ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DIABETES MELLITUS
A. Pengertian Diabetes Mellitus ( DM ) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan tanda – tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan ada atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme, lemak, dan protein (Askandar, 2000). Diabetes mellitus adalah masalah yang mengancam hidup (kasus darurat) yang disebabkan oleh defisiensi insulin relative atau absolute (Doengoes, 1993). Diabetes mellitus adalah penyakit yang ditandai oleh hiperglikemia akibat efek pada kerja insulin (resiten insulin) di hati (peningkatan produksi glukosa hepatik) dan di jaringan perifer.Sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau keduanya (PB.PAPDI. 2005). Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia (Smeltzer, Suzanne C, 2001). Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa diabetes mellitus adalah suatu keadaan hiperglikemia kronik (peningkatan kadar gula dalam darah) yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik akibat dari gangguan hormonal dan produksi insulin yang tidak adekuat sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi akut dan kronik pada mata, syaraf, ginjal dan pembuluh darah.
B. ANATOMI FISIOLOGI 1.
Anatomi Pankreas
1
2.
Fisiologi pankreas Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira – kira 15
cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata – rata 60 – 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini.Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu : a.
Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum.
b. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke darah. Pulau – pulau Langerhans yang menjadi sistem endokrinologis dari pankreas tersebar di seluruh pankreas dengan berat hanya 1 – 3 % dari berat total pankreas. Pulau langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau berbeda.Besar pulau langerhans terkecil adalah
50 µ, sedangkan yang terbesar
300 µ, terbanyak adalah yang besarnya 100 – 225 µ.Jumlah semua pulau Langerhans di pankreas diperkirakan antara
1 – 2 juta.
Pulau langerhans manusia, mengandung tiga jenis sel utama, yaitu: a. Sel – sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20 – 40 % ; memproduksi glikagon yang manjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “. b. Sel – sel B ( beta ), jumlahnya sekitar 60 – 80 % , membuat insulin. c. Sel – sel D ( delta ), jumlahnya sekitar 5 – 15 %, membuat somatostatin Masing – masing sel tersebut, dapat dibedakan berdasarkan struktur dan sifat pewarnaan.Di bawah mikroskop, pulau-pulau langerhans ini nampak berwarna pucat dan banyak mengandung pembuluh darah kapiler.Pada penderita diabetes mellitus, sel beta sering ada tetapi berbeda dengan sel beta yang normal
2
dimana sel beta tidak menunjukkan reaksi pewarnaan untuk insulin sehingga dianggap tidak berfungsi. Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia. Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B. Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida. Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin dapat larut pada pH 4 – 7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar didalam membrane sel. Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran berselaput yang berasal dari kompleks golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah meningkat diatas 100 mg/100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun. Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan hormon gastrointestinal merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda-beda. Fungsi metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui membran sel ke jaringan terutama sel – sel otot, fibroblas dan sel lemak.
C. ETIOLOGI Diabetes mellitus mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas diabetes mellitus. Faktor lain yang dianggap sebagai kemungkinan etiologi diabetes mellitus yaitu : 1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta sampai kegagalan sel beta melepas insulin. 2. Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan kehamilan.
3
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus. 4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsif terhadap insulin. Etiologi pada diabetes melitus tipe I (IDDM) yaitu penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala yang pada akhirnya menuju pada proses bertahap pada perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Individu yang peka secara genetik tampaknya, memberikan respon terhadap kejadiankejadian pemicu yang diduga berupa infeksi virus, dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta yang akan mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Oleh sebab itu pada diabetes mellitus tipe ini disebut juga Diabetes Mellitus Tergantung Insulin (DMTI) Pada pasien-pasien dengan diabetes melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau disebut juga Diabetes Mellitus tipe II (NIDDM).Penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat.DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi insulin maupun dalam kerja insulin.Pada awalnya tampaknya terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraseluler yang meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel pada pasien.Pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.Ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif. Insulin pada mernbran sel. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan transpor glukosa.Sekitar 80% pasien DMTTI mengalami obesitas.Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kemungkinan besar gangguan toleransi glukosa dan diabetes mellitus yang pada akhirnya terjadi pada pasien-pasien DMTTI merupakan akibat dari obesitasnya (Sylvia dan Wilson, 1995).
