DAFTAR ISI
Daftar isi ........................................................................................................ 1 Skenario ......................................................................................................... 2 Kata-kata sulit ............................................................................................... 3 Brainstorming ............................................................................................... 4 Hipotesis ......................................................................................................... 5 Sasaran belajar .............................................................................................. 6 LO. 1 Memahami dan Menjelaskan Vesica Urinaria dan Urethra……… 7 1.1 Makroskopis………………………………………………........... 7 1.2 Mikroskopis………………………………………………….. .... 8 LO. 2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih............................. 10 2.1 Mekanisme..................................................................................... 10 2.2 Lintas persyarafan & pusat tertinggi pada refleks berkemih.......... 12 LO. 3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih..................... 13 3.1 Definisi........................................................................................... 13 3.2 Etiologi.......................................................................................... 14 3.3 Klasifikasi...................................................................................... 15 3.4 Patogenesis & Patofisiologi........................................................... 15 3.5 Manifestasi Klinis.......................................................................... 17 3.6 Cara menegakkan diagnosis dan diagnosis banding...................... 18 3.7 Tatalaksana.................................................................................... 21 3.8 Pencegahan..................................................................................... 25 3.9 Komplikasi..................................................................................... 25 3.10 Prognosis....................................................................................... 25 LO 4. Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan laboratorium mikrobiologi 4.1 Pemilihan sampel............................................................................... 26 4.2 Cara pengambilan sampel serta pengelolaan bahan pemeriksaan untuk penentuan diagnosis bakteriologis & uji kepekaan.................................. 26 LO 5. Memahami dan Menjelaskan cara membersihkan diri setelah berhubungn menurut Islam.................................................................................................... 28 Daftar pustaka.................................................................................................... 28
1
SKENARIO HONEYMOON CYSTITIS Seorang perempuan, usia 22 tahun, baru menikah, datang ke dokter puskesmas dengan keluhn nyeri saat buang air kecil (anyang-anyangan). Keluhan dirasakan sejak dua hari yang lalu setelah berhubungan badan dengan suaminya. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Pada pemeriksaan urinalisis didapatkan warna urin keruh , proteinuria (-), leukosit esterse (+), nitrit (+). Sedimen urin: jumlah leukosit 30-15 sel/LPB, eritrosit 3-5sel/LPB, epitel (++) dan bakteri (+).
2
KATA SULIT 1. Honeymoon cystitis: Peradangan pada kandung kemih yang terjadi pada wanita karena ukuran urethra lebih pendek dari pada pria. 2. Leukosit esterase: Enzim yang dikeluarkan sel darah putih. 3. Sedimen urin: Endapan pada urinalisis
3
BRAINSTORMING 1. Mengapa bisa terjadi nyeri pada saat buang air kecil? 2. Mengapa urin tampak keruh? 3. Mengapa terjadi peningkatan leukosit? 4. Mengapa nitrin positif? 5. Apa hubungan jenis kelamin pada status pasien ini? 6. Apa penyebab anyang-anyangan? 7. Mengapa terjadinya epitel ++? 8. Mengapa keluhan dirasakan setelah berhubungan? 9. Faktor apa saja yang bisa menyebabkan honeymoon cystitis? 10. Apa tatalaksana pada penyakit ini? 11. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan pada honeymoon cystitis? 12. Bagaimana tata cara bersuci setelah berhubungan menurut pandangan Islam? JAWABAN 1 & 3. Karena pada ostium urethra terjadi inflamasi sehingga terjadi peningkatan leukosit. 2. Karena terdapat sedimen aktif & leukosit. 4. Karena bakteri penyebabnya mereduksi nitrat menjadi nitrit. 5. karena urethra wanita lebih pepndek. 6. Karena adanya bakteri yang membuat vesica urinaria terus berkontraksi dan terjadi gangguan pada otot spingter & detrusor sehingga keinginan berkemih tidak bisa dikendalikan. 7. Karena vesica urinaria meradang, epitel yang rusak ikut terbawa bersama urin. 8. karena flora normal dari rektum, penis, vagina berpindah ke urethra dan vesica urinaria yang seharusnya steril terkontaminasi oleh flora normal. 9. - Kurang menjaga kebersihan - Imun sedang menurun - urethra wanita lebih pendek - sering menahan buang air kecil 10. Antibiotik, antiinflamasi, analgesik, istirahat yang cukup, minum air putih yang banyak. 11. kultur urin = urin tengah Kultur darah Uji biokim Rontgen supra pubic 12. Mandi wajib
4
HIPOTESIS Infeksi saluran kemih disebabkan oleh bakteri yang membuat vesica urinaria terus berkontraksi dan terjadi gangguan pada otot spingter & detrusor sehingga keinginan berkemih tidak bisa dikendalikan. Penyakit ini menyebabkan gejala anyang-anyangan dan nyeri saat berkemih. Hal ini dapat diperiksa dengan kultur urin, kultur darah, uji biokim dan rontgen supra pubic sehingga didapatkan hasil peningkatan leukosit, nitrit +, urin terdapat sedimen aktif & leukosit. Pada orang yang terkena penyakit ini dapat diberi tatalaksana berupa antibiotik, antiinflamasi, analgesik, istirahat yang cukup serta meminum air putih yang banyak dan melakukan mandi wajib setelah melakukan hubungan.
