Winda Filsafat.docx

  • Uploaded by: wiwin
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Winda Filsafat.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,484
  • Pages: 16
1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Hampir semua pakar ilmu pengetahuan sepakat bahwa filsafat adalah sebuah cabang ilmu tertua yang menjadi induk segala ilmu pengetahuan yang lain. Karena pada mulanya sebagian besar ilmu yang berkembang dewasa ini adalah berasal dari filsafat. Disisi lain filsafat juga mampu menjawab hampir semua persoalan tentang hidup dan kehidupan manusia dengan yang bersifat hakiki. Karena sifatnya yang demikian, maka filsafat menjadi beragam. Dan yang akan dibahas di sini yaitu filsafat pendidikan pragmatisme. Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat Emperisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendiri filsafat pragmatism di Amerika adalah Charles Sandre Peirce

(1839-1914), William James (1842-1910), dan John Dewey

(1859-1952). Ketiga filosof tersebut berbeda baik dalam metodologi maupun dalam kesimpulannya. Pragmatisme peirce dilandasi oleh fisika dan matematika, filsafat Dewey didasari oleh sains-sains sosial

dan biologi sedangkan pragmatism James adalah

personal, psikologis, bahkan mungkin religious. Istilah pragmatisme berasal dari perkataan “Pragma” artinya yang dikerjakan, dilakukan, perbuatan, tindakan. Maksudnya bahwa makna segala sesuatu bergantung dari hubungannya dengan apa yang dapat dilakukan.

2

B. RUMUSAN MASALAH Penulis merumuskan pokok permasalahan yaitu sebagai berikut : 1. Apa defenisi filsafat pendidikan pragmatisme? 2. Siapa-siapa tokoh filsafat pendidikan pragmatisme? 3. Bagaimana peranan filsafat pendidikan pragmatisme dalam meningkatkan kualitas pembelajaran?

C. TUJUAN PENULISAN Berdasarkan rumusa masalah maka penulis dapat membuat tujuan penulisan yaitu: 1. Untuk mengetahui defenisi pragmatisme 2. Untuk mengetahui tokoh-tokoh filsafat pendidikan pragmatisme 3. Untuk mengetahui peranan filsafat pendidikan pragmatisme dalam meningkatkan kualitas pembelajaran

3

BAB II PEMBAHASAN

A. DEFENISI PRAGMATISME Pragmatisme (dari bahasa Yunani : Pragma, artinya yang dikerjakan, yang dilakukan, perbuatan, tindakan) merupakan sebutan bagi filsafat yang dikembangkan oleh William James (1842-1910) di Amerika Serikat. Menurut filsafat ini, benar tidaknya suatu ucapan, dalil atau teori semata-mata bergantung pada manusia dalam bertindak. Istilah Pragmatisme ini diangkat pada tahun 1865 oleh Charles S. Pierce (1839-1914) sebagai doktrin Pragmatisme. Doktrin dimaksud selanjutnya diumumkan pada tahun 1978. Membicarakan pragmatisme sebagai sebuah paham dalam filsafat, tentu tidak dapat dilepaskan dari nama-nama seperti Charles S. Pierce, William James, dan John Dewey. Meskipun ketiga tokoh tersebut dimasukkan ke dalam kelompok aliran pragmatisme, namun di antara ketiganya memiliki fokus pembahasan yang berbeda. Charles S. Pierce lebih dekat disebut filosof ilmu, sedangkan William James disebut filosof agama, dan John Dewey dikelompokkan pada filosof sosial. Pragmatisme adalah suatu sikap metode dan filsafat yang memakai akibat-akibat dari ide-ide dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. William James mendefenisikan pragmatisme sebagai sikap memandang jauh terhadap fakta-fakta pragmatisme pada dasarnya adalah gerakan filsafat di Amerika yang menjadi terkenal selama abad terakhir.