4
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus tipe II. Faktor-faktor ini adalah : - Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia diatas 65 tahun). - Obesitas. - Riwayat Keluarga. - Kelompok etnik (di Amerika Serikat, golongan hispanik serta penduduk asli Amerika tertentu memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk terjadinya diabetes mellitus tipe II dibandingkan dengan golongan AfroAmerika) (Smeltzer, Suzanne C, 2001). Beberapa klasifikasi Diabetes Mellitus (DM) telah diperkenalkan, berdasarkan metode presentasi klinis, umur awitan dan riwayat penyakit. Ada 4 klasifikasi yang telah di sahkan oleh World Health Organization (WHO) dan telah dipakai di seluruh dunia, yaitu sebagai berikut: 1. Diabetes tipe I dulu dikenal sebagai tipe juvenilonset dan tipe dependen insulin, namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Insidens diabetes tipe I, 30.000 kasus baru setiap tahunnya dan dapat dibagi dalam 2 subtipe : a.
Autoimun, akibat disfungsi autoimun dengan keusakan sel-sel beta.
b.
Idiopatik, tanpa bukti adanya autoimun dan tidak diketahui sumbernya.
2. Diabetes tipe II dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan tipe nondependen insulin. Insidens diabetes tipe II sebesar 650.000 kasus baru setiap tahunnya.Obesitas sering dikaitkan dengan penyakit ini. 3. Diabetes Gestasional (GDM) dikenal pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4 % dari semua kehamilan. Faktor resiko terjadinya GDM adalah usia tua, etnis, obesitas, multi paritas, riwayat keluarga, riwayat gestasional terdahulu. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah
suatu
keadaan
diabetogenik.
5
Pasien-pasien
yang
mempunyai
predisposisi diabetes secara genetik mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manisfestasi klinis diabetes pada kehamilan. Menurut kriteria ini, GDM terjadi apabila 2 atau lebih dari nilai berikut ini ditemukan atau dilampaui sesudah, pemberian 75 gr glukosa oral : puasa, 105 mg/dI ; 1 jam, 190 mg/dl ; 2 jam, 165 mg/dI ; 3 jam, 145 mg/dI ; 4 jam. 4. Tipe khusus lain adalah : a.
Kelainan genetik dalam sel beta. Diabetes sub tipe ini memiliki prevalensi familiar yang tinggi dan bermanisfestasi sebelum usia 14 tahun.
b.
Kelainan genetik pada kerja insulin.
c.
Penyakit pada eksokrin pankreas menyebabkan pankreatitis kronik.
d.
Penyakit endokrin seperti sindrom cushing dan akromegali.
e.
Obat-obat yang bersifat toksik terhadap sel-sel beta
f.
Infeksi (Price dan Wilson, 2005).
Faktor pencetus timbulnya penyakit Diabetes Mellitus diantaranya adalah : -
Orang yang jarang beraktifitas (kurang gerak) malas untuk melakukan kegiatan fisik sangat rentang untuk menderita penyakit ini.
-
Orang yang makan – makanan yang berlebihan.
-
Karena adanya kerusakan pada pankreas sehingga hormone insulin produksinya berkurang.
-
Makan – makanan yang banyak mengandung glukosa.
-
Orang yang gemuk, lebih besar kemungkinannya untuk menderita Diabetes Mellitus dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal.
-
Orang tua dan kaum wanita lebih mudah terkena penyakit ini.
Komplikasi Komplikasi yang dapat timbul adalah : 1. Komplikasi akut a) Ketoasidosis diabetik. b) Hipoglikemi. c) Hiperglikemia Hiperosmolar non ketotik.
6
2. Komplikasi kronis a) Microangiopathy -
Retinopathy diabetikum yang disebabkan karena kerusakan pembuluh darah retina. Faktor terjadinya retinopathy diabetik : lamanya menderita diabetes, umur penderita, kontrol gula darah, faktor sistemik (Hipertensi kehamilan).
-
Nefropathy diabetikum yang ditandai dengan ditemukannya kadar protein yang tinggi dalam urin. Disebabkan adanya kerusakan pada glomerulus nefropathy diabetikum merupakan faktor resiko dari dari gagal ginjal kronik.
-
Neuropathy diabetikum baiasanya ditandai dengan hilangya rasa sensorik terutama bagian distal diikuti dengan hilangnya reflex. Selain itu juga dapat terjadi poliradiculopathy diabetikum yang merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan pada satu atau lebih akar saraf dan dapat disertai dengan kelemahan motorik. Biasanya self limited dalam waktu 612 bulan. Neuropati sensorik menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan sensibilitas
tekanan,
sedangkan
neuropati
otonom
menimbulkan
peningkatan kekeringan dan pembentukan fisura pada kulit (yang terjadi akibat penurunan perspirasi) (Smeltzer, Suzanne C, 2001). b) Macroangiopathy -
Coronary heart disease dimana diawali dari berbagai bentuk dislipidemia, hipertrigliseridemia dan penurunan kadar HDL. Pada Diabetes Mellitus sendiri tidak meningkatkan kadar LDL, namun sedikit kadar LDL pada Diabetes Mellitus tipe 2 sangat bersifat atherogeni karena mudah mengalami glikalisasi dan oksidasi.