5
SASARAN BELAJAR LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Vesica Urinaria dan Urethra 1.1 Anatomi Makroskopis 1.2 Anatami Mikroskopis LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih 2.1 Mekanisme 2.2 Lintas persyarafan & pusat tertinggi pada refleks berkemih LO 3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih 3.1 Definisi 3.2 Etiologi 3.3 Klasifikasi 3.4 Patogenesis & Patofisiologi 3.5 Manifestasi Klinis 3.6 Cara menegakkan diagnosis dan diagnosis banding 3.7 Tatalaksana 3.8 Pencegahan 3.9 Komplikasi 3.10 Prognosis LO 4. Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan lab. Mikrobiologi 4.1 Pemilihan sampel 4.2 Cara pengambilan sampel serta pengelolaan bahan pemeriksaan untuk penentuan diagnosis bakteriologis & uji kepekaan LO 5. Memahami dan Menjelaskan cara membersihkan diri setelah berhubungn menurut Islam
6
LO 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Vesica Urinaria dan Urethra 1.1 Anatomi Makroskopis VESICA URINARIA (URINARY BLADDER) Adalah kantung kemih (buli-buli) yang merupakan tempat muara ureter dextra dan sinistra dalam rongga pelvis. Struktur anatomi vesika urinary: a. Berbentuk piramid 3 sisi → apex menuju ventral atas, basis (fundus) menuju dorso caudal, dan corpus terletak antara apex & fundus b. Pada bagian kanan/kiri fundus vesicae ada muara kedua ureter disebut ostium uretericum vesicae dan daerah tersebut berbentuk segitiga disebut trigonum vesicae. Pada basis caudal terdapat jalan keluar urine menuju urethra disebut ostium urethra internum vesicae. c. Pada apex vesicae terdapat jaringan ikat yg merupakan sisa embryologis dari “Urachus” yg menuju umbilicus disebut ligamentum vesico umbilicalis medianum d. Mempunyai lapisan fibrosa, serosa dan tunica muscularis. Pada tunica muscularis terdapat serabut otot stratum longitudinalis dari apex ke fundus dan stratum circulare yang melingkari ostium interneum vesicae m.destrusor vesicae (merangsang urine) dan m.sphincter vesicae (mempertahankan urine dalam vesicae) e. Pada daerah trigonal vesicae terdapat otot lanjutan stratum longitudinalis yang menghubungkan kedua ostium uretericum dan membentuk plica inter uretericum untuk menutup vesicae jika sudah penuh
Gambar 2. Vesica Urinarius pada Wanita Perdarahan a.vesicalis superior cabang dari a.hypogastrica a.vesicalis inferior cabang dari a.hypogastrica Persarafan Saraf otonom parasymphatis berasal dari n.splanchnicus pelvicus (Sacral 2-3-4) Saraf otonom symphatis dari ganglion symphatis (Lumbal 1-2-3) Saluran terakhir dari sistem urinarius URETHRA Adalah saluran terakhir dari sistem urinarius mulai dari ostium urethra internum sampai ostium urethra externum, Urethra pada laki-laki lebih panjang dari wanita, sebab pada laki-
7
laki ada penis dan kelenjar prostat, pada wanita tidak ada. Pada laki-laki lebih panjangnya 18-20 cm, dan pada wanita hanya 3-4 cm. Pada laki-laki, urethra terbagi atas 3 daerah: a. Urethra pars prostatica → mulai dari ostium urethra internum sampai urethra yang ditutupi oleh glandula prostat & berada di rongga pelvis. b. Uretra pars membranacea → mulai dari urethra pars prostatica sampai bulbus penis pars cavernosa (paling pendek= 1-2 cm) c. Uretra pars cavernosa (spongiosa) → mulai dari daerah bulbus penis sampai ostium urethra externum, berjalan dalam corpus cavernosa urethra (penis), 12-15 cm.
Gambar 3. Urethra pada Laki-laki Pada urethra bermuara 2 macam kelenjar, yaitu : Kelenjar para urethralis Kelenjar bulbo urethralis Perdarahan a.dorsalis penis a.bulbo urethralis Persarafan Cabang-cabang n.pudendus (Syam, Edward. 2011) 1.2 Anatomi Mikroskopik VESIKA URINARIA Adalah organ berongga yang fungsi utamanya adalah menampung urine. Lumen vesika urinaria dilapisi epitel transisional yang dapat meregang atau membesar ( berubah bentuk ) saat 8
diisi urine. Vesika urinaria dilapisi oleh 3 lapisan yaitu mukosa, muskularis dan adventisia / serosa. Lapisan yang menyusun epitel transisional pada mukosa lebih banyak, pada permukaan epiel yang teregang dapat ditemukan sel payung dengan dinding apikalnyaberwarna asidofil. Dibawah epitel terdapat lamina propia. Tunika muskularis tersusun oleh lapisan – lapisan otot polos yang berjalan ke berbagai arah. Tunika adventitia berupa jaringan ikat, sebagian vesika urinaria ditutupi oleh peritoneum (serosa).
Gambar 4. Mikroskopik vesika urinaria URETHRA VESICAE URINARIA Penampilan irisan kandung kemih mirip ureter. Epitel transisionalnya lebih tebal, terdiri atas 6-8 lapis sel pada kandung kemih kosong, dan hanya setebal 2-3 lapis kandung kemih terisi penuh. Di bawah epitel terdapat muskularis mukosa yang tidak utuh yang dibentuk oleh serat-serat otot kecil yang tidak beraturan,dengan banyak serat saraf. Lamina proprianya tebal dengan lapis luar yang longgar, kadang disebut submukosa, yang memungkinkan mukosa ini berlipat pada kandung kemih kosong. Tebal tunika muskularis sedang saja dan terdiri atas tiga lapisan: (1) lapisandalam yang longitudinal, (2)lapisan tengah yangsirkular, dan (3) lapisan luaryang longitudinal. Lapisan sirkular tengah paling mencolok dan membentuk sfingter tebal sekitar muara urethra dalam dan tidak begitu tebal sekitar muara ureter. Lapisan adventisia terdiri atas jaringan fibro-elastis, hanya permukaan superior kandung kemih saja yang ditutupi peritoneum secara longgar. Lapisan luar, longitudinal, berjalan sampai ke ujung prostat pada laki-laki, dan pada wanita berjalan sampai ke meatus externus urthrae.
9
http://1.bp.blogspot.com/mZvk8joyFu8/T_pVfQ7PtKI/AAAAAAAAAKU/zG3ogevi6Z0/s1600/kantung%2Bkemih%2Bmu kosa.PNG URETHRAE ♠ Urethra masculina: Panjang urethra pria antara 15-20 cm dan untuk keperluan deskriptif dibagi dalam tiga bagian. Epitel pembatas urethra pars prostatica ialah epitel transisional, tetapi pada bagian lain berubah menjadi epitel berlapis /bertingkat silindris, dengan bercak-bercak epitel berlapis gepeng. Ujung urethra bagian penis yang melebar (fossa navicularis) dibatasi epitel berlapis gepeng, terdapat sedikit sel goblet penghasil mukus. Di bawah epitel terdapat lamina propria terdiri atas jaringan ikat fibro-elastis longgar. Membran mukosa tidak beraturan, dengan lekukan atau sumur kecil-kecil yang meluas ke dalam membentuk kelenjar tubular (Littre) yang bercabang. Kelenjar ini lebih banyak pada permukaan dorsal urethra dan tersusun serong dengan bagian dasar tersusun proximal terhadap muaranya. Kelenjar ini dibatasi epitel serupa dengan yang membatasi urethra dan menghasilkan mukus.
