Wawasan Nusantara New.docx

  • Uploaded by: wulan afi liana
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Wawasan Nusantara New.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,439
  • Pages: 17
MAKALAH

WAWASAN NUSANTARA DALAM KONFLIK “SENGKETA SIPADAN DAN LIGITAN”

untuk melengkapi tugas matakuliah Kewarganegaraan yang dibimbing oleh Ibu Dr. Khrisna Hadiwinata, SH. MH.

Disusun oleh: Fajar Hidayatullah Ilham Akbar Muhammad Nafis Ilham Fakhruddin Wulan Afi Liana D-IV SKL 2D

(1641150085) (1641150086) (1641150022) (1641150068)

PROGRAM STUDI D4 SISTEM KELISTRIKAN JURUSAN TEKNIK ELEKTRO POLITEKNIK NEGERI MALANG 2018

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Wawasan Nusantara merupakan cara pandang bangsa terhadap bangsa itu

sendiri dan lingkungannya. Untuk itu, wawasan nusantara menjadi nilai yang menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap masyarakat di seluruh wilayah negara, sehingga menggambarkan sikap dan perilaku, paham serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi yang merupakan identitas atau jati diri bangsa Indonesia. Dalam perkembangan dunia sekarang ini banyak dijumpai berbagai macam sikap dan tingkah laku yang kurang bahkan sangat merugikan masyarakat, hal ini juga dipengaruhi dengan kurangnya pengetahuan atau wawasan tentang bagaimana hidup berbangsa dan bernegara yang, baik, sebagaimana tercantum dalam butirbutir Pancasila dan UUD 1945. Salah satu permasalahan yang timbul dari kurangnya rasa tentang wawasan nusantara yaitu Sengeketa Sipadan dan Ligitan. Sengketa sipadan dan Ligitan adalah persengketaan antara Indonesia dengan Malaysia, mencuat pada tahun 1967 ketika dalam pertemuan teknis hukum laut antara kedua negara, masing-masing negara ternyata memasukkan pulau Sipadan dan pulau Ligitan ke dalam batas-batas wilayahnya. Kedua negara lalu sepakat agar Sipadan dan Ligitan dinyatakan dalam keadaan status quo. Akan tetapi, pihak Malaysia membangun resort parawisata baru yang dikelola pihak swasta Malaysia. Karena, Malaysia memahami statu quo sebagai tetap berada di bawah Malaysia sampai persengketaan selesai, sedangkan pihak Indonesia mengartikan bahwa dalam status ini berarti status kedua pulau tadi tidak boleh ditempati atau diduduki sampai persoalan atas kepemilikan dua pulau ini selesai. Di atas Sipadan, pulau yang luasnya hanya 4 km2 itu, Malaysia membuat penginapan hampir 20 buah untuk dijadikan tempat pariwisata. Pemerintah Indonesia, yang juga merasa memiliki pulau-pulau itu, segera mengirim protes ke Kuala Lumpur, minta agar pembangunan disana dihentikan. Alasannya, Sipadan dan Ligitan itu masih dalam sengketa, belum diputus siapa pemiliknya. Pada

tahun1969 pihak Malaysia secara sepihak memasukkan kedua pulau tersebut ke dalam peta nasionalnya Pada tanggal 31 Mei 1997 kedua negara menyepakati “Special Agreement for the submission to the International Court of Justice the dispute between Indonesia and Malaysia concerning the soverignty over Pulau Sipadan and Pulau Ligitan”. Special Agreement tersebut kemudian disampaikan kepada Mahkamah Hukum Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui Notifikasi Bersama (Joint Letter). Masalah pokok yang diajukan dan dimintakan dalam Special Agreement adalah agar Mahkamah Hukum Internasional memutuskan siapa yang berdaulat terhadap Pulau Sipadan dan Pulai Ligitan berdasarkan perjanjian, bukti dan dokumen dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah Malaysia. Berdasarkan penjelasan di atas, maka pada makalah ini akan dibahas bagaimana proses dan penyelesaian sengketa Konflik antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan.

