Penerapan Pasal Korupsi Terhadap Kasus Kehutanan Oleh: Muhamad Zainal Arifin Contoh Kasus (Tipologi Pertama) Gubernur Menerbitkan Produk Surat /Rekomendasi /Persetujuan dan Dispensasi Penerbitan IPK dengan Melanggar Peraturan Perundang‐Undangan S selaku Gubenur di Kalimantan Timur mencanangkan pembangunan kebun kelapa sawit sejuta hektar. Untuk merealisasikan programnya, S mengundang M selaku Presiden Perusahaan SDG untuk turut serta dalam pelaksanaan program kelapa sawit sejuta hektar. M kemudian membentuk anak‐anak perusahaan SDG Divisi Pengembangan Kalimantan antara lain : PT BSI, PT BAJ, PT KBS, PT RPU, PT BSP, PT BBS, PT BHP, PT MCA, PT TMS, PT SSP dan PT BPM, yang alamat dan pemegang sahamnya adalah sama. Perusahan‐perusahaan SDG mendapatkan rekomendasi dari S seluas 147.000 Ha untuk membangun perkebunan kelapa sawit. Padahal, menurut SK Menhutbun No. 107/Kpts‐II/1999 tanggal 3 Maret 1999 tentang Perizinan Usaha Perkebunan, luas perkebunan bagi satu perusahaan atau satu grup perusahaan dalam satu provinsi maksimun 20.000 Ha. Untuk mempercepat pembangunan kebun kelapa sawit di Kalimantan Timur, S meminta bantuan W (selaku Dirjen PHP Dephutbun) dalam mempercepat pemberian Izin Pemanfataan Kayu (IPK). M didampingi P mendatangi W dalam rangka mengurus perijinan IPK. P yang merupakan perwakilan SDG di Jakarta atas perintah M mengajukan permohonan IPK langsung kepada W (Dirjen PHP) dengan dilampiri antara lain rekomendasi dari S tanpa melalui Ka Kanwil Dephutbun. Permohonan IPK juga tidak dilampiri berbagai persyaratan seperti Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan, Feasibility Study dan Bukti telah dilksanakan Tata Batas Areal. Hal ini melanggar pasal 5 ayat (1) dan (2) Kep Menhutbun No 538/1999. W menerbitkan Persetujuan Prinsip IPK kepada perusahaan‐perusahaan SDG dengan membuat surat kepada Ka Kanwil Dephutbun Kaltim dgn tembusan Gubernur dan Kepala Dinas Kehutanan kaltim untuk menerbitkan IPK. Atas dasar Persetujuan Prinsip IPK, S menerbitkan Surat Persetujuan Sementara Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Perkebunan (HPH TP), Surat Persetujuan Prinsip Pembukaan Lahan dan Pemanfaatan Kayu kepada PT yg tergabung dlm SDG. Surat tersebut disertai dengan instruksi kepada Kakanwil untuk segera menerbitkan IPK. Berdasarkan HPHTP, Ijin Prinsip Dirjen PHP dan Persetujuan Prinsip Pembukaan Lahan dan Pemanfaatan kayu, U yang bertindak sebagai Ka Kanwil Dephutbun Kaltim menerbitkan 14 IPK (1999‐2000) kepada PT yg tergabung dalam SDG. Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 1
Pada saat IPK yg diterbitkan oleh U akan habis masa berlakuknya, T selaku Kepala Perwakilan Divisi Kaltim SDG di Samarinda, atas perintah M mengajukan Dispensasi Penyerahan Bank Garansi DR‐PSDH kepada S. Gubernur S menerbitkan Dispensasi Penyerahan Bank Garansi DR‐PSDH kepada perusahaan yg tergabung dalam SDG. Berdasarkan IPK yg telah diterbitkan oleh U (Kakanwil Dephutubun Kaltim yang lama) dan adanya Dispensasi dari Gubernur S, R selaku Kadishut/Plt Ka Kanwil Dephutbun Kaltim menerbitkan 14 SK IPK/Perpanjangan IPK kepada PT yg tergabung dalam SDG. Dengan SK IPK dan SK Perpanjangan IPK tersebut, PT yang tergabung dalam SDG melakukan eksploitasi kayu tanpa ada keseriuasan membangun kebun kelapa sawit pada areal seluas kurang lebih 53.600 Ha, dgn jumlah nilai tebangan sekitar Rp. 386.221.139.830,‐. Sampai Juni 2006 hanya 2.170 Ha yang dibangun dari luas 53.600 Ha yang ditebang. Analisis Kasus Tipologi Pertama Pasal Korupsi: Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 Unsur tindak pidana sesuai pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut: 1. Setiap orang 2. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi; 3. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan 4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Unsur 1: Setiap orang: Fakta perbuatan: • S adalah seorang Gubernur Alat bukti yang mendukung: • Keterangan S • KTP, SIM, Pasport atas nama S • SK Pengangkatan S sebagai Gubernur Unsur 2: Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 2
Fakta perbuatan: •
Perusahaan yang tergabung dalam SDG telah memperoleh keuntungan atas penjualan kayu hasil IPK yang bernilai Rp. 386.221.139.830,‐.
