Water Supply Gunung Meletus.docx

  • Uploaded by: kikifamala
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Water Supply Gunung Meletus.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,069
  • Pages: 30
ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PENANGGULANGAN BENCANA (Water Supply Dalam Penanggulangan Bencana Gunung Meletus)

OLEH : Nurul Layly Firdausi

101711123009

Kiki Famalasari

101711123030

Retno Trihastuti

101711123029

Rahmawati Sinusi

101711123045

Rizka Aprilidyawati

101711123046

PROGRAM STUDI ALIH JENIS ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2019

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................................... 1 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 2 1.1

Latar Belakang ................................................................................................... 2

1.2

Rumusan Masalah .............................................................................................. 3

1.3

Tujuan ................................................................................................................ 3

BAB II TINJAUANPUSTAKA ....................................................................................... 4 2.1

Bencana .............................................................................................................. 4

2.2 Pengenalan dan Pengkajian Ancaman Bahaya (Hazard) dan Vulnerability (Kerentanan) ................................................................................................................. 4 2.3

Risiko Bencana .................................................................................................. 6

2.4

Sumber Daya...................................................................................................... 9

BAB III STUDI KASUS ................................................................................................ 13 3.1

Bencana Gunung Meletus ................................................................................ 13

3.2

POAC Pada Pasca Kejadian Gunung Meletus ................................................. 15

3.3

Perhitungan Kebutuhan Air Para Pengungsi Pasca Bencana Gunung Meletus 16

3.4

Water Supply Pada Bencana Gunung Meletus................................................. 17

BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................................. 19 4.1

Merencanakan Kajian ...................................................................................... 19

4.2

Pengumpulan Data ........................................................................................... 20

4.3

Menganalisis Data ............................................................................................ 20

4.4

Penyajian data dan Rekomendasi..................................................................... 25

4.5

Rencana Tindak Lanjut .................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 29

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan perusakan ekosistem. Peranan manusia dalam pembentukan ekosistem adalah pembentukan ekosistem buatan seperti danau, waduk, persawahan dan bendungan. Sedangkan peranan manusia dalam perusakan lingkungan, misalnya perusakan hutan, pencemaran lingkungan. Tindakan manusia dalam pemenuhan kegiatan sehari-hari, baik secara sengaja atau tidak telah menambah jumlah bahan anorganik pada perairan dan mencemari air serta mengancam keberadaan sumber daya air. Selain manusia, alam juga mempengaruhi ketersediaan air (Yonathan P, 2015). Air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dimanapun dan kapanpun, tidak terkecuali pada saat keadaan darurat. Keadaan darurat yang dimaksud contohnya saat terjadi bencana seperti tsunami, gempa bumi, banjir, gunung meletus, dan lain-lain, air bersih menjadi permasalahan tersendiri bagi manusia. Pengolahan air minum dalam kondisi darurat diusahakan agar efektif dan efisien menghasilkan air minum dengan kualitas tinggi. Air digunakan untuk keperluan pertanian, perikanan, industri, perdagangan, sarana tranportasi, kebutuhan domestik dan metabolisme mahkluk hidup. Air mutlak diperlukan bagi manusia karena memiliki peran yang sangat strategis sehingga keberadaannya perlu dipelihara dan dilestarikan. Air mempunyai peranan mampu mendukung kehidupan dan pelaksanaan pembangunan di masa kini maupun di masa mendatang (Brault, 1991). Sangat diperlukan adanya sumber air yang dapat menyediakan

air

yang

baik

dari

segi

kuantitas

dan

kualitasnya.

Di Indonesia, umumnya sumber air minum berasal dari air permukaan, air tanah, dan air hujan ( Ricki Mulia, 2005). Bencana alam selalu menimbulkan permasalahan bagi manusia dan lingkungan, khususnya adalah masalah air bersih. Pada kondisi bencana dapat mengakibatkan terganggunya sumber air karena kuailtasnya berubah, menjadi keruh

2

atau asin, hancurnya sistem perpipaan, rusaknya instalasi pengolahan, terganggunya sistem distribusi, atau langkanya air di daerah pengungsian. Prioritas penanganan air bersih biasanya didahulukan pada wilayah-wilayah pengungsian dengan sistem komunal, karena kebutuhan untuk mandi, mencuci, toilet cukup besar, sedangkan untuk minum pada awal kejadian selama ini banyak didominasi oleh air minum dengan botol kemasan, namun untuk jangka panjang mereka memasak air sendiri. Untuk wilayah-wilayah yang terpencil dan sulit terjangkau biasanya menggunakan sistem yang lebih sederhana dan kecil serta mudah dioperasionalkan. Pada kondisi alam yang mengalami keadaan darurat, misalnya saat terjadi bencana alam, seperti gunung meletus yang dahsyat. Berbagai sarana dan prasarana seperti rumah, kantor, pasar, warung, toko, saluran listrik, jaringan telekomunikasi, jalan dan saluran penyediaan air menjadi rusak atau mengalami gangguan. Salah satu sarana penting yang harus disediakan pada situasi keadaan darurat bencana adalah fasilitas air bersih dan air minum. Dimana ketersediaan air menjadi kebutuhan dasar yang sangat penting dan harus tersedia. Status keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas untuk menanggulangi bencana (UU No.24, 2007). Jika air bersih tidak tersedia, maka para korban akan menderita berbagai penyakit akibat langkanya air bersih. Penyakit yang muncul akibat langkanya air bersih adalah penyakit kulit seperti gatal-gatal, penyakit perut seperti diare dan muntaber. Jika wabah muntaber dan diare melanda korban bencana alam, maka dapat dipastikan jumlah korban akan bertambah banyak sehingga penanganan menjadi sulit (Mulyaningsih, 2006).