-
Penyakit Serebrovaskuler, perubahan aterosklorotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus di tempat lain dalam sistem pembuluh darah yang kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan serangan iskemia sepintas
(TIA
=
Transient
Ischemic
attack).
Gejala
penyakit
serebrovaskuler ini dapat menyerupai gejala pada komplikasi akut diabetes
7
(hipoglikemia). Gejala tersebut mencakup keluhan pusing atau vertigo, gangguan penglihatan, bicara pelo dan kelemahan (Smeltzer, Suzanne C, 2001).
D. PATOFISIOLOGI Sebagian besar gambaran patologik dari Diabetes Mellitus dapat dihubungkan dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut: Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 – 1200 mg/dl. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh. Pasien – pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yang parah yang melebihi ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180 mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus – tubulus renalis tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren. Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik Diabetes Mellitus akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi
8
a) Teori Sorbitol Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi. b) Teori Glikosilasi Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makrovaskular maupun mikrovaskular. Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta prankeas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati.Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan di dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali.Akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria).Ketika glukosa berlebihan diekskresikan ke dalam urine. Ekskresi ini akan menyerap pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan yang disebut diuresis asmotik. Akibatnya pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Insulin juga mengganggu metabolisme protein, lemak yang menyebabkan penurunan berat badan.Pasien dapat meningkat selera makan (polifagia) akibatnya menurun simpanan kalori dan kelelahan serta kelemahan, sehingga menimbulkan hiperglikemia yang mengakibatkan peningkatan badan keton yang merupakan produksi pemecahan lemak.Badan keton merupakan asam yang mengganggu keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlah berlebihan. Pemberian insulin dan cairan dengan elektrolit sesuai dengan kebutuhan akan memperbaiki
dengan
cepat
kelainan
9
metabolik
dan
mengatasi
gejala
hiperglikemia secara ketoasidosis. Diet dan latihan serta pemantauan kadar glukosa darah merupakan terapi yang penting. Diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel sehingga insulin tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah harus dapat meningkatkan jumlah insulin yang dieksresikan.Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri khas Diabetes Mellitus tipe II.Untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton yang menyertainya.Karena itu ketoasidosis diabetik terjadi pada Diabetes Mellitus tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang dinamakan syndrom hyperglikemia.Penanganan primer Diabetes Mellitus tipe II dengan menurunkan berat badan, karena resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan merupakan unsur yang paling penting untuk meningkatkan efektivitas insulin. Obat hipoglikemia oral dapat ditambahkan jika diet dan latihan tidak berhasil mengendalikan kadar glukosa darah. Jika penggunaan oral dengan dosis maksimal tidak berhasil maka insulin dapat digunakan. Sebagian pasien memerlukan insulin untuk sementara waktu selama periode stress fisiologik yang kuat seperti selama sakit/pembedahan (Price dan Wilson, 1995).
E. TANDA DAN GEJALA Menurut Tjokro Prawiro (2000) tanda yang sering muncul pada pasien Diabetes Mellitus adalah polifagia (banyak makan), polidipsi (banyak minum), poliuria (banyak kencing). Dalam fase ini penderita menunjukkan BB yang terus naik karena jumlah insulin masih tercukupi, bila tidak cepat diobati maka berat badan turun cepat (5-10 kg dalam 2-4 minggu), mudah lelah jika tidak sempat diobati akan timbul pula mual bahkan penderita akan jatuh lama yang disebut koma diabetikan. Keluhan umum pasien Diabetes Mellitus seperti poliuria, polidipsi, polifagia pada Diabetes Mellitus umumnya tidak ada.Sebaliknya yang sering mengganggu
10
pasien adalah keluhan akibat komplikasi degenerative kronik pada pembuluh darah dan saraf.Keluhan yang sering muncul adalah adanya ganguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim. Gejala klinis menurut Waspadji (1996) adalah : 1. Kelainan kulit : gatal, bisul-bisul. 2. Kelainan ginekologis : keputihan. 3. Kesemutan, rasa baal. 4. Kelemahan tubuh. 5. Luka/bisul yang tidak sembuh-sembuh. 6. Infeksi saluran kemih.