http://education.med.nyu.edu/Histology/courseware/modules/urinarysy/images/urisys.23.gif ♠ Urethra feminina Urethra pada wanita jauh lebih pendek daripada urethra pria.Muskularis terdiri atas dua lapisan otot polos tersusun serupa dengan yang ada pada ureter, tetapi diperkuat sfingter otot pada muaranya. Epitel pembatasnya terutama epitel berlapis gepeng, dengan bercakbercak epitel bertingkat silindris. Juga terdapat penonjolan berupa kelenjar, serupa kelenjar Littre padapria. Lamina proprianya merupakan jaringan ikat fibrosa longgar yang ditandai dengan banyaknya sinus venosus mirip jaringan cavernosa. LO 2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Berkemih 2.1 Mekanisme 10
REFLEKS MIKTURISI Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urin. Melibatkan dua proses ; pertama Kandung kemih terisi secara progresif sehingga tegangan pada dindingnya meningkat melampaui ambang batas. Keadaan ini akan mencetuskan tahap keduayaitu adanya refleks saraf (reflex mikturisi) yang akan mengosongkan kandung kemih, atau jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang disadari. Kerja alat-alat proses berkemih: Otot detrusor Kontraksi otot detrusor merupakan tahap utama pada proses pengosongan kandung kemih, eksitasi otot ini yang terletak diseluruh Vesica urinaria akan menyebabkan kontraksi kandung kemih secara keseluruhan. Menyebabkan peningkatan tekanan intra-VU yang menyebabkan urin terdorong keluar. Sphycter internTonus alamiah dari otot sfingter leher kandung kemih menahan terjadinya pengosongan kandung kemih hingga tekanan pada bagian utama kandung kemih meningkat melampaui nilai ambang. Sphyncter externa Otot ini berada di bawah kendali volunteer oleh sistem saraf dan dapat digunakan untuk mencegah miksi secara sadar bahkan ketika kendali involunter berusaha untuk mengosongkan kandung kemih. Mekanisme Berkemih Urin yang dikeluarkan dari kandung kemih pada dasarnya memiliki komposisi yang sama dengan cairan yang mengalir keluar dari duktus koligentes, tidak ada perbedaan komposisi urin yang bermakna selama urin melalui kalises ginjal dan ureter menujuke kandung kemih. Urin mengalir dari duktus koligentes menuju kalises ginjal. Urin meregangkan kalises dan meningkatkan aktivitas pacemaker, yang kemudian akan memicu kontraksi peristaltic yang menjalar ke pelvis ginjal dan ke arah bawah di sepanjang ureter,dengan demikian memaksa urin mengalir dari pelvis ginjal ke arah kandung kemih. Kontraksi peristaltik pada ureter diperkuat oleh rangsangan para simpatis dan dihambat oleh rangsangan simpatis. Ureter memasuki kandung kemih melalui otot detrusor di dalam area trigonum kandung kemih. Tonus normal otot detrusor di dalam kandung kemih cendering akanmenekan ureter, dengan demikian mencegah aliran balik dari kandung kemih ketikaterbentuk tekanan di dalam kandung kemih selama mikturisi atau selama kompresikandung kemih. Setiap gelombang peristaltic di sepanjang ureter akan meningkatkantekanan didalam ureter sehingga daerah yang menuju kandung kemih membuka danmemungkinan aliran urin ke dalam kandung kemih. Pada beberapa orang jarak yang ditempuh ureter di dalam dinding kandung kemih lebih pendek dari normal, sehingga kontraksi kandung kemih selama mikturisi tidak selalu menyebabkan oklusi ureter yang lengkap. Sebagai akibatnya, sebagian urin di dalam kandung kemih didorong ke belakang ke arah ureter, keadaan inidisebut reflex vesiko ureter, yang menyebabkan pembesaran ureter dan ginjal. Sensasi nyeri dalam ureter dan reflex uretero renalUreter banyak dipersarafi oleh serabut saraf nyeri. Bila ureter terbendung (karena obstruksi atau batu) terjadi konstriksi refeks yang kuat, disertai dengan nyerihebat. Impuls nyeri juga menyebabkan reflex simpatis balik ke ginjal untuk mengkonstriksi arteriol ginjal, sehingga menurunkan output urin dari ginjal. Efek ini disebut reflex uretero renal dan penting untuk mencegah aliran cairan yang berlebihan ke pelvis ginjal pada keadaan ureter terbendung. Pengisian Kandung Kemih dan tonus dinding kandung kemih; sistometrogramPada saat tidak ada urin di dalam kandung kemih, tekanan intravesikularnya sekitar 0, tetapi setelah ada urin sebanyak 30-50 ml, 11
tekanan meningkat menjadi 5-10sentimeter air. Tambahan urin sebanyak 200 atau 300 ml hanya sedikit menambah peningkatan tekanan, nilai tekanan yang konstan ini disebabkan oleh tonusintrinsik pada dinding kandung kemih sendiri. Tapi bila urin dlm kandung kemihmelebihi 300-400 ml, maka akan terjadi peningkatan tekanan secara cepat. Bertambahnya perubahan tekanan tonus selama pengisian kandung kemihmerupakan peningkatan tekanan akut periodic yang terjadi selama beberapa detik hingga lebih dari semenit. Puncak tekanan dapat meningkat hanya beberapa cm air ,atau mungkin meningkat hingga lebih dari 100 cm air. Puncak tekanan ini disebut gelombang mikturisi, pada sistometogram dan disebabkan reflex mikturisi.