4

Adapun istilah lainnya yaitu filsafat pragmatisme adalah instrumentalisme dan eksperimentalisme. Disebut instrumentalisme karena menganggap bahwa dalam hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan sementara yang merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya, termasuk dalam pendidikan tidak mengenal tujuan akhir, kalau suatu kegiatan telah mencapai tujuan, maka tujuan tersebut dapat dijadikan alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Dikatakan eksperimentalisme, karena filsafat ini menggunakan metode eksperimen dan berdasrkan atas pengalaman dalam menentukan kebenarannya. 1. Realitas Realitas merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungannya. Manusia dan lingkungannya berdampingan, dan memiliki tanggung jawab yang sama terhadap realitas. Dunia akan bermakna sejauh manusia mempelajari makna yang terkandung di dalamnya. Teori pragmatisme tentang perubahan yang terus-menerus, didasari pandangan Heracleitos (540-480 SM), seorang filosof Yunani, dengan teori yang disebut “Panta Rei”, artinya mengalir secara terus-menerus. Heracleitos berpendapat bahwa tidak ada sungai yang dialiri oleh air yang sama. Bagi pragmatise tidak dikenal istilh metefisika, karena mereka tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas yang dialami dan diamati oleh panca indera manusia. Realitas adalah apa yang dapat dialami dan diamati secara inderawi. Watak pragmatisme dalah humanistik dan menyetujui suatu dalil “manusia adalah ukuran segala-galanya” (man is the measure of all things). Tujuan dan alat pendidikan

5

harus fleksibel dan terbuka untuk perbaikan secara terus-menerus. Tujuan dan cara untuk mencapai tujuan pendidikan harus rasional dan alamiah. 2. Pengetahuan Pragmatisme yakin bahwa akal manusia aktif dan selalu ingin meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum dibuktikan kebenarannya secara empiris. Pengetahuan yang benaradalah pengetahuan yang berguna. Menurut James, suatu ide itu benar apabila memiliki konsekunsi yang menyenangkan. Menurut Dewey dan Peirce, suatu ide itu benar apabila berakibat member kepuasan jika diikuti secara objektif dan alamiah. Menurut James (Harun Handiwijono, 1980), tidak ada kebenaran mutlak, berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri, lepas dari akal pikiran yang mengethui. Pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengalaman senantiasa berubah, karena dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran yang mutlak. Yang ada hanya kebenaran-kebenaran, yaitu kebenaran yang ada dalam pengalaman yang khusus, yang setiap saat dapat diubah oleh pengalaman berikutnya. 3. Nilai Pragmatisme mengemukakan pandangannya tentang nilai, bahwa itu relatif. Kaidah-kaidah moral dan etik tidak tetap, melainkan selalu berubah, seperti perubahan kebudayaan, masyarakat dan lingkungannya. Pragmatisme menyarankan untuk menguji kualitas nilai dengan cara yang sama seperti kita menguji kebenaran pengethuan dengan metode emperis. Nilai moral maupun etis akan dilihat dari

6

perbuatannya bukan dari segi toerinya. Jadi, pendekatan terhadap nilai adalah cara emperis berdasarkan pengalaman-pengalaman manusia, khususnya kehidupan seharihari. Pragmatisme tidak menaruh perhatian terhadap nilai-nilai yang tidak emperis seperti nilai super natural, nilai universal, bahkan temasuk nialai agama-agama. 4. Pendidikan a. Konsep pendidikan Menurut pragmatisme, pemdidikan bukan suatu proses pembentukan dari luar, dan juga bukan merupakan suatu pemerkahan buatan-buatan laten dengan sendirinya (unfolding). Pendidikan menurut pragmatism, merupakan suatu proses reoraganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selau belajar dari pengalamannya. John Dewey mengemukakan perlunya atau pentingnya pendidikan, karena berdasarkan atas tiga pokok pemikiran yaitu :  Pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup  Pendidikan sebagai pertumbuhan  Pendidikan sebagai fungsi sosial b. Tujuan pendidikan Untuk mengetahui apa yang menjadi tujuan pendidikan pragmatisme, tidak terlepas dari pandangannya tentang realitas, teori pengetahuan dan kebenaran, serta teori nilai. Objektifitas tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat di mana si anak hidup, di mana pendidikan berlangsung, karena