Gejala klinis menurut Fortunestar (2007) gejala yang sangat umum adalah : 1.
Sering kencing pada malam hari (poliuria).
2.
SeIalu merasa haus (polidipsia).
3.
Selalu merasa lapar (polifagia).
Gejala klinis menurut PERKENI (2002) adalah : 1.
Keluhan khas Diabetes Mellitus yaitu : a. Poliuria (rasa ingin buang air kecil terus). b. Polidipsia (rasa haus). c. Polifagia (rasa ingin makan terus). d. Berat badan menurun cepat tanpa penyebab yang jelas.
2.
Sedangkan keluhan tidak khas Diabetes Mellitus yaitu :
a. Kesemutan. b. Gatal di daerah genetalia. c. Keputihan. d. Infeksi sulit sembuh. e. Bisul yang hilang timbul. f. Penglihatan kabur. g. Cepat lelah. h. Mudah mengantuk dan lain-lain. 11
Tanda dan gejala menurut Price dan Wilson (1995) adalah : 1. Pada pasien Diabetes Mellitus tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, polifagia, turunnya berat badan, lemah, mengantuk (somnolen) yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Penderita dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. 2. Pada pasien Diabetes Mellitus tipe II mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Glukosa darah sewaktu. 2. Kadar glukosa darah puasa. 3. Tes toleransi glukosa. 4. Kadar gula darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis Diabetes Mellitus (mg/dl). Keterangan
Kriteria Diabetes Mellitus Bukan
Belum
Pasti
Plasma vena
<100
100-200
>200
Darah kapiler
<80
80-200
200
Plasma vena
<110
110-120
<126
Darah kapiler
<90
90-110
>110
Kadar glukosa darah sewaktu
Kadar glukosa darah puasa
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan : 1. Glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl (11,1 mmol/L)
12
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L) 3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) >200 mg/dl Pemeriksaan laboratorium ini perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk diabetes melitus yaitu : 1. Kelompok usia dewasa tua (< dari 40 tahun) 2. Kegemukan 3. Tekanan darah tinggi 4. Riwayat keluarga Diabetes Mellitus 5. Riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram 6. Riwayat Dibetes Melitus pada kehamilan 7. Dislipidemia. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu, 2 jam sesudah makan (Post Prandial/PP). Bila hasilnya belum memastikan, kemudian dilakukan perneriksaan, Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO).Untuk kelompok resiko tinggi yang hasil pemeriksaan penyaringannya negatif, perlu pemeriksaan penyaring ulangan tiap tahun. Cara pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Apabila hasil pemeriksaan glukosa darah meragukan, pemeriksaan TTGO ini sangat diperlukan dengan cara yaitu : 1. Makan seperti biasa 3 hari sebelumnya 2. Kegiatan jasmani cukup, tidak terlalu banyak 3. Puasa semalam, selama 10-12 jam 4. Glukosa darah puasa diperiksa 5. Diberi glukosa 75 gram, dilarutkan dalam air 250 ml, dan diminum selama/dalam waktu 5 menit. 6. Diperiksa glukosa darah I (satu) jam dan 2 (dua) jam sesudah beban glukosa. (PERKENI, 2002).
13
G. PENATALAKSANAAN 1.
Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan Diabetes Mellitus bertujuan untuk menghilangkan keluhan gejala, sedangkan tujuan jangka panjang untuk mencegah kompikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan menormalkan kadar glukosa dan insulin. Standar yang dianjurkan adalah karbohidrat 60 – 70 %, protein 10 – 15 %, lemak 20 – 25 %, sedangkan perawatannya : a) Latihan jasmani b) Obat hiperglikemia oral c) Insulin Tujuan utama terapi Diabetes Mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal. Ada 5 komponenen dalam penatalaksanaan diabetes: a) Diet -
Makan pagi - makan selingan pagi
-
Makan siang - makan selingan siang
-
Makan malam - makan selingan malam (terutama bagi yang menggunakan insulin kerja panjang).
Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi :
Karbohidrat 60-70 %
Protien 10-15 %
Lemak 20-25 %
b) Latihan Latihan jasmani sehari-hari teratur selama ± 30 menit (3-4 x seminggu) c) Pemantauan d) Terapi (jika diperlukan) e) Pendidikan meliputi: -
Penyakit Diabetes Mellitus
-
Makna perlunya pengendalian dan pemantauan Diabetes Mellitus
14
2.