1.2

Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang di atas, masalah yang dibahas dalam makalah ini

adalah sebagai berikut. a. Bagaimana awal permasalahan perebutan wilayah pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia? b. Bagaimana proses penyelesaian sengketa pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia? c. Bagaimana keputusan Mahkamah Internasional mengenai Sengketa wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan

1.3

Tujuan dan Manfaat Penulisan Sesuai dengan makalah di atas, penulisan makalah ini dimaksudkan untuk

menginformasikan dan menjelaskan kepada pembaca tentang wawasan nusantara dalam kasus sengketa Sipadan dan Ligitan. Secara khusus, dalam makalah ini akan dijelaskan a. awal permasalahan perebutan wilayah pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia

b. proses penyelesaian sengketa pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia c. keputusan Mahkamah Internasional mengenai Sengketa wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan Penulisan makalah ini juga memberikan manfaat kepada pembaca untuk: a. Menambah pengetahuan mengenai wawasan nusantara Bangsa Indonesia b. Menambah pengetahuan tentang awal permasalahan dan proses penyelesaian perebutan wilayah pulau Sipadan dan Pulau Ligitan antara Indonesia dengan Malaysia c. Menambah pengetahuan tentang keputusan Mahkamah Internasional mengenai Sengketa wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Wawasan Nusantara Secara umum, Pengertian Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan bentuk geografisnya menurut Pancasila dan UUD 1945 dalam mengutamakan kesatuan wilayah dan menghargai kebhinekaan untuk mencapai tujuan nasional. Secara Etimologis, Pengertian Wawasan Nusantara adalah cara pandang terhadap kesatuan kepulauan yang terletak antara dua benua yaitu asia dan australia dan dua samudra yaitu samura hindia dan samudra pasifik. Istilah wawasan nusantara berasal dari kata Wawas (Bahasa Jawa) yang artinya "pandangan, tinjauan atau penglihatan indrawi", dan kemudian ditambahkan akhiran an , sehingga arti wawasan adalah cara pandang, cara tinjau, cara melihat. Sedangkan kata Nusantara terdiri dari dua kata yaitu nusa yang berarti "pulau atau kesatuan kepulauan" dan antara yang berarti "letak antara dua unsur yaitu dua benua dan dua samudra". Sehingga arti dari kata nusantara adalah kesatuan kepulauan yang terletak dari dua benua yaitu asia dan australia dan dua samudra yaitu samudra hindia dan pasifik. Setelah arti umum dan etimologis wawasan nusantara, jika ditinjau dari pengertian wawasan nusantara menurut para ahli antara lain sebagai berikut... 

Prof. Dr. Wan Usman, Pengertian wawasan nusantara menurut definisi prof. Dr. Wan Usman adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang beragam.



Kel. Kerja LEMHANAS, Pengertian wawasan nusantara menurut definisi Kel. Kerja LEMHANAS (Lembaga Pertahanan Nasional) 1999 adalah cara pandang dan sikap bangsa indonesia mengenai diri dan lingkungan yang beragam dan bernilai startegis dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa dan kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.



Tap MPR Tahun 1993 dan 1998 Tentang GBHN, Pengertian wawasan nusantara menurut definisi Tap MPR tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.

2.2

Tujuan Wawasan Nusantara

Tujuan wawasan nusantara sebagai berikut. a. Mempererat rasa persatuan dan kesatuan seluruh rakyat Indonesia. Serta menjunjung tinggi pancasila dan UUD 1945, sebagai hak milik bangsa dan negara indonesia. b. Mewujudkan nasionalisme yang tinggi dari segala aspek kehidupan rakyat Indonesia yang mengutamakan kepentingan nasional dari pada kepentingan perorangan, kelompok, golongan, suku bangsa atau daerah c. Mampu melindungi negara Indonesia apabila sewaktu - waktu terjadi suatu permasalahan. d. Menghilangkan perbedaan yang ada di negara Indonesia.