1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pengelolaan dan penyedian air bersih saat terjadi bencana alam, khususnya pada bencana gunung meletus ?

1.3 Tujuan Untuk mengetahuai pengelolaan dan penyediaan air bersih bagi masyarakat saat dalam keadaan darurat gunung meletus.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis ( Undang - undang nomor 24 tahun 2007 ). Sumber lain juga mendefinisikan bencana sebagai suatu kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan. Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain : a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi dan wabah penyakit. c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

2.2 Pengenalan dan Pengkajian Ancaman

Bahaya (Hazard) dan Vulnerability

(Kerentanan) a. Pengenalan Hazard Indonesia merupakan negara yang mempunyai resiko bahaya yang cukup tinggi dan beragam, baik dari bencana alam, bencana karena perbuatan manusia ataupun bencana sosial dengan kedaruratan yang cukup komplek. Beberapa bencana tersebut adalah gempa bumi, letusan gunung berapi, tanah longsor, kebakaran, kekerungan dan lain sebagainya.

4

Pada Bencana Letusan gunung berapi bencana yang dapat di timbulkan oleh jatuhan material letusan, awan panas, aliran larva, gas beracun, abu gunung berapi dan bencana sekunder berupa aliran lahar. Luas daerah rawan bencana gunung api di seluruh Indonesia sekitar 17.000 km2 dengan jumlah penduduk yang bermukim di kawasan rawan bencana gunung api sebanyak kurang lebih 5,5 juta jiwa. Berdasarkan data letusan gunung api, diperkirakan tiap tahun terdapat sekitar 585.000 orang terancam bencana letusan gunung api. b. Kerentanan (vulnerability) Kerentanan adalah keadaan atau sifat/perilaku manusia atau masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman. Kerentanan ini dapat berupa: 1. Kerentanan Fisik. Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dan sebagainya. 2. Kerentanan Ekonomi. Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana. 3. Kerentanan Sosial. Kondisi sosial masyarakat juga mempengaruhi tingkat kerentanan terhadap ancaman bahaya. Dari segi pendidikan, kekurangan pengetahuan tentang risiko bahaya dan bencana akan mempertinggi tingkat kerentanan, demikian pula tingkat kesehatan masyarakat yang rendah juga mengakibatkan rentan menghadapi bahaya. 4. Kerentanan Lingkungan. Lingkungan hidup suatu masyarakat sangat mempengaruhi kerentanan. Masyarakat yang tinggal di daerah yang kering dan sulit air akan selalu terancam bahaya kekeringan. Penduduk yang

5

tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor dan sebagainya.

2.3 Risiko Bencana a. Pengertian Risiko Bencana Risiko bencana adalah potensi kerugian yang dinyatakan dalam hidup, status kesehatan, mata pencaharian, aset dan jasa, yang dapat terjadi pada suatu komunitas tertentu ataumasyarakat dalam suatu kurun waktu tertentu (UNISDR, 2009). Risiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat. Definisi risiko bencana mencerminkan konsep bencana sebagai hasil dari hadirnya risiko secara terus menerus. Risiko bencana terdiri dari berbagai jenis potensi kerugian yang sering sulit untuk diukur.Namundemikian, dengan pengetahuan tentang bahaya, pola populasi, dan pembangunansosial-ekonomi, risiko bencana dapat dinilai dan dipetakan, setidaknya dalam arti luas.

b. Tahapan Manajemen Risiko Bencana Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui 3 (tiga) tahapan sebagai berikut : 1. Pra Bencana Tahapan manajemen bencana pada kondisi sebelum kejadian atau pra bencana meliputi kesiagaan, peringatan dini dan mitigasi. a) Kesiapsiagaan. Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Kesiagaan adalah tahapan yang paling strategis karena sangat menentukan ketahanan anggota masyarakat dalam menghadapi datangnya suatu bencana.

6

b) Peringatan dini. Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak, khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki diolah atau diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan datangnya suatu bencana. c) Mitigasi. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana. Mitigasi harus dilakukan secara terencana dan komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan antara lain : 1) Pendekatan teknis. Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi dampak suatu bencana misalnya membuat material yang tahan terhadap bencana, dan membuat rancanagan pengaman, misalnya tanggul banjir, lumpur dan lain sebagainya. 2) Pendekatan manusia. Pendekatan manusia ditujukan untuk membentuk manusia yang paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu perilaku dan cara hidup manusia harus dapat diperbaiki dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang dihadapinya. 3) Pendekatan admisnistratif. Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan pendekatan administratif dalam manajemen bencana, khususnya di tahap mitigasi. 4) Pendekatan kultural. Pendekatan kultural diperlukan untuk meningkatkan kesadaran mengenai bencana. Melalui pendekatan kultural, pencegahan bencana disesuaikan dengan kearifan masyarakat lokal yang telah mebudaya sejak lama.