-
Komplikasi Diabetes Mellitus
-
Intervensi Farmakologi dan non farmakologi
-
Hipoglikemia
-
Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Penatalaksanaan Keperawatan a. Pathways dan Perumusan Diagnosa Keperawatan Faktor genetik, Usia, idiopatik
Faktor imunologi
Faktor lingkungan
Jumlah sel β pankreas menurun
Kerusakan sel β pankreas
Infeksi virus Destruksi sel β
Defisiensi Insulin Glukagon
Penurunan pemakaian glukosa
Glukoneogenesis
oleh sel Hiperglikemia
Lemak Ketogenesis
Glycosuria
BUN
Osmotic Diuresis
Nitrogen Urine
Ketonemia Mual, muntah Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Protein
Dehidrasi
Kekurangan volume cairan
Homokonsentrasi
pH
Embolin
Trombosis
Asidosis
Aterosklerosis
Koma Kematian
Makrovaskuler Jantung Miokard Infark
Serebral
Ekstremitas
Stroke
Gangren
Penurunan perfusi jaringan Mikrovaskuler Retina
Ginjal
Retinopati Nefropati diabetik Gangguan Gagal ginjal penglihatan
Lobus frontalis Lobus temporalis Lobus parientalis
Cereblum
Sulit menyusun kata-kata
Koordinasi terganggu
Rangsangan Hambatan gerak bicara atau lumpuh terhambat/pola Penurunan Kerusakan komunikasi verbal fungsional Defisit perawatan diri
b. Fokus intervensi
15
Iskemia
Kerusakan mobilitas fisik
Perubahan perfusi jaringan serebral
Menurut Doengoes, 1999 Diagnosa Keperawatan I Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, anoreksia, mual, lambung penuh. Kriteria Evaluasi : - Pasien dapat mencerna jumlah kalori/nutrient yang tepat - Menunjukkan tingkat energi biasanya -
Mendemonstrasikan BB stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri -
Timbang BB setiap hari
-
Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorpsi dan utilisasinya.
-
Auskultasi bising usus,
-
Hiperglikemia & gangguan
catat adanya nyeri
keseimbangan cairan & elektrolit
abdomen, kembung, mual.
dapat menurunkan mobilitas / fungsi lambung yang akan
-
Identifikasi makanan yang
mempengaruhi pilihan intervensi.
disukai/dikehendaki
-
-
Jika makanan yang disukai pasien
termasuk kebutuhan
dapat dimasukkan dalam
etnik/cultural
perencanaan makan/kerja sama ini
Libatkan keluarga pasien
dapat diupayakan setelah pulang.
pada perencanaan makan sesuai dengan indikasi
-
Meningkatkan rasa keterlibatannya memberikan
-
Observasi tanda-tanda
informasi pada keluarga untuk
hipoglikemia
memahami kebutuhan nutrisi pasien -
Karena metabolisme karbohidrat mulai terjadi (gula darah akan
16
berkurang) dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi keadaan koma, hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran. Ini secara potensial dapat mengancam Kolaborasi -
kehidupan yang harus dikaji dan
Lakukan pemeriksaan gula
ditangani secara cepat melalui
darah dengan
tindakan protocol yang
menggunakan “finger
direncanakan.
slick”.
-
Analisa di tempat tidur terhadap gula darah lebih tepat/akurat daripada memantau gula dalam urine (reduksi urine) yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi
-
Berikan pengobatan
fluktuasi kadar gula darah dan
insulin secara teratur,
dapat dipengaruhi oleh ambang
dengan metode IV secara
ginjal pasien secara individual
intermiten atau kontinu.
atau adanya retensi urine/gagal ginjal -
Insulin regular memiliki awitan cepat dan karenanya dapat cepat pula membantu memindahkan glukosa ke dalam sel. Pemberian IV merupakan rute pilihan utama karena absorpsi dari jaringan subkutan mungkin tidak menentu/sangat lambat. Banyak
-
Lakukan konsultasi
orang percaya/berpendapat bahwa
dengan ahli diet
metode kontinu ini merupakan
17
cara yang optimal untuk mempermudah transisi pada metabolisme karbohidrat dan menurunkan insiden hipoglikemia. -
Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien, menjawab pertanyaan dan dapat pula membantu pasien atau orang terdekat dalam mengembangkan perencanaan makan
Diagnosa Keperawatan II Kekurangan volume cairan berhubungan dengan -
Diuresis osmotik (dari hiperglikemia).
-
kehilangan gastric berlebihan : diare, muntah.
-
masukan dibatasi : mual, kacau mental.
