Wrap Up Sk1 Urin.docx

  • Uploaded by: narutokk
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Wrap Up Sk1 Urin.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 7,709
  • Pages: 35
WRAP UP SKENARIO 1 BLOK URIN “URIN KEMERAHAN”

Disusun oleh: Kelompok 5 FKU-A

Ketua

: Faizah Nevotra (1102017082)

Sekretaris

: Fharadhila Tajriyani (1102017092)

Anggota

:

Erika Prastita Hermawan (1102016061) Faris Yahya Kamil (1102017085) Andi Oktasiva Ferinada (1102017023) Faizah Nevotra (1102017082)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI Jl. Letjen Suprapto, Cempaka Putih, Jakarta 10510 Telp. 62.21.4244574 Fax. 62.21.4244574 1

DAFTAR ISI

Skenario...........................................................................................................................................1 Kata sulit..........................................................................................................................................2 Brainstoming....................................................................................................................................3 Jawaban............................................................................................................................................4 Hipotesis..........................................................................................................................................5 Sasbel...............................................................................................................................................6 I. Memahami dan menjelaskan Anatomi Ginjal 1.1 Makroskopik........................................................................................................................7 1.2 Mikroskopik.........................................................................................................................9 II. Memahami dan menjelaskan fisiologi Ginjal..............................................................14 III. Memahami dan menjelaskan Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus 3.1 Definisi...............................................................................................................................20 3.2 Etiologi...............................................................................................................................21 3.3 Epidemiologi......................................................................................................................21 3.4 Patofisiologi.......................................................................................................................21 3.5 Manifestasi Klinik..............................................................................................................22 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding.....................................................................................22 3.7 Tatalaksana........................................................................................................................26 3.8 Komplikasi.........................................................................................................................28 3.9 Prognosis............................................................................................................................28 IV.

Memahami dan menjelaskanpandangan Islam thdp urin dan darah............................29

Daftar Pustaka

2

Skenario 1 URIN KEMERAHAN

Seorang anak laki-laki berusia 5tahun dibawa ibunya ke dokter dengan keluhan buang air kecil kemerahan seperti air cucian daging sejak 2hari yg lalu. Keluhan disertai dengan buang air kecil menjadi sedikit. Satu minggu yg lalu pasien mengalami demam dan nyeri tenggorokan, sudah diperiksa ke dokter, diberi antbiotik dan sembuh. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 100x/menit, suhu 37,5o C, frekuansi napas 34x/menit, edema tidak ada, jantung dan paru dalam batas normal. Urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria.

3

KATA SULIT 1. Urinalisis : Pengujian sampel urin yang dapat mengungkapkan banyak masalah sistem tubular 2. Proteinuria : Kondisi dimana terdapat protein di dalam urin yang konsentrasinya >0,3 mg dalam koleksi urin 24jam 3. Hematuria : Kondisi dimana dalam urin mengandung eritrosit

4

BRAINSTORMING 1. Mengapa urin pasien berwarna kemerahan? 2. Mengapa tekanan darah pasien tinggi 3. Mengapa pasien buang air kecil sedikit? 4. Apa hubungan keluhan pasien dengan riwayat sakit tenggorokan? 5. Mengapa dalam urinalisis didapatkan proteinuria dan hematuria? 6. Bagaimana pandangan Islam terhadap darah dan urin 7. Apa penyebab dari penyakit ini? 8. Apa kemungkinan diagnosis? 9. Apakah ada hubungan antara usia dan keluhan yang dialami? 10. Apa pemeriksaan penunjanag yang dapat dilakukan selain urinalisis? 11. Mengapa frekuensi napas pasien cepat?

5

JAWABAN 1 dan 5. Karena terdapat gangguan pd glomerulus menyebabkan terjadi hematuria dan proteinuria (fungsi glomerulus normalnya adalah untuk filtrasi), sehingga dalam urin terdapat darah dan prortein 2. Pada glomerulus terdapat apparatus jukstaglomerulus yang salah satu fungsinya adalah untuk mensekresi renin. Renin berperan dalam mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, kemudian berubah menjadi angotensi II oleh ACE, menyebabkan vasokinstriksi sehungga tekanan darah meningkat. 3. Karena adanya retensi cairan 4 dan 7. Infeksi streptococcus B hemolitikus Grup A menyebabkan tubuh membentuk antibodi. Antibodi dan antigen kemudia membentuk kompleks antigen-antibodi dan menumpuk di ginjal dan menyebabkan gejala. 6. Darah merupakan najis dan urin merupakan najis muutawasithah 8. Nefritis akut suspek Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus (GNAPS) 9. Karena infeksi Streptococcus lebih sering menyerang anak pd usia sekolah (jarang pd anak usia <3thn) 10. –Tes fungsi ginjal (lfg) -Tes darah lengkap -Albumin -Protein -Pemeriksaan titer ASTO 11. Kompensasi tubuh krn eritrosit keluar melalui urin  anemia  frekuensi napas cepat (takipnea)

6

HIPOTESIS

Riwayat infeksi Streptococcus menyebabkan penimbunan kompleks antigen-antibodi di ginjal, sehingga menimbulkan reaksi inflamasi pada glomerulus. Adanya gangguan pada glomerulus menyebabkan proses filtrasi terganggu sehingga timbul hematuria dan proteinuria. Kondisi ini menyebabkan terjadinya Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus. Menurut pandangan Islam, darah meupakan najis sedangkan urin merupakan najis mutawasithah.

7

SASBEL

I.

II. III.

IV.

MM Anatomi Ginjal 1.1 Makroskopik 1.2 Mikroskopik MM Fisiologi Ginjal dan Saluran Kemih MM Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococus (GNAPS) 3.1 Definisi 3.2 Etiologi 3.3 Epidemiologi 3.4 Patofisiologi 3.5 Manifestasi Klinil 3.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding 3.7 Tatalaksana 3.8 Komplikasi 3.9 Prognosis MM Pandangan Islam terhadap Urin dan Darah

8

I. Memahami dan Menjelaskan Antomi Ginjal 1.1. Makroskopik GINJAL

Ginjal terletak dibagian belakang (posterior) abdomen atas. Retroperitonium, diliputi peritoneum pada permukaan depannya (kurang dari 2/3 bagian). Ginjal terletak didepan dua costa terakhir (11 dan 12) dan tiga otot-otot besar transversus abdominalis, quadratus lumborum dan psoas major. Memiliki ukuran numeral yaitu 12 x 6 x 2 cm dengan berat sekitar 130 gram.