2.3

Landasan Wawasan Nusantara

Landasan wawasan nusantara sebagai berikut.  Landasan Idiil adalah Pancasila. Pancasila sebagai falsafah ideologi bangsa dan dasar negara. Karena pada hakikatnya wawasan nusantara merupakan perwujudan dari nilai-nilai Pancasila. Pancasila merupakan kesatuan yang bulat dan

utuh serta

mengandung

paham

keseimbangan,

keselarasan,

dan

keseimbangan. Maka wawasan nusantara mengarah kepada terwujudnya kesatuan dan keserasian dalam bidang politik,ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.  Landasan Konstitusional adalah UUD 1945. UUD 1945 merupakan landasan konstitusi dasar negara, yang menjadi pedoman pokok dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk

republik (Pasal 1 UUD 1945) yang kekuasaan tertingginya ada pada rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.  Landasan visional atau tujuan nasional wawasan nusantara sebagai wawasan nasional Bangsa Indonesia merupakan ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh rakyat dengan tujuan agar tidak terjadi penyesalan dan penyimpangan dalam rangka mencapai dan mewujudkan cita-cita dan dan tujuan nasional yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.  Landasan Konsepsional Ketahanan nasional, yaitu merupakan kondisi dinamis yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kemampuan sebagai konsepsi nasional, berkedudukan sebagai landasan konsepsional. Dalam upaya mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya, Bangsa Indonesia mengahadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.

2.4

Implementasi Wawasan Nusantara terhadap Bangsa Indonesia Penerapan Wawasan Nusantara sendiri tentu harus tercermin dalam pola

pikir, sikap dan tindakan yang selalu mendahulukan kepentingan bangsa di atas kepentingan

pribadi. Artinya, Wawasan

Nusantara

menjadi

hal

yang

mendasari cara berfikir, bersikap serta bertindak dalam menyikapi, menangani masalah yang menyangkut kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berikut adalah beberapa implementasi dari wawasan nusantara: 1) Kehidupan Politik Dalam kehidupan politik ini akan menciptakan iklim penyelenggaraan negara yang lebih sehat nan dinamis. Hal tersebut tampak di dalam wujud pemerintahan yang aspiratif, kuat serta terpercaya yang dibangun sebagai penjelmaan kedaulatan rakyat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara, yaitu : a. Pelaksanaan kehidupan politik yang diatur dalam undang – undang, seperti UU Partai Politik, UU Pemilihan Umum, dan UU Pemilihan Presiden. Pelaksanaan Undang – Undang tersebut harus sesuai hukum dan mementingkan persatuan bangsa. Contohnya seperti dalam pemilihan Presiden, anggota DPR, dan Kepala

Daerah harus menjalankan prinsip demokratis dan keadilan, sehingga tidak menghancurkan persatuan dan kesatuan bangsa. b. Meningkatkan peran Indonesia dalam kancah internasional dan memperkuat korps diplomatik sebagai upaya penjagaan wilayah Indonesia terutama pulaupulau terluar dan pulau kosong. 2) Kehidupan ekonomi Dalam kehidupan ekonomi ini akan terciptanya tatanan ekonomi yang menjamin pemenuhan dan meningkatnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat dengan merata dan adil. Di lain sisi, Implementasi Wawasan Nusantara mencerminkan sikap tanggung jawab pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang selalu memperhatikan kebutuhan masyarakat tiap daerah secara timbal balik dan kelestarian Sumber Daya Alam (SDA) itu sendiri. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasikan wawasan nusantara: a. Harus sesuai berorientasi pada sektor pemerintahan, perindustrian, dan pertanian b. Pembangunan ekonomi harus memperhatikan keadilan dan keseimbangan antar daerah. Oleh sebab itu, dengan adanya otonomi daerah dapat menciptakan upaya dalam keadilan ekonomi. c. Pembangunan ekonomi harus melibatkan partisipasi rakyat, seperti dengan memberikan fasilitas kredit mikro dalam pengembangan usaha kecil. 3) Kehidupan sosial Dalam kehidupan sosial budaya akan menciptakan sikap lahir dan batin yang mampu untuk menerima, mengakui dan menghormati segala bentuk perbedaan atau kebhinnekaan sebagai kenyataan hidup sekaligus menjadi karunia dari Sang Pencipta. Implementasi Sosial Budaya ini juga akan menciptakan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih rukun dan bersatu tanpa membedabedakan agama, suku, asal daerah atau bahkan kepercayaan serta golongan berdasar status sosialnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan sosial, yaitu: a. Mengembangkan kehidupan bangsa yang serasi antara masyarakat yang berbeda, dari segi budaya, status sosial, maupun daerah. Contohnya dengan