Kriteria Evaluasi : Mendemonstrasikan hidrasi adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urine tepat secara individu, dan kadar elektrolit dalam batas normal.
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri -
Pantau Tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik.
-
Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan
18
takikardia. Perkiraan berat ringannya hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik pasien turun lebih dari 10 mmHg dari posisi ke posisi duduk/berdiri. Catatan :Neuropati jantung dapat memutuskan refleks yang secara normal -
Kaji suhu, warna kulit, atau
meningkatkan denyut
kelembabannya.
jantung. -
Meskipun demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi, demam dengan kulit yang
-
Pantau masukan dan pengeluaran,
kemerahan, kering
catat berat jenis urine.
mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi. -
-
Memberikan perkiraan
Catat hal – hal yang dilaporkan
kebutuhan akan cairan
seperti mual, nyeri abdomen,
pengganti, fungsi
muntah dan distensi lambung.
ginjal, dan keefektifan dari terapi yang diberikan. -
19
Kekurangan cairan dan
elektrolit mengubah motilitas, lambung, -
Albumin, plasma, atau dekstran.
yang sering kali menimbulkan muntah dan secara potensial akan menimbulkan kekurangan cairan atau elektrolit. -
Plasma ekspander (pengganti) kadang dibutuhkan jika kekurangan tersebut
-
Berikan kalium atau elektrolit yang
mengancam kehidupan
lain melalui IV dan/atau melalui
atau tekanan darah
oral sesuai indikasi.
sudah tidak dapat kembali normal dengan usaha-usaha dehidrasi yang telah dilakukan. -
Kalium harus ditambahkan pada IV (segera aliran urine adekuat) untuk
-
Berikan bikarbonat jika pH kurang
mencegah
dari 7,0.
hipokalemia. Catatan : Kalium fosfat dapat diberikan jika cairan IV mengandung natrium klorida untuk mencegah kelebihan beban klorida. -
20
Diberikan dengan hati-
hati untuk membantu memperbaiki asidosis pada adanya hipotensi atau syok.
Diagnosa Keperawatan III Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan Interupsi aliran darah : gangguan oklusif, hemoragi;vasospasme serebral, edema serebral. Kriteria evaluasi : -
Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi kognitif, dan motorik /sensori
-
Mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil dan tak adanya tanda-tanda penigkatan TIK.
-
Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit.
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri -
Tentukan faktor-faktor yang
-
Mempengaruhi penetapan
berhubungan dengan
intervensi.
keadaan/penyebab khusus selama
Kerusakan/kemunduran
koma/penurunan perfusi serebral dan
tanda/gejala neurologist
potensial terjadinya peningkatan TIK.
atau kegagalan memperbaikinya setelah fase awal memerlukan tindakan pembedahan dan/atau pasien harus dipindahkan ke ruang perawatan kritis (ICU) untuk melakukan pemantauan terhadap
21
-
Pantau/catat status neurologist sesering mungkin dan bandingkan dengan
peningkatan TIK. -
keadaan normalnya/standar.
Mengetahui kecenderungan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan mengetahui lokasi, luas, dan kemajuan/resolusi kerusakan SSP. Dapat menunjukkan TIA yang merupakan tanda terjadi
-
Pantau tanda-tanda vital, seperti catat adanya hipertensi/hipotensi,
trombosis CVS baru. -
Variasi mungkin terjadi
bandingkan tekanan darah yang
oleh karena
terbaca pada kedua lengan.
tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak. Hipertensi atau hipotensi postural dapat menjadi faktor pencetus. Hipotensi dapat terjadi karena syok (kolaps
-
Frekuensi dan irama jantung;
sirkulasi vaskuler).
auskultasi adanya mur-mur.
-
Peningkatan TIK dapat terjadi (karena edema, adanya formasi bekuan darah). Tersumbatnya arteri subklavia dapat dinyatakan dengan adanya perbedaan tekanan pada
-
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan, dan reaksinya terhadap cahaya.
kedua lengan. -
Perubahan terutama adanya bradikardia dapat
22
terjadi sebagai akibat adanya kerusakan otak. Disritmia dan mur-mur mungkin mencerminkan adanya penyakit jantung yang mungkin yang telah menjadi pencetus CSV (seperti stroke setelah IM -
Berikan oksigen sesuai indikasi.
atau penyakit katup). -
Reaksi pupil diatur oleh syaraf kranial okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak tersebut masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyarafan simpatis dan para simpatis yang mempersyarafinya. Respon terhadap reflek cahaya mengkombinasikan fungsi dari syaraf kranial optikus (II) dan syaraf kranial
-
Berikan obat sesuai indikasi :
okulomotor (III).