7

2. Saat Bencana Tahapan paling krusial dalam sistem manajemen bencana adalah saat bencana sesungguhnya terjadi. Mungkin telah melalui proses peringatan dini, maupun tanpa peringatan atau terjadi secara tiba-tba. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah seperti tanggap darurat untuk dapat mengatasi dampak bencana dengan cepat dan tepat agar jumlah korban atau kerugian dapat diminimalkan. a) Tanggap darurat. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana prasarana. Tindakan ini dilakukan oleh Tim penanggulangan bencana yang dibentuk dimasing-masing daerah atau organisasi. Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelamatan dan evakuasi korban bencana. Hal yang dapat dilakukan antara lain: 1) Pemenuhan kebutuhan dasar 2) Perlindungan terhadap kelompok rentan (anak-anak, lansia, orang dengan keterbatasan fisik, pasien rumah sakit, dan kelompok yang dikategorikan lemah) 3) Pemulihan dengan segera sarana dan prasarana vital. b) Penanggulangan bencana. Selama kegiatan tanggap darurat, upaya yang dilakukan adalah menanggulangi bencana yang terjadi sesuai dengan sifat dan jenisnya. Penanggulangan bencana memerlukan keahlian dan pendekatan khusus menurut kondisi dan skala kejadian. Tim tanggap darurat diharapkan mampu menangani segala bentuk bencana. Oleh karena itu Tim tanggap darurat harus diorganisisr dan dirancang untuk dapat menangani berbagai jenis bencana.

8

3. Pasca Bencana Setelah bencana terjadi dan setelah proses tanggap darurat dilewati, maka langkah berikutnya adalah melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi. a) Rehabilitasi. Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan public atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pascabencana. b) Rekonstruksi. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, social, dan budaya, tegaknya hukum, dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. 4. Mekanisme Penanggulangan Bencana Mekanisme penanggulangan bencana yang akan dianut dalam hal ini mengacu pada UU No 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah No 21 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Dari peraturan Perundangan diatas dinyatakan bahwa mekanisme tersebut dibagi menjadi tiga tahapan : a) Pada Pra Bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan Pelaksana b) Pada saat darurat bersifat koordinasi , komando dan pelaksana c) Pada pasca bencana bersifat koordinasi dan pelaksana.

2.4 Sumber Daya Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM Kesehatan yang tergabung dalam suatu TIM Penanggulangan Krisi yang meliputi : a. Tim Reaksi Cepat

9

b. Tim Penilai cepat ( TIM RHA ) c. Tim bantuan kesehatan, Tim Penilaian Cepat Kesehatan (Rapid Health Assessment) adalah tim yang dapat diberangkatkan bersamaan dengan Tim Reaksi Cepat atau menyusul untuk menilai kondisi dan kebutuhan pelayanan kesehatan. Rapid Health Assessment (RHA) merupakan suatu rangkaian siklus manajemen kesehatan pada situasi bencana yang harus dilakukan sesaat setelah terjadi bencana dan dilakukan secara cepat. RHA merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi dengan tujuan untuk menilai kerusakan dan mengidentifikasi kebutuhan dasar yang diperlukan segera sebagai respon dalam suatu kejadian bencana (WHO, 2002). RHA dilakukan segera setelah kejadian bencana atau saat ada sinyal early warning pada jenis bencana tertentu, seperti pada peningkatan status gunung api. Tujuan dari RHA adalah Penilaian cepat sesaat setelah kejadian untuk mengukur besaran masalah. Hasilnya berbentuk rekomendasi untuk keputusan penanggulangan selanjutnya. Khususnya menilai : jenis bencana, lokasi, penduduk terkena, dampak yang telah/akan terjadi, kerusakan sarana, sumberdaya, kemampuan respons setempat. a. Menilai dampak bencana dan potensi ancaman bidang kesehatan; b. Membuktikan adanya kedaruratan; c. Menilai kapasitas tanggap darurat yang ada; d. Menetapkan jenis kebutuhan yang diperlukan segera; e. Membuat

rekomendasi

tindakan

prioritas

dalam

pelaksanaan

ketanggapdaruratan. RHA dibagi menjadi 2 (dua) macam, yaitu : a. Initial Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah Kesehatan Awal). Hal ini dilakukan oleh petugas kesehatan tingkat kecamatan dibawah tanggung jawab Kepala Puskesmas setempat. Ini dilakukan untuk menetukan jenis bantuan awal yang dibutuhkan segera. b. Integrated Rapid Health Assessment (Penilaian Masalah kesehatan Terpadu). Menindak lanjuti assessment awal dan mendata kebutuhan parakorban di shelter pengungsian.