Alat bukti yang mendukung: •
Keterangan M
•
SKSHH kayu‐kayu yang ditebang
•
Laporan Hasil Penebangan
•
Faktur penjualan kayu dari perusahaan SDG
Unsur 3: Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan Fakta perbuatan: Alat bukti yang mendukung: •
23 SK Izin Usaha Perkebunan
•
SK Izin Pemanfaatan Kayu
•
Citra satelit
•
Peta penunjukan kawasan hutan
•
Foto udara kerusakan hutan
•
Kesaksian dari Kepala Baplan bahwa lokasi perkebunan merupakan kawasan hutan
•
Kesaksian Kepala BPN Kabupaten B bahwa lokasi perkebunan merupakan kawasan hutan
Unsur 4: merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Fakta perbuatan: •
Penebangan kayu di kawasan hutan negara telah merugikan keuangan negara
•
Nilai kerugian negara sebesar harga kayu dikalikan 650.526 m3.
Alat bukti yang mendukung: •
SK Izin Pemanfaatan Kayu yang diberikan perusahaan D, E, F
•
SKSHH atas kayu yang ditebang dengan IPK
Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 3
•
Keterangan ahli dari BPKP atas kerugian negara
Bupati Memberikan Ijin Perkebunan di Kawasan Hutan DA selaku bupati di Kabupaten B telah memberikan ijin kepada 23 Perusahaan perkebunan. Padahal lokasi ke 23 perusahaan perkebunan kelapa sawit tersebut tumpang tindih dengan kawasan hutan produksi seluas 274.188 hektare. Berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 357/Kpts/HK.350/5/2002, lokasi perkebunan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan harus mengajukan permohonan Pelepasan Kawasan Hutan kepada Menteri Kehutanan. Namun, DA telah memberikan persetujuan prinsip usaha kegiatan operasional di lapangan dan menyelesaikan proses Hak Guna Usaha (HGU) pada BPN tanpa adanya permohonan Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan. Di samping itu, dari 23 Perusahaan yang mendapat persetujuan prinsip usaha kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit di kawasan hutan produksi, 16 perusahaan diantaranya adalah milik keluarga DA. Ke 16 perusahaan tersebut dipimpin oleh anak, saudara dan ajudan DA. Untuk mempercepat operasi perkebunan, DA pun mengeluarkan Ijin Pemanfataan Kayu (IPK) di lokasi 12 izin dari 23 izin yang diberikan. Jumlah kayu yang diambil sebesar 650.526 m3. IPK tersebut diberikan kepada perusahaan D, E, dan F yang memiliki afiliasi dengan keluarga DA. Ketiga perusahaan IPK telah membayarkan DR‐PSDH atas kayu yang ditebang. Di samping itu, berdasarkan kesaksian dari Direktur Perusahan C yang mengajukan ijin usaha perkebunan (bukan perusahaan milik DA), setidak‐tidaknya untuk mendapatkan 1 (satu) ijin lokasi, Perusahaan A dipungut biaya ± Rp 4.000.000.000,‐ (empat milyar rupiah). Supaya kekayaannya tidak terendus oleh aparat, sebelum menjabat DA membesar‐besarkan jumlah harta kekayaan yang dilaporkan ke KPK. Di samping itu, DA mengatasnamakan hartanya (baik itu rekening tabungan, kendaraan, rumah, tanah) ke anak, istri, saudara maupun ajudan. Analisis Kasus Pasal Korupsi: Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 Unsur tindak pidana sesuai pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut: 5. Setiap orang 6. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi; Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 4
7. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan 8. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Unsur 1: Setiap orang: Fakta perbuatan: • DA adalah seorang Bupati B Alat bukti yang mendukung: • Keterangan DA • KTP, SIM, Pasport atas nama DA • SK Pengangkatan sebagai Bupati 2003‐2008 Unsur 2: Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi Fakta perbuatan: •
Perusahaan D, E, F yang mendapatkan IPK telah memperoleh keuntungan atas penjualan kayu sebesar 650.526 m3.