9

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian: a. Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis. b. Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent). c. Columna renalis bertini, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal d. Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal. f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor. g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major. h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis. i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter. j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria. Ginjal diliputi oleh suatu capsula cribosa tipis mengkilat yang berikatan dengan jaringan dibawahnya dan dapat dilepaskan dengan mudah dari permukaan ginjal yang disebut fascia 10

renalis. Fascia renalis dibagi menjadi dua yaitu lamina anterior dan lamina posterior. Kearah kiri dan kana bersatu dengan fascia transversa abdominalis membentuk rongga yang diisi oleh lemak yang disebut corpus adiposum. Ginjal juga memiliki selubung, yang langsung membungkus ginjal disebut capsula fibrosa, sedangkan yang membungkus lemak-lemak disebut capsula adipose. Posisi ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal. Ginjal tidak jatuh karena ada A.renalis yang berfungsi sebagai axis dari craniolateral ke caudomedial. Di puncak atas ginjal terdapat topi yang disebut glandula supra renalis, yang kanan berbentuk pyramid sedangkan kiri berbentuk bulan sabit. ▼

Letak Ren Dextra Anterior Flexura coli dextra Colon ascendens Duodenum (II) Hepar (lob. dextra) Mesocolon transversum

Ren Sinistra Anterior Flexura coli sinistra Colon descendens Pancreas Pangkal mesocolon transversum Lien Gaster

Posterior M. psoas dextra M. quadratus lumborum dextra M. transversus abdominis dextra N. subcostalis (VT XII) dextra N. ileohypogastricus dextra N. ileoinguinalis (VL I) dextra Costae XII dextra

Posterior M. psoas sinistra M. quadratus lumborum sinistra M. transversus abdominis sinistra N. subcostalis (VT XII) sinistra N. ileohypogastricus sinistra N. ileoinguinalis (VL I) sinistra Pertengahan costae XI & XII sinistra

2.1 Mikroskopik GINJAL -

Korteks : Glomerulus (banyak), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distal - Medula : Duktus Coligens, Ductus Papillaris (bellini) dan Ansa Henle Unit fungsional ginjal : Nephron Corpus Malpighi / Renal Corpuscle a. Capsula Bowman 11

o Pars parietalis: epitel selapis gepeng. Berlanjut menjadi dinding tubulus proximal o Pars visceralis terdiri dari podocyte, melapisi endotel o Urinary space diantara kedua lapisan

b. Glomerulus o Gulungan kapiler, berasal dari percabangan arteriol afferen o dibungkus oleh capsula Bowman o keluar sebagai vas efferent

Sel-sel di glomerulus yang berperan dalam Glomelurar filtration barrier a) Endothel - Type fenestrata - Sitoplasma melebar, tipis dan mempunyai fenestra b) Membrana Basalis Fusi antara membrana basalis podocyte dan endothel - Lamina rara interna - Lamina densa 12

- Lamina rara externa c) Podocyte - Sel epiteloid besar, tonjolan sitoplasma (foot processes) bercabang - Cabang sekunder (pedicle) menempel pada membrana basalis - Bersama sel endothel menyaring darah d) Sel Mesangial intra glomerularis - Berasal dari sel jaringan mesenchyme - Pada matrix mesangial di antara kapiler glomerulus - Fagositosis benda asing, immune complex yang terjebak pada sel endothel / glomerular filtration barrier - Cabang sitoplasma sel mesangial dapat mencapai lumen kapiler, melalui sela sel endothel Sel-sel yang berperan dalam sekresi renin : a) Macula densa Bagian dari tubulus distal di cortex berjalan diantara vas afferen dan vas efferen dan menempel ke renal corpuscle menjadi lebih tinggi dan tersusun lebih rapat, disebut macula densa b) Sel juxta glomerularis - Merupakan perubahan sel otot polos tunica media dinding arteriole afferen - Sel otot polos berubah menjadi sel sekretorik besar bergranula yang mengandung renin c) Sel Polkisen (sel mesangial extra glomerularis) - Sel polkisen (bantal), “lacis cells” - Mengisi ruang antara vas afferen, makula densa dan vas efferen - Berasal dari mesenchyme, mempunyai kemampuan fagositosis - Berhubungan dengan sel mesangial intraglomerular - Tertanam didalam matrix mesangial

13

Tubulus contortus proximalis -

epitel selapis kubis batas2 sel sukar dilihat Inti bulat, letak berjauhan Sitoplasma asidofil (merah) Mempunyai brush border Fungsi: reabsorbsi glukosa, ion Na, Cl dan H2O

Tubulus contortus distalis -

epitel selapis kubis batas2 sel lebih jelas Inti bulat, letak agak berdekatan Sitoplasma basofil (biru) Tdk mempunyai brush border Absorbsi ion Na dalam pengaruh aldosteron. Sekresi ion K

Ductus colligens -

-

Saluran pengumpul, menampung beberapa tubulus distal, bermuara sebagai ductus papillaris Bellini di papilla renis Mirip tub.kont.distal Batas2 sel epitel jelas Sel lbh tinggi dan lbh pucat

Ansa Henle Segmen Tipis Ansa Henle Segmen Tebal Ansa Henle Segmen Pars Desendens Tebal Pars Asenden -

Mirip pembuluh kapiler darah, ttp epitelnya lbh tebal, shg sitoplasma lbh jelas terlihat Dlm lumennya tdk tdp sel2 darah

Mirip tub.kont.prox, ttp diameternya lbh kecil dan dindingnya lbh tipis selalu terpotong dlm berbagai potongan

-

Mirip tub.kont.distal, ttp diameternya lbh kecil dan dindingnya lbh tipis selalu terpotong dlm berbagai potongan

14

Vaskularisasi Ginjal

Vaskularisasi pada ginjal berasal dari aorta abdominalis yang bercabang menjadi A.renalis. A.renalis akan bercabang menjadi A.segmentalis, lalu menjadi A.lobaris, setelah itu menjadi A.interlobaris. Dari A.interlobaris akan bercabang lagi menjadi A.arcuata, setelah itu menjadi A.interlobularis dan berakhir pada A.afferent yang akan bermuara pada glomerolus. Keluar dari glomerolus akan masuk ke A.efferent, dari A.efferent darah menuju ke V.interlobularis, lalu ke V.arcuata, setelah itu ke V.interlobaris, dari V.interlobaris masuk ke V.lobaris, lalu ke V.segmentalis, dan keluar dari ginjal melalui V.renalis. Darah yang berasal dari V.renalis ini akan masuk ke atrium dextra melalui V.cava inferior, yang akan menuju ke atrium dextra. Dari atrium dextra akan berakhir di paru-paru untuk mengalami difusi dengan O2 bebas (sirkulasi pulmonal). Persarafan ginjal yang utama adalah plexus symphaticus renalis. Plexus symphaticus ini dibantu juga oleh serabut afferent yang melalui plexus renalis dan menuju ke medulla spinalis N.thoracalis X, XI, XII. Pembuluh lymph pada ginjal mengikuti A.renalis menuju nodus lymphaticus aorta lateral (sekitar pangkal A.renalis). Ciri khusus vaskularisasi ginjal : 1. Unit dalam vas afferens, mempunyai myoepitel (pada capsula bowman) yang berfungsi sebagai otot untuk berkontraksi 2. Ada hubungan langsung antara arteri dengan vena disebut arterio venosa anastomosis 15

3. Adanya END ARTERY yaitu, pembuluh nadi yang buntu yang tidak mempunyai sambungan dengan kapiler, sehingga kalau terjadi penutupan yang lama akan terjadi arteri degenerasi.