2.2 Lintas persyarafan & pusat tertinggi pada refleks berkemih Sistem Persarafan Fungsi dari sistem urinaria bagian bawah adalah bergantung dari fungsi sistem persarafan dari otak. Sistem persarafan dibagi menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat mencakup otak dan medulla spinalis.Sistem saraf tepi mencakup saraf otonomik dan somatik. Sistem saraf otonom tidak dibawah kontrol kesadaran dan disebut sistem involunter. Sistem saraf involunter mencakup, sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem saraf simpatis yang berasal dari segmen thorakolumbal (T11-L2) dan sacral pada medulla spinalis yang berjalan menuju ke ganglia mesentarika inferior (pleksus mesentarika inferior) lalu menuju ke nervus hipogastrik atau nervus pelvikus yang berjalan pada rantai paravertebral yang berada pada kandung kemih dan uretra. Sistem saraf ini mengatur pengisian kandung kemih melalui: (1) merelaksasi otot kandung kemih sehingga dapat diisi oleh urin, dan (2) mengkontraksikan sfingter uretra internal dalam mecegah urin memasuki uretra. Sistem saraf parasimpatis yang berasal dari S2-S4 yang berjalan dari akral sacral dan nervus pelvikus yang menuju ke ganglia yang berada pada pleksus pelvicus dan dinding kandung kemih. Saraf parasimpatis dapat menimbulkan keinginan untuk berkemih atau pengosongan kandung kemih malalui (1) stimulasi otot kandung kemih untuk berkontraksi sehingga menyebabkan sensasi berkemih dan 12
(2) merelaksasi sfingter uretra internal yang menyebabkan urin masuk uretra. Sistem saraf somatik mengirim signal ke sfingter uretra eksternal untuk mencegah kebocoran urin atau untuk berelaksasi sehingga urin dapat keluar. Fungsi sistem persarafan bergantung pada pelepasan zat kimiawi yang kita kenal dengan neurotransmitter. Zat yang peling penting mempengaruhi kandung kemih adalah asetilkolin (ACH) yang dilepaskan oleh akson parasimpatis postganglionic. Ketika ACH dilepas ia akan menyebabkan otot-otot kandung kemih mengalami kontraksi. Pelepasan ACH ini diakibatkan adanya stimulasi dari M3 reseptor muskarinik yang terdapat pada otot polos kandung kemih. Pelepasan zat kimiawi ini mengatur respon dari sistem persarafan pada kandung kemih. Selain asetilkolin, sistem saraf simpatis postganglionic juga melepaskan noradrenalin yang diaktivasi oleh reseptor ᵦ3 adrenergik yang merelaksasikan otot polos kandung kemih dan adanya aktivasi dari a1 adrenergik yang mengkontraksikan otot polos uretra. Akson somatik dari nervus pudendus akan melepaskan ACH yang diakibatkan kontraksi oleh otot spinchter eksterna yang diaktivasi oleh reseptor kolinergik nikotinik.
LO 3. Memahami dan Menjelaskan Infeksi Saluran Kemih 3.1 Definisi Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika sudah tersedia luas di pasaran. ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keberadaan mikroorganisme di dalam urin. Bakteriuria bermakna (significant bakteriuria) menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert 13
bacteriuria). Sebaliknya bakteruria bermakna dengan disertai presentasi klinis dinamakan bakteriuria bermakna simptomatik. Infeksi saluran kemih sederhana (uncomplicated type) merupakan infeksi saluran kemih berulang tetapi jarang menimbulkan insufisiensi ginjal kronik sedangkan infeksi saluran kemih komplikasi (complicated type) adalah infeksi saluran kemih denga refluks vesikoureter sejak lahir. (Sukandar, Edar. 2009)
3.2 Etiologi Eschericia coli menyebabkan 80-90% infeksi saluran kemih bekterial nonkomplikata akut (cystitis) pada wanita muda. Bakteri usus lainnya dan Staphilococcus saphrophyticus menyebabkan sebagian besar infeksi kandung kemih lain yang biakannya positif pada kelompok pasien ini. Beberapa wanita muda dengan dysuria akut yang mengarah pada cystitis mempunyai biakan urin yang negative untuk bakteri. Pada pasien ini, sebaliknya dipikirkan untuk biakam selektif untuk Neisseria gonorrhoe dan Chlamydia trachomatis, dan evaluasi untuk infeksi herpes simplex. Pada infeksi saluran kemih bagian atas dengan penyulit, dalam keadaan abnormalitas anatomi atau katerisasi kronis, spektrum bakteri yang menginfeksi lebih besar daripada kasus tanpa penyulit. E coli sering terdapat, tetapi batang gram negative lain dari banyak spesies (missal, klebsiella, proteus, enterobakter, dan pseudomonas) enterokokusus dan staphilokokus juga sering. Pada banyak kasus terdapat 2 atau lebih spesies, dan bakteri sering resisten terhadap antimikroba yang diberikan berkaitan dengan terapi pendahuluan. Gram Negatif Famili Genus Spesies Enterobacteriaceae Escherichia coli Klebsiella pneumoniae, oxytosa Proteus mirabilis, vulgaris Enterobacter cloacae, aerogenes Providencia rettgeri, stuartii Morganella morganii Citrobacter freundii, diversus Serratia morcescens Pseudomonadaceae Pseudomonas Aeruginosa Gram Positif Famili Genus Spesies Micrococcaceae Staphylococcus Aureus Streptococcaceae Streptococcus fecalis, enterococcus Tabel 1. Famili, Genus, dan Spesies MO yang Paling Sering Sebagai Penyebab ISK
Penyebab lainnya bisa daRi virus seperti Adenovirus dan jamur seperti Chlamydia dan Mycoplasma. E. coli dapat menyebabkan infeksi asimtomatik ataupun simtomatik. E.coli mempunyai pili tipe P yang akan melekat pada bagian antigen golongan darah P, struktur pengenal minimalnya adalah disakarida 𝛼-D-galaktopiranosil-(1-4)-β-D-galaktopiranosida (adhesi pengikatan GAL-GAL) Proteus sp dan Staphylococcus dengan koagulase negatif sering ditemukan pada anak laki-laki berusia 5 tahun. ISK yang disebabkan oleh proteus sp akan menghasilkan 14
urease sehingga mengakibatkan hidrolisis urea secara cepat dan membebaskan amonia sehingga urin bersifat basa dan mudah sekali terjadi pembentukan batu. Ditambah lagi motilitas proteus sp yang cepat. Infeksi pseudomonas sp dan mikroorganisme lainnya (Sukandar, Edar. 2009; Brooks GF, et al. 2008) 3.3 Klasifikasi Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah Persentasi klinis ISK bawah tergantung gender : 1. Perempuan - Sistitis. Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna . - Sindrom Uretra Akut (SUA). SUA adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis abakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan MO anaerobik. 2. Laki-laki Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis dan urethritis. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas 1. Pielonifritis Akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang disebabkan infeksi bakteri. Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. Bakteriuria asimptomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal. Menurut komplikasi : 1. Infeksi saluran kemih (ISK) tipe sederhana (uncomplicated type) jarang dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) walaupun sering mengalami ISK berulang. 2. Infeksi saluran kemih (ISK) berkomplikasi (complicated type) terutama terkait refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan insufisiensi ginjal kronik (IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT) . Menurut Gejala : 1. Bakteriuria asimptomatis ( tanpa disertai gejala ) 2. Bakteriuria simptomatis ( disertai gejala ) 3.4 Patogenesis & Patofisiologi
15
Patogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas dan status pasien sendiri (host).
Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus (Sukandar, E., 2004).
Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan terikat pada P blood group antigen yang terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah (Sukandar, E., 2004).
Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1), dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat pada gen plasmio. (Sukandar, E., 2004) Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan ginjal. (Sukandar, E., 2004)
Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi 16
faktor bakteri dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. (Sukandar, E., 2004) Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Pada tabel di bawah dapat dilihat beberapa faktor yang dapat meningkatkan hubungan antara berbagai ISK (ISK rekuren) dan status secretor (sekresi antigen darah yang larut dalam air dan beberapa kelas immunoglobulin) sudah lama diketahui. Prevalensi ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. (Sukandar, E., 2004)
Patofisiologi Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut dari bakteremia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat stafilokokus aureus. Beberapa peneliti melaporkan PNA sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi sistemik gram negative. ISK rekuren. Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu : a.) Reinfeksi. Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan mikroorganisme (MO) yang berlainan. b.) Relapsing Infection. Setiap kali infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. 3.5
Manifestasi Klinis Pyelonephritis Akut : panas tinggi (39,5-40,5⁰C), disertai menggigil dan sakit pinggang. Sering didahului gejala infeksi saluran kemih bawah.
Infeksi saluran kemih bawah : sakit suprapubik, polakisuria (anyang-anyangan), nokturia (berkemih pada malam hari), dysuria (nyeri pada saat berkemih), dan stranguria (pengeluaran urin lambat dan nyeri).
Sindrom urethra akut : sulit dibedakan dengan cystitis. Sering ditemukan pada perempuan usia 20-50 tahun. Hanya disuria dan sering kencing serta bakteri di uri <100.000 koloni/ml urin
Infeksi saluran kemih rekuren : terdiri dari 2 kelompok a. Reinfeksi: episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan mikroorganisme yang berlainan. 17
Relapsing infection: setiap kali infeksi disebabkan oleh mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat. 3.6
Cara menegakkan diagnosis dan diagnosis banding I.
II.
Anamnesis ISK bawah frekuensi, disuria terminal, polakisuria, nyeri suprapubik. ISK atas: nyeri pinggang, demam, menggigil, mual dan muntah, hematuria. Pemeriksaan fisik: febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri ketok sudut kostovertebra. Laboratorium: lekositosis, lekosituria, kultur urin (+): bakteriuria > 105/ml urin. Pemeriksaan penunjang Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa puter, kultur urin, serta jumlah kuman/mL urin merupakan protocol standar untuk pendekatan diagnosis ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus sesuai dengan protocol yang dianjurkan. (Sukandar, E., 2004) Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK.Renal imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK termasuklah ultrasonogram (USG), radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning. (Sukandar, E., 2004) Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya adalah sebagai berikut: 1) Analisa Urin (urinalisis) Untuk pengumpulan spesimen, dapat dipilih pengumpulan urin melalui urin porsi tengah, pungsi suprapubik, dan kateter uretra. Secara umum, untuk anak laki-laki dan perempuan yang sudah bisa berkemih sendiri, maka cara pengumpulan spesimen yang dapat dipilih adalah dengan cara urin porsi tengah.Urin yang dipergunakan adalah urin porsi tengah (midstream). Untuk bayi dan anak kecil, spesimen didapat dengan memasang kantong steril pada genitalia eksterna. Cara terbaik dalam pengumpulan spesimen adalah dengan cara pungsi suprapubik, walaupun tingkat kesulitannya paling tinggi dibanding cara yang lain karena harus dibantu dengan alat USG untuk memvisualisasikan adanya urine dalam vesica urinaria. Yang dinilai adalah sebagai berikut: a) Eritrosit Ditemukannya eritrosit dalam urin (hematuria) dapat merupakan penanda bagi berbagai penyakit glomeruler maupun non-gromeruler, seperti batu saluran kemih dan infeksi saluran kemih. Positif bila ditemukan 5-10 per lapang pandang sedimen urin. b) Piuria Piuria atau sedimen leukosit dalam urin yang didefinisikan olehStamm, bila ditemukan paling sedikit 8000 leukosit per ml urin yang tidak disentrifus atau setara dengan 2-5 leukosit per lapangan pandang besar pada urin yang di sentrifus. Infeksi saluran kemih dapat dipastikan bila terdapat leukosit sebanyak > 10 per mikroliter urin atau > 10.000 per ml urin. c) Silinder 18
Silinder dalam urin dapat memiliki arti dalam diagnosis penyakit ginjal, antara lain : Silinder eritrosit, sangat diagnostik untuk glomerulonefritis atau vaskulitis ginjal Silinder leukosit bersama dengan hanya piuria, diagnostik untuk pielonefritis Silinder epitel, dapat ditemukan pada nekrosis tubuler akut atau pada gromerulonefritis akut Silinder lemak, merupakan penanda untuk sindroma nefrotik bila ditemukan bersamaan dengan proteinuria nefrotik. Cara Pengambilan Sampel Bahan urin untuk pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pagi hari. Bahan urin dapat diambil dengan cara punksi suprapubik (suprapubic puncture=spp), dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah bermulut lebar dan steril.
a.
Punksi Suprapubik Pengambilan urin dengan punksi suprapubik dilakukan pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril. Yang penting pada punksi suprapubik ini adalah tindakan antisepsis yang baik pada daerah yang akan ditusuk, anestesi lokal pada daerah yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus selalu dijaga. Bila keadaan asepsis baik, maka bakteri apapun dan berapapun jumlah koloni yang tumbuh pada biakan, dapat dipastikan merupakan penyebab ISK.
b.