pemerataan pendidikan di semua daerah dan program wajib belajar harus diprioritaskan bagi daerah tertinggal. b. Pengembangan budaya Indonesia, untuk melestarikan kekayaan Indonesia, serta dapat dijadikan kegiatan pariwisata yang memberikan sumber pendapatan nasional maupun daerah. Contohnya dengan pelestarian budaya, pengembangan museum, dan cagar budaya. 4) Kehidupan pertahanan dan keamanan Dalam kehidupan hankam akan menumbuhkembangkan rasa kesadaran cinta tanah air dan bangsa yang nantinya apabila diterapkan akan membentuk sikap Bela Negara dalam diri tiap Warga Negara Indonesia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kehidupan pertahanan dan keamanan, yaitu : a. Kegiatan pembangunan pertahanan dan keamanan harus memberikan kesempatan kepada setiap warga negara untuk berperan aktif, karena kegiatan tersebut merupakan kewajiban setiap warga negara, seperti memelihara lingkungan tempat tinggal, meningkatkan kemampuan disiplin, melaporkan halhal yang mengganggu keamanan kepada aparat dan belajar kemiliteran. b. Membangun rasa persatuan, sehingga ancaman suatu daerah atau pulau juga menjadi ancaman bagi daerah lain. Rasa persatuan ini dapat diciptakan dengan membangun solidaritas dan hubungan erat antara warga negara yang berbeda daerah dengan kekuatan keamanan. c. Membangun TNI yang profesional serta menyediakan sarana dan prasarana yang memadai bagi kegiatan pengamanan wilayah Indonesia, terutama pulau dan wilayah terluar Indonesia.

BAB III PEMBAHASAN

3.1

Awal Permasalahan Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan Sengketa wilayah antara Indonesia dan Malaysia bermula dari pertemuan

kedua delegasi dalam penetapan batas landas kontinen antara Indonesia dan Malaysia di Kuala Lumpur pada tanggal 22 September 1969. Pada waktu pembicaraan landas kontinen di laut Sulawesi, kedua delegasi sama-sama mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai miliknya. Pulau Sipadan terletak 15 mil laut sekitar 24 kilometer dari pantai daratan Sabah Malaysia dan 40 mil laut sekitar 64 kilometer dari pantai timur Pulau Sebatik dimana bagian utara merupakan wilayah Malaysia dan bagian timur selatan merupakan wilayah Indonesia. Posisi Pulau Ligitan terletak 21 mil laut sekitar 34 kilometer dari pantai daratan Sabah Malaysia dan 57,6 mil laut sekitar 93 kilometer dari pantai timur Pulau Sebatik. Luas Pulau Sipadan adalah 10,4 hektar dan Pulau Ligitan adalah 7,9 hektar. Disinilah titik sengketa Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Titik awal klaim pemerintah Indonesia tampaknya lemah dan tidak mencantumkan kedua pulau tersebut dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang yakni, Perpu No. 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia. Di pihak lain, kelemahan Malaysia tampak pada peta yang diterbitkan hingga tahun 1970-an tidak pernah mencantumkan kedua pulau tersebut. Dalam meja perundingan kedua belah pihak baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah Malaysia sepakat untuk menetapkan sebagai status quo atas kedua pulau tersebut. Sehubungan dengan masalah ini, kedua negara pada tanggal 22 September 1969 menyetujui Memorandum of Understanding (MOU) yang menetapkan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan dalam status quo yang berarti tidak boleh ditempati, diduduki maupun dimanfaatkan baik oleh Indonesia maupun Malaysia. Namun, mulai tahun 1979 Malaysia berubah sikap dan mengambil langkah-langkah

secara

unilateral

dengan

menerbitkan

peta-peta

yang

menunjukkan kedua pulau sebagai bagian dari Malaysia, memberikan sejumlah izin kepada sejumlah perusahaan swastanya untuk menyelenggarakan kegiatan

pariwisata di Pulau Sipadan dan mendirikan instalansi-instalansi listrik di pulau tersebut. Indonesia menganggap bahwa kegiatan-kegiatan tersebut melanggar kesepakatan yang telah dicapai dalam status quo.