Persarafan Ginjal Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan simpatis melalui n.vagus.

II. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Ginjal Ginjal bekerja sama dengan masukan hormon dan saraf yang mengontrol fungsinya, adalah organ yang terutama berperan dalam menjaga stabilitas volume, komposisi elektrolit dan osmolartas di CES. Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian besar diantaranya membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal: 1. Mempertahankan keseimbangan cairan tubuh 2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubuh yang sesuai 3. Mengatur jumlah dan konsentrasi ion cairan ekstraseluler 4. Mempertahankan volume plasma 5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa 6. Mengekskresikan produk akhir metabolism tubuh; urea, asam urat, dan kreatinin 7. Mengeluarkan banyak senyawa asing 8. Menghasilkan eritropoietin 9. Menghasilkan renin 10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktif. Nefrom adalah unit fungsional ginjal. Unit fungsional adalah unit terkecil dalam suatu organ yang mampu melaksanakan semua fungsi organ tersebut. Karena fungsi utama ginjal adalah menghasilkan urin, dan dala pelaksanaannya, mempertahankan stabilitas komposisi CES, nefron adalah unit terkecil yang mampu membentuk urin. Setiap nefron terdiri dari komponen vaskular dan komponen tubular 

Komponen Vaskular -Arteriol afferen membawa darah ke glomerulus -Glomerulus Suatu berkas kailer yang menyaring plasma bebas protein ke dalam komponen tubulus -Arteriol Efferen Membawa darah dari glomerulus

16





-Kapiler Peritubulus Mendarahi jaringan ginjal, terlibat dalam pertukaran dengan cairan di dalam lumen tubulus Komponen Tubular -Kapsula Bowman Mengumpulkan filtat glomerulus -Tubulus ProksimalReasorbsi dan sekresi tak terkontrol bahan bahan tertentu -Ansa Henle Membentuk radien osmotik di medulla ginjal untuk menghasilkan urin dgn konsentrasi beragam -Tubulus Distan dan Tubulus Koligentes Reasobrsi terkontrol Na+ dan H2O serta sekresi K+ dan H+ Komponen Kombinasi Vaskular-Tubular -Apparatus Jukstaglomerulus Menghasilkan bahan-bahan yang berperan dalam kontrol fungsi ginjal

TIGA PROSES DASAR 1. FILTRASI GLOMERULUS Darah difiltrasi di glomerulus dalam bentuk plasma bebas protein yang tersaring melalui kapiler glomerulus ke dalam kapsula Bowman (hanya 20%) dengan hasil akhir bernama ultra filtrate. Jumlah normalnya 125 ml/menit atau setara dengan 180 l/hari. Cairan harus melewati membrane glomerulus yang terdiri dari: 1) Dinding kapiler glomerulus (sel endotel selapis gepeng) yang 100 kali lebih permeabel terhadap air dan zat terlarut. 17

2) Membrane basal (lapisan gelatinosa aselular) dari kolagen untuk kekuatan strukturalnya dan glikoprotein untuk menghambat filtrasi protein plasma dengan muatan negatif sehingga menolak albumin/protein lain yang bermuatan negatif juga. 3) Kapsul Bowman pars viseralis (podosit) memiliki pedikel yang diantaranya terdapat celah filtrasi.

Tekanan Darah Kapiler Glomerulus Tekanan yang mendorong plasma di glomerulus menembus membrane. Dilakukan oleh gaya fisik pasif yang sama dengan yang ada di kapiler lainnya. Perbedaannya hanyalah kapiler glomerulus jauh lebih permeabel sehingga keseimbangan gaya menyebabkan seluruh panjang kapiler glomerulus terfiltrasi. Terdapat 3 gaya fisik pasif: 1) Tekanan darah kapiler glomerulus (55 mmHg): tekanan cairan yang ditimbulkan darah dalam kapiler. Bergantung pada kontraksi jantung dan resistensi aliran darah dari a. aferen dan a. eferen. Tekanan ini bekerja mendorong filtrasi. 2) Tekanan osmotik koloid plasma (30 mmHg): ditimbulkan dari distribusi tidak seimbang protein plasma di kedua sisi membrane karena konsentrasi air di kapsul Bowman lebih tinggi dari kapiler sehingga timbul osmosis air kapsul Bowman untuk menurunkan konsentrasi. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi. 3) Tekanan hidrostatik kapsul Bowman (15 mmHg): ditimbulkan oleh cairan di bagian awal tubulus mendorong cairan keluar kapsul Bowman. Tekanan ini bekerja melawan filtrasi. Laju Filtrasi Glomerulus (GFR= Glomerulus Filtration Rate) dapat diukur dengan menggunakan zat-zat yang dapat difiltrasi glomerulus, akan tetapi tidak disekresi maupu direabsorpsi oleh tubulus. Kemudian jumlah zat yang terdapat dalam urin diukur persatuan waktu dan dibandingkan dengan jumlah zat yang terdapat dalam cairan plasma. Faktor yang mempengaruhi LFG : LFG = Kf x (PKG + KpB) – (PKpB + KG) Kf = koefisien filtrasi = permeabilitas x luas permukaan filtrasi PKG = tekanan hidrostatik kapiler glomerulus PKpB = tekanan hidrostatik kapsula Bowman KpB = tekanan onkotik di kapsula Bowman = 0 KG = tekanan onkotik kapiler glomerulus

18

a. Keadaan normal Kf jarang berubah  berubah dalam keadaan patologis. Dapat berubah karena kontraksi atau relaksasi sel mesangial yang terdapat antara ansa-ansa kapiler glomerulus. b. Kontraksi mengurangi permukaan kapiler dan dilatasi menambah luas permukaan glomerulus. c. Radang glomerulus dapat merusak glomerulus  tidak berfungsi  mengurangi luas permukaan filtrasi. (PKG - PKpB - KG) = tekanan filtrasi bersih Mendorong – melawan = tekanan filtrasi netto 55mmHg – 45 mmHg = 10 mmHg LFG bergantung pada: tekanan filtrasi netto, luas permukaan glomerulus, dan permeabilitas membrane glomerulus (Kf = koefisien filtrasi). Rumus LFG: Kf x tekanan filtrasi netto Jika filtrate dihasilkan pria 180 l/hari maka LFG pria adalah 125 ml/menit. Sedangkan filtrate yang dihasilkan wanita 160 l/hari maka LFG wanita adalah 115 ml/menit. Kontrol LFG Terdapat 2 mekanisme control LFG: 1) Otoregulasi: mencegah perubahan spontan LFG (80-180 mmHg) dengan cara mengubah caliber a. aferen. Jika tekanan arteri dan LFG meningkat, maka terjadi kontriksi a. aferen sehingga LFG menjadi normal dan begitu pula jika LFG menurun maka akan terjadi sebaliknya. 2) Kontrol simpatis ekstrinsik: untuk regulasi jangka panjang tekanan darah arteri. Diperantarai sinyal sistem saraf simpatis ke a. aferen. Jika volume plasma menurun sehingga tekanan darah arteri menurun (terdeteksi baroreseptor), maka terjadi reflex saraf ke otak dan jantung (jangka pendek) sehingga terjadi penurunan ekskresi urin dan penurunan LFG (jangka panjang). 2. REABSORPSI TUBULUS Reabsorpsi (%) Ekskresi (%) 99 1 Air 99,5 0,5 Natrium 100 0 Glukosa 50 50 Urea 0 100 Fenol Sumber: Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC Transpor Transepitel Terdapat 5 tahap transport transepitel: 1) Bahan meninggalkan cairan tubulus dengan melewati membrane luminal sel tubulus. 19

