetapan pengadilan, hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu atau pengampu pengawasan atas orang yang bukan anak sendiri; e. Hak menjalankan kekuasaan bapak, menjalankan perwalian atau pengampuan atas anak sendiri; f. Hak menjalankan mata pencaharian (beroep) tertentu. JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

6

Dalam ayat (2) pasal ini dikatakan bahwa hakim tidak berwenang memecat seseorang pejabat dari jabatannya, jika dalam aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu. Dalam hal dilakukannya pencabutan hak, Pasal 38 ayat (1) KUHP mengatur bahwa hakim menentukan lamanya pencabutan hak sebagai berikut : a. Dalam hal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka lamanya pencabutan adalah seumur hidup b. Dalam hal pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana kurungan, lamanya pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun lebih lama dari pidana pokok; c. Dalam hal pidana denda, lama pencabutan paling sedikit dua tahun dan paling banyak lima tahun. Pencabutan hak itu mulai berlaku pada hari putusan hakim dapat dijalankan. Dalam hal hakim tidak berwenang memecat seorang pejabat dari jabatannya jika dalam aturan-aturan khusus ditentukan penguasa lain untuk pemecatan itu. 2. Perampasan Barang-Barang Tertentu Pidana perampasan merupakan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana denda. Pidana perampasan telah dikenal sejak sekian lama. Para Kaisar Kerajaan Romawi menerapkan pidana perampasan ini sebagai politik hukum yang bermaksud mengeruk kekayaan sebanyak-banyaknya untuk mengisi kekayaan. Ketentuan mengenai perampasan barang-barang tertentu terdapat dalam Pasal 39 KUHP yaitu : a. Barang-barang kepunyaan terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan, dapat dirampas; b. Dalam hal pemidanaan karena kejahatan yang tidak dilakukan dengan sengaja atau karena pelanggaran, dapat juga dijatuhkan putusan perampasan berdasarkan hal-hal yang telah ditentukan dalam undangundang; c. Perampasan dapat dilakukan terhadap orang yang bersalah yang diserahkan kepada pemerintah, tetapi hanya atas barang-barang yang telah disita. Perampasan atas barang-barang yang tidak disita sebelumnya, diganti menjadi pidana kurungan apabila barang-barang itu tidak diserahkan atau diharganya menurut taksiran dalam putusan hakim tidak dibayar. Kurungan pengganti ini paling sedikit satu hari dan paling lama enam bulan. 3. Pengumuman Putusan Hakim Pengumuman putusan hakim diatur dalam Pasal 43 KUHP yang mengatur bahwa: “Apabila hakim memerintahkan agar putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan umum yang lainnya, harus ditetapkan pula bagaiman cara melaksanakan perintah atas biaya terpidana. Pidana tambahan pengumuman putusan hakim hanya dapat dijatuhkan dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang”. Pidana tambahan pengumuman putusan hakim ini dimaksudkan terutama untuk pencegahan agar masyarakat terhindar dari kelihaian busuk atau JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

7

kesembronoan seorang pelaku. Pidana tambahan ini hanya dapat dijatuhkan apabila secara tegas ditentukan berlaku untuk pasal-pasal tindak pidana tertentu. Didalam KUHP hanya untuk beberapa jenis kejahatan saja yang diancam dengan pidana tambahan ini yaitu terhadap kejahatan-kejahatan : a. Pasal 128 ayat (3) (menunjuk Pasal 127 KHUP, yaitu menjalankan tipu muslihat dalam penyerahan barang-barang keperluan Angkatan laut dan Angkatan Darat dalam waktu perang. b. Pasal 206 ayat (1) KUHP (menunjuk Pasal 204 dan 205 KUHP, yaitu penjualan, penawaran, penyerahan, membagikan barang-barang yang membahayakan jiwa atau kesehatan dengan sengaja atau karena alpa). c. Pasal 261 KUHP (menunjuk Pasal 359 – 360 KUHP, yaitu karena kesembronoan seseorang sehingga mengakibatkan orang lain mati atau luka berat. d. Pasal 377 ayat (1) KUHP (menunjuk Pasal 372, 374 dan 375 KUHP, yaitu kejahatan Penggelapan). e. Pasal 395 ayat (1) KUHP (menunjuk Pasal 378, yaitu kejahatan Curang/Bedrog/Penipuan). f. Pasal 405 ayat (2) KUHP (menunjuk Pasal 396 - 402 yaitu perbuatan merugikan pemiutang atau yang berhak. Dalam praktik, jarang sekali penjatuhan pidana tambahan dengan pengumuman putusan hakim ini. Sebaliknya media massa telah “mengumumkan putusan hakim” ini padahal baru dalam tingkat penyidikan. Perbedaannya: pengumuman putusan hakim, biayanya dibayar terpidana dan mengandung tujuan preventif. Sedangkan mass media lebih banyak bersifat sensasi. Persamaannya: keduanya merugikan nama baik terpidana.