3.2 Proses Penyelesaian Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan Dalam upaya untuk menyelesaikan sengketa antara kedua negara, Indonesia dan Malaysia mengadakan perundingan-perundingan pada berbagai tingkat seperti Senior Official Meetings, Joint Working Group Meetings dan Joint Commision Meetings, namun tidak berhasil mencapai penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak. Selanjutnya pada tahun 1996, Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Mahathir Muhammad sepakat untuk mengangkat utusan khusus dari masingmasing negara untuk mencari solusi alternatif. Setelah melakukan empat kali pertemuan Jakarta-Kuala Lumpur secara bergantian, kedua wakil dari Pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia berhasil menemukan solusi, yakni merekomendasikan agar perlu adanya penyelesaian masalah ini lewat Mahkamah Hukum Internasional (ICJ). Selanjutnya, pada tanggal 31 Mei 1997 kedua negara menyepakati Special Agreement for the submission to the International Court of Justice the dispute between Indonesia and Malaysia concerning the soverignty over Pulau Sipadan and Pulau Ligitan. Naskah tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 29 Desember 1997 melalui Keputusan Presiden Nomor 49 tahun 1997 dan oleh pemerintah Malaysia pada tanggal 19 November 1997. Special Agreement ini merupakan syarat prosedural yang memungkinkan ICJ memiliki kewenangan juridiksi atas perkara ini. Special Agreement tersebut kemudian disampaikan kepada Mahkamah Hukum Internasional pada tanggal 2 November 1998 melalui suatu Joint Letter atau Notifikasi Bersama. Masalah pokok yang diajukan dan dimintakan dalam Special Agreement adalah agar Mahkamah Hukum Internasional memutuskan siapa yang berdaulat atas kepemilikan Pulai Sipadan dan Pulau Ligitan berdasarkan perjanjian,bukti dan dokumen yang tersedia dari pemerintah Indonesia maupun dari pemerintah Malaysia. Special Agreement ini juga mencantumkan putusan Mahkamah Hukum Internasional sebagai bersifat akhir dan mengikat (final and binding).

Tanggal 3 hingga 12 Juni 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah mendengarkan argumentasi lisan dari Indonesia dan Malaysia sehubungan dengan sengketa wilayah (territorial dispute) Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan. Dan pada tanggal 17 Desember 2002 Mahkamah Hukum Internasional telah memberikan kedaulatan atas Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan kepada Malaysia. Dalam hal ini Mahkamah Hukum Internasional tidak terlalu tertarik dengan argumentasi Indonesia tentang akar kepemilikannya yang didasarkan pada Perjanjian BelandaInggris tahun 1891, yang pada Pasal IV menyebutkan bahwa garis batas kedua negara adalah garis lintang 4o 10’ di pantai timur Pulau Kalimantan terus ke Timur memotong Pulau Sebatik dan menempatkan kedua pulau itu di bawah garis lintang tersebut yang berart i milik Belanda. Menurut Mahkamah, perjanjian itu adalah perjanjian darat dan sulit diinterpretasikan sebagai perjanjian wilayah laut. Dengan ditolaknya perjanjian ini sebagai perjanjian alokasi laut, maka tidak ada lagi yang dapat diandalkan oleh Indonesia. Berbeda dengan Indonesia, bukti efektif Malaysia atas kedua pulau tersebut dan dalam periode yang cukup lama, antara lain, bahwa Malaysia sejak tahun 1917 telah melakukan fungsi legislatif atas kedua pulau tersebut misalnya dengan dikeluarkannya Peraturan Perlindungan Penyu, serta mengeluarkan Perizinan untuk menangkap telur penyu. Malaysia juga telah membangun mercusuar di Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan pada tahun 1962 dan 1963 yang terus dipelihara sejak kemerdekaan Malaysia. Kegiatan kedaulatan Malaysia ini menurut pengamatan Mahkamah tidak pernah diprotes oleh Indonesia. Semua fakta sejarah ini cukup meyakinkan bahwa Malaysia telah menunjukkan kegiatan berdaulatannya atas kedua pulau tersebut dan sudah cukup membuktikan adanya keefektifan untuk syarat kedaulatan suatu negara atas kedua pulau itu. Dalam hal ini, apa pun yang dilakukan oleh Indonesia sejak tahun 1969 seperti halnya menduduki kedua pulau tersebut, tetap tidak akan dapat menghapus keefektifan Malaysia.