2) 3) 4) 5)

Bahan melewati sitosol dari satu sisi sel tubulus ke sisi lainnya. Bahan melewati membrane basolateral sel tubulus ke cairan interstitium. Bahan berdifusi melalui interstitium. Bahan menembus dinding kapiler ke plasma darah.

Pompa N-K-ATPase Natrium direabsorpsi di sepanjang tubulus. Di tubulus proksimal Na+ di reabsorpsi untuk diikuti oleh reabsorpsi glukosa, asam amino, air, klorida, dan urea. Di pars ascenden natrium dan klorida di reabsorpsi dan bagian penting untuk menghasilkan urin berkonsentrasi dan bervolume bervariasi. Di tubulus distal dan duktus koligen natrium di reabsorpsi di bawah kontrol hormon. Semua itu melibatkan pompa Na-K-ATPase di membrane basolateral sel tubulus.

Sistem RAAS

Aldosteron: mereabsorpsi natrium di tubulus distal berbanding terbaik dengan beban natrium. Sistem RAA terdiri dari apparatus jukstaglomerulus yang menghasilkan renin untuk merespon adanya penurunan natrium klorida atau volume CES atau tekanan darah, yaitu: 1) Sel granular sebagai baroreseptor intrarenal 2) Sel macula densa yang peka NaCl 3) Sel granular disarafi saraf simpatis sehingga menurunkan tekanan darah.

20

Renin mengaktifkan angiotensinogen menjadi angiotensin I, hormone ACE di paru mengaktifkan angiotensin I menjadi angiotensin II, angiotensin II memicu korteks adrenal untuk menghasilkan aldosterone. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) Hormone yang cara kerjanya melawan sistem RAA dengan membuang natrium dan menurunkan tekanan darah. Hormone ini dihasilkan oleh atrium jantung dan dilepas saat volume plasma dan CES meningkat. Fungsi ANP adalah menghambat secara langsung reabsorpsi natrium di distal, menghambat sekresi renin, dan menghambat aldosteron. 3. SEKRESI TUBULUS Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat. Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut. Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah. Komposisi. Urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut sebagai berikut: 1. Zat buangan nitrogen meliputi urea dari deaminasi protein, asam urat dari katabolisme asam nukleat, dan kreatinin dari proses penguraian kreatin fosfat dalam jaringan otot. 2. Asam hipurat adalah produk sampingan pencernaan sayuran dan buah. 3. Badan keton yang dihasilkan dalam metabolisme lemak adalah konstituen normal dalam jumlah kecil. 4. Elektrolit meliputi ion natrium, klor, kalium, amonium, sulfat, fosfat, kalsium, dan magnesium. 5. Hormon atau metabolit hormon ada secara normal dalam urin. 6. Berbagai jenis toksin atau zat kimia asing, pigmen, vitamin, atau enzim secara normal ditemukan dalam jumlah yang kecil. 7. Konstituen abnormal meliputi albumin, glukosa, sel darah merah, sejumlah besar badan keton, zat kapur (terbentuk saat zat mengeras dalam tubulus dan dikeluarkan), dan batu ginjal atau kalkuli.

21

Zat normal dalam urine: a. Urea, hasil akhir utama dari katabolisme protein. Sehari diekskresikan 25 gr, tergantung intake proteinnya. Ekskresi naik pada saat demam, penyakit kencing manis, aktivitas hormon adrenokortikoid yang berlebihan. Di hepar, urea dibentuk dari siklus urea (ornitin dari CO2 dan NH3. Pembentukan urea menurun pada penyakit hepar dan asidosis. b. Ammonia, dikeluarkan dari sel tubulus ginjal, pada asidosis pembentukan amonia akan naik. c. Kreatinin, hasil katabolisme kreatin. Koefisien kreatinin adalah jumlah mg kreatinin yang diekskresikan dalam 24 jam/kg BB. Nilai normal pada laki-laki adl 20-26 mg/kg BB. Sedang pada wanita adl 14-22 mg/kg BB. Ekskresi kreatinin meningkat pada penyakit otot. d. Asam urat, hasil oksidasi purin di dalam tubuh. Kelarutannya dalam air kecil tetapi larut dalam garam alkali. Ekskresinya meningkat pada leukimia, penyakit hepar dan gout. Dengan arsenofosfotungstat dan natrium sianida, memberi warna biru. Ini merupakan dasar penetapan asam urat secara kolometri oleh Folin. Dengan enzim urikase akan menjadi allantoin. e. Asam amino, pada dewasa kira2 diekskresikan 150-200 mg N per hari f. Allantoin, hasil oksidasi asam urat g. Cl, dikeluarkan dlm bentuk NaCl, tergantung intakenya. Ekskresi 9-16 g/hari h. Sulfat, hasil metabolisme protein yang mengandung AA dg atom S, ex: sistein, sistin, metionin. Sulfat ada 3 bentuk: seulfat anorganik, sulfat ester (konjugasi) dan sulfat netral i. Fosfat, di urin berikatan dg Na, K, Mg, Ca. Garam Mg dan Ca fosfat mengendap pada urin alkalis. Ekskresinya dipengaruhi pemasukan protein, kerusakan sel, kerusakan tulang pada osteomalasia dan hiperparatiroidisme →ekskresinya naik dan menurun pada penyakit infeksi dan hipoparatiroidisme. j. Oksalat, pd metab herediter ttt, ekskresinya naik. k. Mineral, Kationnya (Na, K, Ca, Mg). Ekskresi K naik pada kerusakan sel, pemasukan yang berlebih dan alkalosis. Ekskresi ion K dan Na dikontrol korteks adrenal l. Vitamin, hormon dan enzim: pada pankreatitis→ amilase dan disakaridase meningkat. Hormon Choriogonadotropin (HCG) terdpt pd urine wanita hamil III.Memahami dan Menjelaskan Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus (GNAPS) 3.1 Definisi 22