Antikoagulasi, seperti natrium warfarin
-
Menurunkan hipoksia
(Coumadin); heparin, antitrombosit (ASA);
yang dapat menyebabkan
dipiridamol (Persantine)
vasodilatasi serebral dan
-
Fenitonin (Dilantin), fenobarbital
tekanan meningkat atau terbentuknya edema.
23
-
Dapat digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki aliran darah serebral dan selanjutnya dapat mencegah pembekuan saat embolus/thrombus merupakan faktor masalahnya. Merupakan kontra indikasi pada pasien dengan hipertensi sebagai akibat dari peningkatan resiko perdarahan.
-
Dapat digunakan untuk mengontrol kejang dan atau untuk aktivasi sedative. Catatan : fenobarbital memperkuat kerja dari anti epilepsy.
Diagnosa Keperawatan IV Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler : Kelemahan parastesia; flaksid/paralisis hipotonik (awal); paralisis spastis. Kriteria evaluasi : Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktika oleh tak adanya kontraktur, foot drop
24
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri -
Kaji kemampuan secara
-
Mengidentifikasi
fungsional/luasnya kerusakan awal
kekuatan/kelemahan dan
dengan cara yang teratur
dapat memberikan informasi mengenai pemulihan. Bantu dalam pemilihan terhadap intervensi, sebab tekniknya berbeda digunakan untuk paralysis spastic dengan flaksid
-
Ubah posisi minimal setiap 2 jam
-
Menurunkan resiko
(telentang, miring) dan sebagainya dan
terjadinya trauma atau
jika memungkinkan bisa lebih sering
iskemia jaringan. Daerah
jika diletakkan dalam posisi bagian
yang terkena mengalami
yang terganggu
perburukan atau sirkulasi yang lebih jelek dan menurunkan sensasi dan lebih besar menimbulkan kerusakan pada kulit atau decubitus
-
Mulailah melakukan latihan rentang
-
Meminimalkan atrofi otot,
gerak aktif dan pasif pada saat masuk.
meningkatkan sirkulasi,
Anjurkan melakukan latihan seperti
membantu mencegah
latihan meremas bola karet,
kontraktur. Menurunkan
melebarkan jari-jari dan kaki.
resiko terjadinya hiperkalsiuria dan osteoporosis jika masalah utamanya adalah perdarahan
25
-
Inspeksi kulit terutama daerah-daerah
-
Titik-titik tekanan pada
yang menonjol secara teratur. Lakukan
daerah tekanan yang
masase secara hati-hati pada daerah
menonjol paling beresiko
kemerahan dan berikan alat bantu
untuk terjadinya
seperti bantalan lunak kulit sesuai
penurunan perfusi atau
kebutuhan
iskemia. Stimulasi sirkulasi dan memberikan bantalan, membantu mencegah kerusakan kulit dan berkembangnya
-
Anjurkan pasien untuk membantu pergerakan dan latihan dengan
decubitus. -
Dapat berespon dengan
menggunakan ekstremitas yang tidak
baik jika daerah yang
sakit untuk menyokong atau
sakit tidak menjadi lebih
menggerakkan daerah tubuh yang
terganggu dan
mengalami kelemahan
memerlukan dorongan serta latihan aktif untuk menyatukan kembali sebagian bagian dari
-
Kolaborasi
tubuhnya sendiri
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi secara aktif, latihan resistif, dan ambulasi pasien
-
Program yang khusus dapat dikembangkan untuk menemukan kebutuhan yang berarti atau menjaga kekurangan tersebut dalam keseimbangan, koordinasi dan kekuatan
26
Diagnosa Keperawatan V Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan kerusakan sirkulasi serebral : Kerusakan neuromuskuler, hilangnya tonus otot facial atau oral : kelemahan atau kelelahan umum Kriteria evaluasi : -
Mengindikasikan pemahaman tentang masalah komunitas
-
Membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat diekspresikan
-
Menggunakan sumber-sumber dengan tepat
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri -
Mintalah pasien untuk mengikuti
-
Melakukan penilaian terhadap
perintah sederhana seperti “buka mata”
adanya kerusakan sensorik
ulangi dengan kata atau kalimat yang
(afasia sensorik)
sederhana. -
Menilai kemampuan menulis
Minta pasien untuk menulis nama dan
(agrafia) dan kekurangan
atau kalimat yang pendek
dalam membaca yang benar yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia motorik -
Memberikan komunikasi tentang kebutuhan
-
Berikan metode komunikasi alternative
berdasarkan keadaan atau
seperti menulis di papan tulis, gambar.
