1-pangan-2

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View 1-pangan-2 as PDF for free.

More details

  • Words: 546
  • Pages: 2
//Fadel dan Jagung// Rochie D’ Mimi Pemred Metro Riau -------------------------Kita tahu siapa Fadel Muhammad. Dia adalah bos Bukaka Teknik Utama. Dia, bisa dibalang, sangat paham mengendalikan bisnis. Kepekaannya pada sirkulasi pasar sangat teruji. Lalu, kenapa dia bermesaraan jagung? Bagi kita yang paham struktur masyarkat dan sadar pada ketahanan kawasan, kiat Fadel ini sangat mujarab. Ketahanan pangan tidak hanya memiliki muatan ketahanan masyarakat. Selama difikirkan secara matang, dan dikonsepkan secara mantap, fenomena ini bisa dikemas menjadi peluang bisnis. Hasilnya, ketahanan pangan mantap, peningkatan PAD (pendapatan asli daerah) tercapai. Sekali merengkuh dayung, dua, tiga pulau terlampaui. ---------judul halaman 6: Ingat, Jangan Termakan Neo Kolonialisme------Awalnya, kebijakan ini memang menimbulkan desakan kontra sangat kuat. Nyatanya, dalam tempo singkat, tidak lebih dari dua tahun, pemerintah dan masyarkat sama-sama tertawa puas. Kiat dia bermesraan dengan jagung, membuahkan hasil sangat menggiurkan. Potensi pangan (jagung) menjadi andalan Gorontalo. Order mengalir dari beberapa negeri jiran. Ujung-ujungnya, semua pihak turut merasakan hasilnya. Thailand, Philipina, Vietnam dan Myanmar, merupakan contoh berskala negara. Brazilia dan Selandia Baru merupakan tamsil dari belehan bumi yang lain. Kini, negaranegara itu memiliki kemampuan tinggi dalam ketahanan pangan, untuk skala internasional. Kenapa mereka getol mengembangkan potensi domestiknya untuk itu? Ternyata bukan sekedar pemanis kampanye. Para pejabat dan pimpinan negara itu, tidak menginginkan penduduknya mati kelaparan. Mereka tidak ingin warganya hanya menjadi obyek pasar daerah atau negara lain. Menggantungkan masa depan terhadap pihak lain, bukanlah sikap yang terpuji. Tuhan pun menginginkan agar hambanya berikhtiar maksimal untuk mencapai cita dan tujuannya. Masing-masing sudah dibekali kemampuan yang melekat pada diri. Satu-satunya pihak yang boleh digunakan sebagai tempat bergantung hanyalah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bukan sesama manusia, sesama desa, sesama kabupaten, sesama provinsi, atau sesama negara. Ada bahaya besar, ditilik dari kajian strategis, bila kita menggantungkan kepada sesama. Bukan mustahil, pada saat ketergantungan semakin kuat, kita hanya menjadi obyek pasar, dengan posisi tawar sangat lemah. Kita akan termakan konstelasi neo kolinialisme. Ke depan, ini akan menimbulkan dampak sangat menyakitkan. Pada saat kita benar-benar tergantung, apapun yang mereka inginkan, harus kita penuhi. Apalagi ini berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sangat asasi: pasokan energi hidup, aktivitas dan

energi fikir. Mana mungkin kita bisa hidup, bekerja keras dan berfikir jernih, bila tidak mendapatkan pasokan makanan cukup, sehat dan bergizi? Tahun 2010 negeri ini telah mencanangkan go organic. Saat itu, negeri ini bertekat untuk mendapatkan pasokan bahan pangan yang dibudi dayakan dengan sistem organik. Pasar pangan internasional, sejak beberapa tahun lalu, telah concern dalam produk seperti ini. Simak saja spesifikasi-spesifikasi standar bahan pangan yang harus dipenuhi oleh pemasok pangan internasional. Guna mengamankan warganya memperoleh pasokan bahan pangan sehat, mereka memasang koridor-koridor sangat ketat. Tidak memenuhi standar, jangan harapkan produk pangan bisa menjamah kawasan mereka. Sebaliknya, komoditas sama, dengan harga tiga, atau empat kali lipat pun, tidak masalah. Lalu, bagaimana nasib pasokan pangan provinsi ini ke depan? Keengganan kita membangun ketahanan pangan merupakan bahaya besar. Kala daerah atau negara lain memiliki daya tawar tinggi, kita semakin lemah. Inilah warisan yang sangat membebani anak cucu kita. Kiranya, kini saatnya kita sadar. Sudah waktunya kita bangkit. Kita harus bahumembahu mencermati kelemahan, khususnya dalam rangka menyongsong masa depan. Kekuatan potensi perkebunan, finansial dan industri saat ini, harus kita jadikan dasar untuk membuat kebijakan menata masa depan. Memaksimalkan fungsi otak dan daya fikir, adalah sifat kesempurnaan anak adam yang dirahimi oleh Yang Maha Rahim. Insya Allah. ***