Suatu bentuk peradangan glomerulus yang secara histopatologi menunjukkan proliferasi dan inflamasi glomeruli yang didahului oleh infeksi Grup A Hemolitikus B Streptococcus (GAHBS), ditandai dengan gejala nefritik yang terjadi secara akut dan sering menyerang anak usia sekolah. Glomerulonefritis akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS) adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak. 3.2 Etiologi Adanya infeksi Streptococcus B hemoitikus Grup A (GAHBS). Penyebaran dapat melalui infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) seperti tonsilitis atau faringitis dan bisa melalui kulit seperi piodermi, baik secara sporadik maupun epidemiologik. Tapi tidak semua GAHBS dapat menyebabkan Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus (GNAPS), hanya 15% saja yang dapat menyebabkan GNAPS. Hal tersebut karena GAHBS memiliki banyak serotipe tertentu yang bersifat nefritogenik, yaitu dindingnya mengandung protein M dan T (M terbanyak) 1. Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus, Salmonella typhi dll 2. Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika dl Parasit : malaria dan toksoplasma 3.3 Epidemiologi Glomerulonefritis Akut Pasca Streptococcus (GNAPS) biasanya menyerang anak usia sekolah tapi jarang menyerang anak dengan usia <3tahun. Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai. Di Indonesia & Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing – masing 68,9%1 & 66,9%. 3.4 Patofisiologi Sebagian besar penyakit ini bersifat swasirna (95%) namun dapat menyebabkan gagal ginjal akut. Gagal ginjal dapat didahului dengan infeksi Streptococcus B hemolitikus Grup A seperti radang tenggorokan yang menyebbakan terbentuknya suatu kompleks imun yang bersirkulasi sehingga terjadi penumpukkan kompleks imun in-situ. Infeksi sebelumnya akan merangsang tonsil menghasikan IgA yang akhirnya tertimbun pada mesangium glomerulus ginjal sehingga menimbulkan kerusakan ginjal.

23

Keadaan ini akan menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan menyebabkan retensi Na dan air. Penelitian-penelitian lebih lanjut memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh keadaan berikut ini: 1. 2. 3.

Faktor-faktor endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di glomerulus. Overexpression dari epithelial sodium channel. Sel-sel radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal. Faktor-faktor inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga dapat menyebabkan edema dan hipertensi. Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti diuretik hormon (ADH) tidak meningkat.

3.5 Manifestasi Klinik Sangat bervariasi dari bentuk asimptomatik sampai gejala yang khusus. Bentuk asimptomatik lebih banyak dijumpai daripada bentuk simptomatik, baik sporadik maupun epidemik. Bentuk asimptomatik diketahui bila terapat kelainan sedimen urin terutama hematuria mikoskopik yang disetai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simptomatik GNAPS SIMPTOMATIK:  Periode Laten (1-3mgg) Periode antara infeksi Streptococcus dan timbulnya gejala klinik  Edema Gejala yang terlebih dahulu timbul dan mengilang dalam pd akhir minggu pertama. Paling sering terjadi pada derah periorbital, disusul didaerah tungkai  Hematuria Urin tampak cokelat kemerahan, seperti air teh pekat, air cucian daging/berwarna seperti cola -Hematuria Makroskopik : Biasanya timbul pd minggu pertama dpt berlangsung selama bbrp hari/mgg -Hematuria mikroskopik : Dapat berlangsung lebih lama, umumnya dapat menghilang dalam waktu 6bulan.  Hipertensi Terjadi pada minggu pertama dan menghilang seiring menghilangnya gejala klinis  Oliguria Terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul kegagalan ginjal akut  Gejala Kardiovaskular  Gejala lain Pucat, malaise, letargi dan anoreksia 3.6 Diagnosis dsn Diagnosis Banding 24

PEMERIKSAAN FISIK GNAPS Mencari tanda-tanda overload cairan: a. b. c. d. e.

Periorbital dan / atau pedal edema Edema dan hipertensi karena overload cairan (pada 75% pasien) Crackles (yaitu, jika edema paru) Peningkatan tekanan vena jugularis Asites dan efusi pleura (mungkin) Hal lain yang harus dicari:

a. Ruam (seperti vaskulitis, Henoch Schonlein purpura-, atau nefritis lupus) b. Muka pucat c. Ginjal sudut (yaitu, kostovertebral) kepenuhan atau kelembutan, sendi bengkak, atau nyeri d. Hematuria, baik makroskopik (gross) atau mikroskopis Berbagai macam kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya kriteria yang digunakan adalah sebagai berikut: Gejala-gejala klinik menurut UKK Nefrologi IDAI 2012 1. Secara klinik diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan gejala-gejala khas GNAPS 2. Untuk menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO (meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak eritrosit, hematuria & proteinuria. 3. Diagnosis pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A. Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS. PEMERIKSAAN PENUNJANG Urin -Proteinuria : Secara kualitatif proteinuria berkisar antara negatif sampai dengan ++, jarang terjadi sampai dengan +++. Bila terdapat proteinuria +++ harus dipertimbangkan adanya gejala sindrom nefrotik atau hematuria makroskopik. Secara kuantitatif proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2 LPB/24 jam, tetapi pada keadaan tertentu dapat melebihi 2 gram/m2 LPB/24 jam. Hilangnya proteinuria tidak selalu bersamaan dengan hilangnya gejalagejala klinik, sebab lamanya proteinuria bervariasi antara beberapa minggu sampai beberapa bulan sesudah gejala klinik menghilang. Sebagai batas 6 bulan, bila lebih dari 6 bulan masih terdapat proteinuria disebut proteinuria menetap yang menunjukkan kemungkinan 25