Kateter Bahan urin dapat diambil dari kateter dengan jarum dan semprit yang steril. Pada cara ini juga penting tindakan antisepsis pada daerah kateter yang akan ditusuk dan keadaan asepsis harus elalu dijaga. Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal). Penilaian urin yang diperoleh dari kateter sama dengan hasil biakan urin yang diperoleh dari punksi suprapubik.
c.
Urin Porsi Tengah Urin porsi tengah sebagai sampel pemeriksaan urinalisis merupakan teknik pengambilan yang paling sering dilakukan dan tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada penderita. Akan tetapi resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik untuk persiapan pasien karena dapat mengkontaminasi sampel dan menyebabkan kultur falsenegative.
2) Bakteriologis Mikroskopis 19
Pada pemeriksaan mikroskopis dapat digunakan urin segar tanpa diputar atau pewarnaan gram. Bakteri dinyatakan positif bila dijumpai satu bakteri lapangan pandang minyak emersi.
Biakan bakteri Pembiakan bakteri sedimen urin dimaksudkan untuk memastikan diagnosis ISK yaitu bila ditemukan bakteri dalam jumlah bermakna, yaitu: Pengambilan spesimen Aspirasi supra pubik Kateter Urine bag atau urin porsi tengah
Jumlah koloni bakteri per ml urin >100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme patogen >20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen >100.000 cfu/ml
Tes Kimiawi Dipakai untuk penyaring adanya bakteriuria, diantaranya yang paling sering dipakai adalah tes reduksi griess nitrate (untuk bakteri gram negative). Dasarnya adalah sebagian besar mikroba kecualienter ococci mereduksi nitrat. Batasannya bila ditemukan bakteri >100.000. Kepekaannya mencapai 90% dengan spesifitas 99%. Tes Plat-Celup (Dip-Slide) Beberapa pabrik mengeluarkan biakan buatan yang berupa lempengan plastik bertangkai dimana pada kedua sisi permukaannya dilapisi pembenihan padat khusus. Lempengan tersebut dicelupkan ke dalam urin pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempengan dimasukkan kembali kedalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu diletakkan pada suhu 37oC selama satu malam. Penentuan jumlah kuman/mL dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan kuman yang terjadi dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan pola kepadatan koloni antara 1000 hingga 10.000.000 cfu per mL urin yang diperiksa. Cara ini mudah dilakukan, murah dan cukup adekuat. Kekurangannya adalah jenis kuman dan kepekaannya tidak dapat diketahui. Pemeriksaan Kultur Urin Deteksi jumlah bermakna kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105 koloni/ml urin, maka dapat dipastikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan penyebab ISK. Sedangkan bila hanya tumbuh koloni dengan jumlah < 103 koloni / ml urin, maka bakteri yang tumbuh kemungkinan besar hanya merupakan kontaminasi flora normal dari muara uretra. Jika diperoleh jumlah koloni antara 103 - 105 koloni / ml urin, kemungkinan kontaminasi belum dapat disingkirkan dan sebaiknya dilakukan biakan ulang dengan bahan urin yang baru. Faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kuman adalah kondisi hidrasi pasien, frekuensi berkemih dan pemberian antibiotika sebelumnya. Perlu diperhatikan pula banyaknya jenis bakteri yang tumbuh. Bila > 3 jenis bakteri yang terisolasi, maka kemungkinan besar bahan urin yang diperiksa telah terkontaminasi. 3) Radiologis dan pemeriksaan penunjang lainnya Pemeriksaan radiologis pada ISK dimaksudkan untuk mengetahui adanya batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Pemeriksaan ini dapat berupa foto polos 20
abdomen, pielonegrafi intravena, demikian pula dengan pemeriksaan lainnya, misalnya ultrasonografi dan CT Scan. Diagnosis Banding Yang penting adalah membedakan antara pielonefritis dan sistitis. Pielonefritis bila didapatkan infeksi dengan hipertensi, disertai gejala-gejala umum, adanya faktor predisposisis, fungsi konsentrasi ginjal menurun, respon terhadap antibiotik kurang baik. 3.7 Tatalaksana Prinsip umum penatalaksanaan ISK adalah : - Eradikasi bakteri penyebab dengan menggunakan antibiotik yang sesuai - Mengkoreksi kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi Tujuan penatalaksanaan ISK adalah mencegah dan menghilangkan gejala, mencegah dan mengobati bakteriemia dan bakteriuria, mencegah dan mengurangi risiko kerusakan ginjal yang mungkin timbul dengan pemberian obat-obatan yang sensitif, murah, aman dengan efek samping yang minimal. Oleh karenan itu pola pengobatan ISK harus sesuai dengan bentuk ISK, keadaan anatomi saluran kemih, serta faktor-faktor penyerta lainnya. Bermacam cara pengobatan yang dilakukan untuk berbagai bentuk yang berbeda dari ISK, antara lain : I.
Pengobatan dosis tunggal Pengobatan jangka pendek (10-14 hari) Pengobatan jangka panjang (4-6 minggu) Pengobatan profilaksis dosis rendah Pengobatan supresif. Infeksi saluran kemih (ISK) bawah Prinsip penatalaksanaan ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotik yang adekuat, dan bila perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin : Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal, seperti ampisilin 3 gram, trimetroprim 200 mg. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis (leukosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari. Pemeriksaan mikroskopis urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa leukosuria. Bila pada pasien reinfeksi berulang (frequent re-infection) :
Disertai faktor predisposisi, terapi antimikroba yang intensif diikuti dengan koreksi faktor resiko. Tanpa faktor predisposisi, terapi yang dapat dilakukan adalah asupan cairan yang banyak, cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba dosis tunggal (misal trimentoprim 200 mg) Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan Pasien sindroma uretra akut (SUA) dengan hitung kuman 103-105 memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan tetrasiklin. Infeksi yang disebabkan mikroorganisme anaerobik diperlukan antimikroba yang serasi (misal golongan kuinolon).
Tabel Antimikroba pada ISK bawah takberkomplikasi. 21
II.
Infeksi saluran kemih (ISK) atas Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap untuk memelihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam.
Tabel Indikasi rawat inap pasien pielonefritis akut.