7

pendidikan berlangsung dalam kehidupan. Tujuan pendidikan tidak berada di luar kehidupan, melainkan berada di dalam kehidupan itu sendiri. Tujuan pendidikan tidak dapat ditetapkan pada semua masyarakat, kecuali apabila terdapat hubungan timbale balik antara masing-masing individu dalam masyarakat tersebut. Tujuan pendidikan harus dihasilkan dari situasi kehidupan di sekeliling anak dan pendidik, harus fleksibel, dan mencerminkan aktifitas bebas. Tujuan pendidikan, menurut pragmatisme bersifat temporer karena tujuan itu merupakan alat untuk bertindak. Apabila suatu tujuan telah tercapai maka hasil tujuan tersebut menjadi alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Dengan tujuan pendidikan, individu harus mampu melanjutkan pendidikannya. Hasil belajar harus dapat dijadikan alat untuk tumbuh.

B. TOKOH-TOKOH PRAGMATISME Beberapa pendapat para tokoh tentang pragmatisme yaitu : 1. Charles Sandre Peirce Charles adalah pendiri pragmatisme pada tahun 1878. Ia mengatakan bahwa problem-problem termaksud persoalan-persoalan metafisika dapat dipecahkan jika kita memberi perhatian kapada akibat-akibat dari mengikuti bermacam-macam pikiran. Charles merupakan sesorang ahli logika. Perhatiannya terhadap logika cukup teori alamat ia memandang logika sebagai alat komunikasi. Sumbangan Charles yang penting terhadap filsafat adalah teori tentang arti, ia membentuk satu dari teori-teori tentang arti dengan mengusulkan suatu teknik untuk menyebarkan pikirannya.

8

2. William James William James tokoh filsafat (1842-1910) ai sangat memperhatikan kepada masalah fakta-fakta sebagai aliran Emperisme. Di antara pemikiran-pemikiran William James adalah : a. Emperisme radikal James mendefinisikan istilah Emperisme radikal harus tidak menerima dalam bentuknya unsur apa saja yang dialami secara langsung atau mengeluarkan dari bentuknya unsure yang dialami secara langsung. b. Teori kebenaran menurut William James Teori kebenaran menurut William merupakan nilai dari suatu ide dan menekankan ukuran akibat-akibat yang merumuskan kebutuhan dan perbedaan dalam kehidupan yang akan ditentukan. Karena suatu teori itu adalah buatan manusia untuk menyesuaikan diri dengan maksud-maksud manusia itu sendiri. Dan satu-satunya ukuran kebenaran suatu teori adalah jika teiri tersebut membawa kita kepada hasil-hasil yang berkaedah. 3. John Dewey John Dewey dilahirkan Di Burlington Vermont tahun 1859. Mula-mula ia adalah seorang pemuda yang pemalu. Tetapi akhirnya menjadi seorang yang pengaruhnya sangat besar dalam bidang filsafat. Tujuan filsafat bagi Dewey adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik untuk di dunia dan sekarang Dewey mengatakan manusia telah memakai dua metode untuk mengindari bahaya dan mencapai keamanan. Di antara pemikiran-pemikiran Dewey adalah :