10

Tim RHA terdiri dari orang-orang yang mewakili bidang sesuai dengan kebutuhan pengkajian yang akan dilakukan, minimal terdiri dari : a. Petugas Medis. Untuk menilai dampak dan kebutuhan pelayanan medis bagi korban b. Petugas Epidemiologis (surveilans). Untuk menilai dampak dan kebutuhan pengendalian masalah kesehatan masyarakat korban bencana terutama pengungsi c. Petugas sanitarian. Untuk menilai dampak dan kebutuhan terhadap komponenkomponen yang mempengaruhi kesehatan manusia. Data dan informasi yang perlu dikumpulkan saat melakukan RHA antara lain sebagai berikut : a. Geografis dan lingkungan daerah yang terkena bencana/ kejadian; b. Informasi korban meninggal dan luka; c. Memperkirakan jumlah pengungsi; d. Data potensi SDM di puskesmas dan dinas kesehatan dan rumah sakit setempat yang masih dapat dimanfaatkan (jumlah, tempat dan fasilitas puskesmas dan rumah sakit; fungsi dari masing-masing fasilitas, perlengkapan dan obatobatan); e. Data dan potensi kesehatan yang ada di sekitar wilayah administrasi daerah bencana/kejadian; f. Menilai dampak segera terhadap kesehatan seperti resiko kemungkinan terjadinya KLB penyakit menular; g. Data endemisitas penyakit menular potensial wabah yang selama ini ada; h. Kerusakan sarana lain yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan (air bersih, listrik, jalan, sarana komunikasi); i. Mengidentifikasi ketersediaan air bersih yang ada dan potensi yang masih dapat dimanfaatkan. RHA (Rapid Health Assessment) dilakukan dalam situasi yang memerlukan pertimbangan keamanan, waktu pelaksanaan penilaian dapat dipersingkat. Bencana banjir, pengungsian, pengungsian penduduk dlm jumlah besar, selambat-lambatnya dua hari setelah kejadian. Kedaruratan mendadak (gempa bumi, keracunan makanan,

11

kecelakaan kimiawi, dan lain – lain) perlu dilakukan secepat mungkin atau beberapa jam setelah kejadian. Langkah penting dalam mengumpulkan data dan informasi RHA diantaranya adalah : a. Sesuaikan dengan tujuan assessment b. Review information yang lalu dan yang ada c. Interview tokoh-tokoh kunci d. Ke lapangan, observasi, interview dan dengar e. Rumuskan berbagai informasi dan f. Analisis segera dan buat rekomendasi g. Lalu laporkan segera ke pimpinan. Penyusunan instrumen RHA (Rapid Health Assessment) harus memperhatikan perbedaan untuk tiap jenis kejadian, namun harus jelas tujuan, metode, variabel data, kerangka analisis, waktu pelaksanaan dan instrumen harus hanya variabel yang dibutuhkan. Variabel RHA (Rapid Health Assessment) yakni lokasi, waktu, jumlah korban dan penyebaran, lokasi pengungsian, masalah kesehatan dan dampaknya (jumlah tewas-luka, kerusakan sarana, endemisitas setempat, potensi air bersih, kesiapan sarana, ketersediaan logistik, upaya yang telah dilakukan, fasilitas evakuasi, kesiapan tenaga, geografis, bantuan diperlukan, kemampuan respons setempat, hambatan). Metode RHA yakni pengumpulan data dengan wawancara dan observasi langsung. Analisis RHA diarahkan pada faktor risiko, penduduk yang berisiko, situasi penyakit dan budaya lokal, potensi sumber daya lokal, agar diperoleh gambaran terkait. Sedangkan rekomendasi RHA berdasar analisis. Segera disampaikan pada yang berwenang mana yang bisa diatasi sendiri, mana yang perlu bantuan : Obat – bahan – alat, tenaga medik – paramedik surveilans – sanitasi lingkungan, pencegahan – imunisasi, makanan minuman, masalah sanitasi lingkungan, kemungkinan KLB, koordinasi, jalur komunikasi, jalur koordinasi, dan bantuan lain.

12

BAB III STUDI KASUS

3.1 Bencana Gunung Meletus

Bencana gunung meletus pada Gunung Agung tahun 2017 lalu, terjadi setelah terakhir kali Gunung Agung meletus pada tahun 1963. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) memantau bahwa potensi letusan Gunung Agung semakin meningkat. Warga disekitar Gunung Agung, dihimbau untuk mengungsi hingga status Gunung Agung dinyatakan aman. Hingga 26/09/2017 menurut data Pusat Pengendalian Operasi Penaggulangan Bencana (Pusdalops) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bali mencatat ada 75.673 jiwa pengungsi. Terdapat 377 titik posko pengungsian di 9 Kabupaten/Kota di Bali. Dampaknya beberapa sumber mata air tercemar, keadaan udara tidak sehat bagi manusia dan tidak adanya sumber air bersih. Disini kita akan mencoba melakukan observasi terkait water supply pada kejadian bencana gunung meletus. Pada awal terjadinya bencana setelah dilakukan RHA dapat diketahui apa saja fasilitas yang rusak dan yang masih bisa digunakan, begitu juga dengan akses air bersih, dapat diketahui berapa sumber mata air yang masih digunakan, berapa fasilitas sanitasi yang masih dapat digunakan dan berapa yang dibutuhkan, untuk selanjutnya kita mengetahui bagaimana caranya melakukan perhitungan water supply saat terjadinya bencana gunung meletus. Dalam kasus ini diibaratkan sebagian besar akses air bersih rusak dan sulit untuk mendapatkan air bersih, hanya beberapa titik saja yang terdapat akses air bersihnya, berupa sumur yang belum tercemar oleh abu vulkanik yang keluar dari letusan gunung berapi.