Tindakan (Maatregel) Sanksi dalam hukum pidana terdiri atas Pidana (straf; punishment) dan Tindakan (maatregel; measure). Tindakan sering dikatakan berbeda dengan pidana. Tindakan bertujuan melindungi masyarakat; sedangkan Pidana bertitik berat pada pengenaan sanksi kepada pelaku tindak pidana. Secara teori, sukar dibedakan dengan cara demikian, karena pidana pun sering disebut bertujuan untuk mengamankan masyarakat dan memperbaiki terpidana. Pidana tercantum secara limitatif dal;am Pasal 10 KUHP. Jadi semua sanksi yang berada diluar Pasal 10 KUHP bukanlah pidana. Begitu pu;la Tindakan, bukanlah pidana walaupun berada dalam hukum pidana. Perbedaan antara Tindakan dan Pidana agak samar, karena Tindakanpun bersifat merampas kemerdekaan, misalnya: Pasal 45 KUHP terhadap anak dibawah umum ada dua kemungkinan, yakni: mengembalikan kepada orang tua atau yang memeliharanya; atau diserahkan ke pemerintah untuk dimasukkan ke rumah pendidikan negara. Bagi yang cacat mental, dimasukkan ke rumah sakit jiwa paling lama satu tahun sebagai waktu percobaan (Pasal 44 ayat (2)) Namun dengan berlakunya UU No.3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak, maka tindakan terhadap anak yang diatur dalam Pasal 45 – 47 KUHP dinyatakan tidak berlaku.

JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

8

Pidana Bersyarat Pidana bersyarat (voorwaardelijke veroordeling) tercantum dalam Pasal 14 a sampai dengan Pasal 14 f KUHP. Ketentuan pidana bersyarat masih tetap terikat pada Pasal 10 KUHP, hanya batas pidana itu tidak lebih dari satu tahun penjara atau kurungan. Dalam pidana bersyarat, dikenal syarat umum dan syarat khusus. Syarat umum bahwa terpidana bersyarat tidak akan melakukan delik apapun dalam waktu yang ditentukan. Sedangkan syarat khusus ditentukan oleh hakim. Pengawasan terhadap pidana bersyarat dilakukan oleh Jaksa. Dalam praktik, pengawasan oleh Jaksa ini tidak berjalan semestinya. Seakanakan pengawasan hanya bersifat formalitas belaka. Dalam organisasi Kejaksaan Negeri tidak ada bagian yang khusus menangani pidana bersyarat. Setelah perjanjian antar terpidana dan jaksa, seakan-akan masalahnya selesai. Kesulitan dalam penerapan pidana besyarat di Indonesia ialah adanya anggapan dalam masyarakat, terutama korban delik, seakan-akan putusan pidana bersyarat itu sinonim dengan bebas (vrijspraak) karena terpidana bebas berkeliaran diluar penjara.

Pelepasan Bersyarat Disamping Pidana Bersyarat, dikenal pula Pelepasan Bersyarat. Perbedaaannya: pada pidana bersyarat, terpidana tidak pernah menjalani pidananya kecuali jika ia melanggar syarat umum atau syarat khusus yang ditentukan oleh hakim. Sedangkan pada pelepasan bersyarat, terpidana telah menjalani pidananya paling kurang dua pertiganya. Pelepasan bersyarat ini tidak imperatif dan otomatis. Ketentuan tentang pelepasan bersyarat diatur dalam Pasal 15, 15a, 15b, 16 dan 17 KUHP dan Stbl.1917 No. 749, Stbl. 1926 No.151 jo 486, dan Stbl.1939 No.77. Keputusan untuk memberikan pelepasan bersyarat dikeluarkan oleh Menteri Hukum dan HAM, setelah mendengar pendapat penuntut umum dan pejabat lembaga pemasyaratakatan yang lebih mengetahui tingkah laku terpidana selama menjalani pidana penjaranya. Maksud pelepasan bersayarat sama dengan pidana bersyarat, yaitu mengembalikan terpidana ke dalam masyarakat untuk menjadi warga yang baik dan berguna. Oleh karena itu, sebelum diberikan pelepasan bersyarat harus dipertimbangkan kepentingan masyarakat yang menerima bekas terpidana. Harus dipersiapkan lapangan kerja yang sesuai dengan bakat dan keterampilan yang diperolehnya selama dalam lembaga pemasyarakatan. Pengawasan terhadap pelepasan bersyarat oleh pemerintah cukup lama karena seperti ditentukan dalam Pasal 15, yang belum dijalani ditambah satu tahun. Misalnya pidana yang dijatuhkan lamanya sembilan tahun, pelepasan bersyarat dapat dilakukan setelah pidana yang dijalani enam tahun. Sisa tiga tahun merupakan pelepasan bersyarat dan lama pengawasan oleh pemerintah ialah empat tahun (tiga tahun ditambah 1 tahun). Jika terpidana melanggar perjanjian atau syarat-syarat yang ditentukan dalam surat pelepasan (verlofpas), terpidana dapat dipanggil kembali untuk menjalani sisa pidananya. Pelepasan bersyarat dapat dicabut kembali atas usul jaksa di tempat JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

9

terpidana berdomisili dengan pertimbangan Dewan Pusat Reklasering. Sambil menunggu putusan Menteri Hukum dan HAM, jaksa dapat melakukan penahanan terhadapnya selama enam puluh hari. Jika waktu itu telah lewat dan belum keluar keputusan tersebut, maka terpidana harus dikeluarkan dari tahanan.

JENIS-JENIS PIDANA – A.MAHYANI,SH.,MSI.,MH

1 0

More Documents from "Nana Annisa"