9

1. Pengalaman dan dunia yang berubah Pengalaman adalah satu dari kata-kata kunci dalam filsafat Dewey. Filsafat Dewey adalah mengenal dan untuk pengalaman sehari-hari. Pengalaman adalah keseluruhan drama manusia dan mencakup segala proses saling mempengaruhi antara organisme yang hidup dan lingkungan moral dan fisik. 2. Metode kecerdasan Hal-hal yang pokok dalam filsafat Dewey adalah teori tentang ide-ide dan menggunakan intelegensi (kecerdasan). Sebagai metode ia mementingkan persoalan antara suatu organisme dengan ligkungannya, semua pemikiran dan konsep, doktrin logika dan filsafat merupakan alat pertahanan bagi manusia dalam perjuangan untuk kehidupan manusia dalam perjuangan untuk kehidupan. 3. Kemerdekaan, kemauan dan kebudayaan Menurut Dewey manusia dan alam selalu saling bersandar alam dalam manusia adalah alam yang sudah berfikir dan menjadi cerdas. Alam dapat dipikirkan dan dipahami alam dimanfaatkan tetapi sesuatu yang harus diubah dan dikontrol. Dewey juga membela kemerdekaan moral, kemerdekaan memilih, dan ia juga pembela hak-hak sipil dan politik, bagi setiap orang disegala tempat kehidupan. Adapun istilah lainnya yaitu filsafat pragmatisme adalah instrumentalisme.

C. PERANAN

FILSAFAT

PENDIDIKAN

PRAGMATISME

MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN

DALAM

10

Proses pendidikan atau proses belajar pada hakekatnya memberikan pengertian, pandangan, dan penyesuaian bagi peserta didik atau si terdidik kearah kedewasaan dan kematangan. Kedewasaan yang ingin dituju dalam pendidikan adalah kedewasaan yang bersifat biologis, psikologis, pedagogis, dan sosiologis sehingga dapat membawa pengaruh terhadap perkembangan jiwa seseorang atau peserta didik kearah yang lebih dinamis baik terhadap bakat atau pengalaman, moral, intelektual, maupun fisik (jasmani). Peranan utama filsafat pendidikan adalah sebagai pendorong dilakukannya aktifitas pendidikan yang mampu berperan untuk lebih memantapkan ide-ide, nilai-nilai dan cita-cita pendidikan. Pendidilan menurut pragmatisme, merupakan suatu proses reorganisasi dan rekonstruksi dari pengalaman-pengalaman individu. Dalam hal ini dapat dikatakan, baik anak maupun orang dewasa selalu belajar dari pengalamannya. Menurut pragmatisme, pelajaran harus didasaran atas fakta-fakta yang sudah diobservasi, dipahami, serta dibicarakan sebelumya. Bahan pelajaran harus mengandung ide-ide yang dapat mengembangkan situasi untuk mencapai tujuan dan harus ada hubungannya dengan materi pelajaran. Pendidikan dalam setiap fase atau tingkatan harus memiliki criteria untuk memanfatkan kehidupan sosial, yang sangat fundamental dalam kehidupan masyarakat. Pragmatisme meyakini bahwa pikiran anak itu aktif dan kreatif, tidak secara pasif begitu saja menerima apa yang diberikan gurunya. Pengetahuan dihasilkan dengan transaksi antara manusia dengan lingkungannya dan kebenaran adalah termasuk pengetahuan. Dalam situasi belajar, guru seyogyanya menyusun situasi-situasi belajar sekitar masalah utama yang dihadapi masyarakat, yang pemecahannya diserhkan pada

11

siswa-siswa untuk sampai kepada pengertian lebih baik tentang lingkungan sosial maupun linkungan fisik. Dalam menentukan kurikulum setiap pelajaran tidak boleh terpisah, harus merupakan suatu kesatuan. Pengalaman di sekolah dan di luar sekolah harus dipadukan sehingga segalanya merupakan suatu kebulatan atau kesatuan. Caranya adalah dengan mengambil suatu masalah menjadi pusat segala kegiatan. Masalah yang dijadikan pusat kegiatan sebaiknya adalah hal-hal yang menarik perhatian anak, harus sesuai dengan minat anak. Kegiatan tersebut dilaksanakan dalam pelajaran proyek. Jadi, tugas guru dalam proses belajar mengajar adalah sebagai fasilitator, memberi dorongan dan kemudahan kepada siswa untuk bekerja bersama-sama, menyelidiki dan mengamati sendiri, berfikir dan menarik kesimpulan sendiri, membangun dan menghiasi sendiri sesuai dengan minat yang ada pada dirinya. Dengan jalan ini si anak akan belajar sambil bekerja. Anak harus dibangkitkan kecerdasannya, agar pada diri anak timbul hasrat untuk menyelidiki secara teratur, dan akhirnya dapat berfikir ilmiah dan logis, yaitu cara berfikir yang didasarkan pada fakta dan pengalaman.