13

Berikut adalah data jumlah pengungsi pada kejadian gunung meletus: No.

Kabupaten/Kota

Jumlah

Jumlah

Sumur Yang

Sumur Yang

Titik

Pengungsi

Dapat

Tidak Dapat

Digunakan

Digunakan

Pengungsian 1.

Kabupaten Badung

4

Titik

756

12 Titik

12 Titik

2.

Kabupaten Bangli

7

Titik

4.890

14 Titik

13 Titik

3.

Kabupaten

10

Titik

8.518

15 Titik

15 Titik

Buleleng 4.

Kota Denpasar

8

Titik

2.539

16 Titik

12 Titik

5.

Kabupaten Gianyar

2

Titik

540

12 Titik

10 Titik

6.

Kabupaten

1

Titik

82

10 Titik

11 Titik

12

Titik

37.812

17 Titik

15 Titik

11

Titik

19.456

15 Titik

16 Titik

3

Titik

1.080

12 Titik

11 Titik

58

Titik

75.673

123 Titik

115 Titik

Jembrana 7.

Kabupaten Karangasem

8.

Kabupaten Klungkung

9.

Kabupaten Tabanan Total

Karena erupsi gunung meletus, maka hanya 33 titik air bersih yang dapat digunakan. Estimasi setiap titik air menyediakan 500 lt air, dengan perhitungan sebagai berikut: anggapan bahwa setiap sumur berisi 250 liter air dengan rumus (3,14xhxd2) h=kedalaman =20 m; d=diameter=2 m (3,14x40x4)= 502,4 lt anggap 500 lt.

14

3.2 POAC Pada Pasca Kejadian Gunung Meletus POAC yang dilakukan pada saat pasca kejadian gunung meletus adalah sebagai berikut: a. Menentukan kebutuhan pengungsi terkait kebutuhan air dan sanitarian di masing-masing titik pengungsian. b. Menentukan sanitarian yang bertanggung jawab di masing-masing titik (atau setidaknya 2 titik 1 sanitarian). c. Bekerja sama dengan PDAM dan Dinas PU setempat serta warga dan TNI terkait pengadaan air bersih dan pendirian bilik kamar mandi. d. Melakukan perhitungan terkait kebutuhan air minum dan air mandi di masingmasing titik pengungsian, dimana setiap pengungsi membutuhkan 20 liter air per hari. e. Memastikan setiap hari kebutuhan pengungsi terkait air bersih dan lain-lain (terkait sanitarian) terpenuhi setiap saat. f.

Melakukan untuk pencegahan penyakit-penyakit terkait penyediaan air bersih dan sanitasi yang tidak sehat seperti penyakit diare, difteri, leptospirosis, dan lain-lain.

g. Mendistribusikannya sesuai dengan kebutuhan masing-masing titik. Siapa saja yang terlibat dan bertanggung jawab didalam program penanggulangan bencana terkait pengadaan air bersih (water supply) dan sanitasi, diantaranya sebagai berikut: a. Sanitarian b. Dinas Pekerjaan umum (Dinas PU) c. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) d. Tentara Nasional Indonesia (TNI) e. Dinas Kesehatan f. Badan Penanggulanagn Bencana Daerah (BPBD) setempat g. CSR Perusahaan setempat bila ada h. Puskesmas dan Perangkat Desa i. Warga

15

3.3 Perhitungan Kebutuhan Air Para Pengungsi Pasca Bencana Gunung Meletus Menurut Buku Pedoman Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana, perhitungan kebutuhan air adalah sebagai berikut: Yang dibutuhkan saat emergensi Air

Indikator

Rata-rata Kebutuhan

Kuantitas Hari ke 1 – 2

Liter/Orang/Hari

5

Hari Berikutnya

Liter/Orang/Hari

15 – 20

Puskesmas dan RS

Liter/Orang/Hari

50

dan Liter/Orang/Hari

100

Liter/Orang/Hari

10

Bagian

Bedah

Kebidanan Dapur RS

200

Kualitas Jernih, tidak berbau

Fisik

100%

Yang dibutuhkan saat emergensi Air

Indikator

Rata-rata Kebutuhan

Tidak berasa Mikrobiologis

Jumlah E. Coli/LPB

Kimia

PH

<10 6,8 – 7,5

Tangki Penampungan Jarak

Tangki

dan Meter

Minimun 30 M, Maksimal 500 M

Hunian Kran Air

Buah

6 – 8 Buah Kran

Kapasitas

Orang

250 Orang/Kran

*Setiap pagi hari sudah harus tersedia air bersih di masing-masing titik pengungsian.

16

3.4 Water Supply Pada Bencana Gunung Meletus Hal yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah bagaimana menghitung water supply pada kejadian bencana gunung meletus, dalam hal ini peristiwa Gunung Agung meletus, dengan analogi 10 hari pengungsian, kita juga akan mencoba menghitung kebutuhan dari air bersih dan air minum serta kebutuhan air di fasilitas pelayanan kesehatan. No.