The Infection Disease Society of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotika intravena sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui mikroorganisme penyebabnya :2 - Flurokuinolon - Aminoglikosida dengan atau tanpa ampisilin - Sefalosporin berspektrum luas dengan atau tanpa aminoglikosida Tabel Obat parental pada ISK atas akut berkomplikasi
I. Infeksi saluran kemih berulang Untuk penanganan ISK berulang dapat dilihat pada gambar berikut
22
Terapi jangka panjang yang dapat diberikan antara lain trimetroprimsulfametoksazol dosis rendah (40-200 mg) tiga kali seminggu setiap malam, Flurokuinolon dosis rendah, nitrofurantoin makrokristal 100 mg tiap malam. Lama pengobatan 6 bulan dan bila perlu dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi. Pengobatan infeksi saluran kemih menggunakan antibiotika yang telah diseleksi terutama didasarkan pada beratnya gejala penyakit, lokasi infeksi, serta timbulnya komplikasi. Pertimbangan pemilihan antibiotika yang lain termasuk efek samping, harga, serta perbandingan dengan terapi lain. Tetapi, idealnya pemilihan antibiotika berdasarkan toleransi dan terabsorbsi dengan baik, perolehan konsentrasi yang tinggi dalam urin, serta spectrum yang spesifik terhadap mikroba pathogen. Antibiotika yang digunakan untuk pengobatan isk terbagi dua, yaitu oral dan parenteral. A. Antibiotika Oral 1. Sulfonamida Antibiotika ini digunakan untuk mengobati infeksi pertama kali. Sulfonamida umumnya diganti dengan antibiotika yang lebih aktif karena sifat resistensinya. Keuntungan dari sulfonamide adalah obat ini harganya murah. 2. Trimetoprim-sulfametoksazol Kombinasi dari obat ini memiliki efektivitas tinggi dalam melawan bakteri aerob, kecuali Pseudomonas aeruginosa. Obat ini penting untuk mengobati infeksi dengan komplikasi, juga efektif sebagai profilaksis pada infeksi berulang. Dosis obat ini adalah 160 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. 3. Penicillin Ampicillin adalah penicillin standar yang memiliki aktivitas spektrum luas, termasuk terhadap bakteri penyebab infeksi saluran urin. Dosis ampicillin 1000 mg dan interval pemberiannya tiap 6 jam. Amoxsicillin terabsorbsi lebih baik, tetapi memiliki sedikit efek samping. Amoxsicillin dikombinasikan dengan clavulanat lebih disukai untuk mengatasi masalah resistensi bakteri. Dosis amoxsicillin 500 mg dan interval pemberiannya tiap 8 jam. 4. Cephaloporin 23
Cephalosporin tidak memiliki keuntungan utama dibanding dengan antibiotika lain yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih, selain itu obat ini juga lebih mahal. Cephalosporin umumnya digunakan pada kasus resisten terhadap amoxsicillin dan trimetoprim-sulfametoksazol. 5. Tetrasiklin Antibiotika ini efektif untuk mengobati infeksi saluran kemih tahap awal. Sifat resistensi tetap ada dan penggunannya perlu dipantau dengan tes sensitivitas. Antibotika ini umumnya digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh chlamydial. 6. Quinolon Asam nalidixic, asam oxalinic, dan cinoxacin efektif digunakan untuk mengobati infeksi tahap awal yang disebabkan oleh bakteri E. coli dan Enterobacteriaceae lain, tetapi tidak terhadap Pseudomonas aeruginosa. Ciprofloxacin ddan ofloxacin diindikasikan untuk terapi sistemik. Dosis untuk ciprofloxacin sebesar 50 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. Dosis ofloxacin sebesar 200-300 mg dan interval pemberiannya tiap 12 jam. 7. Nitrofurantoin Antibiotika ini efektif sebagai agen terapi dan profilaksis pada pasien infeksi saluran kemih berulang. Keuntungan utamanya adalah hilangnya resistensi walaupun dalam terapi jangka panjang. 8. Azithromycin Berguna pada terapi dosis tunggal yang disebabkan oleh infeksi chlamydial. 9. Methanamin Hippurat dan Methanamin Mandalat Antibiotika ini digunakan untuk terapi profilaksis dan supresif diantara tahap infeksi. B. Antibiotika Parenteral. a. Amynoglycosida Gentamicin dan Tobramicin mempunyai efektivitas yang sama, tetapi gentamicin sedikit lebih mahal. Tobramicin mempunyai aktivitas lebih besar terhadap pseudomonas memilki peranan penting dalam pengobatan onfeksi sistemik yang serius. Amikasin umumnya digunakan untuk bakteri yang multiresisten. Dosis gentamicin sebesar 3-5 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 24 jam dan 1 mg/kg berat badan dengan interval pemberian tiap 8 jam. b. Penicillin Penicillin memilki spectrum luas dan lebih efektif untuk menobati infeksi akibat Pseudomonas aeruginosa dan enterococci. Penicillin sering digunakan pada pasien yang ginjalnya tidak sepasang atau ketika penggunaan amynoglycosida harus dihindari. c. Cephalosporin Cephalosporin generasi kedua dan ketiga memiliki aktivitas melawan bakteri gram negative, tetapi tidak efektif melawan Pseudomonas aeruginosa. Cephalosporin digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial dan uropsesis karena infeksi pathogen. d. Imipenem/silastatin Obat ini memiliki spectrum yang sangat luas terhadap bakteri gram positif, negative, dan bakteri anaerob. Obat ini aktif melawan infeksi yang disebabkan enterococci dan Pseudomonas aeruginosa, tetapi banyak dihubungkan dengan infeksi lanjutan kandida. Dosis obat ini sebesar 250-500 mg ddengan interval pemberian tiap 6-8 jam. e. Aztreonam Obat ini aktif melawan bakteri gram negative, termasuk Pseudomonas aeruginosa. Umumnya digunakan pada infeksi nosokomial, ketika aminoglikosida dihindari, serta pada pasien yang
24
sensitive terhadap penicillin. Dosis aztreonam sebesar 1000 mg dengan interval pemberian tiap 8-12 jam. 3.8 -
Pencegahan Hindari penggunaan antibiotik spektrum luas (cth. Amoxicillin,cephalexin), yang dapat melemahkan pertahanan alami melawan kolonisasi. Atasi konstipasi bila pasien terdapat disfungsi berkemih yang terkaitdengan pelebaran kronik rektum dengan feses. Bila disfungsi berkemih menjadi faktor pencetus, perintahkan pasienuntuk kencing secara teratur. Pertimbangkan khitan pada neonatus laki-laki. Meminum cairan yang banyak terutama air, membantu mencegah ISKdengan cara sering berkemih hingga urin terdorong keluar`dari traktus. Mengosongkan kandung kemih segera setelah terjadi dorongan untuk buang airkecil juga bisa membantu mengurangi risiko infeksi kandung kemih atau ISK. Buang air kecil sebelum dan setelah melakukan hubungan seks dapat flushsetiap bakteri yang mungkin masuk ke uretra selama hubungan seksual. Vitamin C membuat urin asam dan membantu mengurangi jumlah bakteri berbahaya dalam sistem saluran kemih.