suatu glomerulonefritis kronik yang memerlukan biopsi ginjal untuk membuktikannya. - Hematuria mikroskopik : Hematuria mikroskopik merupakan kelainan yang hampir selalu ada, karena itu adanya eritrosit dalam urin ini merupakan tanda yang paling penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang dengan pemeriksaan teliti terdapat pada 60-85% kasus GNAPS. Adanya torak eritrosit ini merupakan bantuan yang sangat penting pada kasus GNAPS yang tidak jelas, sebab torak ini menunjukkan adanya suatu peradangan glomerulus (glomerulitis). Meskipun demikian bentuk torak eritrosit ini dapat pula dijumpai pada penyakit ginjal lain, seperti nekrosis tubular akut Darah - Reaksi serologis: Infeksi streptokokus pada GNA menyebabkan reaksi serologis terhadap produk-produk ekstraselular streptokokus, sehingga timbul antibodi yang titernya dapat diukur, seperti antistreptolisin O (ASO), antihialuronidase (AH ase) dan antideoksiribonuklease (AD Nase-B). Titer ASO merupakan reaksi serologis yang paling sering diperiksa, karena mudah dititrasi. Titer ini meningkat 70-80% pada GNAPS. Sedangkan kombinasi titer ASO, AD Nase-B dan AH ase yang meninggi, hampir 100% menunjukkan adanya infeksi streptokokus sebelumnya. Kenaikan titer ini dimulai pada hari ke-10 hingga 14 sesudah infeksi streptokokus dan mencapai puncaknya pada minggu ke- 3 hingga 5 dan mulai menurun pada bulan ke-2 hingga 6. Titer ASO jelas meningkat pada GNAPS setelah infeksi saluran pernapasan oleh streptokokus. Titer ASO bisa normal atau tidak meningkat akibat pengaruh pemberian antibiotik, kortikosteroid atau pemeriksaan dini titer ASO. Sebaliknya titer ASO jarang meningkat setelah piodermi. Hal ini diduga karena adanya jaringan lemak subkutan yang menghalangi pembentukan antibodi terhadap streptokokus sehingga infeksi streptokokus melalui kulit hanya sekitar 50% kasus menyebabkan titer ASO meningkat. Di pihak lain, titer AD Nase jelas meningkat setelah infeksi melalui kulit. - Aktivitas komplemen : Komplemen serum hampir selalu menurun pada GNAPS, karena turut serta berperan dalam proses antigen-antibodi sesudah terjadi infeksi streptokokus yang nefritogenik. Di antara sistem komplemen dalam tubuh, maka komplemen C3 (B1 C globulin) yang paling sering diperiksa kadarnya karena cara pengukurannya mudah. Beberapa penulis melaporkan 8092% kasus GNAPS dengan kadar C3 menurun. Umumnya kadar C3 Mulai menurun selama fase akut atau dalam minggu pertama perjalanan penyakit, kemudian menjadi normal sesudah 4-8 minggu timbulnya gejala-gejala penyakit. Bila sesudah 8 minggu kadar komplemen C3 ini masih rendah, maka hal ini menunjukkan suatu proses kronik yang dapat dijumpai pada glomerulonefritis membrano proliferatif atau nefritis lupus. 4,7 - Laju endap darah : LED umumnya meninggi pada fase akut dan menurun setelah gejala klinik menghilang. Walaupun demikian LED tidak dapat digunakan sebagai parameter kesembuhan GNAPS, karena terdapat kasus GNAPS dengan LED tetap tinggi walaupun gejala klinik sudah menghilang. Biopsi Ginjal

26

Prosedur ini melibatkan penggunaan jarum khusus untuk mengekstrak potonganpotongan kecil jaringan ginjal untuk pemeriksaan mikroskopis untuk membantu menentukan penyebab dari peradangan,derajat penyakit dan proses keparahan inflamasi. Kultur darah dan kultur jaringan Kultur darah diindikasikan pada pasien dengan demam, imunosupresi, intravena (IV) sejarah penggunaan narkoba, shunts berdiamnya, atau kateter. Kultur darah dapat menunjukkan hipertrigliseridemia, penurunan laju filtrasi glomerulus, atau anemia. Kultur dari tenggorokan dan lesi kulit untuk menyingkirkan spesies Streptococcus dapat diperoleh. Radiografi Radiografi dada diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa hemoptysis (misalnya, Wegener granulomatosis, sindrom Goodpasture, kongesti paru). Pencitraan radiografi perut (yaitu, computed tomography [CT]) diperlukan jika abses viseral diduga; juga mencari abses dada. CT scan kepala tanpa kontras mungkin diperlukan dalam setiap pasien dengan hipertensi ganas atau perubahan status mental. Ultrasonografi ginjal samping tempat tidur mungkin tepat untuk mengevaluasi ukuran ginjal, serta untuk menilai echogenicity dari korteks ginjal, mengecualikan obstruksi, dan menentukan tingkat fibrosis. Sebuah ukuran ginjal kurang dari 9 cm adalah sugestif dari jaringan parut yang luas dan rendah dan kemungkinan reversibilitas. DIAGNOSIS BANDING Banyak penyakit ginjal atau di luar ginjal yang memberikan gejala seperti GNAPS. 1. Penyakit ginjal : a. Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut Kelainan ini penting dibedakan dari GNAPS karena prognosisnya sangat berbeda. Perlu dipikirkan adanya penyakit ini bila pada anamnesis terdapat penyakit ginjal sebelumnya dan periode laten yang terlalu singkat, biasanya 1-3 hari. Selain itu adanya gangguan pertumbuhan, anemia dan ureum yang jelas meninggi waktu timbulnya gejala-gejala nefritis dapat membantu diagnosis. b. Penyakit ginjal dengan manifestasi hematuria Penyakit-penyakit ini dapat berupa glomerulonefritis fokal, nefritis herediter (sindrom Alport), IgA-IgG nefropati (Maladie de Berger) dan benign recurrent haematuria Umumnya penyakit ini tidak disertai edema atau hipertensi. Hematuria mikroskopik yang terjadi biasanya berulang dan timbul bersamaan dengan infeksi saluran napas tanpa periode laten ataupun kalau ada berlangsung sangat singkat. c. Rapidly progressive glomerulonefritis (RPGN) RPGN lebih sering terdapat pada orang dewasa dibandingkan pada anak. Kelainan ini sering sulit dibedakan dengan GNAPS terutama pada fase akut dengan adanya oliguria 27

atau anuria. Titer ASO, AH ase, AD Nase B meninggi pada GNAPS, sedangkan pada RPGN biasanya normal. Komplemen C3 yang menurun pada GNAPS, jarang terjadi pada RPGN. Prognosis GNAPS umumnya baik, sedangkan prognosis RPGN jelek dan penderita biasanya meninggal karena gagal ginjal. d.Glomerulonefritis Mesangiocapillary atau membranoproliferatif MPGN Glomerulonefritis Mesangiocapillary atau membranoproliferatif (MPGN) mungkin memiliki penyajian yang hampir identik dengan glomerulonefritis akut poststreptococcal. Manifestasi awal seringkali lebih serius pada orang dengan MPGN dibandingkan pada mereka dengan nefropati IgA, fungsi ginjal berkurang secara nyata (yaitu, ketinggian besar kreatinin serum) 2. Penyakit-penyakit sistemik. Beberapa penyakit yang perlu didiagnosis banding adalah purpura Henoch-Schöenlein, eritematosus dan endokarditis bakterial subakut. Ketiga penyakit ini dapat menunjukkan gejala-gejala sindrom nefritis akut, seperti hematuria, proteinuria dan kelainan sedimen yang lain, tetapi pada apusan tenggorok negatif dan titer ASO normal. Pada HSP dapat dijumpai purpura, nyeri abdomen dan artralgia, sedangkan pada GNAPS tidak ada gejala demikian. Pada SLE terdapat kelainan kulit dan sel LE positif pada pemeriksaan darah, yang tidak ada pada GNAPS. sedangkan pada SBE tidak terdapat edema, hipertensi atau oliguria. Biopsi ginjal dapat mempertegas perbedaan dengan GNAPS yang kelainan histologiknya bersifat difus, sedangkan ketiga penyakit tersebut umumnya bersifat fokal. 3. Penyakit-penyakit infeksi : GNA bisa pula terjadi sesudah infeksi bakteri atau virus tertentu selain oleh Group A βhemolytic streptococci. Beberapa kepustakaan melaporkan gejala GNA yang timbul sesudah infeksi virus morbili, parotitis, varicella, dan virus ECHO. Diagnosis banding dengan GNAPS adalah dengan melihat penyakit dasarnya. 3.7 Tatalaksana 1. Istirahat Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada waktu berobat jalan. 2.Diet Jumlah garam yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari. Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari. Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran

28

3.Antibiotik Pemberian antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan biakan negatif belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu). 4.Terapi medikamentosa golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50 mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari. 5.Simptomatik a. Bendungan sirkulasi Hal paling penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasancairan, dengan kata lain asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal. b. Hipertensi Tidak semua hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya. Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. c. Gangguan ginjal akut Hal penting yang harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium. PEMANTAUAN Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu. Pada akhir minggu pertama atau kedua gejala-gejala seperti edema, hematuria, hipertensi dan oliguria mulai menghilang, sebaliknya gejala-gejala laboratorium menghilang dalam waktu 1-12 bulan. Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan bahwa hematuria mikroskopik terdapat pada rata-rata 99,3%, proteinuria 98,5%, dan hipokomplemenemia 60,4%. Kadar C3 yang menurun (hipokomplemenemia) menjadi normal kembali sesudah 2 bulan. Proteinuria dan hematuria dapat menetap selama 6 bln–1 tahun. Pada keadaan ini sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melacak adanya proses penyakit ginjal kronik. Proteinuria dapat menetap hingga 6 bulan, sedangkan hematuria mikroskopik dapat menetap hingga 1 tahun. Dengan kemungkinan adanya hematuria mikroskopik dan atau proteinuria yang berlangsung lama, maka setiap penderita yang telah dipulangkan dianjurkan untuk pengamatan setiap 4-6 minggu selama 6 bulan pertama. Bila ternyata 29

masih terdapat hematuria mikroskopik dan atau proteinuria, pengamatan diteruskan hingga 1 tahun atau sampai kelainan tersebut menghilang. Bila sesudah 1 tahun masih dijumpai satu atau kedua kelainan tersebut, perlu dipertimbangkan biopsi ginjal. RUJUKAN PADA KONSULTAN GINJAL ANAK Meskipun GNAPS merupakan penyakit yang bersifat self limiting disease, masih terdapat kasus-kasus yang perjalanan penyakitnya tidak khas sebagai GNAPS, sehingga memerlukan rujukan kepada Konsultan Ginjal Anak untuk tindakan khusus (antara lain biopsi ginjal). Indikasi rujukan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Gejala-gejala tidak khas untuk GNAPS : - Periode laten pendek - Adanya penyakit ginjal dalam keluarga - Pernah mendapat penyakit ginjal sebelumnya - Usia di bawah 2 tahun atau di atas 12 tahun 2. Adanya kelainan-kelainan laboratorik yang tidak khas untuk GNAPS : - Hematuria makroskopik > 3 bulan - Hematuria mikroskopik > 12 bulan - Proteinuria > 6 bulan - Kadar komplemen C3 tetap rendah > 3 bulan - Laju Filtrasi Glomerulus < 50% menetap > 4 bulan - Kadar komplemen C4 rendah, ANCA (+), ANA (+), anti ds DNA (+) atau anti GBM (+) 3.8 Komplikasi Komplikasi yang sering dijumpai adalah : 1. Ensefalopati hipertensi (EH). EH adalah hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15 menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap. Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3 – 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.

2. Gangguan ginjal akut (Acute kidney injury/AKI) Pengobatan konservatif : a. Dilakukan pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori secukupnya, yaitu 120 kkal/kgbb/hari b. Mengatur elektrolit : - Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik 3%. - Bila terjadi hipokalemia diberikan : • Calcium Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari • NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari 30

• K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari • Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5 g/kgbb 3. Edema paru Anak biasanya terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai bronkopneumoni. 4. Posterior leukoencephalopathy syndrome Merupakan komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi, karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang, halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal. 5.Anemia Timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang menurun. 3.9 Prognosis Penyakit ini dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi, sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat jarang, GNAPS dapat kambuh kembali. Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30% kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury), edema paru akut atau ensefalopati hipertensi. IV.Memahami dan Menjelaskan Padangan Islam Terhadap Urin dan Darah Thaharah atau bersuci adalah membersihkan diri dari hadats, kotoran, dan najis dengan cara yang telah ditentukan, Firman Allah swt. Dalam surat Al-Baqarah:222 ْ ‫ال ُمته ه‬ ‫ط ِه ِرينه هوي ُِحب التوابِينه ي ُِحب ّللاه إِن‬ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. Macam-macam Thaharah Thaharah terbagi dalam 2 bagian : a. Suci dari hadats ialah bersuci dari hadats kecil yang dilakukan dengan wudhu atau tayamum, dan bersuci dari hadats besar yang dilakukan dengan mandi. Macam – macam Hadats dibagi 2 :

31

- Hadats besar ialah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci, maka ia harus mandi atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats besar ialah : - Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak. - Keluar mani, baik karena bermimpi atu sebab lain. - Meninggal dunia - Haid, nifas, dan wiladah - Hadats kecil adalah keadaan seseorang tidak suci dan supaya ia menjadi suci maka ia harus wudhu atau jika tidak ada air dengan tayamum. Hal – hal yang menyebabkan seseorang berhadats kecil ialah : - Karena keluar sesuatu dari dua lubang yaitu qubul dan dubur - Karena hilang akalnya disebabkan mabuk, gila atau sebab lain seperti tidur - Karena persentuhan antara kulit laki – laki dan perempuan yang bukan mahramnya tanpa batas yang menghalanginya. Karena menyentuh kemaluan. b. Suci dari najis ialah membersihkan badan, pakaian dan tempat dengan menghilangkan najis dengan air. Najis terbagi menjadi 3, yaitu

:

a. Najis mughallazhah (berat/besar), yaitu najis yang disebabkan sentuhan atau jilatan anjing dan babi. Cara menyucikannya ialah dibasuh 7x dengan air dan salah satunya dengan tanah. b. Najis mukhaffafah (ringan), yaitu najis air seni anak laki – laki yang belum makan atau minum apa-apa selain ASI. Cara menyucikannya dipercikkan air sedangkan air seni anak perempuan harus dibasuh dengan air yang mengalir hingga hilang zat atau sifatnya. C. Najis mutawassithah (pertengahan), yaitu najis yang ditimbulkan dari air kencing, kotoran manusia, darah,dan nanah. Cara menyucikkannya dibasuh dengan air di tempat yang terkena najis sampai hilang warna, rasa, dan baunya. Darah Darah manusia itu najis hukumnya, yaitu darah yang mengalir keluar dalam jumlah yang besar dari dalam tubuh. Dan dasarnya adalah firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan atasmu bangkai dan darah.” (QS An-Nahl: 115). Selain itu juga ada hadits Nabi yang menyebutkan bahwa pakaian yang terkena darah dan benda-benda najis lainnya harus dicuci. Dari Ammar bin Yasir radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,”Sesungguhnya pakaian itu harus dicuci bila terkena mani, air kencing dan darah”. (HR. Ad Daruquthny) Dari Asma’ binti Abu Bakar berkata bahwa ada seorang wanita mendatangi Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dan bertanya,”Aku mendapati pakaian salah seorang kami terkena darah haidh, apa yang harus dia lakukan?”. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab,” 32