Alat bukti yang mendukung: •
Keterangan Direktur Perusahaan D, E, dan F
•
Izin IPK yang diberikan kepada perusahaan D, E, F
•
Transfer DR PSDH
•
Faktur penjualan kayu dari Perusahaan D, E dan F
•
Keterangan Direktur Perusahaan yang menerima penjualan kayu dari D, E dan F
Unsur 3: Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan Fakta perbuatan: •
Pada periode 2003‐2008, DA menerbitkan Izin Usaha perkebunan di kawasan hutan tanpa mendapat pelepasan kawasan dari Menteri Kehutanan
•
Menurut peraturan, bahwa lokasi perkebunan yang berada di kawasan hutan harus mendapat pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan
Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 5
•
Pada periode 2003‐2008, DA menerbitkan IPK untuk perkebunan di kawasan hutan, padahal belum ada pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan
Alat bukti yang mendukung: •
23 SK Izin Usaha Perkebunan
•
SK Izin Pemanfaatan Kayu
•
Citra satelit
•
Peta penunjukan kawasan hutan
•
Foto udara kerusakan hutan
•
Kesaksian dari Kepala Baplan bahwa lokasi perkebunan merupakan kawasan hutan
•
Kesaksian Kepala BPN Kabupaten B bahwa lokasi perkebunan merupakan kawasan hutan
Unsur 4: merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Fakta perbuatan: •
Penebangan kayu di kawasan hutan negara telah merugikan keuangan negara
•
Nilai kerugian negara sebesar harga kayu dikalikan 650.526 m3.
Alat bukti yang mendukung: •
SK Izin Pemanfaatan Kayu yang diberikan perusahaan D, E, F
•
SKSHH atas kayu yang ditebang dengan IPK
•
Keterangan ahli dari BPKP atas kerugian negara
Contoh Kasus Tipologi Kedua Industri Menerima Kayu Illegal HJ mempunyai perusahaan pengolah kayu di Kalimantan dengan nama UD X . UD X merupakan salah satu industri pengolahan kayu dengan kapasitas 3.000 m3. Perusahaan tersebut memiliki Izin Usaha Industri dengan Surat Keputusan Kepala Dinas Kehutanan. Menurut data Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPBBI), pada tahun 2008 UD X tidak mendapat suplai bahan baku kayu dari pihak lain. Di samping itu, tidak ada produksi kayu dari UD Noor Hidayat. Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 6
Namun anehnya, Berdasarkan pemantauan dari udara dan laporan masyarakat, pada tahun 2008 UD X melakukan kegiatan pengolahan kayu besar‐besaran. Untuk menghindari pemeriksaan polisi, kegiatan tersebut dilakukan malam hari. Untuk menyuplai bahan baku kayu industrinya, HJ membiayai SB untuk melakukan penebangan illegal di kawasan Sungai Kaki. Hal ini terungkap, ketika kepolisian mengadakan operasi illegal logging di Sungai Kaki Pegatan Kecamatan Katingan Kuala ditangkap seorang tersangka yang sedang melakukan penebangan kayu dengan inisial SB. Berdasarkan keterangan SB, bahwa cukong yang memodali kegiatan di bandsaw‐bandsaw di wilayah Sei Kaki itu adalah HJ. Analisis Kasus Tipologi Kedua Pasal Korupsi: Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 Unsur tindak pidana sesuai pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut: 1. Setiap orang 2. Melawan hukum 3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi 4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Unsur 1: Setiap orang: Fakta perbuatan: •
HJ pemilik UD X yang membiayai praktek illegal logging dan menampung kayu illegal
Alat bukti yang mendukung: •
KTP
•
SK UD X sebagai industri pengolah kayu
Unsur 2: Melawan Hukum Fakta perbuatan: •
HJ selaku pemilik UD X telah membiayai pembalakan liar di Sungai Sei Kaki
•
HJ selaku pemilik UD X menampung kayu hasil pembalakan liar
Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 7
Alat bukti yang mendukung: •
Kesaksian SB perihal pembalakan liar yang dibiayai oleh HJ
•
Kesaksian karyawan UD X tentang penerimaan kayu
•
Citra satelit tentang pengrusakan di lokasi penebangan
•
Foto udara kondisi kerusakan hutan
•
Kesaksian Kepala Dinas Kehutanan bahwa hutan tersebut merupakan hutan negara
•
Rencana Pemenuhan Bahan Baku Industri UD X
•
Laporan suplai bahan baku, produksi dan penjualan kayu UD X
•
Faktur Angkutan Kayu Olahan dan Faktur Angkutan Kayu Bulat (FAKO/FAKB) yang dikeluarkan oleh UD X
Unsur 3: Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi Fakta perbuatan: •
HJ telah menerima keuntungan atas penerimaan dan penjualan kayu illegal yang berasal dari Sungai Sei Kaki
Alat bukti yang mendukung: •
Faktur Angkutan Kayu Olahan dan Faktur Angkutan Kayu Bulat (FAKO/FAKB) yang dikeluarkan oleh UD X
•
Laporan penjualan kayu UD X
•
Kwitansi penjualan kayu UD X
•
Print out rekening tabungan UD X dan HJ
Unsur 4: merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Fakta perbuatan: •
Negara dirugikan atas penebangan kayu illegal di kawasan hutan Sungai Sei Kaki yang dibiayai oleh HJ
Alat bukti yang mendukung: Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 8
•
Laporan suplai kayu yang diterima oleh UD X
•
Audit BPKP
Contoh Kasus (Tipologi 3) PT KNDI (Milik AL) Menebang Kayu di Luar RKT dan Menebang Kayu dengan Diameter Di Bawah Limit Tanpa Membayar Denda AL merupakan pemilik PT KNDI (salah satu perusahaan HPH di Sumatera). Struktur organisasi PT KNDI adalah sebagai berikut: Direktur Utama dijabat oleh OS, Direktur Produksi dijabat oleh WP dan Direktur Keuangan dijabat oleh AL. Berdasarkan Keputusan/Peraturan Menteri Kehutanan, perusahaan HPH yang akan melakukan penebangan harus melakukan Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) dan pembuatan Rekapitulasi Laporan Hasil Cruising (RLHC). Namun, berdasarkan kesaksian dari WP, ternyata PT KNDI tidak melakukan kegiatan ITSP di lapangan untuk periode 2000‐2005. Akibatnya pembuatan RLHC dilakukan dengan mereka‐reka tanpa memperhatikan kondisi di lapangan. Padahal RLHC dijadikan pedoman dalam pembuatan Surat Perintah Pembayaran Dana Reboisasi Provisi Sumber Daya Hutan (SPP DR PSDH) dan dijadikan dasar dalam pembuatan Rencana Kerja Tahunan (RKT). Namun anehnya, RLHC disahkan oleh Dinas Kehutanan Kabupaten M. Kesaksian WP dan Manager Perencanaan PT KNDI (Saudara U) juga menyatakan bahwa pembuatan RLHC fiktif dilakukan karena tidak ada anggaran yang disediakan oleh AL. Selain itu, AL memerintahkan kepada WP dan U untuk membuat RLHC fiktif karena proses ITSP di lapangan membutuhkan dana yang cukup besar. Setelah dilakukan pembayaran DR‐PSDH dan pengesahan RKT oleh Dinas Kehutanan Provinsi, PT KNDI melakukan penebangan. Karena RLHC fiktif, penebangannya pun dilakukan asal‐asalan. Hasil investigasi aparat, ditemukan penebangan di luar RKT untuk periode 2000‐2005. Di samping itu di dalam RKT juga ditemukan tebang habis di blok‐blok tertentu. Menurut PP No. 34 Tahun 2002, penebangan di luar RKT dan penebangan di bawah limit dikenakan denda administasi sebesar 15 kali dari PSDH. Meskipun telah ditemukan penebangan di luar RKT dan penebangan di bawah limit, PT KNDI ternyata tidak pernah diberikan sanksi denda administratif. Berdasarkan kesaksian saudara H (Petugas Pengesah LHP Dishut Kabupaten) menyatakan bahwa LHP PT KNDI masih dalam batas wajar, karena tidak ditemukan penebangan di luar RKT atau diameter di bawah limit.
Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 9
Analisis Kasus Tipologi Ketiga Pasal Korupsi: Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001 Unsur tindak pidana sesuai pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 sebagai berikut: 1. Setiap orang 2. Melawan hukum 3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi 4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Unsur 1: Setiap orang: Fakta perbuatan: •
AL selaku Direktur Keuangan sekaligus pemilik PT KNDI menyuruh melakukan penebangan di luar RKT atau di bawah limit tanpa membayar denda administrasi
Alat bukti yang mendukung: •
KTP
•
Surat Penunjukan AL sebagai Direktur Keuangan PT KNDI
•
Akta Notaris PT KNDI
Unsur 2: Melawan Hukum Fakta perbuatan: •
Menyuruh Direktur Produksi (WP) dan Manager Perencanaan PT KNDI (Saudara U) Untuk membuat RLHC fiktif
•
Menyuruh Manager Penebangan (B) untuk melakukan di luar RKT dan tebang di bawah limit
•
Menyuruh Manager Penebangan (B) untuk membuat LHP seolah‐olah berasal dari RKT dan wajar
Alat bukti yang mendukung:
Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 10
•
Kesaksian WP dan U bahwa AL menyuruh pembuatan RLHC fiktif tanpa dilakukan observasi lapangan
•
Kesaksian Manager Penebangan (B) bahwa PT KNDI menebang di luar RKT dan menebang di bawah limit
•
Kesaksian B bahwa AL menyuruh B untuk membuat LHP fiktif
•
Laporan hasil produksi kayu yang riil
•
LHP yang dilaporkan ke Dinas Kehutanan
•
Kesaksian H (Petugas Pengesah LHP dari Dishut)
•
Citra satelit
•
Foto udara
•
Keterangan Ahli kehutanan bahwa terjadi penebangan di luar RKT dan di bawah limit
•
Keterangan Ahli GIS perihal penebangan di luar RKT
Unsur 3: Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi Fakta perbuatan: •
AL atau setidak‐tidaknya PT KNDI memperoleh keuntungan atas penjualan kayu yang tidak dikenakan denda administratif
Alat bukti yang mendukung: •
Laporan Hasil Penebangan Riil yang berasal dari luar RKT
•
Laporan Hasil Penebangan riil kayu‐kayu yang berdiameter di bawah limit
•
Laporan penjualan kayu
•
Print out rekening AL atau PT KNDI
Unsur 4: merugikan keuangan negara atau perekonomian negara Fakta perbuatan: •
Negara dirugikan atas kayu‐kayu yang ditebang di luar RKT dan di bawah limit, tetapi tidak dikenakan denda administrative
Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 11
•
Besar kerugian negara jumlah kayu dikalikan 15 kali PSDH
Alat bukti yang mendukung: •
Laporan Hasil Penebangan Riil yang berasal dari luar RKT
•
Laporan Hasil Penebangan riil kayu‐kayu yang berdiameter di bawah limit
•
Audit BPKP tentang kerugian negara
Kertas Kerja No. 5/AH‐2/09/2008 ELSDA Institute
Page 12