3.3

Putusan Mahkamah Internasional mengenai Sengketa Wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan Mahkamah Internasional mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa

kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, oleh karena berdasarkan pertimbangan effectivity (tanpa memutuskan pada pertanyaan dari perairan teritorial dan batas-batas maritim), yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkaian kepemilikan dari Sultan Sulu) akan tetapi gagal dalam menentukan batas di perbatasan laut antara Malaysia dan Indonesia di selat Makassar. Berikut ini ada tiga butir Pokok-pokok Putusan Mahkamah Internasional dari sengketa pulau sipadan ligitan ,yaitu : 1. Menolak argumentasi Malaysia bahwa kedua pulau sengketa pernah menjadi bagian dari wilayah yang diperoleh Malaysia berdasarkan kontrak pengelolaan

privat

Sultan

Sulu

dengan

Sen-

Overbeck/BNBC/Inggris/Malaysia. Mahkamah juga menolak argumentasi Malaysia

bahwa

kedua

pulau

termasuk

dalam

wilayah

Sulu/Spanyol/AS/Inggris yang kemudian diserahkan kepada Malaysia berdasarkan terori rantai kepemilikan (Chain of Title Theory). Menurut Mahkamah tidak satupun dokumen hukum atau pembuktian yang diajukan Malaysia berdasarkan dalil penyerahan kedaulatan secara estafet ini memuat referensi yang secara tegas merujuk kedua pulau sengketa. 2. Menolak argumentasi Indonesia bahwa kedua pulau sengketa merupakan wilayah berada di bawah kekuasaan Belanda berdasarkan penafsiran atas pasal IV Konvensi 1891. Penafsiran Indonesia terhadap garis batas 4° 10′

LU yang memotong Pulau Sebatik sebagai allocation line dan berlanjut terus ke arah timur hingga menyentuh kedua pulau sengketa juga tidak dapat di terima Mahkamah. Kejelasan perihal status kepemilikan kedua pulau tersebut juga tidak terdapat dalam Memori van Toelichting. Peta Memori van Toelichting yang memberikan ilustrasi sebagaimana penafsiran Indonesia atas pasal IV tersebut dinilai tidak memiliki kekuatan hukum karena tidak menjadi bagian dari konvensi 1891. Mahkamah juga menolak dalil alternatif Indonesia mengingat kedua pulau sengketa tidak disebutkan di dalam perjanjian kontrak 1850 dan 1878 sebagai bagian dari wilayah Kesultanan Bulungan yang diserahkan kepada Pemerintah Kolonial Belanda. 3. Penguasaan efektif dipertimbangkan sebagai masalah yang berdiri sendiri dengan tahun 1969 sebagai critical date mengingat argumentasi hukum RI maupun argumentasi hukum Malaysia tidak dapat membuktikan klaim kepemilikan