ia kupas dan lepaskan darah itu lalu ia kerok dengan ujung jari dan kuku sambil dibilas air kemudian ia cuci kemudian ia shalat dengannya”. (HR. Bukhari)

a. Bukan Najis: Darah Dalam Tubuh Darah yang mengalir di dalam tubuh hukumnya tidak najis, yang najis adalah darah yang mengalir keluar dari tubuh, sebagaimana firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala: …”atau darah yang mengalir.” (QS Al An’am: 145) Termasuk yang menjadi pengecualian adalah organorgan yang terbentuk atau menjadi pusat berkumpulnya darah seperti hati, jantung dan limpa dan lainnya. Semua organ itu tidak termasuk najis, karena bukan berbentuk darah yang mengalir. Maka orang yang menerima sumbangan donor darah dari luar, ketika darah itu masih berada di dalam kantung, hukumnya najis dan tidak boleh shalat sambil membawa kantung berisi darah. Tetapi bila darah itu sudah disuntikkan ke dalam tubuh seseorang, maka darah yang sudah masuk ke dalam tubuh itu tidak terhitung sebagai benda najis. Kalau masih tetap dianggap najis, maka seluruh manusia pun pasti mengandung darah juga. Apakah tubuh manusia itu najis karena di dalamnya ada darahnya? Jawabannya tentu saja tidak najis, karena darah yang najis hanyalah darah yang keluar dari tubuh seseorang. b. Bukan Najis: Darah Syuhada’ Darah yang juga hukumnya bukan darah najis adalah darah yang mengalir dari tubuh muslim yang mati syahid (syuhada’). Umumnya para ulama sepakat mengatakan bahwa darah orang yang mati syahid itu hukumnya tidak termasuk najis. Dasar dari kesucian darah para syuhada adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:” Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan darahdarahnya juga. Sesungguhnya mereka akan datang di hari kiamat dengan berdarah-darah, warnanya warna darah namun aromanya seharum kesturi. (HR. An-Nasai dan Ahmad) Namun para ulama mengatakan darah syuhada yang suci itu hanya bila darah itu masih menempel di tubuh mereka. Sedangkan bila darah itu terlepas atau tercecer dari tubuh, hukumnya tetap hukum darah seperti umumnya, yaitu najis. c. Bukan Najis: Darah Yang Dimaafkan Para ulama juga mengenal istilah kenajisan darah yang dimaafkan. Artinya meski pun wujudnya memang darah, namun karena jumlahnya sedikit sekali, kenajisannya dianggap

33

tidak berlaku. Namun mereka berbeda pendapat tentang batasan dari sedikitnya darah yang dimaafkan kenajisannya itu. -Al Hanafiyah Al-Hanafiyah mengatakan bahwa batasannya adalah darah itu tidak terlalu besar mengalir ke luar tubuh melebihi lebarnay lubang tempat keluarnya darah itu. Mazhab ini juga memaafkan najis darah dari kecoak dan kutu busuk, karena dianggap sulit seseorang untuk bisa terhindar dari keduanya. Terkait dengan darah, hewan air atau hewan yang hidup di laut yang keluar darah dari tubuhnya secara banyak tidak najis. Hal itu disebabkan karena ikan itu hukumnya tidak najis meski sudah mati. - Al Malikiyah Dalam pandangan mazhab Al Malikiyah, darah yang kenajisannya dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh, tapi ukurannya tidak melebihi ukuran uang dirham, bila terlepas dari tubuh. - Asy-Syafi’iyah Mazhab Asy-Syafi’iyah mengatakan bahwa darah yang kenajisannya dimaafkan adalah darah yang jumlahnya sangat sedikit sekali. Namun mazhab ini tidak menyebutkan ukurannya secara tepat. Ukurannya menurut ‘urf masingmasing saja. Selain itu yang juga termasuk dimaafkan adalah darah yang keluar dari tubuh seseorang karena lecet atau sisa pengeluaran darah dalam donor darah. Demikian juga darah kecoak dan kutu busuk, termasuk yang dimaafkan. Juga darah yang tidak nampak oleh mata kita, bila terjadi pendarahan pada bagian tubuh tertentu, termasuk yang dimaafkan. Kotoran dan Kencing Kotoran manusia dan air kencing (urine) adalah benda yang najis menurut jumhur ulama. Abu Hanifah mengatakan kotoran manusia termasuk najis ghalizhah (najis berat). Sementara Abu Yusuf dan Muhammad mengatakan najis ringan (khafifah). Dasarnya kenajisan kotoran (tinja) adalah sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam: Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam meminta kepada Ibnu Mas’ud sebuah batu untuk istinja’, namun diberikan dua batu dan sebuah lagi yang terbuat dari kotoran (tahi). Maka beliau mengambil kedua batu itu dan membuang tahi dan berkata,”Yang ini najis”. (HR. Bukhari) Selain itu juga ada dalil dari hadits yang lain dimana disebutkan bahwa kotoran manusia harus dicuci dari baju. “Baju itu dicuci dari kotoran, kencing, muntah, darah, dan mani. (HR. Al Baihaqi dan AdDaruquthny)

34

DAFTAR PUSTAKA

Sherwood, Lauralee. 2014. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Sofwan, Achmad.2019.Anatomi Systema Urogenitale. Jakarta: Bagian Anatomi Universitas Yarsi. Eroschenko. 2010. Atlas Histologi diFior. Jakarta: EGC. Ganong, W.F. (2005) Buku ajar Fisiologi Kedokteran Ed. 22, EGC: Jakarta. Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1996. Buku Ajar Histologi. Ed 5. Jakarta : EGC. Behrman, dkk. (2000). Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Volume 3. Jakarta: EGC Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC. Junqueira. 2011. Histologi Dasar Junqueira Teks & Atlas. Jakarta: EGC. www.hasanalbanna.com/najis-tubuh-manusia Konsensus Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus @ 2012 UKK Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Noer MS . Glomerulonefritis, 2002. In Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO. Buku Ajar Nefrologi Anak. 2nd .Ed. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 323-361

35

Related Documents

Wrap Up Sk1 Urin.docx
June 2020 13
Sk1
May 2020 6
Weekly Wrap Up
June 2020 9
Wrap Up Ebm.docx
June 2020 11

More Documents from "Nadira Farah Prayogo"

L.docx
June 2020 10
L.docx
June 2020 11
Disaster Plan
June 2020 17
L.docx
June 2020 10
Wrap Up Sk1 Urin.docx
June 2020 13