Kab./Kota

Jumlah

Hari Ke 3-10

Hari 1-2

Dapur Termasuk

Kesehatan (100

Pengungsi

(20 lt/org/hari)

(5 lt/org/hari)

(Air Minum 2

lt/pkm/faskes)

lt/org/hr) 1.

Kab. Badung

756

15.120

3.780

7.560

150

2.

Kab. Bangli

4.890

97.800

24.450

48.900

150

3.

Kab.

8.518

170.360

42.575

85.180

150

2.539

50.780

12.695

25.390

150

Buleleng 4.

Kota Denpasar

5.

Kab. Gianyar

540

10.800

2.700

5.400

150

6.

Kab.

82

1.640

410

820

150

37.812

756.240

189.060

378.120

450

19.456

389.120

97.280

194.560

300

Kab. Tabanan

1.080

21.600

5.400

10.800

150

Total

75.673

1.513.460

378.350

756.730

1.800

Jembrana 7.

Kab. Karangasem

8.

Kab. Klungkung

9.

a. Total kebutuhan air bersih 75.673 pengungsi = 12.107.680 lt + 756.700 lt = 12.864.380 lt b. Total Kebutuhan Air Untuk Kebutuhan Dapur dan Konsumsi = 756.730 lt/hari x 10 hr = 7.567.300 lt c. Total kebutuhan air bersih untuk kebutuhan kesehatan = 1.800 lt x 10 hr = 18.000 lt 17

Selanjutnya perhitungan kaporit dan PAC untuk menjernihkan air sumur akibat erupsi gunung meletus: a. Analogi ½ sendok kaporit (3 gr) untuk 20 liter air, dan anggapan bahwa setiap sumur berisi 250 liter air dengan rumus (3,14xhxd2) h=kedalaman=20 m; d=diameter=2 m (3,14x40x4)= 502,4 lt anggap 500 lt. Jadi setiap sumur butuh kira-kira 75 gram kaporit/hari (Analogi 10 hari). b. Analogi kebutuhan PAC 1 sachet untuk 20 liter air, jadi setiap sumur butuh 25 sachet/hari. c. Analogi kebutuhan aquatab 8,5 mg untuk 20 liter air, jadi setiap sumur butuh aquatab 212,5 mg/hari.

No.

Kabupaten/Kota

Sumur

Kebutuhan

Kebutuhan PAC

Kebutuhan

Yang

Kaporit

(1 sachet = 20 lt)

PAC

Tidak

(3 gr/20 lt) =

= 25

Aquatab

Dapat

75

sachet/sumur/hari

(212,5

Digunakan gr/sumur/hari

mg/hr)

1.

Kabupaten Badung

12 Titik

900 gr

300 sc

2.550 mg

2.

Kabupaten Bangli

13 Titik

975 gr

325 sc

2.763 mg

3.

Kabupaten Buleleng

15 Titik

1.125 gr

375 sc

3.188 mg

4.

Kota Denpasar

12 Titik

900 gr

300 sc

2.550 mg

5.

Kabupaten Gianyar

10 Titik

750 gr

250 sc

2.125 mg

6.

Kabupaten Jembrana

11 Titik

825 gr

275 sc

2.338 mg

7.

Kabupaten

15 Titik

1.125 gr

375 sc

3.188 mg

16 Titik

1.200 gr

400 sc

3.400 mg

11 Titik

825 gr

275 sc

2.338 mg

115 Titik

8.625 gr/hari

2.875 sc

24.440 mg

Karangasem 8.

Kabupaten Klungkung

9.

Kabupaten Tabanan Total

18

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Merencanakan Kajian a. Mempertimbangkan faktor waktu dan lokasi 1. Waktu : letusan gunung agung merupakan bencana alam yang menimbulkan kegawatdaruratan maka sesegera mungkin harus dilakukan RHA setelah beberapa jam terjadinya bencana tersebut. 2. Lokasi : jalan yang menghubungkan tiap kabupaten masih bisa digunakan. Daerah yang terkena bencana letusan gunung agung adalah Kabupaten Badung, Kabupaten Bangli, Kabupaten Buleleng, Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar, Kabupaten Jembarana, Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Tabanan. b. Menyusun Persiapan 1. Menentukan jenis informasi yang akan dikumpulkan a) Informasi aspek medis: berapa puskesmas yang rusak, berapa obatobatan yang tersedia dan dibutuhkan, berapa tenaga medis yang tersedia, dan lain-lain b) Aspek epidemiologi: penyakit apa saja yang terjadi di daerah bencana, daerah sekitar bencana, dan daerah yang menjadi lokasi pengungsian c) Aspek sanitasi atau lingkungan: sanitasi di lingkungan pengungsian, ada tidaknya air bersih, tempat sampah, kamar mandi, dan lain-lain. 2. Berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait Koordinasi dengan pihak: Petugas puskesmas, Dinas Kesehatan, Dinas Perhubungan, Dinas Perdagangan dan Perindustrian, Dinas Sosial, Pemerintah Daerah, Dinas Kebersihan, PLN, PDAM, dan pihak lain yang terkait. 3. Anggota tim Berasal dari multidisiplin: Medis, paramedis, Ahli kesehatan masyarakat dan epidemiologi, nutrisi, logistik, dan kesehatan lingkungan.