3.9 Komplikasi 1. Pielonefritis kronik Bila diagnosis terlambat atau pengobatan tidak adekuat, infeksi akut ini menjadi kronik terutama bila terdapat refluks vesikoureter. Pielonefritis kronik ini dapat menyebabkan : (a) insufisiensi ginjal; (b) skelerosis sekunder mengenai pembuluh darah arterial sehingga menyebabkan iskemi ginjal dan hipertensi; (c)pembentukan batu dan selanjutya dapat meyebabkan kerusakan jaringan/ parenkim ginjal lebih parah lagi. 2. Bakterimia dan septikemia Bakteremia dengan atau tanpa septikemia sering ditemukan pada pasien-pasiendengan pielonefritis berat (fulminating pyelonephritis). Bakteremia jugamenyebabkan infeksi atau pembentukan abses multipel pada bagian korteks dariginjal kontra lateral. Bakteremia disertai septikemi terutama disebabkanmikroorganisme Gram negatif. 3. Pionefrosis Pada stadium akhir dari infected hydronephrosis atau pyonephrosis terutama pada pasienpasien daibetes melitus mungkin disertai pembentukan gas intrarenal sehingga dapat memberikan gambaran radiologik pada foto polos perut. 3.10 Prognosis ISK tanpa kelainan anatomis mempunyai prognosis lebih baik bila dilakukan pengobatan pada fase akut yang adekuat dan disertai pengawasan terhadap kemungkinan infeksi berulang. Prognosis jangka panjang pada sebagian besar penderita dengan kelainan anatomis umumnya kurang memuaskan meskipun telah diberikan pengobatan yang adekuat dan dilakukan koreksi bedah. Hal ini terjadi terutama pada penderita dengan nefropati refluks. Deteksi dini terhadap adanya kelainan anatomis, pengobatan yang segera pada fase akut. Kerjasama yang baik antara
25
dokter, ahli bedah urologi dan orang tua penderita sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya perburukan yang mengarah pada terminal gagal ginjal kronis.
LO 4. Memahami dan Menjelaskan pemeriksaan lab. Mikrobiologi 4.1 Pemilihan sampel Punksi Suprapubik ■ pengambilan urin langsung dari kandung kemih melalui kulit dan dinding perut dengan semprit dan jarum steril Kateter ■ Tempat penusukan kateter sebaiknya sedekat mungkin dengan ujung kateter yang berada di dalam kandung kemih (ujung distal) Urin Porsi Tengah ■ sampel pemeriksaan urinalisis. resiko kontaminasi akibat kesalahan pengambilan cukup besar. Tidak boleh menggunakan antiseptik.
4.2 Cara pengambilan sampel serta pengelolaan bahan pemeriksaan untuk penentuan diagnosis bakteriologis & uji kepekaan Pengambilan spesimen
Jumlah koloni bakteri per ml urin
Aspirasi supra pubik
>100 cfu/ml dari 1 atau lebih organisme patogen
Kateter
>20.000 cfu/ml dari 1 organisme patogen
Urine bag atau urin porsi tengah
>100.000 cfu/ml
1. Mikroskopis dengan pewarnaan gram. 2. Tes Kimiawi, penyaring adanya bakteriuria, tes reduksi griess nitrate (untuk bakteri gram negative) 3. Pemeriksaan Kultur, Urin Deteksi jumlah kuman patogen (significant bacteriuria) dari kultur urin masih merupakan baku emas untuk diagnosis ISK. Bila jumlah koloni yang tumbuh > 105 koloni/ml urin
LO 5. Memahami dan Menjelaskan cara membersihkan diri setelah berhubungan menurut Islam Bacaan Doa Mandi Junub Setelah Berhubungan Suami Istri س َل ِل َر ْف ِع ِ ا ْل َح َد ْ ُث اْالَ ْكبَ ِر فَ ْرضًا ِللِ تَعَالَى نَ َويْتُ ا ْلغ “Nawaitul Ghusla Lifrafil Hadatsil Akbari Fardhan Lillahi Ta’aala.” Artinya : Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadast besar fardhu karena Allah ta’aala.
26
Setelah mengucapkan doa mandi Junub maka dilanjutkan dengan tata cara mandi wajib atau mandi Junub . Berikut Tata Cara atau Urutan Mandi Junub 1. Diawali dengan niat untuk menghilangkan hadas besar 2. Membersihkan kedua telapak tangan sebanyak 3x lalu bercebok dengan membersihkan kemaluan serta kotoran yang ada disekitarnya hingga bersih dengan tangan kiri. 3. Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan sampai bersih (Bisa dengan sabun) 4. Melakukan wudhu dengan wudhu dengan tata urutan yang sempurna 5. Mengguyur atau menyiram kepala dengan air sebanyak 3 kali hingga sampai ke pangkal rambut 6. Mencuci dan membersihkan kepala bagian kanan dilanjutkan dengan kepala bagian kiri 7. Menyela-nyela (menyilang-nyilang) rambut dengan jari 8. Mengguyur air pada seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan dilanjutkan dengan bagian kiri. 9. Membersihkan area badan yang susah dijangkau Disunnahkan untuk melakukan mandi junub jinabat dengan urut dan tertib biar sempurna, dan usahakan cipratan air yang digunakan untuk mandi Junub tidak masuk ke kolah atau tempat penampungan air yang digunakan untuk mandi Junub.
27
DAFTAR PUSTAKA Brooks, GF, dkk. 2008. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s: Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology) Ed. 23. Jakarta: EGC Sherwood, L. 2001. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem, edisi 2, ab. Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC Sukandar, Edar. 2009. Infeksi Saluran Kemih dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam oleh Sudoyo AW dkk Jilid II Edisi V. Jakarta: InternaPublishing Syam, Edward. 2011. Sistem Urinarius. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
28