masing-masing

atas

kedua

pulau

yang

bersengketa

Penyelesaian sengketa yang akhirnya diserahakan kepada Mahkamah Internasional ini pada hakikatnya merupakan keberhasilan diplomasi dari pihak Malaysia dan Indonesia. Cara damai yang ditempuh Indonesia dan Malaysia akan memberikan dampak yang besar bagi kawasan Asia Tenggara, seperti misalnya cara penyelesaian kedua belah pihak (MalaysiaIndonesia) yang menyerahkan persoalan ini seutuhnya kepada Mahkamah Internasional dapat ditiru sebagai salah satu model penyelesaian klaimklaim teritorial lain antar negara anggota ASEAN yang masih cukup banyak terjadi, misalnya klaim teritorial Malaysia dan Thailand dengan hampir semua negara tetangganya. Satu hal yang perlu disesali dalam mekanisme penyelesaian konflik Sipadan dan Ligitan adalah tidak dipergunakannya mekanisme regional ASEAN. ASEAN, sebagai satu forum kerja sama regional, sangat minimal perannya dalam pemecahan perbatasan. Hal ini karena dipandang sebagai persoalan domestik satu negara dan ASEAN tidak ikut campur tangan di atasnya. Sesungguhnya, ASEAN sendiri sudah merancang terbentuknya

sebuah

Dewan

Tinggi

(High

Council)

untuk

menyelesaikan masalah-masalah regional. Dewan ini bertugas untuk memutuskan

persoalan-persoalan kawasan termasuk masalah klaim teritorial. Namun keberatan beberapa anggota untuk membagi sebagian kedaulatannya merupakan hambatan utama dari terbentuknya Dewan Tinggi ini.

BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Dari pembahasan mengenai sengketa antara Indonesia dengan Malaysia mengenai Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan, dapat ditarik beberapa kesimpulan: 1.

Awal permasalahan sengketa wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan bermula dari pertemuan kedua delegasi dalam penetapan batas landas kontinen antara Indonesia dan Malaysia di Kuala Lumpur pada tanggal 22 September 1969. Pada waktu pembicaraan landas kontinen di laut Sulawesi, kedua negara sama-sama mengklaim Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan sebagai miliknya.

2.

Indonesia dan Malaysia sepakat bahwa untuk menyelesaikan masalah sengketa wilayah Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan diselesaikan melalui Mahkamah Internasional (International Court of Justice)

3.

Malaysia memenangkan kasus sengketa wilayah tersebut, maka Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan jatuh kepada daerah kekuasaan Malaysia

4.2 Saran Berdasarkan pemaparan dalam pembahasan, ada beberapa saran yang perlu diajukan kepada beberapa pihak berikut ini. a. Bagi Masyarakat yang Kurang Memahami Wawasan Nusantara Diharapkan masyarakat lebih mengetahui dan memahami pentingnya wawasan nusantara demi kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia. b. Bagi Masyarakat yang Telah Memahami Wawasan Nusantara Diharapkan masyarakat dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun kebudayaan Indonesia sangat beragam, namun sebaiknya tetap mementingkan kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, untuk mencapai tujuan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.artikelsiana.com/2015/04/wawasan-nusantara-pengertian-fungsitujuan.html http://fentiayublog.blogspot.co.id/2017/04/wawasan-nusantara.html https://tipsserbaserbi.blogspot.co.id/2015/08/contoh-makalah-wawasannusantara.html https://buzzerbeater113.blogspot.co.id/2017/02/makalah-wawasan-nusantara-dancontoh.html http://makassar.tribunnews.com/2015/02/15/ternyata-ini-penyebab-sipadan-danligitan-lepas-dari-indonesia https://id.wikipedia.org/wiki/Sengketa_Sipadan_dan_Ligitan https://www.kompasiana.com/sugiharto69/lepasnya-pulau-ligitan-dan-sipadan-darinkri_550ee047a333117732ba7e9d

https://sssasyier.wordpress.com/2017/03/18/makalah-tentang-konflik-antaraindonesia-dengan-malaysia-mengenai-pulau-sipadan-dan-pulau-ligitan/

Related Documents


More Documents from "Aulia Chika"

Wawasan Nusantara New.docx
December 2019 15
Kasus Korupsi Janner Purba
November 2019 37
Makalah Ekmen.docx
November 2019 5
Apras.docx
December 2019 23