19

4.2 Pengumpulan Data a. Data karakteristik geografis Gunung agung adalah gunung tertinggi di pulau Bali dengan ketinggian 3.031 mdpl. Letak koordinator persisnya pada 8° 342' LS dan 115° 508' BT. Gunung ini terletak di kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali. Kabupaten Karangasem yang terletak di ujung Timur Pulau Bali dan merupakan salah satu dari 9 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Bali, mempunyai batas wilayah sebagai berikut: 1. Sebelah Utara - Laut Jawa 2. Sebelah Selatan - Samudera Indonesia 3. Sebelah Barat - Kabupaten Klungkung, Bangli, Buleleng 4. Sebelah Timur - Selat Lombok b. Data Fasilitas Umum 1. Sarana jalan yang menghubungkan setiap kabupaten masih bisa digunakan dengan baik 2. Aliran listrik dan telepon terputus sama sekali 3. Beberapa PDAM tercemas 4. Beberapa sumber air bersih tercemar 4.3 Menganalisis Data Kebutuhan pengungsi terkait kebutuhan air dan sanitarian a. Kabupaten Badung 1. Terdapat pengungsi yang berjumlah 756 jiwa yang tersebar pada 4 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 3.780 L pada hari 1-2 dan 15.120 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 1.512 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 12 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 12 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung

20

6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur 7. Terdapat 2 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi 8. Bekerjasama dengan dinas PU, TNI dan warga sekitar untuk pembangunan bilik kamar mandi, serta bekerjasama dengan PDAM untuk ketersediaan air bersih. b. Kabupaten Bangli 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 4.890 jiwa yang tersebar pada 7 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 24.450 L pada hari 1-2 dan 97800 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 9.780 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 14 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 13 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur 7. Terdapat 4 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi 8. Bekerjasama dengan dinas PU, TNI dan warga sekitar untuk pembangunan bilik kamar mandi, serta bekerjasama dengan PDAM untuk ketersediaan air bersih. c. Kabupaten Buleleng 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 8.518 jiwa yang tersebar pada 10 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 42.575 L pada hari 1-2 dan 170.360 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 17.036 L

21

4. Di daerah tersebut hanya terdapat 15 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 15 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur 7. Terdapat 5 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi 8. Bekerjasama dengan dinas PU, TNI dan warga sekitar untuk pembangunan bilik kamar mandi, serta bekerjasama dengan PDAM untuk ketersediaan air bersih. d. Kota Denpasar 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 2.539 jiwa yang tersebar pada 8 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 12.695 L pada hari 1-2 dan 50.780 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 5.078 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 16 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 12 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur 7. Terdapat 4 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi 8. Bekerjasama dengan dinas PU, TNI dan warga sekitar untuk pembangunan bilik kamar mandi, serta bekerjasama dengan PDAM untuk ketersediaan air bersih.

22

e. Kabupaten Gianyar 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 540 jiwa yang tersebar pada 2 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 2.700 L pada hari 1-2 dan 10.800 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 1.080 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 12 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 10 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur 7. Terdapat 1 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi 8. Bekerjasama dengan dinas PU, TNI dan warga sekitar untuk pembangunan bilik kamar mandi, serta bekerjasama dengan PDAM untuk ketersediaan air bersih. f. Kabupaten Jembrana 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 82 jiwa yang tersebar pada 1 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 410 L pada hari 1-2 dan 1640 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 164 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 10 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 11 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur

23

7. Terdapat 1 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi g. Kabupaten Karangasem 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 37.812 jiwa yang tersebar pada 12 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 189.060 L pada hari 12 dan 756.240 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 75.624 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 17 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 15 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur 7. Terdapat 6 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi h. Kabupaten Klungkung 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 19.456 jiwa yang tersebar pada 11 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 389.120 L pada hari 12 dan 97280 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 38.912 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 15 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 16 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur

24

7. Terdapat 6 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi i. Kabupaten Tabanan 1. Terdapat jumlah pengungsi yang berjumlah 1.080 jiwa yang tersebar pada 3 titik pengungsian 2. Setiap pengungsi membutuhkan air bersih sebanyak 5.400 L pada hari 1-2 dan 21.600 L pada hari ke 3-10 3. Untuk kebutuhan air minum pengungsi membutuhkan 2.160 L 4. Di daerah tersebut hanya terdapat 12 titik sumur yang dapat digunakan. Estimasi 1 titik sumur berisi 500 L jadi masih sangat banyak membutuhkan air dalam kehidupan sehari-hari 5. Terdapat 11 titik sumur yang tidak dapat digunakan karena erupsi letusan gunung agung 6. Sumur yang tercemar akibat erupsi gunung meletus diberikan PAC 25 sachet/hari/sumur untuk menjernihkan air sumur 7. Terdapat 2 sanitarian dan yang mengawasi dan bertanggungjawab tentang kebutuhan air dan sanitasi 4.4 Penyajian data dan Rekomendasi a. Pelayanan kesehatan, termasuk rujukan Pelayanan kesehatan dilakukan di setiap posko kesehatan maupun memanfaatkan puskesmas yang masih dapat difungsikan dengan baik. Jika dalam penanganan medis pada tingkat posko maupun puskesmas tidak dapat dilakukan, maka korban Erupsi Gunung Agung dapat dirujuk ke rumah sakit Kabupaten Setempat b. Penyakit yang perlu diwaspadai Dari hasil pemantauan terdapat 5 (lima) penyakit terbanyak yang diderita pengungsi adalah sebagai berikut, yaitu: 1. ISPA 2. Gastritis 3. Diare 4. Hipertensi