Implikasi

filsafat

pendidikan

pragmatisme

terhadap

pelaksannan

pendidikan sebagai berikut : 1. Tujuan pendidikan Filsafat pragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan

12

pengalaman-pengalaman yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik. Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi : a. Kesehatan yang baik b. Keterampilan-keterampilan dan kejujuran dalam bekerja c. Minat dan hobby untuk kehidupan yang menyenangkan d. Persiapan untuk menjadi orang tua e. Kemampuan untuk bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial Tambahan tujuan khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tenang pentingnya demokrasi. Menurut pragmatism pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan pengalaman untuk menemukan / memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan pribadi dan sosial. 2. Kurikulum Menurut para filosof pragmatisme, tradisi demokrasi adalah tardisi memperbaiki diri sendiri (a self correcting tradition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Kurikulum pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, adapun kurikulum tersebut akan berubah.” 3. Metode pendidikan Ajaran pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiry and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat,

seseorang pembimbing,

13

berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerja sama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai. 4. Peranan guru dan siswa Dalam pembelajaran, peranan guru bukan ‘’menuangkan’’ pengetahuannya kepada siswa. Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu permasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya. Untuk membantu siswa guru harus berperan : a. Menyediakan berbagai pengalaman yang akan memunculkan motivasi, field, trips, film-film, catatan-catatan, dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk memunculkan minat siswa. b. Membimbing siswa untuk merumuskan batasa masalah secara spesifik. c. Membimbing, merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan suatu masalah. d. Membantu para siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah. e. Bersama-sama kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa. Edward J. Power (1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “siswa merupakan organisme rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh.

14

Sedangkan guru berperan untuk memimpin dan membimbing pengalaman tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat kebutuhan siswa.” Callaha dan Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatism adalah progresivisme. Artinya pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalism yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah dari yang tradisional. Anti terhadap otoritarianisme dan absolutism dan berbagai bidang kehidupan.

15

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN 1. Pragmatisme adalah suatu sikap metode dan filsafat yang memakai akibat dari ide-ide dan kepercayaan sebagai ukuran untuk menetapkan nilai dan kebenarannya. 2. Tokoh-tokoh pragmatisme diantaranya Charles S. Pierce, William James, dan John Dewey. 3. Peranan filsafat pendidikan pragmatisme dalam meningkatkan kualitas pembelajaran menghendaki agar siswa dalam menghadapi suatu permasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan kebutuhan yang dirasakannya.

B. SARAN Adapun saran-saran bagi guru yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu : 1. Guru tidak boleh memaksakan suatu ide atau pekerjaan yana tidak sesuai dengan minat dan kemampuan siswa. 2. Guru hendaknya menciptakan suatu situasi yang menyebabkan siswa akan merasakan adanya suatu masalah yang ia hadapi, sehingga timbul minat untuk memecahkan masalah tersebut.

16

3. Untuk membangkitkan minat anak, hendaklah guru mengenal kemampuan serta minat masing-masing siswa. 4. Guru harus dapat menciptakan situasi yang menimbulkan kerja sama dalam belajar, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, begitu pula antara guru dengan guru.

Related Documents


More Documents from "Johanes Kevins"

Motlet G Wiwin.docx
October 2019 30
Hlmn Sampul.docx
July 2020 11
Tps Strategy.docx
July 2020 25
Pathway Gout.docx
December 2019 34