deficit yang mendasarinya
Berikan petujuk visual -
Menurunkan kebingungan
Katakan secara langsung dengan
atau ansietas selama proses
pasien. Bicara secara perlahan dan
komunikasi dan berespon pada
tenang
informasi yang lebih banyak pada satu waktu tertentu. Sebagai proses latihan
27
kembali untuk lebih mengembangkan komunikasi lebih lanjut dan lebih kompleks akan menstimulasi memori dan dapat meningkatkan asosiasi ide/kata -
Pengkajian secara individual kemampuan bicara dan
-
Kolaborasi
sensorik, motorik dan kognitif
Konsultasikan dengan merujuk pada ahli
berguna untuk
terapi wicara
mengidentifikasi kekurangan atau kebutuhan terapi
Diagnosa Keperawatan VI Defisit keperawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan control atau koordinasi otot Kerusakan perceptual atau kognitif Nyeri atau ketidaknyamanan Depresi Kriteria evaluasi : -
Mendemonstrasikan teknik atau perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan keperawatan diri
-
Melakukan aktivitas perawatan diri pada tingkat kemampuan sendiri
-
Mengidentifikasi sumber pribadi, komunitas, memberikan bantuan sesuai kebutuhan
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri -
Kaji kemampuan dan tingkat
-
kekurangan
Membantu dalam mengantisipasi atau
28
merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual -
Hindari melakukan sesuatu untuk
-
Pasien mungkin menjadi
pasien yang dapat dilakukan sendiri
sangat ketakutan dan
tetapi berikan bantuan sesuai
sangat tergantung dan
kebutuhan
meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi. Adalah penting bagi pasien untuk melakukan sebanyak mungkin untuk diri sendiri untuk mempertahankan harga diri dan meningkatkan
-
Pertahankan dukungan, sikap yang tegas. Berikan pasien waktu yang
pemulihan -
cukup untuk mengerjakan tugasnya.
Pasien akan memerlukan empati tetapi perlu untuk mengetahui pemberi asuhan yang akan membantu pasien secara
-
Berikan umpan balik untuk setiap usaha yang dilakukan atau
konsisten -
keberhasilan
Meningkatkan perasaan makna diri. Meningkatkan kemandirian dan
-
Letakkan makanan dan alat-alat
mendorong pasien untuk
lainnya pada sisi pasien yang tidak
berusaha secara continue
sakit
-
Pasien akan dapat melihat untuk memakan
29
makanannya -
Kolaborasi
-
Berikan obat supositoria dan pelunak feses
Mungkin dibutuhkan untuk membantu menciptakan atau merangsang fungsi
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi atau ahli
defekasi teratur
terapi okupasi
-
Memberikan bantuan yang mantap untuk mengembangkan rencana terapi dan mengidentifikasi kebutuhan alat penyokong khusus
Diagnosa Keperawatan VII Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang proses penyakit dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. Kriteria evaluasi : -
Pasien mengetahui tentang proses penyakit DIIT, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan kembali bila ditanya.
-
Pasien dapat melakukan perawatan diri sendiri
berdasarkan
pengetahuan yang diperoleh. Intervensi -
Rasionalisasi
Kaji tingkat pengetahuan
-
Untuk memberikan informasi
pasien/keluarga tentang penyakit
pada pasien atau keluarga,
diabetes mellitus
perawat perlu mengetahui sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien atau keluarga -
30
Agar perawat dapat
memberikan penjelasan dengan -
Kaji latar belakang pendidikan pasien
menggunakan kata-kata dan kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan -
-
Agar informasi dapat diterima
Jelaskan tentang proses penyakit
dengan mudah dan tepat
DIIT, perawatan dan pengobatan
sehingga tidak menimbulkan
pada pasien dengan bahasa dan kata-
kesalah pahaman
kata yang mudah dimengerti
-
Dengan penjelasan yang ada dan ikut secara langsung dalam
-
Jelaskan prosedur yang akan
tindakan yang dilakukan, pasien
dilakukan, manfaatnya bagi pasien
akan lebih kooperatif dan
dan libatkan pasien di dalamnya
cemasnya berkurang -
Gambar-gambar dapat membantu mengingat
-
Gunakan gambar-gambar dalam memberikan penjelasan (jika ada atau memungkinkan)
31
penjelasan yang telah diberikan