25

5. Konjungtivitis c. Kemungkinan terjadinya KLB 1. Pneumonia 2. Diare 3. ISPA 4.5 Rencana Tindak Lanjut a. Menambah tempat penampungan air di setiap titik pengungsian b. Membangun sarana prasarana darurat dibeberapa titik pengungsian (khususnya MCK dengan sarana air bersih yang memenuhi syarat). c. Menyebaran logistik lebih merata kepada semua penggungsi pada titik-titik posko pengungsian. d. Memaksimalkan tenaga kesehatan yang tersedia di Posko Pengungsian. e. Segera membagikan masker kepada pengungsi sebagai tindakan preventif terhadap penyakit pernafasan.

26

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kesimpulan adalah sebagai berikut: 1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia. 2. Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM Kesehatan yang tergabung dalam suatu TIM Penanggulangan Krisis yang meliputi; Tim Reaksi Cepat, Tim Penilai cepat (TIM RHA), Tim bantuan kesehatan. 3. Pada setiap kejadian bencana yang terjadi perlu dilakukan penilaian terhadap akses air bersih dan sanitasi terkait dengan kebutuhan pengungsi. 4. Pada perhitungan kebutuhan supplay air (water supply) dibutuhkan data jumlah pengungsi, dan terdapat pedoman-pedoman jumlah air yang dibutuhkan manusia per hari serta bagaimana upaya-upaya untuk menjernihkan sumber air yang tercemar. 5.2 Saran Saran adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan peningkatan kewaspadaan dengan mempersiapkan peralatanperalatan yang dibutuhkan untuk unit tanggap darurat. 2. Diperlukan pengenalan kualitas air guna menentukan sumber air yang layak digunakan/tidak layak digunakan 3. Pengelolaan air untuk pengungsi dilakukan pada daerah bencana yang terpencar dan sulit dijangkau. 4. Perlunya peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam dengan meningkatkan keterampilan dan melakukan latihan untuk memastikan persiapan-persiapan kegawat daruratan bencana khusunya dalam kelancaran distribusi air bersih.

27

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Kesimpulan adalah sebagai berikut: 1. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia. 2. Pada saat terjadi bencana perlu adanya mobilisasi SDM Kesehatan yang tergabung dalam suatu TIM Penanggulangan Krisis yang meliputi; Tim Reaksi Cepat, Tim Penilai cepat (TIM RHA), Tim bantuan kesehatan. 3. Pada setiap kejadian bencana yang terjadi perlu dilakukan penilaian terhadap akses air bersih dan sanitasi terkait dengan kebutuhan pengungsi. 4. Pada perhitungan kebutuhan supplay air (water supply) dibutuhkan data jumlah pengungsi, dan terdapat pedoman-pedoman jumlah air yang dibutuhkan manusia per hari serta bagaimana upaya-upaya untuk menjernihkan sumber air yang tercemar. 5.2 Saran Saran adalah sebagai berikut: 1. Diperlukan peningkatan kewaspadaan dengan mempersiapkan peralatanperalatan yang dibutuhkan untuk unit tanggap darurat. 2. Diperlukan pengenalan kualitas air guna menentukan sumber air yang layak digunakan/tidak layak digunakan 3. Pengelolaan air untuk pengungsi dilakukan pada daerah bencana yang terpencar dan sulit dijangkau. 4. Perlunya peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana alam dengan meningkatkan keterampilan dan melakukan latihan untuk memastikan persiapan-persiapan kegawat daruratan bencana khusunya dalam kelancaran distribusi air bersih.

28

DAFTAR PUSTAKA Pongtuluran, Yonathan. 2015. Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Edisi Revisi, CV. Andi Offset: Yogyakarta. Brault. J.B., 1991, Water Trearment Handbook Degre,ount, Lavoiser Publishing, Cedex: France. Mulyaningsih, S., 2006, Perkembangan Geologi Pada Kwarter Awal sampai Masa Sejarah di Dataran Yogyakarta. Jurnal Geologi Indonesia, Volume 1, No. 2 Juni 2006, h 103-113. (di akses tanggal 11 Maret 2019 pukul 22.30 WIB) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Arozaq, M. 2013. Pemetaan Elemen Risiko Bencana (Element at Risk). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Montahar,

Agus.

2012.

Penilaian

Risiko Bencana.

Yogyakarta:

Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Departemen Kesehatan RI. 2007. Pedoman Teknis Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana. Depkes. Jakarta. Peraturan BNPB Nomor 4 Tahun 2008. Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. BNBP . Jakarta. Undang – undang no 24 tahun 2007. 2007 Penanggulangan bencana . Kementrian Kesehatan Jakarta.

29

Related Documents


More Documents from ""